34
Presentasi Kasus I Kepada Yth. 18 February 2009 ................................ Hidrosefalus pada Meningitis TB Tinjauan Anatomi & Fisiologis Penyaji : dr. Astrid Ayodya Pattinama Penyanggah I : dr. Abdul Wahid Penyanggah II : dr. Ranette Roza Komentator : dr. Ekawati Dani Moderator : dr. Riwanti Estiasari ,Sp.S Narasumber : dr. Darma Imran, SpS

CASE1 astrid

  • Upload
    rickygk

  • View
    414

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CASE1 astrid

Presentasi Kasus I Kepada Yth.

18 February 2009 ................................

Hidrosefalus pada Meningitis TB

Tinjauan Anatomi & Fisiologis

Penyaji : dr. Astrid Ayodya Pattinama

Penyanggah I : dr. Abdul Wahid

Penyanggah II : dr. Ranette Roza

Komentator : dr. Ekawati Dani

Moderator : dr. Riwanti Estiasari ,Sp.S

Narasumber : dr. Darma Imran, SpS

Departemen Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2009

Page 2: CASE1 astrid

PENDAHULUAN

Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan di dalam otak.

Cairan serebrospinal dibuat di dalam otak dan biasanya beredar ke seluruh bagian otak, selaput

otak serta kanalis spinalis, kemudian diserap ke dalam sistem peredaran darah. Jika terjadi

gangguan pada peredaran maupun penyerapan cairan serebrospinal, atau jika cairan yang

dibentuk terlalu banyak, maka volume cairan di dalam otak menjadi lebih tinggi dari normal.

Penimbunan cairan menyebabkan penekanan pada otak sehingga memaksa otak untuk mendorong

tulang tengkorak atau merusak jaringan otak. Gejalanya bervariasi, tergantung kepada penyebab

dari penyumbatan aliran cairan serebrospinal dan luasnya kerusakan. Prevalensi hidrosefalus di

dunia cukup tinggi, di Belanda dilaporkan terjadi kasus sekitar 0,65 permil pertahun, dan di

Amerika sekitar 2 permil pertahun ( Platenkamp,dkk.2007 ). Sedangkan di Indonesia mencapai

10 permil pertahun ( Maliawan, dkk. 2006; 2007 ) .

Sementara itu TB juga merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi setelah

kardiovaskuler dan penyakit saluran napas. Diperkirakan dua pertiga atau lebih dari separuh

penduduk Indonesia di dalam tubuhnya membawa kuman atau bakteri TB. Penyakit infeksi

karena bakteri mycobacterium tuberculosis itu dapat merusak paru-paru dan mengenai sistem

saraf sentral, seperti meningitis, sistem lymphatic, sistem sirkulasi, miliary TB, sistem

genitourinary, serta tulang dan sendi. Bakteri pintar itu akan menyerang ketika sistem kekebalan

tubuh seseorang sedang menurun. Angka kematian akibat TBC pada 1980 mencapai 140.000 per

tahun. Saat itu, prevalensi mencapai 321 per 100.000 penduduk.Kemudian, pada 1990, prevalensi

menurun menjadi 217 per 100.000 penduduk, pada 2000 angka prevalensi 130 per 100.000

penduduk, dan pada 2007 ini ditargetkan 107 per 100.000 penduduk. Dalam skala nasional,

dibedakan dalam tiga wilayah, yaitu Jawa dan Bali yang angka prevalensi sekitar 64 per 100.000

penduduk. Sumatera prevalensi 160 per 100.000 penduduk, dan kawasan timur Indonesia

mencapai angka prevalensi lebih dari 200 per 100.000 penduduk.

Salah satu komplikasi dari kuman TB yang mengenai SSP adalah meningitis. Meningitis

Tuberkulosis adalah infeksi dari meningen ( membran yang melapisi otak dan medulla spinalis )

yang disebabkan karena Mycobacterium tuberculosis. Meningitis adalah suatu proses inflamasi

yang paling sering disebabkan infeksi virus, dan melibatkan meningen. Faktor resikonya antara

lain adanya riwayat tuberkulosis paru, penggunaan alkohol, AIDS atau penyakit lainnya yang

menurunkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang sering ditemukan pada penderita meningitis TB

adalah Hiponatremia atau SIADH yang ditemukan pada 75 % pasien, gambaran infiltrat pada

1

Page 3: CASE1 astrid

paru yang ditemukan pada pemeriksaan radiologis foto Thorax pada 40 % penderita. Biasanya

gambaran CT dan MRI pada penderita ini adalah abnormal pada 63 % penderita, ditemukan

gambaran hidrosefalus pada hampir separuh dari penderita meningitis TB dan lesi yang

mengandung tuberkuloma ditemukan pada 16 % penderita. Berikut disajikan kasus tentang

hidrosefalus pada penderita meningitis TB yang ditekankan pada anatomi dan fisiologisnya.

2

Page 4: CASE1 astrid

ILUSTRASI KASUS

Tn.AC, 29 tahun dibawa ke IGD RSCM ( 7 Januari 2009 ) karena riwayat penurunan

kesadaran sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Dua minggu sebelum masuk rumah sakit

pasien mengalami demam tinggi disertai dengan mengigil, demam saat itu hilang timbul. Pasien

juga merasakan mual dan pasien sempat muntah satu hingga dua kali dalam sehari, muntah

dikatakan tidak menyemprot, dan menurut istri pasien muntah berisi makanan. Pasien tidak

pernah mengeluh adanya batuk- batuk lama dan sesak napas selama ini. Pasien mengaku sering

berkeringat pada malam hari tanpa adanya aktivitas, disertai dengan penurunan berat badan

kurang lebih 3 kg dalam dua minggu terakhir ini disertai dengan penurunan nafsu makan. Pasien

kemudian dibawa oleh istri dan kakaknya ke Rumah Sakit Harapan Depok, di rumah sakit

tersebut pasien dikatakan menderita TBC milier dan mendapat obat Rifampisin, INH,

Pirazinamid, Ethambutol dan Streptomysin.

