94
i CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA(Analisis Putusan Nomor 999/Pdt.G/2016/PA.Tng) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H) Oleh : Dewi Novitasari NIM. 1113043000040 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439/2018

CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

i

“CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA

PERSPEKTIF FIQIH DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA”

(Analisis Putusan Nomor 999/Pdt.G/2016/PA.Tng)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)

Oleh :

Dewi Novitasari

NIM. 1113043000040

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439/2018

Page 2: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

ii

CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH

(Analisis Putusan Nomor 999/Pdt.G/PA.Tng)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)

Oleh:

Dewi Novitasari

NIM : 1113043000040

Di Bawah Bimbingan

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag Dr. Hj. Maskufa, M.A

NIP.196511191998031002 NIP.196807031994032002

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

Page 3: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor
Page 4: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dewi Novitasari

NIM : 1113043000040

Fak/Prodi : Syariah dan Hukum/Perbandingan Mazhab dan Hukum

No. Hp : 089646738902

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan kebutuhan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukanlah hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 6 Februari 2018

Page 5: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

v

ABSTRAK

DEWI NOVITASARI. NIM 1113043000040. CERAI GUGAT KARENA

SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH (ANALISIS PUTUSAN NOMOR

999/Pdt.G/PA.Tng) Program Studi Perbandingan Madzhab, Konsentrasi

Perbandingan Madzhab Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M. XVI+62 halaman+ 1

lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai dalil dan pertimbangan

hukum yang digunakan oleh Hakim Pengadilan Agama Tangerang dalam

memutuskan perkara terkait cerai gugat karena suami terpidana. Bagaimana

pandangan Fiqih terkait putusan hakim tersebut dan pertimbangan hukum yang

digunakan oleh Hakim dalam memutuskan perkara cerai gugat karena suami

terpidana.

Penelitian ini merupakan penggabungan dari penelitian normatif dan

penelitian empiris. Penelitian normatif dilakukan dengan cara mempelajari data

sekunder berupa buku-buku dan perundang-undangan yang terkait dengan

masalah yang dibahas, sedangkan penelitian empiris dilakukan dengan

menganalisa penetapan Pengadilan Agama Tangerang. Metode pengumpulan data

yang digunakan yaitu studi pustaka (library research). Studi pustaka dalam

penelitian ini dilakukan guna mengeksplorasi teori-teori tentang konsep dan

pemahaman yang terkait dengan tema penelitian penulis yaitu cerai gugat karena

suami terpidana (analisis putusan nomor 999/Pdt.G/PA.Tng)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan Hakim Pengadilan

Agama Tangerang menyimpulkan bahwa hakim berusaha objektif dan berhati-hati

dalam memutuskan perkara cerai gugat karena suami terpidana karena bukan

hanya factor suami yang terpidana, tetapi ada beberapa factor lain yang

melatarbelakanginya seperti masalah ekonomi/ tidak adanya pemberian nafkah

dari suami, sering terjadi perselisihan dan percekcokan yang berujung kepada

kekerasan fisik.

Kata kunci : Cerai Gugat, Analisis Putusan, Perspektif Fiqih

Pembimbing : 1. Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag

2. Dr. Hj. Maskufa, M.A

Daftar Pustaka : 1987 s.d. 2017

Page 6: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Maha Pencipta dan Maha Kuasa alam

semesta yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis

terutama dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Shalawat serta salam penulis

menyanjungkan kepada Baginda Alam yakni junjungan kita Nabi

Muhammad SAW dan keluarga, serta para Sahabat yang telah banyak

berkorban dan menyebarkan dakwah Islam.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit

hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya selalu

ada jalan kemudahan, tentunya tidak terlepas dari beberapa individu yang

sepanjang penulisan skripsi ini banyak membantu dan memberikan

bimbingan dan masukan yang berharga kepada penulis hingga

terselesaikannya skripsi ini.

Dengan demikian dengan kesempatan yang berharga ini penulis

mengungkapkan rasa hormat serta ucapan terimakasih dan penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Asep Saepudin Jahar Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah

3. Dr. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si Ketua Program Studi

Perbandingan Mazhab dan Hj. Siti Hana, LC, M.A Sekretaris Program

Studi Perbandingan Mazhab

4. Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Dr. Hj. Maskufa, M.A keduanya

pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

Page 7: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

vii

bimbingan dan motivasi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan

skripsi ini tepat pada waktunya

5. Staf Lembaga Pengadilan Agama Tangerang yang telah memberikan

penulis izin dan membantu meluangkan waktunya untuk melaksanakan

observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian

6. Seluruh staf pengajar/Para Dosen Prodi Perbandingan Mazhab yang

namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu namun tidak

mengurangi rasa takdzim saya, yang telah banyak memberikan ilmunya

tanpa kenal lelah sepanjang penulis ada disini. Selain itu, para pimpinan

dan staf Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum juga Perpustakaan

Utama yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi

perpustakaan guna menyelesaikan skripsi ini

7. Teristimewa untuk kedua orangtua penulis Ayahanda Sarjo dan Ibunda

Nurhayati, yang telah merawat dan mendidik dengan baik sampai saat

ini. Dengan kasih sayangnya yang abadi, dengan do’anya yang tiada

henti, dengan kesabarannya yang tak terdantingi dan selalu

memberikan penulis support baik segi moril maupun materil.

Terimakasih atas segala didikannya, doanya, kesabarannya, jerih

payahnya, serta nasihat yang selalu mengalir tiada henti tanpa pernah

jemu hingga ananda dapat menyelesaikan studi. Sungguh jasa kalian

tiada tara dan tak akan pernah bisa terbalas seperti apa yang telah kalian

berikan.

8. Pimpinan Pondok Pesantren Qotrun Nada Abuya KH. Burhanudin

Marzuki beserta para Asatidz dan Asatidzah yang telah mendidik

penulis selama 3 Tahun dan semoga Buya dan keluarga sehat selalu,

panjang umur dan semoga ilmu yang telah diberikan kepada seluruh

santri akan bermanfaat dan juga semoga suatu saat penulis bisa

mengharumkan nama baik almamater tercinta Qotrun Nada.

9. Teman-teman seperjuangan Prodi Perbandingan Mazhab angkatan 2013,

Terkhusus sahabat-sahabatku Ladies PMH 2013. Terimakasih sudah

memberikan arti dari sebuah persahabatan tanpa melihat harta, tahta,

Page 8: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

viii

dan lainnya. Terimakasih kalian yang telah memberikan kritik dan

saranya dalam pembuatan skripsi ini, semoga persahabatan kita tidak

akan pernah pudar walau terpisahkan oleh jarak dan waktu.

10. Akbar Wijaya yang selalu meluangkan waktunya untuk membantu,

mendokan serta mensupport penulis.

11. Sahabat-sahabatku Ade Inayati Farida, Fitria Annisa, Astri

Amalia,Ananda Putri, walau raga kita jauh, do’a dan support kalian

selalu ada sampai detik ini. Terimakasih telah menjadi pendengar yang

baik untuk penulis ketika mencurahkan keluh kesah penulisan skripsi ini

juga terimakasih untuk tetap menjadi sahabat yang baik sampai detik

ini.

Kepada semua pihak yang telah banyak memotivasi dan

memberi inspirasi kepada penulis untuk mencapai suatu cita-cita, dan

yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung

moril maupun materil. Hanya ucapan terimakasih yang dapat penulis

haturkan semoga segala bantuan tersebut akan dibalas oleh Allah SWT

dengan balasan yang berlipat ganda. Aamiin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kesalahan

dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun perlu

kiranya diberikan demi kebaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Maka

akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin.

Jakarta, 07 Februari 2018

Robi’ul Awwal 1439H

Penulis

Page 9: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................... v

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................... xi

BAB I: PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................ 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 8

E. Review Kajian Terdahulu .................................................................. 9

F. Metode Penelitian ............................................................................... 10

H. Sistematika Penulisan ........................................................................ 13

BAB II: Tinjauan Umum Tentang Cerai Gugat................................. 15

A. Cerai Gugat (Khulu’) Perspektif Fiqih .............................................. 15

B. Cerai Gugat Menurut Hukum Keluarga di Indonesia ........................ 30

BAB III: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA DI

PENGADILAN AGAMA TANGERANG…………….. 39

A. Peristiwa Hukum Terkait Putusan Cerai Gugat Karena Suami

Terpidana Di Pengadilan Agama Tangerang................................... 39

Page 10: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

x

B. Pertimbangan Hakim Terkait Putusan Tentang Cerai Gugat Karena

Suami Terpidana .............................................................................. 42

BAB IV : PUTUSAN HAKIM TENTANG CERAI GUGAT KARENA

SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH……………... 47

A. Pandangan Ulama Fiqih Tentang Pertimbangan Hakim Mengenai

Putusan Tentang Cerai Gugat Karena Suami Terpidana ................ 47

B. Analisa Penulis ................................................................................ 53

BAB V: PENUTUP ................................................................................... 58

A. Kesimpulan ..................................................................................... 58

B. Saran ............................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 60

LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 63

Page 11: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari

tulisan asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini

diperlukan terutama bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin

menggunakan beberapa istilah Arab yang belum dapat diakui sebagai kata

bahasa Indonesia atau lingkup masih penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam

aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

بB Be

تT Te

ثTs te dan es

جJ Je

حH ha dengan garis bawah

خKh ka dan ha

دD De

ذDz de dan zet

Page 12: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

xii

رR Er

زZ Zet

سS Es

شSy es dan ye

صS es dengan garis bawah

ضD de dengan garis bawah

طT te dengan garis bawah

ظZ zet dengan garis bawah

ع

koma terbalik di atas hadap

kanan

غGh ge dan ha

فF Ef

قQ Qo

كK Ka

لL El

مM Em

Page 13: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

xiii

نN En

وW We

هH Ha

ء Apostrop

يY Ya

b. Vokal

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa

Indonesia, memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap

atau diftong. Untuk vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih

aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah ــــــــــ

I Kasrah ــــــــــ

U Dammah ــــــــــ

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih

aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي___ Ai a dan i

Page 14: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

xiv

و___ Au a dan u

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam

bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 a dengan topi diatas ـــــا

Î i dengan topi atas ـــــى

Û u dengan topi diatas ـــــو

d. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan

huruf alif dan lam( ال ), dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik

diikuti huruf syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya:

اإلجثهاد = al-ijtihâd

الرخصة = al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

e. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah.

Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah

itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf

syamsiyyah. Misalnya:

al-syuî ‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah = الشفعة

f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat

contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf

Page 15: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

xv

ta marbûtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika

huruf ta marbûtah tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka

huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

syarî ‘ah شزيعة 1

al- syarî ‘ah al-islâmiyyah الشزيعة اإلسالمية 2

Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذاهب 3

g. Huruf Kapital

Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital,

namun dalam transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan

(EYD). Perlu diperhatikan bahwa jika nama diri didahului oleh kata

sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal

nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Misalnya,

.al-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri = البخاري

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring

atau cetak tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama

yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak

dialihaksarakan meski akar kara nama tersebut berasal dari bahasa

Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

h. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf

(harf), ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih

aksara dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

No Kata Arab Alih Aksara

al-darûrah tubîhu al-mahzûrât الضرورة تبيح احملظورات 1

al-iqtisâd al-islâmî اإلقتصاد اإلسالمي 2

Page 16: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

xvi

usûl al-fiqh أصول الفقه 3

al-‘asl fi al-asyyâ’ al-ibâhah األصل يف األشياء اإلباحة 4

al-maslahah al-mursalah املصلحة املرسلة 5

Page 17: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena

itu, pengertian perkawinan dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974

mempunyai nilai ibadah, ini diperkuat oleh Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam

menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mistqan

ghalizan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan

ibadah.1

Undang-Undang Perkawinan menyebutkan bahwa suatu perkawinan

dapat diputus dengan tiga sebab, yaitu karena kematian, perceraian dan atas

keputusan pengadilan sesuai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 tahun

1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 113 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun

1991 Kompilasi Hukum Islam. Perceraian merupakan jalan untuk

memutuskan hubungan perkawinan antara suami istri yang bukan disebabkan

oleh kematian salah satu pihak, akan tetapi didasarkan atas keinginan dan

kehendak para pihak dan perceraian harus dilakukan di Pengadilan.2

Pemutusan hubungan perkawinan dalam hukum Islam dikenal dengan

cerai talaq, gugat cerai, dan fasakh. Jadi, perkara perceraian bisa timbul dari

pihak suami dan juga bisa muncul dari pihak istri, perkara perceraian yang

1 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taragin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia

(Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI ( Jakarta:

Kencana, 2004) h. 43

2 Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahanan, Hukum

Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika 2014) h.19

Page 18: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

2

diajukan oleh suami disebut dengan perkara Cerai Talak dengan suami

sebagai Pemohon dan istri sebagai Termohon, dan perkara perceraian yang

diajukan oleh istri disebut dengan perkara Cerai Gugat dengan istri sebagai

Penggugat dan Suami sebagai Tergugat ini dimuat dalam Pasal 114 Kompilasi

Hukum Islam.3

Munculnya perubahan hidup yang dialami oleh pasangan suami istri,

seperti terjadinya perselisihan, pertengkaran diantara keduanya itu dapat

menimbulkan krisis rumah tangga yang akan merubah suasana rumah tangga

menjadi tidak lagi harmonis. Hak melepaskan diri dari ikatan perkawinan

tidak mutlak ditangan kaum lelaki, memang hak talak itu diberikan

kepadanya, tetapi disamping itu kaum wanita diberi juga hak menuntut cerai

dalam keadaan-keadaan dimana ternyata pihak lelaki tersebut berbuat

menyalahi dalam menunaikan kewajibannya atau dalam keadaan-keadaan

yang khusus.4

Sama dengan hak yang diberikan bagi suami untuk menceraikan

istrinya, maka istri juga dapat menuntut cerai kalau ada cukup alasan

untuknya. Jika suami berlaku kejam, maka istri dapat meminta cerai dan tidak

dipaksa untuk menerima perlakuan yang sekiranya tak patut baginya. Khulu‟

adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan

tebusan atau „iwad kepada istri dan atas persetujuan suami. Jadi disini khulu

termasuk kedalam kategori cerai gugat.5

Telah terjadi banyak kasus-kasus penyiksaan dan perlakuan semena-

mena kepada istri dalam masyarakat yang tidak diperkenankan cerai. Islam

dengan izin cerai yang dituntut oleh si istri telah menolong banyak keluarga

3 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers 2013)

Cet-1. h. 233 4 Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan (Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1989) h.50 5 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2013) h. 237

Page 19: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

3

Muslim sehingga terhindar dari kesengsaraan atas anak-anak yang

disebabkan percekcokan dan pertikaian antara ayah dan ibu mereka.6

Perceraian terjadi disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah

satunya yaitu pernikahan sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Sebenarnya

perceraian merupakan sebuah kesalahan yang mengorbankan kedua belah

pihak. Disebut suatu kesalahan, karena perceraian melanggar maksud dan

tujuan yang akan dicapai oleh pasangan suami istri, yaitu kehidupan bahagia

dan sejahtera.7

Adapun alasan-alasan terjadinya perceraian dimuat dalam pasal 19 PP

Nomor 9 Tahun 1975 jo. PAsal 116 KHI sebagai berikut:8

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,

dan lain sebagainya yang susah disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahu atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Pada umumnya perceraian dilakukan oleh pihak laki-laki yang

menceraikan istrinya. Namun, di zaman modern ini banyak pula kasus yang

6 Abdur Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1992)

h.106 7 Ali Husain Muhammad Makki al-Amili, Bimbingan Islam Dalam Mengatasi

Problematika Rumah Tangga (Jakarta: Lentera Basritama, 2001) h.12-13 8 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 218-219

Page 20: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

4

dilakukan oleh pihak istri menggugat cerai suaminya atau disebut dengan

cerai gugat.

Cerai Gugat yaitu, seseorang istri menggugat suaminya untuk bercerai

melalui pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan mengabulkan gugatan

dimaksud sehingga putus hubungan (istri) dengan tergugat (suami)

perkawinan.9

Pernikahan, tidak luput dari kesalahpahaman,. Jika kesalahpahaman

tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pasangan suami istri, dan perselisihan

telah mencapai satu tingkat yang mengancam kelangsungan hidup rumah

tangga, ayat diatas menfatwakan bahwa: Dan jika seorang wanita khawatir

menduga adanya tanda-tanda akan nusyuz keangkuhan yang mengakibatkan

ia meremehkan istrinya dan menghalangi hak-haknya atau bahkan hanya sikap

berpaling, yakni tidak acuh dari suaminya yang menjaadikan sang istri merasa

tidak lagi mendapatkan sikap tidak ramah, baik dalam percakapan atau sikap

dari suaminya, kemudian hal tersebut menghantarkan kepada perceraian,

maka tidak mengapa bagi keduanya melakukan perdamaian. Istri diminta

untuk lebih sabar menghadapi suaminya dan merelakan hak-haknya dikurangi

untuk sementara waktu agar perceraian tidak terjadi. Akan tetapi, jika suami

melalaikan kewajiban dan istrinya berulang kali mengingatkannya, namun

tetap tidak ada perubahan baik, maka taklik talak adalah jalan terbaik untuk

melindungi kaum wanita.10

Pasal 65 UUPA menegaskan bahwa perceraian yang sah hanya dapat

dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak.

Salah satu kasus yang terjadi pada saat ini adalah istri menggugat cerai

suaminya dikarenakan suaminya masuk penjara atau tersandung kasus pidana

9 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2012)

h.77 10

M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002) h.739-740

Page 21: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

5

sehingga harus menjalani hukuman di penjara. Istri menggugat suaminya

karena merasa khawatir juga tidak merasa nyaman sebagai istri yang tanpa

suami karena suaminya tersandung kasus pidana dan masuk penjara. Sehingga

pada saat ini sudah tidak sedikit lagi seorang istri yang memutuskan tali

perkawinannya dengan cara menggugat cerai suaminya demi melanjutkan

kehidupannya dimasa yang akan datang.

Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, hakim boleh menceraikan

suami-istri karena dipenjara. Menurutnya, suami yang dipenjara menyebabkan

kerugian bagi istrinya karena sang suami menjadi jauh dari istrinya. Apabila

pengadilan menjatuhkan vonis kepada sang suami dengan dipenjara selama

tiga puluh tahun atau lebih, dan keputusan itu adalah keputusan yang sudah

final, lalu sang suami sudah menjalaninya selama satu tahun, maka istri boleh

mengajukan tuntutan cerai kepada hakim karena kerugian yang dijalaninya.11

Meninjau dari pembahasan yang telah penulis paparkan di atas,

penulis tergugah untuk meneliti terkait tentang Cerai Gugat karena suami

terpidana yang menyebabkan si istri diterlantarkan tidak diberi nafkah lahir

maupun bathin, dari itu penulis mengambil objek penelitian di Pengadilan

Agama Tangerang yang merupakan lembaga peradilan yang menangani kasus

bagi orang-orang yang beragama Islam. Karena latar belakang di atas penulis

mengambil skripsi dengan judul “CERAI GUGAT KARENA SUAMI

TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH (Analisis Putusan Nomor

999/Pdt.G/2016/PA.Tng)”.

11

Al-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Beirut Libanon, Daarul Kitab Al-a‟rabi 2013) h.

190.

Page 22: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis

mencoba mengidentifikasi beberapa masalah yang terdapat pada judul

penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa penyebab mendasar istri menggugat cerai suaminya?

2. Bagaimana pandangan Islam mengenai cerai gugat?

3. Bagaimana aturan hukum di Indonesia terhadap cerai gugat?

4. Bagaimana jika suami tidak ingin digugat oleh istrinya?

5. Bagaimana cara penyelasain di persidangan mengenai cerai gugat di

Pengadilan Agama?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis

membatasi lingkup permasalahan yang terjadi dalam hal cerai gugat

dikarenakan suami terpidana dalam putusan Pengadilan Agama

Tangerang.

Putusan perkara ini dibatasi pula oleh putusan hakim yang

memutuskan bahwa istri dapat mengajukan cerai gugat dngan alasan

suami masuk penjara.

Selanjutnya pembatasan masalah diuraikan sebagai berikut:

a. Cerai gugat dibatasi pada gugatan perceraian yang diajukan oleh istri

serta apa saja penyebab seorang istri boleh mengajukan cerai gugat.

b. Suami terpidana dibatasi pada perbuatan sumianya yang melanggar

hukum dengan menggunakan narkoba sehingga dirinya dipenjara.

c. Fikih dibatasi pada pandangan 4 Imam Mazhab.

d. Putusan nomor 999/Pdt.G/PA.TNG) putusan ini tentang uraian alasan-

alasan yang digunakan oleh istri untuk mengajukan gugatan

perceraiannya di Pengadilan Agama Tangerang.

Page 23: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

7

2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah diatas maka rumusan

masalahnya secara umum adalah bagaimana pandangan fiqih dan hukum

positif di Indonesia terhadap putusan hakim mengenai cerai gugat karena

suami dipidana.

Rumusan masalah tersebut dirinci dalam beberapa pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara

karena suami dipidana?

b. Bagaimana perbandingan Imam Mazhab tentang cerai gugat karena

suami terpidana?

c. Pandangan Imam Mazhab yang manakah yang paling diikuti oleh

hakim?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan

skripsi ini adalah:

1. Tujuan penelitian

a. Untuk menjelaskan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara

nomor 999/Pdt.G/2016/PA.Tng tentang cerai gugat

b. Untuk membandingkan pendapat para imam mazhab dan hukum

positif tentang cerai gugat karena suami terpidana

c. Untuk mendeskripsikan apakah kesesuaian pendapat hakim dengan

pandangan imam mazhab

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pengetahuan

dalam menjelaskan tentang cara hakim memutuskan perkara dan

metode yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan suatu putusan.

Page 24: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

8

b. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan masukan dan manfaat

bagi pengembangan ilmu hukum perdata maupun hukum positif. Dan

bagi suami dan istri hendaknya selalu menjaga dan memelihara

keutuhan serta keharmonisan rumah tangga, dari segala sesuatu yang

tidak diinginkan.

E. Review Kajian Terdahulu

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang sudah pernah ditulis dan

dibahas oleh penulis lainnya, maka penulis mereview beberapa skripsi dan

karya tulis terdahulu yang pembahasannya hampir sama dengan yang penulis

angkat.

Dalam hal ini penulis menemukan beberapa skripsi dan karya tulis

terdahulu, yaitu:

1. Skripsi dengan judul ”Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba”

yang ditulis oleh Hendrix (208044100008) . Dalam skripsinya, Hendrix

memaparkan tentang beberapa analisa putusan di Pengadilan Agama

Tigaraksa, disimpulkan bahwa:

a. Didalam memutuskan perkara-perkara tersebut, hakim berusaha

objektif dan berhati-hati dengan teliti karena tidak sedikit juga kasus

yang timbul bukan murni dari faktor narkoba, tetapi dari unsur lain

seperti masalah ekonomi, komunikasi pasif, perselingkuhan, bahkan

kekerasan dalam rumah tangga yang menjadikan unsur narkoba,

sebagai alasan tambahan dalam pengajuan gugatan perceraian.

b. Putusan hakim tentang gugatan perceraian yang mengandung

kekerasan dalam rumah tangga kurang tepat karena terdapat unsur

narkoba, karena didalam pasal 116 KHI huruf (f) yang menyatakan

narkoba termasuk unsur yang memabukan, meskipun kasus ini tidak

murni karena narkoba atau alasan lain.

Page 25: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

9

Adapun yang menjadi perbedaan dalam skripsi ini penulis

menganalisis apa saja peristiwa hukum yang terjadi. Kemudian penulis

lebih menitikberatkan bagaimana pandangan ulama mazhab terkait

cerai gugat karena suami terpidana.

2. Skripsi dengan judul “Cerai Gugat Karena Suami Dipenjara Menurut

Hukum Islam dan Hukum Positif” yang ditulis oleh Syaiful Bahri

(102043224975), Syaiful Bahri memaparkan bagaimana Pengadilan

Agama Jakarta Selatan memutuskan perkara ini berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Dalam menyelesaikan perkara cerai

gugat ini memang telah mengikuti aturan yang ada berlandaskan kepada

UU No. 1/1974 tentang perkawinan, PP No.9/1975 tentang peraturan

pelaksanaan dari UU perkawinan tersebut, Kompilasi Hukum Islam, UU

No.3/2006 tentang Pengadilan Agama.

Dalam analisisnya terhadap putusan No.116/pdt.G/2007/PAJS, tentang

Cerai Gugat tersebut sudah relevan dengan Kompilasi Hukum Islam dan

UU No. 1974 tentang perkawinan, karena hakim telah mengikuti aturan

yang ada dalam peraturan-peraturan tersebut. Sedangkan disini penulis

membedakan dengan cara menganalisis bagaimana pandangan ulama

mazhab mengenai cerai gugat karena suami dipenjara.

F. Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian adalah suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala, dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan

pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut, untuk kemudian

mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan oleh

Page 26: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

10

fakta tersebut.12

Pencarian yang dimaksud dalam hal ini adalah pencarian

yang tentunya akan dipakai untuk menjawab permasalah tertentu. Dalam

metode penelitian terdapat berbagai maca, jenis penelitian. Agar penelitian

dapat terlaksana secara rasional, maka diperlukan metode atau cara yang

sistematis, mulai dari jenisnya, sumber-sumbernya hingga teknik dalam

pengumpulan serta pengolahan datanya.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah suatu tindakan untuk mencari jawaban secara

dinamis dengan tujuan yang terfokus untuk memecahkan masalah serta

mengikuti langkah-langkah yang logis.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis metode penelitian hukum

yuridis normative, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan sumber

data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan

kepustakaan.13

Sesuai dengan karakteristik kajiannya, maka menggunakan

kajian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif.

2. Pendekatan Penelitian

Metode ini dilakukan dan ditunjukan pada praktek pelaksanaan hukum

(law in action) terhadap peraturan perundang-undangan dengan menelaah

undang-undang yang bersangkut paut dengan penelitian dan dokumen-

dokumen hukum yang ada di Indonesia, maka pendekatannya bersifat

Kualitatif Yuridis Normatif.14

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia

1981) h. 2 13

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia

Indonesia 1987) h. 24 14

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group 2010) h. 133

Page 27: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

11

3. Sumber Data

a. Data Primer, bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-

undangan, kemudian catatan-catan resmi atau berupa putusan hakim.

b. Data Sekunder, berupa publikasi tentang hukum meliputi buku-buku

teks yang berhubungan langsung dengan objek penelitian. Dalam hal

ini adalah kitab-kitab, buku-buku, dan literatur yang berkaitan dengan

hukum perceraian karena suami dipidana baik dari Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

4. Metode Pengumpulan Data

a. Dokumentasi, untuk mendapatkan data-data tentang masalah yang

diangkat terutama dalam lingkupan di Pengadilan Agama Tangerang.

b. Observasi, untuk mendapatkan data terkait putusan teks yang terdapat

di Pengadilan Agama Tangerang, maka dari itu dibutuhkan langsung

observasi ke lapangan.

5. Metode Analisis Data

Analisis data yaitu proses penyederhanaan data diolah menjadi

informasi sehingga karakteristik data tersebut bisa dipahami dan

bermanfaat untuk solusi permasalahan, terutama masalah yang berkaitan

dengan penelitian.15

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data secara

kualitatif. Yaitu dengan menggunakan penafsiran hukum, penalaran

hukum dan argumentasi rasional. Kemudian data tersebut uraikan dalam

bentuk narasi sehingga menjadi kalimat yang jelas dan mudah dipahami.

Dalam hal ini penulis membagi secara spesifik terkait metode kualitatif

yang digunakan yaitu:

15

A. Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta: Pranada Media Group 2016) h. 338

Page 28: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

12

Content Analysis (Analisis isi) yaitu dengan mempelajari dokumen.

Analisis isi dapat mendokumentasikan dalam cara yang objektif hal ini

dapat memberikan hasil yang dapat diulang dan tepat mengenai teks

tersebut.16

Pada penelitian kali ini analisis isi digunakan dengan cara

menganalisis pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam

memutuskan perkara cerai gugat karena suami terpidana.

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku Pedoman

Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum

Tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan penyusunan skripsi ini dan untuk memberikan

gambaran secara rinci mengenai pokok pembahasan maka penulis membagi

kedalam beberapa bab, pada masing-masing bab mempunyai spesifikasi

pembahasan mengenai topic-topik yang akan dibahas.

BAB PERTAMA menjelaskan mengenai Latar Belakang Masalah,

Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Review Kajian Terdahulu, Signifikasi Masalah, Metode Penelitian,

dan Sistematika penulisan.

BAB KEDUA mejelaskan mengenai Alasan Perceraian Menurut

Hukum Islam dan Hukum Positif.

BAB KETIGA menjelaskan mengenai Peristiwa Hukum, dan

Pertimbangan Hakim Terkait Putusan Tentang Cerai Gugat Karena Suami

Terpidana

16 W. Lawrence Neuman, Metode Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif, (Jakarta, indeks 2013) h. 400

Page 29: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

13

BAB KEEMPAT menguraikan tentang Pandangan Fiqih Terkait

Pertimbangan Hakim Mengenai Putusan Tentang Cerai Gugat Karena Suami

Dipenjara, kemudian menganalisis putusan perkara cerai No.

999/Pdt.G/2016/PA.Tng.

BAB KELIMA merupakan bab penutup yang berisi tentang

kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan saran yang berguna untuk

perbaikan dimasa yang akan datang.

Page 30: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

14

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG CERAI GUGAT

A. Cerai Gugat (Khulu’) Perspetif Fikih

Kehidupan suami dan istri akan berlangsung dengan baik dan damai

apabila dijalani dengan rasa saling mencintai, saling menyayangi, apabila

masing-masing dari pihak menjalankan hak-hak dan kewajiban mereka

sebagai suami istri, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur‟an. Jika salah

satu dari mereka tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka sebagai

suami dan istri maka akan timbul pertengkaran, kesalahpahaman, dan juga

kebencian diantara mereka.

Perceraian dalam hukum Islam adalah perbuatan yang halal namun

mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT. Berdasarkan hadis Nabi

Muhammad SAW. sebagai berikut: ث نا كث د بن خالد عن معرف بن واصل عن مارب حد ث نا مم ر بن عب يد حد ي

بن دثار عن ابن عمر عن النب صلى اللو عليو وسلم قال أب غض حالل إل اللو

17ت عال الطالق

Artinya: “Sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah

talak/perceraian”

Hadits diatas menjelaskan bahwa perceraian adalah alternatif terakhir

(pintu darurat) yang dapat dilalui oleh suami istri bila ikatan perkawinan

(rumah tangga) sudah tidak bisa dipertahankan keutuhan dan kelanjutannya.

17

Abu Daud Sulaiman bin al-Asy‟ats al-Sajistani, Sunan Abi Daud, (Beirut: Dâr al-

Kitâb al‟Arabi, t.th.) juz 2 h.220

Page 31: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

15

Sifat alternative terakhir dimaksud, berarti sudah ditempuh berbagai cara dan

teknik untuk mencari kedamaian di antara kedua belah pihak, baik melalui

hakim (arbitrator) dari kedua belah pihak maupun langkah-langkah dan teknik

yang diajarkan oleh al-Qur‟an dan hadis.

Dalam al-Qur‟an Surat An-Nisa ayat 128 dijelaskan:

وإن امرأة خافت من ب علها نشوزا أو إعراضا فال جناح عليهما أن يصلحا

ن هما صلحا ر ب ي لح خي ح وأحضرت ا والص وإن تسنوا لن فس الش

قوا فإن اللو كان با ت عملون خبريا وت ت Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak

acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan

perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi

mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu

bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan

sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa

yang kamu kerjakan.” (Q.S An-Nisa (4): 128)

Jika kebencian datang dari pihak suami maka ia boleh menjatuhkan

talak kepada istrinya karena hal itu merupakan salah satu dari hak sang suami.

Ia juga boleh menggunakan haknya selama masih berada dalam koridor

syariat Islam. Tetapi, jika kebencian datang dari pihak istri maka Islam

memperbolehkannya untuk melepaskan diri dari kehidupan berkeluarga

dengan cara khulu‟ kemudian memberikan kepada suami harta yang sudah

diambil darinya untuk mengakhiri hubungan dengannya. Berkenaan dengan

hal ini, Allah swt. berfirman:18

18

Al-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Beirut Libanon, Dârul Kitab Al-a‟rabi 2013) jilid

II h. 301

Page 32: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

16

ل لكم أن تأخذوا ما آت يتموىن شيئا إل أن يافا أل يقيما حدود اللو ول يتلك حدود اللو فإن خفتم أل يقيما حدود اللو فال جناح عليهما فيما اف تدت بو

فأولئك ىم الظالمون ومن ي ت عد حدود اللو تدوىا فال ت ع

Page 33: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

17

“ Tidak halal bagi kamu mengambil sesuatu yang telah kamu berikan kepada

mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir bahwa tidak dapat

melaksanakan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya

tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya” (Q.S Al

Baqarah (2): 229)

Ayat di atas sudah jelas menunjukan bahwa tidak ada halangan bagi

seorang istri untuk mengajukan cerai gugat. Dalam hal ini masalah perceraian,

al-Qur‟an menempatkan kedua belah pihak dalam kedudukan yang sama.

Bahkan persamaannya itu sudah nampak jelas diterangkan dalam Hadist.

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menikah dengan

seorang perempuan bernama Umaimah atau Ibnatul-Jaun. Ketika itu beliau

mendatangi perempuan itu, kemudian berkata bahwa ia memohon

perlindungan Allah untuk dijauhkan dari beliau, yang artinya ia telah meminta

cerai. Kemudian dijelaskan kembali dari kisah Tsabit bin Qais yang konon

istrinya menghadap Nabi Muhammad SAW dan berkata:

عن ابن عباس قال : جاءت امرأة ثابت بن ق يس إل رسول اهلل ص م ف قالت : يا ابن ق يس ما أعيب عليو ف خلق ول دين ولكن أكره كفر ف رسول اهلل ثابت

سالم. ف قال رسول اهلل عليو حدي قتو ؟ ف قالت: ن عم, ف قال رسول اهلل: : أتريدين ال 19اقبل الدي قة وطلقها تطلي قة )رواه البخارى(

“Wahai Rasulullah, aku tak melihat ada kekurangan yang ada pada Tsabit

bin qais dalam hal akhlak dan imannya, tetapi aku sudah tidak dapat lagi

hidup bersama dengannya” Muhammad SAW bersabda: “Maukah engkau

mengembalikan kepadanya kebun buah-buahan yang telah dia berikan

kepadamu sebagai mas kawin?” Setelah itu ia menjawab setuju, kemudian

Muhammad SAW memanggil Tsabit bin Qais dan memerintahkan kepadanya

19

Muhammad bin Ismail al Ja‟fi al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (T.tp: Dar Tuq al-

Najah, 1422 H) Juz 13 h. 274

Page 34: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

18

untuk menerima kembali kebunbuah-buahannya, lalu menceraikan istrinya.

(H.R Al-Bukhori)

Hadis tersebut, terdapat beberapa permasalahan. Sebagian jumhur

ulama ada yang membolehkan mengambil tebusan dan ada juga sebagian

ulama yang bersepakat untuk melarang pengembalian harta istri kecuali jika

hubungan keluarga rusak disebabkan oleh istri. Apabila keretakan hubungan

keluarga menjadi baik karena suami, maka tidak diperbolehkan suami

mengambil apa yang telah diberikan kepada istrinya.20

Hak untuk memohon untuk mengajukan gugatan perceraian

kepengadilan dalam hukum Islam disebut khulu‟ yaitu perceraian atas

keinginan pihak istri, sedang suami tidak menghendaki.21

Khulu‟ berarti “menanggalkan”, seperti “menanggalkan pakaian”.

Kemudian dipakai dengan arti menanggalkan istri, karena istri adalah pakaian

dari suami dan suami adalah pakaian dari istri, sebagaimana firman Allah

S.W.T:

ىن لباس لكم وأن تم لباس لن

“Mereka (istri) adalah pakaianmu (suami dan kamu adalah pakaian

mereka…” (Q.S. Al-Baqarah (2): 187)

Gambaran di atas, di mana masing-masing istri berfungsi sebagai

pakaian suaminya dan begitu juga sebaliknya istri sebagai pakaian untuk

suaminya. Maksudnya, suami bisa melengkapi dan menutupi kekurangan istri,

dan istri juga harus menutupi dan melengakapi kekurangan suaminya.

Masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang seimbang

20 Zaitunah Subhan, Al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaran Gender dalam

Penafsiran, (Jakarta: Kencana 2015) h. 212 21

Bahder Johan Nasution dan sri warjiyati, Hukum Perdata Islam, (bandung: mandar

Maju, 1997) h. 33

Page 35: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

19

berdasarkan peranan masing-masing dalam kehidupan demi keberlangsungan

dalam membina sebuah rumah tangga. 22

Khulu‟ menurut istilah ilmu fiqh yang artinya adalah menghilangkan

atau membuka buhul akad nikah dengan kesediaan istri membayar „iwad

(ganti rugi kepada pemilik akad nikah itu (suami) dengan menggunakan kata

cerai atau khulu‟. „Iwad yang dimaksud dapat berupa pengembalian mahar

oleh istri kepada suami atau sejumlah barang, uang atau suatu yang dipandang

mempunyai nilai yang telah disepakati oleh suami dan istri23

. Kemudian

menurut masing-masing mazhab khulu‟ mempunyai beberapa istilah masing-

masing.

Khulu‟ secara bahasa menurut mazhab Hanafi adalah pemisahan,

percampuran atau perceraian dan secara istilah khulu‟ adalah penghilangan

kepemilikan ikatan pernikahan yang bergantung kepada penerimaan sang istri,

dengan lafal khulu‟ dan kalimat lain yang memiliki makna yang sama.

Menurut mazhab Maliki khulu‟ secara bahasa pemisahan, pencampuran,

perceraian, perbaikan dan fidyah. Mencakup perpisahan yang terjadi dengan

„iwad atau dengan tanpa iwadh. Definisi khulu‟ selanjutnya menurut mazhab

Syafi‟i dan Imam Hambali khulu‟ adalah memperbaiki lafadz talak dengan

jelas atau kinayah dengan niat. Yang membedakan dikedua ulama mazhab ini

yaitu cara menafsirkan terkait kinayah. Kinayah menurut imam Syafi‟i

kinayah itu seperti lafadz kinayah adalah talak sedangkan menurut imam

Hambali lafadz kinayah tidak langsung tapi dicontohkan dengan lafadz lain.

Seperti ucapan seorang suami kepada istrinya, dengan kalimat “Aku talak

kamu atau aku khulu‟ kamu berdasarkan ini”, maka si istri menerima. Definisi

inilah yang paling tepat karena sesuai dengan maksud yang ingin dituju pada

khulu‟ ini, yang juga sesuai dengan pemahaman manusia dan undang-undang

22

Zaitunah Subhan, Al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaran Gender dalam

Penafsiran, h. 217 23

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta, Bulan

Bintang 1987)h. 181

Page 36: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

20

yang berlaku di Negara Mesir dan Syiria. Mazhab Hambali pun memberikan

definisi terkait khulu‟, yaitu perpisahan antara suami dengan istrinya dengan

„iwad yang dia ambil dari si istri, atau dari orang yang selain istri, dengan

lafal khusus.24

Khulu‟ disyariatkan berdasarkan firman Allah SWT, “jika mereka

menyerahkan kepada kalian sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,

maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati,” (QS. An-

Nisa: 4). Hukum khulu‟ secara syariat dimakruhkan bagi si istri dengan jalan

lurusnya kondisi perkawinan, berdasarkan hadist riwayat Tsauban, bahwa

Nabi SAW. bersabda,

“Perempuan mana saja yang meminta talak kepada suaminya dengan

tanpa alasan, maka diharamkan kepadanya bau surga”.

Menurut Imam Syafi‟i hukum khulu‟ dibolehkan pada waktu terjadi

perselisihan dan pada saat rukunnya dilaksanakan dengan cara yang lebih baik

dan tepat.25

Hukum makruh tersebut berlaku secara umum, namun ada dua khulu‟

yang hukumnya tidak makruh. Pertama, suami atau salah satunya khawatir

tidak dapat menegakkan hukum-hukum Allah (maksudnya, sesuatu yang

diwajibkan dalam perkawinan). Penyebutan “khawatir” yang terdapat dalam

Surat al-Baqarah ayat 229 bersifat umum. Sebab, umumnya khulu‟ terjadi

akibat pertengkaran. Jika, istri tidak suka suaminya karena buruk rupa atau

sikap yang tidak terpuji, dan dia khawatir tidak bias memenuhi hak suaminya,

dia boleh meminta khulu‟ dengan kompensasi tertentu.

Kedua, suami bersumpah akan melakukan taklik talak tiga terhadap

istrinya dengan perbuatan yang pasti dia lakukan (seperti makan, minum, dan

buang hajat) lalu dia mengkhulu‟nya, kemudian melakukan hal yang dijadikan

sumpah, selanjutnya menikahi dia, maka dia tidak melanggar sumpah, sebab

24

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa adilatuhu, jilid 9 h. 7010 25

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga, (Pustaka Al-Kautsar, 2006) Cet-5 h. 307

Page 37: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

21

sumpahnya sudah batal dengan perbuatan pertama. Maksudnya, talak tiganya

tidak jatuh.26

Karena itu khulu‟ yang tidak memiliki alasan, maka jadi makruh. Akan

tetapi, biarpun dimakruhkan, khulu‟ tetap terjadi. Kemudian disunnahkan juga

bagi suami untuk memberikan jawaban khulu‟ yang diminta oleh si istri, hal

ini berdasarkan kisah istri Tsabit bin Qais.

Khulu‟ dalam perspektif syara‟ ada yang shahih ada pula yang fasid.

Khulu‟ yang shahih adalah khulu‟ yang memenuhi syarat-syarat yang

ditetapkan, terutama syarat kompensasi (barang ganti rugi), seperti bisa

diserah terimakan, milik tetap, dibolehkan secara syara‟ dan sebagainya.

Sebab khulu‟ tidak boleh dilakukan dengan kompensasi barang haram,

mengandung unsur tipuan dan bukan sesuatu yang bisa diserahterimakan.

Khulu‟ fasid adalah khulu‟ yang tidak mensyaratkan harus

diketahuinya nilai kompensasi. Apabila seorang suami mengkhulu‟ istrinya

dengan kompensasi suatu yang tidak diketahui, seperti baju yang tidak

ditentukan atau dengan tumpangan kendaraan, atau mengkhulu‟ istri dengan

syarat yang fasid, seperti syarat tidak memberikan nafkah padahal si istri

sedang hamil, atau syarat tidak menyediakan tempat tinggal; atau mengkhulu‟

istri dengan kompensasi seribu sampai waktu yang tidak diketahui, dan lain

hal sebagainya, maka dalam seluruh ilustrasi ini si istri tertalak bain dengan

kompensasi sebesar marah mitsil.27

Perceraian di dalam Hukum Islam biasanya bisa terjadi disebabkan

oleh dua hal:

1. Istri atau suami yang mandul. Jika istri mandul, tentu rumah tangga

yang dijalani bersama suaminya menjadi terasa hambar, karena kehadiran

anak adalah menjadi perhiasan dalam keluarga. Tujuan utama dari pekawinan

26

Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syafi‟I Al-Muyassar (Jakarta: Almahaira 2010)

h.632 27

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhu Imam Asy-Syafi‟I Al-Muyassar, h. 647-648

Page 38: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

22

adalah memperoleh keturunan yang sholeh atau sholehah. Dengan

kemandulan yang terjadi diantara keduanya maka sudah jelas salah satu tujuan

dari perkawinan tidak dapat terwujud. Sebaliknya jika suami yang mandul,

maka seorang istri dapat mengujkan gugatan perceraian kepada pengadilan.28

2. Tidak dapat rukun dalam rumah tangga. Kerukunan merupukan suatu

unsur utama bagi pembinaan untuk rumah tangga yang bahagia dan damai.

Jika kerukunan dalam rumah tangga tidak dapat diwujudkan lagi maka akan

menimbulkan rasa kebencian dan rasa permusuhan di antara keduanya yang

menyebabkan rumah tangga mereka hancur.

Bagaimana jika talak dalam khulu‟ apakah talak telah jatuh dengan

adanya khulu‟ ataukah tidak jatuh sehingga suami menyebutkan lafazh talak

tersebut, baik dengan kata-kata maupun hanya dengan niat saja? Jika terjadi

khulu‟ yang lepas dari talak, baik secara lisan maupun niat, maka ada tiga

pendapat.

Pendapat yang sering dikemukanan di dalam kitab Imam Syafi‟i yang

baru, yaitu bahwa khulu‟ termasuk talak. Ini juga menjelaskan bahwa khulu‟

termasuk thalak sharih ini pendapat yang dikemukakan oleh jumhur ulama

dan Imam Syafi‟i dalam kitabnya Al-imla‟. Yang dijadikan hujjah oleh

jumhur ulama dalam hal ini bahwasannya lafadz khulu‟ itu hanya dimiliki

oleh suami saja, sehingga disebut dengan talak. Apabila khulu‟ dianggap

sebagai fasakh (batal), maka tidak akan boleh mengambil harta pemberian

selain mahar. Tetapi disini jumhur ulama membolehkan pengambilan harta

selain mahar, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Dengan demikian

hal itu menunjukan bahwasannya khulu‟ sesungguhya merupakan talak.29

Kemudian rukun-rukun khulu‟ menurut jumhur selain mazhab hanafi

ada lima, yaitu: orang yang menerima, orang yang menjawab, „iwad, barang

28 M. Quraish Shihab, Wawasan Qur‟an, Tafsir Maudhu‟I Atas Pelbagai Persoalan

Umat. (Bandung: Mizan 1996) h. 200 29

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidh, Fiqih wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

1998) h. 444

Page 39: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

23

yang di‟iwadhkan, dan ucapan. Orang yang menerima adalah orang yang

mesti membayar „iwad. Orang yang menjawab adalah suami atau walinya atau

wakilnya. Salah satu dari rukun khulu‟ adalah suami. Syarat yang harus

dipenuhi oleh suami adalah khulu‟ dapat sah bila dilakukan oleh setiap suami

yang sah melakukan talak. Yaitu orang baligh, berakal, dan atas keinginan

sendiri karena khulu‟ sama dengan talak. Suami merupakan rukum dari khulu‟

bukan syarat. Jadi, khulu‟ yang dilakukan oleh anak kecil, orang gila dan

orang yang dipaksa hukumnya tidak sah, seperti tidak sahnya talak mereka.30

„Iwad (ganti rugi) yaitu semua yang bisa dijadikan mahar dari harta

atau manfaat yang berdasarkan harta. Akan tetapi, tidak ada batasan batasan

minimal bagi „iwad khulu. Tidak mesti ada penyebutan secara terang-terangan

mengenai iwadh. Jika suami berkata, “Aku khulu‟ kamu”, atau dia berkata

kepada istri, khulu‟lah dariku” maka si istri berkata, “Aku khulu‟ kamu” dan

salah satu dari keduanya tidak menyebutkan „iwad, maka khulu‟nya sah dan

mesti diserahkan „iwad.

Ganti rugi dalam masalah khulu‟ ada beberapa persoalan yang

dikemukakan ulama dalam kaitannya dengan hukum menerima ganti rugi itu

sendiri.31

(1) Jika istri membenci suaminya karena pergaulannya yang tidak serasi,

maka suami boleh mengkhulu‟nya dan meminta ganti rugi. Akan tetapi,

menurut ulama Mazhab hanafi, suami tidak boleh mengambil ganti rugi

melebihi mahar yang telah diberikannya dengan alasan berdasarkan hadist

yang berkaitan dengan dengan kasus istri Qais. Tetapi menurut jumhur

ulama, suami boleh menerima ganti rugi melebihi mahar yang telah

diberikannya.

30

Wahbah Zuhaili, Al-fiqhu Asy-Syafi‟I Al-Muyassar, h.633 31

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve

1996) jilid 6 h.933

Page 40: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

24

(2) Jika suami yang membenci istrinya berkeinginan untuk mengkhulu‟

istrinya, maka ulama fikih sepakat mengatakan hukumnya makruh bagi

suami menuntut bagi rugi.

(3) Jika keretakan rumah tangga itu datangnya dari kedua belah pihak (suami

dan istri) sehingga akan berakibat hak-hak dan kewajiban diantara

keduanya terabaikan, maka khulu‟ dibolehkan dan suami boleh meminta

ganti rugi.

Mengenai pemberian dari istri yang ingin mengajukan khulu‟

terhadap suaminya, apakah boleh mengambil harta melebihi apa yang telah

diberikan suami kepada istrinya? Az-Zuhri mengatakan: “Tidak

diperbolehkan bagi suami mengambil harta melebihi apa yang telah diberikan

kepadanya.” Begitu pula dengan para hakim yang tidak memperbolehkan

seorang suami mengambil harta dari istrinya kecuali apa yang telah diberikan

kepadanya, ini pendapat yang dikemukakan oleh Al-Auza‟i.32

Ada pula yang berpendapat golongan yang memakruhkan hal tersebut.

Di antaranya adalah Al-Hakam bin „Uyainah, hammad bin Abi Sulaiman, dan

Amir Asy-Sya‟abi. Mereka mengatakan bahwa “dimakruhkan bagi suami

mengambil dari istrinya seluruh apa yang telah diberikan kepadanya.” Adapun

Abu Hanifah berpendapat: “Tidak diperbolehkan bagi seorang suami

mengambil tebusan dari istrinya melebihi dari apa yang telah diberikan. Jika

melakukan hal itu, maka hendaklah ia mensedekahkan kelebihan yang ia

ambil”.33

Mazhab Maliki dalam satu riwayat mazhab Hambali berpendapat,

“khulu‟ terjadi dengan tanpa „iwad”. Sedangkan pendapat yang rajah menurut

mazhab Hambali adalah, bahwa „iwad adalah rukun dari khulu‟. Jika suami

32

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidh, Fiqih wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

1998) h. 446 33

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidh, Fiqih wanita, h. 446

Page 41: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

25

mengkhulu‟ istrinya tanpa „iwad maka tidak jatuh khulu‟, kecuali jika khulu‟

diucapkan dengan lafal talak, maka jatuh talak raj‟i.

Selanjutnya adapun syarat-syarat khulu‟ sebagai berikut:34

a. Kerelaan dan persetujuan

Para ahli Fiqh sepakat bahwa khulu‟ dapat dilakukan berdasarkan

kerelaan dan persetujuan dari suami dan istri, asal kerelaan dan

persetujuan itu tidak akan berakibat kerugian bagi pihak lain. Firman

Allah Surah annisa ayat 19

ل لكم أن ترثوا النساء كرىا ول ت عضلوىن يا أي ها الذين آمنوا ل ينة وعاشروىن لتذىبوا بب عض ما آت يتموىن إل أن يأتني بفاحشة مب ي

را بالمعروف فإن كرىتموىن ف عسى أن تكرىوا شيئا ويعل اللو فيو خي كثريا

“Wahai orang-orang yang beriman tidak halal bagi kamu mewarisi

perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan

mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang

telah kamu berikan kepadanya., kecuali apabila mereka melakukan

perbuatan keji yang nyata. Dan bergaulah dengan merka menurut

cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka

bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal

Allah menjadikan kebaikan kepadanya”

Apabila sang suami tidak mengabulkan permintaan khulu‟ dari

istrinya, sedangkan sang istri merasa tetap dirugikan haknya sebagai

seorang istri, maka istri dapat mengajukan gugatan untuk bercerai ke

Pengadilan.

34

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan

Bintang 1987)h. 184-187

Page 42: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

26

b. Istri yang dapat dikhulu‟

Sepakat para ahli fiqh bahwa istri yang dapat dikhulu itu adalah istri

yang mukallaf dan telah terikat dengan akad nikah yang sah dengan

suaminya. Apabila istri yang tidak atau belum mukallaf, yang berhak

mengajukan permintaan khulu‟ kepada suaminya adalah walinya.

c. „Iwad

„Iwad (pengganti) merupakan ciri khas dari khulu‟. Selama „Iwad

belum diberikan oleh pihak istri kepada pihak suami, maka selama itu

pula tergantung perceraian. Setelah „iwad diserahkan kepada pihak

suamimaka barulah terjadi perceraian. Bentuk „iwad sama dengan

bentuk mahar. Benda apa saja yang dapat dijadikan mahar masa bisa

juga dapat dijadikan „iwad. Mengenai jumlahnya itu tergantung

persetujuan dari pihak-pihak suami dan istri. Ketentuan jumlahnyaini

tidak disebutkan secara spesifik dalam Al-Qur‟an dan hadist, hanya

saja disebutkan secara umum, Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah

229:

“Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan

oleh istri untuk menebus dirinya” (Q.S Al-Baqarah (2): 229)

d. Waktu menjatuhkan khulu‟

Para ahli fiqh sepakat bahwa khulu‟ dapat dijatuhkan pada

masa haid, pada masa nifas, pada masa suci yang belum dicampuri

atau yang telah dicampuri. Pendapat ini berdasarkan pengertian secara

umum yang terdapat disurat Al Baqarah ayat 229 yang tidak

menyebutkan waktu-waktu menjatuhkan khulu‟. Dan juga berdasarkan

bahwa lama masa iddah itu ditetapkan sedemikian rupa adalah

menjaga hak suami dan menjaga hak istri setelah terjadi perceraian.

Allah memerintahkan agar suami mentalak istrinya hendaklah

melakukan pada waktu atau keadaan yang dapat memperpendek masa

iddah istrinya. Bila istri meminta suami mengkhulu‟nya pada waktu

Page 43: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

27

yang menyebabkan masa iddahnya lebih lama, berarti istri telah

bersedia mempunyai masa iddah yang lebih lama, sekalipun hal yang

demikian merugikan dirinya.

Abdul Ghofur Anshori menjelaskan bahwa khulu‟ memiliki

beberapa unsur yang sekaligus menjadi rukun, serta karakteristik dari

khulu‟ tersebut:

a. Suami yang menceraikan istrinya dengan tebusan.35

Suami hendaklah seseorang yang ucapannya telah diperhitungkan

secara syara‟, yaitu baligh dan tidak bertindak atas kehendaknya

sendiri secara sengaja. Dengan kata lain, suami dalam keadaan gila

atau dibawah pengampuan tidak sah melakukan khulu‟

b. Istri yang meminta cerai dari suaminya dengan tebusan.

Untuk keperluan pengajuan khulu ini ia harus menyerahkan harta.

syarat ini ia harus seseorang yang telah baligh, berakal sehat dan cakap

bertidak atas harta. Kalau syarat ini tidakdipenuhi, maka yang

melakukan khulu‟ adalah walinya, sedangkan iwadh dibebankan

kepada hartanya sendiri, kecuali keinginan itu datang dari walinya.

Maka khulu‟ dapat dilakukanatas kehendak pihak ketiga dengan

persetujuan istri. Pembayaran iwadhnya pun ditanggung oleh pihak

ketiga tersebut.

c. Uang Tebusan atau „iwad

Mayoritas ulama menempatkan iwadh sebagai rukun yang tidak boleh

ditinggalkan untuk kebsahan khulu‟.

35

Muhammad Syaifudin, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum

Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika 2014) h. 134-135

Page 44: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

28

d. Sighat atau ucapan Khulu‟

Menurut para ulama ucapan khulu‟ terdiri dari dua macam, yaitu

menggunakan lafaz yang jelas dan terang (sharih) dan menggunakan

lafaz kinayah yang harus disertai dengan niat.

e. Alasan untuk terjadinya khulu‟

Alasan utama untuk terjadinya khulu‟ adalah adanya kekhawatiran istri

tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai istri yang menyebabkan

tidak dapat menegakkan hukum Allah.

Dalam Undang-Undang ada berbagai dampak khulu‟. Undang-Undang

Negara Syiria mengadopsi mazhab Abu Hanifah mengenai bahwa khulu‟

membuat hilang berbagai hak masing-masing suami dan istri yang mereka

penuhi, berupa mahar, dan nafkah suami istri.Meskipun pasangan suami dan

istri ini tidak bersepakat mengenai iwadh. Hal itu tertuang dalam kedua pasal

berikut ini:36

Pada pasal 89: jika khulu‟ terjadi berdasarkan harta yang selain mahar,

maka mesti dibayar. Dan bebas tanggungan dua orang yang saling melakukan

khulu‟ yang terdiri dari hak mahar dan nafkah suami-istri.

Selanjutnya pada pasal 99:jika pasangan suami istri yang melakukan

khulu‟ tidak menyebut iwadh pada saat terjadinya khulu‟, maka masing-

masing dari keduanya bebas dari pemenuhan hak yang lain, yang berupa

mahar dan nafkah suami-istri. Khulu‟ kemudian menyebabkan munculnya

berbagai macam dampak yang berikut ini:37

1. Jatuh talak bâ‟in akibat khulu‟, meskipun dengan tanpa iwadh ataupun

niat, menurut mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i dalam pendapatnya yang

rajah, dan Ahmad dalam satu riwayat darinya. Berdasarkan firman

Allah SWT:

36

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhu Al-Islami wa Adilatuhu, jilid 9 h.7039 37

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhu Al-Islam wa adilatuhu, jilid ke 9 h. 7035

Page 45: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

29

“Tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh

istri untuk menebus dirinya.” (Q.S Al-Baqarah (2): 229)

2. Khulu‟ tidak bergantung kepada keputusan qadhi, sebagaimana halnya

semua talak yang dilakukan suami. Khulu‟ menjadi batal akibat syarat

yang rusak

3. Istri diwajibkan untuk menepati pengganti khulu‟ yang telah

disepakati.

4. Semua hak dan hutang salah satu pasangan suami yang berada pada

tangggungan salah satu dari pasangan ini dan yang bergantung dengan

perkawinan yang membuat khulu‟ jatuh, seperti mahar dan nafkah

yang telah lalu dan yang beku menjadi hilang akibat khulu‟ menurut

mazhab Hanafi karena tujuan dari khulu‟ adalah memutuskan

pertikaian dan perselisihan di antara suami-istri ini menurut pendapat

imam Abu Hanifah.

5. Apakah khulu‟ menyebabkan terjadinya talak? Menurut pendapat

mazhab Imam Abu Hanifah khulu‟ menjadi penyebab terjadinya talak

secara langsung. Sedangkan menurut jumhur tidak menyebabkan

terjadinya talak. Sedangkan imam malik, imam Syafi‟I imam Ahmad

sama, tidak menyebabkan datangnya talak kecuali apabila ucapannya

secara langsung.

6. Para ulama tidak menjadikan khulu‟ sebagai rujuk di waktu iddah.

Pada intinya tidak ada nash al-Qur‟an dan ijma‟ ulama yang

menetapkan bahwa tidak ada rujuk dalam khulu‟. Jumhur ulama juga

berpendapat termasuk imam mazhab empat, bahwa suami tidak boleh rujuk

kepada istri karena harta sudah dikeluarkan oleh istri dalam proses perceraian,

meskipun jika suami mengembalikan uang (yang diambil dari istri) kepada

Page 46: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

30

istrinya dan diterima, tidak boleh rujuk karena istri cerai dengan suaminya

dengan khulu‟ yang sama.38

Suami boleh menikahinya lagi dan membuat akad baru dengan catatan

harus ridha dan kemauan dari sang istri. Seorang istri mengajukan khulu‟

karena ada sebab yang mendorong kearah itu, seperti suami tidak dapat

memenuhi hak istrinya, kemudian takut karena tidak mampu menjalankan

perintah Allah Subhanahu wa Ta‟ala yang diwajibkan atas keduanya.

Akibat perceraian karena cerai gugat diatur dalam pasal 156 Kompilasi

Hukum Islam dinyatakan39

;

a) anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,

kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan

oleh;

1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;

2. ayah

3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah;

b) anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah

dari ayah atau ibunya;

c) apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan

jasamani dan rohani anak, meskipun biayanafkah dan hadhanah telah

dicukupi,maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat

memindahkan hak hadhanah kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah

pula;

38

Zaitunah Subhan, Al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaran Gender dalam

Penafsiran, (Jakarta, Kencana 2015) h. 214 39

Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, h.43

Page 47: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

31

d) semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut

kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak dewasa dan dapat

mengurus dirinya sendiri (21 tahun)

e) bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan

Agama memberikan putusannya.

f) pengadilan dapat pula dengan memngingat kemampuan ayahnya menetapkan

jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan.

Adapun selanjutnya yang menyebakan terjadinya khulu‟ menurut

ulama fikih diantaranya, munculnya sikap suami yang meremehkan istri

dengan enggan melayani istri sehingga menimbulkan pertengkaran. Dalam

keadaan seperti itu Islam memberikan jalan keluar bagi rumah tangga tersebut

dengan menempuh jalan khulu‟. Inilah yang dimaksud oleh Firman Allah

SWT dalam firman-Nya pada surah an-Nisa (4) ayat 128 yang artinya “Dan

jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tak acuh dari suaminya,

maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-

benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)….”perdamaian yang

dimaksud disini ialah mereka dapat mengakhiri hubungan suami istri melalui

perceraian atas permintaan dari istri dengan kesediannya membayar ganti rugi

atau mengembalikan mahar yang telah diberikan ketika akad berlangsung.40

B. Cerai Gugat Dalam Perspektif Hukum Keluarga Di Indonesia

Putusnya perkawinan adalah suatu ikatan perkawinan antara seorang

pria dengan seorang wanita sudah putus. Didalam Undang-Undang

Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 38 menjelaskan bahwa perkawinan dapat

diputus dengan tiga hal: karena kematian, perceraian, dan keputusan

40

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve

1996)h.933

Page 48: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

32

pengadilan41

. Didalam KHI juga mengikuti alur dari Undang-Undang

Perkawinan, walaupun pasal-pasal yang digunakan lebih menunjukan aturan-

aturan yang lebih rinci. KHI memuat masalah putusnya perkawinan pada Bab

XVI. Pasal 113 dinyatakan: Perkawinan dapat diputus karena: kematian,

perceraian, dan atas putusan Pengadilan.42

Kata “cerai” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: v (kata

kerja, 1. pisah; 2. putus hubungan sebagai suami istri; talak. Kemudian kata

perceraian mengandung arti; n (kata benda), 1. perpisahan; 2. perihal bercerai

(antara suami istri; perpecahan. Adapun kata “bercerai” berart: v (kata kerja),

1. tidak bercampur (berhubungan, bersatu,dsb) lagi; 2. berhenti berlaki bini

(suami istri).43

Kemudian dalam hal ini keputusan untuk bercerai tidak mutlak

ditangan suami, istripun dapat mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan

apabila si istri sudah tidak tahan lagi dengan keadaan si suami. Putusnya

perkawinan karena perceraian ada dua istilah, yaitu: a.cerai gugat (khulu‟) dan

b.cerai talak.

Selanjutnya berkenaan dengan cerai gugat, Undang-Undang N0.7

Tahun 1989 Pasal 73 (1) menyebutkan bahwa perceraian dapat diajukan oleh

istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja

meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat. Sedangkan,

dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 132 (1) bahwa gugatan perceraian yang

diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama yang daerah

41

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam diIndonesia, (Jakarta, Sinar Grafika

2012)h.73 42

Ammir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigin, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

(Jakarta, Prenada Media 2004) h.220 43

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta, Balai Pustaka 1997)h. 185

Page 49: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

33

hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan

tempat kediaman bersama tanpa seizin suami.44

Kompilasi Hukum Islam membedakan cerai gugat dengan khulu‟.

Namun demikian, ia mempunyai kesamaan dan perbedaan di antara keduanya.

Persamaannya adalah keinginan untuk bercerai datangnya dari pihak istri.

Adapun perbedaaannya, yaitu cerai gugat tidak selamanya membayar uang

iwad (uang tebusan), sedangkan khulu‟ uang iwad (uang tebusan) menjadi

dasar akan terjadinya khulu‟ atau perceraian.45

Suatu gugatan perceraian dapat diakui Negara dan akan memiliki

kekuatan hukum legal formal apabila dilakukan di Pengadilan Agama dan

diputuskan oleh majelis hakim, ini sesuai dengan pasal 1 bab 1 ketentuan

umum Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Pengajuan gugatan perceraian dalam Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989

jo. UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009 diajukan oleh istri

sebagai penggugat atau kuasanya kepada Pengadilan Agama yang daerah

hukumnya meliputi tempat kediaman istri sebagai penggugat, kecuali jika istri

sebagai penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama

tanpa izin suami sebagai tergugat. Dalam hal ini, istri sebagai penggugat

bertempat kediaman di luar Negara, maka gugatan perceraian diajukan kepada

Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman suami

sebagai tergugat. Jika istri dan suami bertempat kediaman diluar Negara,

maka gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah

hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada

44

Abdul Manan dan Muhammad Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang

Peradilan Agama, (Jakarta, Raja Grafindo Persada 2002)h.51-52 45

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,h. 85

Page 50: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

34

Pengadilan Agama Jakarta Pusat.46

Prosesnya pula diatur dalam Pasal 148

Kompilasi Hukum Islam47

.

Pasal 148 KHI:

1) Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khulu‟

menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang

mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan atau alasan-alasannya.

2) Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil istri

dan suaminya untuk didengar keterangannya masing-masing

3) Dalam persidangan tersebut, Pengadilan Agama memberi penjelasan

tentang akibat khulu‟ dan memberi nasihat-nasihatnya.

4) Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnyaiwad atau tebusan,

maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi

suami mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama.

terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan

kasasi.

5) Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam

pasal 131ayat (5).

6) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau

„iwad. Pengadilan Agama memeriksa dan memutus sebagai perkara

biasa.

Uraian cerai gugat dan khulu‟ di atas, tampak ada perbedaannya.

Namun, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 UUPA dan Peraturan

Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tidak membedakan di antara keduanya

sehingga tidak membicarkannya.

Pada pasal 161 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa

“perceraian dengan jalan khulu‟ mengurangi jumlah talak dan tak dapat

46

Muhammad Syaifudin, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum

Perceraian, h. 255 47

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,h. 85

Page 51: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

35

rujuk”. Menurut Ibnu Rusyd, khulu‟ itu khusus bagi pemberian istri untuk

semua yang telah diberikan suami kepadanya. Jadi, akibat hukum khulu‟ sama

dengan akibat talak tiga. Menurut mayoritas jumhur ulama, termasuk Imam

empat, suami mengkhulu istrinya, maka istrinya itu bebas dan semua

urusannya terserah kepadanya, dan tidak boleh lagi bagi suami suami rujuk

kepadanya, karena pihak istri telah memberikan hartanya dengan

membebaskan dirinya dari perkawinan48

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat 2 menjelaskan

bahwa untuk melakukan perceraian harus ada alasan yang cukup, bahwa

antara suami istri itu tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri. Kompilasi

hukum Islam juga menyebutkan pada pasal 116 menjelaskan bahwa

perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan49

. Alasan-Alasan

yang dapat dijadikan oleh seorang istri untuk mengajukan gugatan perceraian

sama dengan alasan yang digunakan dalam perceraian karena talak.

Beberapa kesimpulan dari rumusan perundang-undangan di atas

adalah: Pertama, perceraian dengan talak atau cerai gugat mungkin terjadi

harus dengan alasan atau alasan-alasan, bahwa suami istri tidak akan dapat

hidup rukun sebagai suami istri dalam satu rumah tangga. Dengan demikian,

perceraian dipandang sebagai jalan terbaik bagi para pasangan. Pihak yang

menentukan talak sebagai jalan terbaik adalah pihak ketiga, yaitu pengadilan.

Kedua, dari sekian banyak terjadinya perceraian, semua mempunyai prinsip

proses penyelesaian yang sama yaitu (1) pihak yang memutuskan perceraian

adalah pengadilan, (2) langkah-langkah yang harus ditempuh adalah

mengajukan permohonan atau gugatan dari salah satu pihak, pemanggilan

untuk diperiksa oleh pengadilan, dan putusan oleh pengadilan. Ketiga,

terjadinya perceraian baik karena talak atau cerai gugat, terhitung sejak

48

Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta, Citra

Grafika Desain 2007)h. 43 49

Abdul Manan dan Muhammad Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang

Peradilan Agama, h. 52-53

Page 52: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

36

putusan Pengadilan Agama, putusan perkawinan hanya dibuktikan dengan

surat cerai.50

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menjelaskan tentang

sebab putusnya perkawinan yang sudah disebutkan diatas. Selain rumusan

hukum dalam Undang-Undang Nomor 1 tentang perkawinan, pasal 113

sampai 162 Kompilasi Hukum Islam merumuskan garis hukum yang lebih

rinci mengenai sebab terjadinya perceraian, tata caranya, dan akibat

hukumnya. Alasan terjadinya perceraian berdasarkan pasal 19 PP Nomor 9

Tahun 1975 jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, sudah mengakomodir

keperluan laki-laki atau perempuan (suami-istri) yang artinya sudah

berperspektif gender. Adapun alasan-alasan cerai gugat:51

a. Cerai gugat dengan alasan suami berbuat zina, atau menjadi pemabuk,

pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang susah disembuhkan diatur

dalam PP No. 19/1975 Pasal 19 (a). Di dalam Kompilasi Hukum Islam

juga disebutkan dalam Pasal 116 (a)

b. Cerai gugat dengan alasan suami meninggalkan istri selama dua tahun

diatur dalam PP No. 9/1975 Pasal 19 (b)

c. Cerai gugat dengan alasan suami mendapat hukuman penjara 5 (lima)

tahun diatur dalam PP No. 9/1975 Pasal 19 (c). Dalam Kompilasi

Hukum Islam diatur dalam Pasal 116 (c).

d. Cerai gugat dengan alasan suami melakukan kekejaman atau

penganiayaan diatur dalam PP No. 9/1975 Pasal 19 (a). Dalam

Kompilasi hukumIslam diatur pada Pasal 116 (a).

50

Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

h.233-234 51

Abdul Manan dan Muhammad Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang

Peradilan Agama, h. 53-60

Page 53: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

37

e. Cerai gugat dengan alasan suami mendapat cacat badan atau penyakit

diatur dalam PP No. 9/1975 Pasal 19 (c). Dalam Kompilasi Hukum

Islam diatur pada Pasal 116 (c).

f. Cerai gugat dengan alasan antara suami istri terjadi perselisihan terus

menerus diatur pada PP No. 9/1975 Pasal 19 (f). Dalam Kompilasi

Hukum Islam terdapat pada Pasal 116 (f).

g. Cerai gugat dengan alasan suami melakukan pelanggaran sighat taklik

talak diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 116 (g).

h. Cerai gugat dengan alasan suami murtad terdapat pada Kompilasi

Hukum Islam Pasal 116 (h).

i. Cerai gugat dengan alasan suami melalaikan kewajibannya terdapat

pada UU No. 1/1974 pasal 34 dan diatur dalam Kompilasi Hukum

Islam pasal 77.

j. Cerai gugat dengan alasan syiqaq diatur dalam UU No. 7/1989 pasal

76.

k. Cerai gugat dengan alasan khulu‟ dan acaranya diatur dalam

Kompilasi Hukum Islam Pasal 148

Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam Instruksi Presiden RI Nomor 1

tahun 1991 ada dua tambahan sebab terjadinya perceraian dibanding dengan

pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 yaitu dengan penambahan taklik talak dan

murtad penambahan ini sangat penting karena di peraturan sebelumnya tidak

ada yang mengatur tentang hal ini.52

Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan satu di antara kedua

belah pihak mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan

perceraian sebagai bukti, istri sebagai penggugat menurut UU No. 3 Tahun

52

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia

(studi kritis perkembangan hukum islam dari fikih UU No 1/1974 sampai KHI), (Jakarta:

Kencana 2006), Cet Ke3, h.206

Page 54: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

38

2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009 cukup menyampaikan salinan putusan

Pengadilan Negeri yang berwenang yang memutuskan perkara tersebut

disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah memperoleh

kekuatan hukum yang tetap.53

Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan istri

sebagai penggugat, Pengadilan Agama berdasarkan Pasal 78 UU No. 7 Tahun

1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009, dapat menentukan

nafkah yang ditanggung suami, atau menentukan hal-hal yang perlu untuk

menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak, atau menentukan hal-hal yang

perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak

bersama suami dan istri atau barang-barang yang menjadi hak bersama suami

dan istri atau barang-barang yang menjadi hak istri.54

Gugatan perceraian dapat gugur demi hukum apabila suami sebagai

tergugat dan istri sebagai penggugat meninggal dunia sebelum adanya putusan

Pengadilan Agama ini berdasarkan Pasal 79 UU No. ( Tahun 1989 jo. UU No.

3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009.55

Adapun hikmah dari adanya cerai gugat adalah telah memberikan

kemaslahatan kepada manusia yang telah menempuh hidup dalam berumah

tangga dimana dalam masa perkawinan tersebutu diantara keduanya

ditemukan hal-hal yang tidak memungkinkan sepasang suami istri tersebut

untuk mencapau tujuan perkawinan. Hikmah yang lainnya adalah nampaknya

sebuah keadalian Allah sehubungan dengan hubungan antara suami istri. Bila

sang suami berhak melepaskan dirinya dengan istrinya dengan menggunakan

cara mentalaknya, maka istri juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama

dapat bercerai dari suaminya dengan menggunakan jalan khulu‟. Jadi,

53

Muhammad Syaifudin, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum

Perceraian, h. 255 54

Muhammad Syaifudin, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum

Perceraian, h. 256 55

Muhammad Syaifudin, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum

Perceraian, h. 257

Page 55: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

39

sudahlah jelas bahwasannya dengan adanya khulu‟ pihak dari istri bisa

menggunakan haknya dengan sebaik-baiknya dan dengan tentu menggunakan

alasan-alasan yang dibenarkan.56

Pada dasarnya perkawinan dilakukan untuk seumur hidup akan tetapi,

jika perkawinan itu tetap dilanjutkan akan banyak kemudhorotan yang

didapatnya maka dalam keadaan hal-hal tertentu percerain adalah jalan keluar

terbaik.

56

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 234

Page 56: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

40

BAB III

CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA DI PENGADILAN AGAMA

TANGERANG

A. Peristiwa Hukum Terkait Putusan Cerai Gugat Karena Suami Terpidana

Di Pengadilan Agama Tangerang

Peristiwa hukum/duduk perkara atau disebut juga dengan posita dalam

surat gugatan sangat penting eksistensinya, dimana setiap gugatan memuat posita.

Pada hakikatnya posita atau fundamentum petendi yaitu menguraikan kejadian-

kejadian atau peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi pada perkara tersebut.

Biasanya, dalam praktik baik dalam putusan atau surat gugatan lebih dikenal

dengan duduk perkara dimana hal itu adalah menjadi suatu dasar gugatan atau

dengan menguraikan secara kronologis duduk perkaranya yang kemudian

dilanjutkan dengan penguraian tentang hukumnya, tidak berarti harus

menyebutkan peraturan-peraturan hukum yang dijadikan dasar tuntutan,

melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan dalam persidangan

nanti sebagai dasar tuntutannya.57

Berikut penulis akan memaparkan peristiwa hukum yang terjadi pada

perkara tersebut. Dalam dokumen Pengadilan Agama Tangerang telah memeriksa

dan mengadili putusan Perkara dengan Nomor 999/Pdt.G/2016/PA.Tng dalam

persidangannya Majelis hakim menjatuhkan putusan perkara yang diajukan oleh

Penggugat dengan usia 25 tahun, pekerjaan Selanjutnya, Tergugat yang berumur

26 tahun beragama Islam, keduanya bertempat tinggal di Kota Tangerang.

57 Zara Putri Aulia, Putusan Karena Suami Mafqud (Studi Putusan Nomor 314/Pdt.

G/2016/PA.Cbn dan Putusan Nomor 02/Pdt.G/2016/PA/GM, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas syariah dan Hukum, 2017

Page 57: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

41

Pengadilan Agama Tangerang telah mempelajari surat-surat dalam berkas

perkara tersebut, mendengar pula keterangan dari Penggugat, dan juga telah

memeriksa alat bukti surat-surat serta saksi-saksi yang ada.

Pada tanggal 24 Mei 2016 penggugat yang mengajukan gugatan cerainya

terhadap Tergugat telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama

Tangerang. Pada Tanggal tersebut pula Penggugat dengan mengemukakan

berbagai alasan dan dalil-dalil yang akan memperkuat gugatannya.

Penggugat lalu mengemukakan berbagai alasan serta dalil-dalilnya untuk

memperkuat gugatannya dan memberikan keterangan bahwa Penggugat

merupakan istri yang sah dari Tergugat dan mereka telah melangsungkan

pernikahannya pada tanggal 08 Agustus 2009, sebagaimana yang tercatat dalam

Kutipan Akta Nikah Nomor: 503/18/VIII/2009.

Setelah menikah Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 1 (satu) orang

anak perempuan. Awalnya rumah tangga yang dijalani oleh keduanya berjalan

dengan rukun dan cukup harmonis selama kurang lenih dua tahun, namun dirasa

oleh Penggugat kurang lebih sejak akhir tahun 2011, rumah tangganya mulai

terasa goyah sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sulit dirukunkan

kembali sehingga terjadi kekerasan fisik. Perselisihan tersebut mencapai

puncaknya kurang lebih terjadi pada akhir bulan Oktober 2012.

Perselisihan dan pertengkaran yang terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai

berikut: a. Tergugat dalam memberikan nafkah lahir kepada Penggugat hanya

sekedarnya, saja tidak peduli terhadap keluarganya; b. Tergugat pernah

mengucapkan kata “cerai” kepada Penggugat sehingga membuat Penggugat

merasa sakit hati atas apa yang diucapkannya; c. Tergugat juga sering melakukan

kekerasan terhadap Penggugat seperti menampar wajah dan lain-lain; d. Tergugat

diketahui langsung oleh Penggugat suka menggunakan narkoba jenis shabu-

shabu; e. Komunikasi antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak terbina dengan

baik, karena antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak serumah sejak 4 tahun

yang lalu karena Tergugat dipenjara akibat mengkonsumsi obat-obatan terlarang

Page 58: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

42

sehingga diantara keduanya sudah tidak ada hubungan layaknya suami istri lagi,

sehingga sering timbul perselisihan dan percekcolan walaupun karna hal sepele.

Tujuan dari terbentuknya rumah tangga adalah menjadi rumah tangga yang

baik dan harmonis, tetapi itu tidak bisa dirasakan lagi oleh Penggugat sehingga

tujuan dari perkawinan untuk membentuk suatu rumah tangga yang sakinah

mawaddah dan rahmah tidak mungkin bisa tercapai sebagaimana yang disebutkan

pula didalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

Selanjutnya, pada hari dan tanggal persidangan yang telah ditetapkan,

Penggugat dan Tergugat dipanggil untuk menghadap di persidangan, atas

panggilan tersebut hanya Penggugat yang hadir di persidangan, sedangkan

Tergugat tidak pernah hadir dan tidak pula mengutus orang lain untuk hadir di

persidangannya, meskipun telah dipanggil secara patut, sesuai relas panggilan

tanggal 7 Juni 2016 dan tanggal 21 Juni 2016 dan ketidak hadiran Tergugat

tersebut tidak disebabkan oleh suatu alasan yang sah.

Berdasarkan PERMA RI No.1 Tahun 2016 setiap perkara perdata terlebih

dahulu diupayakan mediasi. Akan tetapi Tergugat tidak pernah hadir di

persidangan, maka perkara ini tidak dapat dilakukan mediasi. Majelis hakim telah

berusaha memberikan nasihat dan saran kepada Penggugat agar bersabar guna

mempertahankan rumah tangganya dan berbaikan kembali dengan Tergugat akan

tetapi Penggugat menolak dan tetap ingin bercerai.

Bahwa, karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka tidak

dapat didengar jawaban maupun bantahannya, akan tetapi karena perkara a quo

mengenai perceraian bersifat lex spesialis, maka kepada Penggugat tetap

dibebankan untuk membuktikan dalil-dalilnya. Untuk meneguhkan dalil-dalil

gugatannya Penggugat juga menghadirkan 2 (dua) orang saksi. Saksi pertama

berumur 23 tahun, pekerjaan Wiraswasta, tempat tinggal di Kota Tangerang, di

bawah sumpahnya saksi memberikan keterangan pokoknya sebagai berikut: a.

saksi adalah sebagai tetangga Tergugat dan Penggugat; b. bahwa, saksi

mengetahui juga Penggugat dan Tergugat rumah tangganya sudah tidak rukun

Page 59: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

43

lagi sejak 5 tahun terakhir, Tergugat juga tidak peduli dengan Penggugat dan

Penggugat mengkonsumsi narkoba; c. Penggugat dan Tergugat juga sudah pisah

rumah sejak 4 tahun yang lalu karena Tergugat di penjara.

Saksi kedua berumur 48 tahun Pekerjaan Ibu Rumah Tangga dan mengaku

sebagai ibu kandung Penggugat. Dalam sumpahnya saksi memberikan keterangan

yang sama mengenai Penggugat dan Tergugat. Bahwa, penggugat dan Tergugat

sering berselisih dan sering terjadi pertengkaran disebabkan oleh masalah

ekonomi, Tergugat tidak memberi nafkah, Tergugat kalau marah sering sekali

berkata “cerai” dan Tergugat adalah pengguna narkoba hingga dipenjara. Saksi

kedua juga membenarkan bahwa, Penggugat dan Tergugat sudah pisah rumah

sejak 4 tahun yang lalu dan Tergugat di penjara.

Setelah pembuktian tersebut, Penggugat menyatakan sangat yakin sudah

tidak ada harapan lagi untuk meneruskan rumah tangganya dengan Tergugat dan

Penggugat tidak akan mengajukan bukti-bukti apapun lagi, dan menyampaikan

kesimpulan pada pokoknya tetap dengan dalil gugatannya dan memohon untuk

putusannya.

B. Pertimbangan Hakim Terkait Putusan Nomor 999/Pdt.G/2016/PA.Tng

Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat

Negara yang berwenang untuk itu, di ucapkan didalam persidangan dimana

bertujuan untuk megakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa yang

diajukan oleh para pihak.58

Maka dari itu, pertimbangan hakim harus mengacu

kepada dalil-dalil yang dijadikan alasan oleh pihak yang mengajukan perkara.

Disini hakim ditekankan untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada

pihak yang mengajukan perkara tersebut. Oleh karena itu, hakim mempelajari

suatu perkara tersebut dengan baik berdasarkan peristiwa hukum yang ada serta

fakta-fakta yang diajukan memang benar-benar terjadi.

58 Elfrida R Gultom, Hukum Acara perdata, (Jakarta: Literata 2010) h. 111

Page 60: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

44

Pelaksanaan tugas peradilan seorang hakim tidak dapat dipengaruhi oleh

apapun dan tidak bisa diintimidasi oleh kekukuasaan siapapun. Bahkan jabatan

sebagai ketua Pengadilan pun tidak berhak untuk ikut campur dalam soal

peradilan yang diputus oleh majelis hakim. Hakim lah yang akan

mempertanggung jawabkan atas dirinya sendiri dihadapan Tuhan Yang Maha Esa

atas segala sesuatu yang diputuskan olehnya.

Keputusan Peradilan Agama disebutkan dengan berbentuk penetapan yang

ditegaskan dalam penjelasan pasal 60. Dimana dalam penjelasan ini disebutkan

bahwa penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara “permohonan.

Penetapan tersebut juga dapat diartikan sebagai pernyataan hakim yang

dituangakan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim dalam

sidang terbuka untuk umum.59

Setiap perkara putusan pengadilan yang tertuang dalam bentuk tertulis

maka harus di tanda tangani oleh hakim ketua sidang dan hakim anggota yang

ikut serta dalam memeriksa dan memutuskan perkara tersebut serta panitra yang

ikut bersanding. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan di

sidang pengadilan yang dibuka untuk umum untuk menyelesaikan atau

mengakhiri perkara.60

Mengenai bentuk dan isi putusan hakim telah diatur dalam pasal 183 dan

184 HIR/pasal 194 dan pasal 195 RBg. Putusan Hakim harus dibuat dengan

tertulis serta kemudian ditanda tangani sebagai suatu dokumen yang resmi. Suatu

putusan haim harus terdiri dari empat bagian:61

a. Kepala putusan.

b. Identitas para pihak.

59

A. Mukri Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar 2000) edisi revisi, h. 251 60

Elfrida R Gultom, Hukum Acara Perdata, h.111 61

A. Mukri Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, h. 262

Page 61: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

45

c. Pertimbangan (konsideran) yang memuat tentang duduk perkara dan harus ada

pertimbangan hukum.

d. Amar dan dictum putusan.

Acuan utama dalam membuat pertimbangan hukum adalah apa yang terjadi

dalam proses persidangan serta ketentuan hukum yang berlaku dilingkungan

peradilan. Putusan-putusan hakim pada dasarnya tidak boleh melewati apa yang

dimohon atau digugat oleh penggugat.

Pertimbangan hakim untuk mengabulkan perkara berdasarkan penetapan

putusan Nomor 999/Pdt.G/2016/PA.Tng karena setelah dilakukan mediasi oleh

mediator keduanya tetap pada pendiriannya untuk bercerai. Menurut Pasal 4

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang mediasi, setiap perkara harus diupayakan

melalui mediasi terlebih dahulu, tetapi Tergugat tidak pernah hadir dalam

persidangan, majelis hakim sudah berupaya untuk mendamaikan kedua belah

pihak antara Penggugat dan Tergugat namun usaha tersebut tidak berhasil. Dengan

demikian, telah terpenuhi ketentuan pasal 82 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang

No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan

Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo

pasal 31 ayat (1 dan 2) Perutaran Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

Selain itu, banyak dalil yang diajukan oleh Penggugat untuk memohon

putusan, bermula bahwa sejak akhir tahun 2011 diantara keduanya sering terjadi

perselisihan dan pertengkaran yang sudah sulit untuk dirukunkan kembali,

suaminya adalah pengguna narkoba yang kemudian dipenjara hal ini

menyebabkan dampak yang berkelanjutan seperti terjadinya masalah ekonomi,

nafkah yang seharusnya menjadi tanggungan Tergugat kepada Penggugat sudah

tidak bisa diberikan lagi. Pada penjelasan pasal 39 ayat 2 huruf f UU 1/1974 yang

kelak dijabarkan pula dalam pasal 116, huruf f Kompilasi Hukum Islam memuat

salah satu alasan perceraian “antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan

dan pertengkaran.

Page 62: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

46

Majelis hakim melihat secara psikologis ikatan bathin dan hati antara

Penggugat dan Tergugat telah hancur, dan sudah tidak memiliki satu tujuan dalam

mengarungi kehidupan berumah tangga tidak hanya itu tujuan dari perkawinan

yang membentuk untuk menjadikan suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah

dan rahmah sudah tidak bisa tercapai lagi yang dimana berarti antara keduanya

sudah gagal dalam membina rumah tangga secara baik. Terpisahnya antara

Penggugat dan Tergugat sejak 4 tahun hingga sekarang juga menjadi

pertimbangan fakta yang hakim lihat. Dimana setelah berpisah komunikasi antara

Penggugat dan Tergugat sudah tidak terjalin dengan baik bahkan antara hak dan

kewajiban sebagai seorang suami dan istri telah keduanya tinggalkan. Ini

mengacu dalam pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan yaitu “suami dan istri wajib saling mencintai, menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir bathin satu sama lain”. Kewajiban seorang suami juga

diatur dalam pasal 34 ayat 1 yaitu “ suami wajib melindungi istrinya dan

memberikan segala sesuatu keperluan kehidupan berumah tangga sesuai dengan

kemampuannya”. Sedangkan kewajiban seorang istri sudah diatur dalam pasal 34

ayat 2 “istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya” jo

pasal 77 ayat 1dan 2 pasal 80 ayat 1 dan 2 Kompilasi Hukum Islam.

Menimbang bahwa dengan jelasnya pokok gugatan yang penggugat ajukan

serta ditemukannya dasar hukum tentang gugatan tersebut yang kemudian juga

majelis hakim telah memberikan pokok-pokok pemikirsn kepada penggugat agar

mengurungkan niatnya agar penggugat berpikir ulang tetapi ternyarta penggugat

tetap pada pendiriannya. Setelah itu majelis hakim berpendapat bahwa diantara

keduanya sudah tidak dapat didamaikan kembali.

Kita ketahui juga bahwa tujuan dari perkawinan adalah untuk mewujudkan

rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah apabila terjadi perselisihan

yang terus menerus, maka didalam kehidupan berumah tangga sudah tidak dapat

tercipta lagi suasana yang aman, tentram, dan sejahtera. Oleh karena itu majelis

hakim berpendapat diantara keduanya berperkara dapat menentukan jalan

Page 63: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

47

hidupnya masing-masing dengan tidak melanggar norma-norma agama, maka

perceraian menjadi jalan alternative untuk menyelesaikan sengketa yang terdapat

diantara penggugat dan tergugat.

Berdasarkan fakta sebagai pertimbangan hakim adalah dengan

dibuktikannya atau didatangkannya saksi-saksi yang memberikan keterangan

dengan sebenar-benarnya sesuai dalil yang dijadikan alasan Penggugat untuk

mengajukan gugatan tersebut. Majelis hakim berpendapat pula gugatan cerai

Penggugat dengan menunjukan alasan-alasan sebagaimana di atas, maka sangat

beralasan hukum dan telah sejalan dengan alasan perceraian sebagaimana termuat

dalam pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f)

huruf (a) dan huruf (b) PP Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 huruf (f), huruf (a)

dan huruf (b) KHI, berdasarkan gugatan Penggugat tersebut maka dapat

dikabulkan.

Setelah melalui proses peradilan, maka majelis Hakim yang berada

dibawah naungan Pengadilan Agama Tangerang memutuskan jatuh talak satu

bâ‟in sughra.

Page 64: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

48

BAB IV

PUTUSAN HAKIM TENTANG CERAI GUGAT KARENA SUAMI

TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH

A. Pandangan Fiqih Terkait Putusan Cerai Gugat Karena Suami Terpidana

Setelah menguraikan putusan perkara dengan Nomor

999/Pdt.G/2016/PA.Tng penulis melihat adanya beberapa faktor penyebab

yang menjadi alasan kenapa istri tersebut menggugat cerai suaminya ke

Pengadilan Agama Tangerang.

Cerai gugat karena suami terpidana tidak dibahas secara rinci menurut

pandangan fiqih tetapi itu menjadi salah satu alasan seorang istri dapat

mengajukan gugatan cerainya ke Pengadilan Agama.

Berawal dari suami dipenjara akibat obat-obatan terlarang yang

dikonsumsinya, istri merasa hak yang seharusnya diterimanya dari sang suami

tidak bisa didapatkan kembali. Suami yang dipenjara mebuat keduanya

berpisah jarak kemudian hal itu menyebabkan komunikasi yang seharusnya

terjalin dengan baik tetapi ini malah menimbulkan masalah-masalah kecil

yang tidak bisa dihindarkan, seperti percekcokan serta perdebatan secara

terus-menerus yang berujung kepada kekerasan baik kekerasan fisik dan

kekerasan psikis.

Istri juga merasa menderita karena harus menjalani kehidupannya

dengan sendiri. Nafkah yang seharusnya menjadi tanggungan suami berubah

menjadi tanggungan istri demi untuk menjalani kehidupan kedepannya

bersama dengan anaknya sehingga membuat batin si istri merasa terguncang.

Berdasarkan fakta yang dikemukakan pada putusan di atas bahwa

nafkah yang seharusnya diberikan oleh suami tidak dipenuhi, sang suami

tidak pernah memberikan nafkah untuk istrinya padahal dalam al-Qur‟an

Page 65: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

49

terkait kewajiban nafkah suami atas istrinya sudah sangat jelas disebutkan

dalam Firman Allah SWT

“Dan kewajiban ayah adalah memberi makanan dan pakaian kepada para

ibu dengan cara yang ma‟ruf”. (Q.S Al-Baqarah (2): 233)

Yang dimaksud para ibu diatas adalah istri, sedangkan yang dimaksud dengan

ayah adalah suami.62

Ulama berbeda pendapat mengenai apakah boleh seorang istri

menggugat cerai suaminya apabila sang suami tidak mampu membelanjai

istrinya (tidak memberikan nafkah) dan kemudian istri merasa tidak rela.

Disini jumhur ulama berpendapat bahwa istri mempunyai hak minta cerai

kepada suaminya dan hakim dapat memisahkan keduanya (mengabulkan

gugatannya) akan tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai pemisahan

tersebut, apakah itu dijatuhi talak atau fasakh?. Dalam firman Allah SWT

yang terdapat dalam surat Al-Baqarah adalah bahwa Allah SWT

memerintahkan suami menahan dengan cara merujuk istri dengan cara yang

baik, dan hal ini tidak mungkin dalam keadaan miskin. Oleh sebab itu,

bolehlah dengan mengambil jalan keluar untuk melepaskan dengan cara yang

baik, yaitu dengan cara menceraikannya.63

Adapun pendapat selanjutnya menurut mazhab Imam Hambali, apabila

suami tidak mampu memberikan nafkah maka istri berhak meminta hak untuk

bercerai. Pendapat diatas sama dengan pendapat yang dikatakan oleh Imam

Syafi‟i, akan tetapi sang istri tidak boleh meminta cerai tidak boleh meminta

cerai jika suami masih mampu memberikan nafkah dengan standar diatas

62

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidh, Fiqih Wanita, h. 452

63 Diana Handayani, Kekurangan Nafkah Sebagai Alasan Gugat Cerai di Pengadilan

Agama Cibinong (Ditinjau dari empat pendapat Imam Mazhab), Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

Page 66: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

50

nafkah orang miskin karena pengguguran nafkah terjadi jika keadaan suami

miskin (tidak mampu).64

Sedangkan menurut mazhab Maliki, istrinya tidak boleh meminta

gugat, karena nafkah itu merupakan tanggung jawab yang harus ditunaikan

oleh seorang suami. Mazhab Maliki juga mengatakan bahwa, selama suami

belum mampu, kewajiban dalam memberi nafkah tersebut menjadi gugur.

Menurutnya disinilah perlunya kearifan dari seorang istri, sebab pada awal

pernikahan berjanji akan sehidup semati. Jadi jangan semata-mata pernikahan

berjalan dengan baik karena adanya nafkah.65

Mahkamah Syariyah Mesir dalam hal ini memutuskan bahwa menurut

mazhab Hanafi dan menurut Undang-Undang No 25 Tahun 1929 ayat 4 yang

berbunyi sebagai berikut: “Apabila sang suami yang tidak mau memberi

nafkah istrinya, kemudian nafkah tersebut nampak adanya maka hakim

memutuskan dibayar nafkahnya dengan hal itu untuk mengambil dari harta

tersebut. Jika suami tidak mempunyai harta yang nampak dan dia mengaku

miskin atau dia merasa dirinya kaya, tetapi ia tidak mau memberikan nafkah

utnuk istri dan keluarganya, maka hakim memutuskan untuk memisahkan

(menceraikan) keduanya.66

Mengenai hal seberapa ukuran nafkah yang harus diberikan oleh suami

untuk istrinya, dikalangan ulama madzhab terjadi perbedaan pendapat.

Jumhur ulama berpendapat untuk meniadakan ukuran nafkah kecuali dengan

istilah secukupnya. Berkenaan dengan ini Imam Syafi‟i mengatakan: “bagi

orang yang berada dalam kesulitan adalah satu mud. Sementara bagi orang

yang berada dalam kemudahan adalah dua mud, dan yang berada diantara

64

Diana Handayani, Kekurangan Nafkah Sebagai Alasan Gugat Cerai di Pengadilan

Agama Cibinong (Ditinjau dari empat pendapat Imam Mazhab), Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017. 65

M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. (Jakarta: Prenada

Media, 2003) h.221-222. 66

Syaikh Mahmud Sayalthut dan Syaikh M. Ali As-Sayis, “ Perbandingan Mazhab

(Dalam Masalah Fiqh)” (Jakarta: Bulan Bintang Cet VII). h 203.

Page 67: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

51

keduanya adalah setengah mud”. Sedangkan menurut Abu Hanifah: “Bagi

orang yang berada dalam kemudahan memberikan tujuh sampai dengan

delapan dirham dalam satu bulannya dan bagi yang berada dalam kesulitan

memberikan empat sampai dengan lima dirham pada setiap bulannya.”

Sebagian dari sahabat beliau (Abu Hanifah) mengemukakan: “ukuran ini

diberikan untuk kebutuhan makanan dan untuk selain makanan memakai

ukuran secukupnya saja”.67

Mayoritas ulama mazhab Imamiyah mengeluarkan pendapat bahwa,

nafkah itu diukur berdasar kebutuhan istri yang mencakup pangan, lauk pauk,

pakaian, tempat tinggal, pelayanan, alat rumah tangga, yang sesuai dengan

kehidupan orang-orang seperti dia di daerahnya.68

Para ulama fikih menyimpulkan, nafkah yang wajib diberikan suami

kepada istri meliputi: makanan, minuman berikut lauk-pauknya, pakaian,

tempat tinggal, pembantu (jika dibutuhkan), alat-alat untuk membersihkan

anggota tubuh, dan perabot rumah tangga. Sedangkan nafkah untuk alat-alat

kecantikan bukanlah merupakan kewajiban suami, kecuali sebatas untuk

menghilangkan bau badannya. Imam al-Nawawī (631-676 H) dari Mazhab

Shāfi„ī berpendapat bahwa suami tidaklah berkewajiban memberikan nafkah

untuk biaya kecantikan mata, pewarna kuku, minyak wangi, dan alat-alat

kecantikan lainnya yang semuanya dimaksudkan untuk menambah gairah

seksual.

Pembangkangan suami memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya

dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kekerasan ekonomi (penelantaran

rumah tangga) sebagaimana yang dimaksudkan Pasal 9 Undang-Undang RI

Nomor 23 Tahun 2004.

67

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidh, Fiqih Wanita, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar

2004) h. 453 68

Muhammad Jawad Mughniyah, al-fiqh „ala al-Mazahib al-Khamsah, (Beirut: Dar

al jawad 2010) h. 423

Page 68: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

52

Selanjutnya dari uraian tersebut dikatakan dapat dikatakan, bahwa

fikih Islam menentang kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami

kepada istrinya, baik kekerasan fisik, psikis, seksual maupun ekonomi

(penelantaran rumah tangga). Hal ini didukung oleh maqāṣid al-sharī„ah,

khususnya ḥifẓ al-nafs (anti kekerasan fisik dan psikis), ḥifẓ al-nasl (anti

kekerasan seksual), dan ḥifẓ al-māl (anti kekerasan ekonomi).69

Pembahasan mengenai nafkah yang wajib diberikan kepada istri dan

keluarganya sudah diatur secara rinci didalam al-Qur‟an, sehingga sudah

sepantasnya jika seorang istri menggugat cerai suaminya karena si suami yang

lalai dalam pemberian nafkahnya. Belum lagi si suami juga melakukan

kekerasan terhadap istrinya, seperti memukul wajah dan lain-lain.

Kewajiban lain seorang suami selain pemberian nafkah, yaitu

kewajiban dalam konteks ini menurut Abu al-A‟la al-Maududi adalah tidak

menganiaya istri. Bentuk penganiayaan yang dimaksud adalah penganiyaan

yang dilakukan secara fisik maupun psikis. Menurut Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga menyebutkan bahwa bentuk kekerasan dalam rumah tangga ada

empat, yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan

penelantaran dalam rumah tangga (kekerasan ekonomi).70

Kekerasan terhadap pasangan, seperti kekerasan fisik atau kekerasan

seksual, memang sudah menjadi persoalan global, terjadi di semua budaya,

dan bahkan menimpa hingga 79% wanita di dunia. Beberapa studi tentang

kekerasan di kalangan masyarakat muslim sama-sama menunjukan bahwa

69

La Jamaa, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Fiqih, Fakultas Syariah

IAIN Ambon 70

La Jamaa, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Fiqih, Fakultas Syariah

IAIN Ambon

Page 69: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

53

melakukan pemukulan terhadap istri merupakan bentuk kekerasan keluarga

yang paling umum yang sering terjadi.71

Jika seorang suami melakukan kekerasan atau melakukan pemukulan

terhadap istrinya ini sudah jelas sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip

umum ayat al-Qur‟an atau sumber-sumber Islam lain yang membahas tentang

wanita.

Pertama, didalam sejumlah hadist, Nabi meriwayatkan pernah dengan

tegas menganjurkan agar menghindari melakukan pemukulan terhadap istri.

Menurutnya seorang suami yang memukul istrinya itu merupakan tabiat buruk

dan sifat tercela yang dimiliki oleh suaminya.

Kedua, sunnah menunjukan juga bahwasannya Nabi tidak

menganjurkan memukul istri karena temasuk tindakan yang dibenci.

Misalnya, „Aisyah, istri Nabi dalam riwayatnya menyebutkan bahwa Nabi

tidak pernah sekalipun memukul seorang wanita bahkan pembantunya

sekalipun. Terlebih lagi, Nabi tidak pernah sekalipun memukul istrinya dalam

situasi apapun.72

ضرب خادما لو قط ول امرأة لو قط -صلى اهلل عليو وسلم-ما رأيت رسول اللو

73ول ضرب بيده شيئا قط إل أن ياىد ف سبيل اللو “Aku tidaklah pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu „alaihi wa

sallam memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah

pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang)

71

Bernar Adeney- Risakotta, Mengelola Keragaman di Indonesia: Agama dan Isu-

Isu Globalisasi, Kekerasan, Gender, dan Bencana di Indonesia, ( Bandung, Mizan Pustaka

2015) h.267-268 72

Bernar Adeney- Risakotta, Mengelola Keragaman di Indonesia: Agama dan Isu-

Isu Globalisasi, Kekerasan, Gender, dan Bencana di Indonesia, h. 275 73

Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, (T,tp. Muassasah al-

Risalah, 1420 H/1999 M) juz 43, h. 92

Page 70: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

54

di jalan Allah”. (HR. Ahmad 6: 229. Syaikh Syu‟aib Al Arnauth mengatakan

bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Islam sangat melarang jika suami berlaku zalim terhadap istrinya, baik

secara fisik maupun secara psikis. Karena didalam rumah tangga seharusnya

menekankan kasih sayang satu sama lain dan menumbuhkan kebaikan untuk

pasangan satu sama lain.

B. Analisis Penulis

Keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya

sengketa yang menuntut pemutusan dan penyelesaian pengadilan perkara ini

bersifat verstek, ini adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim sementara

tergugat tidak hadir meskipun telah dipanggil secara resmi oleh pihak

pengadilan. Putusan verstek dapat dijatuhkan apabila telah dipenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:74

a. Tergugat telah dipanggil secara patut.

b. Tergugat tidak hadir dalam persidangan dan tidak diwakilkan oleh orang

lain serta tidak diketahui pula ketidakhadirannya itu berdasarkan karena

suatu alasan yang sah.

c. Tergugat tidak mengajukan tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan.

d. Penggugat hadir dipersidangan.

e. Penggugat memohon keputusan.

Penggugat mengajukan gugatannya karena merasa ada haknya yang

tidak terpenuhi oleh tergugat atau disebabkan karena tergugat telah melanggar

perbuatan hukum. Maka dengan adanya keputusan dari pengadilan ini sebagai

lembaga yang secara konstitusi memiliki kewenangan dalam menyelesaikan

sengketanya.

74

A. Mukri Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, , h. 251

Page 71: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

55

Dari uraian putusan perkara di atas sudah sangat jelas dan dapat

diketahui alasan-alasan apa saja yang dijadikan penggugat untuk memperkuat

dalil gugatannya. Adapun menurut pendapat penulis terkait masalah yang

diuraikan pada putusan Nomor 999/Pdt.G/PA.Tng dengan menarik

kesimpulan bahwa bukan hanya karena suaminya terpidana tetapi ada

beberapa alasan pendukung lainnnya seperti suami melakukan kekerasan

secara terus menerus kemudian tidak peduli dengan anak serta istrinya maka

sudah sepantasnya seorang istri mengajukan gugatannya ke Pengadilan

Agama Tangerang karena dengan sengaja suami mendzalimi dan

menelantarkan istri serta anaknya dengan tidak memberikan nafkah tidak

memenuhi segala kebutuhan anak serta istrinya. sedangakan itu merupakan

kewajiban suami yang telah dilalaikannya, dan istri berhak menuntut hak-

haknya karena nafkah merupakan suatu hak yang seharusnya didapatkannya

dari suaminya.

Mengenai putusan Pengadilan Agama Tangerang dapat diketahui

bahwasannya para hakim dalam memutuskan perkara pada umumnya

mengacu pada PP No. 1 Tahun 1974 pasal 19 huruf f mengenai perceraian

yang terjadi karena tidak menafkahi secara lahir dan batin.

Nafkah merupakan sesuatu yang diwajibkan dalam kehidupan

berumah tangga, karena nafkah semuanya akan tercapai jikalau kebutuhan

lahir maupun batinnya sudah terpenuhi.

Alasan lain yang dijadikan istri untuk mengajukan cerai gugat karena

suami sering kali melakukan kekerasan terhadap istrinya, dengan melakukan

kekerasan secara terus menerus itu sudah jelas melanggar ketentuan-ketentuan

yang terdapat dalam al-Qur‟an bahwasannya seorang istri harus disayangi,

sekalipun istrinya melakukan kesalahan atau pembangkangan sang suami

harus mengingatkan dengan cara bertahap bukan dengan langsung

memukulnya. Melakukan pemukulan terhadap istri sangat dilarang dalam

Islam kecuali hanya untuk sekedar memberikan pengajaran.

Page 72: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

56

Hukum Islam pun menegaskan bahwasannya tugas atau kewajiban

dari seorang suami adalah melindungi perempuan, menjadi pemimpin dalam

keluarganya yang mengaharuskan membimbing istri serta anaknya,

memberikan nafkah untuk keluarganya bukan menelantarkan keluarganya,

berperilaku semena-mena terhadap keluarganya. Ini sudah dijelaskan dalam

ayat al-Qur‟an surat an-Nisa ayat 34:

ل اللو ب عضهم على ب عض وبا أن فقوا من أموالم الرجال ق وامون عل ى النساء با فض

الات ت قانتات حافظات للغيب با حفظ اللو فالص تافون نشوزىن والال

غوا فال أطعنكم فإن اضربوىن فعظوىن واىجروىن ف المضاجع و سبيال عليهن ت ب

ابري ك عليا كان اللو إن

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah

telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain

(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari

harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada

Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah

memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,

maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah

kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha

Tinggi lagi Maha Besar.”

Berdasarkan ayat di atas disebutkan bahwa kaum laki-laki adalah

pelindung bagi wanita. Mengepa disebut demikian? Karena kaum laki-lakilah

yang member nafkah untuk istri mereka dan nafkah merupakan tanggung

jawab bagi kaum laki-laki. Maka dari itu, dalam hubungan suami-istri nafkah

merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang suami.

Page 73: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

57

Dengan demikian, apabila seorang istri tidak memiliki pelindung dan

seorang suami tidak memberikan hartanya untuk menafkahi istrinya maka

sang istri boleh memilih diantara dua yang pertama bersabar dan tetap

menjalani dengan kondisi seperti itu ataupun boleh memili jalan dengan

meminta untuk berpisah dari suaminya.75

Dari pemaparan diatas penulis menyimpulkan bahwa cerai gugat yang

diajukan ke Pengadilan dengan sebab karena suami tidak memberi nafkah

atau dengan melakukan kekerasan secara psikis itu dibolehkan karena

berdasarkan surat al-Baqarah ayat 231:

ول وإذا طلقتم النساء ف ب لغن أجلهن فأمسكوىن بعروف أو سرحوىن بعروف

لك ي فعل ومن ضرارا لت عتدوا تسكوىن ول ت تخذوا آيات ن فسو ظلم ف قد ذ

عليكم وما أن زل عليكم من الكتاب والكمة اللو نعمت ذكرواوا اللو ىزوا

شيء عليم بكل اللو أن واعلموا اللو وات قوا يعظكم بو

Ayat diatas menjelaskan bahwa seorang suami dilarang menahan

istrinya dengan tujuan dan maksud untuk menelantarkan, memberikan banyak

kemudharatan ataupun menyakitinya.

Untuk membentuk rumah tangga yang harmonis sudah seharusnya

antara hak dan kewajiban antara suami istri harus sama-sama terpenuhi, agar

diantara keduanya tidak ada yang merasa dirugikan.

Menurut pandangan ulama mazhab cerai gugat dengan alasan karena

suami tidak memberi nafkah mereka berbeda pendapat ada yang

membolehkan akan tetapi nafkah yang belum diberikan menjadi hutang ini

75

Syaikh Mahmud Sayalthut dan Syaikh M. Ali As-Sayis, Perbandingan Mazhab (Dalam

Masalah Fiqh)h. 203.

Page 74: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

58

menurut pendapat Imam Syafi‟i hal ini sesuai dengan pendapat Imam Ahmad

bin Hambal akan tetapi istri tidak boleh menggugat apabila suami masih

mampu member nafkah di atas standar orang miskin. Sedangkan menurut

ulama Hanafiyah istri harus bersabar jika suami belum mampu memberikan

nafkah dan dianjurkan untuk mencari pinjaman, jika suami tidak

membolehkan maka hakim dibolehkan mengambil keputusan.

Kekerasan fisik terhadap suami istri pada masa sekarang ini sudah

menjadi persoalan global, seperti salah satu alasan seorang istri mengajukan

gugatan karena mendapat perlakuan semena-mena dari suaminya. Fiqih Islam

melarang keras untuk tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang

dilakukan suami terhadap istrinya, dengan memukul istrinya yang nusyuz

sampai luka-luka dan cidera tanpa menasehatinya itu merupakan sebuah

kesalahan besar apalagi melukai istri yang tidak bersalah. Jika istri nusyuz

maka harus dinasehati dengan cara bertahap yang pertama dengan

menasihatinya jika cara ini tidak bisa maka dengan berpisah ranjang terlebih

dahulu jika cara ini tidak bisa juga maka dengan cara terakhir yaitu dengan

memukulnya akan tetapi dengan pukulan yang tidak sampai melukai.76

Berdasarkan alasan-alasan diatas juga sudah sesuai dengan kaidah

fiqih yaitu “sesuatu yang mudharat harus ditinggalkan” bahkan menurut

kaidah hukum lainnya menolak mudharat harus didahulukan daripada menarik

maslahat.77

Uraian pada putusan di atas juga sudah jelas dan dibenarkan jika

seorang istri mengajukan gugatan cerainya ke Pengadilan Agama Tangerang.

76

Yusuf Al-Qardhawi, Hādī al-Islām Fatāwā Mu„āṣirah, terj As‟ad Yasin, Fatwa-

fatwa Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press 1999) Jilid I h. 500-501 77

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya 2004) h. 125

Page 75: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Putusan Perkara dengan Nomor 999/Pdt.G/2016/PA.Tng yang diputus

oleh majelis hakim di Pengadilan Agama Tangerang telah menyelesaikan

perkara cerai gugat karena suami terpidana tersebut, maka penulis dapat

menyimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan fakta-fakta dan pertimbangan-pertimbangan hakim yang

berpendapat bahwa gugatan cerai penggugat terhadap tergugat dengan

alasan-alasan sebagaimana di atas sangat beralasan hukum dan telah

sejalan dengan alasan perceraian sebagaimana yang telah termuat pada

pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum

Islam dan Peraturan Pemerintah dalam No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 (a)

Dalam analisis putusan tersebut sudah relevan karena hakim telah

mengikuti sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada.

2. Perbandingan pendapat para Imam Mazhab sebagai berikut:

a. Menurut Imam Abu Hanifah seorang istri dibolehkan mencari

pinjaman tetapi jika suaminya tidak mengizinkan hakim boleh

menjatuhkan putusannya.

b. Imam Syafi‟i juga membolehkan seorang istri menggugat cerai

suaminya karena tidak diberi nafkah, akan tetapi nafkah tersebut menjadi

hutang.

c. Menurut Imam Ahmad bin Hambal juga membolehkan hal tersebut

tetapi istri tidak boleh mengajukan cerai jika suami masih mampu memberi

nafkah di atas standar orang miskin.

d. Imam Malik tidak boleh meminta fasakh karena suami belum mampu

tetapi nafkah tersebut menjadi hutang.

Page 76: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

60

3. Antara pertimbangan hakim dan pendapat Imam Mazhab sudah

relevan dan yang paling diikuti oleh hakim adalah pendapatnya Imam

Syafi‟I karena dalam pertimbangan hakim menyebutkan apabila suami

tidak memberi nafkah maka hakim mengabulkan gugatannya dan

nafkah yang belum diberikan akan menjadi tanggungan suami yang

harus dilunasi.

B. Saran

Hasil penelitian dari penulis dan dari kesimpulan yang ada, ternyata

banyak permasalahan yang masih harus di bahas oleh penulis-penulis skripsi

selanjutnya. Bisa dilihat dari bagaimana pandangan/pertimbangan hakim jika

suami yang digugat cerai istrinya tidak ingin mengabulkan permintaan istrinya.

Bagi masyarakat juga harus lebih banyak mengetahui mengenai tentang hukum

perkawinan serta hak dan kewajiban apa saja yang harus dipenuhi oleh masing-

masing pasangan.

Page 77: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

61

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Teks

Abbas, Ahmad Sudirman, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqh, Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya 2004

Arto, A Mukri, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar 2000

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam diIndonesia, Jakarta: Sinar Grafika 2012

Al-Asy‟ats al-Sajistani, Abu Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, Beirut: Dâr al-Kitâb

al‟Arabi, t.th juz 2

Al-Amili, Ali Husain Muhammad Makki, Bimbingan Islam Dalam Mengatasi

Problematika Rumah Tangga, Jakarta: Lentera Basritama 2001

Ayub, Syaikh Hasan, Fiqih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006 Cet-5

Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqhu Asy-Syafi‟I Al-Muyassar , Jakarta: Almahaira 2010

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve

1996 jilid 6

Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya

1989

Gultom, R Elfrida, Hukum Acara perdata, Jakarta: Literata 2010

Hanbal, bin Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, T,tp. Muassasah al-Risalah,

1420 H/1999 M juz 43

Hasan, M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Prenada

Media, 2003

Jamaa, La, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Fiqih, Fakultas Syariah

IAIN Ambon

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group 2010

Page 78: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

62

Muchtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan

Bintang 1987

Manan, Abdul dan Fauzan, Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang

Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada 2002

Mughniyah, Jawad Muhammad, al-fiqh „ala al-Mazahib al-Khamsah, Beirut: Dar al

jawad 2010

Neuman, W. Laurence, Metode Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif, Jakarta: indeks 2013

Nasution, Bahder Johan dan warjiyati, sri, Hukum Perdata Islam, bandung: mandar

Maju, 1997

Nuruddin, Ammir dan, Azhari Akmal Tarigin, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Jakarta Prenada Media 2004

Nuruddin, Ammir Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (studi kritis

perkembangan hukum islam dari fikih UU No 1/1974 sampai KHI), (Jakarta:

Kencana 2006), Cet Ke3

Putusan Nomor 999/Pdt.G/PA.Tng

Risakotta, Bernar Adeney, Mengelola Keragaman di Indonesia: Agama dan Isu-Isu

Globalisasi, Kekerasan, Gender, dan Bencana di Indonesia, Bandung,

Mizan Pustaka 2015

Rusdiana, Kama dan Aripin, Jaenal Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Citra

Grafika Desain 2007

Rofiq, Ahmad, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada

2013

Rahman, Abdur, Perkawinan Dalam Syariat Islam, Jakarta: Rineka Cipta 1992

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Mishbah, Jakarta: Lentera Hati 2002

Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, Beirut Libanon: Daarul Kitab Al-a‟rabi 2013

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia

1981

Page 79: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

63

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas

Indonesia Press 1987

Subhan, Zaitunah, Al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaran Gender dalam

Penafsiran, Jakarta: Kencana 2015

Syaifudin, Muhammad, Sri Turatmiyah, dan Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian,

Jakarta: Sinar Grafika 2014

Sayalthut, Syaikh Mahmud dan Syaikh M. Ali As-Sayis, Perbandingan Mazhab

(Dalam Masalah Fiqh) Jakarta: Bulan Bintang Cet VII

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka 1997

„Uwaidh, Syaikh Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar

2004

Page 80: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

64

LAMPIRAN

Page 81: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

PUTUSAN

Nomor 999/Pdt.G/2016/PA.Tng.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Tangerang yang memeriksa dan mengadili

perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan Majelis

menjatuhkan putusan perkara cerai gugat yang diajukan oleh:

PENGGUGAT, umur 25 tahun, agama Islam, pendidikan SMA, pekerjaan

Wiraswasta, tempat tinggal di KOTA TANGERANG. Selanjutnya

disebut Penggugat;

melawan

TERGUGAT, umur 26 tahun, agama Islam, pendidikan SMA, pekerjaan

Depkolektor, tempat tinggal di KOTA TANGERANG. Selanjutnya

disebut Tergugat;

Pengadilan Agama tersebut;

Telah mempelajari surat-surat dalam berkas perkara;

Telah mendengar keterangan Penggugat;

Telah memeriksa alat bukti surat-surat dan saksi-saksi;

DUDUK PERKARA

Bahwa, Penggugat mengajukan gugatan cerai terhadap Tergugat

dengan surat gugatan tertanggal 24 Mei 2016 yang telah didaftar di

Kepaniteraan Pengadilan Agama Tangerang dengan Nomor Register:

999/Pdt.G/2016/PA.Tng. pada tanggal tersebut dengan mengemukakan

alasan dan dalil-dalil sebagai berikut:

1. bahwa, Penggugat adalah isteri sah dari Tergugat yang telah

melangsungkan pernikahan pada tanggal 08 Agustus 2009 dihadapan

Pejabat Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciledug

Kota Tangerang, sebagaimana terbukti dalam Buku Kutipan Akta Nikah

Nomor: XXXXXXXXX, tertanggal 10 Agustus 2009;

1

Hal 1 dari 14 hal. Putusan No.627/Pdt.G/2010/PAJB

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 82: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

2. bahwa, setelah menikah Penggugat dan Tergugat hidup berumah

tangga terakhir tinggal bersama disebuah kontrakan KOTA

TANGERANG;

3. bahwa, selama hidup berumah tangga antara Penggugat dengan

Tergugat telah berhubungan sebagaimana layaknya suami isteri dan

sudah dikaruniai 1 (satu) orang anak, yang bernama: ANAK

PENGGUGAT DAN TERGUGAT, perempuan, lahir di Tangerang, 21

April 2010;

4. bahwa, semula rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat

berjalan rukun dan harmonis, namun kurang lebih sejak akhir tahun

2011, rumah tangga dirasakan mulai goyah sering terjadi perselisihan

dan pertengkaran yang sulit untuk dirukunkan lagi yang disebabkan

oleh hal-hal sebagai berikut: a. Tergugat dalam memberikan nafkah

lahir kepada Penggugat hanya sekedarnya; b. Tergugat pernah

mengucapkan kata cerai terhadap Penggugat; c. Tergugat sering

melakukan kekerasan terhadap Penggugat seperti menampar wajah,

dll; d. Tergugat diketahui langsung oleh Penggugat suka menggunakan

Narkoba jenis shabu; dan e. Komunikasi antara Penggugat dan

Tergugat sudah tidak terbina dengan baik, sehingga sering timbul

perselisihan dan percekcokan walau hal sepele;

5. bahwa, perselisihan dan pertengkaran tersebut di atas mencapai

puncaknya kurang lebih terjadi pada akhir bulan Oktober 2012 , Antara

Penggugat dan Tergugat sudah tidak serumah dan tidak ada hubungan

seperti layaknya suami isteri lagi;

6. bahwa, rumah tangga tersebut sudah sulit untuk dibina menjadi suatu

rumah tangga yang baik dan harmonis kembali, sehingga tujuan

perkawinan untuk membentuk suatu rumah tangga yang sakinah,

mawaddah dan rahmah sudah tidak mungkin tercapai lagi;

2

214

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 83: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

7. bahwa, Penggugat yakin tidak ada lagi harapan untuk meneruskan

rumah tangga dengan Tergugat karena tujuan perkawinan untuk

membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah sudah

tidak terwujud lagi sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi

Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,

sehingga sangat beralasan apabila gugatan ini dikabulkan;

8. bahwa, oleh karena perkawinan tersebut dilangsungkan di Kantor

Urusan Agama Kecamatan Ciledug Kota Tangerang, maka mohon

kepada Panitera Pengadilan Agama Tangerang untuk mengirimkan

salinan putusan kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciledug

Kota Tangerang untuk dicatat perceraiannya;

9. bahwa, Penggugat sanggup membayar biaya dari perkara ini;

Bahwa, berdasarkan alasan-alasan tersebut, Penggugat mohon

kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama Tangerang Cq. Majelis Hakim

yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan putusan

sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat;

2. Menjatuhkan talak satu bain shugra Tergugat (TERGUGAT) kepada

Penggugat (PENGGUGAT);

3. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Tangerang untuk

mengirimkan salinan putusan kepada Kantor Urusan Agama

Kecamatan Ciledug Kota Tangerang dan Kantor Urusan Agama tempat

tinggal Penggugat dan Tergugat untuk dicatat dalam daftar yang

disediakan untuk itu;

4. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat;

Atau, apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon keputusan yang

seadil- adilnya.

