22
 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Infeksi jamur merupakan infeksi dengan prevalensi cukup tinggi di Indonesia, mengingat Indonesia termasuk dalam negara beriklim tropis dan mempunyai kelembaban yang tinggi (Rianyta, 2011). Salah satu infeksi jamur yang sering di Indonesia adalah dermatofitosis. Dermatofitosis ad alah penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita, yang terdiri dari tiga genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Penelitian mengenai kasus dermatofitosis di India menunjukkan bahwa sebanyak 71 pasien dengan kultur positif menderita dermatofitosis. Hasil kultur memperlihatkan biakan Trichophyton spp pada 66 pasien (93%), dengan Trichophyton rubrum sebagai spesies utama yang menyebabkan dermatofitos (Venkatesan, 2007). Pengobatan medis untuk dermatofitosis dengan lesi lokal yang minimal menggunakan preparat imidazol seperti mikonazol dan klotrimazol  , sedangkan untuk lesi yang sistemik menggunakan ketokonazol, terbinafin dan griseosulvin. Ketokonazol masih menjadi pilihan utama diberbagai negara dan efektif terhadap tinea korporis, kruris, pedis, dan infeksi jamur pada kuku. Tetapi obat ini memiliki efek samping bagi tubuh, seperti kerusakan hati (Weller, 2008). Maka dari itu masyarakat masih menggunakan pengobatan tradisional untuk pengobatan terhadap dermatofitosis. Pengobatan tradisonal yang dilakukan di Desa Tanjung Ganti I, Kecamatan Kelam Tengah, Kabupaten Kaur, menggunakan kombinasi rebusan akar gelinggang dan jahe merah untuk mengobati penyakit kurap. Hasil penelitian menunjukan akar gelinggang memiliki senyawa aktif seperti rhein dan chrysophanol yang merupakan derivat dari anthrakuinon dan memperlihatkan adanya aktivitas biologis seperti sebagai antimikroba, antijamur, antitumor, antioksidan, dan sitotoksik. Di Suriname ektrak akar geinggang digunakan sebagai obat pada kasus gangguan ovarium (Fernand, 2008). Hasil penelitian mengenai ekstrak daun gelinggang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan

Cassia Alata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gg

Citation preview

Page 1: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 1/22

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Infeksi jamur merupakan infeksi dengan prevalensi cukup tinggi di

Indonesia, mengingat Indonesia termasuk dalam negara beriklim tropis dan

mempunyai kelembaban yang tinggi (Rianyta, 2011). Salah satu infeksi jamur

yang sering di Indonesia adalah dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit

yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita, yang terdiri dari tiga genus

yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.

Penelitian mengenai kasus dermatofitosis di India menunjukkan bahwa

sebanyak 71 pasien dengan kultur positif menderita dermatofitosis. Hasil kultur

memperlihatkan biakan Trichophyton  spp pada 66 pasien (93%), dengan

Trichophyton rubrum  sebagai spesies utama yang menyebabkan dermatofitos

(Venkatesan, 2007).

Pengobatan medis untuk dermatofitosis dengan lesi lokal yang minimal

menggunakan preparat imidazol seperti mikonazol dan klotrimazol , sedangkan

untuk lesi yang sistemik menggunakan ketokonazol, terbinafin dan griseosulvin.

Ketokonazol masih menjadi pilihan utama diberbagai negara dan efektif terhadap

tinea korporis, kruris, pedis, dan infeksi jamur pada kuku. Tetapi obat ini memiliki

efek samping bagi tubuh, seperti kerusakan hati (Weller, 2008). Maka dari itu

masyarakat masih menggunakan pengobatan tradisional untuk pengobatan

terhadap dermatofitosis.

Pengobatan tradisonal yang dilakukan di Desa Tanjung Ganti I, Kecamatan

Kelam Tengah, Kabupaten Kaur, menggunakan kombinasi rebusan akargelinggang dan jahe merah untuk mengobati penyakit kurap. Hasil penelitian

menunjukan akar gelinggang memiliki senyawa aktif seperti rhein dan

chrysophanol yang merupakan derivat dari anthrakuinon dan memperlihatkan

adanya aktivitas biologis seperti sebagai antimikroba, antijamur, antitumor,

antioksidan, dan sitotoksik. Di Suriname ektrak akar geinggang digunakan

sebagai obat pada kasus gangguan ovarium (Fernand, 2008). Hasil penelitian

mengenai ekstrak daun gelinggang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan

Page 2: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 2/22

2

terhadap penghambatan pertumbuhan Trichophyton sp pada umur kultur 1 x 24

 jam, 2 x 24 jam (Hujjatusnaini, 2010). Rimpang jahe (Zingiber officinale) 

menunjukkan minyak atsiri yang terkandung dalam  Zingiber officinale memiliki

efek antijamur terhadap  Tricophyton mentagrophytes, Tricophyton rubrum, dan

 Microsporum canis (Fahrudin, 2008).