Kurang Lebih 10 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mulai terlihat lebih sering tidur

dan mengantuk. Menurut istri pasien, pasien mulai bicara kacau dan tidak nyambung dan kontak

mulai terlihat menurun. Pasien juga mengeluhkan sebelumnya adanya nyeri kepala yang hebat di

seluruh bagian kepala, yang tidak hilang dengan pemberian obat warung. Kejang disangkal oleh

istri pasien.

Pada riwayat penyakit dahulu, pasien tidak pernah mengalami demam sebelumnya,

riwayat IVDU dan permiskuisitas disangkal. Riwayat kelahiran pasien tidak ada kelainan. Pasien

dilahirkan secara normal di bidan. Selama tumbuh kembang pasien tidak ada masalah, tidak

pernah kejang atau kejang demam. Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit

keluarga, riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung disangkal, dirumah pasien

saat ini keponakan pasien yang berumur 6 tahun memiliki riwayat flek paru dan saat ini sedang

dalam pengobatan. Riwayat pekerjaan dan sosial ekonomi, pasien adalah anak ke- 3 dari 3

bersaudara, pasien dan istrinya tinggal bersama kakaknya, sehari- hari bekerja sebagai

wiraswasta, merokok satu bungkus dalam satu hari selama dua tahun belakangan ini, minum

alkohol disangkal.

Dari pemeriksaan fisik pasien saat di UGD RSCM, keadaan umum pasien tampak sakit

sedang, somnolen, tekanan darah 110/90 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi pernapasan

20 x/ menit, suhu 36,7 0 C, pada kedua mata tidak didapatkan konjungtiva pucat dan sklera

ikterik. THT dalam batas normal. Paru, jantung, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.

3

Page 5: CASE1 astrid

Pada status neurologis didapatkan GCS E3M5V2 = 10, pupil bulat, isokor, diameter

3mm/ 3mm, reflex cahaya langsung dan tak langsung positif pada kedua mata. Pada pemeriksaan

tanda rangsang meningeal didapatkan adanya kaku kuduk, tanda laseque yang kurang dari 70 0

tungkai kanan dan tungkai kiri, tanda kerniq yang kurang dari 135 0 tungkai kanan dan tungkai

kiri. Pada pemeriksaan nervus kranialis dan motorik tidak didapatkan kesan paresis, dengan

refleks fisiologis yang normal dan terdapat refleks patologis babinski pada kaki kanan dan kaki

kiri. Pemeriksaan sensorik saat itu belum dapat dinilai. Tidak ditemukan adanya inkontinensia

atau retensi uri dan alvi dan gangguan berkeringat pada pemeriksaan otonom.

Dilakukan pemeriksaan laboratorium hasilnya sebagai berikut : Hb : 12.8, Ht : 38,

Leukosit : 10600, hitung jenis : 0/2/3/84/10/1, Trombosit:255.000, LED:39, SGOT/SGPT : 37/58,

ureum/creatinin: 20/ 0,6, Na: 124, K : 3.7, Cl : 87.

Pasien membawa foto thorax dari Rumah Sakit Harapan Depok ( 5 Januari 2009 ) dengan

hasil tidak tampak cardiomegali, hilla tidak melebar, tampak infiltrat milier dikedua paru, corakan

bronkovaskular tidak meningkat, maka didapatkan kesan sesuai gambaran proses spesifik milier.

Pasien dirawat di ruang perawatan biasa, pada hari ke-2 perawatan dilakukan

pemeriksaan HIV penyaring dan didapatkan hasil non reaktif. Selama perawatan pasien diberi

obat Dexametason 4x 5 mg, Ranitidin 2x 1 amp, Rifampisin 1x450mg, INH 1x300mg, PZA 1x

1000mg, Ethambutol 1x750mg, vit B6 3x1, Parasetamol 3x1 tab.

Pada hari perawatan ke-3, pada pemeriksaan status neurologis didapatkan GCS E4M6V5

= 15, pupil bulat, isokor, diameter 3mm/ 3mm, reflex cahaya langsung dan tak langsung positif

pada kedua mata. Pada pemeriksaan tanda rangsang meningeal didapatkan adanya kaku kuduk,

tanda laseque yang kurang dari 70 0 tungkai kanan dan tungkai kiri, tanda kerniq yang kurang dari

135 0 tungkai kanan dan tungkai kiri. Pada pemeriksaan nervus kranialis dan motorik tidak

didapatkan paresis, dengan refleks fisiologis yang normal dan terdapat refleks patologis babinski

pada kaki kanan dan kaki kiri. Pemeriksaan sensorik tidak didapatkan hemihipestesi.Tidak

ditemukan adanya inkontinensia atau retensi uri dan alvi dan gangguan berkeringat pada

pemeriksaan otonom. Saat itu pasien mulai mengeluh adanya penglihatan dobel saat melihat jauh.

Pada hari ke- 4 perawatan dilakukan pemeriksaan CT- Brain dengan kontras dan

didapatkan sistem ventrikel tampak melebar dengan inhibisi periventrikuler lateralis, sisterna

baik, tidak tampak pergeseran garis tengah, maka didapatkan kesan Hidrocephalus ec (?), tak

tampak infark, perdarahan maupun SOL intrakranial.

Pada hari perawatan ke- 6 pasien direncanakan untuk Lumbal Punksi tetapi pasien

mengeluh sakit kepala hebat. Oleh karena itu saat itu lumbal punksi dibatalkan. Kemudian

dimasukkan Manitol 250 cc ( loading ) dan lasix 1 amp. Karena nyeri kepala sudah hilang maka

4

Page 6: CASE1 astrid

Manitol tidak dilanjutkan. Dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :

Hb : 12.5, Ht : 34, Leukosit : 7500, Trombosit : 232.000, OT/PT : 22/65, Na : 115, K : 3.65, Cl :

90.8

Pada perawatan hari ke- 8 dilakukan pemeriksaan elektrolit kembali dengan hasil sebagai

berikut : Na : 127, K : 3.47, Cl :100

Pada perawatan hari ke- 9 dilakukan pemeriksaan laboratorium kembali dengan hasil

sebagai berikut : Hb: 11.2, Ht : 31.9, Leukosit : 7200, Trombosit : 268.000, OT/PT : 16/47, Na :

126, K : 3.57, Cl :102

Pada hari perawatan ke- 12 dilakukan lumbal punksi,diambil 10 cc untuk pemeriksaan

LCS rutin, tinta india dan PCR TB, dengan hasil sebagai berikut : Jumlah sel: 18, PMN ( segmen)

: 7, MN ( limfosit ) : 11, Nonne : Negatif, Pandy : Positif, Protein : 165, Glukosa cairan otak : 13,

Glukosa serum : 94, Clorida 107,pewarnaan tinta india didapatkan hasil negatif, hasil PCR TB

didapatkan hasil positif. Sehingga ditambahkan terapi streptomysin 1 x 750 mg.

Pasien pulang dengan perbaikan keadaan, nyeri kepala sudah hilang dan pasien sudah

dapat berkomunikasi dengan baik.

Diagnosis

Klinis : Sefalgia, Meningitis

Topis : Meningen,Sistem Ventrikel,Villi Arakhnoid

Etiologis : Mycobacterium Tuberkulosis

Patologis : Inflamasi

Prognosis

Ad Vitam : bonam

Ad Functionam : bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

5

Page 7: CASE1 astrid

DISKUSI

MeningenOtak dan medulla spinalis dilindungi oleh 3 selaput otak, dari lapisan paling luar ke dalam yaitu

duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater disebut juga pakimenings, sedangkan arakhnoid

dan piamater keduanya disebut leptomenings.

Duramater

Dura terdiri dari 2 lapisan jaringan ikat padat. Lapisan yang lebih luar berfungsi sebagai

periosteum dan secara kuat melekat pada tulang. Lapisan yang lebih dalam adalah selaput otak

yang sebenarnya dan menghadap rongga subdural yang sempit.

Arteri duralis atau meningea berjalan diantara 2 lapisan ini. Arteri ini tidak hanya mensuplai

tulang kranial di dalam dura, tapi juga bertindak menstabilkan suhu untuk melindungi otak

terhadap perubahan suhu dimana tulang yang agak tipis dapat terpapar. Arteri meningea terdiri

dari arteri meningea media yang terbesar, anterior dan posterior.

Lapisan meningeal dari dalam dura terpisah dari lapisan luar pada tempat dimana lapisan ini

membentuk sinus duralis. Lapisan luar berpisah sebagai periosteum dan lapisan meningealis

membentuk lengan duralis dari medulla spinalis.

Rongga diantara dua lapisan ini disebut epidural atau ekstradural, dan dikatakan rongga

intradural. Rongga ini mengandung jaringan ikat longgar, beberapa jaringan lemak dan pleksus

vertebralis interna. Lengan duralis berakhir pada tingkat vertebrae sakralis kedua setelah

mengelilingi kauda ekuina. Pada ujung kaudalnya, lengan duralis berlanjut sebagai filum

terminalis yang melekat pada periosteum dari koksigeus sebagai ligamentum fibrosa koksigealis.

Saraf duralis terdiri dari serat yang bermielin yang menyebar diatas seluruh dura yang sensitif

terhadap regangan terutama yang menyertai arteri, karena setiap tarikan pada dura akan terasa

sangat nyeri. Dipercaya bahwa sakit kepala sebenarnya adalah mewakili nyeri dural.

Arakhnoid

Strukturnya halus tapi kuat, terdiri dari membrane selular luar dan lapisan jaringan ikat dalam,

dimana melekat jaringan longgar trabekula yang tipis. Jaringan ini melintasi rongga subarakhnoid

seperti sarang laba-laba, disinilah timbul istilah arakhnoidea.

6

Page 8: CASE1 astrid

Membran arakhnoid yang avaskular merupakan membran yang transparan, tipis, kuat dan tidak

dapat ditembus oleh substansi biologik. Membran ini mempunyai lapisan luar yang terdiri dari

sel- sel seperti endothelium, yaitu sel meningotelial atau araknoidal. Lapisan dalam dari

arakhnoid dan trabekula subarachnoid ditutup oleh sel- sel mesotelial yang mampu memberikan

respon terhadap berbagai rangasangan patogenik dan untuk membentuk, misalnya fagosit.

Araknoid tidak terikat pada dura, kecuali daerah sepanjang sinus duralis, dimana arakhnoid

melekat melalui granula pachioni atau vili. Karena selalu ada sejumlah kecil cairan jernih dalam

rongga subdural, arakhnoid dapat meluncur ke dura tanpa gesekan. Jadi osilasi dari hemisfer

serebral di dalam kompartemen intrakranial dapat ditoleransi tanpa kerusakan dari pembuluh

darah ekstraserebral atau jaringan otak itu sendiri.

Piamater

Pia terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan arakhnoid,

membran ini menutupi semua permukaan otak dan medulla spinalis, baik yang terlihat maupun

yang tersembunyi kecuali permukaan ventrikel. Membran ini melekat pada semua tempat pada

membrane ektodermal yang dibentuk oleh astrosit marginal. Membran piaglia ini mengikuti

semua pembuluh darah yang memasuki atau meninggalkan parenkim saraf dan merupakan batas

perifer dari spasium perivaskular Virchow- Robin. Pada tempat dimana trabekula subarakhnoid

melekat pada pia, dapat terbentuk jaringan padat seperti membran yang kadang- kadang dirujuk

sebagai lapisan epipial. Lapisan ini mencakup pembuluh- pembuluh darah kecil, dan serat- serat

saraf lebih banyak daripada yang ada pada dura. Berlawanan dengan saraf dura, serat saraf ini

tidak sensitive terhadap rangsangan mekanis, termis atau faradik.

