80
LAPORAN KASUS I SEORANG WANITA USIA 44 TAHUN DENGAN REAKSI HIPOGLIKEMIA, DIABETES MELITUS TIPE 2, NEUROPATI DIABETIK, DAN NEFROPATI DIABETIK STADIUM V OLEH: ANNISAA RIZQIYANA, S.Ked J 500090056 PEMBIMBING: dr. Asna Rosida, Sp. PD

Case Report DM,Hipoglikemi,ND - Dr. Asna,Sp.pd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1

Citation preview

LAPORAN KASUS ISEORANG WANITA USIA 44 TAHUN DENGAN REAKSI HIPOGLIKEMIA, DIABETES MELITUS TIPE 2, NEUROPATI DIABETIK, DAN NEFROPATI DIABETIK STADIUM V

OLEH:ANNISAA RIZQIYANA, S.KedJ 500090056

PEMBIMBING:dr. Asna Rosida, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD DR HARJONO PONOROGOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTATAHUN 2013LAPORAN KASUS ISEORANG WANITA USIA 44 TAHUN DENGAN REAKSI HIPOGLIKEMIA, DIABETES MELITUS TIPE 2, NEUROPATI DIABETIK, DAN NEFROPATI DIABETIK STADIUM V

OLEH:ANNISAA RIZQIYANA ,S.KedJ500090056

Telah disetujui dan disyahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah SurakartaPada hari tanggal Oktober 2013

Pembimbing:dr.Asna Rosida., Sp.PD()

dipresentasikan dihadapan:dr.Asna Rosida., Sp.PD()

Disyahkan Ka. Program Profesi :dr. Dewi Nirlawati()

BAB ISTATUS PASIEN

A. ANAMNESIS1. Identitas pasiena. Nama: Ny. Sb. Jenis kelamin: Perempuanc. Umur: 44 tahund. Alamat: Sukorejoe. Pekerjaan: Ibu Rumah Tanggaf. Status perkawinan: Menikahg. Agama: Islamh. Suku: Jawai. Tanggal masuk RS: 20 September 2013j. Tanggal pemeriksaan: 22 September 2013

2. Keluhan UtamaPasien datang dengan keluhan lemas.

3. Riwayat Penyakit SekarangAnamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis tanggal 22 September 2013 di Bangsal Mawar RSUD dr. Harjono Ponorogo.Pasien datang ke IGD tanggal 20 September 2013 diantar oleh keluarganya dengan keluhan lemas sejak siang (1 hari SMRS). Selain itu pasien juga merasa sulit untuk bicara, berekeringat dingin, gemetar, dan sempat pingsan ketika dibawa ke RS. Pada tanggal 18 September 2013 pasien melakukan hemodialisa, sepulangnya dari hemodialisa pasien mengkonsumsi glibenklamid kemudian mengalami keluhan tersebut. Selanjutnya pasien meminum the manis, namun beberapa jam kemudian pasien merasa lemas lagi. Pasien memiliki riwayat DM sejak 13 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengalami luka yang cukup dalam dan lebar pada punggung yang tidak kunjung sembuh hingga sekitar 4 bulan. Kemudian pasien berobat dan didiagnosis menderita DM. Pasien tidak rutin kontrol, hanya jika ada keluhan pasien berobat ke puskesmas atau mantri. Pada tahun 2009 pasien mengkonsumsi jamu serbuk racikan atas saran dari kerabatnya untuk mengobati sakit DMnya. Pasien mengkonsumsi jamu tersebut secara rutin sampai kurang lebih 2 tahun dan hingga muncul gejala nyeri pinggang yang terus menerus, sesek ketika banyak minum air putih, mudah capek, dan tensinya tinggi. Kemudian pada tahun 2011 pasien berobat ke puskesmas dan didagnosis sakit ginjal. Selama 3 bulan terakhir pasien menjalani hemodialisa di RSUD dr. Hardjono Ponorogo secara rutin setiap 2 kali dalam seminggu. Pada tanggal 16 September 2013 (4 hari SMRS) pasien pulang dari ICCU RSUD dr. Hardjono Ponorogo karena sakit jantung. Pasien merasa sering berdebar dan didagnosis sakit jantung sejak 7 bulan yang lalu. Sekitar 4 bulan yang lalu pasien mengalami koma dan sering kejang, lamanya kejang sekitar 1 menit, tidak sadar, dan keluar busa dari mulut pasien. Namun, intensitas kejangnya berkurang dan sudah tidak mengeluarkan busa lagi dari mulut setelah pasien menjalani hemodialisa. Selain itu pasien mengeluh mual (+), muntah (+), kaki terasa tebal dan gringgingen, nyeri ketika BAK, kesulitan BAB (5 hari baru BAB).

4. Riwayat Penyakit Dahulua. Riwayat hipertensi: diakui (2 tahun) b. Riwayat maag: disangkalc. Riwayat sakit jantung : diakui (7 bulan)d. Riwayat diabetes mellitus: diakui (13 tahun) e. Riwayat asma: disangkalf. Riwayat sakit ginjal: diakui (2 tahun)g. Riwayat sakit hepar : disangkalh. Riwayat alergi : disangkali. Riwayat opname: diakui

5. Riwayat Pribadia. Riwayat merokok: disangkalb. Konsumsi minum kopi : disangkalc. Konsumsi konsumsi alkohol: disangkald. Konsumsi obat : disangkale. Konsumsi jamu: didapatkan (jamu serbuk racikan)f. Konsumsi minuman energi: disangkal

6. Riwayat Keluargaa. Riwayat hipertensi: disangkalb. Riwayat sakit jantung: disangkalc. Riwayat stroke: disangkald. Riwayat diabetes mellitus: disangkale. Riwayat asma: disangkalf. Riwayat atopi: disangkalg. Riwayat sakit serupa: disangkal

7. Riwayat sosial ekonomi dan giziPasien adalah ibu rumah tangga. Suami bekerja sebagai petani, pendapatannya cukup untuk makan dan keperluan sehari-hari keluarganya. Pasien berobat dengan fasilitas Jamkesmas.

B. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan Umum: Baika. Kesadaran:Compos Mentis (GCS E4V5M6)b. Vital signs:Tekanan darah: 160/80 mmHg (berbaring, lengan kanan).Nadi : 80 x/ menit, isi & tegangan cukup, irama reguler.Respiratory rate: 24 x/ menit, tipe thoracoabdominalSuhu: 36 C per aksiler2. Pemeriksaan fisik :a. KulitIkterik (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-), acne (-), turgor kulit menurun (-), hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), sikatrik bekas operasi (-).b. KepalaBentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-).c. MataKonjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), exoftalmus (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3/3) mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-), nistagmus (-/-).d. HidungNafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).e. TelingaDeformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-), tinitus (-/-).f. MulutSianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-).g. LeherJVP R+0 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), nyeri tekan (-), pembesaran kelenjar getah bening (-).h. Thorax 1) Pulmo a) Inspeksi : Kelainan bentuk (-), simetris, tidak ada ketinggalan gerak kedua sisi paru, retraksi otot-otot nafas tidak ditemukan, spider nevi (-).b) Palpasi :Ketinggalan gerak:--

--

--

--

--

--

Anterior :Posterior :

Fremitus:NN

NN

NN

NN

NN

NN

Anterior :Posterior :

PerkusiSS

SS

SS

SS

SS

SS

Anterior :Posterior :

AuskultasiVV

VV

VV

VV

VV

VV

Anterior :Posterior :

Suara tambahan : wheezing (-/-), rhonki(-/-)2) Jantunga) Inspeksi: Ictus cordis tampakb) Palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat c) Perkusi Batas kiri jantung : Atas: SIC III sinistra di linea parasternalis sinistra Bawah: SIC V sinistra 1 cm lateral linea midclavicula sinistra Batas kanan jantung Atas: SIC III dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra Bawah: SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra d) Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, intensitas S1 sama dengan S2, bising jantung (-), suara tambahan S3-S4 gallop (-)i. Abdomena) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distended (-), caput medusae (-). venektasi (-).b) Auskultasi: peristaltik (N), metallic sound (-).c) Perkusi: pekak beralih (+), tes undulasi (-).d) Palpasi: nyeri tekan (-), lien tidak teraba, hepar tidak teraba, ren tidak teraba.j. Pinggang Nyeri ketok costovertebra (+/-).k. Ekstremitas 1) Ekstremitas superiorAkral hangat, edema (-/-), clubbing finger (-), pitting edema (-), palmar eritem (-/-).2) Ekstremitas inferiorAkral hangat, clubbing finger (-), pitting edema (-/-),

C. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan laboratorium l. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 20 September 2013:PemeriksaanHasilSatuanNilai NormalInterpretasi

WBC6,7 x 103uL4,0-10,0N

Lymph #2,2 x 103uL0,8-4,0N

Mid0,3 x 103uL0,1-4,0N

Gran #4,2 x 103uL2,0-7,0N

Lymph %32,4%20,0-40,0N

Mid4,8%3,0-15,0N

Gran %62,8%50,0-70,0N

HGB10,4g/dl11,0-16,0

RBC3,61 x 106uL3,5-5,5N

HCT32,7%37,0-54,0

MCV90,8Fl80-100N

MCH28,8pg27,0-34,0N

MCHC31,8g/dl32,0-36,0

RDW-CV14,8%11,0-16,0N

RDW-SD50,8Fl35,0-56,0N

PLT237 x 103Ul100-300N

MPV6,6 Fl6,5-12,0N

PDW16,2mg/dl9-17N

PCT0,156mg/dl0,108-0,282N

2. Pemeriksaan laboratorium kimia darah tanggal 20 September 2013:PemeriksaanHasilSatuanNilai NormalInterpretasi

GDA104mg/dl< 140N ()