Dari hasil penelitian di atas didapatkan bahwa rimpang jahe merah dan

tanaman gelinggang terbukti memiliki efek sebagai antifungal, tetapi belum ada

 penelitian yang menyebutkan bahwa kombinsasi akar gelinggang dan rimpang

 jahe merah dapat menghambat pertumbuhan jamur Trichophyton rubrum. Selain

itu pengobatan alternative tinea korporis dengan menggunakan kombinasi ekstrak

akar gelinggang dan rimpang jahe merah yang dilakukan di Desa Tanjung Ganti I,

Kecamatan Kelam Tengah, Kabupaten Kaur belum pernah diteliti efektivitasnya

sebagai antifungal. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian

mengenai “Uji  Efektivitas Kombinasi Antifungal Ekstrak Akar Gelinggang

(Cassia alata L.. )  dan Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Var . rubrum

Rosc ) Terhadap Pertumbuhan Trichophyton rubrum.” 

1.2 Rumusan Masalah 

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada

 penelitian ini adalah:

1.2.1 Apakah kombinasi dari ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah

memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan T. rubrum?

1.2.2 Bagaimana perbandingan efektifitas antifungal kombinasi ekstrak akar

gelinggang dan rimpang jahe merah dibandingkan dengan penggunaan

ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah saja?

1.3 Hipotesis

H0 : Kombinasi dari ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah tidak

memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan T. rubrum.

H1 : Kombinasi dari ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah

memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan T. rubrum.

H2 : Kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah memiliki

Page 3: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 3/22

3

efek daya hambat yang lebih kuat terhadap pertumbuhan T. Rubrum 

dibandingkan dengan hanya menggunakan ekstrak akar gelinggang dan

 jahe merah saja.

1.4 Tujuan 

Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menentukan besarnya daya

hambat dari kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah terhadap

 pertumbuhan T. rubrum. 

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

khasiat kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merahdalam menghambat pertumbuhan T. rubrum sehingga dapat digunakan

dalam penatalaksaanan penyakit akibat infeksi T. rubrum.

1.5.2 Hasil dari penelitian ini dapat menjadi data awal untuk penelitian

selanjutnya mengenai efektivitas kombinasi ekstrak akar gelinggang

dan rimpang jahe merah dalam menghambat pertumbuhan T. rubrum

Page 4: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 4/22

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tr ichophyton rubrum  

Trichophyton rubrum  adalah spesies dari dermatofita yang paling sering

menyebabkan infeksi jamur pada manusia di seluruh dunia (Dao, 2012).

2.1.1 Taksonomi (Dao, 2012) : 

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Eurotiomycetes

Ordo : Onygenales

Famili : Arthrodermactaeceae

Genus : Trichophyton

Spesies : Trichophyton rubrum

T. rubrum dibedakan menjadi 2 tipe yaitu T. rubrum  tipe downy  atau

 berbulu halus dan tipe granular. T. rubrum tipe downy memiliki karakteristik yaitu

 produksi mikrokonidia yang jumlahnya sedikit, halus, tipis, kecil, dan tidak

mempunyai makrokonidia. Sedangkan karakteristik T. rubrum tipe granuler yaitu

 produksi mikrokonidia dan makrokonidia yang jumlahnya sangat banyak.

Mikrokonidia berbentuk clavate dan pyriform, makrokonidia berdinding tipis, dan

 berbentuk seperti cerutu. T. rubrum  berbulu halus (downy) adalah  strain  jamur

yang paling banyak menginfeksi manusia dan paling sering menyebabkan infeksi

kronik pada kulit dan kuku. Sedangkan untuk T. rubrum  tipe granular menjadi

 penyebab paling sering tinea korporis di Asia Tenggara dan suku Aborigin di

Australia (Ellis, 2007).

Gambar 2.1 Kultur dan Mikroskopik T. rubrum granular strain 

Page 5: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 5/22

5

Gambar 2.2 Kultur dan Mikroskopik T. rubrum downy strain (Ellis, 2007)

2.2 Infeksi Tr ichophyton rubrum

Patologi dari infeksi T. rubrum  antara lain menginfeksi kulit dan kuku

melalui degradasi keratin, hal ini disebabkan karena kemampuan jamur

mensekresi enzim proteolitik yang merupakan faktor virulensi terutama pada T.

rubrum. Infeksi dapat di tularkan dari orang ke orang melalui kontak kulit.

Antifungal dapat berguna untuk mencegah infeksi T. rubrum (Moore, 2012).

2.3 Botani Gelinggang (Cassia alata  L.) 

2.3.1 Deskripsi Gelinggang (Cassia alata L.)

Gelinggang adalah tanaman sejenis perdu yang besar dan banyak tumbuh ditempat yang lembab. Gelinggang sering di sebut ketepang cina, mempunyai

ukuran daun yang besar dengan bentuk bulat yang letaknya berhadapan satu sama

lain. Bunga gelinggang berwarna kuning dan berbentuk mahkota pada bagian

 bawahnya, ujung kuncup pada tandan berwarna coklat muda. Gelinggang tumbuh

subur pada dataran rendah sampai ketinggian 1400 M di atas permukaan laut

(Iptek, 2013).

