43
REFERAT & LAPORAN KASUS CEDERA KEPALA Pembimbing : Dr. N.H. Mercy L. Tobing, Sp.S Disusun Oleh : Niki Erista Ayudia 0861050019 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PERIODE 11 MEI 2015 – 13 JUNI 2015

cedera kepala

Embed Size (px)

DESCRIPTION

saraf

Citation preview

REFERAT & LAPORAN KASUSCEDERA KEPALA

Pembimbing :Dr. N.H. Mercy L. Tobing, Sp.S

Disusun Oleh :Niki Erista Ayudia0861050019

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIAPERIODE 11 MEI 2015 13 JUNI 2015RSUD KOTA BEKASI2015BAB IPendahuluan

Statistik negara-negara yang sudah maju menunjukan bahwa trauma kapitis mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seseorang tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Lebih dari 50% dari angka kejadian trauma kapitis terjadi karena kecelakaan lalu lintas, dan selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh. 33%dari angka tersebut berujung kematian. Kematian 40-50% terjadi bahkan sebelum pasien sampai ke rumah sakit.

Di negara berkembang seperti Indonesia dengan meningkatnya pembangunan yang diikuti mobilitas masyarakat yang salah satu segi diwarnai dengan lalu lintas kendaraan bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas makin sering terjadi dan korban cedera kepala makin banyak. Di Indonesia pada tahun 1982 tercatat 55.495 penderita kecelakaan lalu lintas dan terdapat korban meninggal sebanyak 11.933 orang yang berarti tiap hari ada 34 orang mati akibat kecelakaan lalu lintas. Dari korban yang meninggal ini 80% disebabkan cedera kepala.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI CEDERA KEPALACedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragic, serta edema cereblal disekitar jaringan otak.

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KEPALAOtak dilindungi dari cedera oleh lapisan dan jaringan yang membungkusnya. Tanpa perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah sekali cedera dan mengalami kerusakan. A. Kulit Kepala ( Scalp ) mempunyai 5 lapisan :1. Kulit2. Jaringan sub cutis3. Galea aponeurotika4. Jaringan penunjang longgar ( loose areolar connective tissue )5. Periosteum dari pericranium

Gambar 1. Lapisan kepala.

Loose areolar connective tissue yang memisahkan antara galea dengan pericranium adalah tempat :a. Untuk terjadinya hematom subgalealb. Flap luas dan scalping injury.

Gambar 2. Loose areolar connective tissue

Kulit kepala ini bisa mengalami perdarahan banyak, tetapi mudah diatasi hanya dengan menekan sebentar saja daerah yang berdarah dan perdarahan akan berhenti. Pada anak, laserasi kulit kepala berakibat kehilangan darah masif.B. Tulang Tengkorak ( Cranium )Terdiri dari : a. Calvarium, tipis pada regiotemporalisb. Basis KraniiRongga tengkorak dasar di bagi 3 fosa : 1. Fosa anterior, tempat lobus frontalis2. Fosa Media, Tempat lobus temporalis3. Fosa posterior, ruang bagi batang otak bawah dan cerebelumTulang tengkorak yang tipis adalah daerah temporal, bagian dasar tengkorak tidak rata dan tidak teratur sehingga memudahkan memar atau laserasi otak manakala otak bergerak tidak bersamaan dengan tengkorak seperti pada benturan atau trauma.

C. Meningen ( selaput yang menutupi seluruh otak )Antara Kranium dan otak terdapat 3 lapisan meningeal :1. Duramater, jaringan fibrous kuat, tebal dan kaku merupakan jaringan ikat.Spasi epidural terletak antara tulang tengkorak dengan duramater, dispasi ini terdapat arteri meningeal, apabila terjadi perlukaan didaerah ini dapat menyebabkan perdarahan epidural.2. Arachnoid membrane, tipis transparan menyerupai sarang laba-labaDibawah membrane ini terdapat spasi yang disebut sub-arachnoid space, dimana terdapat cairan otak ( Cerebro Spinal Fluid ) dan vena meningeal. Cedera di spasi ini akan menyebabkan hematom subdural.3. Pia mater, melekat erat pada permukaan kortex otak (lapisan yang membungkus otak)

D. OtakMenempati 80 % rongga tengkorak terdiri dari tiga bagian :1. Cerebrum (otak besar), berfungsi untuk intelektual, alat sensor dan kontrol fungsi motorik2. Cerebellum (otak kecil), merupaka pusat koordinasi gerak dan keseimbangan.3. Batang otak (brain stem), adalah daerah yang mempengaruhi pusat kesadaran, pusat pernafasan dan pusat kontrol listrik jantung. Dari batang otak ini keluar syaraf-syaraf kranial, syaraf yang penting untuk pasien trauma kepala adalah syaraf kranial III (Nervus occulomotor) yang mengontrol constriksi pupil. Apabila terjadi gangguan pada N III menyebabkan pupil bereaksi lambat terhadap cahaya atau sama sekali tidak bereaksi dan dalam keadaan dilatasi.

