26
Pada suatu malam,Doni sedang dalam perjalanan pulang kerumahnya,di perjalanan dia melewati rumah tua yang besar dan menyeramkan,tiba tiba dia mendengar suara bising dari kejauhan,Donipun mulai mendekati sumber suara itu,dan ternyata suara itu berasal dari dalam rumah tua,dia pun berjalan mendekati rumah itu . dia menerawang kekaca rumah .tetepi tiada orang satu pun di dalam rumah,dia ketakutan dan bergegas pulang . pada keesokan harinya,Doni menceritan pengalamannya itu kepada teman temannya di sekolah ,tetapi tidak ada satu orangpun yang mempercayainya, “hei teman teman aku kemarin malam melewati rumah tua yang ada di sebrang jalan itu loh..” “ah..,masasih ,mana mungkin kamu berani melewati rumah tua ituDon?” Mesteri Suara Hantu

Cerita helmi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Cerita helmi

Pada suatu malam,Doni sedang dalam perjalanan pulang kerumahnya,di perjalanan dia

melewati rumah tua yang besar dan menyeramkan,tiba tiba dia mendengar suara bising dari kejauhan,Donipun mulai mendekati sumber suara itu,dan ternyata suara itu berasal dari dalam rumah tua,dia pun berjalan mendekati rumah itu . dia menerawang kekaca rumah .tetepi tiada orang satu pun di dalam rumah,dia ketakutan dan bergegas pulang .

pada keesokan harinya,Doni menceritan pengalamannya itu kepada teman temannya di sekolah ,tetapi tidak ada satu orangpun yang mempercayainya,

“hei teman teman aku kemarin malam melewati rumah tua yang ada di sebrang jalan itu loh..”

“ah..,masasih ,mana mungkin kamu berani melewati rumah tua ituDon?”

karena penasaran dengan suara yang di dengarnya kemarin malam ia anak itu datang lagi ke rumah yang besar itu lagi .dia melihat lagi ke kaca lagi .ah ada orang .bukan kemaren malam tiada orang . kata anak sambil terkejut .tapi aneh sekali kemarin malam seram dan banyak sarang laba laba ,sekarang ko jabi bersih sekali .anak itu bernama lili adik nya doni “lili ayo pergi, kakak nungguin dirumah “ kata umi

Mesteri Suara Hantu

Page 2: Cerita helmi

iya umi aku kesana UMI” kata lili sambil BERLARI, berlari kencang sekali sampe jatuh ,lili menangis kencang sekali sampe umi lili batang malihat lili menangis kencang ,umi keget sekali “ya ampun kenapa disa begi ini astagfirullah aladzim” kata umi sambilter kejut dan lilidi bawa ke rumah sakit terdekat lili di UGD , sesudah diperisa doktor keluat dari UGD dan menjelaskan apa penyeakit nya “maaf ternyata anak tulang kaki anak ibu , patah jadi anak ibu tidak bisa derjalan , jadi anak sementara disini ini . dirawat “ kata doter “oh gitu jadi berapa bayar nya ya pak “ kata doni sambil cemas

PendahuluanPembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran tentang sistem bahasa (Depdiknas, 2003: 2). Pendekatan yang paling tepat adalah pende-katan pembelajaran yang memberi penekanan aspek keterampilan berbahasa dalam praktik komunikasi keseharian. Dengan demikian, siswa mampu memanfaatkan bahasa dalam kegiatan berbahasa, baik secara lisan maupun tulisan.

Ketercapaian kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia mengacu pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Materi Pembelajaran (Depdiknas, 2003: 2). Kom-petensi-kompetensi tersebut secara terpadu dikemas dalam keempat aspek keterampilan berbahasa, yakni kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (Depdiknas, 2003: 3-4).

Standar Kompetensi pembelajaran me-nulis adalah mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan (Depdiknas, 2005: 33). Lingkup materi meliputi pengembangan paragraf narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. Materi dirinci lagi menjadi pro-posal, hasil wawancara, artikel, makalah, resensi, rangkuman, laporan, dan berbagai surat resmi.

Pembelajaran menulis di sekolah belum optimal baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Dewi, 2007). Persoalan yang dihadapi berupa tidak menariknya metode, kurangnya alokasi waktu, dan orientasi pembelajaran pada materi.

Sonya Inna S. mengungkapkan hal senada. Pembelajaran menulis masih kurang efektif karena guru belum menekankan pada penguasaan materi bukan kemampuan ber-bahasa (Inna S., 2007). Kondisi ini menyebab-kan siswa malas, tidak berminat, dan tidak memiliki motivasi mengikuti pelajaran menulis.

Pembelajaran menulis surat lamaran pe-kerjaan sebagai salah satu materi pembelajaran menulis di kelas XII SMA, menghadapi kendala yang sama dengan belajar menulis pada umumnya. Surat lamaran pekerjaan merupakan materi menulis di semester ganjil. Silabus pembelajaran merumuskan “Menulis surat lamaran pekerjaan berdasarkan unsur-unsur dan struktur”. Hasil pembe-lajaran menunjukkan kelemahan umum seperti yang dikelompokkan oleh Thomas Wiyasa menjadi enam kategori.

1. Surat dengan susunan kalimat tidak lengkap dan berbelit-belit.

2.  Surat dengan penggunaan tanda baca yang tidak perlu, salah, atau berlebihan

3. Surat dengan banyak ejaan yang salah, tidak sesuai ejaan yang disempurnakan.

4. Surat dengan pemakaian istilah asing yang tidak perlu.

5. Surat dengan tata bahasa yang tidak teratur.

6. Surat dengan penggunaan bentuk atau model surat yang tidak menentu. (Wiyasa, 1996:

1)

Beberapa persoalan di atas menjadi pijakan pembahasan karya tulis ini. Persoalan utama adalah pentingnya menentukan metode yang mampu membangkitkan minat dan motivasi siswa menulis surat lamaran pekerjaan.

Page 3: Cerita helmi

Banyak metode dapat dipilih guru untuk peningkatan pembelajaran. Pilihan metode harus sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, maupun karakteristik materi. Kreasi dan modifikasi metode dapat juga dilakukan, tergantung pada situasi dan keadaan lingkungan tempat mengajar.Tulisan ini akan menyajikan usaha peningkatan kemampuan menulis surat lamaran pekerjaan siswa kelas XII IS 3 SMA Kristen 1 Surakarta dengan metode team game tour-nament (TGT). Metode ini perlu dicoba sebagai bentuk variasi metode pembelajaran menulis surat lamaran pekerjaan.

TGT menurut Peter G. Cole “this is co-operative learning program that uses the same team formation, organisation of in-struction and worksheet assignment as in STAD” (Cole, 1990: 337). TGT merupakan program belajar kooperatif yang mengandung unsur formasi, instruksi, dan lembar tugas. Formasi ditandai pengelompokan siswa dengan kemampuan beragam ke dalam tim. Sedangkan instruksi berbentuk pertanyaan/ kuis dengan lembar tugas tertentu.

Pelaksanaan metode TGT dikemas menjadi “a series of games is organised”,(Cole, 1990: 337) dan dilaksanakan ber-dasarkan seperangkat permainan pertandingan. Siswa dengan berbagai kemampuan saling bertanding dalam turnamen. Guru (dapat juga menunjuk siswa) berperan sebagai pemandu. Tim mempunyai hak yang sama menjawab pertanyaan. Jika menjawab salah atau pass, kesempatan akan diberikan kepada tim lain. Jawaban betul mendapat skor yang nantinya digabungkan untuk mendapatkan skor tim.

Menurut Peter G. Cole, “The advan-tages of this game format is that it is usu-ally enjoyed by student and provides varia-tion from the more routine STAD Process”(Cole, 1990: 337). Keuntungan metode TGT, siswa lebih rileks dalam pembelajaran dan menerima metode tersebut sebagai variasi pembelajaran rutin.Keuntungan yang lain adalah unsur kerjasama dan kompetisi selama pembelajaran berlangsung. Kompetisi merupakan unsur pal-ing menantang. Siswa berpeluang menunjukkan kemampuannya di hadapan teman sekelas ketika melawan tim lain dalam pertandingan (turnamen) tersebut.

Metode TGT dapat meningkatkan kepekaan sosial dan kerja sama siswa dalam memecahkan masalah (Arixs, 2007). Metode TGT lebih mementingkan keberhasilan kelompok dibandingkan keberhasilan individu. Namun, penghargaan yang didapatkan oleh kelompok sangat ditentukan oleh keberhasilan penguasaan materi setiap anggota kelompok.

Ada lima komponen utama dalam metode TGT. Komponen-komponen tersebut meliputi penyajian kelas, kelompok (tim), game (permainan), turnamen (pertandingan), team recognize(penghargaan kelompok). Kelima komponen utama ini memungkinkan pembe-lajaran lebih menarik, menyenangkan, dan menggairahkan. Situasi yang berkembang di dalam kelas pun menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar secara aktif. Situasi menyenangkan dalam proses menjadikan pembelajaran lebih bermakna sehingga hasil yang dicapai pun optimal.

TGT boleh digunakan oleh pelbagai kumpulan umur dalam pelbagai mata pelajaran (Arixs, 2007). Pembelajaan menulis surat lamaran pekerjaan dapat pula menggunakan metode ini. Tentu saja perlu penyesuaian dan modifikasi seperlunya. Langkah-langkah dan prosedur pelaksanaan harus dirancang secermat mungkin agar implementasinya dapat berjalan dengan baik.

Alasan-alasan di atas dijadikan pertim-bangan pemakaian metode TGT dalam meningkatkan kemampuan menulis surat lamaran pekerjaan. Metode TGT diharapkan menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan menggairahkan. Situasi kelas mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerja sama, kompetisi, dan partisipasi yang diperlukan dalam keberhasilan belajar.

Penelitian tindakan kelas (PTK) mene-rapkan metode TGT model Silberman untuk meningkatkan kemampuan menulis surat lamaran pekerjaan. Modifikasi dilakukan sesuai dengan situasi dan karakteristik objek penelitian.

Page 4: Cerita helmi

Berikut prosedur pelaksanaan metode TGT (Siberman, 2004) dengan perubahan seperlunya.

1. Membagi siswa menjadi sejumlah tim beranggotakan 5-6 siswa dengan jumlah setiap tim

sama.

2.  Memerintahkan kepada tim untuk mencermati contoh lamaran peker-jaan yang telah

disiapkan guru.

3.  Membagikan lembar tugas berisi pertanyaan yang menguji pemahaman siswa terhadap

materi yang disampaikan.

4.  Memerintahkan kepada siswa me-ngerjakan lembar tugas berdasar ronde-ronde yang

telah dipersiapkan.

5. Menampilkan jawaban benar untuk mengetahui perolehan skor atau nilai perorangan.

6.  Menjumlah perolehan skor untuk mengetahui jumlah perolehan skor atau nilai masing-

masing tim dan mengumumkan pemenang ronde 1.

7.  Memberikan penghargaan kepada tim pemenang.

8. Memerintahkan siswa melakukan persiapan untuk ronde 2 turnamen.

9.  Mengajukan lagi pertanyaan lanjutan yang terdapat di lembar tugas. 

10. Menampilkan jawaban untuk mengetahui perolehan skor individu maupun skor tim. 

11. Mengumumkan pemenang ronde 2. 

12. Menjumlah perolehan skor ronde 1 dan ronde 2 untuk menentukan pemenang di akhir

ronde 2.

Prosedur di atas akan terus berulang sampai materi pembelajaran habis. Di akhir ronde, seluruh nilai perorangan dan tim dijumlahkan. Nilai perorangan sebagai nilai proses pembelajaran masing-masing siswa. Nilai tim dijadikan dasar penentuan pemenang turnamen. Tim yang memperoleh jumlah nilai tertentu dapat diberi predikat sesuai dengan pencapaiannya. Dapat pula diberi hadiah sebagai bentuk penghargaan atas usaha dan partisipasi siswa dalam pembelajaran.

Dua tujuan hendak dicapai oleh PTK ini. Pertama, untuk memaparkan langkah penerapan metode TGT dalam pembelajaran menulis surat lamaran pekerjaan. Kedua, untuk memaparkan tingkat efektivitas metode TGT pada peningkatan kemampuan menulis surat lamaran pekerjaan siswa kelas XII IS 3 SMA Kristen 1 Surakarta.

PTK bermanfaat bagi guru dan siswa. Bagi guru, (1) memberi umpan balik yang objektif, (2) memberikan gambaran tingkat efektivitas metode TGT, dan (3) memotivasi guru mengembangkan kreativitas tugas pro-fesionalnya. Bagi siswa, (1) memberi pengalaman dalam meningkatkan kemampuan menulis, (2) memberi pengalaman kerja sama dan kompetisi, (3) memberi dorongan minat dan motivasi siswa, dan (4) memberi keterampilan menulis.

2.    Metode Penelitian2.1. Setting dan Karakteristik Subjek PenelitianPenelitian dilaksanakan di kelas XII IS 3 SMA Kristen 1 Surakarta, Kota Surakarta, Jateng. Jumlah siswa 30 orang, 16 wanita dan 14 pria. Penelitian dilaksanakan pada semes-ter ganjil Tahun Pelajaran 2007 / 2008. Lokasi SMA di Kecamatan Serengan, Surakarta. Tahun Pelajaran 2007 / 2008 terdapat 5 kelas X, 7 kelas XI, dan 5 kelas XII yang diampu oleh 44 orang guru.

2.2.     Prosedur PTK

Langkah-langkah PTK mengacu panduan usulan yang dikeluarkan Dikti dengan empat tahapannya. Keempat tahapan tersebut(1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pemantauan, dan

Page 5: Cerita helmi

(4) refleksi (Dikti, 2007). Tahapan dilaksanakan setelah diadakan analisis situasi (aspek kemampuan menulis siswa), analisis kebiasaan penilaian, dan analisis proses pembelajaran.

Proses penelitian selanjutnya disusun dalam rangkaian siklus berulang. Jika Siklus I belum menunjukkan keberhasilan yang diharapkan, langkah-langkah PTK tersebut diulangi pada Siklus II setelah dilakukan refleksi. Demikian seterusnya sampai kegiatan dianggap berhasil.

Berikut ini diuraikan tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas.

1) PerencanaanTahap perencanaan pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi a) penyusunan silabus, b) penyusunan RPP, c) penyusunan ronde-ronde permainan/turnamen, d) penyusunan lembar pengamatan, dan e) penyusunan daftar nilai keberhasilan siklus.

2) PelaksanaanProses pembelajaran dilaksanakan setelah seluruh rangkaian persiapan selesai. Pelaksanaan sesuai jadwal penelitian berdasar jadwal pelajaran. Setiap tatap muka berlangsung selama 1 x 45 menit, masing-masing siklus berlangsung selama empat kali tatap muka.

3) PemantauanPemantauan dilaksanakan bersamaan proses pembelajaran sesuai dengan jadwal ma-sing-masing siklus untuk mendapatkan data penelitian, baik data kualitatif maupun kuantitatif. Aktivitas siswa diamati sebagai data kualitatif sedangkan skor/nilai sebagai data kuantitatif.

4) RefleksiRefleksi dilakukan berdasar data yang didapat melalui pengamatan setiap siklus. Hasil yang diperoleh dijadikan bahan evaluasi dan refleksi siklus berikutnya. Kekurangan-kekurangan dianalisis dan dievaluasi sehingga pada setiap tahapan kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.

2.3. Kriteria KeberhasilanKeberhasilan pembelajaran menitikberat-kan aspek proses dan aspek hasil. Proses dilihat dari kinerja guru dalam menerapkan metode TGT, partisipasi siswa, dan perkem-bangan kemampuan menulis (ronde 1-7 turnamen). Aspek hasil dilihat dari nilai menulis surat lamaran pekerjaan. Jika 75% siswa pada ronde 8 mendapat nilai 70 maka penerapan TGT telah dianggap berhasil.

2.4. Analisis Data1) Analisis Kriteria Keberhasilan Proses Analisis kinerja guru berdasar datapengamatan guru dan catatan pengamat. Metode TGT dianggap tidak maksimal jika terdapat penyimpangan, atau pelaksanaan tidak sempurna. Partisipasi siswa dianalisis ber-dasar data guru dan catatan pengamat. Jika lebih dari 75% siswa terlibat aktif maka pem-belajaran dianggap berhasil.

Perkembangan kemampuan menulis siswa diamati dari lembar pengamatan tiap ronde pelaksanaan turnamen. Kegiatan dianggap berhasil jika tiap ronde, terdapat 75% siswa yang telah menguasasi materi.

2) Analisis Hasil TulisanTulisan siswa dinilai berdasarkan kete-patan unsur surat, format surat, dan bahasa surat. Rentang nilai Ronde1, skor maksimal 20; Ronde 2, skor maksimal 10; Ronde 3, skor maksimal 20; Ronde 4, skor maksimal 20; Ronde 5, skor maksimal 10; Ronde 6, skor maksimal 10; Ronde 7, skor maksimal 10; dan Ronde 8, skor maksimal 100 (Ronde 8 dasar analisis hasil pembelajaran)

3.    Hasil dan Pembahasan3.1. Pembelajaran Menulis Surat Lamaran Pekerjaan dengan TGT pada Siklus I

Page 6: Cerita helmi

3.1.1 Pelaksanaan Siklus IPembelajaran menulis surat lamaran pekerjaan pada Siklus I dilaksanakan dalam empat tatap muka. Setiap tatap muka menggunakan lembar tugas sebagai pedoman turnamen sekaligus dasar analisis proses.

a)  Tatap Muka PertamaTatap muka pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 28 Agustus 2007 pukul 08.30 – 09.15. Selama 15 menit awal dilakukan per-siapan mulai penyusunan kelompok, mema-hami materi, membagi lembar tugas, dan penjelasan permainan.

Turnamen diawali dengan memerintahkan siswa mengerjakan pertanyaan pada ronde 1. Siswa melihat contoh penulisan yang benar. Siswa diminta menilai hasil pekerjaan berdasar kriteria..

Kendala berikut dicatat oleh pengamat maupun oleh guru. (1) Jawaban tidak bisa dipakai menilai secara individual. (2) Waktu pelaksanaan lebih lama dari perkiraan. (3) Guru mondar-mandir melayani pertanyaan kelompok. (4) Proses penjumlahan nilai dan pengumuman skor tim tidak lancar karena tidak ada petugas khusus.

b) Tatap Muka KeduaTatap muka kedua dilaksanakan pada hari Selasa, 28 Agustus 2007 pukul 09.30 – 10.15. Siswa diberi kesempatan melakukan persiapan untuk ronde berikutnya. Guru memerintahkan siswa mengerjakan soal ronde 2 - 4. Siswa melihat contoh penulisan yang benar. Kompetisi antartim sudah mulai tampak. Tim dengan nilai tertinggi melakukan perayaan setelah jumlah nilai perolehan diumumkan. Kendala pada tatap muka pertama masih muncul di tatap muka kedua. Berdasarkan catatan pengamatan, ditemukan fakta bahwa pencapaian nilai/skor siswa belum menunjukkan hasil maksimal.

c)  Tatap Muka KetigaTatap muka ketiga dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Agustus 2007 pukul 12.00 – 12.45. Siswa diberi kesempatan melakukan persiapan. Siswa mengerjakan pertanyaan ronde 5– 7. Proses berikutnya pencocokan. Hasil menunjukkan masih belum mencapai standar yang diharapkan. Kemampuan siswa menyusun kalimat belum maksimal. Kelengkapan isi surat lamaran pekerjaan kurang sempurna. Kalimat penutup surat lamaran pekerjaan masih banyak yang salah.

d) Tatap Muka KeempatTatap muka keempat dilaksanakan pada hari Kamis, 30 Agustus 2007 pukul 07.45 – 08.30. Siswa diminta membawa masing-masing contoh iklan lowongan pekerjaan. Mereka diberi kesempatan melakukan persiapan menghadapi ronde terakhir permainan. Siswa mengerjakan pertanyaan ronde 8. Hasil pengamatan menunjukkan sejumlah fakta, nilai tidak akurat, siswa mampu cenderung membantu siswa kurang mampu, kemampuan menulis surat belum memuaskan, dan kerja sama bersifat negatif.

3.1.2 Evaluasi Siklus Ia)  Evaluasi Proses PembelajaranProses pembelajaran menunjukkan sejumlah kelemahan pada Siklus I. Tingkat partisipasi siswa hanya 67,67% dari seha-rusnya 75 %. Kelemahan lain, nilai individu tidak akurat; (2) waktu lebih lama dari perkiraan; (3) efektivitas waktu kurang; (4) tidak ada petugas khusus; (5) muncul sifat ketergantungan; dan (6) guru kesulitan memberi contoh jawaban yang benar.

Pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran belum sesuai harapan. Persentase siswa yang menguasai materi pembelajaran tiap-tiap ronde belum melewati 75 % (lihat Tabel 1).

b) Evaluasi Hasil PembelajaranEvaluasi hasil pembelajaran difokuskan ronde terakhir turnamen. Dari batasan 75 %, baru 65,80 % siswa yang menguasai materi pembelajaran. Ketidaksempurnaan tulisan

Tabel 1: Rekapitulasi Hasil Pengamatan Ronde-ronde TGT Siklus I

Page 7: Cerita helmi

No Ronde dan Partisipasi Persentase

1 R 1 70,17

2 R 2 63,67

3 R 3 65,50

4 R 4 64,83

5 R 5 64,00

6 R 6 63,67

7 R 7 65,67

8 R 8 65,80

9 Partisipasi Aktif 67,67

siswa terlihat dari format surat, unsur surat, maupun bahasa surat.

3.1.3 Refleksi Siklus I

Hasil evaluasi proses dan hasil pembe-lajaran belum mencapai kriteria yang dite-tapkan. Kegagalan terlihat pada pelaksanaan yang belum sempurna dan adanya sejumlah kelemahan. Kelemahan menyebabkan pembelajaran kurang optimal. Misalnya, jawaban tidak bisa dipakai menilai kemampuan individu secara akurat. Pembagian dan pengelompokan siswa, pencocokan jawaban, dan adaptasi terhadap metode menyebabkan waktu menjadi lebih lama dari perkiraan. Efektivitas waktu pembelajaran kurang. Proses penjumlahan nilai dan pengumuman skor tim kurang lancar. Muncul sifat ketergantungan yang merugikan kelompok. Iklan beragam menyulitkan guru dalam memberi contoh jawaban yang benar. Pemahaman siswa terhadap materi pem-belajaran belum menunjukkan keberhasilan yang diharapkan. Persentase siswa yang menguasai materi tiap-tiap ronde belum terlewati. Evaluasi hasil pembelajaran masih rendah, baru 65,80 %.

3.2       Pembelajaran Menulis Surat Lamaran Pekerjaan dengan TGT pada Siklus II

3.2.1 Pelaksanaan Siklus II

Pembelajaran menulis surat lamaran pekerjaan pada Siklus II dilaksanakan dalam empat tatap muka. Tatap muka menggunakan lembar tugas yang sama dengan Siklus I sebagai pedoman turnamen sekaligus dasar analisis proses.

a)  Tatap Muka Pertama

Tatap muka pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 4 September 2007 pukul 08.30 – 09.15. Sebelum pelaksanaan pembelajaran, selama 15 menit awal dilakukan persiapan. Guru memilih masing-masing seorang anggota kelompok untuk mengawasi kelompok lain agar tidak terjadi kecurangan. Turnamen diawali dengan memerintahkan siswa mengerjakan pertanyaan pertama dan kedua pada ronde 1. Guru membagikan kepada masing-masing kelompok contoh penulisan yang benar. Siswa menilai hasil pekerjaan berdasar kriteria yang diberikan oleh guru di bawah pengawasan anggota tim lain. Pelaksanaan ronde 1 memperlihatkan ke-majuan yang signifikan. Siswa yang menguasai materi pembelajaran mencapai 85, 50 %. Waktu pembelajaran lebih efektif. Tingkat objektivitas hasil yang dicapai setiap siswa lebih tinggi. Kontribusi siswa kepada kelompok lebih positif. Pengumuman hasil perolehan skor berjalan lancar karena dilakukan pengamat khusus dari kelompok lain.

b) Tatap Muka Kedua

Page 8: Cerita helmi

Tatap muka kedua dilaksanakan pada hari Selasa, 4 September 2007 pukul 09.30 – 10.15. Guru mengingatkan materi yang menjadi fokus pembicaraan pada ronde 2 – 4 selanjutnya mengerjakan soal ronde 2 – 4. Persaingan antartim menunjukkan peningkatan. Setiap kali jumlah nilai perolehan diumumkan, tim dengan nilai tertinggi merayakan dengan yel-yelkebanggaan. Keberhasilan ronde 2 – 4 cukup me-muaskan. Persentase penguasaan materi meningkat dari 63,67 % menjadi 79,33 % siswa di ronde 2. Dari 65,50 % menjadi 77, 83 % siswa di ronde yang ke-3. Dan dari 64,83 % menjadi 75,83 % di ronde 4.

c)  Tatap Muka Ketiga

Tatap muka ketiga dilaksanakan pada hari Rabu, 5 September 2007 pukul 12.00 – 12.45. Siswa diberi kesempatan mempersiap-kan diri menghadapi ronde 5 – 7 turnamen. Guru menyampaikan pertanyaan secara bertahap. Persentase penguasaan materi meningkat. Ronde 5 dari 64,00 % menjadi 77,67 % siswa. Ronde 6 dari 63,67 % menjadi 75,00 % siswa. Ronde 7 dari 65,67 % menjadi 75,33 % siswa.

d) Tatap Muka Keempat

Tatap muka keempat dilaksanakan Kamis, 6 September 2007 pukul 07.45 – 08.30. Pada tatap muka ini disediakan contoh iklan lowongan pekerjaan. Guru menugasi siswa memahami dan mencermati iklan. Siswa melakukan diskusi persiapan menghadapi ronde terakhir.

Kemampuan siswa menulis surat lamaran pekerjaan meningkat. Siswa yang menguasai keterampilan menulis surat lamaran pekerjaan 65,80 % di Siklus I sedangkan Siklus II sebanyak 78,57 % siswa.

3.2.2 Evaluasi Siklus II

Evaluasi Siklus II mengacu Siklus I. Evaluasi didasarkan pada hasil pengamatan guru, catatan pengamat, dan nilai pencapaian siswa maupun tim. Evaluasi ditekankan pada catatan proses pembelajaran dan hasil pem-belajaran. Hasil evaluasi disampaikan dalam uraian berikut ini.

a)  Evaluasi Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran menunjukkan peningkatan kualitas. Keterlibatan siswa menunjukkan perubahan dari Siklus I ke Siklus II. Persentase keaktivan siswa meningkat dari 67,67 % menjadi 75,17 %.

Kendala pembelajaran diatasi dengan perencanaan yang lebih cermat. Kerja sama dalam menjawab soal diantisipasi dengan penunjukan pengamat. Ketergantungan siswa tidak terjadi lagi. Objektivitas nilai lebih akurat untuk menilai kemampuan individu.

Kendala mengenai efektivitas waktu diatasi dengan penyiapan perangkat yang lebih lengkap, jawaban pertanyaan tinggal dibagikan kepada kelompok sehingga waktu tidak banyak terbuang.

Peningkatan juga dapat diamati melalui perubahan persentase siswa yang menguasai materi pembelajaran pada setiap rondenya (lihat Tabel 2).

b) Evaluasi Hasil Pembelajaran

Hasil akhir menunjukkan peningkatan cukup signifikan. Persentase siswa yang memenuhi kriteria keberhasilan meningkat 12,77 %, Siklus I 65,80 % menjadi 78,57 %.Tabel 2: Perbandingan Pencapaian Keberhasilan Siklus I – Siklus II

No Ronde dan PartisipasiPersentase Persentase

Siklus I Siklus II

Page 9: Cerita helmi

1 R 1 70,17 85,50

2 R 2 63,67 79,33

3 R 3 65,50 77,83

4 R 4 64,83 75,83

5 R 5 64,00 77,67

6 R 6 63,67 75,00

7 R 7 65,67 75,33

8 R 8 65,80 78,57

9 Partisipasi Aktif 67,67 75,17

3.2.3 Refleksi Siklus II

Hasil evaluasi Siklus II menunjukkan pembelajaran telah berhasil mencapai kriteria yang ditetapkan. Suasana kompetisi mening-katkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Keinginan menjadi pemenang membangkitkan motivasi siswa untuk tampil lebih baik. Metode TGT memberi kegembiraan dalam pembe-lajaran. Langkah pembelajaran menyadarkan siswa pada tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab kelompok. Kerja sama pembelajaran memberikan pengalaman berharga di samping perasaan dihargai atas prestasi dan kerja kerasnya.

4.  Simpulan

Berdasarkan uraian dua siklus pembela-jaran menulis surat lamaran pekerjaan dengan metode TGT di atas dapat dirumuskan bebe-rapa simpulan. Pertama, metode TGT cukup efektif dipergunakan dalam pembelajaran menulis surat lamaran pekerjaan. Kedua, metode TGT cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan menulis surat lamaran pekerjaan. Ketiga, metode TGT cukup efektif meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran menulis surat lamaran pekerjaan. Keempat, metode TGT cukup efektif meningkatkan motivasi dan minat siswa dalam pembelajaran menulis surat lamaran pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKAArixs. 2007. “Tiga Guru Sains Wanita Penerima Science Education Awward Kreatif Menekuni

Sains”. http://www.cybertokoh.com/php?mod=publisher&op= viewarticle&artid=6772-23k.

Cole, Peter G. dan Lorna K.S.Chan. 1990. Methods and Strategies for Special Education. Sydney: Prentice Hall of Australia Pty, Ltd.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian MataPelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Digandakan oleh: Proyek Peningkatan Mutu SMU Jawa Tengah Tahun 2003.

Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus BerbasisKompetensi Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Jakarta: Penerbit PT BinatamaRaya.

Dewi, Rische Purnama. 2007. “Pemanfaatan Model Peta Pikiran”. http://www. usd.ac.id./06/ publ_dosen/gatra/jan05/rische.htm(diakses Jumat, 10 Agustus 2007)

Heniati, Diah. 2007. “Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan Teknik 5W + 1H (Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Pasundan 2 Kota Cimahi)”.http://sps.upi.edu/v3/?page=abstrak&option+tesis&action= view&id=049519 (diakses Jumat, 10 Agustus 2007)

Dikti. 2007. Panduan usulan dan Laporan PTK. http://www.dikti.go.id. (diakses Jumat, 10 Agustus 2007).

Inna S., Sonya. 2007. “Pengembangan Program Pembelajaran Kontekstual dalam Pelajaran Menulis”.http://sps.upi.edu/v3/?page=abstrak&option+tesis&action= view&id=019565 (diakses Jumat, 10 Agustus 2007)

Page 10: Cerita helmi

Siberman, Melvin L.(terjemahan Raisul Mutaqqin).2004. Active Learning. Bandung: Penerbit Nusa Indah Media dan Penerbit Nuansa.

Wiyasa, Thomas. 1996. Pola Dasar Penyusunan Surat-surat Resmi (cetakan ke-3 edisi revisi). Jakarta: Pradnya Paramita.

ENINGKATAN KETERAMPILAN PIDATO PERSUASIF

PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI

METODE SIMULASI LOMBA PIDATO BERBAHASA INDONESIA

PADA KELAS XII IPS 1 SEMESTER 1 SMA NEGERI AJIBARANG

TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Sutoro*

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya hasil belajar bahasa Indonesia kelas XII IPS 1 SMA Negeri Ajibarang. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa Metode Simulasi Lomba Pidato Berbahasa Indonesia dapat meningkatkan keterampilan pidato persuasif siswa kelas XII IPS 1 semester 1 Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lembar pengamatan, bagan lomba, lembar soal evaluasi, lembar penilaian. Data yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar, yaitu hasil evaluasi tertulis siklus I adalah 68,40 siklus II 86,06. psikomotorik siklus I 63,20, siklus II 69,00. Ketuntasan belajar siklus I 25%, siklus II 82%.

Kata kunci: ketrampilan, metode simulasi, pidato.Pendahuluan.

Kesan bahwa materi pelajaran berpidato pada mata pelajaran bahasa Indonesia tidak menyenangkan (membosankan), yang muncul setiap siswa diajar ketrampilan berpidato, menjadi cermin betapa mengajarkan materi berpidato sebagai materi yang harus diusahakan sungguh-sungguh. Pidato masih dianggap momok,sesuatu yang menakutkan bagi siswa. Untuk dapat berpidato di depan khalayak memang harus menguasai materi yang hendak disajikan, harus mempunyai teknik berbicara yang baik, mempunyai keberanian mental. Jadi tidak sekadar teori pidato, apalagi tanpa praktik.

Teknik mengajar yang konvensional tidak lagi dipercaya sebagai sistem yang relevan dengan tuntutan kemampuan psikomotorik pada hasil belajar siswa. Guru dituntut inovatif dalam menggali metode-metode pembelajaran. yang kreatif. Guru tidak lagi harus mempertahankan dan membanggakan teknik maupun metode masa

Page 11: Cerita helmi

lalunya. Zaman semakin berkembang, tuntutan masyarakat semakin meningkat. Metode mengajar pun harus semakin bervariatif. Guru yang masih berkutat dengan metode mengajar masa lalunya, akan “ditinggalkan” oleh siswa-siswanya.

Proses belajar di sekolah bukan sekadar memorisasi dan recall,bukan sekadar penekanan pada penguasaan tentang apa yang diajarkan (logos). Akan tetapi, lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati serta dipratikkan dalam kehidupan oleh peserta didik (etos).(Depdiknas MPMBS, 2001).

Berbicara di depan publik, suka atau tidak, merupakan keterampilan yang harus kita kuasai, karena pada suatu saat dalam kehidupan kita, pastilah kita harus berbicara di hadapan sejumlah orang untuk menyampaikan pesan, pertanyaan, tanggapan atau pendapat kita tentang sesuatu hal yang kita yakini. (http://sinarharapan.co.id, 2002).

Diakui atau tidak, lebih dari 60% siswa merasa takut bila harus berpidato dalam forum formal di depan banyak orang (public). Baik pada diskusi, ceramah, presentasi, maupun pidato perpisahan, bahkan pidato di depan teman sekelasnya.

Fenomena ini sangat memprihatinkan bagi guru bahasa Indonesia. Betapa tidak, keterampilan berbicara adalah bagian dari empat aspek keterampilan pelajaran bahasa yang harus diajarkan kepada siswa. Jadi bukan hanya teori yang harus dikuasai, namun kemampuan praktik berbahasa pun harus dikuasai.

Sering pengajaran pidato, guru menggunakan metode ceramah , siswa kurang mendapat kesempatan melakukan praktik berbicara di depan orang lain, karena lebih banyak bersifat teori. Maka dapat diartikan kemampuan berpidato siswa sebatas teori.

Dari fenomena di atas maka upaya peningkatan kemampuan berpidato para siswa merupakan hal yang mendesak dan segera diatasi jalan keluarnya.

Salah satu upaya untuk itu adalah menerapkan Model Pembelajaran dengan Metode Simulasi Lomba Pidato pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpidato para siswa.

Dengan demikian maka masalah dalam penelitian tindakan ini ialah:

Apakah Hasil prestasi siswa dapat ditigkatkan melalui Motode Simulasi Lomba Pidato Berbahasa Indonesia?

Page 12: Cerita helmi

Motode Simulasi Lomba Pidato Berbahasa Indonesia, bertujuan meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran pidato, sehingga dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa, terutama pada pembelajaran pidato. Dan meningkatkan prestasi akademik siswa.

Lima Hukum Yang Komunikatif (The 5 Inevitable Laws of Effective Communication) yang dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi yaitu REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble), yang berarti merengkuh atau meraih. Karena diyakini bahwa komunikasi pada dasarnya adalah upaya bagaimana meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. (http://sinarharapan.co.id, 2002).

Jadi pidato merupakan perpaduan ketrampilan dalam meraih perhatian pendengar, menyampaikan materi pidato dengan penuh cinta kasih, membangkitkan minat pendengar terhadap materi pidato, sehingga tumbuh kepedulian, dan simpati positif, serta berani memberikan tanggapan dan respon positif terhadap peristiwa dalam materi pidato.

Pidato menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak. Dalam hal ini pikiran yang akan disampaikan kepada orang banyak tentu merupakan informasi atau ilmu bagi orang lain, yang dapat berasal dari bidang lain, di luar bahasa Indonesia. Ini artinya seorang yang berpidato membutuhkan penguasaan materi pidato, di samping itu harus menguasai teknik berpidato, bagaimana menyampaikan materi yang runtut, jelas, mudah dimengerti. Ini semata-mata karena mereka akan berhadapan dengan orang banyak (public).

Banyak cara yang telah dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pelajarannya di depan kelas. Tidak sedikit variasi yang dipakai guru dalam kegiatan belajar mengajar. Segala teknik telah diterapkan untuk mempermudah penyampaian materi pelajaran kepada siswa, sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Teknik, cara, ataupun apa istilahnya, dalam kegiatan belajar mengajar dinamakan metode. Bagaimana sesungguhnya metode yang dapat digunakan dalam pengajaran pidato di kelas?

Pidato merupakan jenis keterampilan yang menuntut keberanian untuk mencoba, bukan sekadar teori berpidato. Agar siswa benar-benar diberi kesempatan pidato, minimal di depan teman sekelasnya, maka metode simulasi adalah salah satu metode yang dapat digunakan. Dengan keseringan mencoba praktik pidato akan tumbuh keberanian, dan selanjutnya mampu meningkatkan kemampuan diri sehingga dapat memperbaiki kesalahan sendiri.

Page 13: Cerita helmi

Metode Simulasi adalah bentuk metode praktik yang sifatnya untuk mengembangkan keterampilan peserta belajar (keterampilan mental maupun fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktik di dalam situasi yang sesungguhnya. (http://media.diknas.go.id/media/document/3553.pdf).

Setidaknya metode simulasi memberi kesempatan pada siswa untuk mencoba pidato, mulai dari persiapan sampai dengan penampilan di depan orang lain. Bukan sekadar belajar teori pidato, atau sebatas pengetahuan pidato, tetapi belajar teori pidato yang sekaligus mempraktikannya. Maka keterampilan pidato, yang memang membutuhkan banyak pengetahuan. Metode simulasi ini dapat membantu guru bahasa Indonesia untuk mempermudah dan mengefektifkan pembelajaran pidato di hadapan para siswanya.

Lomba pidato adalah ajang kompetisi ketrampilan pidato bagi siswa. Ajang simulasi pidato dapat dimanfaatkan sebagai ajang berlatih bagi para siswa sebelum mereka terjun ke masyarakat.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian lomba adalah 1. adu kecepatan (berlari, berenang, dsb). 2. adu ketrampilan (ketangkasan, kekuatan dsb.). Jadi pada situasi lomba yang dimaksud dalam pengertian ini adalah mengubah kondisi kelas pembelajaran menjadi situasi berlomba. Dalam hal ini penekanannya pada; adanya adu ketrampilan antarsiswa, sehingga ada rasa bersaing sesama siswa, ada unsur penilaian. Penilaian ini akan berdampak siswa mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Ada unsur kemenangan. Siswa akan merasa bangga atas prestasi yang dapat dicapai. Ada unsur penghargaan. Penghargaan ini hanya sebatas pada nilai maupun pujian, ataupun sebutan tertentu, seperti super orator atau sebutan yang lain.

Namun, kembali lagi bahwa lomba ini hanya merupakan simulasi untuk pembelajaran. Jadi sifatnya penyemangat, dan klinis, memperbaiki kemampuan belajar siswa, suasana menyenangkan, dan pada penilaiannya pun tidak membuat siswa jera, bagi yang tidak dapat meraih prestasi baik. Dan tidak menjadikan siswa takabur, bagi yang berprestasi baik.

Pada cakupan ini, lomba yang dimaksud adalah lomba pidato berbahasa Indonesia. Artinya materi pidato boleh dari berbagai tema, tidak harus tema-tema ilmu bahasa Indonesia, tetapi boleh tema ekonomi, lingkungan, politik, sosial, budaya, atau yang lain sebatas tidak melanggar hukum maupun kaidah SARA. Dan pidato ini harus menggunakan bahasa Indonesia.

Page 14: Cerita helmi

Pidato, di samping untuk memberi informasi kepada pendengar, bisa untuk mempengaruhi atau memerintahkan sesuatu kepada pendengarnya supaya berbuat sesuatu yang diinginkan pembicaranya.

Menurut Burgoon & Rufner, persuasi ialah proses komunikasi yang bertujuan mempengaruhi pemikiran dan pendapat orang lain agar menyesuaikan pendapat & keinginan komunikator. Atau proses komunikasi yang mengajak atau membujuk orang lain dengan tujuan untuk mengubah sikap, keyakinan, dan pendapat sesuai keinginan komunikator. Namun ajakan ini bukan berarti paksaan atau ancaman. (http://baguspsi.blog.unair.ac.id/2008/10/15/komunikasi-persuasi/)

Apabila pidato itu ditulis maka menjadi bentuk teks pidato yang siap dibacakan (menggunakan teknik membaca teks) maka tulisan itu pun harus bersifat persuasi.

Tulisan persuasif adalah tulisan yang berisi himbauan atau ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang diharapkan oleh penulisnya. Agar hal yang disampaikan itu dapat mempengaruhi orang lain, tulisan harus disertai penjelasan dan fakta-fakta. (Dwi Hartati, http://www.oke.or.id/tutorial/BI-pargrafpersuasif.pdf).

Jadi intinya agar siswa dapat mempengaruhi orang lain (audiens) untuk melakukan sesuatu, sesuai keinginan pembicara.

Pidato merupakan bagian dari proses komunikasi. Dalam sebuah komunikasi tentu ada lawan bicara, ada kandungan informasi yang disampaikan. Muatan informasi yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah dan benar. Di samping itu pidato dapat mengakibatkan berubahnya pikiran pendengar selaras dengan isi pidato yang telah didengarnya.

Komunikasi dapat dipandang sebagai suatu komunikasi perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan serangkaian unsur-unsur yang mengandung maksud dan tujuan. Komunikasi bukan merupakan suatu kejadian, peristiwa, sesuatu yang terjadi, komunikasi adalah sesuatu yang fungsional, mengandung maksud dan dirancang untuk menghasilkan beberapa efek atau akibat pada lingkungan para penyimak dan para pembaca. Brown (dalam Tarigan, 1981:10-11).

Jadi pidato merupakan proses komunikasi yang berisi sebuah informasi, mengandung maksud, dan menimbulkan efek berubahnya pikiran seseorang.

Oleh karena itu untuk dapat melakukan pidato, seseorang harus dapat menguasai informasi atau materi yang akan dikomunikasikan, harus menguasai teknik berbicara agar maksud informasi dapat dipahami dengan baik, pidato efektif, serta mampu mengubah pikiran

Page 15: Cerita helmi

pendengar.METODE

Kegiatan ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini siswa kelas XII IPS1 SMA Negeri Ajibarang.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, tahap Pelaksanaan tindakan,tahap observasi, tahap refleksi. Secara singkat dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

TABEL 1 Pelaksanaan Tindakan pada Setiap Siklus

Siklus/Materi

Pokok/Waktu

Rencana Tindakan

Awal Pertengahan Akhir

Siklus 1

Cara berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat

4 x 45 menit

Siswa mempersiapkan diri untuk memper-oleh pelajaran tentang pidato, dan penyiapan alat tulis masing-masing. Guru menyiapkan perangkat mengajar, lembar-lembar pengamatan.

Siswa memperhatikan penjelasan guru ten-tang teknik pidato, seperti komponen pidato, teknik pidato dari segi lafal, intonasi, nada, dan sikap pidato.

Siswa menyusun teks pidato persuasif.

Siswa pratik pidato dan sekaligus meng-amati teman lain yang sedang berpidato. Guru melakukan observasi.

Siswa mendisku-sikan kekurangan dan kelebihan dalam pidato, melaksana-kan nevaluasi. Guru melakukan refleksi

Siklus 2

Cara berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat (perbaikan teknik/ metode)

4 x 45 menit

Siswa lebih memper-siapkan diri untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap.

Guru menyiapkan materi menggunakan media pembelajaran berbasis multimedia.

Siswa memperoleh penjelasan dengan metode mengajar yang lebih lengkap. Guru melakukan presentasi menggunakan media pembelajaran berbasis IT.

Siswa memberikan komentar atas pem-belajaran pidato yang telah dilaku-kan. Dan melaksana-kan evaluasi tertulis

Guru melakukan refleksi

Pengamatan ini dipusatkan pada aktivitas pembelajaran dan keterampilan siswa dalam melaksanakan tugas pelajaran.

Page 16: Cerita helmi

Keunggulan metode simulasi ini, semua siswa mempersiapkan materi pidato yang berupa teks. Semua siswa tampil di hadapan siswa lain di kelasnya. Siswa diberi kesempatan mengamati dan diamati siswa lain dalam berpidato. Baik dari segi bobot materi pidato, penampilan, maupun bahasa yang digunakan.

Data yang akan diambil adalah kualitas teks pidato, data penampilan yaitu: Keakuratan informasi, Hubungan antar-informasi, Ketepatan struktur dan kosa kata, Kelancaran berpidato, Kewajaran urutan wacana, Gaya pengucapan, Lafal, Intonasi, Nada, dan Sikap. Data yang diperoleh dapat berupa nilai kualitatif. Sedangkan data kuantitatif dapat diambil dari nilai evaluasi koqnitif secara tertulis.

Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti dalam pengambilan data, dengan saat praktik pidato yang hampir bersamaan, maka penulis menggunakan teknik sampel. Pada penelitian tindakan ini sekurang-kurangnya sampel yang digunakan mencapai siswa 20 orang.

Indikator Kinerja penelitian ini setidak-tidaknya 80% dari jumlah siswa dapat membuat teks pidato tertulis. Sekurang-kurangnya 80% jumlah siswa dapat melaksanakan pidato di depan teman-temannya. Sekurang-kurangnya 80% jumlah siswa dapat mengamati penampilan siswa lain. Artinya siswa melihat kelebihan dan kekurangan teknik berpidato siswa lain. Dan sekurang-kurangnya 70% jumlah siswa dapat memahami konsep teknik pidato.Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian.

Pada awalnya siswa pesimis atas kemampuannya dalam berpidato. Namun setelah mendapatkan penjelasan tentang teknik menyiapkan naskah pidato, teknik berpidato, dan menyaksikan simulasi lomba pidato, maka siswa mulai berangsur lebih optimis. Ada pengetahuan yang belum pernah didapatkan sebelum pembelajaran ini. Setidak-tidaknya ada peningkatan pemahaman tentang konsep berpidato. Namun demikian keterampilan pidato, seperti pembicara yang profesional, belum mampu dikuasai. Masih butuh banyak waktu untuk belajar.

Data observasi yang telah diperoleh dengan model lomba pidato berbahasa Indonesia dalam Siklus 1 masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Nilai rata-rata kelas praktik berpidato baru mencapai 63,20. Masih berada di bawah nilai KKM yang ditetapkan yaitu 65. Adapun rata-rata skor keakuratan informasi pidato 6,70, Hubungan antar-informasi 6,15, Ketepatan struktur dan kosa kata 6,45, Kelancaran berpidato 6,55, Kewajaran urutan wacana 6,35, Gaya pengucapan 6,25, Lafal 6,45, Intonasi 6,10, Nada 6,15, dan Sikap 6,05.

Page 17: Cerita helmi

Belum sesuai dengan indikator KKM yang diharapkan. Dan nilai rata-rata evaluasi koqnitif tertulis mencapai 68,40.

Ini berarti masih ada kekurangsempurnaan pada perencanaan ataupun pada proses pembelajaran. Siswa belum dapat melakukan pidato dengan baik, meskipun semua siswa telah mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan pidato di depan teman-temannya. Dan hasil evaluasi tertulis menunjukkan hasil yang baik. Dari hasil refleksi pada siklus 1 maka perlu ada perbaikan prosedur pembelajaran pada penyempurnaan model pembelajaran, termasuk pada simulasi pidato.

Memperhatikan hasil Pelaksanaan Kegiatan dalam siklus II diperoleh data bahwa pembelajaran dengan Motode Simulasi Lomba Pidato Berbahasa Indonesia dapat mengalami peningkatan kemampuan dan prestasi. Nilai yang dapat dicapai pada siklus II rata-rata praktik (penampilan) adalah 69,00. Jumlah skor tersebut diperoleh dari rata-rata skor: Keakuratan informasi pidato 7,45, Hubungan antar-informasi 7,00, Ketepatan struktur dan kosa kata 7,09, Kelancaran berpidato 6,91, Kewajaran urutan wacana 6,86, Gaya pengucapan 6,77, Lafal 6,59, Intonasi 6,55, Nada 6,95, dan Sikap 6,82.

Indikator kinerja yang dapat dicapai yaitu semua siswa dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Ini berarti kinerja siswa melaksanakan pidato di depan teman-temannya, siswa dapat memberikan penilaian terhadap penampilan siswa lain, dapat mencapai 100%. Nilai evaluasi koqnitif tertulis secara umum telah mencapai target yang diinginkan yaitu 86,06 atau 86%.

Melihat dari rata-rata skor yang diperoleh pada masing-masing tingkatan skala yang tersedia belum dapat mencapai skor yang optimal. Belum ada yang dapat mencapai skala 8 (delapan) ke atas. Guru dalam menyampaikan materi sudah lebih baik, lebih lengkap, simulasi lebih mengena pada tujuan pembelajaran. Perhatian siswa terhadap materi pelajaran tampak lebih sungguh-sungguh. Namun melatih kemampuan berpidato siswa ternyata perlu waktu dan keseringan. Motivasi belajar siswa sebenarnya sudah cukup baik, dan antusias. Namun hasil yang dicapai belum dapat optimal, yaitu 69,00.

Akhir siklus II ternyata ketuntasan belajar klasikal sudah dapat mencapai indikator yang diharapkan. Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran, pengamatan, dan memotivasi siswa semakin baik. Guru semakin siap dalam memandu diskusi, penjelasan terlihat lebih mantap.

Pembahasan

Berdasarkan evaluasi hasil belajar, observasi, dan penilaian tugas, dihasilkan sebuah ringkasan sebagai berikut:

Page 18: Cerita helmi

TABEL 2. RINGKASAN HASIL BELAJAR SIKLUS I DAN II

Hasil Belajar, Aktivitas, Nilai tugasHasil Belajar

Siklus I Siklus IINilai terendah (praktik) 57 62Nilai tertinggi (praktik) 71 76Rata-rata kelas Praktik) 63.20 69.00Ketuntasan Belajar (praktik) 25% 82%Rata-rata tugas (teks pidato) 64.05 68.50Nilai terendah evaluasi koqnitif (tertulis) 63 73Nilai tertinggi evaluasi koqnitif (tertulis) 78 100Rata nilai Evaluasi Koqnitif (Tertulis) 68.40 86.06Ketuntasan klasikal (tertulis) 90% 100%Aktivitas membuat teks pidato 100% 85%Aktivitas melakukan pidato 100% 85%Aktif dalam diskusi/tanya jawab 18% 30%

Foto Siswa SMA Negeri Ajibarang

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa penerapanMotode Simulasi Lomba Pidato Berbahasa Indonesia dapat memperbaiki hasil belajar maupun ketuntasan belajar klasikal. Nilai terendah yang dapat dicapai 57 pada siklus I dan meningkat pada siklus II yaitu 62. Nilai tertinggi yang dicapai adalah 71 pada siklus I, dan meningkat menjadi 76 pada siklus II. Rata-rata kelas pada siklus I dapat mencapai nilai 63,20 dan meningkat menjadi 69,00 pada siklus II. Ketuntasan belajar klasikal pada siklus I hanya 25%, meningkat pada siklus II menjadi 82%. Dan nilai rata-rata tugas menyusun teks pidato 64,05 pada siklus I meningkat menjadi 68,50 pada siklus II. Jadi secara umum setiap komponen pada siklus I meningkat pada siklus II.

Meskipun hasil penelitian ini secara keseluruhan belum menggambarkan hasil nilai koqnitif yang optimal dan belum dapat dikatakan “sangat memuaskan”. Teknik guru menggunakan metode dan menggunakan media pembelajaran sudah ada peningkatan, mampu menarik perhatian siswa. Motivasi belajar siswa pun ada peningkatan.

Page 19: Cerita helmi

Pembelajaran dengan Motode Simulasi Lomba Pidato Berbahasa Indonesia pada salah satu kegiatannya dilaksanakan di luar kelas. Siswa tampak senang dan dapat menikmati belajar di luar kelas. Suasana lebih santai, namun tetap sungguh-sungguh melaksanakannya. Dapat menghilangkan rasa takut, yang biasa dirasakan siswa, saat maju berpidato di depan teman-temannya di kelas.

Metode ini lebih memberi kesempatan siswa untuk mencoba sendiri atau mengalami sendiri, yaitu berpidato di depan teman-temannya (eksperimen). Waktu untuk kegiatan belajar mengajar relatif lebih singkat, meskipun semua siswa harus melakukan pidato secara individual.

Simpulan dan Saran

Simpulan.

Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan Motode Simulasi Lomba Pidato Berbahasa Indonesia pada pengajaran materi pidato persuasi tanpa teks, dapat meningkatkan ketrampilan berpidato pada siswa

Hasil belajar siswa ada peningkatan yang signifikan. Ini dapat dilihat dari rata-rata nilai terendah, nilai tertinggi, nilai rata-rata kelas, dan ketuntasan belajar klasikal yang lebih baik daripada siklus sebelumnya. Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar lebih baik, lebih termotivasi, lebih bersemangat, lebih menyenangkan. Semua siswa diberi kesempatan untuk melaksanakan pidato di depan teman-temannya, sambil diberi kesempatan mengamati kelebihan dan kekurangan orang lain dalam berpidato, sehingga dapat meningkatkan pemahaman terhadap konsep pidato persuasi yang lebih baik.

Saran

Mengingat Motode Simulasi Lomba Pidato Berbahasa Indonesia ini dapat menajamkan pemahaman, dan memberikan pengalaman individu yang lebih baik, maka metoda ini dapat digunakan untuk mengajarkan materi pelajaran bahasa Indonesia yang menuntut pengalaman siswa secara individual. Di samping itu metode ini akan menarik, bila disertai dengan media pembelajaran berbasis teknologi informasi, dengan kombinasi yang bervariasi. Namun tetap harus diingat, sebaik-baik metode tidak akan dapat diterapkan pada semua situasi dan kondisi materi pelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Cerita helmi

Arikunto, Suharsimi dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara

Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.Jakarta.

Hartati,Dwi. Paragraf Persuasif.

http://www.oke.or.id/tutorial/BI-pargrafpersuasif.pdf (diunduh 4 Agustus 2009)

http://baguspsi.blog.unair.ac.id/2008/10/15/komunikasi-persuasi/

http://media.diknas.go.id/media/document/3553.pdf

Jurnal Pendidikan Widya Tama Vol. 1 no. 3 LPMP Jawa Tengah. September 2004.

Prijosaksono, Aribowo dan Roy Sembel. 2002. Berbicara di Depan Publik. http://sinarharapan.co.id (diunduh 17 Juli 2009).

Nata, Abuddin. 2004. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Winarno, Surachmad. 1984. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito.

-oOo-