2.3.2 Taksonomi Cassia alata L. Roxb (USDA, 2013):

Kingdom : Plantae 

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Family : Fabaceae

Spesies : Cassia alata L.

Sinonim : Senna alata (L.) Roxb.

Page 6: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 6/22

6

Gambar 2.3 Akar Gelinggang (dok. pribadi, 2013)

2.3.3 Nama umum Gelinggang :

Indonesia : ketepang cina, ketepeng kebo

Melayu : gelenggang besar

Pilipina : akapulko

2.3.4 Kandungan senyawa kimia akar gelinggang

Skrining fitokimia dari daun dan akar Cassia alata L.. menunjukkan

adanya senyawa alkaloid, karbohidrat, tannin, saponin, fenol, flavonoid,

anthraquinones dan cardiac glycosides (Mahmood, 2008).

Tabel 2.1 Fitokimia ekstrak akar dan daun Cassia alata L..

Kandungan Fitokimia Ekstrak Daun Ekstrak Akar

Alkaloid + +

Karbohidrat + +

Tanin + +

Saponin + +

Fenol + +

Flavonoid + +

Antrakuinon + +

Cardiac glicosida + +

Sumber : (Mahmood, 2008)

Dari hasil penelitian departemen kimia, Universitas Negri Lousiana, Baton

Rouge, LA, USA, bahwa terdapat kandungan senyawa kimia yaitu enam senyawa

fenolik, lima antrakuinon (Rhein, aloe-emodin, emodin, chrysophanol   dan

Page 7: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 7/22

7

 physcion) dan flavonoid pada ekstrak akar gelinggang (Cassia alata  L. Roxb ).

Identifikasi analit dilakukan dengan menggunakan standar dan on-line  massa

deteksi spektrometri menggunakan tekanan atmosfer ionisasi kimia. Konsentrasi

senyawa fenolik dalam ekstrak akar ditentukan dengan menggunakan HPLC

dengan deteksi ultraviolet pada 260 nm (Fernand, 2008).

Gambar 2.4 Struktur kimia dari enam senyawa fenolik dalam ekstrak akar

gelinggang (Fernand, 2008)

2.4 Botani Jahe Merah (Zingiber offi cinale var. rubrum Rosc)

2.4.1 Deskripsi Jahe Merah ( Zingiber officinale var. rubrum Rosc ) 

Jahe merah adalah jenis jahe yang paling sering digunakan sebagai obat

tradisonal karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe

yang lainnya (Mudrikah, 2006). Jahe merah yang dikenal di Indonesia hanya

satu jenis, namun di beberapa daerah termasuk di Bengkulu ditemukan jahe

merah dengan ukuran rimpang sangat kecil dan sangat pedas, sehingga diduga di

Indonesia terdapat 2 macam jahe merah, yaitu rimpang besar dan rimpang

kecil (Supriadi, 2011). Jahe merah atau jahe sunti memiliki rimpang berwarna

merah dan lebih kecil daripada jahe putih kecil. Daging rimpangnya

 berwarna jingga muda sampai merah. Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm

dengan panjang rimpang hingga 12.5 cm. (Mudrikah, 2006).

Tanaman jahe termasuk dalam famili Zingiberaceae yang memiliki akar

serabut, dan termasuk dalam tanaman berkeping satu (monokotil). Jahe kerap

tumbuh pada ketinggian 10-1500 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan jahe

adalah 25-3000

C. Morfologi jahe terdiri dari rimpang, batang, daun, bunga dan

Page 8: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 8/22

8

 buah. Batang jahe termasuk dalam batang semu dengan tinggi 30-100 cm. Akar

 jahe berbentuk rimpang dengan daging akar bewarna kuning ataupun kemerahan

dengan bau khas yang menyengat. Daun tanaman jahe menyirip dengan panjang

15-23 mm dan panjang 8-15 mm (Fathona, 2011).

Di Indonesia dikenal 3 jenis jahe yaitu jahe yakni jahe merah (Z. Officinale

Roscoe var. rubrum), jahe putih kecil (Z. officinale Var . amarum) dan jahe putih

 besar (Z. officinale Var . officinale). Ketiga varietas jahe tersebut memiliki

 perbedaan morfologi pada warna kulit dan ukuran rimpang, akar, batang, kadar

serat, kadar pati, dan kadar minyak atsiri nya. (Supriadi, 2011).

2.4.2 Taksonomi Zingiber officinale Var. rubrum Rosc (USDA, 2013): 

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta-Flowering Plants

Class : Liliopsida-Monocotyledoneae

Order : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Zingiber Mill

Species : Zingiber officinale 

Spesies Jahe merah : Zingiber officinale var. rubrum Rosc

Gambar 2.5 Rimpang Jahe merah (dok. pribadi, 2013)

2.4.3 Kandungan Senyawa Kimia Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum

Rosc ) 

Bagian utama pada jahe yang dimanfaatkan adalah rimpangnya. Rimpang

 jahe digunakan secara luas sebagai bumbu dapur dan obat herbal untuk beberapa

 penyakit. Rimpang jahe mengandung beberapa komponen kimia yang berkhasiat

Page 9: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 9/22

9

 bagi kesehatan. Rimpang jahe merah sudah digunakan sebagai obat secara

turuntemurun karena mempunyai komponen volatile (minyak atsiri) dan non

volatile  (oleoresin) paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis jahe yang lain,

yaitu kandungan minyak atsiri sekitar 2,58-3,90% dan oleoresin 3% (Natalia,

2012).

Dari hasil penelitian menyatakan bahwa dari analisa kimia pada tanaman

 jahe dapat diketahui kandungan senyawa antara lain flavonoida, polivenol,

minyak atsiri, gingerol, limonene, 1,8 cineole, 10-dehydroginger dione, 6-

gingerdione, alpha-linolenic acid, arginine, aspartic, betha-sitosterol, caprilic-acid,

capsaicin, chorogenic acid, farnesal, farnese dan farnesol (Gholib, 2008).

2.5 Uji Aktivitas Antimikrob 

Pada uji ini diukur respons pertumbuhan populasi mikroorganisme

terhadap agen antimikrob. Tujuan assay  antimikrob (termasuk antibiotik dan

substansi antimikrob nonantibiotik, misalnya fenol, bisfenol, aldehid), adalah

untuk menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa

antimikrob di pabrik, untuk menentukan farmakokinetik obat pada hewan atau

manusia, dan untuk memonitor dan mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji

antimikrob adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien.

(Pratiwi, 2008).

2.5.1 Metode Disc Difussion (tes Kirby dan Bauer) 

Metode ini untuk menentukan aktivitas agen antimikrob. Piringan yang

 berisi agen antimikrob diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroba

yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasi adanya

hambatan pertumbuhan mikroba oleh agen antimikrob pada permukaan media

agar (Pratiwi, 2008).

2.5.2 Metode Dilusi

Metode Dilusi dibedakan menjadi dua, yaitu Metode Dilusi Padat dan

Metode Dilusi Cair. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan Minimum

Inhibitory Concentration (MIC) dan  Minimum Bactericidal/Fungicidal

Concentration. Dimana metode dilusi cair menggunakan tabung reaksi yang diisi

Page 10: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 10/22

10

dengan agen anti mikroba yang diencerkan dengan media cair dan ditambahkan

dengan jamur atau bakteri uji.

Sedangkan untuk dilusi padat prinsipnya sama dengan metode dilusi cair,

hanya saja media yang digunakan adalah media padat, dimana agen anti mikroba

dengan konsentrasi tertentu di larutkan dalam media padat, setelah itu inokulasi

 jamur atau bakteri uji di atas media padat tersebut (Pratiwi, 2008).

2.6 Ketokonazol

Antijamur imidazol (ketokonazol) merupakan obat yang aktif secara oral

dan bermanfaat untuk terapi pada infeksi jamur setempat atau sistemik luas.

Semua antijamur golongan azol termasuk ketokonazol bekerja melalui

 pengghambatan biosintesis ergosterol jamur. Ketokonazol bermanfaat pada

 pengobatan kandidiasis mukokutan kronik dan pada bentuk ekstrameningeal

kronik dari blastomikosis, koksidioidomikosis, parakokidodiomikosis, dan

histoplasmosisi (Brooks, 1996). Ketokonazol merupakan antijamur sistemik per-

oral yang penyerapannya bervariasi tiap individu. Obat ini menghasilkan kadar

 plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur (sulistia. dkk .,

2009).

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikrob

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikrob antara lain pH lingkungan,

komponen-komponen perbenihan, stabilitas obat, besarnya inokulum jamur, masa

 pengeraman, aktivitas metabolik mikroba (Brooks, 2008).

2.8 Kerangka Pemikiran

2.8.1 Kerangka Teori

Anti-fungal: anti-

fungal kimia dan

Anti-fungal Herbal

Pertumbuhan

dihambat atau

tidak  

Trichophyton

rubrum 

Page 11: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 11/22

11

2.8.2 Kerangka Konsep

BAB III

Ekstrak

gelinggang dan

rimpang jahe

merah

Anti-fungalHerbal 

Trichophyton

rubrum 

Uji Aktivitas Antimikrob;

Metode Dilusi Padat

Pertumbuhan

dihambat atau

tidak  

Page 12: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 12/22

12

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian studi eksperimental ini dilakukan di Laboratorium mikrobiologi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu. Penelitian ini

direncanakan akan berlangsung selama 4 bulan (16 minggu), dimulai dari bulan

September 2013 sampai dengan Desember 2013.

Tabel 3.1 Alokasi waktu penelitian

 No Kegiatan

September

2013

Oktober

2013

 November

2013

Desember

2013

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Studi Pendahuluan

2 Pengajuan Judul

3 Penyusunan proposal

 penelitian

4 Pengajuan izin

 penggunaan laboratorium

5 Persiapan alat dan bahan

6 Pengumpulan Data

(eksperimen)

7 Analisis data dan

 pembahasan

8 Konsultasi laporan

 penelitian

9 Pelaporan hasil penelitian

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini, meliputi:  Handscoon, cawan

 petri 12,5 x 2,5 cm, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas kimia 1000 ml,

autoklaf, pipet mikro, pipet tetes, batang pengaduk, pinset, kertas saring

Page 13: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 13/22

13

Whatman 41, gelas ukur 250 ml dan 5 ml, labu Erlenmeyer 500 ml, 250 ml,

100 ml, Kawat ose, Bunsen, Pipet Pasteur, Spuit 5 ml, lampu spiritus,

Laminar air flow, Timer, Lemari pendingin, Inkubator (WTC binder ), Rotary

vacum evaporator , Penangas air/ hot plate, kertas label, plastik, jarum ose,

 penggaris millimeter, kertas cakram, timbangan analitik, kapas, alumunium

foil, cork borrer. 

3.2.2 Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar gelinggang

(Cassia alata  L. Roxb.) dan rimpang jahe merah  (Zingiber officinale var.

rubrum Rosc ) yang berasal dari Desa Tanjung Ganti I, Kecamatan Kelam

Tengah, Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu. Ekstraksi akar gelinggang dan

Rimpang Jahe Merah menggunakan pelarut etanol teknis 96%. Untuk uji

antifungal digunakan bahan seperti media  Potato Dextrose Agar (PDA),

aquadest, etanol teknis 96%, antifungi (ketokonazol tablet 200 mg) sebagai

kontrol positif, kertas wathman, akuades steril, wrap  serta biakan jamur T.

rubrum downy strain.

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode rancangan acak

kelompok. Pada percobaan ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang

menggunakan ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah.

3.4 Teknik Penyedian Bahan 

Sampel ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah yang digunakan

 pada penelitian ini diperoleh dari akar tumbuhan gelinggang dan rimpang jahe

merah yang ada di Desa Tanjung Ganti I Kelam Tengah, Kabupaten KaurProvinsi Bengkulu. Pelarut yang digunakan untuk mendapatkan senyawa aktif

yang terkandung dalam akar gelinggang adalah dengan pelarut etanol 96% (Gama,

2011). Biakan jamur T. rubrum yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari

hasil biakan yang ada di Laboratorium FMIPA Universitas Bengkulu.

3.5 Cara Kerja

3.5.1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Page 14: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 14/22

14

Semua alat sepeti cawan petri, tabung reaksi, Erlenmeyer, pipitetes, batang

 pengaduk, tabung rekasi, pipet ukur, penjepit, dan medium Potato Dextrose Agar  

sebelumnya dilapisi dengan kertas buram, setelah itu di sterilkan menggunakan

autoklaf pada suhu 121oC selama 15-20 menit (Irianto, 2007) .

3.5.2. Pembuatan Ekstrak Akar Gelinggang

Akar gelinggang sebanyak 3 kg dipilih kemudian dicuci bersih lalu di

keringkan. Setelah itu dipotong kecil-kecil dan dikeringanginkan. Lalu dimaserasi

dengan menggunakan etanol 96%. Dilakukan maserasi selama 3x24 jam pada

suhu kamar sehingga diperoleh filtrat dan residu. Kemudian ekstrak yang

didapatkan diuapkan dalam penguap putar ( Rotary Vacum Evaporator ) pada suhu

40 oC.

3.5.3 Pembuatan Ekstrak Rimpang Jahe Merah

Rimpang jahe merah sebanyak 3 kg dipilih dan dikeringkan. Kemudian

diiris kecil-kecil dan dikeringanginkan. Kemudian dimaserasi selama 3x24 jam

 pada suhu kamar. Sampel disaring hingga diperoleh filtrat dan residu (ampas).

Kemudian jumlah filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan dengan vacuum

rotary evaporator  pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak kasar berupa pasta.

3.5.4 Pembuatan Media Tumbuh Jamur

Media untuk pertumbuhan jamur T. rubrum yang digunakan adalah Potato

 Dextrose Agar (PDA). PDA  memiliki komposisi per liter antara lain; Agar 15

gram, glukosa 20 gram, dan potato infusion 200 gram sama dengan 4 gram

ekstrak potato (Ronald, 2010). Sehingga total PDA yang ditimbang sebanyak 39

gram serbuk PDA, kemudian dilarutkan dengan aquades pada volume 1 liter.