Rongga Subarakhnoid

Rongga leptomeningeal ini terisi oleh cairan serebrospinal yang bersirkulasi ( CSS ). Semua

pembuluh darah dan saraf dari otak dan medulla spinalis melewati cairan ini. Rongga

subarakhnoid adalah suatu kelanjutan dari area parietalis otak yang memanjang ke bawah, sampai

ujung akhir dari kauda ekuina dalam regio koksigeus dimana dura spinalis berakhir. Rongga

subarachnoid tidak berhubungan dengan rongga subdural. Oleh karena itu, leptomeningitis

biasanya tidak menyebar ke dalam rongga subdural kecuali jika infeksi dibawa oleh thrombosis

septik dari vena serebral yang menyeberangi rongga subdural ( vena penghubung ). Keadaan ini

dikenal sebagai meningitis haemophilus influenza.

7

Page 9: CASE1 astrid

Ventrikel dan Cairan Serebrospinalis

VentrikelSistem ventrikel dari otak terdiri dari dua ventrikel lateral dan ventrikel ketiga serta keempat yang

tidak berpasangan. Masing- masing ventrikel lateral mempunyai kornu anterior, sela media, kornu

posterior, dan kornu inferior atau temporal. Kedua ventrikel tersebut berhubungan dengan

ventrikel ketiga melalui foramen Monro atau foramen interventrikularis. Akuaduktus Sylvii

menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat. Keadaan ini merupakan salah satu petunjuk

penting dari otak tengah. Ventrikel keempat berhubungan dengan rongga subarakhnoid melalui

tiga foramen : dua foramen Luschka dan satu foramen Magendie. Foramen Luschka terletak di

dalam sudut pontomedular. Foramen ini merupakan jalan keluar terakhir dari resesus lateral

ventrikel keempat, dan biasanya dapat dikenal dengan pleksus koroid yang menonjol ke

permukaan luar dari sudut ( keranjang bunga Bochdalek ) . Foramen Magendie terletak di

belakang medulla dan menghadap sisterna magna. Masing- masing dari ventrikel keempat

mempunyai pleksus koroid. Pleksus- pleksus dari ventrikel lateral merupakan pleksus yang

terbesar. Pleksus- pleksus dari ventrikel lateral berkumpul di anterior, bertemu pada tepi posterior

dari foramen Monro, dan kembali ke belakang untuk membentuk pleksus dari ventrikel ketiga

sepanjang atapnya. Pleksus koroid dari ventrikel keempat berdiri sendiri. Pleksus ini melekat

pada dinding lateral bawah dari ventrikel dan memanjang pada setiap sisi ke dalam resesus lateral

dari ventrikel ini pada tingkat sambungan pontomedular.

Produksi Cairan SerebrospinalisCairan serebrospinalis terutama dihasilkan di dalam pleksus choroideus pada ventriculus lateralis,

ventriculus tertius dan ventriculus quartus, sebagian kecil berasal dari sel ependima yang melapisi

ventrikel dan dari jaringan otak melalui ruang perivaskular. Pleksus choroideus memiliki

permukaan yang berlipat- lipat dan masing- masing lipatan terdiri dari jaringan ikat vascular

sebagai intinya yang dibungkus oleh epitel ependim yang berbentuk kubus. Pleksus choroideus

secara aktif mensekresi cairan serebrospinal dan pada saat yang sama pleksus ini mengangkut zat-

zat metabolit susunan saraf pusat secara aktif dari cairan serebrospinal ke dalam darah. Transport

aktif ini menjelaskan mengapa kadar kalium, kalsium, magnesium, bikarbonat dan glukosa di

dalam cairan serebrospinal lebih rendah daripada kadarnya di dalam plasma darah.

8

Page 10: CASE1 astrid

SirkulasiSirkulasi dimulai dengan sekresi cairan serebrospinal dari pleksus choroideus di dalam ventrikel

dan produksinya dari permukaan otak. Cairan mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam

ventriculus tertius melalui foramen interventriculare. Selanjutnya, cairan mengalir ke dalam

ventriculus quartus melalui aquaductus cerebri. Sirkulasi dibantu oleh pulsasi arteri pada pleksus

choroideus dan silia sel- sel ependimal yang melapisi ventrikel.

Dari ventriculus quartus, cairan berjalan melalui aperture mediana dan foramen lateralis di

recessus lateralis ventriculi quarti, kemudian masuk ke ruang subarachnoid. Cairan perlahan-

lahan bergerak melalui cistern cerebellomedullaris dan cistern pontis, lalu mengalir ke superior

melalui incisura tentorii dari tentorium cerebella untuk mencapai permukaan inferior cerebri.

Selanjutnya cairan serebrospinal berjalan keatas melalui aspek lateral masing- masing

hemispherium cerebri. Sebagian cairan serebrospinal berjalan ke inferior di dalam ruang

subaraknoid di sekeliling medulla spinalis dan cauda ekuina. Cairan serebrospinal tidak hanya

membasahi permukaan ependima serta pia mater otak dan medulla spinalis, tetapi juga

berpenetrasi ke dalam jaringan saraf di sepanjang pembuluh darah.

Karakteristik Fisik dan Komposisi Cairan Serebrospinal

Penampilan Jernih dan tidak berwarna

Volume 130 ml

Kecepatan produksi 0.5 ml/ menit

Tekanan ( pungsi lumbal dengan posisi pasien

dekubitus lateral )

60 – 150 mm air

Komposisi

Protein 15 – 45 mg/ 100 ml

Glukosa 50 – 85 mg/ 100 ml

Clorida 720 – 750 mg/ 100 ml

Jumlah Sel 0 – 3 limfosit/ mm3

Fungsi Cairan Serebrospinal

a.Sebagai bantalan dan pelindung susunan saraf pusat dari trauma

9

Page 11: CASE1 astrid

Memberikan daya apung mekanik dan menyangga otak

b. Berfungsi sebagai tempat penampungan dan membantu regulasi isi cranium

c. Memberi nutrisi untuk susunan saraf pusat

d. Mengangkut zat- zat metabolit dari susunan saraf pusat

Berfungsi sebagai lintasan sekret glandula pinealis untuk mencapai kelenjar hipofisis

AbsorpsiTempat utama untuk absorpsi cairan serebrospinal adalah villi arachnoidales yang menonjol ke

dalam sinus venosus duramatris, terutama sinus sagittalis superior. Villi arachnoidales cenderung

berkelompok untuk membentuk elevasi yang dikenal sebagai granulations arachnoideae. Secara

structural, masing- masing villus arachnoidales merupakan sebuah diverticulum spatii

subarachnoideae yang menembus duramater. Absorpsi cairan serebrospinal ke dalam sinus

venosus terjadi bila tekanan cairan serebrospinal lebih besar daripada tekanan di dalam sinus.

Jika tekanan di dalam vena meningkat dan melebihi tekanan cairan serebrospinal, kompresi pada

ujung- ujung villi akan menutup tubulus dan mencegah refluks darah ke dalam ruang

subarachnoid. Villi arachnoidales berfungsi sebagai katup. Sebagian cairan serebrospinal

kemungkinan akan diabsorbsi langsung ke dalam vena di dalam ruang subarachnoid dan

sebagian lagi mungkin keluar melalui pembuluh limfe perineural saraf kranial dan saraf spinal.

Hidrosefalus

Definisi

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan

serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat

pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan

absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri.

Sebenarnya, hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.

Epidemiologi

Thanman ( 1984 ) melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0.2 – 4 setiap 1000 kelahiran. Tidak

ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.

10

Page 12: CASE1 astrid

Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan

oleh toxoplasmosis.

Insiden dari hidrosefalus kongenital adalah 0.9- 1.8/ 1000 kelahiran ( dilaporkan dari 0.2 –

3.5/1000 kelahiran ).

Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinalis ( LCS ) pada salah

satu tempat antara tempat pembentukan LCS dalam system ventrikel dan tempat absorbsi dalam

ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan LCS diatasnya. Tempat

predileksi obstruksi adalah foramen Monro, foramen Sylvii, foramen Luschka, foramen

Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis.

Etiologi dari Hidrosefalus berdasarkan proses kejadiannya adalah sebagai berikut :

1. Kongenital

Penyebabnya biasanya malformasi Chiari Type 2 dan atau myelomeningocele,

malformasi Chiari Type 1, malformasi Dandy- Walker, infeksi seperti toxoplasmosis,

sifilis, cytomegalovirus, rubella atau campak.

2. Degeneratif

Penyebabnya biasanya Histiositosis, inkontinensia pugmenti

3. Infeksi ( Penyebab tersering dari hidrosefalus komunikans )

- Post Meningitis ( terutama meningitis purulen dan meningitis basalis, termasuk TB )

- Cysticercosis

4. Gangguan Vaskular

- Post Subaraknoid Hemmorrhage ( SAH )

- Post Intraventrikuler Hemmorrhage ( IVH ) : banyak menyebabkan hidrosefalus

transient. 20 – 50 % pasien dengan perdarahan intraventrikel yang besar akan

menyebabkan hidrosefalus permanen.

5. Adanya massa

- Non neoplasma : misalnya karena malformasi vaskular

- Neoplasma : banyak menyebabkan hidrosefalus obstruktif dengan menghambat aliran

LCS, terutama tumor disekitar akuaduktus misalnya medulloblastoma.

6. Kelainan metabolisme

11

Page 13: CASE1 astrid

Penggunaan isotretionin untuk pengobatan akne vulgaris, antara lain dapat menyebabkan

stenosis akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus pada anak yang dilahirkan. Oleh

karena itu penggunaan derivate retinol ( vitamin A ) dilarang pada wanita hamil

7. Trauma

Seperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan

fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, disamping organisasi darah itu

sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang menganggu aliran LCS.

Pada pasien ini hidrosefalus disebabkan oleh karena infeksi yaitu Meningitis TB. Karena pada

anamnesis tidak didapatkan adanya kelainan selama pasien dalam kandungan dan selama

tumbuh kembang. Pasien juga tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya.

Klasifikasi

Klasifikasi dari Hidrosefalus :

Type Penyebab

Non- komunikans

( obstruktif )

1. Akuaduktus stenosis

- Genetik

- Infeksi virus Intrauterine

- Kelainan Didapat :

a. Neoplasma

b. Inflamasi

2. Fossa Posterior

- Malformasi Dandy Walker

- Chiari II

- Kelainan didapat :

a. Neoplasma

b. Inflamasi

Komunikans 1. Post perdarahan

2. Inflamasi ( Meningitis )

3. Metabolik

4. Peningkatan tekanan vena:

12

Page 14: CASE1 astrid

a. Malformasi Arteri Vena

b. Sindrom Vena Cava Superior

5. Peningkatan produksi LCS

Hidrosefalus ex- vacuo

- Hidrosefalus non komunikans ( hidrosefalus obstruktif ) : Terjadinya obstruksi aliran

serebrospinalis pada sistem ventrikuler. Tempat yang paling sering terjadinya

obstruksi adalah akuaduktus sylvii, dimana sering terjadi kelainan kongenital karena

proses inflamasi atau faktor mekanik. Tempat kedua tersering terjadinya obstruksi

adalah foramina dari ventrikel keempat. Biasanya penderita akan mengalami

malformasi dari cerebellum seperti pada Sindrom Dandy- walker atau sindrom

Joubert.

- Hidrosefalus komunikans ( hidrosefalus non obstruktif ) :

Terjadinya obstruksi aliran serebrospinalis diluar sistem ventrikuler. Pada

hidrosefalus komunikans terjadi ketidakmampuan menyerap cairan sereberospinalis

ke dalam sistem vena di villi arakhnoid, biasanya terjadi karena adanya debris setelah

proses perdarahan yang mengenai rongga subarakhnoid atau setelah proses inflamasi

seperti meningitis.

- Selain itu ada beberapa istilah lainnya yang dipakai dalam klasifikasi maupun

sebutan diagnosis kasus hidrosefalus.

a. Hidrosefalus arrested ( hidrosefalus compensata ) menunjukkan keadaan

dimana faktor- faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut

sudah tidak aktif lagi

b. Hidrosefalus ex- vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang

diakibatkan oleh atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.

