53

Click here to load reader

Catalytic Hydrocracking

Embed Size (px)

DESCRIPTION

berisi penjelasan mengenai pengolahan minyak bumi, bidang cracking, yaitu catalytic hydrocracking

Citation preview

Page 1: Catalytic Hydrocracking

1

Universitas Indonesia

BAB 1

HYDROCRACKING SECARA UMUM

1.1 Pengertian Hydrocracking

Hydrocracking merupakan proses dua tahap menggabungkan catalytic cracking dan

hidrogenasi, dimana bahan baku yang lebih berat akan terpecahkan dengan adanya hydrogen

untuk menghasilkan produk yang lebih diinginkan. Tujuan dari proses ini adalah untuk

mengkonversi gas oil yang bernilai rendah menjadi produk ï produk yang lebih berharga seperti

naftha, diesel, gas, dan lain ï lain. Proses ini menggunakan tekanan tinggi, suhu tinggi, katalis,

dan hidrogen.

Sebenarnya pada semua jenis proses cracking, selain terjadinya proses pemutusan rantai

(cracking) juga terjadi proses hidrogenasi. Proses hidrogenasi ini penting karena selain untuk

menjenuhkan beberapa produk yang dihasilkan dari proses cracking, penambahan hidrogen juga

berfungsi untuk menstabilkan produk hasil cracking. Dari sebuah hidrokarbon rantai panjang

kemudian di cracking pasti produk ï produk hidrokarbon rantai pendek yang dihasilkan

mempunyai bagian radikal bebas. Apabila radikal bebas ini tidak dikendalikan dengan cara

penambahan hidrogen, maka mereka akan menyerang produk hasil cracking yang lain sehingga

terjadi cracking yang tidak terkontrol (tidak selektif). Dalam proses catalytic hydrocracking ini

yang menjadi proses utamanya adalah hidrogenasi, dengan catatan proses cracking juga terjadi.

Hydrocracking digunakan untuk bahan baku yang sulit untuk diproses, baik dengan

catalytic cracking atau reformasi, karena bahan baku ini biasanya ditandai dengan kandungan

aromatic polisiklik tinggi dan / atau konsentrasi tinggi dari dua racun katalis utama, sulfur dan

senyawa nitrogen. Prinsip dari hydrocracking adalah mengkonversi hidrokarbon berat menjadi

fraksi ringan sehingga dapat meningkatkan kuantitas dari fraksi ringan tersebut.

Dalam proses ini, yang terpenting adalah system katalis dan kontrol suhu di reaktor. Suhu

reactor harus meningkat untuk mempertahankan konversi dan katalis sendiri menonaktifkan

karena pembentukan kokas dihindari pada permukaan katalis. Secara konstan hydrogen dalam

proses akan menipis sehingga dibutuhkan tambahan hidrogen. Surplus panas yang dilepaskan

saat proses hidrogenasi tersebut menyebabkan suhu reactor meningkat dan untuk mengontrol

suhu, dilakukan penyuntikan dingin untuk menambah hidrogen agar katalis tidak aus. Proses

hydrocracking sangat tergantung pada sifat dari bahan baku dan tingkat relatif dari kedua reaksi,

1

Page 2: Catalytic Hydrocracking

2

Universitas Indonesia

hidrogenasi dan cracking. Bahan baku aromatic dengan molekul yang berat diubah menjadi

produk yang lebih ringan dengan berbagai tekanan yang sangat tinggi (1000-2000 psi) dan

temperatur yang cukup tinggi (750 ° -1500 ° F), dengan adanya hydrogen dan katalis khusus.

Ketika bahan baku memiliki kandungan paraffin tinggi, fungsi utama dari hydrogen adalah untuk

mencegah pembentukan senyawa aromatic polisiklik. Peran penting hydrogen dalam proses

hydrocracking selain untuk menjaga selektivitas cracking adalah untuk mengurangi

pembentukan tar dan mencegah penumpukan coke di katalis. Hidrogenasi juga berfungsi untuk

mengkonversi senyawa sulfur dan nitrogen dalam bahan baku untuk hidrogen sulfide dan

amonia.

1.2 Sejarah Hydrocracking

Hidrocracking merupakan proses konversi hidrokarbon tertua di dunia. Hidrocracking

awalnya sudah didesain dan diterapkan untuk konversi batubara pada tahun 1915-1945 dalam

rangka mengamankan pasokan bahan bakar cair yang berasal dari tambang batu bara dalam

negeri. di Jerman. Proses hydrocracking dikembangkan secara komersial oleh I. G. Farben

Industrie pada tahun 1927 untuk mengubah lignit menjadi gasoline dan dikembangkan kembali

oleh Esso Research and Engineering Company pada awal tahun 1930an untuk meningkatkan

umpan dan produk perminyakan. Dimana Kondisi operasi yang digunakan untuk proses

hidrocracking sebagai berikut: Tekanan antara 200-700 atm dan Suhu yang digunakan sekitar

375-525 oC.

Pada pertengahan 1950-an, industri mobil memproduksi mobil dengan tingkat performa

yang mensyaratkan rasio kompresi mesin yang tinggi. Tentunya kebutuhan angka oktan bahan

bakar juga harus lebih tinggi. Hal ini pulalah yang memicu semakin pesatnya perkembangan

teknologi hydrocracking. Fleksibilitas unit hydrocracker yang memungkinkan berproduksi

dengan mode yang berbeda-beda dengan jenis katalis dan kondisi operasi yang berbeda sesuai

dengan kebutuhan refinery tersebut.

Pada akhir 1950-an, terjadi reformasi besar-besaran dalam dunia transportasi pasca

perang dunia II yakni penggunaan mesin diesel pada kereta yang awalnya memanfaatkan tenaga

steam dan juga adanya peningkatan kebutuhan jet fuel untuk bahan bakar pesawat terbang. Unit

hydrocracker komersial pertama kali dibangun di Chevronôs Rischmond CA Refinery pada tahun

1960. Hydrocracking ini merupakan salah satu proses konversi hidrokarbon tertua selama

Page 3: Catalytic Hydrocracking

3

Universitas Indonesia

perkembangan teknologi petroleum refining. katalis yang digunakan sebelum dan selama Perang

Dunia II adalah besi atau nikel dengan support fluorinated montmorillonite dan nikel dengan

support amorf alumina silika.

Pada tahun 1960-an, perkembangan teknologi hydrocracking semakin pesat seiring

penemuan katalis zeolit untuk hydrocracker. Peningkatan yang signifikan terlihat pada

pemakaian katalis berbahan dasar zeolit dibandingkan yang sebelumnya menggunakan katalis

amorphous antara lain aktivitas yang lebih tinggi, toleransi amonia yang lebih besar, dan

selektivitas terhadap gasolin yang lebih tinggi.

Pada tahun 1970-an, mode produksi yang awalnya berorientas untuk menghasilkan

gasoline dengan Oktan Number yang tinggi, mulai beralih ke produk middle distillates. Katalis

amorphous-pun kembali banyak digunakan meskipun pada masa itu mulai dikembangkan katalis

yang lebih fleksibel yang mampu menghasilkan produk dengan mode yang berbeda dengan

mengubah kondisi operasinya. Pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, hydrocracking terus

tumbuh di Amerika Serikat secara perlahan. Pada saat yang sama, hydrocracking juga

mengalami pertumbuhan yang signifikan di Timur Tengah, Asia-Pasifik, dan Eropa yang

ditunjukkan pada Gambar 1.1. Pada awal tahun 2001, lebih dari 150 hydrocracker beroperasi di

seluruh dunia dengan total kapasitas lebih dari 3800000 B/D (500000 MT/D).

Gambar 1.1. Kapasitas hydrocracking diseluruh dunia

(Sumber: Scherzer, Julius, Gruia and adrian. 1996. Hydrocracking Science and technology Chemical Industries)

Page 4: Catalytic Hydrocracking

4

Universitas Indonesia

1.3 Mekanisme Reaksi Hydrocracking

Catalytic hydrocracking adalah proses catalytic cracking yang dilanjutkan dengan proses

hidrogenasi, penjenuhan hidrokarbon dengan bantuan hidrogen. Proses perengkahan

menghasilkan olefin untuk hidrogenasi, sedangkan proses hidrogenasi menyediakan panas untuk

perengkahan. Hal ini bisa terjadi karena reaksi perengkahan adalah reaksi endoterm dan reaksi

hidrogenasi bersifat eksoterm. Panas yang dihasilkan biasanya berlebih, sehingga temperature

reaktor akan meningkat dan mempercepat reaksi. Hal ini dikendalikan dengan menggunakan

injeksi hidrogen dingin untuk menggambil kelebihan panasnya.

Secara umum, reaksi hydrocracking dimulai dengan pembentukan olefin atau siklo-olefin

pada sisi logam katalis. Selanjutnya sisi asam akan menambahkan proton pada olefin atau siklo-

olefin tersebut untuk menghasilkan ion carbonium. Ion carbonium tersebut akan terrengkah

menjadi ion carbonium yang lebih kecil dan senyawa olefin yang lebih kecil. Produk tersebut

merupakan produk utama hydrocracking. Proses terminasi pada reaksi hydrocracking terjadi

dengan reaksi penjenuhan senyawa olefin pada sisi logam katalisator. Gambar 1.2 dan 1.3 adalah

tahapan reaksi pada rangkaian reaksi hydrocracking terhadap suatu senyawa n-parafin.

Gambar 1.2. Mekanisme reaksi hydrocraking pada senyawa n-parafin

(Sumber: Jechura, J. (2014). Hydroprocessing: Hydrotreating & Hydrocracking)

Page 5: Catalytic Hydrocracking

5

Universitas Indonesia

Gambar 1.3. Tahapan hydrocracking terhadap suatu senyawa n-parafin

(Sumber: Muklis. 2011. Plant Hydrocracking)

Dari reaksi pada gambar 1.2 dan 1.3 tersebut dapat diketahui bahwa pada awal reaksi

hydrocracking terbentuk senyawa olefin yang dikatalisis oleh sisi logam. Kemudian olefin

tersebut diubah menjadi ion carbonium. Ion carbonium tersebut terisomerisasi menjadi ion

carbonium tersier yang lebih stabil. Selanjutnya terjadi perengkahan ion carbonium tersebut pada

ikatan pada posisi ɓ terhadap muatan ion carbonium tersebut. Posisi ɓ merupakan ikatan kedua

dari muatan ion. Ion carbonium dapat bereaksi dengan olefin untuk mentransferkan muatan dari

satu fragmen ke fragmen lainnya. Dengan cara ini muatan dapat ditransfer dari senyawa

hidrokarbon rantai pendek ke senyawa hidrokarbon rantai lebih panjang yang dapat

mengakomodasi muatan dengan lebih baik. Akhirnya, reaksi penjenuhan terhadap olefin terjadi

pada sisi logam katalisator.

Reaksi hydrocracking merupakan reaksi yang selektif terhadap parafin dengan jumlah

atom karbon yang banyak. Hal ini terjadi dalam rangka mencapai kesetimbangan untuk

membentuk olefin dengan jumlah atom karbon yang banyak. Di samping itu, parafin dengan

jumlah atom karbon lebih banyak dapat mengadsorbsi lebih kuat. Ion carbonium intermedia

menyebabkan isomerisasi yang berlebih pada produk reaksi khususnya pada Ŭ-metil isomer. Hal

ini karena ion carbonium tersier lebih stabil. Oleh karena itu, produksi C1 dan C3 rendah karena

produksi gas hidrokarbon tersebut terjadi ketika terbentuknya ion carbonium primer dan

sekunder yang sebenarnya kurang dikehendaki. Senyawa-senyawa lain seperti alkil-naften, alkil-

Page 6: Catalytic Hydrocracking

6

Universitas Indonesia

aromat, dan lain sebagainya bereaksi dengan mekanisme serupa melalui reaksi pembentukan ion

carbonium. Selain reaksi hydrocracking terhadap paraffin, reaksi utama dan reaksi lain yang

yang terjadi pada proses hydrocracking adalah :

ü Reaksi utama:

¶ Hydrogenasi PNA (Poly Nucleic Aromatic).

¶ Ring opening dan pemisahan rantai samping.

¶ Reaksi cracking paraffine.

ü Reaksi lain:

¶ Isomerisasi (Senyawa cincin, rantai samping, paraffine)

¶ Penjenuhan olefin

¶ Penghilangan sulfur, nitrogen, oksigen

¶ Konversi polynaphthene dan PNA

¶ Akumulasi parafin di unconverted oil/UCO

Bersamaan dengan proses hydrocracking, impurities yang terkandung dalam feed, seperti

senyawa sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal juga dihilangkan. Selain itu senyawa olefin

juga dijenuhkan. Berikut ini merupakan proses penghilangan impurities dan penjenuhan olefin

pada hydrocracking:

a) Penghilangan Sulfur

Penghilangan sulfur dilakukan dengan cara mengubah senyawa sulfur organik menjadi

hidrogen sulfida dan hidrokarbon. Reaksi hydrodesulfurization (HDS) yang umum terjadi di

hydrocracker bisa dilihat pada gambar 1.4 berikut :

Page 7: Catalytic Hydrocracking

7

Universitas Indonesia

Gambar 1.4. Mekanisme reaksi Penghilangan sulfur

(Sumber: David S. J and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing)

b) Penghilangan Nitrogen

Penghilangan nitrogen dilakukan dengan cara mengubah senyawa nitrogen organik menjadi

ammonia dan hydrocarbon. Reaksi hydrodenitrification (HDN), sebelum penghilangan

nitrogen, terjadi postulated mechanism yang ditunjukan pada gambar 1.5 berikut:

Page 8: Catalytic Hydrocracking

8

Universitas Indonesia

Gambar 1.5. Mekanisme reaksi Postulated

(Sumber: David S. J and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing)

Kemudian reaksi penghilangan nitrogen yang umum terjadi di hydrocracker bisa dilihat pada

gambar 1.6 berikut:

Gambar 1.6. Mekanisme reaksi Penghilangan Nitrogen

(Sumber: David S. J and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing)

c) Penghilangan oksigen

Penghilangan oksigen dilakukan dengan cara mengubah senyawa oksigen organik menjadi

air dan hydrocarbon seperti yang ditunjukan gambar 1.7 berikut:

Page 9: Catalytic Hydrocracking

9

Universitas Indonesia

Gambar 1.7. Mekanisme reaksi Penghilangan oksigen

(Sumber: David S. J and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing)

d) Penghilangan Halida

Penghilangan halida dilakukan dengan cara mengubah senyawa halide menjadi chloride acid

dan hydrocarbon. Organic halides seperti chloride dan bromide terdekomposisi di dalam

reaktor hydrocracker seperti reaksi yang ditunjukan pada gambar 1.8 di bawah ini:

Gambar 1.8. Mekanisme reaksi Penghilangan halide

(Sumber: David S. J and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing)

e) Penjenuhan olefin

Penjenuhan olefin dilakukan dengan cara meng-hydrogenasi senyawa olefin menjadi

parafin. Tujuan penjenuhan olefin adalah untuk peningkatan stabilitas produk saat

penyimpanan (warna dan sediment). Reaksi penjenuhan olefin yang umum terjadi di

hydrocracker seperti yang ditunjukan pada gambar 1.9 berikut :

Page 10: Catalytic Hydrocracking

10

Universitas Indonesia

Gambar 1.9. Mekanisme reaksi Penjenuhan olefin

(Sumber: David S. J and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing)

f) Penghilangan logam

Senyawa organik metal akan terdekomposisi dan metal akan secara permanen diserap atau

beraksi dengan katalis. Metal ini merupakan racun katalis yang permanen (tidak dapat

dihilangkan). Reaksi penghilangan metal terjadi dengan mekanisme sebagai berikut :

Gambar 1.10. Mekanisme reaksi penghilangan logam

(Sumber: David S. J and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing)

Semua reaksi di atas (dari poin a sampai f) bersifat eksotermis sehingga temperatur akan

naik saat feed melewati unggun katalis (catalyst bed). Urutan kemudahan reaksi yang terjadi di

hydrocracking adalah sebagai berikut (mulai dari yang paling mudah hingga yang paling sulit) :

1. Penghilangan logam

2. Penjenuhan olefin

3. Penghilangan sulfur

4. Penghilangan nitrogen

5. Penghilangan oksigen

6. Penjenuhan cincin (heteroaromatic Ÿ multiring aromatic Ÿ monoaromatic)

Page 11: Catalytic Hydrocracking

11

Universitas Indonesia

7. Cracking naphthene (multiring naphthene Ÿ mono naphthene)

8. Cracking parafin

Selain itu urutan reaksi hydrocracking pada reaktor hydrocracker ditunjukan gambar 1.11

berikut:

Gambar 1.11. Urutan reaksi hydrocracking pada reaktor Hydrocracker

(Sumber: Anonim. 2012. Refinery and Hydrocracking Process)

Kemudian berikut ini adalah data termodinamika dari beberapa reaksi utama pada proses

hydrocracking dan perbandingan catalytic cracking dengan hydrocracking yang ditunjukan pada

tabel 1.1 dan 1.2 secara berturut ï turut. Umpan yang biasa digunakan pada hydrocracking

ditunjukkan pada tabel 1.3.

Tabel 1.1. Data termodinamika dari beberapa reaksi utama pada proses hydrocracking

(Sumber: David S. J and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing)

Page 12: Catalytic Hydrocracking

12

Universitas Indonesia

Tabel 1.2. Perbandingan cataclytic cracking dengan hydrocracking

Catalytic cracking Hydrocracking

Carbon rejection Penambahan hidrogen

Produk: LPG, Gasoline Produk: Kerosene/diesel

Produk yang dihasilkan banyak mengandung

komponen tak jenuh

Produk yang dihasilkan mengandung:

beberapa aromatik, sedikit sulfur dan

nitrogen.

Biaya produksinya lebih rendah

dibandingkan hydrocracking

Biaya produksinya lebih tinggi

dibandingkan hydrocracking

(Sumber: Scherzer, Julius, Gruia and adrian. 1996. Hydrocracking Science and technology Chemical Industries)

Tabel 1.3 Umpan dan Produk Proses Hydrocracking

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

1.4 Katalis Pada Reaksi Hydrocracking

Katalis hydrocracking merupakan katalis bifunctional (acid function dan metal function)

atau fungsi ganda. Katalis hydrocraking mempunyai fungsi pada reaksi cracking dan hidrogenasi

(Gambar 1.12). Katalis yang berfungsi sebagai support asam digolongkan menjadi dua tipe yaitu

amorphous dan zeolite. Contoh katalis support asam yang biasa yaitu oksida amorphous (contoh:

silica-alumina), kristal zeolite (kebanyakan zeolite Y termodifikasi) ditambah pengikat (contoh:

alumina) atau campuran dari kristal zeolite dan oksida amorphous. Tipe amorphous digunakan

jika diinginkan memaksimalkan produk distilat (kerosene dan diesel), sedangkan tipe zeolite

digunakan jika diinginkan memaksimalkan produk naphtha. Hal tersebut dikarenakan struktur

kristalin dari zeolite memberikan aktivitas dan selektivitas yang tinggi dibandingkan amorphous.

Page 13: Catalytic Hydrocracking

13

Universitas Indonesia

Katalis tipe zeolite mempunyai banyak keunggulan dibandingkan tipe amorphous. Namun tipe

zeolite mempunyai kelemahan utama, yaitu lebih sedikit memproduksi distilat (kerosene dan

diesel). Oleh karena itu beberapa tahun belakangan ini diproduksi katalis tipe semi-zeolite, yaitu

katalis yang mempunyai keunggulan seperti tipe zeolite dan mempunyai kemampuan produksi

distilat (kerosene dan diesel) mendekati kemampuan tipe amorphous. Perbandingan antara tipe

amorphous dan zeolite pada tabel 1.4.

Gambar 1.12. Komposisi katalis hidrocraking

(Sumber: Scherzer, Julius, Gruia and adrian. 1996. Hydrocracking Science and technology Chemical Industries)

Tabel 1.4. Perbandingan katalis tipe amorphous dan zeolite

Katalis Tipe Amporhous Katalis Tipe Zeolite

Pori-pori besar Pori-pori kecil (+)

Moderate acidity High acidity (+)

Luas permukaan yang rendah Luas permukaan yang besar (+)

Laju deaktivasi yang tinggi Laju deaktivasi yang rendah (reaksi

lebih stabil) (+)

Memaksimalkan destilat (kerosene

dan diesel)

Memaksimalkan naptha

Lebih tidak tahan terhadap pengotor

(sulfur, nitrogen, oksigen)

Lebih tahan terhadap pengotor (sulfur,

nitrogen, oksigen) (+)

Umur katalis lebih cepat Umur katalis lebih lama

Design pressure lebih tinggi Design pressure lebih rendah (+)

Konsumsi H2 lebih rendah (+) Konsumsi H2 lebih tinggi

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

Page 14: Catalytic Hydrocracking

14

Universitas Indonesia

Logam yang digunakan untuk katalis pada reaksi hidrogenasi yaitu logam mulia

(palladium, platinum), atau logam sulfide dari golongan VI A (molybdenum, tungsten) dan

golongan VIIIA (cobalt, nikel). Logam ini membantu dalam hidrogenasi umpan sehingga

membuatnya lebih reaktif untuk cracking, dan penghilangan heteroatom, serta mengurangi laju

pembentukan coke. Logam tersebut juga menginisiasi reaksi cracking dalam pembentukan

intermediet olefin yang reaktif dari dehidrogenasi. Secara umum pemilihan katalis adalah

berdasarkan pada 5 faktor utama yaitu:

Å Initial activity (temperatur)

Å Selectivity (produk yang diinginkan)

Å Stability (deactivation rate)

Å Product quality (desired specification)

Å Regenerability (kemudahan untuk diregenerasi)

Untuk stabilitas dari katalis, keseimbangan antara sisi logam dan asam yang sesuai dan

pendispersi katalis logam perlu diperhatikan. Peningkatan aktivitas katalis dapat dilakukan

dengan cara meningkatkan kekuatan sisi asam, meningkatkan konsentrasi sisi asam, dan

meningkatkan kekuatan sisi logam. Kekuatan aktivitas katalis ditunjukkan pada tabel 1.5.

Sedangkan, peningkatan selektivitas katalis dapat dilakukan dengan cara mengurangi konsentrasi

asam, menyeimbangkan antara sisi asam dan logam, dan memilih struktur pori yang sesuai.

Maka dari itu, rasio antara katalis untuk cracking dan hidrogenasi harus diatur untuk

memaksimalkan aktifitas dan selektivitas.

Tabel 1.5. Kekuatan hidrogenasi dan cracking dalam katalis bifungsional

(Sumber: Scherzer, Julius, Gruia and adrian. 1996. Hydrocracking Science and technology Chemical Industries)

Page 15: Catalytic Hydrocracking

15

Universitas Indonesia

1.4.1 Deaktivasi Katalis

Katalis yang digunakan seiring dengan waktu akan mengalami deaktivasi. Deaktivasi

katalis atau penurunan aktivitas katalis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

a) Umur katalis

Umur katalis hydrocracker diukur berdasarkan kemampuan setiap satuan berat katalis

hydrocracker untuk mengolah umpan. Umur katalis hydrocracker dapat mencapai 18 m3 feed/kg

katalis atau sekitar 1-5 tahun pemakaian.

b) Akumulasi senyawa ammonia pada katalis

Reaksi hydrotreating yang terjadi di dalam reaktor hydrocracker akan mengubah

senyawa nitrogen organik yang ada dalam umpan menjadi ammonia. Ammonia akan berebut

tempat dengan umpan untuk mengisi active site katalis. Jika active site katalis tertutup oleh

ammonia maka aktivitas katalis akan langsung menurun. Untuk menghindari terjadinya

akumulasi ammonia pada permukaan katalis, diinjeksikan wash water pada effluent reaktor,

sehingga ammonia akan larut dalam air dan tidak menjadi impurities bagi recycle gas. Ammonia

bersifat racun sementara bagi katalis. Jika injeksi wash water dihentikan atau kurang maka akan

terjadi akumulasi ammonia pada permukaan katalis, namun setelah injeksi wash water dijalankan

kembali maka akumulasi ammonia pada permukaan katalis akan langsung hilang.

c) Coke

Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan hydrogen partial pressure

(tekanan reaktor atau hydrogen purity pada recycle gas), atau penggunaan carbon bed absorber

untuk menyerap HPNA. Berikut adalah beberapa penyebab terbentuknya coke:

¶ Terjadi reaksi kondensasi HPNA (heavy polynucleic aromatic).

¶ Temperature reaksi yang tidak sesuai (temperature terlalu tinggi atau umpan minyak

terlalu ringan).

¶ Tekanan parsial hidrogen yang rendah (tekanan reaktor atau hydrogen purity recycle

gas yang rendah).

¶ Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/Hidrokarbon yang kurang/lebih rendah

daripada disain).

d) Keracunan logam

Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organik terdekomposisi dan

menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang biasanya menjadi racun katalis

Page 16: Catalytic Hydrocracking

16

Universitas Indonesia

hydrocracker yaitu nikel, vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silika, arsenik, timbal,

dan phospor. Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan

cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan logam dalam

umpan. Batasan maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan hydrocracker

adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5

ppmwt untuk natrium.

e) Kandungan air dalam katalis

Air dapat masuk ke dalam katalis jika pemisahan air dari umpan hydrocracker di dalam

tangki penyimpanan tidak sempurna ataupun terjadi kerusakan steam coil pemanas tangki

penyimpanan. Air dapat dicegah masuk ke dalam reaktor dengan memasang filter 25 mikron.

1.5 Lisensor dan Unit Hydrocracking di Kilang Pertamina

Teknologi hydrocracking merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

pengolahan minyak bumi. Maka dari itu banyak sekali perusahaan yang telah mengembangkan

teknologi hydrocracker di dunia. Tabel 1.6 dan 1.7 berikut menunjukan beberapa pengembang

teknologi hydrocracker dan lisensi teknologi hydrocracker di dunia secara berturut ï turut.

Tabel 1.6. Pengembang teknologi hydrocracker di dunia

(Sumber: Anonim. 2014. Refinery and Hydrocracking Process)

Page 17: Catalytic Hydrocracking

17

Universitas Indonesia

Tabel 1.7. Lisensi teknologi hydrocracker di dunia

Proses Teknologi Perusahaan

Unicracking UOP

Isocracking Chevron

Ultracracking Amoco

Shell Shell development Co

Unicracking UOP

MDDW (for destilates) Mobil

MLDW (lube oil) Mobil

(Sumber: Scherzer, Julius, Gruia and adrian. 1996. Hydrocracking Science and technology Chemical Industries)

Selain itu di Kilang Pertamina Indonesia juga memakai teknologi hydrocracking, namun

ternyata tidak semua kilang memiliki teknologi tersebut. Untuk lebih jelasnya tabel 1.8 berikut

menunjukan kilang Pertamina yang memiliki teknologi hydrocracking.

Tabel 1.8 Proses konversi kilang PERTAMINA

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

Page 18: Catalytic Hydrocracking

18

Universitas Indonesia

Berdasarkan tabel 1.8 bisa dilihat bahwa unit hydrocracking yang dikelola oleh pertamina

terdapat di Unit Pengolahan II Dumai dan Unit Pengolahan V Balikpapan.

1.5.1. Unit Pengolahan II Dumai

Unit ini berdiri dan dioperasikan sejak tahun 1971, kilang minyak Putri Tujuh Dumai dan

Sungai Pakning telah memberikan sumbangan nyata terhadap perkembangan dan kemajuan

daerah khususnya kota Dumai dan sekitarnya dan telah memberikan andil yang besar bagi

pemenuhan kebutuhan bahan bakar nasional. Berbagai produk bahan bakar Minyak (BBM) dan

Non Bahan Bakar Minyak (NBBM) telah dihasilkan dari kilang Putri Tujuh Dumai -Sungai

Pakning dan telah didistribusikan ke berbagai pelosok tanah air dan manca negara. Berikut

adalah penjelasan mengenai bahan baku, teknologi, dan produksi yang dihasilkan dari unit

pengolahan II Dumai.

a) Bahan Baku

Sumber bahan baku yang diolah di Unit Pengolahan II Dumai adalah:

¶ Minyak mentah Duri

¶ Minyak mentah Minas

¶ Minyak mentah Lirik

¶ Minyak mentah Pedada

¶ Minyak mentah Selat Panjang

b) Teknologi

Teknologi yang digunakan pada kilang ini terdiri atas 3 unit proses, yaitu Topping

Unit/Crude Distillation Unit (CDU), Naphta Reforming Unit (NRU) dan Hydrocarbon

Platforming Unit (PL-1). Kilang baru terdiri atas 11 unit produksi, High Vacuum Unit

(HVU), Delayed Coking Unit (DCU), Hydrocracking Unit (HCU), Naphta Hydrotreating

Unit (NHDU), CCR Platforming Unit (PL), Destillate Hydrotreating Unit (DHDT),

Amine & LPG Recovery Unit, Hydrogen Plant, Nitrogen Plant dan Sour Water System

Plant.

c) Produk yang dihasilkan

Produk-produk yang dihasilkan Pertamina UP II Dumai terdiri dari:

¶ Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti aviation turbine fuel, minyak bakar, minyak

diesel, minyak solar, dan minyak tanah

Page 19: Catalytic Hydrocracking

19

Universitas Indonesia

¶ Produk Non BBM seperti solvent, green coke, dan LPG

Gambar 1.13. Skema Teknologi RU II Dumai

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

Berdasarkan gambar 1.13 menunjukkan bahwa Hydrocracker Unibon (HCU) berada pada

unit 211/212. Umpan untuk HCU pada unit ini:

¶ HVGO (Heavy Vacuum Gas Oil) yang berasal dari unit HVU dan DCU.

¶ HCGO (Heavy Coker Gas Oil) yang berasal dari unit HVU dan DCU.

Pada gambar 1.13 juga menunjukkan bahwa Hydrocracker Unibon (HCU) berada pada unit

211/212. HCU pada unit ini berfungsi untuk mengolah HVGO (Heavy Vacuum Gas Oil) dan

HCGO (Heavy Coker Gas Oil) menjadi fraksi-fraksi yang lebih ringan melalui proses

perengkahan berbantuan gas hidrogen (hydrocracking). Produk yang dihasilkan unit HCU

sebagai berikut:

¶ Offgas dan LPG yang diolah lebih lanjut di unit Amine & LPG Recovery.

¶ light naphtha sebagai komponen blending gasoline.

¶ heavy naphtha yang akan diumpankan ke unit NHDT..

Page 20: Catalytic Hydrocracking

20

Universitas Indonesia

¶ light kerosene dan heavy kerosene sebagai komponen blending kerosin atau avtur,

tergantung pada permintaan pasar.

¶ Automotive Diesel Oil (ADO).

¶ Bottom fractinator dialirkan sebagai umpan LBO Plant.

Kemudian berikut adalah tabel 1.9 yang menunjukan kapasitas masing ï masing unit di

pengolahan RU II Dumai.

Tabel 1.9. Kapasitas masing-masing unit pengolahan RU II Dumai

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

1.5.2 Unit Pengolahan V Balikpapan

Unit ini berlokasi di Balikpapan, Kalimantan Timur dan Didirikan oleh British

Petroleum. Unit ini mempunyai kapasitas produksi sebesar 260 ribu barrel/hari. Berikut adalah

penjelasan mengenai bahan baku, unit pengolahan, dan produk yang dihasilkan pada RU V

Balikpapan.

a) Bahan Baku

Sumber bahan baku yang diolah di Unit Pengolahan V Balik papan berasal dari:

¶ Minyak mentah Kalimantan Timur (Bekapai/Handil, Badak/Waluyo)

¶ Minyak mentah Domestik

¶ Minyak mentahimport (cokctacil crude)

b) Unit Pengolahan

Page 21: Catalytic Hydrocracking

21

Universitas Indonesia

Teknologi atau unit pengolahan yang digunakan pada kilang ini adalah:

¶ 2 Unit pengilangan minyak kasar (mentah). Hasil dari unit ini adalah Naphta,

kerosene, gasoline, diesel, dan residue.

¶ 1 Unit penyulingan hampa (High Vacuum Unit) hasil unit ini adalah : parafinic oil

destilate (POD); yang dipakai untuk bahan baku untuk 1 unit pabrik lilin dengan

kapasitas 100 ton lilin perhari.

¶ Kilang Hydroskiming dan kelompok Kilang Hydrocracking.

¶ LPG Recovery.

¶ Wax Plant

c) Produk yang dihasilkan

Produk-produk yang dihasilkan Pertamina RU V Balikpapan terdiri dari LPG, heavy

nafta, premium, kerosin, avtur, ado, ido, wax, food oil, pod, dan lswr.

Kemudian berikut adalah skema Teknologi Unit V Balikpapan yang ditunjukkan oleh Gambar

1.14.

Gambar 1.14. Skema Teknologi RU V Balikpapan

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

Page 22: Catalytic Hydrocracking

22

Universitas Indonesia

BAB 2

PROSES HYDROCRACKING

2.1 Pemilihan Proses Hydrocracking

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan dari proses hydrocracking

adalah untuk mengkonversi gas oil yang bernilai rendah menjadi produk ï produk yang lebih

berharga seperti naftha, diesel, gas, dan lain ï lain. Pada aplikasi di lapangannya, terdapat

berbagai jenis proses hydrocracking seperti once through hydrocracking, single stage

hydrocracking, dan two stage hydrocracking. Terdapat beberapa hal yang mendasari pemilihan

berbagai jenis proses hydrocracking tersebut, seperti pada gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1. Kriteria pemilihan jenis proses hydrocracking

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

Seperti yang bisa dilihat pada gambar 2.1 bahwa penentuan pertama dalam proses

hydrocracking adalah dilihat dari sisi kandungan umpannya. Apabila umpan banyak

mengandung nitrogen dan sulfur maka proses hydrotreating harus dilakukan agar tidak meracuni

katalis di proses ï proses berikutnya. Lalu penentu berikutnya adalah apakah produk bawah dari

fraksionator setelah proses hydrocracking terjadi akan masuk ke proses catalytic cracking,

apabila iya maka jenis proses hydrocracking yang harus dilakukan adalah once through. Lalu hal

penentu yang terakhir adalah dilihat dari sisi kapasitas produk hydrocracking yang ingin

dihasilkan. Apabila kapasitas produk yang dihasilkan tidak terlalu besar maka single stage

hydrocracking bisa dilakukan, namun apabila kapasitas yang ingin dihasilkan besar maka two

22

Page 23: Catalytic Hydrocracking

23

Universitas Indonesia

stage hydrocracking (teknologi baru) harus dilakukan. Two stage hydrocracking bisa

menghasilkan kapasitas yang lebih besar karena terjadi 2 kali proses hydrocracking di reactor

yang berbeda, sehingga molekul ringan yang dihasilkan dari perengkahan molekul berat juga

semakin banyak (akan dijelaskan lebih lanjut di teknologi hydrocracking).

.

2.2 Single Stage Hydrocracking

Gambar 2.2. Skema proses single stage catalytic hydrocracking

(Sumber: Gary J, Handwerk G. 2001. Petroleum Refining Technology and Economics)

Berikut adalah tahapan ï tahapan yang menjelaskan proses single stage catalytic hydrocracking

pada gambar 2.2:

1. Umpan yang berupa atmospheric gas oil, vacuum gas oil, ataupun middle distilate

dipanaskan terlebih dahulu di furnace pada rentang suhu 350 ï 4200C.

2. Umpan bersamaan dengan hidrogen masuk ke reactor hidrocracking dengan kondisi

tekanan 6900 ï 13800 kPa. Jenis katalis yang digunakan pada reactor ini adalah

crystalline mixture of silica ï alumina, dan konversi reaksi yang dihasilkan adalah sekitar

40 ï 50%. Selain itu dikarenakan pada reactor ini terjadi reaksi cracking (endotermis) dan

hidrogenasi (eksotermis) secara bersamaan, dimana panas yang dihasilkan dari reaksi

hidrogenasi jauh lebih besar dari panas yang diambil oleh reaksi cracking maka suhu

reactor tentu akan meningkat. Peningkatan suhu reactor ini berpengaruh baik karena

mempercepat jalannya reaksi, namun peningkatan suhu ini perlu diatur dengan cara

menginjeksikan hidrogen dingin. Untuk memperjelas, gambar 2.3 berikut menunjukan

reaksi ï reaksi yang terjadi di reactor hydrocracking.

Page 24: Catalytic Hydrocracking

24

Universitas Indonesia

Gambar 2.3. Reaksi yang terjadi di reaktor hydrocracking

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

Seperti yang bisa dilihat melalui gambar 2.3 bahwa terdapat 7 jenis reaksi yang terjadi di

reactor hydrocracking. Secara dominan reaksi ï reaksi tersebut adalah reaksi hidrogenasi,

kemudian baru diikuti reaksi cracking dan hidroisomerisasi. Pada reaksi cracking yang

terjadi pun juga dilakukan penambahan hidrogen untuk menjaga selektivitas cracking.

3. Hasil aliran dari reactor kemudian akan didinginkan lalu masuk ke hidrogen separator.

Pada hidrogen separator, hidrogen yang tidak bereaksi akan dipisahkan dan akan di

recycle kembali ke reactor pertama.

4. Aliran produk bawah dari hidrogen separator akan masuk kembali ke separator

bertekanan rendah. Pada separator ini akan didapat produk atas yang berupa fraksi ringan

seperti gas C1 ï C4.

5. Produk bawah dari separator bertekanan rendah akan dipanaskan kembali sampai suhu

3990C lalu masuk ke fraksionator untuk memisahkan C1 ï C4 lebih lanjut sebagai produk

atas, naftha ringan dan berat, diesel, dan kerosin sebagai produk tengah. Kemudian hasil

produk bawah dari fraksionator akan di recycle kembali ke aliran feed agar proses

hydrocracking yang terjadi bisa lebih efisien. Selain itu berikut adalah gambar 2.4 yang

menunjukan hasil yield dari proses hydrocracking.

Page 25: Catalytic Hydrocracking

25

Universitas Indonesia

Gambar 2.4. Yield dari proses hydrocracking

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

Melalui gambar 2.4 bisa dilihat bahwa penggunaan jenis katalis yang berbeda akan

menghasilkan yield produk tertentu yang berbeda pula. Jadi tentu pemilihan jenis katalis yang

tepat akan sangat mempengaruhi jumlah produk yang dihasilkan dari proses hydrocracking.

Contohnya dalam menghasilkan diesel, seperti yang bisa dilihat pada gambar 2.4 bahwa jenis

katalis A menghasilkan yield yang paling besar (berkisar 63,7% vol), sedangkan katalis D yang

paling kecil (hanya berkisar 36,7% vol). Jadi ilmu dasar dan pengalaman dalam pemilihan katalis

yang cocok untuk menghasilkan produk tertentu merupakan hal yang penting dalam proses

hydrocracking.

2.3 Once Through Hydrocracking

Gambar 2.5. Skema proses once through catalytic hydrocracking

(Sumber: Gary J, Handwerk G. 2001. Petroleum Refining Technology and Economics)

Page 26: Catalytic Hydrocracking

26

Universitas Indonesia

Seperti yang bisa dilihat pada gambar 2.5 bahwa skema proses once through

hydrocracking sangat mirip dengan skema proses single stage hydrocracking. Namun

perbedaannya adalah produk bawah dari fraksionator tidak di recycle kembali, melainkan

langsung dialirkan ke proses catalytic cracking (misal dengan jenis FCC). Untuk memperjelas

berikut adalah tahapan ï tahapan yang menjelaskan proses once through hydrocracking pada

gambar 2.5:

1. Umpan yang berupa atmospheric gas oil, vacuum gas oil, ataupun middle distilate

dipanaskan terlebih dahulu di furnace pada rentang suhu 350 ï 4200C.

2. Umpan bersamaan dengan hidrogen masuk ke reactor hidrocracking dengan kondisi

tekanan 6900 ï 13800 kPa. Jenis katalis yang digunakan pada reactor ini adalah

crystalline mixture of silica ï alumina, dan konversi reaksi yang dihasilkan adalah sekitar

40 ï 50%. Selain itu diperlukan juga injeksi hidrogen dingin yang berfungsi sebagai

pengatur suhu di reaktor.

3. Hasil aliran dari reactor kemudian akan didinginkan lalu masuk ke hidrogen separator.

Pada hidrogen separator, hidrogen yang tidak bereaksi akan dipisahkan dan akan di

recycle kembali ke reactor pertama.

4. Aliran produk bawah dari hidrogen separator akan masuk kembali ke separator

bertekanan rendah. Pada separator ini akan didapat produk atas yang berupa fraksi ringan

seperti gas C1 ï C4.

5. Produk bawah dari separator bertekanan rendah akan dipanaskan kembali sampai suhu

3990C lalu masuk ke fraksionator untuk memisahkan C1 ï C4 lebih lanjut sebagai produk

atas, naftha ringan dan berat, diesel, dan kerosin sebagai produk tengah. Kemudian hasil

produk bawah dari fraksionator akan dialirkan ke proses catalytic cracking. Selain itu

berikut adalah data utilitas yang diperlukan untuk mengoperasikan unit hydrocracking

secara umum setiap barrel umpannya.

Gambar 2.6. Data utilitas unit hydrocracking

(Sumber: Gary J, Handwerk G. 2001. Petroleum Refining Technology and Economics)

Page 27: Catalytic Hydrocracking

27

Universitas Indonesia

2.4 Variabel Proses Hydrocracking

Keberhasilan proses hydrocracking dilihat atau diukur dari besarnya umpan yang

terkonversi menjadi produk yang lebih ringan. Konversi ini didefinisikan sebagai persen volume

umpan yang berubah menjadi produk dengan titik didih lebih rendah dari umpan tersebut. Maka

dari itu untuk membandingkan keberhasilan proses hydrocracking ini kita perlu memvariasikan

beberapa variabel. Variabel utama yang mempengaruhi reaksi hidrocracking adalah kondisi

tekanan dan suhu reaktor, space velocity, kandungan nitrogen dan sulfur di umpan. Berikut

adalah penjelasan lebih lanjut mengenai masing ï masing variabel tersebut.

a) Kondisi tekanan dan suhu reactor

Efek utama dari tekanan di dalam reactor berpengaruh pada tekanan parsial dari gas

hidrogen dan amoniak. Peningkatan tekanan total pada reactor berarti juga meningkatkan

tekanan parsial dari hidrogen dan amoniak. Konversi akan meningkat apabila tekanan parsial

hidrogen juga meningkat, namun akan menurun apabila tekanan parsial amoniak meningkat.

Namun dikarenakan umpan telah mengalami proses hydrotreating berarti kandungan amoniak

akan jauh lebih sedikit dibanding hidrogen. Sehingga secara keseluruhan peningkatan tekanan

reactor akan meningkatkan konversi karena efek tekanan parsial hidrogen jauh lebih besar.

Lalu suhu reactor juga berperan penting dalam mengatur besarnya konversi reaksi.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa reactor hidrocracking akan mengalami

penambahan suhu seiring berjalannya waktu karena efek dari reaksi hidrogenasi (eksotermis)

yang lebih besar. Peningkatan suhu reactor sebesar 100C dari kondisi operasi normal masih

berpengaruh baik, karena akan meningkatkan laju reaksi hampir dua kali lipat. Namun apabila

peningkatan suhu reactor yang terjadi lebih besar justru akan merugikan karena menyebabkan

kenaikan laju deaktivasi katalis. Maka dari itu dibutuhkan injeksi hidrogen dingin yang berfungsi

sebagai pengontrol suhu reactor.

b) Space velocity

Volumetrik space velocity adalah rasio antara laju alir liquid (barrel/jam), dengan volume

katalis (barrel). Volume katalis yang digunakan selama proses tentu konstan, sehingga space

velocity merupakan fungsi laju alir umpan. Apabila laju alir umpan ditingkatkan maka waktu

kontak antara katalis dengan umpan akan semakin sedikit sehingga menurunkan konversi.

Namun ketika laju alir umpan diturunkan maka konversi akan meningkat karena semakin

besarnya waktu kontak antara umpan dengan katalis, akan tetapi hal ini tidak efisien karena

Page 28: Catalytic Hydrocracking

28

Universitas Indonesia

mengurangi kapasitas produksi yang dihasilkan. Sehingga hal yang bisa dilakukan untuk

meningkatkan konversi dengan tetap menjaga laju alir umpan pada kondisi optimalnya adalah

dengan meningkatkan suhu operasi.

c) Kandungan nitrogen dan sulfur di umpan

Kenaikan jumlah senyawa sulfur dan nitrogen organik akan meningkatkan severity

operasi. Kandungan sulfur tinggi akan meningkatkan konsentrasi H2S dalam recycle gas

sehingga akan menurunkan purity recycle gas dan kemudian menurunkan tekanan partial

hydrogen. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas katalis karena konsentrasi

H2S hanya berkisar ratusan ppm (part per million). Namun kandungan senyawa nitrogen organik

yang terkonversi menjadi ammonia dan terakumulasi dalam recycle gas akan menurunkan

aktivitas katalis. Oleh karena itu, umpan dengan kandungan nitrogen organik tinggi akan lebih

sulit diproses dan membutuhkan temperatur lebih tinggi.

Page 29: Catalytic Hydrocracking

29

Universitas Indonesia

BAB 3

TEKNOLOGI HYDROCRACKING

3.1 Two Stage Hydrocracking

Gambar 3.1. Skema proses two stage catalytic hydrocracking

(Sumber: Gary J, Handwerk G. 2001. Petroleum Refining Technology and Economics)

Melalui gambar 3.1 bisa dilihat bahwa skema dari two stage catalytic hydrocracking ini

merupakan pengembangan dari single stage catalytic hydrocracking. Hal yang paling

membedakannya adalah aliran produk bawah dari fraksionator akan di hydrocracking kembali di

reactor yang berbeda, kemudian produk hydrocracking tersebut akan dialirkan kembali dan

digabung dengan aliran hasil hydrocracking dari reactor pertama. Dengan kata lain two stage

hydrocracking ini merupakan proses penggabungan dari 2 single stage hydrocracking. Maka dari

itu kapasitas produksi yang dihasilkannya pun juga meningkat karena terjadi 2 kali proses

hydrocracking. Untuk lebih jelasnya berikut adalah tahapan ï tahapan yang menjelaskan proses

two stage catalytic hydrocracking pada gambar 3.1:

1. Umpan dipanaskan pada rentang suhu 350 ï 4200C.

2. Umpan bersamaan dengan hidrogen masuk ke reactor hidrocracking pertama dengan

kondisi tekanan 6900 ï 13800 kPa. Jenis katalis yang digunakan pada reactor ini adalah

crystalline mixture of silica ï alumina. Pada reactor pertama ini terjadi proses cracking

dan hidrogenasi secara bersamaan dengan konversi sekitar 50 ï 70%.

29

Page 30: Catalytic Hydrocracking

30

Universitas Indonesia

3. Hasil aliran dari reactor kemudian akan didinginkan lalu masuk ke hidrogen separator.

Pada hidrogen separator, hidrogen yang tidak bereaksi akan dipisahkan dan akan di

recycle kembali ke reactor pertama.

4. Aliran produk bawah dari hidrogen separator akan masuk kembali ke separator

bertekanan rendah. Pada separator ini akan didapat produk atas yang berupa fraksi ringan

seperti gas C1 ï C4.

5. Produk bawah dari separator bertekanan rendah akan dipanaskan kembali lalu masuk ke

fraksionator untuk memisahkan C1 ï C4 lebih lanjut sebagai produk atas, naftha ringan

dan berat, diesel, dan kerosin sebagai produk tengah. Kemudian hasil produk bawah dari

fraksionator akan melalui proses catalytic hydrocracking lagi di reactor kedua

(mempunyai tahapan yang sama seperti poin 1 ï 4). Hasil dari catalytic hydrocracking

tahap kedua ini akan digabung kembali dengan aliran pada proses hydrocracking pertama

sehingga pemisahan dan produk yang dihasilkan pada fraksionator bisa lebih baik.

3.2 Mild Hydrocracking

Gambar 3.2. Teknologi awal proses mild hydrocacking

(Sumber: Hori,Y. 2000. In: Modern Petroleum Technology.Volume 2: Downstream A.G. Lucas)

Page 31: Catalytic Hydrocracking

31

Universitas Indonesia

Gambar 3.3. Teknologi terbaru proses mild hydrocacking

(Sumber: Hori,Y. 2000. In: Modern Petroleum Technology.Volume 2: Downstream A.G. Lucas)

Teknologi ini menjelaskan proses untuk mild hydrocracking dari fraksi vacuum gas oil

(VGO), vacuum distillate (DSV), atau deasphalted oil (DAO) dengan tujuan untuk melanjutkan

aliran umpan dari unit catalytic cracking.

Feedstock dari unit (aliran 1) dapat berupa VGO, DSV, atau DAO. Sebagai contoh akan

diambil aliran VGO. Untuk lebih jelasnya deskripsi aliran proses dari gambar 3.3 adalah sebagai

berikut. Aliran VGO bersuhu 90oC dan tekanan rendah masuk ke dalam unit proses. Selanjutnya

VGO dipanaskan sampai temperatur mencapai 300-450oC dan lebih baik jika bersuhu antara

rentang 350-400oC (414oC pada aliran 5b), saat memasuki zona reaksi. Pemanasan VGO

biasanya dilakukan pada tahap pertama dengan tekanan rendah. Adanya diesel-circulating reflux

(aliran 20) yang memasuki exchanger E-4, aliran VGO akan meningkat suhunya. Selanjutnya

VGO akan dikompres dengan pompa P-2 dan diccampurkan dengan aliran kaya hidrogen (aliran

4c) dan dipanaskan pada tekanan tinggi. Aliran ini kemudian masuk ke dalam furnace F-1 dan

keluar (aliran 5b) menuju hydrocracking reactor (R).

Outlet dari R (aliran 6) didinginkan dengan heat exchanger E-1 sampai suhunya menurun

ke 280oC (secara umum 200-300oC). Fasa gas yang terbentuk selama proses pendinginan sampai

Page 32: Catalytic Hydrocracking

32

Universitas Indonesia

suhu 280oC dipisahkan dari cairan (aliran 12)menggunakan high-pressure tank B-1. Aliran gas

dari separator (aliran 7) kemudian didinginkan dan dikondensasikan parsial dengan pertukaran

kalor dengan hidrokarbon yang terjadi di E-2A, E-2B yang berasal dari tangki bertekanan rendah

B-3 (aliran 11) serta aliran 10 yang terjadi di E-3A dan E-3B yang berasal dari aliran campuran

hidrogen (aliran 9) dan aliran hidogen daur ulang (aliran 8b).

Akhirnya aliran gas tersebut (aliran 7) keluar dari E-3B (aliran 7d) menuju cooling tower

A-1 dengan suhu 57oC (secara umum antara 30-80oC). Setelah melalui A-1 selanjutya alira gas

tersebut masuk ke dalam high-pressure cold tank B-2. Aliran gas (aliran 8) yang kaya dengan

hidrogen, yang dicuci dengan aminda dan dikompres pada zona K-1 adalah aliran keluaran atas

dari tangki B-2 , dan aliran bawah dikirim ke B-3.

Aliran keluaran dari tangki B-2 kemudian melewati JT-valve dan terbentuklah fasa gas-

cair pada tangki B-3. Hidrokarbon cair yang dihasilkan pada tangki B-3 (aliran 11) kemudian

dipanaskan dengan exchanger E-2A dan E-2B, kemudian dicampurkan dengan fasa cairan dari

tangki B-1 (aliran 12).

Hidrogen hasil daur ulang pada zona K-1 secara parsial didaur pada hyrocracking reactor

(R) dan sebagian dicampur dengan penambahan hidrogen (aliran 9) untuk membentuk aliran 10.

Aliran 10 dipanaskan oleh aliran 7b pada 2 buah exchanger E-3 yang tersusun secara seri.

Selanjutnya, aliran 10b, yang kaya dengan hidrogen dicampur dengan aliran 2 (VGO) untuk

membentuk aliran 4. Aliran 11c yang keluar dari E-2A dan aliran 12 dari tangki B-1 masuk ke

dalam stripper C-1. Fraksi gas ringan dipisahkan pada puncak C-1 (aliran 13). Aliran bawah C-1

(aliran 15) dikirim ke dalam fractionator C-2 setelah dipanaskan terlebih dahulu.

Produk bawah fractionator C-2 (aliran 19b) yang keluar dari exchanger E-6 secara umum

melewati 2 exchanger lagi yang disusun secara seri. Temperatur furnace F-2 kira-kira 370oC.

(umumnya berkisar antara 350-400oC).

Fraksi bensin yang terbentuk dari puncak C-1 dan C-2 dicampur untuk membentuk aliran

14. Aliran 20, diesel circulating flux, didinginkan dengan exchanger E-4, terjadi pertukaran kalor

dengan VGO feedstock dari unit (aliran 1). Teknologi terbarukan ini terletak pada exchanger

baru E-8 dan E-4 serta exchanger E-7A/B. Aliran 18b didapatkan lebih rendah suhunya, yaitu

136oC (sebelumnya bersuhu 184oC). Hasilnya, jumlah daya yang dibutuhkan cooling tower A-2

dapat dikurangi pada proses baru ini.

Page 33: Catalytic Hydrocracking

33

Universitas Indonesia

Aliran 1c yang dikompres kemudian dipisahkan menjadi aliran 2 dan aliran 3. Aliran 2

dicampur dengan hidrogen (aliran 10b) dan campuran tersebut dipanaskan dengan lairan 7b

dalam exchanger baru E-9. Aliran 7b hasil dari teknologi baru ini dihasilkan lebih rendah dari

teknologi terdahulu (184oC, sedangkan sebelumnya 197oC). Alhasil daya yang dibutuhkan

cooling tower A-1 berkurang.

Energi yang dibutuhkan oleh furnace F-1 juga berkurang akibat adanya exchanger E-1.

Selain itu, aliran 15 (produk bawah C-1) pertama-tama dipanaskan di bawah fractionator C-2,

kemudian masuk ke exchanger E-6 (aliran 19b), dan terpanaskan kembali dengan E-10A dan E-

10B sehingga dihasilkan aliran yang lebih panas sebelum masuk ke furnace F-2 (355oC,

sedangkan sebelumnya 304oC). Energi pada F-2 yang dibutuhkan menurun secara drastis pada

teknologi ini. Secara ringkas dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini rentang temperatur yang

didapatkan ketika menggunakan teknologi mild hydrocracking yang baru.

Tabel 3.1. Temperatur Aliran Utama Proses Mild Hydrocracking

(Sumber: Hori,Y. 2000. In: Modern Petroleum Technology.Volume 2: Downstream A.G.

Lucas)

Page 34: Catalytic Hydrocracking

34

Universitas Indonesia

Kemudian tabel 3.2 di bawah ini menunjukkan besarnya penurunan daya yang

dibutuhkan oleh exchanger dari proses mild hydrocracking unit ketika menggunakan teknologi

sebelumnya dan teknologi terbaru.

Tabel 3.2. Daya Exchanger pada Unit Proses

(Sumber: Hori,Y. 2000. In: Modern Petroleum Technology.Volume 2: Downstream A.G. Lucas)

Page 35: Catalytic Hydrocracking

35

Universitas Indonesia

BAB 4

REGENERASI DAN PERMASALAHAN PADA UNIT HYDROCRACKING

4.1 Metode Regenerasi Katalis

Katalis yang telah terkontaminasi biasanya disebut dengan spent catalyst. Untuk

mengembalikan keaktifan katalis, maka dapat dilakukan regenerasi katalis. Regenerasi katalis

yaitu proses penghilangan karbon, nitrogen, dan sulfur dari permukaan katalis dengan cara

pembakaran. Regenerasi katalis dapat dilakukan secara in-situ (dilakukan di dalam

hydrocracking plant) atau secara ex-situ (dilakukan diluar hydrocracking plant oleh vendor

regenerasi katalis). Seiring dengan meningkatnya margin hydrocracker maka pada beberapa

tahun belakangan ini sudah tidak pernah lagi dilakukan regenerasi katalis in-situ karena

memakan waktu operasi dan biaya yang tinggi. Regenerasi katalis ex-situ menjadi pilihan utama,

karena dapat menghilangkan potential loss operasi dan biaya lebih murah serta resiko yang jauh

lebih kecil. Dengan semakin tingginya margin hydrocracker bahkan banyak kilang hydrocraker

yang sudah tidak lagi melakukan regenerasi katalis. Sebagai gantinya, kilang hydrocracker

tersebut selalu menggunakan katalis baru untuk operasinya. Pola seperti ini dapat dilakukan

untuk hydrocracker yang mengolah umpan yang tidak banyak ketidak murniannya, sehingga

umur katalis tidak dibatasi oleh pressure drop reaktor tetapi sepenuhnya disebabkan oleh

aktivitas katalis.

Regenerasi ex situ secara komersial telah dilakukan oleh beberapa perusahaan.

Perusahaan yang terkenal untuk regenerasi ex situ yaitu Eurecat dan CRI. Proses Eurecat

berdasarkan teknologi rotolouvre yang merupakan teknologi terbaik untuk kontak antara gas dan

zat padat. Katalis melewati rotolouvre secara perlahan dan bertemu dengan udara panas yang

berlawanan arah (Gambar 4.1). Homogenitas yang tinggi dan temperatur kontrol yang baik

dicapai dari kontak antara udara panas melewati ruang antara louvres dan melewati lapisan tipis

dari katalis yang berotasi perlahan didalam lapsian konikal dalam. Parameter yang paling utama

dalam proses ini yaitu suhu regenerasi.

37

Page 36: Catalytic Hydrocracking

36

Universitas Indonesia

Gambar 4.1. Proses Eurecat (Bagian samping dan melintang dari oven rotolouvre)

(Sumber: Abotteen, S., & Dufresne, P. (n.d.). Changing hydroprocessing environment, 1ï9)

Sedangkan, pada proses CRI atau yang sekarang dioperasikan oleh Porocel menggunakan

moving belt sebagai generator (Gambar 4.2). Katalis digerakkan dengan stainless steel belt

melewati wadah pipa pembakaran stasioner. Proses CRI ini terdiri dari bagain de-oil dan

regenerasi. Rincian proses seperti radiant tube burner, thermocouple unggun dan aliran gas

ditunjukkan pada gambar 4.3. Untuk mencapai de-oil yang efissien, suhu masuk bagian de-oil

dipertahankan pada suhu 150-300 ⁰C, sedangkan suhu keluaran dijaga pada 300-330 ° C.

Gambar 4.2. Skema proses regenerasi CRI

(Sumber: Marafi, M., Stanislaus, A., & Furimsky, E. (2010). Handbook of Spent Hydroprocessing Catalyst)

Page 37: Catalytic Hydrocracking

37

Universitas Indonesia

Bagian regenerasi dari proses sabuk regenerasi berbentuk terowongan tungku stasioner

rektangular dengan tinggi sekitar 3 m, lebar 3m lebar, dan panjang hampir 25 m. Sebuah fine

mesh stainless steel belt dapat terus bergerak di dalam wadah. Bagian regenerasi dibagi menjadi

empat zona yang berbeda. Setiap zona memiliki sejumlah lubang untuk media oksidasi yang

terletak di atas dan di bawah sabuk. Katalis menghabiskan ditempatkan pada sabuk yang

bergerak pada unggun dengan kedalaman bervariasi dari 0,5 sampai 5 cm. Selama katalis

bergerak melalui masing-masing zona, memiliki kadar O2 yang berbeda dan temperatur yang

berbeda. Biasanya di zona terakhir dari bagian regenerasi, katalis dikontakkan dengan udara.

Panas ke bagian regenerasi diambil dari pembakaran bahan bakar gas dengan menggunakan 4

buah furnis. Hal tersebut memberikan fleksibilitas dalam hal kontrol suhu. Suhu unggun katalis

terus dipantau di 30 titik yang berbeda. Ketebalan unggun katalis, kecepatan konveyor, pasukan

udara, dan masukan bahan bakar merupakan parameter penting untuk mengontrol suhu yang

tepat.

Gambar 4.3. Proses regenerasi dalam moving belt

(Sumber: Marafi, M., Stanislaus, A., & Furimsky, E. (2010). Handbook of Spent Hydroprocessing Catalyst)

Regenerasi katalis dari proses ex situ ini biasanya dapat menghasilkan katalis yang

teregenerasi kembali sekitar 50-90 %. Akan tetapi, tidak semua katalis dapat diregenerasi. Maka

dari itu perlunya proses separasi setelah proses regenerasi katalis (Gambar 4.4). Katalis yang

memenuhi standar akan digunakan kembali pada proses hydrocraking. Biasanya dilakukan

beberapa tes yaitu pengukuran luar area katalis dan pori katalis mengunakan, kandungan logam

berat (menggunakan XRD), kandungan sulfur, dan tingkat keasaman dari katalis tersebut.

Page 38: Catalytic Hydrocracking

38

Universitas Indonesia

Gambar 4.4 Proses pemilihan katalis setelah regenerasi

(Sumber: M. Guisnet, F. Ramôa Ribeiro (2011). Deactivation and Regeneration of Zeolite Catalysts)

4.2 Trouble Shooting

Permasalahan yang sering terjadi di unit hydrocracker sangat banyak karena unit

hydrocracker merupakan unit yang sangat kompleks. Beberapa contoh permasalahan, penyebab,

dan troubleshooting yang terjadi di unit Hydrocracking dapat dilihat dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Unit Hydrocracking

Kondisi Permasalahan Penyebab Troubleshooting

Feed Filter

Excessive Pressure

drop or excessive

backwash cycle

Malfunction in autobackwash

filter sequence

Jika terjadi excessive bachwash cycle,

manualkan operasi filter untuk menjamin

kestabilan fee (jika tidak maka akan dapat

menyebabkan unit umpan harus turun atau

bahkan shutdown). Lakukan pengecekan

filter dan cleaning jika diperlukan.

Feed supply dari unit destilasi

vakum (VDU) berubah (lebih

banyak mengandung partikel

atau minyak yang lebih berat)

Check kualitas feed, lakukan pengaturan

kondisi operasi di VDU (mungkin flash

zone temperature di kolom VDU terlalu

tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya

coking).

Umpan dari tangki mempunyai Kurangi umpan dari tangki dan

Page 39: Catalytic Hydrocracking

39

Universitas Indonesia

viskositas yang lebih tinggi

sehingga pressure drop filter

meningkat.

maksimalkan straight run feed (umpan

langsung dari VDU).

Tangki umpan tidak di-cleaning

dengan benar sebelum

digunakan, yang dapat

menyebabkan scale atau

partikel di dalam tangki terikut

dengan umpan.

Jika mungkin, tarik umpan dari tangki lain

dan lakukan cleaning tangki yang

bermasalah.

Kenaikan

Temperatur

Reaktor

Pada saat normal

operasi,

temperature bed

katalis bagian atas

reactor meningkat

Perubahan hot feed (feed dari

VDU)

Lakukan pengecekan kondisi operasi upstream process. Kurangi hot feed jika

mungkin.

Feed mengandung banyak

cracked feed yang banyak

mengandung olefin dan

aromatik

Lakukan pengecakan komposisi umpan

cracked/non-cracked. Kurangi umpan cracked jika memungkinkan.

Operasi fired heater tidak stabil

sehingga menyebabkan

temperatur outlet-nya, yang

merupakan inlet temperatur

reactor, naik.

Lakukan pengecekan dan troubleshooting

terhadap operasi fired heater. Jika

temperature bed reactor tidak terkendali,

kurangi feed atau shutdown unit.

Tabel 4.1. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Unit Hydrocracking (continued)

Kondisi Permasalahan Penyebab Troubleshooting

Kenaikan

Temperatur

Reaktor

Pada saat operasi

normal, ȹT reaktor

katalis bed (peak

temperature ï inlet

temperature)

menurun.

Komposisi feed berubah menjadi

lebih berat atau komponen cracked

feed berkurang.

Lakukan pengecekan feedstock properties.

Untuk feed yang lebih berat, naikkan

temperature bed catalyst dalam batasan yang

aman.

Kualitas make up hidrogen

menurun, terdapat lebih banyak

CO-CO2

Jangan pernah menaikkan temperature reactor

untuk mengkompensasi menurunnya konversi

(karena jika kualitas make up hydrogen

kembali ke normal, maka akan dapat

menyebabkan temperature excursion). Lakukan

pengecekan operasi hydrogen plant.

Water carry over dalam feed (salah

satu indikasinya adalah jika operasi

feed filter fluktuasi)

Segera lakukan analisa bottom tegak tangki

feed. Jika water content tinggi, stop supply feed

dari tangki yang bermasalah. Water carry over

Page 40: Catalytic Hydrocracking

40

Universitas Indonesia

dalam feed dapat menyebabkan katalis rusak.

Reaktor Pressure

Drop

Pressure drop

reaktor meningkat

tajam

Differential pressure instrument

plugging atau rusak sehingga

memberikan penunjukan salah.

Jika differential pressure instrument dilengkapi

dengan purge gas, cek flow-nya.

Terdapat scale pada reactor

catalyst bed.

Cek operasi feed filter.

Umpan yang diolah diimpor yang

jika berkontak dengan udara akan

menyebabkan terbentuknya gums

yang terbentuk akibat oksidasi

olefin hydrocarbon.

Cek kandungan contaminant pada feed.

Korosi pada kolom fraksinasi

sehingga scale terikut dengan

recycle feed.

Cek strainer fractionator bottom pump.

Reactor Catalyst

Bed

Maldistribution

Profil temperatur

radial katalis bed

menunjukkan

adanya channeling

Loading katalis tidak dilakukan

dengan baik.

Pada saat plant stop lakukan unloading katalis

dan re-load dengan metode yang baik.

(Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia Pertamina)

Page 41: Catalytic Hydrocracking

41

Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN

1. Hydrocracking merupakan proses dua tahap menggabungkan catalytic cracking dan

hidrogenasi, dimana bahan baku yang lebih berat akan terpecahkan dengan adanya hydrogen

untuk menghasilkan produk yang lebih diinginkan.

2. Catalytic hydrocracking merupakan proses yang bertujuan untuk mengubah oil bernilai

rendah menjadi produk yang lebih bernilai.

3. Unit hydrocracking yang dikelola oleh pertamina terdapat di Unit Pengolahan II Dumai dan

Unit Pengolahan V Balikpapan.

4. Katalis yang digunakan pada proses catalytic hydrocraking yaitu katalis bifunctional (acid

function dan metal function). Katalis yang berfungsi sebagai support asam yang biasanya

digunakan yaitu amorphous dan zeolite, sedangkan untuk penyedia sisi logam yaitu berasal

dari logam golongan VI A dan VIIIA.

5. Penyebab deaktivasi dari katalis hydrocracking yaitu umur katalis, akumulasi senyawa

ammonia pada katalis, coke, keracunan logam, dan kandungan air pada logam.

6. Terdapat berbagai jenis proses hydrocracking konvensional yaitu single stage hydrocracking

dan once through hydrocracking.

7. Teknologi baru dalam pengembangan proses hydrocracking adalah two stage hydrocracking

dan mild hydrocracking.

8. Proses regenerasi katalis hydrocraking dapat dilakukan secara in-situ (dilakukan pada

hydrocraking plant) atau secara ex-situ (dilakukan diluar hydrocracking plant). Proses

regenerasi in-situ lebih memakan waktu dibandingkan regenerasi secara ex-situ.

9. Perlunya proses indetifikasi permasalahan dan cara mengatasinya (trouble shooting) pada

unit hydrocraking.

41

Page 42: Catalytic Hydrocracking

42

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Abotteen, S., & Dufresne, P. (n.d.). Changing hydroprocessing environment, 1ï9. Retrieved

from http://www.eurecat.fr/eurecat/gb/technical_doc/Y40728 Paper Sharjah.pdf

Anonim. 2012. Refinery and Hydrocracking Process. http://www.scribd.com/doc/

96453380/Refinery-06-Hydrocracking-Process. Diakses tanggal 10 April 2015.

Anonim. 2014. Refinery and Hydrocracking Process. http://www.uop.com/objects/ Hycycle.pdf.

Diakses tanggal 10 April 2015.

Budhiarto, A. (2008). Buku Pintar Migas Indonesia. Engineering, 1ï30.

Colwell,R. 2009. Oil Refinery Process A Brief Overview. Process Engineering Associates.

David S. J and Peter R. Pujado, 2006, Handbook of Petroleum Processing, Netherland: springer.

Gary J, Handwerk G. 2001. Petroleum Refining Technology and Economics. Marcel Dekker

Inc.

Hori,Y. 2000. In: Modern Petroleum Technology.Volume 2: Downstream A.G. Lucas (Editor).

John Wiley & Sons, New York. Chapter 2.

Jechura, J. (2014). Hydroprocessing: Hydrotreating & Hydrocracking. Colorado. Retrieved from

inside.mines.edu/.../08_Hydroprocessing.pdf

Leksminingsih, 2006, Pengaruh Pemberian Bahan Tambah Katalis Bekas (Spent Catalyst) dan

Filler Slag Terhadap Campuran Beton Semen Untuk Perkerasan Jalan. Puslitbang.

Bandung.

Marafi, M., Stanislaus, A., & Furimsky, E. (2010). Handbook of Spent Hydroprocessing

Catalyst. Amsterdam: Elsevier. http://doi.org/10.1016/B978-0-8155-2031-3.00021-1

Muklis. 2011. Plant Hydrocracking. http://muklischemicalengineer.blogspot.com/ 2011_01_01_

archive.html. Diakses tanggal 10 April 2015.

Scherzer, J., & Gruia, A. J. (1996). Hydrocracking science and technology. Chemical industries.

CRC Press. Retrieved from Publisher description

http://www.loc.gov/catdir/enhancements/fy0647/96026487-d.html

Page 43: Catalytic Hydrocracking

43

Universitas Indonesia

JAWAB PERTANYAAN

1. Pertanyaan oleh Aulia: Bagaimana kondisi operasi yang sesuai dan metode yang

digunakan dalam proses hidrogen separator saat melakukan catalytic hydrocracking?

Umpan dari unit hidrogen separator adalah aliran hasil dari reactor catalytic

hydrocracking. Aliran ini mengandung produk hasil hydrocracking dan gas hidrogen sisa

yang tidak bereaksi. Bila dibandingkan, gas hidrogen memiliki fasa yang jauh lebih ringan

dengan produk hasil hydrocracking, sehingga dalam proses pemisahannya bisa

menggunakan konsep knockout drum. Jadi aliran tersebut cukup dikontakan atau

dibenturkan dengan suatu dinding sehingga akan terjadi proses pemisahan dengan

sendirinya. Syarat utama dalam penggunaan konsep knockout drum adalah sangat

berbedanya fasa zat yang ingin dipisahkan, sehingga derajat pemisahannya sangatlah besar

atau dengan kata lain sangat mudah dilakukan pemisahan. Oleh karena cara pemisahan yang

dilakukan hanya dengan melakukan kontak antara aliran dengan dinding tanpa adanya

perlakuan khusus tertentu, berarti kondisi operasi dari unit hidrogen separator ini bisa

dibilang sama dengan kondisi umpan yang masuk. Aliran umpan yang masuk ke hidrogen

separator ini mempunyai suhu dengan rentang 400 ï 4200C.