DBIL0,15mg/dl0-0,35N

TBIL0,46mg/dl0,2-1,2N

SGOT25u/L0-38N

SGPT13,2u/L0-40N

ALP180u/L98-279N

GAMA GT30,7u/L10-54N

TP9,5g/dl6,6-8,3

ALB4,8g/dl3,5-5,5N

Glob4,7g/dl2-3,9

UREA72,68g/dl10-50

CREAT4,9mg/dl0,7-1,4

UA4,4mg/dl3,4-7N

CHOL271mg/dl140-200

TG127mg/dl36-165N

HDL55mg/dl35-150N

LDL191mg/dl0-190

3. Hasil pemeriksaan EKG

Kesimpulan hasil EKG :Irama: Sinus bradikardiHR: 44x/menitAxis: Normal, Lead I (+), AVF (+)Zona transisi: V3-V4 Kesan EKG: sinus bradikardi

D. RESUME/ DAFTAR MASALAH 1. Anamnesisa. Lemas sejak 1 hari SMRSb. Sesak ketika minum banyak air putihc. Nyeri pinggangd. Riwayat koma dan kejang 4 bulan yang lalue. Kejang 1menit, tidak sadar, frekuensi 1-10x per harif. Mual (+), muntah (+)g. Kaki gringgingen dan terasa tebalh. Riwayat konsumsi jamu serbuk racikan 3 tahun yang lalu selama 2 tahuni. Riwayat DM sejak 13 tahun yang lalu. Tidak rutin kontrol, hanya sesekali berobat ke mantri atau puskesmas jika ada keluhanj. Riwayat sakit ginjal sejak 2 tahun yang lalu2. Pemeriksaan FisikMata:a) Konjungtiva anemis (+/+)b) Nistagmus (-/-)Telinga: Tinitus (-/-)Pinggang :Nyeri ketok kostovertebrae (+/-)3. LaboratoriumPemeriksaanHasilSatuanNilai NormalInterpretasi

GDA104mg/dl< 140N ()

TP9,5g/dl6,6-8,3

Glob4,7g/dl2-3,9

UREA72,68g/dl10-50

CREAT4,9mg/dl0,7-1,4

CHOL271mg/dl140-200

LDL191mg/dl0-190

PemeriksaanHasilSatuanNilai NormalInterpretasi

HGB10,4g/dl11,0-16,0

HCT32,7%37,0-54,0

MCHC31,8g/dl32,0-36,0

LFG= (140-umur) x berat badan x 0.85 72 x kreatinin serum= (140-44) x 54 x 0.85 = 12,5 72 x 4,9

E. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJAHipoglikemia, DM Tipe 2, Neuropati Diabetik, Nefropati Diabetik Stage V, Dislipidemia.

F. POMR (Problem Oriented Medical Record)Daftar MasalahProblemAssesmentPlanning

DiagnosisTerapiMonitoring

1. Lemas sejak 1 hari SMRS, sulit bicara, keringat dingin, gemetar, pingsan kemudian sadar ketika sampai di IGD. Riwayat mengkonsumsi glibenklamid setelah HD. Riwayat DM sejak 13 tahun yll.GDA: 104 mg/dl2. Kaki terasa tebal dan gringgingen

3. Sesak ketika banyak minum air putih, nyeri pinggang. Riwayat minum jamu racikan 3 tahun yll selama 2 tahun. Nyeri ketok costovertebra (+/-)Urea: 72,68Creat: 4,9LFG: 12,5Shifting dullness (+)Hb: 10,4HCT: 32,7MCHC: 31,8

4. Kejang 1menit, tidak sadar, keluar busa dari mulut,frekuensi kejang 1-10x dlm sehari. Riwayat koma (+) 4 bln yll. Mual (+), muntah (+).

5. Chol: 271 mg/dlLDL: 191 mg/dl

6. TD: 160/80 mmHgHR: 44x/menitReaksi hipoglikemi

Parestesia

Gangguan fungsi ginjal

AsitesAnemia normositik hipokromik

Sindrom uremik

Hiperkolesterolemia

Hipertensi

BradikardiDiabetes Mellitus Tipe 2

Neuropati diabetik

Nefropati Diabetik Stage V

Dislipidemia

Hipertensi stage 2HbA1cEKGFoto Thorax

- USG urologi - UL - Cek elektrolit-TIBC, SI, Blood Smear

Cek elektrolitAnalisa gas darahEEG

Cek Cek el

-Infus NaCl 0,9% 20 tpm- Inj. Dextrose 40% 50cc bolus iv

-Mecobalamin caps 3x500mg

-Infus NaCl 0,9% 20tpm-Furosemid 1-0-0-Drip Meylon 2 flash-Hemodialisis

-Diazepam 1x10mg iv-Inj. Ondansetron 1x1 amp-Hemodialisis

tpm

-Simvastatin 10 mg 0-0-1

-Inj. Furosemid 3x1 amp-Captopril 3x12,5 mg-Amlodipin 1x10mg- Klinis (vital sign, KU, kesadaran)- GDA

Klinis

Klinis Vital Sign Urine Lengkap Elektrolit

Klinis

Profil lipid

Klinis

G. FOLLOW UPTanggalKeluhanVital signTerapi

Pasien berada di bangsal mawar

22-9-13S= mual, muntah 2x pasca HD, nggliyeng, nggreges, sesek, kejang 2x (malam & subuh), gelisah & tdk bisa tidurO= abdomen: shifting dullness (+)A= dyspepsia, asites, hipertensi, DM, CKD stage 5TD 160/100N 84S 36RR 18Infus PZ 12 tpm Inj Ranitidin 2x1 ampulInj Metoclopramid 3x1ampFurosemid -0-0Captopril 3x25 mg

23-9-13S= Kejang 1x pd malam hari, stiap kejang tdk sadar, kedua kaki terasa beratO= GDA: 210 mg/dlA= Konvulsi, DM tipe 2, CKD stage 5, HT

TD 180/90N 88S 36,2Rr 16Infus PZ 12 tpm + meylon dripInj ranitidin 2x1 ampulInj sotatic 3x1 ampCaptopril 3x25 mgGDA pagi

25-9-13S : sesek kemarin malam, kejang > 10xO : GDA: 180 mg/dlA : CKD stage 5, sindrom uremiaTD 180/80N 72S 36,5RR 40Pindah ICCUO2 3literInj. Farsix 3x1 ampInj. Ranitidin 2x1 ampInfus PZ 12 tpm + 1flash meylon

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.I. DIABETES MELITUSII.I.I Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektifitas insulin. Gangguan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit. Gangguan metabolisme tergantung pada adanya kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh dan pada banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular, khususnya sel endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf (Sudoyo Aru, 2006). Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) dengan diagnosa kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa > 126 mg/dl, yang terjadi oleh karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengendalikan kadar kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada penderita diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurunkan atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Oleh karena itu terjadi gangguan jumlah insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi tidak stabil (Sudoyo Aru, 2006).

II.I.II ETIOLOGIDiabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Gustaviani, 2007).Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis Diabetes Melitus (DM). Sel pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi kelelahan sel pankreas, baru terjadi diabetes melitus klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Gustaviani, 2007).

II.I.III. KLASIFIKASISecara umum, diabetes melitus dibagi menjadi 3 macam, yaitu : a. Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM atau DM Tipe-1).Kebanyakan diabetes tipe-1 adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka harus langsung memakai insulin. Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin. Diabetes melitus tipe-1 dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Sampai saat ini, diabetes tipe-1 tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe-1. Kebanyakan penderita diabetes tipe-1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai diderita. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe-1 adalah reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.b. Diabetes Mellitus Tipe-2 atau Tidak Tergantung Insulin (NIDDM)Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi gula dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relative (Sudoyo, 2006). DM Tipe-2 biasanya terjadi pada usia > 40 tahun. Penderita DM Tipe-2 lebih sering dijumpai dari pada DM Tipe-1, proporsinya mencapai 90% dari seluruh kasus diabetes. Pasien-pasien yang termasuk dalam kelompok DM Tipe-2 biasanya memiliki berat badan yang berlebih dan memiliki riwayat adanya anggota keluarga yang menderita DM, 25% dari pasien DM Tipe-2 mempunyai riwayat adanya anggota keluarga yang menderita DM (Sudoyo, 2006). c. Diabetes Melitus Gestasional (Diabetes Kehamilan) Diabetes melitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru DM Tipe-2. Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Meskipun kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa merusak kesehatan janin dan ibu. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) terjadi sekitar 2-5 % dari semua kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karena jika tidak, bisa menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit jantung sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot (Sudoyo, 2006). Menurut ADA tahun 2009, DM diklasifikasikan menjadiI. DM tipe 1: destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.a. Melalui proses imunologikb. IdiopatikII. DM tipe 2: bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.III. DM tipe lain:a.Defek Genetik fungsi sel betab.Defek genetik kerja insulinc.Penyakit Eksokrin Pankreasd.Endokrinopatie. Karena Obat atau Zat Kimiaf.Infeksig.Imunologih.Sindroma genetik lainIV. DM Gestasional

II.I.IV. PATOFISIOLOGITubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi dengan baik. Energi pada mesin tubuh manusia berasal dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak (Suyono, 2007).Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan harus masuk dulu ke dalam sel untuk dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas (Suyono, 2007).Diabetes Melitus (DM) tipe 1 disebabkan adanya reaksi otoimun yang disebabkan oleh peradangan pada sel beta. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang disebut Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel beta (Suyono, 2007).Pada Diabetes Melitus (DM) tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin (Gustaviani, 2007).Penyebab resistensi insulin pada NIDDM sebenarnya tidak begitu jelas tetapi faktor-faktor di bahwa ini banyak berperan : Obesitas terutama yang berbentuk sentral Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat Kurang gerak badan Faktor keturunan (herediter)

HATISELPANKREASGlukosa

(Produksi Glukosa Meningkat)

(Sekresi Insulin Berkurang, Resistensi Insulin)

Skema 1. Patofisiologi Diabetes Melitus

II.I.V. MANIFESTASI KLINISTanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glukosa), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut (Mirza, 2008). Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita : 1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) 3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) 4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) 5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya 6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki 7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu 8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba 9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya 10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari: 1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubaha. Genetik Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit diabetes melitus, yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Individu yang mempunyai riwayat keluarga penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan keluarga yang sehat. Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden pada anak-anaknya akan meningkat, tergantung pada umur berapa orang tuanya mendapat diabetes melitus. Resiko terbesar bagi anak-anak untuk mengalami diabetes melitus terjadi jika salah satu atau kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun demikian, tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan menderita penyakit diabetes melitus dan gambaran ini lebih rendah pada anak-anak dari orang tua dengan diabetes melitus yang timbulnya lebih lanjut. b. Umur Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh sehingga menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari insulin.c. Ras atau latar belakang etnisResiko Diabetes Melitus Tipe II lebih besar pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli Amerika dan orang Asia.2. Faktor resiko yang dapat dirubaha. KehamilanDiabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes Melitus Gestasional (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka ia akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita Diabetes Melitus Gestasional (Soegondo, 2006).b. Pola Makan dan Obesitas Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pola makan di masyarakat, seperti pola makan di berbagai daerah pun berubah dari pola makan tradisional ke pola makan modren. Hal ini dapat terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) dan berlemak. Kelebihan mengkonsumsi lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam tubuh dalam bentuk jaringan lemak yang dapat menimbulkan kenaikan berat badan (obesitas). Kelebihan berat badan atu obesitas merupakan faktor resiko dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik termasuk diabetes melitus. Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya insulin secara berlebihan eleh sel beta pankreas, sehingga insulin didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma norepineprin (Soegondo, 2006).c. Kurangnya Aktivitas Fisik Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari kegemukan dan obesitas. Pada saat tubuh melakukan aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang sehingga kebutuhan hormon insulin juga berkurang. Dengan demikian, untuk menghindari timbulnya penyakit diabetes melitus karena kadar gula darah yang meningkat akibat konsumsi makanan yang berlebihan dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang seimbang, misalnya dengan melakukan senam, jalan jogging, berenang dan bersepeda. Kegiatan tersebut apabila dilakukan secara teratur dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetes melitus, sehingga kadar gula darah dapat normal kembali dan cara kerja insulin tidak terganggu .

II.I.VI. DIAGNOSISDiagnosa DM harus didasarkan oleh pemeriksaan konsentrasi glukosa darah, gejala khas DM , yaitu poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemes, kesemutan luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi dan pruritus vulva, apabila ditemukan gejala khas DM ditambah pemeriksaan gula darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan pemeriksaan ulang gula darah abnormal.Kriteria Diagnosis DM (Konsensus PERKENI 2002), dinyatakan DM apabila terdapat:1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl, plus gejala klasik: poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya.2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl, atau3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau beban glukosa 75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnosis kadar glukosa darah puasa. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnosis yang sama.Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain atau esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi dengan dekompensasi metabolic akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.

Skema 2. Langkah-langkah Diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosaCara pelaksanaan TTGO (Gustaviani, 2007)1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti Biasa2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan 3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa 4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), Atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

II.I.VII. PENATALAKSANAANPilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (PERKENI, 2006)1. EdukasiEdukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang : Perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM Penyulit DM dan risikonya Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan-Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain-Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)-Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia-Pentingnya latihan jasmani yang teratur-Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada kehamilan)-Pentingnya perawatan diri-Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan2. Terapi gizi medis (TGM) Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai target terapi Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (Soegondo, 2007).3. Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace training ). ContinousLatihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat. RytmicalLatihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara teratur. IntervalLatihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb. ProgressiveLatihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.Sasaran Heart Rate= 75-85 % dari Maksimum Heart RateMaksimum Heart Rate= 220-umur EnduranceLatihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan bersepeda.4. Terapi Farmakologis Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani (Soegondo, 2007).1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :a. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan glinidb. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindionc. Penghambat glukoneogenesis : metformind. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase Cara pemberian OHO terdiri dari (PERKENI, 2006) :OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal. Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan Glimepiride: sebelum / sesaat sebelum makan Repaglinid, Nateglinid: sebelum / sesaat sebelum makan Metformin: sebelum / pada saat / sesudah makan karbohidrat Acarbose : bersama suapan pertama makan Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makanTabel 1. Obat Hipoglikemik Oral di IndonesiaGolonganGenerikMg TabDosis HarianLama KerjaFrek/hariWaktu

SulfonilureaKlorpropamid100-250100-50024-361

Sebelum makan

Glibenklamid2,5 52,5 - 1512-241-2

Glipizid5 105 210-161-2

Glikuidon3030 - 1206 82-3

Glimepirid1,2,3,40,5-6241

GlinidRepaglinid0,5,1,21,5-6-3

Nateglinid120360-

TiazolidindionRosiglitazon44-8241Tidak bergantung jadwal makan

Pioglitazon15,3015 - 45241

Penghambat glukosidase

BiguanidAcarbose

Metformin50-100

500-850100-300

250-3000

6-83

1-3Bersama suapan pertamaBersama/sesudah makan

II. I. VIII. KOMPLIKASIKomplikasi DM adalah semua penyulit yang timbul sebagai akibat dari DM, baik sistemik, organ ataupun jaringan tubuh lainnya. Proses glikosilasi (pengaruh glukosa pada semua jaringan yang mengandung protein) sangat berpengaruh pada timbulnya komplikasi kronis ini. Advanced Glycosylated Endproduct (AGE) diduga yang bertanggungjawab atas timbulnya komplikasi kronis, karena AGE inilah yang merusak jaringan tubuh terutama yang mengandung protein, dan juga menyebabkan disfungsi endotel dan disfungsi makrofag.1. Komplikasi akuta. Hipoglikemiab. Koma Lakto-Asidosisc. Ketoasidosis Diabetik-Koma Diabetikd. Koma Hiperosmoler Non-Ketotik (K. HONK)2. Komplikasi kronisKomplikasi kronis, pada rambut, telinga, mata, mulut, jantung, paru, tractus urogenitalis, kaki, saraf, kulit (dari rambut sampai ujung kaki) (Tjokropawiro et al, 2007).

II. II. HIPOGLIKEMIAII. II. I. DEFINISIHipoglikemia merupakan kumpulan gejala klinis yang disebabkan konsentrasi glukosa darah yang rendah. Hipoglikemia secara harafiah berarti konsentrasi glukosa darah dibawah harga normal. Batas konsentrasi glukosa darah untuk mendiagnosis hipoglikemia tidak sama untuk setiap orang. Sehingga untuk mendiagnosis hipoglikemia kita menggunakan Triad Whipple, yang terdiri dari gejala-gejala hipoglikemia (tabel 1), konsentrasi glukosa plasma yang rendah, dan hilangnya gejala hipoglikemia setelah konsentrasi glukosa plasma meningkat (Tomky, 2005).Tabel 1. Tanda dan gejala umum hipoglikemiaGejala adrenergicTanda neuroglikopenik

PucatKeringat dinginTakikardiGemetaranLaparCemasGelisahSakit kepalaMengantuk BingungBicara tidak jelasPerubahan sikap perilakuLemah yang beratDisorientasiPenurunan kesadaranKejangMata sembabPenurunan respons terhadap stimulus berbahaya

II. II. II. KLASIFIKASIHipoglikemia dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang, dan berat (Setyohadi et al, 2012).Tabel 2. Klasifikasi HipoglikemiaKlasifikasiTanda dan gejala

Ringan

Sedang

BeratSimptomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.Simptomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.Sering (tidak selalu) simptomatik, karena gangguan kognitif pasien tidak dapat mengatasi sendiri.Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral.Membutuhkan terapi parenteral (glukagen, intramuscular atau glucagon intravena).Disertai dengan koma atau kejang.

Batasan hipoglikemia menurut Tjokropawiro et al (2007):1. Hipoglikemia = Hipoglikemia Murni = True Hypoglycemia: gejala hipoglikemia apabila glukosa darah kurang dari 60 mg/dl.2. Reaksi Hipoglikemia = Hypoglycemic Reaction: gejala hipoglikemia apabila glukosa darah turun mendadak, misalnya dari 400 mg/dl 150 mg/dl, meskipun glukosa darah masih 100 mg/dl.3. Koma Hipoglikemik: koma akibat glukosa darah turun sampai dibawah 30 mg/dl.4. Hipoglikemia Reaktif = Reactive Hypoglycemia: gejala hipoglikemia yang terjadi 3-5 jam sesudah makan. Biasanya pada anggota keluarga DM atau orang yang mempunyai bakat DM.

II. II. III. ETIOLOGIHipoglikemia umum terjadi pada pasien DM yang sedang mengkonsumsi obat anti diabetes (OAD) atau insulin. Selain itu, hipoglikemia juga disebabkan oleh beberapa penyakit seperti insulinoma, penyakit kritis disertai gagal organ, sepsis, defisiensi hormone, penyakit metabolic turunan dan operasi prior gastric (Setyohadi et al, 2012).

Tabel 3. Etiologi hipoglikemia dibagi berdasarkan penyebab hipoglikemia puasa dan hipoglikemia reaktifHipoglikemia puasa (pasca absorbs)

Obat-obatan Paling sering: insulin, sulfonylurea, etanol Kadang-kadang: golongan quinine, pentamidine Jarang: salisilat, sulfonamide, dan lain-lainKeadaan sakit berat Gagal hati, ginjal, atau jantung Sepsis KomaDefisiensi hormone Kortisol, growth hormone, atau keduanya Glucagon dan epinefrin (pada diabetes dengan defisiensi insulin)Tumor non sel-Hiperinsulin endogen Insulinoma Penyakit sel lainnya Insulin secretagogue (sulfonylurea dan lainnya) Autoimun (autoantibody pada insulin atau pada insulin reseptor) Sekresi insulin ektopikPenyakit pada neonates dan balita Transient intolerance of fasting Hiperinsulin congenital Defisiensi enzim turunan

Hipoglikemia reaktif (postprandial)

Alimentary (postgatrektomi)Noninsulinoma pancreatogenous hypoglycemia syndrome Tanpa riwayat operasi sebelumnya Setelah operasi Roux-en-Y-gastric bypassPenyebab lain dari hiperinsulin endogenIntoleransi fruktosa bawaan, galaktosemia Idiopatik

II. II. IV. PATOFISIOLOGIGlukosa merupakan bahan bakar metabolism yang utama untuk otak. Selain itu otak tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan cadangan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi otak yang normal sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat, gangguan kognisi dan koma (Purnamasari and Arsana, 2012).Konsentrasi glukosa plasma normalnya dipertahankan pada batas normal, sekitar 70-110 mg/Dl (3,9-6,1 mmol/L) pada saat puasa disertai adanya perubahan sesaat yang mencolok sesaat setelah makan, ataupun peningkatan yang bervariasi pada saat mendapatkan glukosa eksogen (dari makanan) disertai dengan produksi glukosa endogen (saat olahraga). Diantara waktu makan dan saat puasa, konsentrasi glukosa plasma dipertahankan tubuh dengan cara produksi glukosa endogen, glikogenolisis hepatic, dan glukoneogenesis hepatic (dan renal). Cadangan glikogen hepatic dapat menjaga konsentrasi glukosa plasma dalam batas normal selama kurang lebih 8 jam, tetapi pada beberapa keadaan seperti olahraga (dimana glukosa yang dipakai bertambah banyak) atau pada saat cadangan glikogen terbatas (contohnya pada saat sakit atau puasa) cadangan glikogen tersebut hanya dapat bertahan beberapa saat (Purnamasari and Arsana, 2012).Penurunan konsentrasi glukosa plasma akan memicu respon tubuh yaitu penurunan konsentrasi insulin secara fisiologis seiring dengan turunnya konsentrasi glukosa plasma yang masih dalam batas fisiologis, peningkatan konsentrasi glucagon dan epinefrin sebagai respon neuroendokrin pada konsentrasi glukosa plasma sedikit bawah batas normal, dan timbulnya gejala neurogenik (autonom) dan penurunan kesadaran pada konsentrasi glukosa darah dibawah batas normal. Batas konsentrasi glukosa plasma yang dimaksud yaitu konsentrasi glukosa plasma pada rata-rata orang sehat. Konsentrasi glukosa plasma yang masih dapat diterima tubuh sangat bervariasi. Konsentrasi glukosa plasma normal pada subjek DM dengan glukosa darah yang tidak terkontrol akan lebih tinggi daripada subjek DM yang kadar glukosanya terkontrol baik dan orang sehat. Sedangkan pada orang yang sering mengalami episode hipoglikemia berulang, konsentrasi glukosa plasma normal akan lebih rendah daripada orang sehat (Purnamasari and Arsana, 2012).Konsentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan sistem hormonal, persarafan, dan pengaturan produksi glukosa endogen serta penggunaan glukosa oleh organ perifer. Insulin memegang peranan yang utama dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah. Saat puasa konsentrasi glukosa darah turun secara fisiologis dan sekresi insulin oleh sel pankreasikut menurun. Hal ini akan meningkatkan glikogenolisis hepatic dan glukoneogenesis hepatic (dan renal). Konsentrasi insulin yang rendah juga mengurangi penggunaan glukosa pada jaringan perifer, merangsang lipolisis dan proteolisis, serta melepaskan prekusor glukoneogenik. Oleh karena itu pengurangan sekresi insulin merupakan mekanisme kontraregulasi yang pertama untuk menaggulangi hipoglikemia (Purnamasari and Arsana, 2012).Apabila konsentrasi glukosa darah menurun melewati batas bawah konsentrasi normal, hormone-hormon kontraregulasi akan dilepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang diproduksi oleh sel pankreas berperanan penting sebagai pertahanan utama terahadap hipoglikemia. Selanjutnya epinefrin, kortisol dan hormone pertumbuhan juga berperan meningkatkan produksi dan mengurangi penggunaan glukosa. Glucagon dan epinefrin merupakan dua hormone yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glucagon hanya bekerja di hati. glucagon mula-mula menungkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku (precursor) glukoneogenesis hati. Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada keadaan tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan otot) serta meningkatkan glukoneogenesis (Purnamasari and Arsana, 2012).Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respons simpatoadrenal yang berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respons epinefrin terhadap rangsang yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal. Seperti pada gangguan respons glucagon, kelainan tersebut merupakan kegagalan mengenal hipoglikemia yang selektif (Purnamasari and Arsana, 2012).Pasien diabetes dengan respon glucagon dan epinefrin yang berkurang paling rentan terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari karena hilangnya mekanisme kontraregulator dan gangguan respons simpatoadrenal (Cryer, 2001).

Diabetes dgn defisiensi insulin (Pemberian insulin yg adekuat) (Tdk ada insulin, tdk ada glukosa)Berkurangnya respons simpatoadrenal terhadap hipoglikemiaHipoglikemiTidurOlahragaBerkurangnya respons simpatisBerkurangnya respons epinefrinHypoglycemia unawarenesTidak ada efeknya mekanisme kontraregulatorHipoglikemia berulang

II. II. V. GEJALA DAN TANDA KLINIS1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar4. Stadium gangguan otak berat: tidak sadar, dengan atau tanpa kejang (Setyohadi et al, 2012).II. II. VI. DIAGNOSIS1. Anamnesis:a. Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis.b. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi.c. Riwayat jenis pengobatan dan sebelumnya.d. Lama menderita DM, komplikasi DM Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll.e. Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergic , dll.2. Pemeriksaan fisik: pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran, deficit neurologic fokal transien.3. Pemeriksaan penunjang:Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, c-peptide. Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum:a. Gejala konsisten dengan hipoglikemiab. Kadar glukosa plasma rendahc. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat (Setyohadi et al, 2012).

II. II. VII. TERAPI1. Non-FarmakologikPenatalaksanaan utama pada hipoglikemia adalah mengatasi hipoglikemia dan mencari penyebabnya, penilaian keadaan pasien yang meliputi keadaan umum pasien, tingkat kesadaran, tanda vital (tekanan darah, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi, dan suhu), pengukuran konsentrasi glukosa darah, pemasangan jalur intravena, riwayat penggunaan insulin dan obat antidiabetik oral (waktu dan jumlah yang diberikan) dan penilaian riwayat nutrisi yang diberikan kepada pasien serta tatalaksana sesuai dengan alur pengelolaan hipoglikemi harus segera dilakukan. Terapi insulin atau obat antidiabetik lainnya yang menyebabkan hipoglikemia segera dihentikan.Jika pasien masih sadar dapat diterapi menggunakan sumber karbohidrat oral, pilihlah jenis terapi yang tepat, atau menggunakan terapi yang paling sederhana yaitu menggunakan larutan glukosa murni 20-30 gram. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian made atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut (buccal) dapat dicoba (Waspadji, 2002).2. FarmakologikJika pasien tidak sadar atau tidak dapat mengkonsumsi apapun melalui oral (nil per os-NPO), jalur intravena harus terpasang. Pemberian 50 cc dekstrosa 40% secara bolus merupakan terapi awal yang dianjurkan. Terapi ini diteruskan setiap 10-20 menit jika pasien belum sadar sampai pasien sadar. Selain itu diberikan cairan dekstrosa 10% per infuse 6 jam per kolf untuk mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau di atas normal disertai pemantauan glukosa darah. Apabila pasien tetap tidak sadar tetapi glukosa sudah dalam batas normal, maka dilakukan pemberian hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg iv bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol iv 1,5-2 g/kgBB setiap 6-8 jam. Selanjutnya cari penyebab lain dari hipoglikemia. Untuk menghindari hipoglikemia berulang, setiap selesai menatalaksana pasien DM dengan hipoglikemia, perlu dilakukan pencarian penyebab timbulnya hipoglikemia, atasi penyebab tersebut, dan jika terdapat indikasi, dapat dilakukan evaluasi dosis dan waktu pemberian insulin atau obat antidiabetik oral. Selain itu perlu diperhatikan jumlah dan waktu pemberian nutrisi dan olahraga pada pasien (Waspadji, 2002).

II. III. NEFROPATI DIABETIKNefropati diabetik (ND) merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal dan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus . Penyakit ini terjadi 0-5 tahun sejak diagnosis DM ditegakkan (Soepartondo, 2003).Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal yang ditandai dengan adanya proteinuri yang mula-mula intermiten kemudian persisten, penurunan LFG, peningkatan tekanan darah yang perjalanannya progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. Patogenesis penyakit ini bermula dari kelebihan gula darah yang memasuki glomerulus melalui fasilitas glucose transporter (GLUT), terutama GLUT1, yang menyebabkan aktivasi beberapa mekanisme seperti polyol pathway, hexomanine pathway, Protein Kinase C (PKC) pathway dan penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glication end-product (AGEs). Kadar TGF- juga ditemukan meningkat. Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan progresifitas dari penyakit nefropati diabetik (Soepartondo, 2003).Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin . Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan intra glomerulus meningkat pada pasien DM. bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormone vasoaktif, seperti angiotensin-II (A-II) dan endotelin (Soepartondo, 2003).Diagnosis nefropati diabetik dimulai dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah protein atau albumin di dalam urine sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode pemeriksaan urine yang yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun 20 g/menit, disebut juga sebagai mikroalbuminuria.Nefropati insipien dapat dibedakan menjadi dua kategori utama berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu :1. MikroalbuminuriaTerjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari. Mikroalbuminuria juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipient.2. ProteinuriTerjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300 mg/hari. Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt.Sedangkan secara lebih rinci, derajat nefropati akibat penyakit DM dibagi menjadi 5 derajat, antara lain:1. Derajat 1 (Hiperfiltrasi) Pasien mengalami peningkatan LFG sampai 40% dan terjadi pembesaran ginjal Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m22. Derajat II (The Silent Stage) Terjadi perubahan struktur ginjal tapi LFG masih tinggi Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m23. Derajat III (Mikroalbuminuria) Tahap awal nefropati yang nyata, terjadi penebalan membrane basalis, LFG masih tinggi, tekanan darah meningkat Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m24. Derajat IV (Makroalbuminuria) Pasien mengalami proteinuria nyata dengan LFG turun dari normal dan tekanan darah meningkat Dibagi dalam dua stadium berdasar besar kliren kreatinin: Ringan : Kliren kreatinin sebesar 160 ml/menit/1,732 m2 Berat : Kliren kreatinin sebesar 130 ml/menit/1,732 m25. Derajat V (Uremia) Terjadi gagal ginjal, syndrome uremik dan membutuhkan terapi hemodialisis Besar kliren kreatinin