Upload
ramadhan-ananda-putra
View
41
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Istilah sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.Secara lengkap sirosis hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.
Citation preview
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati
urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat
penyakit ini. Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka
kasus sirosis hepatis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi
penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat, sisanya
ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).
1.2 Definisi
Istilah sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-
nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu
keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif
yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Secara lengkap sirosis hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang
ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang
proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya
jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang
telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative
nodules) dalam jaringan parut.
1.3 Epidemiologi
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekitar 1,6:1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta umat
manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi
manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta orang.
Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia, secara pasti belum diketahui.
1
Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003 di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari
rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap
sirosis hepatis (Anonim, 2008)
1.4 Etiologi dan Faktor Pencetus
Penyebab yang pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas, namun ada
beberapa faktor yang dianggap sebagai pencetus sirosis hepatis :
1. Faktor keturunan dan malnutrisi
2. Hepatitis virus
3. Zat hepatotoksik, seperti alkohol
4. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
5. Hemokromatosis (kelebihan beban zat besi)
6. Sebab-sebab lain
a. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis
sentrilibuler.
b. Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan
sirosis biliaris primer
c. Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik.
1.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus mulai dari hepatitis virus
menjadi sirosis hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu :
1. Mekanis
2. Immunologis
3. Kombinasi keduanya
Namun yang utama adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibroblast dan
pembentukan jaringan ikat.
1. Mekanis
Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum lobul
yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut
yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan
hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.
2
2. Teori Imunologis
Sirosis hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui
proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis mempunyai
peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis kronis :
Hepatitis kronik tipe B
Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB
Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk
menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus
ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus
sampai terjadi kerusakan sel hati.
Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita
hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa
berlangsung sangat lama, bisa lebih dari 10 tahun.
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati
yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan
unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dengan darah, dan
ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur
dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah
melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui
hati, darah tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu
kondisi yang disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan
tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir
kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass
hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah yang
membypassnya.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan
peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem
vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran,
tetapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh
adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus.
Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau
cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang
3
terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid,
parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit
hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan portal normal
berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam
sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal. Hipertensi portal dapat terjadi
ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik
merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi 2/3 kasus tidak spesifik
penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik
lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai
riwayat penyakit hati sebelumnya.
1.6 Manifestsi Klinis
Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hepatis yang terjadi. Sirosis
hepatis dibagi dalam tiga tingkatan yakni yang paling rendah Child A, Child B, hingga pada
yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling
ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada perut,
tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat
palmar eritema dan spider nevi.
Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1. Kegagalan hati
a. edema
b. ikterus
c. spider nevi
d. ginekomastia
e. ascites
f. palmar eritema
g. atropi testis
h. kelainan darah (anemia, hematom/mudah terjadi perdarahan)
2. Hipertensi portal
a. varises oesophagus
b. splenomegali
c. perubahan sum-sum tulang
d. caput meduse
4
e. ascites
f. vena kolateral
g. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)
1.7 Klasifikasi
Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh :
Parameter Skor
1 2 3
Bilirubin (mg%) <2 2 - <3 >3
Albumin(gr%) >3,5 2,8 - <3,5 <2,8
Prothombrin time (quick%) >70 40 - <70 <40
Asites 0 Minimal - sedang Banyak
Hepatic enchepalopathy Tidak ada Std I & II Std III & IV
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi
mikronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di
dalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi
parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara fungsional sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata.
Sering disebut dengan sirosis hati laten. Pada stadium kompensata ini belum terlihat
gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan
screening.
2. Sirosis hati dekompensata
5
Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas,
misalnya : ascites, edema dan ikterus.
1.8 Diagnosis
Kriteria Diagnostik
Kriteria Suharyono Soebandini, bila memenuhi 5 dari 7:
1. Spider nevi
2. Venektasi / vena kolateral
3. Ascites (dengan atau tanpa edema kaki)
4. Splenomegali
5. Varises esofagus (hematemesis melena)
6. Ratio albumin: globulin terbalik
7. Palmar eritema
Pemeriksaan Penunjang
Urine
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.
Pada penderita dengan asites, maka ekskresi natrium berkurang, dan pada penderita yang
berat ekskresinya kurang dari 3 meq (0,1).
Tinja
Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen
empedu rendah.
Darah
Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-kadang
dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folat dan vitamin B12 atau
karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal,
maka akan terjadi hipokromik anemia. Juga dijumpai leukopeni bersama trombositopeni.
Waktu protombin memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun telah diberi
pengobatan dengan vitamin K. gambaran sumsum tulang terdapat makronormoblastik dan
terjadi kenaikan plasma sel pada kenaikan kadar globulin dalam darah.
Tes faal hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi bagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Hal ini tampak jelas menurunnya
kadar serum albumin <3,0% sebanyak 85,92%, terdapat peninggian serum transaminase >40
6
U/l sebanyak 60,1%. Menurunnya kadar tersebut di atas adalah sejalan dengan hasil
pengamatan jasmani, yaitu ditemukan asites sebanyak 85,79%.
1.9 Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hepatis pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hepatis akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Astises
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- Istirahat
- Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet
rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka
penderita harus dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah
garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1
kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic
adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic,
maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis
rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan
dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.
Terapi lain :
a. Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada
keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan
asites dapat dilakukan 5-10 liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin
sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat
menurunkan masa rawatan pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C,
7
Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3,
creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe
yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20%
kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang
berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi
umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati
terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya
kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :
- Spontaneous bacterial peritonitis
- Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites
- Clinical feature maybe absent and WBC normal
- Ascites protein usually <1 g/dl
- Antibiotik kalau ascites > 250 mm polymorphs (50% meninggal & 69 % recur
dalam 1 tahun)
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),
secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan
rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari)
selama 2-3 minggu.
c. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.
Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan pasien
stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
- Pasien diistirahatkan daan dpuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya
yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan,
evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
8
1.10 Prognosis
Prognosis sirosis hepatis menjadi buruk apabila:
Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%
Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar
Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)
Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus
Hati mengecil
Perdarahan akibat varises esophagus
Komplikasi neurologis
Kadar protrombin rendah
Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg
BAB II
9
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Seorang pasien perempuan berusia 73 tahun, dirawat di bangsal penyakit dalam
RSUD Pariaman , sejak tanggal 19/3/2013 dengan
Keluhan Utama :
Perut membuncit sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Perut membuncit sejak 1 minggu yang lalu, perut membuncit sudah dirasakan sejak 2
bulan yang lalu, semakin lama semakin bertambah besar.
Pasien pernah dirawat 2 bulan yang lalu dan dikenal menderita sakit liver.
Badan dan mata kuning disadari pasien sejak 2 bulan yang lalu.
Perut terasa cepat penuh sejak 2 bulan yang lalu.
Nafsu makan berkurang sejak 3 bulan yang lalu.
Badan lemah dan letih sejak 3 bulan yang lalu.
Mengalami gangguan tidur sejak 1 minggu yang lalu.
Buang air kecil seperti teh pekat sejak 3 bulan yang lalu.
Buang air besar biasa, riwayat buang air besar hitam 2 bulan yang lalu.
Demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam tidak terlalu tinggi, tidak menggigil, dan
tidak berkeringat.
Batuk sejak 1 minggu yang lalu. Batuk berdahak, berwarna putih, tidak berdarah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah menderita sakit kuning sebelumnya.
Pasien sudah dikenal menderita sirosis hepatis dengan hepatoma sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini
Riwayat Kebiasaan :
Os adalah seorang ibu rumah tangga
Kebiasaan minum alkohol (-)
Pemeriksan Fisik
Pemeriksaan Umum :
10
Kesadaran : apatis
Keadaan Umum : sedang
Keadaan Gizi : baik
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Tekanan Darah : 110/80 cmHg
Nadi : 78 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37,8 0C
Kulit : Ikterik (+) Purpura (+) Hematom (+)
KGB : Tidak membesar
Kepala : Normocephal, rambut putih dan tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Gigi dan mulut : caries (+)
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Kelenjer tiroid tidak membesar
Thorax : Paru : I : simetris kiri dan kanan
Pa : fremitus sama kiri dan kanan
Pe : sonor di kedua lapangan paru
A : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal
kedua paru, wheezing (-/-)
Jantung : I : iktus tidak tampak
Pa : iktus teraba pada 1 jari medial linea mid clavicularis sinistra
RIC V, kuat angkat (+), thrill (-)
Pe : batas jantung kanan : LSD
batas jantung kiri : LMCS RIC V
batas jantung atas : RIC II
Au : bunyi jantung murni, tanpa bunyi tambahan,
Irama jantung teratur, Bising (-)
Abdomen : I : perut tampak membuncit, venektasi (+)
11
P : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc
xyphoideus, konsistensi keras, pinggir tumpul, permukaan tidak
rata, nyeri tekan (+) vena kolateral (+)
lien teraba di schuffner 2
Pe : timpani, shifting dullness (+)
A : BU (+) N bruit hepar (-)
Punggung : CVA : NT (-), NK (-)
Ekstremitas : edema +/+, RF +/+, RP -/-
palmar eritema (+) flapping tremor (+)
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Hb : 5,0 gr/dl
Leukosit : 9.510/mm3
Ht : 14%
Eritrosit : 1.810.000/mm3
Trombosit : 252.000/m3
GDS : 136
Diagnosa Kerja
Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma
Anemia berat e.c perdarahan kronis
BP duplex
Terapi Inisial :
Istirahat / diet hepar
IVFD triofusin : comafusin (2:1) 8 jam/kolf
Inj cefotaxime 2x1 gr
Spironolactone 2x50 mg
Furosemid 1x1 amp
Curcuma 3x1 tab
Paracetamol 3x1 tab
Lactulac 1x1 tab
Ambroxol 3x1 C
12
Madopar 3x1 tab
Transfusi PRC 3 kantong post lasix
FOLLOW UP
20/3/2013
S/ - Perut membuncit (+)
- Nyeri perut (+)
- Demam (+)
- Batuk (+)
- Sesak nafas (+)
- Badan lemah dan letih (+)
- BAK seperti teh pekat
- BAB biasa
O/ KU : sedang
KS : apatis
TD : 110/70 mmHg
Nd : 78 x/i
Nf : 26 x/i
T : 37,6oC
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru
Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)
Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc
xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)
lien teraba di schuffner 2.
Pe : timpani, shifting dullness (+)
A : BU (+) N
Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)
Pemeriksaan Laboratorium:
Kimia Klinik
Ureum : 39 mg/dl
13
Kreatinin : 0, 9 mg/dl
Protein tot : 4,9 g/dl
Albumin : 2,4 g/dl
Globulin : 2,5 g/dl
Bilirubin tot : 8,2 mg/dl
Bil direk : 4,7 mg/dl
Bil indirek : 3,5 mg/dl
SGOT : 108 u/L
SGPT : 36 u/L
A/ Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma
Anemia berat e.c perdarahan kronis
BP duplex
R/ Tes HbsAg
Th/
Terapi lanjut
21/3/2013
S/ - Perut membuncit (+)
- Nyeri perut (+)
- Demam (+)
- Batuk (+)
- Sesak nafas (+)
- Badan lemah dan letih (+)
- BAK seperti teh pekat
- BAB biasa
O/ KU : sedang
KS : apatis
TD : 130/80 mmHg
Nd : 90 x/i
Nf : 30 x/i
14
T : 37,5 oC
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru
Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)
Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc
xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)
lien teraba di schuffner 2.
Pe : timpani, shifting dullness (+)
A : BU (+) N
Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)
A/ Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma
Anemia berat e.c perdarahan kronis
BP duplex
R/ Cek HbsAg
Th/
Terapi lanjut
Vit K 2x1 amp
22/3/2013
S/ - Perut membuncit (+)
- Nyeri perut (+)
- Demam (+)
- Batuk (+)
- Sesak nafas (+) berkurang
- Badan lemah dan letih (+)
- BAK seperti teh pekat
- BAB biasa
O/ KU : sedang
KS : apatis
TD : 110/70 mmHg
15
Nd : 96 x/i
Nf : 25 x/i
T : 37,8 oC
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru
Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)
Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc
xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)
lien teraba di schuffner 2.
Pe : timpani, shifting dullness (+)
A : BU (+) N
Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)
Pemeriksaan Laboratorium:
HbsAg (+)
A/ PBS
Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma
Anemia berat e.c perdarahan kronis
BP duplex
R/ Cek Protein total dan albumin
Th/
Terapi lanjut
Inj Cefotaxime 3x2 gr
Inj Dexamethasone 3x5amp
Furosemid aff
Cateter urine
23/3/2013
S/ - Perut membuncit (+) bertambah
- Nyeri perut (+)
- Demam (-)
- Batuk (-)
16
- Sesak nafas (+) berkurang
- Badan lemah dan letih (+)
- BAK seperti teh pekat
- BAB biasa
O/ KU : sedang
KS : apatis
TD : 110/70 mmHg
Nd : 82 x/i
Nf : 24 x/i
T : 36,6 oC
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru
Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)
Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc
xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)
lien teraba di schuffner 2.
Pe : timpani, shifting dullness (+)
A : BU (+) N
Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)
Pemeriksaan Laboratorium:
Protein tot : 5,8 g/dl
Albumin : 3,1 g/dl
A/ PBS
Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma
Anemia berat e.c perdarahan kronis
BP duplex
Th/
Terapi lanjut
24/3/2013
S/ - Perut membuncit (+) bertambah
17
- Nyeri perut (+)
- Sesak nafas (+) berkurang
- Badan lemah dan letih (+)
- BAK seperti teh pekat
- BAB biasa
O/ KU : sedang
KS : apatis
TD : 120/70 mmHg
Nd : 86 x/i
Nf : 25 x/i
T : 37 oC
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru
Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)
Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc
xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)
lien teraba di schuffner 2.
Pe : timpani, shifting dullness (+)
A : BU (+) N
Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)
A/ PBS
Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma
Anemia berat e.c perdarahan kronis
BP duplex
R/ Cek Hb
Th/
Terapi lanjut
25/3/2013
S/ - Perut membuncit (+) bertambah
18
- Nyeri perut (+)
- Sesak nafas (+) berkurang
- Badan lemah dan letih (+)
- BAK seperti teh pekat
- BAB biasa
O/ KU : sedang
KS : somnolen
TD : 120/70 mmHg
Nd : 86 x/i
Nf : 24 x/i
T : 37 oC
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru
Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)
Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc
xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)
lien teraba di schuffner 2.
Pe : timpani, shifting dullness (+)
A : BU (+) N
Ekstremitas : edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 10,6 gr/dl
A/ PBS
Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma
Anemia berat e.c perdarahan kronis
BP duplex
Th/
Terapi lanjut
Dexamethason aff
19
26/3/2013
S/ - Perut membuncit (+) bertambah
- Nyeri perut (+)
- Sesak nafas (+) berkurang
- Badan lemah dan letih (+)
- BAK seperti teh pekat
- BAB hitam
O/ KU : buruk
KS : somnolen
TD : 90/70 mmHg
Nd : 78 x/i
Nf : 26 x/i
T : 37 oC
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Paru : bronkovesikuler, rhonkhi (+/+) basah halus nyaring di basal kedua paru,
wheezing (-/-)
Abdomen : I : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)
Pa : hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc
xyphoideus, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+)
lien teraba di schuffner 2.
Pe : timpani, shifting dullness (+)
A : BU (+) N
Ekstremitas : akral dingin
edema +/+, palmar eritema (+) flapping tremor (+)
A/ PBS
Pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata dengan hepatoma
Anemia berat e.c perdarahan kronis
BP duplex
Th/
Terapi lanjut
Dobutamin 1x2 amp
20
BAB III
DISKUSI
Telah diperiksa seorang pasien perempuan umur 73 tahun dirawat di Bangsal Interne
Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman sejak tanggal 19 Maret 2013 dengan keluhan utama
perut membuncit sejak 1 minggu yang lalu, perut membuncit sudah dirasakan sejak 2 bulan
yang lalu, semakin lama semakin bertambah besar. Badan dan mata kuning, perut terasa cepat
21
penuh, nafsu makan berkurang, badan lemah dan letih, mengalami gangguan tidur, BAK
seperti teh pekat dan riwayat BAB hitam 2 bulan yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan sklera ikterik. Pada
auskultasi kedua paru ditemukan rhonki +/+ di basal kedua lapangan paru. Pada pemeriksaan
abdomen, terdpat vena kolateral, hepar teraba 4 jari bawah arcus costarum, 3 jari bawah proc
xyphoideus, konsistensi keras, pinggir tumpul, permukaan tidak rata, NT (+) dan lien teraba
di schuffner 2. Pada ekstremitas ditemukan edema (+) dan flapping tremor (+). Dari
pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan Hb 5,0 dengan eritrosit 1.810 x
103/mm3, protein total 4,9 g/dl dengan albumin 2,4 g/dl, total bilirubin 8,2 mg/dl, SGOT 103
u/L dan SGPT 36 u/L.
Pasien ini didiagnosis dengan pre coma hepatikum e.c sirosis hepatis dekompensata
dengan hepatoma, anemia berat e.c perdarahan kronis, BP duplex dan PBS.
Diagnosis tersebut berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah IVFD comafusin : triofusin (1:2), Inj
cefotaxime 2x1 gr, Spironolactone 2x50 mg, Furosemid 1x1 amp, Curcuma 3x1 tab,
Paracetamol 3x1 tab, Lactulac 1x1 tab, Ambroxol 3x1 C, Madopar 3x1 tab, transfusi PRC 3
kantong post lasix, Vit K 2x1 amp dan Inj Dexamethasone 3x5amp.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
2. Hadi.Sujono, Gastroenterology, Penerbit Alumni / 1995 / Bandung
3. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu, Oxford, England Blackwell
1997
4. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatitis
22