2. Pertanyaan oleh Nurcahyo Adyota: Apa yang mendasari kita dalam memilih proses

once through catalytic hydrocracking dengan single stage catalytic hydrocracking?

Perbedaan yang paling utama dalam proses once through dengan single stage adalah

penggunaan aliran produk bawah dari fraksionator. Untuk proses once through aliran produk

bawah dari fraksionator akan diteruskan ke proses catalytic cracking, sedangkan untuk proses

single stage aliran produk bawahnya akan di recycle sehingga masuk kembali ke dalam

reactor hydrocracking. Seperti yang kita ketahui bahwa proses catalytic cracking digunakan

apabila kita ingin mengarahkan produk yang dihasilkan menjadi gasoline, sedangkan

hydrocracking ketika ingin menghasilkan nafta ataupun diesel. Jadi dengan kata lain

penentuan dalam penggunaan once through atau single stage hydrocracking didasarkan pada

produk yang inging kita hasilkan. Apabila produk yang ingin dihasilkan adalah lebih banyak

gasoline berarti kita memakai once through hydrocracking, karena aliran produk bawah dari

fraksionator akan diteruskan ke unit catalytic cracking sebagai umpan tambahan. Namun

apabila produk yang ingin dihasilkan adalah nafta atau diesel, maka lebih cocok

Page 44: Catalytic Hydrocracking

44

Universitas Indonesia

menggunakan single stage karena aliran produk bawah dari fraksionator akan di recycle

sehingga jumlah nafta atau diesel yang dihasilkan bisa lebih banyak.

3. Pertanyaan oleh Gandhi Alamsyah: Bagaimana proses pendinginan yang terjadi di

single stage catalytic hydrocracking? Pada moving belt, mengapa kadar Oksigen

berbeda?

Proses pendinginan dalam single stage hydrocracking ini terdapat 2 jenis, pertama

pendinginan reactor dan pendinginan aliran hasil hydrocracking. Seperti yang bisa dilihat

pada skema single stage hydrocracking diatas, untuk proses pendinginan reactor (kotak

berwarna merah) kita menggunakan injeksi hidrogen dingin. Jadi proses pendinginan untuk

menjaga suhu reactor agar tetap berada di rentang temperatur yang optimum terjadi di dalam

reactor itu sendiri. Lalu untuk proses pendinginan aliran hasil hydrocracking (aliran produk

dari reactor hydrocracking) dilakukan dengan menggunakan kondenser (kotak berwarna

biru). Proses pendinginan di kondenser ini menggunakan konsep heat exchanger, dengan

fluida pendingin yang digunakan adalah air. Pada proses regenerasi dengan menggunakan

moving belt, biasanya diatur dengan meningkatkan kadar oksigen dari zona 1 ke zona 4. Hal

ini bertujuan untuk mengoksidasi coke maupun pengotor secara bertahap. Sehingga proses

oksidasi pengotor tersebut lebih efektif.

4. Pertanyaan oleh Rexy Darmawan: Apa pengaruh penggunaan gas hidrogen yang

berlebih atau kurang dalam proses catalytic hydrocracking?

Penggunaan gas hidrogen dalam proses hydrocracking ini mempunyai 2 fungsi yaitu

sebagai reaktan dalam reaksi hidrogenasi dan pendingin reactor hydrocracking. Bila dilihat

Page 45: Catalytic Hydrocracking

45

Universitas Indonesia

dari sisi penggunaannya sebagai reaktan dalam reaksi hidrogenasi, maka penggunaan gas

hidrogen yang kurang akan mempengaruhi jalannya reaksi hidrogenasi sehingga akan

menurunkan nilai konversi dari proses hydrocracking. Namun apabila penggunaannya

berlebih juga tidak efisien karena nantinya akan makin banyak gas hidrogen sisa yang tidak

bereaksi. Nilai optimum dari banyaknya penggunaan gas hidrogen yang sesuai bisa dilihat

pada tabel di bawah berikut (bisa dilihat dalam tabel tersebut bahwa untuk setiap barrel

umpan, maka penggunaan hidrogen yang sesuai sebagai reaktan untuk reaksi hidrogenasi

sebanyak 1000 ft3.

Lalu bila dilihat dari sisi penggunaan hidrogen sebagai pendingin di reactor, maka

penggunaan gas hidrogen yang kurang akan menyebabkan suhu di reactor meningkat dengan

tajam. Akibatnya katalis akan banyak yang terdeaktivasi akibat suhu ekstrem sehingga

konversi reaksi pun akan menurun. Namun apabila gas hidrogen yang diinjeksikan sebagai

pendingin terlalu banyak, maka suhu di reactor bisa menurun secara drastis. Akibatnya laju

reaksi akan menjadi lambat sehingga konversi reaksi pun juga menurun. Dengan kata lain

kita perlu menginjeksikan hidrogen dengan jumlah tertentu (yang cukup) agar suhu reactor

bisa dijaga tetap pada rentang 320 ï 4200C. Apabila suhu reactor di bawah 3200C maka

konversi reaksi akan menurun, namun untuk suhu tinggi terdapat sedikit toleransi. Konversi

reaksi bisa tetap bernilai tinggi asalkan suhu reaktor tidak melebihi 4300C. Jadi toleransi suhu

batas atas adalah sebesar 100C.

5. Pertanyaan Irpan: Mengapa produk hasil reaksi hydrocracing dengan

menggunakan katalis acid function amorphous dan zeolite berbeda?

Produk dengan menggunakan zolit menghasilkan naphta (C6-C11) sedangkan produk

yang dihasilkan oleh katalis amorphous menghasilkan destilat berupa kerosene dan diesel

(C9-C17 & C8-C24). Walaupun secara level molekular memiliki sifat yang mirip, akan

Page 46: Catalytic Hydrocracking

46

Universitas Indonesia

tetapi struktur kristal dari zeolite yang membedakannya terhadap amorphous. Zeolit yang

berupa kristal memiliki aktivitas dan selektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

amorphous. Selain tiu, struktur kristalin yang dimiliki oleh zeolite lebih tahan pada suhu

yang lebih tinggi. Sehingga, dapat membantu perengkahan pada saat proses cracking

lebih baik dan dapat mengarahkan produk yang rantai karbonnya lebih pendek

dibandingkan dengan menggunakan zeolite.

6. Pertanyaan oleh Hari: Dengan regenerasi catalyst, apakah bisa didapatkan katalis

terregenerasi hingga 100% atau tidak? Setelah regenerasi, apakah aktivitas dari

katalis berubah? Berapakah umur katalis?

Setelah proses regenerasi katalis, katalis yang didapat digunakan kembali tidak mencapai

100%. Hasil konversi dari proses regenerasi katalis untuk mendapatkan katalis baru

biasanya sekitar 50-90%. Maka dari itu, diperlukan proses separasi sebelum katalis

tersebut dimasukan kembali. Proses separasi melibatkan juga proses karaktersasi terhadap

aktifitas katalis tersebut (menguji tingkat keasaman, luas permukaan katalis & pori, serta

kemurnian katalis). Katalis yang diregenerasi bisa digunakan hingga lebih dari 2 tahun.

Sedangkan, katalis yang berasal dari UOP biasanya berumur sekitar 12 hingga 18 bulan.

7. Pertanyaan Alif: Pada tabel komparasi hydrocracking dan catalytic cracking,

tujuan akhir produknya berbeda. Mengapa produk yang dihasilkan oleh catalityc

cracking kualitasnya rendah? Bagaimana proses reaksi hydrocracking

menghasilkan ion karbonium dengan radikal bebas? Dan pada teknologi mild

hydrocracking gas dikompresi/dipompa kedalam furnance?

Pada tabel komparasi hydrocracking dan calatytic cracking, kualitas produk dari

catalytic cracking lebih rendah. Hal tersebut sebenarnya ingin menyatakan bahwa produk

catalytic cracking tidak dapat menghasilkan produk destilat sebaik hydrocracking. Maka

dari itu tabel komparasi hydrocracking dan catalytic cracking telah di revisi. Sedangkan,

pada saat reaksi hydrocracking dapat terjadi pembetukan ion karbanium dan radikal

bebas. Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui bahwa pada awal reaksi hydrocracking

terbentuk senyawa olefin yang dikatalisis oleh sisi logam. Kemudian olefin tersebut

diubah menjadi ion carbonium. Ion carbonium tersebut terisomerisasi menjadi ion

Page 47: Catalytic Hydrocracking

47

Universitas Indonesia

carbonium tersier yang lebih stabil. Selanjutnya terjadi perengkahan ion carbonium

tersebut pada ikatan pada posisi ɓ terhadap muatan ion carbonium tersebut menjadi

radikal bebas yang ditunjukkan pada gambar 2. Tujuan pembentukan ion carbenium

(carbocation) pada saat penambahan katalis asam yang ditunjukkan pada gambar 1

bagian C adalah agar ion carbanium terisomerisasi menjadi ion carbonium tersier yang

lebih stabil, sehingga energi yang dibutuhkan untuk proses cracking menjadi radikal

bebas lebih kecil.

Gambar 1. Tahapan hydrocracking terhadap suatu senyawa n-parafin (Muklis, 2011).

Gambar 2. Pemecahan rantai hidrokarbon oleh proses thermal cracking (Leksminingsih,

2006)

Page 48: Catalytic Hydrocracking

48

Universitas Indonesia

Lalu pada teknologi mild hydrocracking, feed yang dimasukkan ke dalam proses mild

hydrocracking adalah vacumm gas oil (VGO), deasphalted oil (DAO), dan desulfide oil (DSO).

Ketiga ini merupakan fraksi hidrokarbon dalam bentuk cairan, sehingga setelah dipanaskan

menggunakan tiga exchanger, maka selanjutnya dipompakan ke dalam furnace sebelum

memasuki proses reaksi di hydrocracking reactor.