3

Hal. 3 dari 14 hal. Put. No. 999/Pdt.G/2016/PA.Tng.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 84: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Bahwa, pada hari dan tanggal persidangan yang ditetapkan

Penggugat dan Tergugat dipanggil untuk menghadap di persidangan, atas

panggilan tersebut Penggugat hadir di persidangan, sedangkan Tergugat

tidak pernah hadir dan tidak pula mengutus orang lain untuk hadir di

persidangan sebagai sebagai wakil/kuasanya, meskipun telah dipanggil

secara resmi dan patut, sesuai relas panggilan tanggal 7 Juni 2016 dan

tanggal 21 Juni 2016 dan ketidak hadiran Tergugat tersebut tidak

disebabkan oleh suatu alasan yang sah;

Bahwa, berdasarkan Perma RI No. 1 Tahun 2016: setiap perkara

perdata harus terlebih dahulu diupayakan mediasi. Akan tetapi oleh

karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka terhadap

perkara ini tidak dapat dilkukan mediasi;

Bahwa, Majelis Hakim berusaha memberikan nasehat dan saran

kepada Penggugat agar dapat bersabar guna mempertahankan rumah

tangganya dan berbaikan kembali dengan Tergugat akan tetapi tidak

berhasil;

Bahwa, oleh karena usaha penasehatan tidak berhasil, maka

dibacakanlah surat gugatan tersebut, yang tetap dipertahankan oleh

Penggugat;

Bahwa, oleh karena Tergugat tidak pernah hadir di persidangan,

maka tidak dapat didengar jawaban maupun bantahannya, akan tetapi

karena perkara a quo mengenai perceraian yang bersifat lex spesialis,

maka kepada Penggugat tetap dibebankan untuk membuktikan dalil-

dalilnya;

Bahwa untuk meneguhkan dalil gugatannya, Penggugat telah

mengajukan bukti surat berupa :

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Nomor 3671064312900005, atas

nama Devy Sriwahyuni, yang dikeluarkan oleh Pemda Kota Tangerang,

tanggal 30 Agustus 2013, sesuai aslinya dan telah dinazegellen, diberi

kode bukti P.1);

4

414

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 85: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

2. Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor XXXXXXXXX, atas nama

Muamad Rochmat, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama

Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, tanggal 10 Agustus 2009, sesuai

aslinya dan telah dinazegellen, diberi kode bukti P.2);

Bahwa, untuk meneguhkan dalil-dalil gugatannya Penggugat juga

menghadirkan bukti 2 (dua) orang saksi. Saksi I bernama: SAKSI I, umur

23 tahun, agama Islam, Pekerjaan Wiraswasta, tempat tinggal di KOTA

TANGERANG;, dengan di bawah sumpahnya saksi tersebut memberikan

keterangan pada pokoknya sebagai berikut:

• bahwa, saksi sebagai tetangga kenal dengan Penggugat bernama:

PENGGUGAT dan kenal dengan Tergugat selaku suami Penggugat

yang bernama TERGUGAT;

• bahwa, saksi hadir pada saat Penggugat dan Tergugat menikah pada

tanggal bulan Agustus 2009;

• bahwa, Penggugat dan Tergugat tinggal mengontrak di KOTA

TANGERANG;

• bahwa, Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai seorang anak

bernama ANAK PENGGUGAT DAN TERGUGAT;

• bahwa, keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat pada awal

pernikahan dalam keadaan rukun dan harmonis, namun sejak 5 tahun

yang lalu mulai tidak rukun, terjadi perselisihan dan pertengkaran

disebabkan: Tergugat tidak peduli dengan Penggugat dan

mengkomsumsi narkoba;

• bahwa, Penggugat dan Tergugat sudah pisah rumah sejak 4 tahun

yang lalu karena Tergugat di penjara;

• bahwa, saksi sudah menasehati Penggugat dan Tergugat, namun tidak

berhasil;

5

Hal. 5 dari 14 hal. Put. No. 999/Pdt.G/2016/PA.Tng.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 86: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• bahwa, saksi sudah tidak sanggup lagi untuk menasehati Penggugat

dan Tergugat, dan menurut saksi rumah tangga Penggugat dan

Tergugat sudah sulit untuk dipersatukan;

Saksi II bernama: SAKSI II, umur 48 tahun, agama Islam,

Pekerjaan Ibu rumah tangga, tempat tinggal di KOTA TANGERANG, dan

mengaku sebagai ibu kandung Penggugat. Di bawah sumpahnya saksi

tersebut memberikan keterangan pada pokoknya sebagai berikut:

• bahwa, saksi sebagai ibu kandung kenal dengan Penggugat bernama

Devy Sriwahyuni dan Tergugat adalah menantu saksi yang bernama

TERGUGAT;

• bahwa, saksi hadir pada saat Penggugat dan Tergugat menikah pada

tanggal 10 Agustus 2009;

• bahwa, Penggugat dan Tergugat tinggal mengontrak di KOTA

TANGERANG;

• bahwa, Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai seorang anak

bernama ANAK PENGGUGAT DAN TERGUGAT;

• bahwa, keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat pada awal

pernikahan rukun dan harmonis, namun sejak awal tahun 2011 yang

lalu mulai tidak rukun, terjadi perselisihan dan pertengkaran

disebabkan: masalah ekonomi, Tergugat tidak memberi nafkah,

Tergugat kalau marah sering berkata cerai dan Tergugat adalah

pengguna narkoba hingga dipenjara;

• bahwa, Penggugat dan Tergugat sudah pisah rumah sejak 4 tahun

yang lalu dan Tergugat di penjara;

• bahwa, saksi sudah menasehati Penggugat dan Tergugat, namun tidak

berhasil;

• bahwa, saksi sudah tidak sanggup lagi untuk menasehati Penggugat

dan Tergugat dan menurut saksi rumah tangga Penggugat dan

Tergugat sudah sulit untuk dipersatukan;

6

614

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 87: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Bahwa, setelah pembuktian tersebut, Penggugat menyatakan

tidak akan mengajukan bukti-bukti apapun lagi, dan menyampaikan

kesimpulan pada pokoknya tetap dengan dalil gugatannya dan mohon

putusan;

Bahwa, telah terjadi hal-hal sebagaimana dicatat di dalam berita

acara sidang pemeriksaan perkara ini dan untuk mempersingkat uraian

putusan ini maka ditunjuk lah berita cara tersebut yang merupakan satu

kesatuan tidak terpisahkan dengan putusan ini.

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat

adalah cerai gugat terhadap Tergugat sebagaimana diuraikan di atas;

Menimbang, bahwa berdasarkan posita gugatan Penggugat telah

jelas menunjukan sengketa perkawinan (perceraian), yang didasarkan

kepada dalil Penggugat tentang identitas dan domisili Penggugat yang

berada diwilayah Kecamatan Benda, Kota Tangerang, maka berdasarkan

ketentuan pasal 49 ayat (1) hurup (a) dan pasal 73 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989, Tentang Peradilan Agama sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-

Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, maka perkara

gugatan cerai Penggugat merupakan wewenang Pengadilan Agama;

Menimbang, bahwa pada persidangan yang hanya dihadiri oleh

Penggugat, sedangkan Tergugat tidak pernah hadir, Majelis Hakim

berupaya mendamaikan kedua belah pihak berperkara namun usaha

tersebut tidak berhasil. Dengan demikian telah terpenuhi ketentuan pasal

82 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 sebagaimana

telah diuah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-

Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentag Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo pasal 31 ayat

(1 dan 2 ) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975;

7

Hal. 7 dari 14 hal. Put. No. 999/Pdt.G/2016/PA.Tng.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 88: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa meskipun menurut ketentuan Pasal 4 PERMA

Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi, setiap perkara perdata harus

diupayakan melalui mediasi terlebih dahulu, akan tetapi karena Tergugat

tidak pernah hadir di persidangan, maka perkara ini tidak layak mediasi;

Menimbang, bahwa dalil-dalil yang dijadikan alasan oleh

Penggugat menggugat cerai Tergugat adalah sejak akhir tahun 2011,

rumah tangga dirasakan mulai goyah sering terjadi perselisihan dan

pertengkaran yang sulit untuk dirukunkan lagi yang disebabkan oleh hal-

hal sebagai berikut: a. Tergugat dalam memberikan nafkah lahir kepada

Penggugat hanya sekedarnya; b. Tergugat pernah mengucapkan kata

cerai terhadap Penggugat; c. Tergugat sering melakukan kekerasan

terhadap Penggugat seperti menampar wajah, dll; d. Tergugat diketahui

langsung oleh Penggugat suka menggunakan Narkoba jenis shabu; dan e.

Komunikasi antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak terbina dengan

baik, sehingga sering timbul perselisihan dan percekcokan walau hal

sepele. Perselisihan dan pertengkaran tersebut di atas mencapai

puncaknya kurang lebih terjadi pada akhir bulan Oktober 2012, antara

Penggugat dan Tergugat sudah tidak serumah dan tidak ada hubungan

seperti layaknya suami isteri lagi. Sehingga rumah tangga tersebut sudah

sulit untuk dibina menjadi suatu rumah tangga yang baik dan harmonis

kembali, sehingga tujuan perkawinan untuk membentuk suatu rumah

tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sudah tidak mungkin

tercapai lagi;

Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak hadir di

persidangan, maka tidak dapat di dengan jawaban/keberatan Tergugat

terhadap gugatan Penggugat tersebut;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 125 HIR

gugatan Penggugat dapat diputus dengan verstek selama dalil-dalil

Penggugat sesuai dengan hukum dan tidak melawan hak, akan tetapi

8

814

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 89: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

karena perkara ini adalah perceraian yang merupakan lex spesialis, maka

Penggugat tetap dibebani pembuktian;

Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan bukti surat-surat

yang diberi tanda P.1 dan P.2 serta 2 (dua) orang saksi yaitu: SAKSI I dan

SAKSI II;

Menimbang, bahwa terhadap bukti surat Penggugat yang diberi

tanda P.1, Majelis menyatakan: Penggugat sebagai warga Negara

Indonesia yang beragama Islam dan bertempat tinggal di wilayah

Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang. Dengan demikian gugatan

Penggugat merupakan wewenang Pengadilan Agama Tangerang;

Menimbang, bahwa terhadap bukti surat Penggugat yang diberi

tanda P.2, Majelis menyatakan: Penggugat dan Tergugat terikat

pernikahan yang sah sejak tanggal 8 Agustus 2009 sampai sekarang

belum pernah bercerai. Dengan demikian Penggugat telah memenuhi

syarat sebagai legal standing dalam perkra ini;

Menimbang, bahwa 2 (dua) orang saksi yang dihadirkan oleh

Penggugat telah memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada

pokonya menguatkan dalil-dalil Penggugat dan atas pengetahuannya,

serta saling berkiatan antara satu dengan lainnya. Dengan demikian

keterangan saksi-saksi tersebut telah memenuhi syarat formil dan materil

kesaksian, sesuai ketetuan pasal 171 ayat (1) dan 172 HIR. Dengan

demikian dapat dipertimbagkan dalam perkara ini;

Menimbang, bahwa berdasarkan gugatan Penggugat yang telah

dibuktikan dengan alat bukti surat-surat dan saksi-saksi, dimana antara

satu dengan lainnya saling berkiatan, maka majelis menemukan fakta-

fakta kejadian dan fakta hukum di persidangan sebagai berikut:

• bahwa, Penggugat dan Tergugat adalah suami istri sah;

• bahwa, setelah menikah Penggugat dan Tergugat membina rumah

tangga tinggal di rumah kontrakan bapak KOTA TANGERANG;

9

Hal. 9 dari 14 hal. Put. No. 999/Pdt.G/2016/PA.Tng.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 90: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• bahwa, Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai seorang anak

bernama: ANAK PENGGUGAT DAN TERGUGAT, Perempuan, lahir

di Tangerang, 21 April 2010;

• bahwa, keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat awalnya

berjalan rukun dan harmonis, namun sejak 5 (lima) yang lalu sering

terjadi perseisihan dan pertengkaran yang terus menerus yang sulit

untuk rukun disebabakan: masalah ekonomi, Tergugat tidak memberi

nafkah, Tergugat tidak peduli terhadap keluarga, Tergugat kalau marah

sering berkata cerai dan Tergugat adalah pengguna narkoba hingga

dipenjara;

• bahwa, sebagai akibat perselisihan dan pertengkaran Penggugat dan

Tergugat pisah rumah sejak 4 (empat) tahun yang lalu hingga

sekarang ini;

• bahwa, selama pisah rumah tersebut tidak ada komunikasi yang

baik lagi antara Penggugat dengan Tergugat, dan Tergugat pun

tidak memberikan nafkah apapun kepada Penggugat;

• bahwa, upaya perdamaian telah dilakukan, tetapi tidak berhasili;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dan pertimbangan hukum

sebagai tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat: keadaan kehidupan

rumah tangga Penggugat dan Tergugat sejak 5 (lima) tahun yang lalu

sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus yang sulit

untuk rukun lagi yang disebabkan sebagaimana terbukti berdasarkan

keterangan saksi sebagai tersebut di atas;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dan pertimbangan sebagai

tersebut itu pula Majelis berpendapat: secara psikologis ikatan bathin/hati

antara Penggugat dengan Tergugat telah rapuh, dan tidak satu haluan lagi

(broken heart) dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga,

segingga menurut penilaian Majelis pun rumah tangga keduanya dapat

dikatagorikan telah pecah (marriage breakdown), bahkan telah kehilangan

10

1014

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 91: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

ma’na dan hakikat perkawian sehingga tujuan perkawinan untuk membina

rumah tangga yang kekal, sakinah, mawaddah, warahmah mawaddah dan

rahmah telah tidak terwujud lagi dalam rumah tangga Penggugat dan

Tergugat, yang berarti pula Penggugat dan Tergugat telah gagal membina

rumah tangga idaman sebagai yang disabdakan Nabi SAW. dalam

haditsnya yang artinya: ”rumahku adalah surgaku”;

Menimbang, bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah pisah

ranjang sejak 4 (empat) tahun hingga sekarang. Selama pisah tersebut

tidak ada lagi komunikasi yang baik antara keduanya bahkan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban suami isteri sebagai tersebut dalam pasal 33

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Tentang Perkawinan yaitu:

”Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain” dan pasal 34

ayat (1) yang berbunyi : ”Suami wajib melindungi isterinya dan

memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai

dengan kemampuannya” dan pasal 34 ayat (2) yang berbunyi : ”Isteri

wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya” jo pasal 77 ayat

(1) dan (2) dan pasal 80 ayat (1) dan ayat (2) Kompilasi Hukum Islam:

sudah tidak berjalan lagi dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta dan pertimbangan-

pertimbangan hukum sebagai tersebut di atas, Majelis Hakim pun menilai

pula telah terjadi krisis dalam kehidupan rumah tangga Penggugat dan

Tergugat sehingga mempertahankan rumah tangga yang demikian

keadaannya secara psikologis akan berdampak negatif, tekanan bathin

dan penderitaan (mudhorot) yang berkepanjangan dan secara sosiologis

ketidak nyamanan kehidupan Penggugat di tengah-tengah kehidupan

sosial dan kehidupan berkeluarga, sehingga meskipun menurut Hadits

Nabi SAW. yang artinya: ”perceraian adalah perbuatan halal, namun

sangat dibenci oleh Allah SWT.” dan Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan menganut azas dan prinsif: ”mempersulit

11

Hal. 11 dari 14 hal. Put. No. 999/Pdt.G/2016/PA.Tng.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 92: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

perceraian”, justru perceraian merupakan pintu darurat yang mau tidak

mau dapat ditempuh oleh Penggugat sebagai jalan keluar untuk

mengakhiri krisis rumah tangganya dengan Tergugat, sejalan dengan

hadits Nabi saw. yang artinya: ”tidak boleh me-mudhorrot-kan diri sendiri

dan orang lain”, sedangkan yang mudhorrot, sesuai dengan kaidah

hukum Islam: الضرر يزال yang artinya: ”yang mudhorrot harus

dihilangkan”, bahkan menurut kaidah hukum lainnya: menolak yang

mudhorrot harus didahulukan dari pada menarik maslahat;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta dan pertimbangan-

pertimbangan hukum sebagai tersebut di atas maka Majelis Hakim

berpendapat pula: gugatan cerai Penggugat terhadap Tergugat dengan

alasan-alasan sebagaimana tersebut di atas sangat beralasan hukum dan

telah sejalan dengan alasan perceraian sebagaimana termuat dalam pasal

39 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) huruf

(a) dan huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116

huruf (f), huruf (a) dan huruf (b) Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu

gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan talak satu bain sughro;

Menimbang, bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 84

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah pertama

dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua

dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Majelis Hakim

memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Tangerang untuk

mengirimkan salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciledug,

dan Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang untuk dicatatkan

perceraiannya dalam daftar yang disediakan untuk itu;

Menimbang, bahwa perkara ini termasuk bidang perkawinan,

maka berdasakan ketentuan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7

tahun 1989 sebagaimana telah diubah pertama dengan Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang

12

1214

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 93: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, maka biaya perkara

dibebankan kepada Penggugat;

Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak pernah hadir

dipersidangan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 125 HIR. gugatan

Penggugat dikabulkan dengan verstek;

Menimbang, bahwa selain apa yang yang telah terbukti dan telah

dipertimbangkan di atas, maka hal-hal lain yang tidak relevan dengan

pokok perkara Majelis Hakim berpendapat tidak perlu dipertimbangkan

lebih lanjut;

Menimbang, bahwa dengan mengingat dan mempedomani segala

ketentuan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

serta berkaitan dengan perkara ini.

MENGADILI

1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut

untuk menghadap di persidangan, tidak hadir;

2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;

3. Menjatuhkan talak satu ba'in shughraa Tergugat (TERGUGAT)

terhadap Penggugat (PENGGUGAT);

4. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Tangerang untuk

mengirim salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap

kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan

Ciledug dan Kecamatan Tangerang Kota Tangerang untuk dicatatkan

perceraiannya dalam daftar yang disediakan untuk itu;

5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara yang

hingga kini dihitung sejumlah Rp.391.000,00 (tiga ratus sembilan puluh

satu ribu rupiah);

Demikian putusan ini dijatuhkan di Tangerang dalam

permusyawaratan Majelis Hakim pada hari Senin, tanggal 27 Juni 2016

Miladiyah bertepatan dengan tanggal 22 Ramadan 1437, Hijriyah, oleh

13

Hal. 13 dari 14 hal. Put. No. 999/Pdt.G/2016/PA.Tng.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 94: CERAI GUGAT KARENA SUAMI TERPIDANA PERSPEKTIF FIQIH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41548/1/DEWI...DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ” (Analisis Putusan Nomor

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

kami Drs. Moch. Tadjuddin sebagai Ketua Majelis, Drs. Ali Usman dan

Drs. Masgiri MH., masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan

diucapkan pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk umum oleh

Ketua Majelis dengan dihadiri Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dengan

dibantu Kumalasari, S.H., sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri oleh

Penggugat tanpa hadir Tergugat.

Ketua Majelis:

TTD

Drs. Moch. Tadjuddin.

Hakim Anggota: Hakim Anggota:

TTD TTD

Drs. Ali Usman. Drs. Masgiri MH.

Panitera Pengganti,

TTD

Kumalasari, S.H.

Perincian Biaya Perkara:

1. Biaya Pendaftaran Rp. 30.000,00

2. Biaya ATK Proses Rp. 50.000,00

3. Biaya Panggilan Rp.300.000,00

4. Biaya Redaksi Rp. 5.000,00

5. Biaya Meterai Rp. 6.000,00

J u m l a h Rp. 391.000,00 (tiga ratus sembilan puluh satu ribu

rupiah).

14

1414

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14