E. Cairan serebro spinal ( Cereobro spinal fluid)Dihasilkan oleh pleksus kloroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 30 cc/jam. Fungsi cairan ini sebagai shock absorber antara otak dengan tengkorak. Adanya darah dalam CSS dapt menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial (hidrosefalus komunikans)

F. TentoriumBagian dura yang menutup cerebellum. Bagian tengah tentorium ini berlubang, tempat lewatnya batang otak dari otak besar ke arah medulla spinalis, lubang ini di sebut incisura.

III. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALAPatofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis. Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidural Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.

IV. KLASIFIKASI CEDERA KEPALACedera kepala diklasifikasikan dalam 3 deskripsi :A. Mekanisme Cedera Mekanisme cedera kepala dibagi :a. Cedera kepala tumpul, berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpulb. Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput dura menentukan suatu cedera tembus atau cedera tumpul.

B. Beratnya CederaGCS (Glasgow Coma Scale), untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya cedera kepala. Dan digunakan juga untuk menilai tingkat kesadaran penderita akibat penyebab lain.a. Cedera Kepala Ringan (CKR).GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.c. Cedera Kepala Berat (CKB)GCS kurang dari atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

C. Morfologis CederaSecara morfologis cedera kepala dapat dibagi :1. Fraktur KraniumDapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka dan tertutup. Fraktur kranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput dura.Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi a). Fraktur linierFraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.b). Fraktur diastasis Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.c). Fraktur kominutifFraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur. d). Fraktur impresiFraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.e). Fraktur basis kranii Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.

2. Lesi IntrakranialLesi intarkranial diklasifikasikan dalam :a. Perdarahan EpiduralHematom Epidural terletak diluar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya menyerupai lensa cembung, sering terletak di area temporal atau tempral-parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningeal mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah dapat berasal dari arteri atau vena.Perdarahan epidural jarang terjadi, namun harus memerlukan tindakan diagnosis maupun operatif yang cepat. Pertolongan secara dini prognosisnya sangat baik, karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsunglama.Sering menunjukan adanya Interval Lucid, dimana penderita yang semula mampu berbicara lalu tiba-tiba meninggal (talk and die).b. Perdarahan SubduralPerdarahan subdural lebih sering daripada perdarahan epidural. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya lebih buruk. Angka kematian pada keadaan ini lebih tinggi disbanding kondisi lain. Pembedahan yang cepat dan penatalaksanaan medikamentosa yang agresif akan menurunkan angka kematian. Perdarahan sering terjadi akibat robeknya vena-vena yang terletak antara korteks cerebri dan ninus venous tempat vena bermuara, atau dapat juga terjadi akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak.c. Kontusio dan Perdarahan IntracerebralKontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.d. Cedera DifusDifus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan.V. EDEMA CEREBRIIEdema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupuN ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.A. Etiologi Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:1. Kondisi neurologis: Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak.2. Kondisi non neurologis: Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude cerebral edema (HACE).B.Klasifikasi dan PatofisiologisEdema serebri dibagi atas dua bagian besar1) Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak : edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba. edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea.2) Berdasarkan patogenesis: edema serebri vasogenik.Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier (sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat. sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah. Dugaan bahwa serotonin memegang peranan penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak, tumor otak, hipertensi maligna, perdarahan otak dan berbagai penyakit yang merusak pembuluh darah otak edema serebri sitotoksik.Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan tekanan osmotik intraseluler yang akan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel makin lama makin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi sempit, iskemia otak makin hebat karena perfusi darah terganggu. Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas pada kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik.Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia (cardiac arrest), iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat kimia tertentu. Juga sering bersama-sama dengan edema serebri vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri) dan meningitis. edema serebri osmotik.Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler). Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan membran sel. edema serebri hidrostatik/interstisialDijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat, cairan srebrospinal merembes melalui dinding ventrikel, meningkatkan volume ruang ekstraselulerC.Tanda dan GejalaPada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan tanda dan gejala berupa:1. Nyeri kepala hebat.2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.3. Penglihatan kabur.4. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah kapiler serebral oleh edema.5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian.6. Gambaran papiledema pada funduskopi

VI.PEMERIKSAAN PADA TRAUMA KEPALAPemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Jhonson (2002) antara lain:

1. Pemeriksaan kesadaranPemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale, yang meliputi pengukuran respon mata, motorik dan verbal seseorang. Skor dari masing-masing komponen tersebut akan dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3 dan tertinggi adalah 15.

gambar 3. Glasgow coma scale.

2. Pemeriksaan pupilPupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukan adanya penekanan terhadap syaraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat dari cedera kepala.3. Pemeriksaan NeurologisPemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap syaraf cranial dan saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan reflex harus diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat.Nervus cranialis:a. Nervus Olfaktorius (N I)Nervus olfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan kemudian di olah lebih lanjut. Dengan mata tertutup dan pada saat yang sama satu lubang ditutup, penderita diminta membedakan zat aromatis yang disediakan. Fungsinya: saraf pembau.b. Nervus Optikus ( N II )Menghantarkan bayangan dari retina untuk diintrepetasikan oleh otak. Pemeriksaannya menggunakan tes konfrontasi, optic snellen, dll. Fungsi: penglihatan.c. Nervus Okulomotorius ( N III )Bersifat motorik mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata). Fungsi: penggerak bola mata.d. Nervus Toklearis ( N IV )Bersifat motorik , memutar bola mata. Fungsi: penggerak bola mata.e. Nervus Trigeminus ( N V )Membawa serabut motorik maupun sensorik dengan memberikan persarafan ke otot temporalis dan maseter, yang merupakan otot pengunyah.f. Nervus Abdusen ( N VI )Bersifat motorik mendarafi otot-oto orbital (otot penggerak bola mata). Fungsi: penggerak bola mata.g. Nervus Fascialis ( N VII )Bersifat motorik dan sensorik,membawa serabut sensorik yang menghantar pengecapan bagian anterior lidah dan serabut motorik yang mensarafi semua otot ekspresi wajah. h. Nervus Vestibulokokhlearis ( N VIII )Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar dan menbawa rangsangan dari telinga ke otak. Fungsi: saraf pendengaran. i. Nervus glosofaringeus ( N IX )Sifatnya majemuk, mensarafi tonsil, faring dan lidah.j. Nervus Vagus ( N X )Sifatnya majemuk, fungsinya: sebagai saraf perasa.k. Nervus Accesorius (N XI )Sifatnya motorik, fungsinya: saraf tambahan.l. Nervus Hipoglosus (N XII)Sifatnya motorik, mensarafi otot lidah.

4. Pemeriksaan scalp dan tengkorakScalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman laserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diketahui dengan nyeri, pembengkakan, dan memar.

Pemeriksaan penunjang pada cedera kepala:1. X-ray tengkorakPemeriksaan ini dilakukan bila tidak ada CT-scan, sebab pada pemeriksaan x-ray hanya dapat mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau rongga tengkorak saja. CT-sacan lebih disarankan sebab dapat mendeteksi adanya perdarahan atau kontusio.

2. CT-scanPenemuan awal computed tomography scanner (CT scan) penting dalam memperkirakan prognosa cedera kepala berat. Namun tidak semua lesi dapat terlihat dengan jelas, seperti lesi di batang otak sebab struktur area yang cedera dan dekatnya struktur tersebut dengan tulang di sekitarnya membuat hasil CT scan tidak terlalu sensitive.

3. MRI Pemeriksaan MRI juga sangat berguna dalam menilai prognosa. MRI dapat menunjukan lesi di substansia alba dan batang otak yang sering luput pada pemeriksaan CT-scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau terdapat leis batang otak pada pemeriksaan MRI, mempunyai prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walau hasil pemeriksaan CT scan awal normal. Namun sampai saat ini pemeriksaan dengan menggunakan CT scan tetap menjadi prioritas dalam pemeriksaan cedera kepala.

VII. MANIFESTASI KLINIK CEDERA KEPALA1. Cedera kepala ringana. Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian besar pasien mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya berkurang dan cemas, kesulitan belajar dan kesulitan bekerja.2. Cedera kepala sedanga. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau bahkan koma.b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologic, perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, skit kepala, vertigo, dan gangguan pergerakan.3. Cedera kepala berata. Amnesia antegrade dan retrograde.b. Pupil tak ekual, pemeriksaan motorik tak ekual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologic serta munculnya reflex patologis.

VIII.PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALATujuan utama perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap otak yang telah mengaalami cederaUrutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut: a. Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation=ABC) Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan pertama adalah: Jalan nafas (Air way) Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan Pernafasan (Breathing) Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator. Sirkulasi (Circulation) Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung danmengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah

b. Tekanan tinggi intrakranial (TTIK) Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai berikut: 1. Hiperventilasi Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dgnmengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom 2. Drainase Tindakan ini dilakukan bil ahiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus 3. Terapi diuretik o Diuretik osmotik (manitol 20%) Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan. Cara pemberiannya : Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm o Loop diuretik (Furosemid) Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv 4. Terapi barbiturat (Fenobarbital) Terapi ini diberikan pada kasus-kasus yang tidak responsif terhadap semua jenis terapi yang tersebut diatas. Cara pemberiannya: Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari. 5. Streroid Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala 6. Posisi Tidur Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar.

c. Keseimbangan cairan elektrolit Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia menambah edema serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan takikardia kembali normal dan volume urin normal >30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan keseimbangan cairan eletrolit, pemasukan cairan harus disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretik, diabetes insipidus, syndrome of inappropriate anti diuretic hormon (SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar eletrolit, gula darah, ureum, kreatinin dan osmolalitas darah. d. Nutrisi Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari e. Epilepsi/kejang Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsi dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy. Early epilelpsi lebih sering timbul pada anak-anak dari pada orang dewasa, kecuali jika ada fraktur impresi, hematom atau pasien dengan amnesia post traumatik yang panjang. Pengobatan: o Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari o Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan