4
27 REPUBLIKA SENIN, 23 APRIL 2012 R ambutnya agak kepi- rangan, selalu jatuh membuyar ke pelipis kanan, dan selalu dibe nahi dengan cepat dan gesit. Putih matanya yang selalu kemerah-merahan dihi dupi oleh biji mata cokelat muda yang bening. Selalu sayu melihat arah yang kejauhan, tetapi selalu gesit dan cemerlang, disertai gerak- gerik kenakalan.“Tidak sejenak pun dia bisa diam, semua pada dirinya bergerak. Chairil bagi teman-temannya me- mang dikenal ‘gawat’, tetapi dia disa yangi semua teman-temannya itu,” begitulah cerita mendiang sastrawan, Nasyah Djamin, dalam buku berjudul Hari-Hari Akhir Chairil Anwar yang ditulisnya pada dekade awal 1950- an. Buku tentang sosok penyair kela- hiran Medan, 26 Juli 1922, dan me- ninggal di Jakarta, pada 28 April 1949, kini tersimpan di pusat doku- mentasi sastra karib Chairil, HB Jassin. Nasyah dalam bukunya tidak bisa menyembunyikan rasa kagum pada sosok Chairil. Sekilas dia memang bisa disebut arogan, angkuh, atau semau gue. Meski begitu, dia tetap disayang banyak orang karena pin- tar dan ganteng. Bahkan, meski ba- nyak meledek dan memarahi teman, tak ada satu pun yang membencinya. Chairil seolah dimaklumi!Salah satunya adalah cara dia meledek penyair Idrus, pelopor prosa angkat- an 1945 yang saat itu selalu rapi. Dia saat itu memperolok nama Idrus yang katanya tak tepat jadi sastrawan atau penyair. “Idrus, hai Idrus, pantasnya kau ini seorang kusir. Namamu itu nama kusir.” Setelah itu, dia melan- jutkan kata-katanya, “Chairil An- war! Begitu mestinya nama. Nama penyair. Nama yang besar!”Tidak ha- nya suka meledek nama kawan-ka- wannya, tapi ia juga punya ulah ‘gila’ lainnya. Berbeda dengan masa se- karang di mana banyak sekali ‘pe- nyair kamar’ (penyair yang hanya suka membaca sajaknya di kamar- nya), Chairil ternyata penyair ‘audi- torium’ (penyair yang suka memba- cakan sajaknya di muka umum kepada khalayak). Chairil setiap kali seusai menulis sajak pasti membacakannya di depan teman-temannya. Chairil bukan tipe ‘penyair alien’ atau menyendiri menulis sajak sembari garuk-garuk bantal dan berpegangan pada tempat tidur. Malahan Chairil suka memba- cakan sajak dan ulasannya di corong radio RRI Jakarta. Nasyah menuliskan kisah menge- nai cara Chairil memperkenalkan sa- jaknya. Ini dilakukan setelah dia me- nuliskan sajak heroik, “Persetujuan dengan Bung Karno”. Kali ini yang diledek juga sahabatnya, Idrus. “... Hei, Idrus. Dengar! Kau mau dengar apa tidak! Aku punya sajak baru. Sa- jakku yang paling hebat…. Dengar!” teriak Chairil. Nah, karena terdengar teriakan dan perintah Chairil yang lantang, semua rekan yang berada di dekat mereka lalu memandang ke arahnya sembari mengulum senyum. Kini, perhatiannya terpusat pada Chairil yang siap beraksi. Semua ingin tahu sajak apa yang akan dideklamasikan- nya.“Setelah itu, Chairil membaca sajaknya. Semuanya hening sewaktu dia membaca. Dan, tiba-tiba saja semua bertepuk tangan, seperti ter- sadar dari pesona. Dan, Chairil memandangnya dengan angkuh dan bangga,” kata Nasyah Jamin. ●●● Memang meski meninggal dalam usia sangat muda, yakni 27 tahun, dan masa produktifnya menulis sa- jak hanya berlangsung sembilan ta- hun, Chairil kini sudah menjadi le- genda sebagai pelopor sastra Indone- sia modern. Berkat Chairil cara orang Indonesia dalam berbahasa berubah, tak lagi mendayu-dayu dan terkesan kuno sehingga cocok untuk menyam- paikan pikiran bernas dengan ber- latar ilmu pengetahuan. Melalui se- mangat keakuannya, Chairil mampu menyodorkan jalan baru bahwa se- layaknya bangsa yang merdeka, se- tiap individu rakyat Indonesia, bebas untuk menyatakan sosok pribadi- nya.Mendiang penyair besar Indo- nesia lainnya, WS Rendra, menyata- kan rasa hormatnya yang begitu da- lam pada Chairil Anwar. Rendra dalam pengantar buku Aku yang merupakan buku skenario film Chairil Anwar yang ditulis Sju- man Djaya menyatakan kagum pada kemampuannya mempergunakan ba- hasa yang sangat dekat dengan per- cakapan sehari-hari.“Untuk masya- rakat kita yang suka basa-basi dan ungkapan tata rias, ungkapan Chairil Anwar mengandung obat kesegaran yang mendekatkan kita kepada aktu- alitas kehidupan dan kristal pere- nungan yang jernih dari batin dan pi- kiran sang penyair,” kata Rendra. Menurut Rendra, sebetulnya Chairil memulai kariernya pada masa penjajahan Jepang yang sumpek dan penuh tekanan. Tetapi, ia bisa meng atasi kesulitan-kesulitan hidup pada saat itu dan menciptakan lingkungan kreatifnya sendiri. Inilah nilai ke- hadiran kesenian dan kepribadian Chairil di dalam arena kebudayaan bangsa.Rendra menegaskan, panora- ma dunia seni sastra Indonesia segera berubah setelah Chairil Anwar hadir dalam karya-karyanya. Ia telah mem- buka kesadaran pada seniman seza- mannya dan sesudah zamannya. Orang boleh suka atau tidak suka kepadanya, tetapi terbukti harus diakui bahwa ia adalah salah satu dinamisator bagi kehidupan kebuda- yaan bangsanya.“Sosok sepert Ro- sihan Anwar (wartawan), Subadio (politikus), Sudjojono (pelukis), Baharuddin (pelukis dan redaktur), Takdir Alisjahbana (sastrawan, ahli bahasa, redaktur, dan akademikus), Prof Resink (ahli hukum, sastrawan, dan akademikus), dan masih banyak tokoh lain lagi yang sezaman dengan Chairil, semua memberikan kesak- sian terhadap peran sang penyair se- bagai ilham zamannya,” tegas Ren- dra.Senada dengan Rendra, penyair terkemuka, Taufik Ismail, juga mem- berikan rasa hormat yang tulus ke- pada Chairil Anwar. Menurut dia, jasa Chairil di dalam dunia sastra Indonesia adalah memberikan gaya ekspresi yang dinamis. Bahasa Indo- nesia tidak lagi mendayu dan kurang bertenaga.“Sebelum ada sajak dan tulisan Chairil, bahasa Indonesia itu indah, lemah lembut, namun kurang bertenaga. Nah, ketika karya Chairil hadir, bahasa Indonesia kemudian berubah menjadi bahasa yang penuh vitalitas dan dinamis. Puisi menjadi sangat bertenaga. Dan, ekspresi yang sama ini juga ditampilkan Chairil pada berbagai tulisan esainya. Jadi, jasa dia me- mang besar,” kata Taufik.Memang, kata Taufik, dalam beberapa sajak Chairil, “Karawang-Bekasi”, misal- nya, terpengaruh sajak penyair Ar- chibald Mclish. “Namun, kita tak bisa bilang Chairil Anwar itu penyadur sebab se- lain sajak itu, dia juga punya banyak sajak lain yang kuat. Kalau terpen- garuh itu bisa saja. Apalagi, dia adalah pembaca buku yang hebat,” katanya.Bila disandingkan, sosok Chairil setara dengan penyair nomor wahid Amerika Serikat, Walt With- man. Uniknya, sosok keduanya ada- lah sama, yakni sama-sama sebagai orang yang tak berpendidikan tinggi, tapi punya pengetahuan luas karena ‘gila’ membaca. “Chairil dan With- man sama, keduanya hanya sekolah sampai tingkat menengah. Tapi, kar- ya mereka luar biasa. Kalau Withman meng uasai bahasa Inggris dengan sede mikian bagusnya, Chairil pun begitu, mampu menguasai bahasa Indonesia dengan begitu sempurna,” tandas Taufik. ●●● Namun, memang di kalangan sas- trawan Indonesia dahulu, sajak Chairil Anwar sempat tidak disukai. Ada yang menyatakan sajak Chairil tidak orisinal karena mencuri ide dari penyair lain, misalnya, dalam sajak “Karawang-Bekasi” atau sajak “Cin- taku Jauh di Pulau” yang terpenga- ruh penyair Spanyol, Federico Garcia Lorca, atau sajak “Datang Dara Hi- lang Dara” yang terpengaruh sajak Cina.Polemik soal sajak Chairil semakin ramai ketika sekelompok sastrawan yang pada dekade 1960- an lalu berafiliasi ‘kekiri-kirian’ de- ngan terbuka menyatakan tak suka pada puisinya. Menurut mereka, cara berpikir Chairil yang tidak mau te- rikat politik, individualis, serta ingin menjadikan dirinya sebagai manusia bebas adalah penghalang bagi revo- lusi bangsa. Ketidaksukaan ini se makin lengkap karena ada kalimat di dalam puisi Chairil yang menye rukan agar menjaga Bung Hatta dan Syahrir (Sajak Krawang Bekasi), yang saat itu menjadi ‘musuh besar’ politiknya. Namun, tudingan itu ditolak ke- ras oleh Prof Dr A Johns, ketua Sou- heast Asian Studies Australian Na- tional University Canberra. Pada se- buah seminar di Fakultas Sastra UGM pada 1983, dia mengatakan, puisi-puisi Chairil tidak terdapat puisi-puisi yang ‘dicurinya’ begitu saja. “Ia hanya meminjam dari karya- karya puisi yang ia kagumi dan dianggap bagus,” katanya.Pemin- jaman ini, kata Prof Johns, adalah hal yang wajar. “Apalagi, patut diketa- hui, tidak ada penyair yang lahir tan- pa pengaruh penyair sebelumnya.” Menurutnya, pengarang besar seperti Shakespeare pun banyak ter- pengaruh karya pengarang-penga rang drama sebelumnya. Dari karya- karya dramanya banyak sekali terli- hat adanya peminjaman itu.“Jadi, peminjaman tidak hanya dilakukan oleh Chairil Anwar saja,” katanya. Lebih lanjut, diungkapkan dari puluhan kar ya Chairil Anwar, banyak karyanya yang indah dan memesona. Memang, beberapa puisinya mirip de- ngan karya-karya penyair Marsman atau Slauerhoff. Bahkan, puisi Chai- ril “Karawang-Bekasi” sangat mirip dengan puisi “Soldjier” karya penyair Inggris. “Namun, puisi Chairil lebih indah dan kompleks,” tandasnya. Alhasil, seperti dikatakan penyair puisi liris terbaik Indonesia, Sapardi Djoko Damono, Chairil Anwar ada- lah seorang penyair, yakni orang yang urusannya memperhatikan kata, yang memberi gaya baru kepada bahasa Indonesia. Bahkan, bila hasil karya penyair sezaman atau bahkan pen- dahulunya hanya menjadi sejarah, puisi Chairil Anwar tetap menjadi masa depan penyair Indonesia! Sebelum ada sajak dan tulisan Chairil, bahasa Indonesia itu indah, lemah lembut, namun kurang bertenaga. Wahyu Putro A/Antara Chairil Anwar LEGENDA PENYAIR BESAR Oleh Muhammad Subarkah

Chairil Anwar: Legenda Penyair Besar

  • Upload
    asmat

  • View
    300

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Teraju | Republika | 23 April 2012

Citation preview

Page 1: Chairil Anwar: Legenda Penyair Besar

27REPUBLIKA SENIN, 23 APRIL 2012

Rambutnya agak kepi-rangan, selalu jatuhmembuyar ke pelipiskanan, dan selalu dibenahi dengan cepat dangesit. Putih ma tanya

yang selalu kemerah-merahan dihidupi oleh biji mata cokelat mudayang bening. Selalu sayu melihatarah yang kejauhan, tetapi selalugesit dan cemerlang, disertai gerak-gerik ke nakalan.“Tidak sejenak pundia bisa diam, semua pada dirinyabergerak.

Chairil bagi teman-teman nya me -mang dikenal ‘gawat’, tetapi dia disayangi semua teman-temannya itu,”begitulah cerita mendiang sastrawan,Nasyah Djamin, dalam buku berjudulHari-Hari Akhir Chairil Anwar yangditulisnya pada dekade awal 1950-an. Buku tentang sosok penyair kela -hiran Medan, 26 Juli 1922, dan me -ning gal di Jakarta, pada 28 April1949, kini tersimpan di pusat doku-mentasi sastra karib Chairil, HBJassin.

Nasyah dalam bukunya tidak bisamenyembunyikan rasa kagum padasosok Chairil. Sekilas dia me mangbisa disebut arogan, angkuh, atausemau gue. Meski begitu, dia te tapdisayang banyak orang karena pin -tar dan ganteng. Bahkan, meski ba -nyak meledek dan memarahi te man,tak ada satu pun yang memben cinya.

Chairil seolah dimaklu mi!Sa lahsatunya adalah cara dia meledekpenyair Idrus, pelopor prosa ang kat -an 1945 yang saat itu selalu rapi. Diasaat itu memperolok nama Idrus yangkatanya tak tepat jadi sastrawan ataupe nyair. “Idrus, hai Idrus, pantasnyakau ini seorang kusir. Namamu itunama kusir.” Setelah itu, dia melan-jutkan kata-katanya, “Chairil An -war! Be gitu mestinya nama. Namapenyair. Nama yang besar!”Tidak ha -nya suka meledek nama kawan-ka -wannya, tapi ia juga punya ulah ‘gila’lainnya. Berbeda dengan masa se -karang di mana banyak sekali ‘pe -nyair kamar’ (penyair yang hanyasuka membaca sajaknya di kamar -

nya), Chairil ternyata penyair ‘audi-torium’ (penyair yang suka memba-cakan sajaknya di muka umumkepada khalayak).

Chairil setiap kali seusai menulissajak pasti membacakannya di depanteman-temannya. Chairil bukan tipe‘pe nyair alien’ atau menyendirimenulis sajak sembari garuk-garukbantal dan berpegangan pada tempattidur. Malahan Chairil suka memba-cakan sajak dan ulasannya di corongradio RRI Jakarta.

Nasyah menuliskan ki sah menge-nai cara Chairil memperkenalkan sa -jaknya. Ini dilakukan setelah dia me -nuliskan sajak heroik, “Per se tujuandengan Bung Karno”. Kali ini yangdiledek juga sahabatnya, Idrus. “...Hei, Idrus. Dengar! Kau mau dengarapa tidak! Aku pu nya sajak baru. Sa -jakku yang paling hebat…. Dengar!”teriak Chairil.

Nah, karena terdengar teriakandan perintah Chairil yang lantang,semua rekan yang berada di dekatmereka lalu memandang ke arahnyasembari mengulum senyum. Kini,perhatiannya terpusat pada Chairilyang siap beraksi. Semua ingin tahusajak apa yang akan dideklamasikan-nya.“Setelah itu, Chairil membacasajaknya. Semuanya hening sewaktudia membaca. Dan, tiba-tiba sajasemua bertepuk tangan, seperti ter-sadar dari pesona. Dan, Chairilmemandangnya dengan angkuh danbangga,” kata Nasyah Jamin.

● ● ●

Memang meski meninggal dalamusia sangat muda, yakni 27 tahun,dan masa produktifnya menulis sa -jak hanya berlangsung sembilan ta -hun, Chairil kini sudah menjadi le -gen da sebagai pelopor sastra Indo ne -sia modern. Berkat Chairil cara orangIndonesia dalam berbahasa berubah,tak lagi mendayu-dayu dan terkesankuno sehingga cocok untuk menyam-paikan pikiran bernas dengan ber -latar ilmu pengetahuan. Melalui se -mangat keakuannya, Chairil mampumenyodorkan jalan baru bahwa se -layaknya bangsa yang merdeka, se -tiap individu rakyat Indonesia, bebas

untuk menyatakan sosok pribadi -nya.Mendiang penyair besar Indo -nesia lainnya, WS Rendra, menyata -kan rasa hormatnya yang begitu da -lam pada Chairil Anwar.

Rendra da lam pengantar bukuAku yang merupakan buku skenariofilm Chairil Anwar yang ditulis Sju -man Djaya menyatakan kagum padakemampuannya mempergunakan ba -hasa yang sangat dekat dengan per-cakapan sehari-ha ri.“Untuk masya -rakat ki ta yang suka basa-basi danung kap an tata rias, ungkapan ChairilAn war mengandung obat kesegaranyang mendekatkan kita kepada aktu-alitas kehidupan dan kristal pere -nung an yang jernih dari batin dan pi -kiran sang penyair,” kata Rendra.

Menurut Rendra, sebetulnyaChai ril memulai kariernya pada masapenjajahan Jepang yang sumpek danpenuh tekanan. Tetapi, ia bisa mengatasi kesulitan-kesulitan hidup padasaat itu dan menciptakan lingkungankreatifnya sendiri. Inilah nilai ke -hadiran kesenian dan kepribadianChairil di dalam arena kebudayaanbangsa.Rendra menegaskan, panora-ma dunia seni sastra Indonesia segeraberubah setelah Chairil Anwar hadirdalam karya-karyanya. Ia telah mem -buka kesadaran pada seniman seza-mannya dan sesudah zamannya.

Orang boleh suka atau tidak sukake padanya, tetapi terbukti harusdiakui bahwa ia adalah salah satudina misa tor bagi kehidupan kebuda -yaan bang sanya.“Sosok sepert Ro -sihan Anwar (wartawan), Subadio(politikus), Sudjojono (pelukis),Baharud din (pelukis dan redaktur),Takdir Alis jahbana (sastrawan, ahlibahasa, redaktur, dan akademikus),Prof Re sink (ahli hukum, sastrawan,dan aka demikus), dan masih banyaktokoh lain lagi yang sezaman denganChairil, semua memberikan kesak-sian terhadap peran sang penyair se -bagai ilham zamannya,” tegas Ren -dra.Senada dengan Rendra, penyairter kemuka, Taufik Ismail, juga mem -be rikan rasa hormat yang tulus ke -pada Chairil Anwar. Menurut dia,jasa Chairil di dalam dunia sastraIndonesia adalah memberikan gayaekspresi yang dinamis. Bahasa Indo -

nesia tidak lagi mendayu dan kurangbertenaga.“Sebelum ada sajak dantulisan Chairil, bahasa Indonesia ituindah, lemah lembut, namun kurangbertenaga. Nah, ketika karya Chairilhadir, bahasa Indonesia kemudianberubah menjadi bahasa yang penuhvitalitas dan dinamis.

Puisi menjadi sangat bertenaga.Dan, ekspresi yang sama ini jugaditampilkan Chairil pada berbagaitulisan esainya. Jadi, jasa dia me -mang besar,” kata Tau fik.Memang,kata Taufik, dalam be be rapa sajakChairil, “Karawang-Be kasi”, misal-nya, terpengaruh sajak pe nyair Ar -chi bald Mclish.

“Namun, kita tak bisa bilangChai ril Anwar itu penyadur sebab se -lain sajak itu, dia juga punya ba nyaksajak lain yang kuat. Kalau terpen-garuh itu bisa saja. Apa lagi, diaadalah pem baca buku yang hebat,”katanya.Bila disandingkan, sosokChairil setara dengan penyair nomorwahid Ame rika Serikat, Walt With -man. Unik nya, sosok keduanya ada -lah sama, yakni sama-sama se bagaiorang yang tak berpendidikan tinggi,tapi punya pengetahuan luas karena‘gila’ mem baca. “Chairil dan With -man sa ma, keduanya hanya sekolahsampai tingkat menengah. Tapi, kar -ya me reka luar biasa. Kalau Withmanmeng uasai bahasa Inggris dengansede mikian bagusnya, Chairil punbegitu, mampu menguasai bahasaIndonesia dengan begitu sempurna,”tandas Taufik.

● ● ●

Namun, memang di kalangan sas-trawan Indonesia dahulu, sajakChairil Anwar sempat tidak disukai.Ada yang menyatakan sajak Chairiltidak orisinal karena mencuri ide daripe nya ir lain, misalnya, dalam sajak“Ka rawang-Bekasi” atau sajak “Cin -taku Jauh di Pulau” yang terpenga -ruh penyair Spanyol, Federico GarciaLorca, atau sajak “Datang Dara Hi -lang Dara” yang terpengaruh sajakCina.Polemik soal sajak Chairilsemakin ramai ketika sekelompoksastrawan yang pada dekade 1960-an lalu berafiliasi ‘kekiri-kirian’ de -

ngan terbuka menyatakan tak sukapada puisinya. Menurut mereka, caraberpikir Chairil yang tidak mau te -rikat politik, individualis, serta inginmenjadikan dirinya sebagai manusiabebas adalah penghalang bagi revo-lusi bangsa. Ketidaksukaan ini semakin lengkap karena ada kalimat didalam puisi Chairil yang menyerukan agar menjaga Bung Hatta danSyahrir (Sajak Krawang Bekasi),yang saat itu menjadi ‘musuh besar’politiknya.

Namun, tudingan itu ditolak ke -ras oleh Prof Dr A Johns, ketua Sou -heast Asian Studies Aus tra lian Na -tional University Canberra. Pada se -bu ah seminar di Fakultas Sas traUGM pada 1983, dia menga takan,pui si-puisi Chairil tidak terda patpuisi-puisi yang ‘dicurinya’ begitusaja. “Ia hanya meminjam dari karya-karya puisi yang ia kagumi dandianggap bagus,” kata nya.Pe min -jaman ini, kata Prof Johns, ada lah halyang wajar. “Apalagi, patut diketa -hui, tidak ada penyair yang lahir tan -pa pengaruh penyair sebe lum nya.”

Menurutnya, pe nga rang besarseperti Shakespeare pun banyak ter-pengaruh karya penga rang-pengarang drama sebelumnya. Dari karya-karya dramanya banyak sekali terli-hat adanya peminjaman itu.“Jadi,peminjaman tidak hanya dilakukanoleh Chai ril Anwar saja,” katanya.

Lebih lanjut, diungkapkan daripuluhan kar ya Chairil Anwar, banyakkarya nya yang indah dan memesona.Me mang, beberapa puisinya mirip de - ngan karya-karya penyair Mar smanatau Slauerhoff. Bahkan, puisi Chai -ril “Karawang-Bekasi” sangat mi ripdengan puisi “Soldjier” karya pe nya irInggris. “Namun, puisi Chai ril le bihindah dan kompleks,” tandasnya.

Alhasil, seperti dikatakan pe nyairpuisi liris terbaik Indonesia, SapardiDjoko Damono, Chairil Anwar ada -lah seorang penyair, yakni orang yangurusannya memperha tikan kata, yangmemberi gaya baru kepada bahasaIndonesia. Bahkan, bila hasil karyapenyair sezaman atau bahkan pen-dahulunya hanya menjadi se jarah,puisi Chairil Anwar tetap men jadimasa depan penyair Indonesia! ■

Sebelum adasajak dan tulisanChairil, bahasaIndonesia ituindah, lemahlembut, namunkurangbertenaga.

Wahyu Putro A/Antara

Chairil Anwar

LEGENDA PENYAIR BESAR■ Oleh Muhammad Subarkah

Page 2: Chairil Anwar: Legenda Penyair Besar

28Wikipedia

Meski namanya su -dah menjadi legen -da sekaligus fon da -si sastra Indonesiamodern, publik be -lum banyak tahu

mengenai sosok Chairil Anwar yangdilahirkan di Medan itu. Untuk me -nuliskan kembali mengenai sejarahhidupnya pun kini sudah menjadi halyang sulit. Apalagi, kebanyakan te -man-teman atau generasi yang se -baya serta mengenal dia hampir se -muanya sudah meninggal dunia.

Sri Ayati, gadis yang “dibuatkan”sajak nya, “Senja Pelabuhan Kecil”,beberapa bulan silam pun sudah wa -fat.Namun, untuk mengorek kebalisosok Chairil, beruntung ada bukuyang ditulis cendekiawan Arief Bu -diman yang berjudul Pertemuan(diterbitan Pustak Jaya, 1976). Bukuyang dulu merupakan karya skripsiArief ketika kuliah di UniversitasIndonesia banyak sekali menginfor-masikan tentang sosok Chairil sekali-gus tinjuan sisi psikologis dari sangpenyair ini ketika menuliskan sajak-sajaknya yang kini menjadi legen-daris itu.

“Dia (Chairil) mulai dikenal ter -utama ketika dia datang ke Ja kartadan menuliskan sajak-sajak nya.Tentang masa kanak-kanaknya, se -dikit sekali diketahui orang,” tulisArief dalam buku tersebut.

Menurut Arief, mengutip hasilwawancara de ngan salah seorangteman Chairil, Syamsul Ridwan,teka-teki mengenai kehidupan masakanak-kanak Chai ril dapat sedikitterlacak. Menurut dia, salah satu sifatChairil pada masa kanak-kanak ada -lah pantang dika lahkan.

“Pantang dikalahkan itulah kira-kira kesimpulan yang saya da pat darikehidup an masa kanak-ka nak Chai -ril semenjak kecilnya hingga dia me -nginjak usia dewasa, baik pantangkalah da lam suatu persaingan mau -pun dalam hal mendapatkan keingi-nan hatinya. Keinginan hasrat untukmendapat kan itulah yang me nye -babkan ji wa nya selalu meluap-luap,boleh di ka takan tidak pernah diam,”ujar Syam sul Ridwan ketika men ceri -

takan mengenai masa kanak-kanakChai ril Anwar kepada Arief Budiman.

Tentang kehidupan orang tuaChai ril Anwar dan situasi rumahtangganya, Syamsul Ridwan men u -liskan, “Dan yang menarik hati lagi,al thans bagi kami yang mengenalkehidupan rumah tangga merekaialah cara hidup kedua suami-istriyang penuh percederaan rumah tang -ga itu.

Kadang-kadang kita berta nya-ta -nya dalam hati: bagaimanakah duaorang suami-istri (orang tua Chai ril)dapat hidup sedemikian lama nya,ber tahun-tahun dengan pertengkaranterus-menerus, boleh dikatakan tidakmengenal damai sejenak pun?”Bukanhanya itu, lanjut Syamsul Ridwan,keduanya sama-sama galak, sama-sama keras hati, sama-sama tidakmau mengalah. Seolah-olah perte-muan besi dan api yang menimbul -kannya. Ia merah percikan api selalu.Di tengah-tengah api percederaandan pertengkaran begitulah ChairilAnwar hidup dan dibesarkan. Dapat -kah dirasakan, bagaimana pula pengaruh suasana kehidupan demikianterhadap jiwanya. Sedang, di sam -ping itu, dia sangat dimanjakan pula.

“Segala-galanya harus diadakanuntuk Chairil. Motor-motoran kanak-kanak, sepeda kanak-kanak, dan apalagi permainan atau kegemarananak-anak yang terbaik. Dan, darisegi makanan, bukanlah hal anehuntuk anak-anak menghabiskan se -ekor ayam goreng seorang diri saja,”kata Syamsul Ridwan.

Begitu pula kalau Chairil berke-lahi maka bapaknya selalu membe-narkan Chairil. Kalau perlu, bapak -nya juga ikut berkelahi. Memang,bapak Chairil juga mempunyai sifat“akulah yang benar!”. Bukan saja ke -pada orang lain, melainkan juga ter-hadap istrinya sendiri. Karena itulah,keadaan rumah tidak harmo nis.Ten -tang kehidupan Chairi di luar rumah,Syamsul Ridwan menceritakan, “Ke -cuali di rumah, maka juga di luar ru -mah Chairil mendapatkan kedu du -kan yang boleh dikatakan istimewapula. Sebab, sebagai anak yangtampan tentulah ia disayang dan

dimanjakan orang sekitarnya, disamping keengganan bapaknya yangmempunyai kedudukan cukup ter-pandang dalam lingkunganmasyarakatnya.”Pendek kata, lanjutSyamsul Ridwan, Chairil merupakankesayangan orang.

Di sekolah juga ia menjadi kesa -ya ngan kebanyakan guru dan bolehdikatakan mendapat kedudukanistimewa di kalangan teman-teman-nya karena otaknya yang tajam dancerdas serta dia anak yang lincah,terbuka, dan tidak mengenal takutdan malu.Dan, terutama di kalanganpara gadis, Chairil digemari pulakarena rupanya yang bagus, kulitnyayang putih, dan wajahnya yang me -nyerupai Belanda-Indo. Demikian -lah seolah-olah dunia memanjakandan menimang-nimangnya. Keuang -an tidak pernah kurang, sepedanyatermasuk golongan sepeda terbaik,sedang mempunyai sepeda saja saatitu adalah sebuah kebanggaan.

● ● ●

Namun, semua kisah manis Chai -ril hanya berlangsung selama tinggaldi Medan. Beberapa waktu kemudi-an, karena bapaknya menikah lagi,ibunya berpisah dengan ba paknya.Sejak saat itu, Chairil membencibapaknya. Ia kemudian gelisah danmenginginkan suasana kehidupanlain. Ia telah lama mendengar tentangBatavia dan ingin pindah ke kotabesar itu. Dan, sekali Chairil meng -inginkan sesuatu, sukarlah merin-tanginya. Demikianlah Chairil pin -dah ke Jakarta dengan maksud me -lanjutkan sekolahnya.Namun, ketikatinggal di Jakarta, gaya hidup Chairiltetap tak berubah seperti di Medan.Dia tetap bergaul dengan semuaorang.

Mula-mula meneruskan sekolah-nya di MULO, tapi karena pengaruhPerang Dunia II ketika itu, sekolah-nya sudah tidak teratur lagi. ialebih banyak berfoya-foya daripadabelajar.“Sedangkan di rumah, bolehdikatakan tidak ada lagi yang meng-hambat sebab satu-satunya pen-gawas di rumah, ibunya, tidak dapatberdaya apa-apa terhadap dirinya.Malah orang tua itu habis dirongrongperhiasannya untuk membelikankeperluannya, seperti setelan jas,ongkos mentraktir gadis, dan lain-lain,” tulis Arief Budiman mengutipcerita Syamsul Ridwan.Luasnya per-gaulan Chairil diakui Syam sul Rid -wan. Menurut dia, hampir semua

orang dikenalnya. Sebab, walaupundia angkuh dan merasa dirinya hebat,tetapi Chairil sama sekali tidaksombong. Dia mudah sekali berke-nalan dengan siapa saja, laki-lakimaupun perempuan. Chairil mudahbertegur dengan berbagai orang dimana saja. Ini tampaknya karenasemenjak masa kanak-kanaknyaChairil sudah mempunyai rasa sosialyang tinggi.

Satu hal lagi yang perlu dicatatialah mengenai prestasi sekolahnya.Chairil Anwar menguasai bahasaBelanda dengan baik sekali ketikaduduk di kelas MULO hingga men -jadi kesa yangan guru-guru, termasukguru bahasa Belanda. Dia bergaul de -ngan anak-anak HIS tanpa rasa ren -dah diri. “Semua buku mereka akusudah baca,” begitu kata Chairilketika menunjukkan bahwa dirinyatak kalah dengan para murid sekolahHIS itu. Dan, memang seluruh buku-buku pelajaran yang abstrak, sepertisastra, sejarah, ekonomi, dan lain-lain yang menjadi bacaan merekasudah “dilahap” habis Chairil.

Keluasaan pemikiran ini masukakal karena Chairil memang gilabaca. Ia makin beruntung mempun-yai paman seorang intelektual danpemimpin pergerakan kondang,Sutan Syahrir. Melalui dialah, kehau-sannya akan ilmu pengetahuan ter-cukupi. Chairil memang meminjambuku dari pamannya itu.

“Menurut HB Jassin, kalau Chai -ril sudah membaca buku maka bukuitu dibacanya dari malam sampaimenjelang pagi. Beberapa bahasayang dikuasainya menolong banyaksehingga buku-buku yang belumdibaca oleh teman-teman senimanlainnya, Chairil sudah tahu isinya,”tulis Arief lagi.

● ● ●

Dari sisi psikologis, menurut AriefBudiman, Chairil memang orangyang tidak mau dikalahan. Tapi, biladia sudah mendapati kenyataan bah -wa dia dikalahkan maka dia me -nerima kenyataan itu dengan berani,tanpa dihinggapi dengan perasaanyang kompleks psikologis.Melalui ce -rita Syamsul Ridwan, misalnya, padasuatu kali dia mendapati Chairil yangdikalahkan oleh kadet-kadet di da -lam mendapatkan gadis.

Meng hadapi kenyataan itu, Chai -ril dengan muka sangat biasa meny-atakan, “Terpaksalah aku ting gal dibelakang-belakang saja. Gadis itutentu bergandengan tangan dengankadet-kadet yang gagah itu.” Dan,Chairil menceritakannya tanpa per -ubahan air muka.Seorang teman ke -cil Chairil lainnya, S Soeharto, yangpada 1949 sempat sering ditum pangimenginap Chairil di sebuah rumahmilik Miftah bin Haji Jassin di JlPaseban 3 G, Jakarta, juga men ceri -takan hal yang sama.

Menurut dia, Chairil tidak pernahmenyesali hidup yang sudah ditem-puhnya. Teman-teman yang dekat

dengannya ketika itu ialah HB Jassin,Rivai Apin, dan kakaknya, NyonyaAni Halim.Sedangkan, saya merasabahwa Chairil tidak menganggapnyasebagai teman dekatnya, meskipundia telah mengenal Chairil sejak kecildan Chairil selalu menumpang dirumahnya,” tutur Soeharto kepadaAreif Budiman.

Namun, pada saat yang sama,kesehatan Chairil memburuk karenadia terkena serangan penyakit tifus.Dia sering pusing-pusing, suka mun -tah-muntah, tam pak menjadi malas,tidak mandi-mandi, dan tidur-tidur -an saja. Meski begitu, dia masih berkeras untuk menulis sajak dan berusahamenerjemahkan sajak-sajak WaltWhitman. Soeharto yang sering di -minta membantunya menerjemah kansajak itu sering marah kepadanya.

Dia mengatakan, terjemahan sa -jak nya buruk.“Dia ma rah-marah ke -pada saya dengan berkata, ‘Mengapakau, orang yang dulu lebih pintardari aku di sekolah, menerjemahkansajak kata per kata seperti ini?’”katanya.

Namun, menurut Soeharto, meskiterkesan angkuh, yang pasti Chairiltidak pernah menyesali hidup yangsudah ditempuhnya. Bahkan, sampaidia meninggal pada 27 April 1949, diatetap yakin akan pilihan hidup -nya.Dan, benar saja, ketika Chairilmeninggal, banyak orang yang me -nangis di pemakamannya. Dalammemoar Rosihan Anwar, “BelahanJiwa”, diceritakan suasana pemaka-man Chairil di pekuburan Karet,Jakarta.

Para tokoh nasional, seperti Syah -rir dan Natsir, pun ikut hadir.“Pe -nyair Nuraini Jatim kelak menjadiistri Asrul Sani, tampak sedih di tepiliang lahat. Ida (istri Rosihan), Mien,dan Lily Syahrir menangisi Chairil.Mereka sayang sama Chairil, kendatiulah dan kelakuannya tidak lazim,”tulis Rosihan seraya mengatakanbahwa antara Ida dan Chairil berte-man dekat.

Selain itu, lanjut Rosihan,semasahidup Chairil juga sangat suka mem-bantu temannya yang tengah mengala mi kesusahan, misalnya, dengansetia ikut mengantarkan ran tang ma -kanan untuk Usmal Ismail (BapakPer filman Indonesia) yang saat ituditahan oleh polisi rahasia Belanda(PID Nica) di Penjara Cipinang,Jakarta.

“Usmar saat itu dipenjara karenadicurigai sebagi mata-mata. Nah, Ida(istri Rosihan adalah ipar UsmarIsmail) sering kali naik kereta apilistrik membawa rantang makananuntuk Usmar Ismail yang ditahan diCipinang. Chairil Anwar dengan setiamenemani Ida,” tulis Roshan An war.

Ya, itulah jalan hidup Chairilyang terentang singkat meskipun diaingin hidup panjang selama 1.000tahun.Luka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih peri...Aku mau hidup seribu tahun lagi. ■

TuhankuDalam termanguAku masih menyebut namamu

Biar susah sungguhmengingat Kau penuh seluruh

cahyaMu panas sucitinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentukremuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhankudi pintuMu aku mengetukaku tidak bisa berpaling

Cintaku jauh di pulau,gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.angin membantu, laut terang, tapi terasaaku tidak ‘kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,di perasaan penghabisan segala melajuAjal bertakhta, sambil berkata:“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!Perahu yang bersama ‘kan merapuh!Mengapa Ajal memanggil duluSebelum sempat berpeluk dengan cin-taku?!

Manisku jauh di pulau,kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946

cemara menderai sampai jauhterasa hari akan jadi malamada beberapa dahan di tingkap merapuhdipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahansudah berapa waktu bukan kanak lagitapi dulu memang ada suatu bahanyang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahantambah terasing dari cinta sekolah rendahdan tahu, ada yang tetap tidak terucapkansebelum pada akhirnya kita menyerah

Derai Derai Cemara

Doa Kepada PemelukTeguh

1949

Cintaku Jatuh Dipulau

13 November 1943

REPUBLIKA SENIN, 23 APRIL 2012

Sengat Sajak1.000 TAHUNMeski terkesan amat tabah dan angkuh, tetapi Chairil tidakpernah menyesali hidup yang sudah ditempuhnya. Bahkan,sampai meninggal pada 27 April 1949, dia tetap yakin akanpilihan hidupnya.

■ Oleh Muhammad Subarkah

Page 3: Chairil Anwar: Legenda Penyair Besar

REPUBLIKA SENIN, 23 APRIL 2012 29

“Sayang beliau su dahmeninggal. Tepatnyaseki tar setahun si lam,”kata war tawan seniorAl wi Shahab ketikaditanya mengenai di

mana salah seorang gadis pu jaanChairil Anwar yang disebut da lampuisi “Senja di Pelabuhan Kecil”, SriAyati, kini berada. Alwi kemudianmengatakan, dahulu Ibu Sri tinggaldi sekitar bilangan Kebayoran Baru,Jakarta Selatan.

“Saya beberapa tahun silam me -mang sempat bertemu untuk wa wan -cara. Tapi, beberapa bulan lalu salahse orang putranya mengabarkan IbuSri sudah berpulang. Sayang ya takbisa ke sana. Padahal, kalau beliauada pasti dia akan semangat sekalibicara soal Chairil itu,” ujar Alwi.

Bagi publik sastra, sajak “Senjadi Pelabuhan Kecil” memang men ja -di favorit. Ada perasaan cinta yangdi ungkapkan secara terbuka, tetapitidak jatuh dalam kecengengan. Didalamnya juga terasa adanya pera sa -an ngungun karena cinta tak sam pai:bertepuk sebelah tangan. Sajak iniditulis Chairil pada 1946 dengan latarbelakang suasana Pelabuhan SundaKelapa, Jakarta. Paus sastra Indo ne -sia HB Jassin menilai, sajak ini berisikerawanan hati, suatu kese dihanmendalam yang tidak terucapkan:

Senja di Pelabuhan KecilBuat Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cintadi antara gudang, rumah tua, padaceritatiang serta temali. Kapal, perahu tiadaberlautmenghembus diri dalam mempercayamau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Adajuga kelepak elangmenyinggung muram, desir hari lariberenangmenemu bujuk pangkal akanan. Tidakbergerakdan kini tanah dan air tidur hilangombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengapharapsekali tiba di ujung dan sekalianselamat jalandari pantai keempat, sedu peng-habisan bisa terdekap

● ● ●

Kepada Alwi saat itu, Ayati yang la -hir di Tegal dan ketika diwawancaraisudah berusia 88 tahun mengaku, iati dak menyangka dibuatkan sajakoleh Chairil.” Saya tahu dari almar -hum Mimiek, anak angkat SutanSyah rir, bahwa Chairil Anwar mem -buat sajak untuk saya,” katanya se -raya menolak kalau dikatakan bahwamasa mudanya berwajah jelita danmenyebabkan Chairil jatuh cintasampai membuat sajak untuknya.

“Waktu itu Mimiek datang ke ru -mah saya yang di Serang. Waktu itusaya sudah bersuamikan seorang dok -

ter RH Soeparno dan memiliki se -orang anak. Kemudian, kami ber mu -kim di Magelang karena suami sa yadi tugaskan di sebuah rumah sakit mi -liter di sana. Padahal, ketika itu sa yalama tidak bertemu Chairil,” ujarnya.

Sri Ayati kemudian mengaku, ba -ru mengenal baik Chairil ketika men -jadi penyair radio Jepang di Jakarta.Dan, Chairil memang pernah datanguntuk mengobrol di rumahnya yangberada di Jl Kesehatan V, Petojo,Jakarta Pusat.

“Saya duduk di kursi rotan dandia duduk di lantai di sebelah kanansaya. Ia bercerita baru saja mengun-jungi seorang teman bernama Sri.Sang gadis yang bernama Sri me ma -kai daster (house cout). Ia berceritasembari memegang daster yang sayapakai,” cerita Sri kepada Alwi Sha -hab. Chairil dalam obrolan itu ber -ceri ta bahwa daster yang dipakai Sriitu sutra asli.” Kebetulan daster yangsaya pakai itu juga dari sutra asli.Kalau itu saya tidak tahu siapa yangdimaksud Chairil dengan gadis yangbernama Sri itu,” kenangnya lagi.

Sri Ayati kemudian menga ku he -ran mengapa Chairil membuatkan sa -jak untuknya. Padahal, saat itu adasejumlah teman wanitanya yang lain,seperti gadis Rasyid, Nursamsu, danZus Ratulangi. Chairil juga saat itudekat dengan Rosihan Anwar, HB Jas -sin, dan Usmar Ismail. Uniknya lagi,Chairil tak pernah sekalipun mengungkapkan rasa cinta kepadanya.

Ketika Ali kemudian menanya -kan mengenai sosok Chairil, Sri Ayatimen jawab, dia memang kurang me -ngu r us diri. Rambutnya acak-acakan.Matanya merah karena kurang tidur.Di tangan kanan dan kirinya penuhbuku-buku. Memang Chairil dikenalsebagai kutu buku.

“Tapi, Chairil itu seorang senimanyang jujur. Dia tak tahan dan tak bisamelihat hal-hal yang tidak baik. Ka -lau saja dia hidup pada zaman OrdeBaru, saya kira pasti dia ditahan ka -rena dia berani mengkritik hal-halyang dianggapnya kurang baik dankurang benar,” tegas Sri Ayati.

Sri Ayati saat itu memang sebayadengan Chairil. Dia pernah sekolahdi Mulo sebelum kuliah di FakultasSastra UI. Sama dengan Chairil, diajuga menguasai banyak bahasa asing.Semasa hidup, Sri juga seorang seni-wati dan pernah menjadi dosen diInstitut Kesenian Jakarta (IKJ).“Sayangnya, beliau sudah mendahu-lui kita. Padahal, kalau you ke sana,dia pasti akan senang dan berseman-gat ketika diminta cerita soal sosokChairil Anwar,” tandas Alwi Shahab.

● ● ●

Sementara itu, mendiang cerpenisM Balfas dalam sebuah tulisannya dimajalah bulanan Kompas, 15 April1953, menceritakan mengenai hari-ha ri terakhir sang penyair itu. Menu -rut Balfas, sekitar tanggal 25-28 Ap -ril, dia bersama Rivai Apin rajin me -ng un jungi Chairil yang dirawat diCBZ atau di Rumah Sakit Cipto Ma -ngunkusumo karena terserang penya -kit tifus. Rivai membawa sebongsangjeruk siam sebagai buah tangan.

‘Saat itu memang sakit Chairilsudah akut. Orang yang biasa gesitdan tidak bisa diam, di sini aku lihatrebah dengan kedua kakinya diikat -kan pada tempat tidur. Mukanya pu -cat, suara menggeram, dan baunyaba dannya menyengat. Kalau ma -tanya lagi tertutup, aku dengar diame nyebut, “Ya Allah .…Ya Allah ….Tuhanku…,” tulis Balfas.

Karena adanya suasana men ce -kam perasaan itu, kemudian Rivaimem buka lemari kecil yang berdiri disebelah tempat tidurnya. Beberapajeruk kecil menggelinding dari dalamlemari, tetapi kemudian Rivai mema-sukkan lagi jeruk yang dibawanya itu.Melihat sahabatnya datang, Chai rilsempat membuka matanya dan keli-hatan mau bicara. Tapi, ke mudiandiurungkan karena pera wat memintaagar dia jangan banyak bicara dulu.

“Setelah itu berganti-ganti kamimengupaskan dan menyuruh dia me -ngisap. Di sini kelihatan nafsu hidup-nya masih ada. Dengan bernafsu, bi -birnya yang tebal mengisap jeruk,seakan mau ditelannya sama sekali.Ini kami jaga sebab dia hanya bolehmakan airnya. Biji-biji jeruk yang ke -na masuk mulut disembur keluar darimulutnya,” ungkap Balfas.

Namun, tulis Balfas, cerita Chairilmenjadi lain ketika memasuki tang -gal 28 April 1949. Semula Balfas be -rencana akan menjenguk Chairil pa -da pukul 11.00 siang. Tapi, niat ini takterlaksana karena belum men dapat -kan uang untuk membeli jeruk. “Nah,sekitar pukul empat sore keti ka jeruksudah terbeli, saya bersama Rivai pergimenjenguk Chairil. Tapi, belum sam -pai di sana, berita Chairil meninggalsudah tersebar. Rivai langsung mem -buang jeruk yang akan dibawa nya.Chairil meninggal dunia kira-kira jamsatu lewat sedikit,” ungkap Balfas.

Balfas dan Rivai lantas menjenguk Chairil yang saat itu jenazahnyasudah diletakkan di kamar mayat.Tubuh beku Chairil saat itu diselimu-ti kain berwarna “ganggang” danmemakai nama orang lain.”KetikaSelimut kami buka, terlihat mukanyayang putih, seperti kulitnya habisdibeset dengan paksa. Beberapa lem -bar jenggot yang jarang dan beberapalembar kumis ada di sudut wajahnya.Seekor semut kecil leluasa berke-liaran di mukanya,” tuturnya.

Melihat tubuh Chairil terbaringkaku, Balfas kemudian terkenangakan sebuah sajak Chairil yang di -tulis pada 1943: Aku.

AkuKalau sampai waktuku‘Ku mau tak seorang kan merayuTidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduliAku mau hidup seribu tahun lagi

● ● ●

Cerita yang tak kalah menarik diu-tarakan mendiang maestro pelukisIn donesia, Affandi. Dalam acara“Ma lam Chairil Anwar” pada Juni1984, dia sempat menceritakan hu -bung annya dengan sang penyair ini.Affandi mengaku, ia menganggapChai ril sebagai “adiknya sen diri”.Dan, pada saat itu Affandi mencerita -kan saat-saat terakhirnya bersamaChairil setelah menulis sajak “Ke -pada Affandi”.

“Setelah Chairil menulis sajak,ganti saya melukis wajahnya. Sayahubungkan dengan sajaknya yangada binatang jalang,” kata Affandi.Di latar belakang wajah penyair,dilukis kuda awut-awutan. Melihatitu, Chairil ternyata tidak puas. Iaingin di latar belakang lukisannyaada gambar yang menarik.

Melihat situasi itu, Affandi takke hilangan akal. “Istri saya, Maryati,saya suruh tiduran dan saya lukis pa -hanya. Ketika itu istri saya masihmontok dan mulus,” kata Affandi, se -mentara istrinya, Maryati, yang saatitu sudah sama keriputnya dengan sipelukis ini, terkekeh-kekeh.

Namun, sialnya, lanjut Affandi,lukisan itu tak jadi-jadi. Malam hari,28 April 1949, Affandi menerima be -rita kematian Chairil. “Setelah me -ne rima berita kematian itu, malamitu juga saya selesaikan lukisan itu,semalam suntuk,” ujarnya. LukisanAffandi tentang sosok Chairil itu kinimenjadi keluarga Sutan Syahrir.

Inilah salah satu sajak yangditulis Chairil pada 1946 yang diper -sembahkan untuk pelukis yang men -jadi favoritnya sekaligus temanakrab nya: Affandi.

Kepada Pelukis AffandiKalau, ‘ku habis-habis kata, tidak lagiberani memasuki rumah sendiri,berdiri di ambang penuh kupak,

adalah karena kesementaraan segalayang mengecap tiap benda, lagi pulaterasa mati kan datang merusak

Dan tangan ‘kan kaku, menulisberhenti, kecemasan derita, kece-masan mimpi; berilah aku tempat di menara tinggidi mana kau sendiri meninggi

atas keramaian dunia dan cedera,lagak lahir dan kelancungan cipta,kau memaling dan memujadan gelap-tertutup jadi terbuka!

Sedangkan, cendekiawan AriefBudiman memberi perhatian khususkepada sajak “Nisan” yang ditulisChairil pada 1942 atau ketika diaberumur 20 tahun untuk menge-nangkan kematian neneknya.

Nisanuntuk nenekanda

Bukan kematian benar menusukkalbuKeridlaanmu menerima segala tibaTak kutahu setinggi itu atas debudan duka maha tuan bertakhta.

Oktober 1942

Menurut Arief, Chairil Anwarsejak melihat neneknya meninggalsadar bahwa hidup adalah sesuatuyang pribadi dan absurd. Dia berusa-ha mencari arti serta memecahkanmisteri kehidupan ini. Ahasil, Chairilpun terus-menerus mendapati bahwahidup adalah kemungkinan yangterbuka yang tidak pernah selesai.

Di sinilah Chairil mulai pahambahwa hidup adalah semesta kemu-ngkinan-kemungkinan dan dia mela -yang di dalamnya. “Hidup ada lahbere nang di dalam ketidakadaan.Jadi, Chairil tidak sampai ke mana-mana. Dia hanya jadi mengerti,” tulisArief Budiman.

Nah, seperti itulah beberapa kisahdi balik sajak Chairil Anwar! ■

Sebait PuisiSEPANJANGKISAH

Sejak melihat neneknya meninggal,Chairil sadar bahwa hidup adalahsesuatu yang pribadi dan absurd.Tetapi, dia berusaha mencari artiserta memecahkan misteri kehidu-pan ini.

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasitidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepiJika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetakKami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisaTapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakanTapi adalah kepunyaanmuKaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakanAtau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapanatau tidak untuk apa-apa,Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkataKaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepiJika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kamiTeruskan, teruskan jiwa kamiMenjaga Bung Karnomenjaga Bung Hattamenjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayatBerikan kami artiBerjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debuBeribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janjiAku sudah cukup lama dengan bicaramudipanggang diatas apimu, digarami lautmuDari mulai tgl. 17 Agustus 1945Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimuAku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu uratDi zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayarDi uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugudi Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dinginaku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datangdan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;tapi kini hanya tangan yang bergerak lantangtubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

1949

Krawang Bekasi

Persetujuan dengan Bung Karno

Yang Terampas dan Yang Putus

● Chairil Anwar tengah bersama-temannya di redaksi MajalahGelanggang..

Docstoc.com

Page 4: Chairil Anwar: Legenda Penyair Besar

30 REPUBLIKA SENIN, 23 APRIL 2012

Menurut Anda apa jasa Chai -ril Anwar terhadap bahasa Indonesia?

Sebuah bahasa agar lengkap dan sempurnamemerlukan sastra atau puisi. Tanpa sas tra,bahasa hanya akan menjadi mesin komunikasiatau mesin penyampai pesan yang jadi begituteknis dan gersang dari masalah yang berkai-tan dengan kejiwaan dan ruh ke ma nusian.Untuk membuktikan diri sebagai bahasa yang‘berketinggian derajat’ ma ka dari dirinyasendiri harus bisa menciptakan sastra. Jikaada karya-karya besar dari suatu bahasa makapasti bahasa yang berangkutan itu memangbahasa yang hebat. Ini karena sastra berperanmemperkaya bahasa. Di situlah letaknya ataufungsi dari seorang penyair.

Di dalam polemik kebudayaan yang terjadisekitar 30 tahun (dekade 1930-1960-an) se ba -gai suatu upaya untuk mengisi Indonesia yangakan merdeka, dan ini hebatnya para bu da -yawan, saat itu mereka sudah memikirkanbagimana cara mengisi kemerdekaan kita itu.Wak tu itu, kaum intelektual dan orang-orangyang berada di Pujangga Baru berkumpul,berdialog, dan berdebat mengenai cara mengisikemer dekaan itu. Nah, di situ ada dua kelom-pok, yak ni pihak yang ingin menjagokan kebu-dayaan barat dan kelompok yang menjagokankebudayaan timur.

Yang menjagokan kebudayaandengan tokohnya Sutan TakdirAlisjahbana malah denganekstrem mengatakan,“Sudah lupakan sajanilai-nilai yang lama itu,lalu kita bikinIndonesia baru yangberpatokan kepadakebudayaan Barat.Sementara itu, di pihaklain, yakni Sanusi Panedan kawan-kawan sepahamnya, menyerukanja ngan lupakan kebu-

dayaan Timur. Di sini kita tahu adanyawacana-wacana menginginkan kebudayaandi satu sisi dan Timur di pihak lain.

Namun, wacana kan tak ada gunaya tanpapraktik. Lalu, di ma na letaknya praktikbahasa? Jawabnya ya ketika ia menjadi benda.Lalu, kapan bahasa menjadi benda ya ketikamenjadi karya. Nah, ketika sudah menjadikarya, lalu apa karya bahasa itu? Ya diantaranya bentuknya adalah buku-buku yangdi dalamnya ada kata-kata. Di dalam kata-kata itu terbagi lagi menjadi kata-kata yangkemudian menjadi bahasa ilmu pengetahuan,bahasa filsafat, bahasa seni atau sastra.

Di dalam soal menjadi itulah maka wa -cana-wacana tadi itu ‘menjadi kering’ atau de -bat-debat yang hanya menjadi asumsi. Sebab,men jadi Barat atau Timur semuanya bisa baikber gantung pada persepsi masing-masingpihak yang melihatnya. Untuk itu, maka perluada pem buktian. Nah, di sini kemudian adapihak yang mampu membuktikan dan me nang.

Dan, ternyata yang keluar sebagai peme-nang adalah kelompok Sutan Takdir Alisjahbana. Ini dibuktikan kemudian dengan munculnya Chairil Anwar yang mempraktikkanide yang dijagokan Sutan Takdir Alisjahbanaitu. Maka, Bahasa Indonesia berkat Chairilkemudian menjadi bahasa yang sa ngat‘sekuler’, yakni bahasa yang bisa mengekspre-sikan keinginan-keinginan berpikiran Barat.

Nah, di situlah jasa Chairil Anwar. Di sinipihak Sanusi Pane yang menjagokan

Timur kalah atau mundur satu tapakdi belakang Sutan Takdir Ali

Sjahbana.Padahal, sebenarnya pihak

Sanusi Pane yang menjagokanTimur itu sudah membuktikandirinya lewat pencapaianestetik seperti yang dilakukanAmir Ham zah. Namun, meskitelah menciptakan suatuekspresi In donesia modern,Indonesia dia beda dengan ver siChairil Anwar. Di sini memang

terkesan seolah-olah Amir

Hamzah sulit ketika meng ha dapi sebuah masadatangnya Indonesia modern.

Jadi, Chairil Anwar lebih bisa membuk-tikan kemodernan itu. Misalnya, tampak padasajaknya, “Aku”. “Aku ini binatang jalang,dari kumpulan terbuang,” dan seterusnya itu.Di sini Chairil mampu membawa jiwa yangcocok dengan indivi dualis Barat pada masaitu.

Jadi, di situ Chairil yang membuktikannya?Maksudnya tidak sesederhana itu. Maksud

saya, karya Chairil bisa dipakai sebagai saranauntuk membuktikan pikiran ‘berpaling keBarat’ ala Sutan Takdir tersebut. Sebab, ketikadia berkaya ya tidak memikiran hal-hal itu.Ketika Romeo-Juliet bercinta ya mereka ber -cinta saja, saat itu dia tidak memikirkan bilakisah cintanya menjadi paling hebat di dunia.Tapi, nanti Shakespeare-lah yang memi kir -kannya hingga kisah mereka menjadi indahatau luar biasa.

Kalau begitu benar bila ada kritikus sastramenga takan Chairil Anwar mata kanan sastraIndonesia?

Tapi, kan sejarah berjalan terus sertakemudian datang masa 1970-an di mana Ba -rat yang dahulu dieluk-elukan, kini munculse niman baru, seperti Abdul Hadi WM, Dar -man to Jatman, WS Rendra, Putu Wijaya, Su -tardi C Bachri, Arifin C Noer (dalam bidangteater), dan banyak lainnya yang semua iniingin kembali ke akar. Saya, misalnya, malahbikin kredo segala. Nah, di situ terlihat orangpada dekade 1970-an tak lagi menjagokanBarat atau Timur. Mereka tidak peduli itu. Bagime reka, yang penting itu, Barat dan Timurakrab dengan mereka. Di sini tidak lagi adamasalah dikotomi: Jika engkau akrab denganBarat ya ambillah, begitu juga bila engkauakrab de ngan Timur, juga ambillah. Tak adamasalah!

Ini, misalnya, bisa terlihat dalam sajakDarmanto Jatman. Dia akrab dengan Jawakarena dia itu memang orang Jawa. Maka,dalam puisinya muncul kata-kata Jawanya.Tapi, karena dia mendapat pendidikan Barat,nah dia pun menuliskan ekspresinya dalambahasa Inggris. Begitu juga karena Darmantoorang Indonesia, dia juga menulis kalimatIndonesia dalam sajaknya. Jadi, campurbaurlah puisinya itu kayak gado-gado. Begitujuga saya yang akrab dengan Riau maka yaaku angkat akar Riau itu. Rendra pun begitubagaimana dia mengakrabkan Shakespearedengan akarnya. Misalnya, dijawakannyaMachbet dengan pementasan teater denganpemain yang mengenakan belangkon. AbdulHadi, misalnya, mengambil napas kemaduraandan nilai-nilai sufi yang ada di kebudayaanIslam. Ketika itulah tak ada lagi masalahTimur dan Barat.

Kembali ke Chairil Anwar, karena ini menjelanghari wafatnya dia, 28 April. Menurut Anda, sebe-narnya apa yang ingin dipesankan Chairil melaluisajak-sajaknya?

Dia tak memesankan apa-apa. Dia cumabilang supaya kita ini menjadi bangsa yangmenjaga kebesaran yang telah ada. Ini diwu-judkan kalimat sajaknya, “Menjaga Bung Kar -no, Hatta, dan Syahrir (sajak Krawang Be kasi).Ini maksudnya agar semangat kepelopor anmereka tak hilang. Nah, apakah sekarang se -mangat itu masih ada? Misalnya, apakah parapemimpin kita yang terpilih dalam pemilunasional maupun pemilukada telah bersikapseperti mereka itu? Jadi, inilah yang salah satudiingatkan oleh Chairil.

Juga, misalnya, ada kalimat dalam sajak -nya, “Aku ingin hidup seribu tahun lagi.” Iniapa yang sebenarnya diinginkan Chairil? Ja -wab nya dia ingin sebuah otentisitas bahwa ma -nusia itu tidak usah dilihat dari kelompok, asal-usul, atau warna kulitnya. Biar dia dari ke lom -pok binatang jalang atau dari kelompok yangterbuang, tapi ia (Chairil) tetap mencoba men -

cari jati dirinya. Nah, kita tanya sekarang padapemuda bangsa kita hari ini, di mana jati diri -

mu? Bagaimana kau bisa hidup 1.000 tahunlagi bila sebentar-sebentar meniru-niru

Barat itu?

Setelah generasi Chairil dan Andalewat, apa yang terjadi pada dunia

sastra Indonesia hari ini?Sekarang puisi banyak sekali

dan semua orang adalah penyair.Dahulu kawan saya ada yang

bilang (pada 1980-an) puisi Indonesia ha nyatinggal bertahan 20 tahun lagi, tapi nya tanyasetelah tahun 2.000 tiba, dengan munculnyainternet, facebook, twitter, di mana-manamun cul orang yang menjadi penyair. Sepertihalnya sewaktu di kamar mandi di mana se -mua orang adalah penyanyi, di facebook kinisemua orang adalah penyair.

Cuma masalahnya kemudian, bagaimanakita memilah-milah mana penyair yang maukita dengar. Ya seperti kita mau masuk kekamar mandi umum itu maka akan men jadisoal mana penyanyi yang akan kita dengarkarena saat itu orang semua menjadi penyanyi?Ya memang tidak masalah kalau kita lewatkamar mandinya Titik Puspa, Krisdayanti,atau Julio Iglesias, pasti kita mau dengarnyanyiannya. Tapi, ka lau bukan mereka, apamau kita dengar juga?

Nah, di sinilah kemudian kita perlu adanyakritikus sastra yang berguna untuk memilah-milah puisi itu. Dan, sekarang kan kita punyaproblema banyak penyair, tapi minim kritikus.Kalaupun ada kritikus, mereka itu hanyamenjadi ‘penjaga gardu’ bagi kelompok sas-tranya. Mereka hanya berperan menjadi‘tukang pukul’ komunitas lain agar tidakmengganggu eksistensi komunitas sastranya.

Apakah Anda sudah melihat munculnya estetikabaru dalam puisi Indonesia?

Kalau ini belum lagi. Yang baru jangan-jangan malah sudah tak ada lagi. Dahulu ma -lah sempat ada orang yang mencoba memun -culkan estetika baru dengan mengusung idepostmodernisme. Tapi, celakanya yang munculhanya kata-kata gelap atau bahasa gelap yanganeh-aneh. Namun, setelah saya polemikkansoal ‘puisi gelap’ itu, kini keadaannya duniapuisi kita sudah banyak berubah. Sekarangpuisi kita sudah lebih sehat. Bahkan, sayamelihat puisi masa kini mulai kaya imajinasi,di sana ada ide dari Chairil, tapi juga ada usa -ha pengambilan ide ujung bunyi seperti yangada pada ide sajak-sajak terdahulu (pan tun).Jadi, saya lihat banyak karya sajak yang ber -kualitas bagus.

Tapi, mengapa puisi masa kini cenderung ber -pan jang atau boros kata-kata?

Saya lihat itu karena penulisnya tak lagimen cari ‘tepat ucap’, tapi hanya mencari efekdari kata-kata. Mungkin mereka ingin mencarikata-kata dengan cara menabur kata-kata, la -yaknya memancing ikan di laut dengan me -masang banyak joran. Ini beda dengan Chairilyang mencari kata-kata sampai berhari-harisampai ketemu situasi ‘tepat ucap’ itu. Apalagi,untuk mencari kata ‘tepat ucap’ yang panjangitu sangat susah. Maka, lebih mudah merekamemilih kata-kata yang boros dan ini dilandasialasan ingin mencari efek ‘buai’. Kata pun ba -nyak diulang karena kesusahan mencapai katayang ‘tepat ucap’ itu. Irit kata-kata bagi me -reka menjadi tak penting sebab yang pen tingadalah suasana.

Bagaimana menurut Anda mengenai adanyatuduhan bahwa puisi Chairil Anwar banyak men-jiplak sajak orang lain?

Memang kalau tak penjiplak, Chairil itupenerjemah puisi yang baik. Tetapi, kita takpunya lagi. Maka, bila kita tak punya hal yangle bih baik, kitalah yang bodoh atau politiksastra kita salah. Maka, di sini aku membelaChai ril meski aku pun tahu sebenarnya akulebih besar dari Chairil! Tapi, mengapa di situ-asinya begitu? Ini karena tidak ada gantunganmaka kemudian segalanya menjadi susah.

Nah, di sini kita jangan melupakan mitos,apa lagi bila mitos itu memang bisa membuatsehat masyarakat. Mitos ini menjadi pentinguntuk dijadikan pegangan kriteria walaupunkita tahu itu tidak selalu benar adanya. Nah,Chairil sudah menjadi mitos. Sebab, memangbanyak sajak Chairil itu terjemahan. Sedikitsekali sajaknya yang asli. Silakan saja bukadan kaji sajak-sajaknya.

Namun, kita juga masih ingat, pada periodekreatif pertama penjiplakan itu biasa. Jepang,misalnya, kan menjiplak Barat pertamanya.Jadi, soal adanya tuduhan penjiplakan kepadaChairil itu tak masalah. Periode permulaankreatif seseorang adalah periode peniruan.Chairil atau anak-anak muda yang mulaimenyair lazim meniru penyair yang menjadiidolanya. Namun, kemudian mereka sadarpelan-pelan mencari dirinya. Kita lihat, misal- nya, pada Sapardi Djoko Damono, dia mula-mulanya kan menjiplak Goenawan Mohamad.Namun, dia kan lama-lama kemudian mene -mu kan dirinya sendiri. Jadi, kan tidak ma -salah. Dan, soal ini memang perlu diketahuisu paya kita tidak melupakan kebenaran. Na -mun, di sini jelas tidak semua kebenaran ituadalah bisa menjadi kejahatan.

Seandainya Chairil kemudian bisa hidup lebihpanjang, menurut Anda apa yang akan dilakukandia saat itu?

Nah, ketika mereka punya umur panjangmaka harus punya ‘ucapan’ dan tantanganlain. Sebab, kalau dia penyair yang seriusmaka dia akan merasa bosan. Contohnya yalihat aku ini! Sebab, kalau kau diberi usiamaka kau harus tumbuh. Tidak bisa kau tetapbegitu saja. Dan Chairil pun pasti akan diser-gap rasa bosan.

Jadi, dengan rentang usianya yang pendekmaka Chairil lebih gampang menjadi legenda!Dia memang beruntung. ■ muhammad subarkah

Sutardji Calzoum Bachri lahir diRengat, 24 Juni 1941. Orang le -bih mengenalnya sebagai presi-den penyair Indonesia yang sam - pai kini belum tergantikan.Kritikus sastra menyebut kalau

Chairil Anwar mata kanannya sastra Indonesiamaka Sutardji adalah mata kirinya. Ini karenaka lau Chairil ingin membawa ide sastra de nganmelihat ke barat maka Sutardji ingin mengem-balikan sastra Indonesia kembali ke akarnya,yakni ke timur. Ini diwujudkan Sutardji dengankredo sajaknya, yakni membebaskan kata daripenjajahan makna dengan cara kembali ke asalmula kata, yakni mantra.

Untuk itulah sosok pemikiran Sutardji perluditampilkan, terutama ketika hendak mengo-mentari sosok Chairil Anwar. Apalagi, antarakeduanya tampak ada kemiripan sikap, yaknikeberaniannya untuk mengabdikan dirinya

secara total kepada puisi. Baik Chairil dan Su -tardji merupakan penyair dalam arti yang se -be nar-benarnya: hidup dan mati untuk kata-kata!

Sutardji mengakui, meski punya banyakkelemahan, pencapaian estetik Chairil Anwartak bisa diremehkan. Bahkan, jasa Chairil yangpaling besar adalah bisa membuktikan bahwabahasa Indonesia mampu mengekspresikanpikiran yang datang dari barat.

“Kalau soal adanya tuduhan penjiplakankepada Chairil, sebenarnya itu tak masalah.Periode permulaan kreatif seseorang adalahperiode peniruan. Chairil atau anak-anak mudalain yang mulai menyair pun lazim menirupenyair yang menjadi idolanya,” tegasnyaseraya mengakui Chairil kini sudah menjadimitos atau legenda penyair. “Pendeknya usiaChairil yang ternyata menguntungkannya,” ujarSutardji lagi.

Sutardji Calzoum Bachri

“CHAIRIL SUDAHMENJADI MITOS!”