Setelah dipanaskan, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan selanjutnyadisterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121˚C selama 15 menit. Setelah itu,

 Potato Dextrose Agar (PDA) tuangkan secara aseptik pada cawan petri, dan

Setelah sterilisasi di dinginkan hingga menjadi padat di tempat yang steril dan

tertutup.

3.5.5 Pembuatan Larutan Kontrol Positif Ketokonazol

Page 15: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 15/22

15

Sediaan tablet ketokonazol 200 mg digerus hingga halus dan diambil

sebanyak 0,0025 gram, kemudian dilarutkan didalam 0,5 ml akuades aduk sampai

homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 5 mg/ml (Siswandono, 1995).

3.5.6 Ulangan (Replikasi)

Banyaknya ulangan atau jumlah replikasi yang diambil dapat dihitung

dengan menggunakan rumus Federer (Kusriningrum, 2010) :

(t –  1) (r –  1) > 15

Keterangan :

t = jumlah perlakuan

r = jumlah ulangan

Berdasarkan rumus diatas maka pada uji MIC dengan 10 perlakuan

diperoleh banyaknya pengulangan minimal sebanyak 3 kali. Pada uji efektivitas

dengan 5 kali perlakuan untuk masing-masing efektivitas akar gelinggang dan

rimpang jahe merah banyaknya pengulangan minimal 5 kali, sedangkan untuk 25

 perlakuan kombinasi ekstrak akar gelinggang dan jahe merah membutuhkan

 pengulangan minimal sebanyak 2 kali.

3.5.7 Uji Minimum I nhibitor Concentation  

 Minimum inhibitor concentration (MIC) merupakan konsentrasi minimal

yang dapat menghambat T. rubrum. Dilakukan pengamatan pada konsentrasi yang

memiliki daya hambat 70-80% terbaik pada masing  –  masing perlakukan ekstrak

akar gelinggang dan ekstrak rimpang jahe merah. Daya hambat 70-80% diambil

dari diameter pertumbuhan koloni jamur yang terkecil yang terbentuk. Pembuatan

konsentrasi dilakukan dengan cara pengenceran, pengenceran dimulai dari variasi

konsentrasi 0% sampai 100%. Untuk pembuatan konsentrasi 10% ekstrak rimpang

 jahe merah, diambil ekstrak kental rimpang jahe merah sebanyak 0,1 gram,

ekstrak rimpang jahe merah kemudian dilarutkan dengan aquades sampai 1 ml.

Untuk konsentrasi 20% ambil ekstrak sebanyak 0,2 gram lalu dilarutkan sampai 1

ml aquades, begitu seterusnya pada konsentrasi lain sampai konsentrasi 100%.

Dari pengenceran didapatkan variasi konsentrasi seperti dibawah ini :

3.5.7.1. Ekstrak akar gelinggang (larutan G)

G7 : 60 %

G8 : 70 %

G9 : 80%

Page 16: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 16/22

16

G1 : 0 %

G2 : 10 %

G3 : 20 %

G4 : 30 %

G5 : 40 %

G6 : 50 %

3.5.7.2 Ekstrak rimpang jahe merah (larutan J)

J1 : 0 %

J2 : 10 %

J3 : 20 %

J4 : 30 %

J5 : 40 %

J6 : 50 %

Selanjutnya dilakukan penentuan uji MIC dengan menggunakan metode

dilusi padat. Metode ini dilakukan dengan cara konsentrasi ekstrak antimikroba

yang telah ditentukan dicampurkan dengan media PDA, setelah itu diinkubasi

 pada suhu 280 C sampai media memadat.

Setelah masing-masing media yang telah bercampur dengan tiap

konsentrasi ekstrak antimikroba memadat, ambil miselia jamur T. rubrum hasil

 peremajaan dengan menggunakan cork borrer berukuran 0,7 cm lalu diletakkan di

tengah media yang sudah padat, kemudian diinkubasi pada suhu 250 C  selama 7

hari (Silvia, 2013). Setelah itu amati diameter koloni misellia T. rubrum  yang

terbentuk. Semakin kecil diameter pertumbuhan koloni jamur yang tumbuh, maka

semakin besar daya hambat dari ekstrak tersebut.

3.5.8 Uji Efektivitas Ekstrak Akar Gelinggang dan Rimpang Jahe Merah

Dilakukan 5 perlakuan konsentrasi yang mendekati nilai daya hambat 70-

80 %. Untuk pengujian aktivitas anti-fungal dilakukan dengan metode dilusi padat

dengan mencampurkan ekstrak dengan media yang dilakukan beberapa perlakuan

dengan 3 kali pengulangan. Beberapa perlakuan pada pengujian aktivitas anti-

fungal ini, diantaranya:

J7 : 60 %

J8 : 70 %

J9 : 80 %

J10 : 90 %

J11 : 100 %

Page 17: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 17/22

17

3.5.8.1 Perlakuan ekstrak akar gelinggang dengan konsentrasi daya hambat

yang paling baik mendekati angka 70  –   80 % setalah uji MIC 

(dikodekan sebagai larutan G4). Kemudian buat pengenceran ke

konsentrasi lebih kecil dan lebih besar dengan jarak 7,5 % ( dikodekan

sebagi larutan G2, G3 < G4 > G5, G6. Dan G1 = 0 %)

3.5.8.2 

Perlakuan ekstrak jahe dengan konsentrasi daya hambat yang paling

 baik mendekati angka 70  –  80 % setalah uji MIC (dikodekan sebagai

larutan J4). Kemudian buat pengenceran ke konsentrasi lebih kecil dan

lebih besar dengan jarak 7,5 % (dikodekan sebagi larutan J2, J3 < J4 >

J5, J6, dan J1 = 0 %).

3.5.8.3 

Perlakuan kombinasi

Selain dilakukan perlakuan pada setiap masing-masing ekstrak akar

gelinggang dan rimpang jahe merah, dilakukan juga perlakuan

kombinasi dari kedua ekstrak tersebut. Adapun perlakuan ekstrak

kombinasi akar gelinggang dan rimpang jahe merah dapat dilihat pada

tabel 3.2.

Tabel 3.2 Perlakuan kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah

G2 G3 G4 G5 G6

J2

G2J2 G3J2 G4J2 G5J2 G6J2

J3

G2J3 G3J3 G4J3 G5J3 G6J3

J4

G2J4 G3J4 G4J4 G5J4 G6J4

J5

G2J5 G3J5 G4J5 G5J5 G6J5

J6

G2J6 G3J6 G4J6 G5J6 G6J6

3.5.8.4 

Setiap perlakuan ini akan diuji dengan cara :

Page 18: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 18/22

18

3.5.8.4.1  Masukkan tiap konsentrasi ekstrak antimikroba sebanyak 1 ml

 pada 9 ml  Potato Dextrose Agar yang telah disterilisasi

sebelumnya pada tabung reaksi (Silvia, 2013).

3.5.8.4.2 

Pindahkan ke dalam cawan petri steril dengan cara aseptik dan

dibiarkan sampai memadat.

3.5.8.4.3 

Ambil miselia jamur T. rubrum hasil peremajaan menggunakan

cork borrer 0,7 cm dan letakkan pada media yang telah memadat.

3.5.8.4.4  Inkubasikan pada suhu 250 C selama 7 hari.

3.5.9. Penghitungan Zona Hambat

Penghitungan zona hambat dilakukan dengan cara mengukur diameter

 pertumbuhan jamur T. rubrum  yang tumbuh pada media-media yang telah

dimasukkan dengan berbagai konsentrasi ekstrak antimikroba menggunakan

 penggaris dengan satuan cm degan 3 kali pengulangan. Setelah itu pada hasil

 pengukuran tiap pengulangan dirata-ratakan. Adapun rumus untuk menghitung

 persentase penghambatan tersebut adalah sebagai berikut :

X =

 x 100%

Keterangan :

X = Persentase penghambat (%)

a = Diameter pertumbuhan T. rubrum pada perlakuan

 b = Diameter pertumbuhan T. rubrum pada kontrol

3.6 Analisis Data 

Hasil pengukuran zona untuk jamur T. rubrum yang terbentuk pada media

PDA yang telah diinokulasi barbagai variasi konsentrasi ekstrak tersebut,

ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Kemudian, data tersebut dianalisis

dengan uji statistik menggunakan metode  Anova One Way (Analisis Varian Satu

Arah) dilanjutkan dengan uji Duncan, untuk mengetahui kelompok perlakuan

mana yang memiliki pengaruh sama atau berbeda antara satu dengan yang lainya.

Sementara untuk perlakuan kombinasi dilakukan uji statistik menggunakan

metode Anova pola faktorial, dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Kusriningrum,

2010). 

Page 19: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 19/22

19

DAFTAR PUSTAKA 

Brooks, Butel and Morse. 2008.  Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick &

 Adelberg Edisi 23 . EGC. Jakarta.

Djuanda A., Hamzah M, Aisah S. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan

Penerbit FKUI. Jakarta

Dao M. 2012. Trichophyton rubrum. Microbe wiki, Kenyon College. Diunduh dari

: http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Trichophyton_rubrum

Ellis D, Davis H, Handke R dan Bartley R. 2007.  Descriptions Of Medical Fungi.

Second Edition. Mycology Unit. School Molecular and Biomedical

Science University Of Adelaide : Australia.

Fahrudin, Anang. 2008. Pemisahan Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Zingiber

officinale Rosc) Secara Kromatografi Lapis Tipis dan

AktivitasnyaTerhadap Jamur Malassezia fur fu r In Vitro.

http://eprints.undip.ac.id/24405/1/M_Anang.pdf. 

Fathona. 2011.  Kandungan Gingerol dan Shogaol, Intensitas Kepedasan dan

 Penerimaan Panelis Terhadap Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber officinale

var. Roscoe), Jahe Emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan Jahe

 Merah (Zingiber officinale var. rubrum Rosc).  Diunduh dari :

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51192. 

Federer, W. T. 1963.  Experimental design : theory and application. New York :

The Macmillan Company., 19. Dalam : Gustiansyah, R. 2012.  Efek Susu

 Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Terhadap Kadar AsamUrat Darah Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Kalium Oksonat.

http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20309310-S42856-Efek susu.pdf.

Fernand, V. E. 2008.  Determination of Pharmacologically Active Compounds in

 Root Extracts of Cassia alata L. Roxb. L. by use of High Performance

Liquid Chromatography. Diunduh dari : 

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2276639/

Page 20: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 20/22

20

Gama. 2011. Perbandingan Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L. Roxb.,

 Linn.) dengan Ketokonazol 2 % Dalam Menghambat Pertumbuhan

 Malassezia furfur Pada Pityriasis versicolor Secara In Vitro. Diunduh dari

: http://eprints.undip.ac.id/32796/1/AACG_Meryend.pdf

Gholib. 2008. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber officinale

var. rubrum Rosc) dan Jahe Putih (Zingiber officinale var. amarum)

Terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Cryptococcus neoformans.

Diunduh dari:

http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pro08-129.pdf. 

Hujjatusnaini, Noor. 2010. Uji Potensi Ekstrak Ketepang Cina (Cassia alata L

L .) Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Trichopyton sp.

http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/lemlit/article/view/2050/pdf. 

Iptek. 2013. Cassia alata. IPTEKnet. Diunduh dari :

http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=42

Irianto K.2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid I. Bandung:

Yrama Widya. p: 87.

Kusriningrum R.S. 2010.  Perancangan Percobaan.  Airlangga University Press.

Surabaya. 213 -215.

Mahmood, Doughari. 2008.  Phytochemical screening and antibacterial

evaluation of the leaf and root extracts of Cassia alata Linn. African

Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol.2(7). pp. 124-129.

http://sciencestage.com/uploads/text/XYnbyotXVTVzOJvCJf1I.pdf

Mahmoudabadi A., dan Yaghoobi R. 2008.  Extensive tinea korporis due toTrichophyton rubrum on the trunk . Jundishapur Journal of Microbiology

(2008); 1(1). Diunduh dari : http://jjmicrobiol.com/5697.pdf : 35-37

Mudrikah F. 2006.  Potensi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rocs) dan

Campurannya dengan Herba Suruhan (Peperomia pellucid [L]) Sebagai

 Antihiperurisemia Pada Tikus. Jurnal Institut Pertanian Bogor. Diunduh

dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51987

Page 21: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 21/22

21

Pratiwi S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Jakarta. pp: 188-191.

Rianyta. 2011.  Dermatofitosis e.c Tinea korporis.  Jurnal Cermin Dunia

Kedokteran 183/Vol.38 no.2/. Diunduh dari :http://www.kalbemed.com/Portals/6/12_183Dermatofitosis.pdf. 

Ronald M. 2010.  Handbook of Microbiogical Media Fourth Edition. Taylor and

francis group : United States of America

Silvia F., Raharjo., Guntur T. 2013.  Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Kedondong

(Spondias pinnata) dalam Menghambat Pertumbuhan Aspergillus flavus. 

Jurnal Lentera Bio Vol. 2 No. 2 Mei 2013. Diunduh dari :

http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio : 125-129

Siswandono S. B. 1995.  Kimia Medisinal, Edisi I .  Universitas Airlangga.

Surabaya

Supriadi., Yusron M., Wahyuno D. 2011. JAHE (Zingiber officinale Rosc.). Balai

Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor

USDA. 2013. Taxonomy Cassia alata L. Roxb.  United States Department of

Agriculture (USDA). Natural Resources Conservation Service. Diunduh

dari : http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=SEAL4

USDA. 2013. Taxonomy Zingiber Officinale.  United States Department of

Agriculture (USDA). Natural Resources Conservation Service. Diunduh

dari:http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=profile&sym

 bol=ZINGI&display=31 

Venkatesan, G. 2007. Trichophyton rubrum –  the predominant etiological agent

in human dermatophytoses in Chennai, India. African Journal of

Microbiology Research pp. 009-01.

http://www.academicjournals.org/ajmr/pdf/Pdf2007/May/Venkatesan.pdf. 

Warrell D, Cox T, dan Firth J. 2012. Oxford Textbook of Medicine : Infection.

Oxford University Press : United Kingdom.

Page 22: Cassia Alata

7/18/2019 Cassia Alata

http://slidepdf.com/reader/full/cassia-alata-56d5f0ffdb122 22/22

22

Weller R, Hunter J, dan Dahl M. 2008. Cinical Dermatology. Fourth Edition.

Blackwell publishing : USA.