Pada pasien ini, termasuk kedalam hidrosefalus komunikans ( hidrosefalus non

obstruktif ) karena terjadinya obstruksi aliran serebrospinalis diluar sistem

ventrikuler. Pada pasien ini disebabkan karena proses inflamasi yaitu meningitis

TB.

13

Page 15: CASE1 astrid

Manifestasi Klinis

a. Pada anak- anak biasanya didapatkan pembesaran kepala, muntah, penurunan nafsu

makan, iritabilitas dan letargi. Pada anak- anak didapatkan bulging fontanela anterior dan

dilatasi vena, pergerakan bola mata biasanya abnormal.

b. Pada orang dewasa dengan hidrosefalus biasanya tidak didapatkan pembesaran kepala

( paling tidak, tidak dalam waktu cepat ), mereka lebih sering mengeluhkan nyeri kepala,

letargi dan muntah. Pada peningkatan tekanan intrakranial biasanya didapatkan

papiledema.

Pada pasien ini ditemukan manifestasi klinis berupa nyeri kepala, letargi dan muntah. Tidak

ditemukan adanya papiledema pada pasien ini.

Diagnosis

Untuk menegakkan hidrosefalus digunakan :

a. Foto polos kepala : bisa terlihat gambaran peningkatan tekanan intrakranial yaitu akan

terlihat gambaran dorsum sella yang menipis dan terlihat gambaran “ beaten silver”

pada tulang kalvarium.

b. CT dan MRI masih merupakan pemeriksaan yang paling besar pengaruhnya untuk

mendiagnosa hidrosefalus.

Tujuan dari pemeriksaan neuroimaging pada hidrosefalus adalah untuk mengidentifikasi

penyebab dari hidrosefalus, untuk menentukan derajat pembesaran dari sistem ventrikel dan

untuk mengetahui ventrikel mana saja yang terlibat.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan CT Brain dengan kontras dan didapatkan

pembesaran dari sistem ventrikel, yaitu ventrikel lateralis, ventrikel ketiga dan ventrikel

keempat. Sisterna dalam keadaan baik dan tidak terdapat pergeseran dari garis tengah.

Terapi

Saat ini banyak dibicarakan mengenai terapi non operatif pada hidrosefalus. Bagaimanapun,

terapi paling baik saat ini untuk hidrosefalus adalah tindakan operatif untuk memindahkan cairan

serebrospinal dari sistem ventrikular menuju tempat lain, misalnya abdomen. Terapi non operatif

paling baik sangat berguna apabila tidak ditemukan adanya sumbatan , seperti pada hidrosefalus

komunikans. Terapi non operatif misalnya dengan pemberian acetazolamide atau isosorbid untuk

14

Page 16: CASE1 astrid

menurunkan jumlah cairan serebrospinal, selain itu dapat juga digunakan diuretik seperti gliserol,

atau dengan melakukan lumbal punksi. Biasanya terapi non operatif dilakukan untuk

mempersiapkan pasien yang akan dilakukan tindakan operatif. Pada hidrosefalus komunikans,

tindakan operatif bertujuan untuk :

a. Menurunkan produksi cairan serebrospinalis

b. Meningkatkan absorbsi dari cairan serebrospinalis

c. Pemasangan shunt

Prognosis

Prognosis pasien dengan hidrosefalus tergantung pada adanya kelainan dari otak, medula spinalis

serta organ- organ yang lain yang terlibat. Anak yang terlahir dengan hidrosefalus kongenital

memiliki resiko yang lebih rendah untuk penurunan tingkat intelektual dibandingkan orang yang

mendapatkan hidrosefalus akibat komplikasi dari meningitis. Pada umumnya, anak- anak yang

menderita hidrosefalus lebih sering memiliki masalah perilaku dan psikologis.

Meningitis TuberkulosisMeningitis Tuberkulosis merupakan penyakit yang sulit didiagnosa dan diterapi. Biasanya kira-

kira terjadi 1 % dari seluruh gejala klinik pada Tuberkulosis, biasanya meningkat pada penderita

HIV, dan memiliki tingkat kesakitan yang tinggi ( kira- kira 30 % ) dan juga angka kematian ( 30

% pasien memiliki sekuele yang menetap ). Meningitis tuberkulosis menyebar secara hematogen

menuju parenkim otak atau meningen.

Insiden

Pada pertengahan abad ke- 20, TB yang mengenai SSP sangat sering ditemukan. Di Inggris, pada

tahun 1910- 1931, 3.4 % mengalami meningitis tuberkulosis dan 5 % mengalami tuberkuloma.

TB pada SSP banyak diderita oleh anak- anak. Di New York, pada tahun 1930- 1940 dari 1000

orang anak yang menderita TB aktif, hampir 15 % menderita meningitis tuberkulosis dan 8 orang

meninggal karenanya.

Pencegahan

15

Page 17: CASE1 astrid

Vaksinasi dengan basil Calmette- Guerin ( BCG ) menawarkan proteksi yang tidak sempurna

( 52- 84 % ) tetapi sangat direkomendasikan pada daerah dengan prevalensi tinggi terhadap

kuman tuberkulosis. Pada sebuah studi kasus kontrol, vaksin BCG sangat efektif dalam mencegah

meningitis tuberkulosis pada 77 % anak di India. Vaksinasi pada bayi yang baru lahir sangat baik

sebagai profilaksis pada tuberkulosis terutama dalam hal mencegah meningitis dan TB milier.

Patogenesis

Meningitis tuberkulosis tidak hanya mengenai meningen tetapi dapat juga mengenai

parenkim dan vaskularisasi dari otak. Proses patologis yang utama dari meningitis tuberkulosis

adalah adanya eksudat yang terletak pada basis otak. Eksudat mengelilingi fossa interpedunkular,

membungkus nervus optikus pada daerah chiasma dan melebar hingga pons dan serebellum,

bahkan sering hingga memasuki fissura sylvii. Pada ventrikel lateral, eksudat yang sama juga

sering membungkus pleksus choroid. Secara mikroskopik, eksudat banyak mengandung leukosit

polimorfonuklear ( PMN ), sel darah merah, makrofag dan limfosit. Seiring dengan perjalanan

penyakit, limfosit, fibroblas dan elemen dari connective tissue akan muncul. Tuberkel akan

muncul bersama dengan eksudat, kemudian daerah dengan nekrosis caseosa yang luas pun akan

timbul.

Proses inflamasi akan mempengaruhi pembuluh darah dalam memindahkan eksudat.

Arteri berukuran besar dan kecil sering terlibat, walaupun kapiler dan vena terkadang dapat juga

terlibat. Proses iskemik sering terjadi pada daerah distribusi arteri cerebri media ( menunjukkan

keterlibatan eksudat tuberkulosis pada fisura sylvii ).

Proses patologis yang lain dari meningitis tuberkulosis adalah hidrosefalus yang muncul

karena terganggunya sirkulasi cairan serebrospinalis. Hidrosefalus obstruktif muncul karena

eksudat yang menutup akuaduktus sylvii atau foramina Luschka, proses edema disekitar

parenkim otak juga mempengaruhi proses aliran cairan serebrospinalis. Hidrosefalus yang

tersering pada meningitis tuberkulosis adalah hidrosefalus komunikans, pada keadaan ini eksudat

akan menghalangi resorbsi dari cairan serebrospinalis. Jika eksudat menghalangi sirkulasi cairan

serebrospinalis menuju rongga subarakhnoid maka akan terjadi peningkatan dari tekanan.

Eksudat, vaskulitis dan hidrosefalus akan memberikan dampak tersendiri bagi parenkim otak

pada meningitis tuberkulosis.

Manifestasi Klinis

A. Tanda dan Gejala

16

Page 18: CASE1 astrid

Nyeri kepala yang hebat, penurunan nafsu makan, demam yang tidak terlalu tinggi dan

tingkat kesehatan yang buruk biasanya muncul beberapa minggu sebelum munculnya

tanda- tanda rangsang meningeal seperti adanya kaku kuduk. Adanya keterlibatan dari

nervus kranialis, terutama nervus VI diikuti oleh Nervus III dan IV, dan nervus VII.

Hemiparesis bisa terjadi karena proses iskemik di daerah sirkulasi serebri anterior.

Penurunan kesadaran yang progresif bisa terjadi hingga koma. Hiponatremia muncul

hampir pada separuh pasien, dan biasanya penyebabnya adalah SIADH, hiponatremia

akan menyebabkan timbulnya gangguan kesadaran dan juga kejang. Kejang lebih sering

ditemukan pada bayi dan anak- anak. Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan rasa

mual dan muntah ( kira- kira terjadi pada 25- 43 % pasien, terutama anak- anak ), dengan

papiledema ( 10 – 15 % pasien ). Adanya riwayat tuberkulosis paru pada anggota

keluarga, biasanya ditemukan kira- kira pada 25 % anak dengan meningitis tuberkulosis

atau tuberkuloma. Tanpa pengobatan, dari mulai timbul gejala klinik hingga kematian

berlangsung kira- kira 3 minggu.

Clinical Staging of Patients With Tuberculous Meningitis

Stage I ( early ) - Nonspesific symptoms and sign

- No clouding of consciousness

- No neurologic deficits

Stage II ( intermediate ) - Lethargy or behavioral changes

- Meningeal irritation

- Minor neurologic deficit such as

cranial nerve palsies

Stage III ( late ) - Stupor or coma

- Abnormal movements

- Seizures

- Severe neurologic deficit such as

pareses

From British Medical Research Council, streptomycin treatment of tuberculous meningitis.

Lancet 1948;1:582-596

Pada pasien ini ditemukan adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu berupa nyeri

kepala yang hebat, mual, muntah disertai penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan,

17

Page 19: CASE1 astrid

dan terdapatnya penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda

rangsang meningeal berupa kaku kuduk, tanda laseque yang kurang dari 70 0 dan tanda kernig

yang kurang dari 135 0.Dan pada pemeriksaan elektrolit yang berkala ditemukan hiponatremi

pada pasien ini. Berdasarkan kategori diatas, pasien ini menderita Meningitis TB stage II.

B. Diagnosis

a. Diagnosis dibuat dengan menemukan basil tahan asam dengan Zeihl- Neelsen ( ZN ) dari

cairan serebrospinal. Sensitivitas dari pemeriksaan ini lebih tinggi bila dibandingkan bila

menggunakan Polymerase Chain Reaction ( PCR ). Zeihl- Neelsen ( ZN ) ini memiliki

tingkat sensitif 40- 60 % dan kultur dengan cairan serebrospinal akan menghasilkan hasil

yang positif dalam 6 minggu.

Pada pemeriksaan cairan serebrospinal biasanya cairan serebrospinal berwarna kuning

jernih, limfositik pleositosis ( 200- 300 sel/mL ) , dengan kadar glukosa yang rendah

( < 50 % dari glukosa darah ), dan kadar protein yang tinggi.

b. Pemeriksaan laboratorium pada meningitis tuberkulosis tidak terlalu dapat menunjang

diagnosa, sering ditemukan leukopenia sama banyaknya dengan ditemukan leukositosis

dengan jumlah hitung sel yang relatif normal. Sering ditemukan hiponatremia dan

hipochloremia yang disebabkan karena Syndrome of Inappropriate Antidiuretic

Hormone, biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan serum yang dibandingkan dengan

osmolaritas urin dan adanya peningkatan dari kadar hormon antidiuretik. Gangguan

elektrolit dapat juga disebabkan karena muntah yang kronik dan anoreksia. Hiponatremia

dapat digunakan untuk membedakan antara meningitis tuberkulosis dengan meningitis

kriptokokus tapi tidak spesifik, karena biasanya pada meningitis kriptokokus kadar

natrium serum normal.

c. CT scan terlihat normal pada 15- 25 % penderita yang mengalami meningitis

tuberkulosis pada proses awal.CT scan tanpa kontras akan menunjukkan pelebaran

ventrikel yang menandakan hidrosefalus, gambaran lusen pada daerah ventrikuler

menunjukkan adanya eksudat tuberkulosis. Setelah pemberian kontras akan terlihat

penyengatan di daerah basal meningen dan adanya lesi fokal .

