Upload
ldycitra
View
238
Download
1
Embed Size (px)
7/28/2019 Case Refraksi
1/19
LAPORAN KASUS REFRAKSI
ASTIGMATISMA
Disusun Oleh:
Lady Citra K.S.M
030.07.136
Pembimbing :
Dr. Azrief A. Ariffin, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
PERIODE 10JUNI 2013 13 JULI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2013
1
7/28/2019 Case Refraksi
2/19
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai fungsi yang sangat
besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat membatasi fungsi tersebut. Dalam
keadaan normal, cahaya sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat atau tidak
berakomodasi akan difokuskan pada satu titik di retina. Kondisi ini disebut emetropia. Ketika
mata dalam keadaan tidak berakomodasi, mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke retina,
keadaan ini disebut ametropia. Ada tiga keadaan yang dapat menyebabkan ametropia, yaitu: 1
1. Miopia
2. Hipermetropia (disebut juga hiperopia)
3. Astigmat
Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh
akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. 2
Hipermetropia dikenal juga dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Pasien denga
hipermetrop mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Keluhan
akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk
akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. 2
Pada astigmat atau silinder, sinar-sinar yang masuk ke mata tidak dapat difokuskan pada
satu titik di retina akibat perbedaan kelengkungan kornea atau lensa. 2
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana
akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Pada usia di atas 40
tahun umumnya seseorang akan membutuhkan kacamata baca. Keadaan ini akibat telah
terjadinya presbiopia. 2
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
2
7/28/2019 Case Refraksi
3/19
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. RK
Umur : 8 tahun
No. RM :
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Kp. Cilubang Nagrak RT 01/04 Desa Situgede Kec. Bogor
Agama : Islam
Suku : Sunda
Status : Belum menikah
Tanggal Pemeriksaan : 30/1/2013
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada pasien, tanggal 30-1-2013, pukul 14.15 WIB
Keluhan Utama
Kedua mata cepat lelah dan penglihatan berkurang saat membaca
Keluhan Tambahan
Mata berair,terasa pusing
Kacamata sudah tidak cocok, terakhir ganti kaca mata 1 tahun yang lalu
Riwayat penyakit sekarang
Pasien wanita berusia 46 tahun datang dengan keluhan kedua mata cepat lelah dan
penglihatan berkurang saat membaca, hal tersebut terutama dirasakan sejak 1 1/2 tahun
yang lalu. Pasien juga mengeluh kedua matanya sering berair, dan terasa pusing. Pasien
tidak merasakan adanya nyeri atau pegal pada kedua matanya, mata merah, gatal, dan
penglihatan berbayang.
Pasien talah menggunakan kacamata sejak 5 tahun yang lalu, dan terakhir kali
pasien mengganti kacamata pada 1 tahun yang lalu, dan pasien sekarang tidak nyaman
melihat dengan kacamatanya.
Riwayat Penyakit Dahulu
3
7/28/2019 Case Refraksi
4/19
Riwayat alergi makanan(-), Riwayat asma (-). Riwayat alergi obat, konsumsi
obat-obatan, hipertensi, diabetes, dan penyakit mata sebelumnya disangkal. Riwayat
trauma pada mata disangkal, Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak Sehat
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : - Tekanan Darah : 120/70 mmHg
- Nadi : 84x/mnt
- Respirasi : 18 x/mnt
Status oftalmikus
Mata Kanan Mata Kiri
0,5 Visus 0,5
S+0,75 add +1,75 Koreksi S+0,75 add +1,75
- Skiaskopi -
- Tonometri (TIO) -
Sentral, normal Kedudukan Sentral, normal
Ke segala arah Pergerakan Ke segala arah
Hiperemi (-), Edema (-) Palpebrae Superior Hiperemi (-), Edema (-)
Hiperemi (-), Edema (-) Palpabrae Inferior Hiperemi (-), Edema (-)
Hiperemi (-) Konjungtiva palpabrae Hiperemi (-)
Hiperemi(-) siliar,sekret (-),
pterigium (-)
Konjungtiva bulbi Hiperemi (-), sekret (-),
Pterigium (-)
Hiperemi (-) Konjungtiva Forniks Hiperemi (-)
Putih Sklera Putih
Jernih, arcus senilis (+) Kornea Jernih, arcus senilis (+)
Cukup Bilik mata depan Cukup
Warna coklat, kripta (+) Iris Warna coklat, kripta (+)
Jernih Lensa Jernih
Gerak Bola Mata
Bulat, hitam
Letak di pusat mata
Pupil Bulat,hitam
Letak di pusat mata
4
7/28/2019 Case Refraksi
5/19
Ukuran : + 3 mm
RCL/RCTL (+)/(+)
Ukuran : + 3 mm
RCL/RCTL (+)/(+)
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Refleks Fundus Tidak dilakukan
D. RESUME
Pasien wanita berusia 46 tahun Kedua mata cepat lelah dan penglihatan berkurang
saat membaca, mata berair, dan kacamata yang digunakan sejak 1 tahun lalu sudah tidak
cocok.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, dengan
pemeriksaan mata didapatkan visus ODS 0,5.
E. DIAGNOSIS
ODS Hipermetropia dengan presbiopia
F. PENATALAKSANAAN
1. Resep kacamata bifocal yang progresif:
VOD: 0.5 S + 0,75 = 1.0
VOS: 0.5 S+ 0,75 = 1.0
Add S + 1,75
PD 59/61
2. Simptomatis : ( Vitanorm 2 x 1 tetes, ODS)
(Cendo Lyteers Ed 1 tetes, 4 kali pemberian dalam 1 hari)
G. PROGNOSIS
ODS: Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
H. ANJURAN
Bila membaca atau menonton TV lama, usahakan agar sesekali berhenti untuk
mengistirahatkan mata.
5
7/28/2019 Case Refraksi
6/19
Hindari posisi membaca terlalu dekat atau membungkuk .
Bila membaca dan bekerja, gunakan penerangan yang baik
Gunakan kacamata
Periksakan mata secara berkala (kontrol teratur)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang
oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.3
6
7/28/2019 Case Refraksi
7/19
3.2 Anatomi Dan Fisiologi
Gambar 1. Anatomi bola mata.
Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan
didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun
bentuknya tidak bulat sempurna.
Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot
ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk menyerupai
buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik kanal.1
3.2.1 Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor(cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola
mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh.1,2
7
7/28/2019 Case Refraksi
8/19
3.2.2 Fisiologi Refraksi
Gambar 2. Fisiologi refraksi.
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan
kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat
mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas
berpindah dari satu medium dengankepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan
yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya
misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih
tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah
perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin besar
perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di
medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling
penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur
pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam
reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada
perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea
seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya
kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai
keperluan untuk melihat dekat/jauh.2
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus diretina
agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina
8
7/28/2019 Case Refraksi
9/19
atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas
cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-
berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)
dianggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang
lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena
berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata
tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan
dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat
untuks umber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi. 3
3.3 Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:4
i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata. Perubahan
lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau
parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan
lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan
astigmatismus.
iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
iv. Trauma pada kornea
v. Tumor
3.4 Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
9
7/28/2019 Case Refraksi
10/19
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling
tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang
lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa
cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak
disertai dengan adanya kelainan
penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi
2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
i. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada
retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah
titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang
sama.
10
7/28/2019 Case Refraksi
11/19
Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks
ii. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.
Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
iii. Astigmatisme Miopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara
titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus
iv. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
11
7/28/2019 Case Refraksi
12/19
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X
Cyl +Y.
Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
v. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada dibelakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y,
atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
Gambar 7. Astigmatisme Mixtus
12
7/28/2019 Case Refraksi
13/19
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus
rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada
penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.
Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.
3.5 Tanda Dan Gejala
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-
gejala sebagai berikut :
- Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk mendapatkan
efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada
saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala gejala
sebagai berikut :
13
7/28/2019 Case Refraksi
14/19
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.
3.6 Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.5
2. Uji refraksi
i. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan 6
meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan
visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan
lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau
mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti
dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai
tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada
keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6
ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
14
7/28/2019 Case Refraksi
15/19
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.
3. Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu
Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-
kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis
juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder,
atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa
silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya
atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat
15
7/28/2019 Case Refraksi
16/19
dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat
kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas. 7
Gambar 8. Kipas Astigmat.
4. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej ring pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular,
ring tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.7,8
5. Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.7,8
3.7 Terapi
1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena
dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismusakan dapat membiaskan sinar sejajar
tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu
minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia. Kekakuan
lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus irregular dimana
terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan
kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak
maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9
16
7/28/2019 Case Refraksi
17/19
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung
pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy
dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-
kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi.
BAB IV
KESIMPULAN
Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata dimana didapatkan bermacam- macam derajat
refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata akan
difokuskan pada berbagai macam fokus pula. Terdapat berbagai macam astigmatisma, antara lain
simple astigmatisma, mixed astigmatisma dan compound astigmatisma.
Terdapat 2 etiologi, yaitu kelainan pada lensa dan kelainan pada kornea. Adapun gejala klinis
dari astigmatisme adalah penglihatan kabur atau terjadi distorsi. Pasien juga sering mengeluhkan
penglihatan mendua atau melihat objek berbayang-bayang. Sebahagian juga mengeluhkan nyeri
kepala dan nyeri pada mata.
Koreksi dengan lensa silinder akan memperbaiki visus pasien. Selain lensa terdapat juga pilihan
bedah yaitu dengan Radial keratotomy (RK) dan Photorefractive keratectomy (PRK).
17
7/28/2019 Case Refraksi
18/19
DAFTAR PUSTAKA
1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3rd Edition. London: Thieme,
2003; 344-346.
2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology
at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
Publishing, 2003; 20-26.
4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asburys
General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit MataUntuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction, New
Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors, Thieme,
p. 127-136, 2000.
8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6 th Edition:Refractive
Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101
[Diakses tanggal 28 Juni 2011]10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia.
Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pmcentrez
[Diakses tanggal 26 Juni 2011]
18
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pmcentrezhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pmcentrezhttp://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pmcentrezhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pmcentrez7/28/2019 Case Refraksi
19/19
11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on Visual
Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-
330. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??
tool=pmcentrez
19
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrezhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrezhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrezhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrez