23
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Cedera Kepala Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis. 10,11 2.2. Anatomi Kepala 2.2.1. Kulit Kepala (scalp) 12 Kulit kepala menutupi cranium/tengkorak yang terdiri dari lima lapis jaringan yaitu kulit (skin), jaringan ikat (connective tissue), galea aponeurotica (aponeurosis epicranialis), jaringan ikat jarang (loose connective tissue), dan pericranium. 2.2.2. Tengkorak Otak 13 Terdiri dari tulang-tulang yang dihubungkan satu sama lain oleh tulang bergerigi yang disebut sutura banyaknya delapan buah dan terdiri dari tiga bagian, yaitu : a. Gubah tengkorak, terdiri dari: 1. Tulang dahi (os frontal) 2. Tulang ubun-ubun (os parietal) 3. Tulang kepala belakang (os occipital) Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

CEDERA KEPALA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CEDERA KEPALA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Cedera Kepala

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung

atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala,

fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri,

serta mengakibatkan gangguan neurologis.10,11

2.2. Anatomi Kepala

2.2.1. Kulit Kepala (scalp)12

Kulit kepala menutupi cranium/tengkorak yang terdiri dari lima lapis

jaringan yaitu kulit (skin), jaringan ikat (connective tissue), galea aponeurotica

(aponeurosis epicranialis), jaringan ikat jarang (loose connective tissue), dan

pericranium.

2.2.2. Tengkorak Otak13

Terdiri dari tulang-tulang yang dihubungkan satu sama lain oleh tulang

bergerigi yang disebut sutura banyaknya delapan buah dan terdiri dari tiga

bagian, yaitu :

a. Gubah tengkorak, terdiri dari:

1. Tulang dahi (os frontal)

2. Tulang ubun-ubun (os parietal)

3. Tulang kepala belakang (os occipital)

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 2: CEDERA KEPALA

b. Dasar tengkorak, terdiri dari :

1. Tulang baji (os spheinoidale)

2. Tulang tapis (os ethmoidale)

c. Samping tengkorak, dibentuk dari tulang pelipis (os temporal) dan sebagian

dari tulang dahi, tulang ubun-ubun, dan tulang baji.

Fraktur tengkorak dianggap mempunyai kepentingan primer sebagai

penanda dari tempat dan keparahan cidera.

Gambar 2.1 Anatomi tengkorak12

2.2.3. Selaput Otak (Meningen)13

Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,

melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 3: CEDERA KEPALA

cairan sekresi (cairan serebrospinal), memperkecil benturan atu getaran.

Terdiri dari tiga lapisan yaitu:

a. Lapisan Dura mater (selaput otak keras)

Lapisan dura mater terdapat di bawah tulang tengkorak dan diantaranya

terdapat ruangan yang disebut Epidural/Extradural space. Pembuluh arteri

meningen media berjalan pada ruangan ini dan mempunyai peranan penting

untuk terjadinya Epidural Hemorrhagi.

b. Lapisan Arachnoidea (selaput otak lunak)

Lapisan arachnoidea terdapat di bawah dura mater dan mengelilingi otak

serta berhubungan dengan sumsum tulang belakang. Ruangan diantara dura

mater dan arachnoidea disebut subdural space. Pada ruangan ini berjalan

pembuluh-pembuluh bridging vein yang menghubungkan system vena otak

dan meningen. Gerakan kepala dapat membuat vena-vena ini trauma dan

menimbulkan subdural hemorrhagi, karena vena-vena ini sangat luas.

c. Pia mater

Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari

otak. Ruangan diantara arachnoidea dan pia mater disebut subarachnoidea.

Cairan cerebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang berjalan pada

ruangan ini.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 4: CEDERA KEPALA

Gambar 2.2 Selaput Otak

2.2.4. Otak14

Otak adalah pusat pengendali tubuh. Otak terletak dalam rongga

tengkorak yang terdiri dari 3 bagian, yaitu :

a. Otak besar (cerebrum)

Bagian terluas dan terbesar dari otak. Bertanggung jawab atas

berkembangnya inteligensi pada manusia. Otak besar dibelah dua dari depan

ke belakang. Belahan kanan otak mengendalikan otot dari sisi kiri tubuh dan

belahan kiri otak mengendalikan otot dari sisi kanan tubuh. Lapisan luar

otak besar disebut korteks serebri yang terdiri dari bahan-bahan sel

interneuron yang berwarna kelabu (substantia grisea) dan lapisan cerebrum

di bawah korteks disebut substantia alba (berwarna putih). Di sebelah

dalam otak besar terdapat thalamus (menyampaikan rangsangan sensoris ke

korteks serebri) dan hipotalamus (mengatur kebutuhan dasar tubuh, seperti

suhu badan, tidur, pencernaan, dan pelepasan hormon).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 5: CEDERA KEPALA

b. Batang Otak (truncus cerebri)

Struktur yang menghubungkan cerebrum dengan medulla spinalis, terdiri

dari medulla oblongata, pons, dan otak tengah.

Medula oblongata adalah pusat pengendali beberapa fungsi kehidupan

seperti bernafas, tekanan darah, denyut jantung, dan menelan. Pons adalah

berkas serat saraf yang menghubungkan cerebrum dengan cerebellum dan

belahan kanan otak dengan belahan kiri otak, membantu mengendalikan

gerak mata dan mengatur pernafasan. Otak tengah adalah kelompok saraf

yang mengendalikan gerak involunter seperti ukuran pupil dan gerak mata.

Semua saraf cranial kecuali saraf I (olfactorius) dan II (opicus) muncul dari

batang otak.

c. Otak kecil (cerebellum)

Bagian otak yang mengkoordinasikan otot yang digerakkan, seperti berlari

dan berjalan. Terdapat di bawah dan di belakang cerebrum dan

mengkoordinasikan arus rangsangan saraf dari tubuh dan cerebrum.

Mengatur gerak otot menurut kehendak, mengendalikan keseimbangan

badan, dan mempertahankan sikap tubuh.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 6: CEDERA KEPALA

Gambar 2.3 Anatomi otak12

2.3. Penyebab Cedera Kepala

Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu

jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam Benda tumpul biasanya berkaitan

dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, dan

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 7: CEDERA KEPALA

pukulan benda tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok)

dan tembakan.5,15

Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala

terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10%

kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang

atau di pukul.16

Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan

sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor

tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh

helm sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan

langsung kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.15,17

2.4. Epidemiologi Cedera Kepala

2.4.1. Distribusi Cedera Kepala

Cedera adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius. Cedera

kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan. Cedera

kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma.

Distribusi cidera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara

15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan

perempuan.17

Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat setiap tahun hampir 2

juta penduduk mengalami cidera kepala (Packard, 1999). Menurut penelitian

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 8: CEDERA KEPALA

Evans (1996), distribusi kasus cidera kepala pada laki-laki dua kali lebih sering

dibandingkan perempuan dan separuh pasien berusia 15-34 tahun.16

Berdasarkan penelitian Suparnadi (2002) di Jakarta, menunjukkan

bahwa sekitar separuh dari para korban berumur antara 20-39 tahun (47%),

suatu golongan umur yang paling aktif dan produktif. Dalam penelitian ini

didominasi laki-laki (74%) dan pekerjaan korban sebagian besar adalah buruh

(25%), 11% adalah pelajar dan mahasiswa.18

Berdasarkan penelitian Wijanarka dan Dwiphrahasto (2005) di IGD RS

Panti nugroho Yogyakarta, dari 74 penderita terdapat 76% cedera kepala ringan,

15% cedera kepala sedang, dan 9% cedera kepala berat rata-rata umur 29,60

tahun. Dalam penelitian ini didominasi laki-laki (58%) dan pelajar/mahasiswa

(77%).19

Menurut penelitian Amandus (2005) di RSUP Adam Malik Medan,

terdapat 370 penderita cedera kepala rawat inap pada tahun 2002-2004 dengan

proporsi tertinggi pada kelompok umur 17-24 tahun (37,5%) dan didominasi

oleh laki-laki (68,2%).8

Menurut penelitian Riyadina dan Subik (2005) di Instalasi Gawat

Darurat RSUP. Fatmawati Jakarta kecelakaan banyak terjadi pada siang hari,

namun kecelakaan pada malam hari mempunyai proporsi yang lebih tinggi

keparahan cederanya (59%) dibandingkan kecelakaan pada siang hari. Waktu

malam hari suasananya lebih gelap dan sudah mulai sepi. Kondisi tersebut

menyebabkan pengendara mengemudikan kenderaannya dengan kecepatan

tinggi (>60 km/jam), kurang waspada, dan kurang hati-hati. Risiko terjadinya

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 9: CEDERA KEPALA

kematian dan cidera meningkat seiring dengan kenaikan kecepatan

mengemudi.4

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Woro Riyadina

(2005) di Instalasi Gawat Darurat (IGD) di 5 rumah sakit di wilayah DKI

Jakarta didapatkan jumlah kasus sebanyak 425 orang . Korban yang mengalami

cidera parah 41,9% dan meninggal 7,04%. Cidera utama adalah cidera kepala

53,4% dengan comosio cerebri 10,59%. Jenis luka meliputi lecet 86,8%, luka

terbuka 58,35% dan patah tulang 31.29%.20

2.4.2. Determinan Cedera Kepala6

Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, mulai dari manusia

sampai sarana jalan yang tersedia. Secara garis besar ada 4 faktor yang

berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas , yaitu faktor manusia, kenderaan,

fasilitas jalan, dan lingkungan.

a. Faktor manusia, menyangkut masalah disiplin berlalu lintas.

1. Faktor pengemudi dianggap salah satu faktor utama terjadinya

kecelakaan dengan kontribusi 75-80%. Faktor yang berkaitan adalah

perilaku (mengebut, tidak disipilin/melanggar rambu), kecakapan

mengemudi, dan gangguan kesehatan (mabuk, mengantuk, letih) saat

mengemudi.

2. Faktor penunjang (jumlah penumpang dan barang yang berlebihan).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 10: CEDERA KEPALA

3. Faktor pemakai jalan, yakni pejalan kaki, pengendara sepeda, pedagang

kaki lima dan peminta-minta serta tempat pemarkiran kenderaan yang

tidak pada tempatnya sehingga keadaan jalan raya semakin kacau.

b. Faktor kenderaan.

Jalan raya penuh dengan berbagai kenderaan berupa kenderaan tidak

bermotor dan kenderaan bermotor. Kondisi kenderaan yang tidak baik atau

rusak akan mengganggu laju lalu lintas sehingga menyebabkan kemacetan

bahkan kecelakaan.

Saat ini jumlah dan penggunaan kenderaan bermotor bertambah dengan

tingkat pertumbuhan rata-rata 12% per tahun. Komposisi terbesar adalah

sepeda motor (73% dari jumlah kenderaan pada tahun 2002-2003 dan

pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5 tahun terakhir). Rasio jumlah

sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada akhir tahun 2005.

c. Faktor jalan, dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas, panjang dan

lebar jalan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kenderaan yang

melintasinya, serta keadaan jalan yang tidak baik misalnya berlobang-

lobang dapat menjadi memacu terjadinya kecelakaan.

d. Faktor lingkungan yaitu adanya kabut, hujan, jalan licin akan membawa

risiko kejadian kecelakaan yang lebih besar.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 11: CEDERA KEPALA

2.5. Klasifikasi Cedera Kepala

2.5.1. Komosio Serebri (geger otak)5

Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran

keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi

otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang

disebabkan cedera pada kepala.

Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit kepala

berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah,

pandangan ganda.

2.5.2. Kontusio serebri (memar otak)5,23

Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat

diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan

memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak

pecah dan perdarahan pasien pingsan, pada keadaan berat dapat berlangsung

berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat amnesia retrograde, amnesia

pascatraumatik, dan terdapat kelainan neurologis, tergantung pada daerah yang

luka dan luasnya lesi:

a. Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan intracranial

yang dapat menyebabkan kematian.

b. Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-Stokes,

pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas dekortikal

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 12: CEDERA KEPALA

(kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam

sikap fleksi)

c. Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun

hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar, refleks cahaya tidak

ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai

dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).

2.5.3. Hematoma epidural21,22

Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan

ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea

media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica.

Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang

dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan

sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi

yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat,

hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.

2.5.4. Hematoma subdural22,23

Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan

dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang

menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter

atau karena robeknya arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita

mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 13: CEDERA KEPALA

psikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis

seperti hemiparesis, epilepsy, dan edema papil.

Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :22

a. Hematoma Subdural Akut

Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat

kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.

b. Hematoma Subdural Sub-Akut

Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma.

Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul

disekitarnya.

c. Hematoma Subdural Kronik

Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.

Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung

pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter.

Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang

menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan

terurai membentuk cairan kental yang dapat mengisap cairan dari ruangan

subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti

tumor serebri.

2.5.5. Hematoma intraserebral15,22

Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di

dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 14: CEDERA KEPALA

Gejala-gejala yang ditemukan adalah :

a. Hemiplegi

b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang

meningkat.

c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri

perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri

media yang tidak normal.

2.5.6. Fraktura basis kranii22

Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat

menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah

sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan

koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrigad

dan amnesia pascatraumatik.

Gejala tergantung letak frakturnya :

a. Fraktur fossa anterior

Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata

dikelilingi lingkaran “biru” (Brill Hematoma atau Racoon’s Eyes), rusaknya

Nervus Olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai anosmia.

b. Fraktur fossa media

Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan

arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga

terjadi hubungan antara darah arteri dan darah vena (A-V shunt).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 15: CEDERA KEPALA

c. Fraktur fossa posterior

Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas

foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat

mati seketika.

Gambar 2.4 Klasifikasi Cedera Kepala24

2.6. Tingkat Keparahan Cedera Kepala 24,25

Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan menggunakan

Glasgow Coma Scale (GCS) yang diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun

1974. Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif

tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada 3 aspek yang

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 16: CEDERA KEPALA

dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons),

dan reaksi lengan serta tungkai (motor respons).

Glasgow Coma Scale (GCS) yang dimaksud adalah :

a. Membuka mata (Eye Open) Nilai

Membuka mata spontan 4

Membuka mata terhadap perintah 3

Membuka mata terhadap nyeri 2

Tidak membuka mata 1

b. Respon Verbal (Verbal Response)

Orientasi baik dan mampu berkomunikasi 5

Bingung (mampu membentuk kalimat, tetapi arti keseluruhan kacau) 4

Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat 3

Tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang (groaning) 2

Tidak ada suara 1

c. Respon motorik (Motoric Response)

Menurut perintah 6

Mengetahui lokasi nyeri 5

Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4

Menjauhi rangsangan nyeri (flexion) 3

Ekstensi spontan 2

Tidak ada gerakan 1

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 17: CEDERA KEPALA

Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan

menjadi:

a. Cedera kepala ringan, bila GCS 13-15

b. Cedera kepala sedang, bila GCS 10-12

c. Cedera kepala berat, bila GCS 3-9

2.7. Akibat Jangka Panjang Cedera Kepala26

2.7.1. Kerusakan saraf cranial

a. Anosmia

Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan

yang jika total disebut dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia.

Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita anosmia.

b. Gangguan penglihatan

Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera

(trauma). Biasanya disertai hematoma di sekitar mata, proptosis akibat

adanya perdarahan, dan edema di dalam orbita. Gejala klinik berupa

penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative,

atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera yang

mengakibatkan kebutaan, tarjadi atrofi papil yang difus, menunjukkan

bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat irreversible.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 18: CEDERA KEPALA

c. Oftalmoplegi

Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya

disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus

untuk oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan latihan ortoptik dini.

d. Paresis fasialis

Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan

pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut

moncong, semuanya pada sisi yang mengalami kerusakan.

e. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai vertigo

dan nistagmus karena ada hubungan yang erat antara koklea, vestibula dan

saraf. Dengan demikian adanya cedera yang berat pada salah satu organ

tersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ lain.

2.7.2. Disfasia

Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk

memahami atau memproduksi bahasa disebabkan oleh penyakit system saraf

pusat. Penderita disfasia membutuhkan perawatan yang lebih lama,

rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah komunikasi. Tidak ada

pengobatan yang spesifik untuk disfasia kecuali speech therapy.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 19: CEDERA KEPALA

2.7.3. Hemiparesis

Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan)

merupakan manifestasi klinik dari kerusakan jaras pyramidal di korteks,

subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan dengan cedera kepala

adalah perdarahan otak, empiema subdural, dan herniasi transtentorial.

2.7.4. Sindrom pasca trauma kepala

Sindrom pascatrauma kepala (postconcussional syndrome) merupakan

kumpulan gejala yang kompleks yang sering dijumpai pada penderita cedera

kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri kepala, vertigo gugup, mudah

tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, mudah terasa lelah,

sulit tidur, dan gangguan fungsi seksual.

2.7.5. Fistula karotiko-kavernosus

Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arteri

karotis interna dengan sinus kavernosus, umumnya disebabkan oleh cedera

pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa bising pembuluh darah (bruit) yang

dapat didengar penderita atau pemeriksa dengan menggunakan stetoskop,

proptosis disertai hyperemia dan pembengkakan konjungtiva, diplopia dan

penurunan visus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot

penggerak bola mata.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 20: CEDERA KEPALA

2.7.6. Epilepsi

Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam

minggu pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang

muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late posttraumatic epilepsy) yang

pada umumnya muncul dalam tahun pertama meskipun ada beberapa kasus

yang mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian.

2.8. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Kepala

Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan

pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.

Upaya yang dilakukan yaitu :

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya

kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang

terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman,

dan memakai helm.6

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang

dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang

terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu : 23

1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).

Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh

tercepat pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 21: CEDERA KEPALA

penanganan masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang

lainnya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh

karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh

karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga

jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.

Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi

untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda

asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya

terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.

Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam

airway.

2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)

Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan

adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali

gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat

menimbulkan kematian.

3. Menghentikan perdarahan (Circulations).

Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang

berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut

dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian

cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi

darah. Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak

darah.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 22: CEDERA KEPALA

c. Pencegahan Tertier27

Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang

lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat

kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang

harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas

hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan

psikologis bagi penderita.

Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu

lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis

dan sosial.

1. Rehabilitasi Fisik

a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada

lengan atas dan bawah tubuh.

b. Perlengkapan splint dan kaliper

c. Transplantasi tendon

2. Rehabilitasi Psikologis

Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya

dan memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.

Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari

ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanya

memerlukan semangat hidup.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

Page 23: CEDERA KEPALA

3. Rehabilitasi Sosial

a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda,

perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur

sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang

lain.

b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan

masyarakat).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara