39
BAB I ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS 1. IDENTITAS PASIEN Nama : An. R Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 7 bulan Alamat : pangkalan 02/04 tarajusari Agama : Islam Tanggal Masuk RS : 21 Mei 2015 Tanggal Pemeriksaan : 22 mei 2015 No. Rekam Medik : 5140xx 2. IDENTITAS ORANGTUA PASIEN AYAH PASIEN Nama : Tn. R Usia : 31 tahun. Pekerjaan : Buruh Pendidikan : SMA IBU PASIEN Nama : Ny. S Usia : 28 tahun. Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA Hubungan pasien dengan orangtua: Anak Kandung. II. ANAMNESA Data diperoleh secara alloanamnesis terhadap ibu pasien pada tanggal 22 Mei 2015. 1. Keluhan Utama 1

Case Report Kejang Demam Kompleks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

IKA

Citation preview

Page 1: Case Report Kejang Demam Kompleks

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 7 bulan

Alamat : pangkalan 02/04 tarajusari

Agama : Islam

Tanggal Masuk RS : 21 Mei 2015

Tanggal Pemeriksaan : 22 mei 2015

No. Rekam Medik : 5140xx

2. IDENTITAS ORANGTUA PASIEN

AYAH PASIEN

Nama : Tn. R

Usia : 31 tahun.

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMA

IBU PASIEN

Nama : Ny. S

Usia : 28 tahun.

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Hubungan pasien dengan orangtua: Anak Kandung.

II. ANAMNESA

Data diperoleh secara alloanamnesis terhadap ibu pasien pada tanggal 22 Mei 2015.

1. Keluhan Utama

Kejang

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang anak laki-laki datang ke IGD RSUD Soreang dikeluhkan

kejang 3x sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Setiap kejang diakui ibu

pasien selama kurang lebih 10 menit. Dengan jarak setiap kejang kurang lebih

30 menit. Saat kejang kedua lengan dan kedua tungkai kaku dan mata

mendelik ke atas dan pasien tidak sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien

1

Page 2: Case Report Kejang Demam Kompleks

rewel dan menangis. Sesudah kejang terjadi pasien terlihat lemas dan

menangis dengan suara yang lebih kecil. Keluhan kejang didahului dengan

demam yang mendadak tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan

dirasakan terus menerus sepanjang hari.

Keluhan tidak disertai dengan mual dan muntah. Batuk,pilek dan sesak

nafas disangkal. Bab dan bak tidak ada keluhan. Riwayat kejang disertai

demam maupun tidak disangkal oleh orang tua pasien, riwayat trauma

disangkal, riwayat batuk lama atau terpapar orang yang batuk lama disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah memiliki keluhan ataupun sakit yang sama seperti

ini sebelumnya.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal.

5. Riwayat Pribadi

Riwayat Kehamilan

Selama kehamilan, ibu pasien rutin kontrol kehamilan ke bidan dan

tidak pernah sakit. Riwayat pemakaian obat-obatan ketika hamil

disangkal.

Riwayat Persalinan

Anak lahir normal dibantu bidan, cukup bulan, dan langsung menangis.

Pasien lahir dengan berat badan 2800 gram dan panjang badan 51 cm.

Tidak ada masalah dalam persalinan.

Riwayat Pasca Lahir

Tidak ada keluhan.

6. Riwayat Makanan

Pasien masih diberi ASI sampai saat ini (7 bulan). Dan mendapatkan

makanan tambahan yaitu bubur susu.

7. Riwayat Tumbuh Kembang

2

Page 3: Case Report Kejang Demam Kompleks

Ibu pasien mengatakan pertumbuhan dan perkembangan pasien sama

dengan anak-anak seusianya.Sekarang pasien sudah dapat duduk dan mulai

belajar berdiri, dapat merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang,

bersuara tanpa arti, bermain tepuk tangan dan bergembira melempar benda.

8. Riwayat Imunisasi

BCG : 1x, usia 1 bulan.

DPT : 3x, usia 2, 4, 6 bulan.

Polio : 4x, usia 0, 2, 4, 6 bulan.

Hep B : 3x, usia 0, 1, 6 bulan.

9. Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Sosial Ekonomi

Orangtua pasien tidak mengatakan penghasilannya, tetapi

penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

keluarga.

Lingkungan

Pasien adalah anak kedua dan tinggal bersama orangtuanya. Jarak

rumah pasien dengan sarana kesehatan terbilang cukup dekat.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan Umum

1) Kesadaran : CM

2) Tanda-tanda vital

o Tekanan darah : Tidak dinilai.

o Frekuensi napas : 34 x/m

o Frekuensi nadi : 104 x/m

o Suhu : 37,8 ºC per aksila (sudah diberi

penurun panas sebelumnya)

3) Status gizi

o Berat badan : 7,3 kg.

o Tinggi badan : 66 cm.

3

Page 4: Case Report Kejang Demam Kompleks

o BB/U : -2 s/d -1 SD ( normal)

o PB/U : -2 s/d -1 SD (normal)

o BB/PB : -1 s/d 0 SD (normal)

o BMI/U : -1 s/d 0 SD (normal)

B. Pemeriksaan Khusus

1) Kepala

Ubun-ubun : datar

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : pernapasan cuping hidung (-), sekret (-).

Mulut : perioral cyanosis (-), mukosa bibir basah.

2) Leher : KGB tidak tampak dan tidak teraba,

retraksi suprasternal (-).

3) Thorax : Bentuk dan Gerak simetris kiri = kanan,

retraksi interkostal (-)

Pulmo : VBS kiri=kanan

rhonki (-/-), wheezing (-/-), slem (-/-)

Cor : bunyi jantung murni reguler, gallop (-), murmur (-).

4) Abdomen

Inspeksi : datar lembut

Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi : nyeri tekan (-),

Hepar dan lien tidak teraba membesar

5) Ekstremitas

Atas : akral hangat, sianosis (-/-), capillary refill <2 detik.

Bawah : akral hangat, sianosis (-/-).

C. Pemeriksaan Neurologi

a. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal

1) Kaku kuduk (-)

2) Brudzinski I (-)

3) Laseque (-/-)

4

Page 5: Case Report Kejang Demam Kompleks

4) Kernig (-/-)

5) Brudzinski II (-/-)

b. Pemeriksaan refleks patologis

1) Refleks Babinski (-/-)

2) Refleks Chaddock (-/-)

3) Refleks Gorda (-/-)

4) Refleks Gordon (-/-)

5) Refleks Schaeffer (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin, Gula darah sewaktu

V. RINGKASAN DATA DASAR

A. Anamnesis

Seorang anak laki-laki datang ke IGD RSUD Soreang dikeluhkan

kejang 3x sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Setiap kejang diakui ibu

pasien selama kurang lebih 10 menit. Dengan jarak setiap kejang kurang lebih

30 menit. Saat kejang kedua lengan dan kedua tungkai kaku dan mata

mendelik ke atas dan pasien tidak sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien

rewel dan menangis. Sesudah kejang terjadi pasien terlihat lemas dan

menangis dengan suara yang lebih kecil. Keluhan kejang didahului dengan

demam yang mendadak tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan

dirasakan terus menerus sepanjang hari.

B. Pemeriksaan Fisik

1) Kesadaran : CM

2) Tanda-tanda vital

o Tekanan darah : Tidak dinilai.

o Frekuensi napas : 34 x/m

o Frekuensi nadi : 104 x/m

o Suhu : 37,8 ºC per aksila (sudah diberi

penurun panas sebelumnya)

5

Page 6: Case Report Kejang Demam Kompleks

C. Pemeriksaan Neurologis

Tidak ditemukan kelainan

D. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin 10,6 g/dL 10–14

Hematokrit 32 % 37-43

Leukosit 16,300 /mm3 7.000–17.000

Trombosit 418.000 /mm3 150.000–400.000

KIMIA KLINIK

Glukosa Rapid Seaktu 100,0 mg/dL <180

VI. DIAGNOSIS BANDING

- Kejang demam sederhana

- Meningitis Bakterial

- Ensefalitis Herpes Simpleks

VII. DIAGNOSIS KERJA

o Kejang Demam Kompleks

VIII. RENCANA PENGELOLAAN

A. Usulan Pemeriksaan

1) Pungsi Lumbal

B. Rencana Pengobatan

Non-Medikamentosa

Rawat inap

Medikamentosa

IVFD N4 → 30 tpm mikro

Diazepam 2 mg (iv) bolus pelan bila kejang

6

Page 7: Case Report Kejang Demam Kompleks

PCT syrup 3x 70mg bila demam

Cefotaxime 3x 220 mg (i.v)

Luminal 2 x 16 mg (iv)

C. Rencana Pemantauan

Pemantauan tanda-tanda vital pasien.

Pemantauan kejang. (2x 24 jam)

D. Rencana Edukasi

Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali Memberikan cara penanganan kejang:

- Tetap tenang dan tidak panik- Kendorkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala

miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut.

- Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang- Tetap bersama pasien selama kejang- Berikan diazepam rectal, dan jangan diberikan bila kejang telah

berhenti.- Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5

menit atau lebih.

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam.

Quo ad functionam : ad bonam.

Quo ad sanactionam : ad bonam

Follow-up tanggal 23 mei 2015

a) Pemeriksaan Umum

Keadaan : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-tanda vital

o Tekanan darah : Tidak dinilai.

o Frekuensi napas : 30 x/menit

o Frekuensi nadi : 105 x/menit

o Suhu : 36,8 ºC per aksila.

7

Page 8: Case Report Kejang Demam Kompleks

Status gizi

o Berat badan : 7,3 kg.

o Tinggi badan : 66 cm.

o BB/U : -2 s/d -1 SD ( normal)

o PB/U : -2 s/d -1 SD (normal)

o BB/PB : -1 s/d 0 SD (normal)

o BMI/U : -1 s/d 0 SD (normal)

b) Pemeriksaan Khusus

Kepala

Ubun-ubun : datar

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : pernapasan cuping hidung (-), sekret (-).

Mulut : perioral cyanosis (-), mukosa bibir basah.

Leher : KGB tidak tampak dan tidak teraba,

retraksi suprasternal (-).

Thorax : Bentuk dan Gerak simetris kiri = kanan, retraksi

interkostal (-)

Pulmo : VBS kiri=kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-), slem

(+-/-)

Cor : bunyi jantung murni reguler, gallop (-), murmur (-).

Abdomen

Inspeksi : datar lembut

Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi : nyeri tekan (-),

Hepar dan lien tidak teraba membesar

Ekstremitas

Atas : akral hangat, sianosis (-/-), capillary refill <2 detik.

Bawah : akral hangat, sianosis (-/-).

c) Pemeriksaan Neurologi

Pemeriksaan reflex fisiologis

8

Page 9: Case Report Kejang Demam Kompleks

- Reflex knee (+/+)

- Reflex Achiles (+/+)

d) Diagnosis Kerja

Kejang Demam Kompleks + ISPA

e) Penatalaksanaan

Medikamentosa

IVFD N4 → 30 gtt/menit (mikro)

Diazepam 2 mg (iv) bolus pelan bila kejang

PCT syrup 3x 70mg bila demam (po)

Diazepam 3 x 2mg (po)

Cefotaxime 3x 220 mg (i.v)

f) Rencana Pemantauan

- Pemantauan tanda-tanda vital pasien.

- Pemantauan kejang. (2x 24 jam)

9

Page 10: Case Report Kejang Demam Kompleks

BAB II

PEMBAHASAN

1. Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini ?

Pasien An.R, 7 bulan, didiagnosis sebagai kejang demam kompleks. Diagnosis pada

pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis didapatkan bahwa:

Pasien dikeluhkan kejang 3x sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Setiap kejang

diakui ibu pasien selama kurang lebih 10 menit. Dengan jarak setiap kejang kurang

lebih 30 menit. Saat kejang kedua lengan dan kedua tungkai kaku dan mata mendelik

ke atas dan pasien tidak sadarkan diri. Sesaat Sebelum kejang pasien rewel dan

menangis. Sesudah kejang terjadi pasien terlihat lemas dan menangis dengan suara

yang lebih kecil. Keluhan kejang didahului dengan demam yang mendadak tinggi

sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan terus menerus sepanjang hari.

→ merupakan tanda kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah

kejang yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal/parsial atau kejang umum

didahului kejang fokal, dan kejang berulang (≥ 2x dalam 24 jam).2

Riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal pasien → singkirkan

diagnosis banding meningitis tuberkulosa

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa:

Suhu37,8 ºC per aksila. (sudah diberi penurun panas)

Berdasarkan temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut, diajukan usulan

pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

Pemeriksaan darah rutin untuk melihat adanya kenaikan leukosit → ec bakteri.

Pemeriksaan lumbal pungsi untuk mengetahui ada tidaknya infeksi di SSP →

meningitis

PEMBAHASAN KASUS

Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau

10

Page 11: Case Report Kejang Demam Kompleks

metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.4

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya.12

Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis, atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susuna saraf pusat.5

Klasifikasi Kejang DemamUnit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam pada

anak menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizurre) dan kejang demam kompleks (Complex Febrile Sizure).

a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizurre) Kejang demam berlangsung singkat Durasi kurang dari 15 menit Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik Umumnya akan berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal Tidak berulang dalam 24 jam

Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika suhu meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang. Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal, kadang – kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.6

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Sizure) Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial. Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan anak tidak sadar. . Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di antara anak yang mengalami kejang demam.6

11

Page 12: Case Report Kejang Demam Kompleks

Etiologi Kejang Demam

Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, pneumonia, bronkopneumonia, bronkhitis, tonsilitis, dan infeksi saluran kemih.7

Kejang jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh asfiksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut. Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan serta trauma postnatal.

Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali muncul sebagai penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, dan tumor otak.

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi DTP (pertusis) dan morbili (campak).3

Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang demam pada Shigellosis dan Salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.3

Faktor Risiko Kejang DemamFaktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat

kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, faktor prenatal (usia ibu saat hamil, riwayat pre-eklampsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir), faktor pasca natal (trauma kepala), jenis kelamin, dan kadar natrium rendah.7 Setelah kejang demam pertama kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.13

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan sederhana.13

Faktor risiko berulangnya kejang demam :

12

Page 13: Case Report Kejang Demam Kompleks

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:

- Riwayat kejang demam dalam keluarga- Usia kurang dari 12 bulan- Temperatur yang rendah saat kejang- Cepatnya kejang setelah demam- Terdapat kelainan neurologis (meskipun minimal)- Kejang awal yang unilateral- Kejang berhenti lebih dari 30 menit- Kejang berulang karena penyakit yang sama.

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar adalah pada tahun pertama.11

13

Page 14: Case Report Kejang Demam Kompleks

14

Page 15: Case Report Kejang Demam Kompleks

Patofisiologi Kejang DemamSel dan organ otak memerlukan suatu energi yang didapat dari metabolism untuk

mempertahankan hidupnya. Bahan baku terpenting untuk metabolism otak adalah glukosa.sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sifat proses ini adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.1

Sel memiliki suatu membrane dengan dua permukaan yaitu permukaan dalam (lipid) dan permukaan luar oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energy dan bahan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.1

Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya:1

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau

aliran listrik dari sekitarnya.3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau

keturunan.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Dan pada kondisi demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium dari membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.1

Pada demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, ini tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, dapat terjadi kejang pada suhu 38°C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah; sehingga pada penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.1

15

Page 16: Case Report Kejang Demam Kompleks

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya terjadi apneu (henti napas), meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkpnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas merupakan faktor penyebab sehingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler lalu timbul edema otak sehingga terjadi kerusakan sel neuron otak.1

Kerusakan di daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama; dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehinggaterjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi, jelaslah bahwa kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.1

16

Page 17: Case Report Kejang Demam Kompleks

Gambaran KlinisTerjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal. Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.

Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut 9 :

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba) Kejang tonik-klonik atau grand mal Penurunan kesadaran yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi

pada anak-anak yang mengalami kejang demam) Postur tonik Gerakan klonik Lidah atau pipi tergigit Gigi atau rahang terkatup rapat Inkontinensia Gangguan pernafasan Apneu Cyanosis.

Setelah mengalami kejang biasanya :

17

Page 18: Case Report Kejang Demam Kompleks

Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih. Terjadi amnesia dan sakit kepala. Mengantuk Linglung

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil

Diagnosis Kejang DemamLangkah diagnostik untuk kejang demam adalah1:

Anamnesis

a. Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah kejang, durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.

b. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun).

c. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi).

d. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).e. Riwayat trauma kepala.f. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.g. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, dan lain-lain).h. Singkirkan penyebab kejang lainnya.

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:

a. Tanda vital terutama suhu tubuhb. Manifestasi kejang yang terjadi

18

Page 19: Case Report Kejang Demam Kompleks

c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihand. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demame. Tanda peningkatan tekanan intrakranialf. Tanda infeksi di luar SSP.

Pemeriksaan neurologis antara lain:

a. Tingkat kesadaranb. Tanda rangsang meningealc. Tanda refleks patologis

Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam, di antaranya :

a. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum,

urinalisis, biakan darah, urin atau feses. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan  metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.

b. Pungsi lumbalPungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk

menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Berdasarkan penelitian, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:

Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk) Mengalami komplex partial seizure Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam

sebelumnya) Kejang saat tiba di IGD Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1

jam setelah kejang demam adalah normal. Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan

19

Page 20: Case Report Kejang Demam Kompleks

kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.1

Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.2. Bayi antara 12 – 18 bulan : diannjurkan.3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

Bila secara klinis yakin bukan meningitis, maka tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Indikasi Pungsi Lumbal:

Jika ada kecurigaan klinis meningitis Kejang demam pertama Pasien telah mendapat antibiotik Adanya paresis atau paralisis

c. Electroencephalography (EEG)dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang

demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan

otak. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis.4

Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setalah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5

EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah serangan kejang. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.6

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.6

d. Pencitraan

20

Page 21: Case Report Kejang Demam Kompleks

Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti : Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik) Paresis nervus VI Papil edema Riwayat atau tanda klinis trauma

2. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?

21

Page 22: Case Report Kejang Demam Kompleks

pasien akan ditatalaksana sebagai berikut:

Non-Medikamentosa

Rawat inap

Medikamentosa

IVFD N4 30 tpm mikro

Diazepam 2 mg (iv) bolus pelan bila kejang

PCT syrup 3x 70mg bila demam (po) → sebagai antipiretik

Luminal 2 x 16 mg (iv) → rumatan dapat digunakan untuk menurunkan risiko

berulangnya kejang demam

Cefotaxime 3x 220 mg (i.v) →. Pemberian antibiotic hanya direkomendasikan pada

kondisi yang jelas berhubungan dengan infeksi sekunder bakteri, seperti otitis media,

rinosinusitis, dan pneumonia.

PEMBAHASAN KASUS

Penatalaksanaan Kejang Demam

ManajemenPemberian obat pada saat demamAntipiretikPemberian antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa antipiretik saja dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam.8

Antikonvulsan (pengobatan intermiten)Pemberian diazepam dosis 0,3-0,5 mg/KgBB/ tiap 8 jam pada saat demam dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam, diazepam dapat diberikan selama demam (biasanya 2-3 hari). Diazepam per rektal juga dapat digunakan, dosis 5 mg untuk BB < 10 kg, 10 mg untuk BB > 10 kg. pemberian fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.8

Pengobatan kejang (anak datang dalam keadaan kejang)Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif untuk menghentikan kejang dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah. Apabila kejang masih berlangsung pemberian diazepam rektal dapat diulang satu kali sebelum dibawa ke rumah sakit.8

Pemberian Antikonvulsan Terus-menerus (Rumat)Fenobarbital 4-5 mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis dan asam valproat 20-40 mg/KgBB/hari dibagi 2-3 dosis terus menerus dapat digunakan untuk menurunkan risiko berulangnya kejang demam. Antikonvulsan rumat diberikan selama 1 tahun. Perlu dipertimbangkan keuntungan dan kerugian pemberian obat antikonvulsan rumat. Efek samping yang harus diperhatikan

22

Page 23: Case Report Kejang Demam Kompleks

pada pemakaian fenobarbital yaitu fungsi kognitif menurun dan gangguan perilaku. Asam valproate dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang berat terutama bila diberikan pada anak usia kurang dari 2 tahun disamping harga yang cukup mahal.8

Indikasi pemberian antikonvulsan rumatAntikonvulsan rumat diberikan bila kejang demam menunjukan ciri sebagai berikut:8

Kejang lama >15 menit Ditemukan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang Kejang fokal/parsial

ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG

5 – 15 menitKEJANG

23

Page 24: Case Report Kejang Demam Kompleks

Perhatikan jalan nafas, kebutuhanO2 atau bantuan pernafasanBila kejang menetap 3-5 menit,

Diazepam rektal 0,5mg/kgdosis 5 - 10 kg > 10 kg : 10 mg rektiol

AtauDiazepam intravena dosis rata-rata (0,2 – 0,5 mg/kg/dosis)dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan interval 5 - 10 menit

15 – 20 menit Pencarian akses vena dan pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi

Kejang ( - ) Kejang ( + )Fenitoin IV (15-20mg/kg) diencerkandgn NaCl 0,9% diberikan selama 20-30 menit atau dengan kecepatan 50mg/menit

> 30 menit: Status konvulsivus

Kejang ( - ) Kejang ( + )Dosis pemeliharaan Fenobarbotal IV/IM 10-20 mg/kgFenitoinIV 5-7mg/kg diberikan 12 jam kemudian

Kejang ( - ) Kejang ( + )Dosis pemeliharaan Perawatan Ruang Intensif

Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg Pentobarbital IV 5-15mg/kg diberikan 12 jam kemudian bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg

Indikasi Rawat Inap:Pasien kejang demam dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:

a. Kejang demam kompleksb. Hiperpireksia

24

Page 25: Case Report Kejang Demam Kompleks

c. Usia di bawah 6 buland. Kejang demam pertamae. Dijumpai kelainan neurologis

Edukasi Pada Orang TuaKejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang, sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya bisa meninggal.Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara :11

1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya benigna2. Memberikan cara penanganan kejang3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi mempunyai efek samping.5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi angka kejadian epilepsi.

Beberapa Hal yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang1. Tetap tenang dan tidak panik2. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan

atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang5. Tetap bersama pasien selama kejang6. Berikan diazepam rectal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.11

2. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?

Prognosis pada pasien ini:

25

Page 26: Case Report Kejang Demam Kompleks

Quo ad vitam ad bonam,karena tanda vital penderita dalam batas normal sehingga

tidak mengancam jiwa.

Quo ad functionam ad bonam,karena pada penderita tidak terjadi komplikasi /

kelainan yang mungkin menetap akibat penyakit ini.

Quo ad sanactionam ad bonam

PEMBAHASAN KASUS

Risiko berulangnya kejang demam.8

Sekitar 1/3 anak dapat mengalami kejang demam berulang, 10% dapat terjadi lebih dari 3x. Faktor risiko yang tetap:

- Riwayat kejang demam di keluarga- Usisa saat kejang pertama kali <18 bulan- Tingginya suhu tubuh pada saat kejang- Lamanya demam hingga terjadinya kejang

Faktor risiko yang possible:- Riwayat keluarga yang mengalami epilepsi

Bukan faktor risiko:- Abnormalitas neurodevelopmental- Kejang demam kompleks- Lebih dari satu jenis bangkitan kejang- Jenis kelamin- Etnik

Rekurensi kejang demam:- 50% dalam 6 bulan pertama- 75% dalam tahun pertama- 90% dalam tahun kedua- Kejang demam pertama < 1 tahun: 50%- Kejang demam pertama > 1 tahun: 28%

Lebih banyak faktor risiko yang didapatkan, lebih besar juga kemungkinan terjadinya rekurensi

Risiko terjadi epilepsi di kemudian hari. Sebesar 2-10% penderita kejang demam mengalami epilepsi di kemudian hari.8

- Gangguan perkembangan saraf- Riwayat epilepsi dalam keluarga- Lamanya demam hingga terjadi kejang

26

Page 27: Case Report Kejang Demam Kompleks

1 faktor (+): risiko 3-5%2-3 faktor (+): risiko 13-15%

Risiko mengalami kecacatan atau kematian.8

Kejadian kecacatan atau kematian sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan

DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam Robert H.A Sistem Saraf, Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2000.

27

Page 28: Case Report Kejang Demam Kompleks

2. Baumann RJ. Technical Report: Treatment of The Child with Simple Febrile Seizures. 2004. http://www.pediatric.org/egi/content/full/103/e86.

3. Soetomenggolo, S. Kejang Demam. Dalam Buku Neurologi UI. Jakarta: Penerbit FKUI. 2004. H 244-251.

4. Pudjiadi, AH. 2010. Pedoman Pelayanan Medis . hlm. 150-153. cetakan pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

5. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK Universitas Indonesia, Jakarta. 2000.

6. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 2002.

7. Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian IKA FKUI.

8. Garna H & Nataprawira HM. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. ed.4, hlm. 691-694. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RS Hasan Sadikin. Bandung.

9. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing, 2006.

10. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006.

11. Lumbantobing, S.M. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Kejang Demam. Dalam : Standar Pelayanan

Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 209.13. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan

Anak : Kejang Demam. 18 edition. Jakarta : EGC. 200714. Duffer PK, Baumann RJ. A Synopsis of the American Academy of Pediatrics Practice

Parameter on The Evaluation and Treatment of Children with Febrile Seizures. Pediatrics in Review, vol. 20, No. 8, 1999: 285 – 7.

28