32
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pendahuluan Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis hepatis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat, sisanya ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003). 1.2 Definisi Istilah sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap sirosis hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang 1

Case Sirosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Istilah sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.Secara lengkap sirosis hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.

Citation preview

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan

Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit

kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati

urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat

penyakit ini. Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala

sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka

kasus sirosis hepatis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi

penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat, sisanya

ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).

1.2 Definisi

Istilah sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata

Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-

nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu

keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif

yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.

Secara lengkap sirosis hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang

ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang

proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya

jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang

telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative

nodules) dalam jaringan parut.

1.3 Epidemiologi

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan

dengan kaum wanita sekitar 1,6:1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-

59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta umat

manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi

manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta orang.

Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia, secara pasti belum diketahui.

1

Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003 di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari

rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap

sirosis hepatis (Anonim, 2008)

  

1.4 Etiologi dan Faktor Pencetus

Penyebab yang pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas, namun ada

beberapa faktor yang dianggap sebagai pencetus sirosis hepatis :

1. Faktor keturunan dan malnutrisi

2. Hepatitis virus

3. Zat hepatotoksik, seperti alkohol

4. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)

5. Hemokromatosis (kelebihan beban zat besi)

6. Sebab-sebab lain

a. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.

Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis

sentrilibuler.

b. Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan

sirosis biliaris primer

c. Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis

kriptogenik.

1.5 Patogenesis dan Patofisiologi

Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus mulai dari hepatitis virus

menjadi sirosis hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu :

1. Mekanis

2. Immunologis

3. Kombinasi keduanya

Namun yang utama adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibroblast dan

pembentukan jaringan ikat.

1. Mekanis

Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum lobul

yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut

yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan

hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.

2

2. Teori Imunologis

Sirosis hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui

proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis mempunyai

peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis kronis :

Hepatitis kronik tipe B

Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB

Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk

menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus

ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus

sampai terjadi kerusakan sel hati.

Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita

hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa

berlangsung sangat lama, bisa lebih dari 10 tahun.

Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati

yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan

unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dengan darah, dan

ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur

dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah

melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui

hati, darah tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu

kondisi yang disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan

tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir

kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass

hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah yang

membypassnya.

Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan

peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem

vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran,

tetapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh

adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus.

Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau

cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang

3

terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid,

parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).

Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit

hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan portal normal

berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam

sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal. Hipertensi portal dapat terjadi

ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik

merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi 2/3 kasus tidak spesifik

penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik

lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai

riwayat penyakit hati sebelumnya.

1.6 Manifestsi Klinis

Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hepatis yang terjadi. Sirosis

hepatis dibagi dalam tiga tingkatan yakni yang paling rendah Child A, Child B, hingga pada

yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling

ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada perut,

tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat

palmar eritema dan spider nevi.

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:

1. Kegagalan hati

a. edema

b. ikterus

c. spider nevi

d. ginekomastia

e. ascites

f. palmar eritema

g. atropi testis

h. kelainan darah (anemia, hematom/mudah terjadi perdarahan)

2. Hipertensi portal

a. varises oesophagus

b. splenomegali

c. perubahan sum-sum tulang

d. caput meduse

4

e. ascites

f. vena kolateral

g. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

1.7 Klasifikasi

Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh :

Parameter Skor

1 2 3

Bilirubin (mg%) <2 2 - <3 >3

Albumin(gr%) >3,5 2,8 - <3,5 <2,8

Prothombrin time (quick%) >70 40 - <70 <40

Asites 0 Minimal - sedang Banyak

Hepatic enchepalopathy Tidak ada Std I & II Std III & IV

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :

1. Mikronodular

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati

mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya

sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi

mikronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.

2. Makronodular

Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan

bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di

dalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi

parenkim.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara fungsional sirosis terbagi atas :

1. Sirosis hati kompensata.

Sering disebut dengan sirosis hati laten. Pada stadium kompensata ini belum terlihat

gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan

screening.

2. Sirosis hati dekompensata

5

Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas,

misalnya : ascites, edema dan ikterus.

1.8 Diagnosis

Kriteria Diagnostik

Kriteria Suharyono Soebandini, bila memenuhi 5 dari 7:

1. Spider nevi

2. Venektasi / vena kolateral

3. Ascites (dengan atau tanpa edema kaki)

4. Splenomegali

5. Varises esofagus (hematemesis melena)

6. Ratio albumin: globulin terbalik

7. Palmar eritema

Pemeriksaan Penunjang

Urine

Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.

Pada penderita dengan asites, maka ekskresi natrium berkurang, dan pada penderita yang

berat ekskresinya kurang dari 3 meq (0,1).

Tinja

Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen

empedu rendah.

Darah

Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-kadang

dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folat dan vitamin B12 atau

karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal,

maka akan terjadi hipokromik anemia. Juga dijumpai leukopeni bersama trombositopeni.

Waktu protombin memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun telah diberi

pengobatan dengan vitamin K. gambaran sumsum tulang terdapat makronormoblastik dan

terjadi kenaikan plasma sel pada kenaikan kadar globulin dalam darah.

Tes faal hati

Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi bagi

penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Hal ini tampak jelas menurunnya

kadar serum albumin <3,0% sebanyak 85,92%, terdapat peninggian serum transaminase >40

6

U/l sebanyak 60,1%. Menurunnya kadar tersebut di atas adalah sejalan dengan hasil

pengamatan jasmani, yaitu ditemukan asites sebanyak 85,79%.

1.9 Penatalaksanaan

Pengobatan sirosis hepatis pada prinsipnya berupa :

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;

misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hepatis akan diberikan jika telah terjadi

komplikasi seperti:

a. Astises

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

- Istirahat

- Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet

rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka

penderita harus dirawat.

- Diuretik

Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah

garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1

kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic

adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic,

maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis

rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan

dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan

dengan furosemid.

Terapi lain :

a. Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada

keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan

asites dapat dilakukan 5-10 liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin

sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat

menurunkan masa rawatan pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C,

7

Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3,

creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.

b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe

yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20%

kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang

berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi

umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati

terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya

kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :

- Spontaneous bacterial peritonitis

- Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites

- Clinical feature maybe absent and WBC normal

- Ascites protein usually <1 g/dl

- Antibiotik kalau ascites > 250 mm polymorphs (50% meninggal & 69 % recur

dalam 1 tahun)

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),

secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan

rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari)

selama 2-3 minggu.

c. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering

dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.

Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan pasien

stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :

- Pasien diistirahatkan daan dpuasakan

- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya

yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan,

evaluasi darah

- Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K,

Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

8

1.10 Prognosis

Prognosis sirosis hepatis menjadi buruk apabila:

Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%

Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar

Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)

Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus

Hati mengecil

Perdarahan akibat varises esophagus

Komplikasi neurologis

Kadar protrombin rendah

Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg

BAB II

9

LAPORAN KASUS

Anamnesis

Seorang pasien perempuan berusia 73 tahun, dirawat di bangsal penyakit dalam

RSUD Pariaman , sejak tanggal 19/3/2013 dengan

Keluhan Utama :

Perut membuncit sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Perut membuncit sejak 1 minggu yang lalu, perut membuncit sudah dirasakan sejak 2

bulan yang lalu, semakin lama semakin bertambah besar.

Pasien pernah dirawat 2 bulan yang lalu dan dikenal menderita sakit liver.

Badan dan mata kuning disadari pasien sejak 2 bulan yang lalu.

Perut terasa cepat penuh sejak 2 bulan yang lalu.

Nafsu makan berkurang sejak 3 bulan yang lalu.

Badan lemah dan letih sejak 3 bulan yang lalu.

Mengalami gangguan tidur sejak 1 minggu yang lalu.

Buang air kecil seperti teh pekat sejak 3 bulan yang lalu.

Buang air besar biasa, riwayat buang air besar hitam 2 bulan yang lalu.

Demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam tidak terlalu tinggi, tidak menggigil, dan

tidak berkeringat.

Batuk sejak 1 minggu yang lalu. Batuk berdahak, berwarna putih, tidak berdarah.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah menderita sakit kuning sebelumnya.

Pasien sudah dikenal menderita sirosis hepatis dengan hepatoma sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini

Riwayat Kebiasaan :

Os adalah seorang ibu rumah tangga

Kebiasaan minum alkohol (-)

Pemeriksan Fisik

Pemeriksaan Umum :

10

Kesadaran : apatis

Keadaan Umum : sedang

Keadaan Gizi : baik

Berat Badan : 65 kg

Tinggi Badan : 160 cm

Tekanan Darah : 110/80 cmHg

Nadi : 78 x/menit

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 37,8 0C

Kulit : Ikterik (+) Purpura (+) Hematom (+)

KGB : Tidak membesar

Kepala : Normocephal, rambut putih dan tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan

Gigi dan mulut : caries (+)

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Kelenjer tiroid tidak membesar

Thorax : Paru : I : simetris kiri dan kanan

Pa : fremitus sama kiri dan kanan

Pe : sonor di kedua lapangan paru

A : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal

kedua paru, wheezing (-/-)

Jantung : I : iktus tidak tampak

Pa : iktus teraba pada 1 jari medial linea mid clavicularis sinistra

RIC V, kuat angkat (+), thrill (-)

Pe : batas jantung kanan : LSD

batas jantung kiri : LMCS RIC V

batas jantung atas : RIC II

Au : bunyi jantung murni, tanpa bunyi tambahan,

Irama jantung teratur, Bising (-)

Abdomen : I : perut tampak membuncit, venektasi (+)

11

P : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc

xyphoideus, konsistensi keras, pinggir tumpul, permukaan tidak

rata, nyeri tekan (+) vena kolateral (+)

lien teraba di schuffner 2

Pe : timpani, shifting dullness (+)

A : BU (+) N bruit hepar (-)

Punggung : CVA : NT (-), NK (-)

Ekstremitas : edema +/+, RF +/+, RP -/-

palmar eritema (+) flapping tremor (+)

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi

Hb : 5,0 gr/dl

Leukosit : 9.510/mm3

Ht : 14%

Eritrosit : 1.810.000/mm3

Trombosit : 252.000/m3

GDS : 136

Diagnosa Kerja

Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma

Anemia berat e.c perdarahan kronis

BP duplex

Terapi Inisial :

Istirahat / diet hepar

IVFD triofusin : comafusin (2:1) 8 jam/kolf

Inj cefotaxime 2x1 gr

Spironolactone 2x50 mg

Furosemid 1x1 amp

Curcuma 3x1 tab

Paracetamol 3x1 tab

Lactulac 1x1 tab

Ambroxol 3x1 C

12

Madopar 3x1 tab

Transfusi PRC 3 kantong post lasix

FOLLOW UP

20/3/2013

S/ - Perut membuncit (+)

- Nyeri perut (+)

- Demam (+)

- Batuk (+)

- Sesak nafas (+)

- Badan lemah dan letih (+)

- BAK seperti teh pekat

- BAB biasa

O/ KU : sedang

KS : apatis

TD : 110/70 mmHg

Nd : 78 x/i

Nf : 26 x/i

T : 37,6oC

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)

Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru

Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)

Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc

xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)

lien teraba di schuffner 2.

Pe : timpani, shifting dullness (+)

A : BU (+) N

Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)

Pemeriksaan Laboratorium:

Kimia Klinik

Ureum : 39 mg/dl

13

Kreatinin : 0, 9 mg/dl

Protein tot : 4,9 g/dl

Albumin : 2,4 g/dl

Globulin : 2,5 g/dl

Bilirubin tot : 8,2 mg/dl

Bil direk : 4,7 mg/dl

Bil indirek : 3,5 mg/dl

SGOT : 108 u/L

SGPT : 36 u/L

A/ Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma

Anemia berat e.c perdarahan kronis

BP duplex

R/ Tes HbsAg

Th/

Terapi lanjut

21/3/2013

S/ - Perut membuncit (+)

- Nyeri perut (+)

- Demam (+)

- Batuk (+)

- Sesak nafas (+)

- Badan lemah dan letih (+)

- BAK seperti teh pekat

- BAB biasa

O/ KU : sedang

KS : apatis

TD : 130/80 mmHg

Nd : 90 x/i

Nf : 30 x/i

14

T : 37,5 oC

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)

Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru

Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)

Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc

xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)

lien teraba di schuffner 2.

Pe : timpani, shifting dullness (+)

A : BU (+) N

Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)

A/ Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma

Anemia berat e.c perdarahan kronis

BP duplex

R/ Cek HbsAg

Th/

Terapi lanjut

Vit K 2x1 amp

22/3/2013

S/ - Perut membuncit (+)

- Nyeri perut (+)

- Demam (+)

- Batuk (+)

- Sesak nafas (+) berkurang

- Badan lemah dan letih (+)

- BAK seperti teh pekat

- BAB biasa

O/ KU : sedang

KS : apatis

TD : 110/70 mmHg

15

Nd : 96 x/i

Nf : 25 x/i

T : 37,8 oC

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)

Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru

Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)

Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc

xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)

lien teraba di schuffner 2.

Pe : timpani, shifting dullness (+)

A : BU (+) N

Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)

Pemeriksaan Laboratorium:

HbsAg (+)

A/ PBS

Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma

Anemia berat e.c perdarahan kronis

BP duplex

R/ Cek Protein total dan albumin

Th/

Terapi lanjut

Inj Cefotaxime 3x2 gr

Inj Dexamethasone 3x5amp

Furosemid aff

Cateter urine

23/3/2013

S/ - Perut membuncit (+) bertambah

- Nyeri perut (+)

- Demam (-)

- Batuk (-)

16

- Sesak nafas (+) berkurang

- Badan lemah dan letih (+)

- BAK seperti teh pekat

- BAB biasa

O/ KU : sedang

KS : apatis

TD : 110/70 mmHg

Nd : 82 x/i

Nf : 24 x/i

T : 36,6 oC

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)

Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru

Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)

Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc

xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)

lien teraba di schuffner 2.

Pe : timpani, shifting dullness (+)

A : BU (+) N

Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)

Pemeriksaan Laboratorium:

Protein tot : 5,8 g/dl

Albumin : 3,1 g/dl

A/ PBS

Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma

Anemia berat e.c perdarahan kronis

BP duplex

Th/

Terapi lanjut

24/3/2013

S/ - Perut membuncit (+) bertambah

17

- Nyeri perut (+)

- Sesak nafas (+) berkurang

- Badan lemah dan letih (+)

- BAK seperti teh pekat

- BAB biasa

O/ KU : sedang

KS : apatis

TD : 120/70 mmHg

Nd : 86 x/i

Nf : 25 x/i

T : 37 oC

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)

Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru

Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)

Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc

xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)

lien teraba di schuffner 2.

Pe : timpani, shifting dullness (+)

A : BU (+) N

Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)

A/ PBS

Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma

Anemia berat e.c perdarahan kronis

BP duplex

R/ Cek Hb

Th/

Terapi lanjut

25/3/2013

S/ - Perut membuncit (+) bertambah

18

- Nyeri perut (+)

- Sesak nafas (+) berkurang

- Badan lemah dan letih (+)

- BAK seperti teh pekat

- BAB biasa

O/ KU : sedang

KS : somnolen

TD : 120/70 mmHg

Nd : 86 x/i

Nf : 24 x/i

T : 37 oC

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)

Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru

Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)

Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc

xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)

lien teraba di schuffner 2.

Pe : timpani, shifting dullness (+)

A : BU (+) N

Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)

Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 10,6 gr/dl

A/ PBS

Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma

Anemia berat e.c perdarahan kronis

BP duplex

Th/

Terapi lanjut

Dexamethason aff

19

26/3/2013

S/ - Perut membuncit (+) bertambah

- Nyeri perut (+)

- Sesak nafas (+) berkurang

- Badan lemah dan letih (+)

- BAK seperti teh pekat

- BAB hitam

O/ KU : buruk

KS : somnolen

TD : 90/70 mmHg

Nd : 78 x/i

Nf : 26 x/i

T : 37 oC

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)

Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru,

wheezing (-/-)

Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)

Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc

xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)

lien teraba di schuffner 2.

Pe : timpani, shifting dullness (+)

A : BU (+) N

Ekstremitas : akral dingin

edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)

A/ PBS

Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma

Anemia berat e.c perdarahan kronis

BP duplex

Th/

Terapi lanjut

Dobutamin 1x2 amp

20

BAB III

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien perempuan umur 73 tahun dirawat di Bangsal Interne

Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman sejak tanggal 19 Maret 2013 dengan keluhan utama

perut membuncit sejak 1 minggu yang lalu, perut membuncit sudah dirasakan sejak 2 bulan

yang lalu, semakin lama semakin bertambah besar. Badan dan mata kuning, perut terasa cepat

21

penuh, nafsu makan berkurang, badan lemah dan letih, mengalami gangguan tidur, BAK

seperti teh pekat dan riwayat BAB hitam 2 bulan yang lalu.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan sklera ikterik. Pada

auskultasi kedua paru ditemukan rhonki +/+ di basal kedua lapangan paru. Pada pemeriksaan

abdomen, terdpat vena kolateral, hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc

xyphoideus, konsistensi keras, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+) dan lien teraba

di schuffner 2. Pada ekstremitas ditemukan edema (+) dan flapping tremor (+). Dari

pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan Hb 5,0 dengan eritrosit 1.810 x

103/mm3, protein total 4,9 g/dl dengan albumin 2,4 g/dl, total bilirubin 8,2 mg/dl, SGOT 103

u/L dan SGPT 36 u/L.

Pasien ini didiagnosis dengan pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata

dengan hepatoma, anemia berat e.c perdarahan kronis, BP duplex dan PBS.

Diagnosis tersebut berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah IVFD comafusin : triofusin (1:2), Inj

cefotaxime 2x1 gr, Spironolactone 2x50 mg, Furosemid 1x1 amp, Curcuma 3x1 tab,

Paracetamol 3x1 tab, Lactulac 1x1 tab, Ambroxol 3x1 C, Madopar 3x1 tab, transfusi PRC 3

kantong post lasix, Vit K 2x1 amp dan Inj Dexamethasone 3x5amp.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases

2. Hadi.Sujono, Gastroenterology, Penerbit Alumni / 1995 / Bandung

3. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu, Oxford, England Blackwell

1997

4. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatitis

22

5. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta 1987

6. Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian Ilmu

Penyakit Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo

23