Gambaran foto polos kepala biasanya tidak menunjukkan perbedaan yang berarti pada

meningitis tuberkulosis, walaupun pelebaran sutura dapat terlihat pada bayi dan anak-

anak menunjukkan adanya peningkatan dari tekanan intrakranial. Selama dan setelah

18

Page 20: CASE1 astrid

pengobatan infeksi, kalsifikasi akan terlihat jelas pada basal meningen dekat dengan fossa

pituitary atau dekat dengan parenkim otak.

Pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan analisa rutin dari LCS didapatkan peningkatan

protein dan konsentrasi glukosa yang rendah tapi tidak ditemukan peningkatan jumlah sel.

PCR TB dari cairan LCS didapatkan hasil positif. Pada pemeriksaan elektrolit secara

berkala didapatkan kadar natrium yang terus- menerus rendah. Pada pasien ini dilakukan

pemeriksaan CT Brain dengan kontras dan didapatkan pembesaran dari sistem ventrikel,

yaitu ventrikel lateralis, ventrikel ketiga dan ventrikel keempat. Sisterna dalam keadaan baik

dan tidak terdapat pergeseran dari garis tengah.

Terapi

a. Prinsip terapi dalam menangani meningitis tuberkulosis seperti tuberkulosis yang lain

adalah membunuh organisme intraseluler dan ekstraseluler di jaringan. Walaupun jumlah

organisme pada meningitis tuberkulosis cenderung lebih rendah dibandingkan

tuberkulosis yang lain, kesulitannya adalah mendapatkan antituberkulosis yang dapat

menembus sawar darah otak. Karena Mycobacterium tuberculosis memiliki kompleks

lipid yang melindungi organisme dari antituberkulosis yang sering digunakan.

Obat- obat antituberkulosis yang sering digunakan dibagi menjadi first line ( isoniazid,

rifampicin, ethambutol, pyrazinamid dan streptomycin ) dan second line ( para-

aminosalicylic acid, ethionamide, cycloserine dan obat-obat aminoglycoside dan

quinolon ). Obat- obat second line memiliki tingkat efektifitas yang lebih sedikit

dibandingkan obat first line tapi memiliki tingkat toksisitas yang lebih tinggi.

The Treatment of Tuberculous meningitis

DrugDaily dose

Route DurationChildren Adult

Isoniazid 5 mg/kg 300 mg Oral 9-12 months

Rifampisin 10 mg/kg 450 mg

(< 50kg)

600mg (>50kg )

Oral 9-12 months

Pyrazinamid 35mg/kg 1.5g

( <50 kg)

2 g (>50kg)

Oral 2 months

19

Page 21: CASE1 astrid

Ethambutol or

Streptomycin

15 mg/kg

15 mg/kg

15mg/kg

15mg/kg

Oral

Im

2 months

2 months

dexametasone 0.4 mg/kg/day

0.3 mg/kg/day

0.2 mg/kg/day

0.1 mg/kg/day

3mg/day/total

2mg/day/total

Iv

Iv

Oral / iv

Oral

Oral

Oral

1 week

1 week

1 week

1 week

1 week

1 week

b. Penggunaan kortikosteroid bisa digunakan sebagai terapi adjuvant, tetapi pada beberapa

penelitian dianggap tidak terlalu memberikan hasil yang efektif. Tetapi menurut The

Infectious Disease Society of America, kortikosteroid meningkatkan survival rate serta

fungsi kognitif pada anak- anak dengan meningitis tuberkulosis.

c. Operasi kadang dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus yang tidak responsif dengan

terapi, termasuk terapi dengan kortikosteroid atau diuretik ( furosemid dan acetazolamide

) atau keduanya. Dilakukan ventriculoperitoneal shunting, dan hasilnya biasanya baik.

Pada pasien ini diterapi dengan Rifampisin 1x 450 mg, INH 1x 300 mg, PZA 1x1000mg,

Ethambutol 1x750 mg, Streptomycin 1x750 mg, dan Dexamethason 4x 5mg.

Prognosis

Pada penelitian terbaru, survival rate meningitis tuberkulosis adalah 70- 90 %. Pada

kondisi penyakit yang sudah lanjut, dijumpai prognosis yang jelek. Kondisi ini

diperburuk dengan usia yang tua atau usia yang relatif sangat muda atau bila terdapat

Tuberkulosis milier. Pada pasien dengan kehamilan atau saat nifas juga akan mengalami

prognosis yang buruk. Pada keadaan dengan respon yang buruk terhadap pengobatan,

beberapa penelitian mendapatkan peningkatan kadar protein dalam LCS, spinal blok dan

penurunan konsentrasi glukosa pada LCS. Tidak satupun dari faktor diatas yang bisa

dikatakan dengan pasti sebagai tanda kematian.

Pada pasien ini, prognosis quo ad vitam bonam karena pada pasien ini didapatkan

perbaikan keadaan selama perawatan. Quo ad functionam bonam karena tidak

ditemukan defisit neurologis selain tanda rangsang meningeal. Quo ad sanationam dubia

20

Page 22: CASE1 astrid

karena kesembuhan dari tuberkulosis bergantung pada kedisiplinan pasien dalam

meminum OAT selama waktu yang ditentukan.

21

Page 23: CASE1 astrid

DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg MS : Handbook of Neurosurgery. Greenberg Graphics,Inc, 2004, 173- 180

2. Duus, P. Diagnosis Topik Neurologi Edisi 2. Jakarta : EGC; 1996. p. 246- 254

3. Snell, RS. Neuroanatomi Klinik Edisi 2. Jakarta : EGC; 1996. p. 492- 524

4. Brust,J.C.M. Current Diagnosis & Treatment. New York : The McGraw- Hill Company;

2007. 421

22