44
DAFTAR ISI Cover………………………………………………………………………………………………..i Kata Pengantar……………………………………………………………………………………...ii Lembar Pengesahan………………………………………………………………………………..iii Daftar Isi…………………………………………………………………………………………….1 BAB I IDENTITAS…………………………………………………………………………………2 Anamnesis…………………………………………………………………………………..2 Pemeriksaan fisik………………………………………………………………………...…3 Diagnosis kerja……………………………………………………………………………...5 Diagnosis banding…………………………………………………………………………..5 Pemeriksaan penunjang…………………………………………………………………….6 Tata laksana…………………………………………………………………………………6 Komplikasi………………………………………………………………………………….6 Prognosis……………………………………………………………………………………6 BAB II ANALISA KASUS……………………………………………………………………........7 BAB III TINJAUAN PUSTAKA ULKUS KORNEA…………………………………………………...……………………..9 EPISKLERITIS……………………………………………………………………………..26 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….31 1

Case Mata ANOM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case mata AL trisakti

Citation preview

DAFTAR ISI

Cover………………………………………………………………………………………………..i

Kata Pengantar……………………………………………………………………………………...ii

Lembar Pengesahan………………………………………………………………………………..iii

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………….1

BAB I IDENTITAS…………………………………………………………………………………2

Anamnesis…………………………………………………………………………………..2

Pemeriksaan fisik………………………………………………………………………...…3

Diagnosis kerja……………………………………………………………………………...5

Diagnosis banding…………………………………………………………………………..5

Pemeriksaan penunjang…………………………………………………………………….6

Tata laksana…………………………………………………………………………………6

Komplikasi………………………………………………………………………………….6

Prognosis……………………………………………………………………………………6

BAB II ANALISA KASUS……………………………………………………………………........7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

ULKUS KORNEA…………………………………………………...……………………..9

EPISKLERITIS……………………………………………………………………………..26

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….31

1

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. D

Usia : 34 tahun

Alamat : Citayem rt 05 rw 07, Bogor

Pekerjaan : Sales promotion di perusahaan makanan

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Tanggal periksa : 2 Desember 2015

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di poliklinik mata RSAL

DR.Mintohardjo pada pukul 13.00 WIB.

A. Keluhan utama

Mata merah pada mata kanan sejak 1 bulan lalu

B. Keluhan tambahan

Mata kanan terasa perih, sakit serta silau saat ada cahaya, terasa mengganjal, dan

sedikit buram dibandingkan mata kiri

C. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang berobat ke poliklinik mata RSAL Mintohardjo dengan

keluhan mata merah pada mata kanan. Pasien mengatakan bahwa hal ini terjadi

sejak 1 bulan lalu. Hal ini terjadi secara tiba-tiba setelah pasien bangun tidur.

Pasien mengalami hal ini setiap hari, merah pada mata kanannya tidak hilang

bahkan pasien merasakan penglihatan pada mata sebelah kanan terasa lebih

buram. Pasien juga merasakan mata terasa perih, sakit dan silau saat ada cahaya,

mata terasa ada yang mengganjal. Pasien menyangkal adanya rasa gatal, keluar

kotoran dan berair, trauma seperti terkena ranting pohon, sakit kepala, mual,

2

muntah. Pasien pergi ke dokter umum dan diberikan tetes mata namun tidak

mengalami perbaikan sehingga disarankan untuk ke spesialis mata. Sebelum ke

spesialis mata, pasien sempat meneteskan matanya dengan air rebusan daun sirih

selama 5 hari. Pasien mengatakan setelah diteteskan, mata terasa dingin, lebih

perih sehingga pasien menghentikannya dan pergi ke RSAL Mintohardjo.

D. Riwayat penyakit dahulu

Sekitar 1 tahun lalu, pasien pernah datang ke poli mata RSAL dengan keluhan

yang sama yaitu mata merah pada mata kanan, terasa kering dan seperti ada yang

mengganjal. Pasien tidak mempunyai penyakit hipertensi, diabetes mellitus,

penyakit paru.

E. Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengatakan tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di keluarganya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Suhu : 37,6oC

Nadi : 76 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Status generalis

Kepala : Normocephali

Mata : Terlampir pada status opthalmologi

Telinga : Normotia, secret -/-, serumen -/-

Hidung : Septum deviasi -, konka hiperemis -/-

Mulut : Lidah kotor -, tonsil T1-T1

Leher : KGB tidak teraba membesar

Thoraks : Suara navas vesicular, rhonki-/-, wheezing -/-, BJ Idan II regular,

gallop -, murmur -.

3

Abdomen : supel, nyeri tekan -

Ekstremitas : Simetris, oedem –

Status opthalmikus

OD (mata kanan) OS (mata kiri)

6/6 Visus 6/7,5 dengan S-0,50 6/6

Ortoforia Kedudukan bola

mata

Ortoforia

Bergerak ke segala arah Pergerakan bola

mata

Bergerak ke segala arah

Ptosis (-), Lagoftalmus (-), blefaritis

(-) hordeolum (-), oedem (-), trikiasis

(-), enteropion (-), ekteropion (-)

Palpebra Ptosis (-), Lagoftalmus (-),

blefaritis (-) hordeolum (-), oedem

(-), trikiasis (-), enteropion (-),

ekteropion (-)

Injeksi konjungtiva,siliar(+), nodul

(+) pada bagian nasal, pterigium (-),

Sekret (-), perdarahan subkonjungtiva

(-).

Konjungtiva Injeksi (-), pterigium (-), Sekret

(-), perdarahan subkonjungtiva

(-).

Sedikit keruh, arkus senilis (-),

terdapat infiltrate berwarna putih

keabuan pada tepi kornea arah jam

11-1. Ulkus (+), Benda asing (-),

sikatrik (-)

Kornea Jernih, arkus senilis (-), Benda

asing (-), sikatrik (-)

Dalam, hifema (-), hipopion (-) COA Dalam,hifema (-),hipopion (-)

Coklat, shadow test (-) Iris Coklat, shadow test (-)

Bulat, tepi regular, RCL (+), RCTL

(+), diameter 3mm

Pupil Bulat, tepi regular, RCL (+),

RCTL (+), diameter 3mm

Jernih Lensa Jernih

Tidak diperiksa Vitreous humour Tidak diperiksa

Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

17 TIO 19

Sama dengan pemeriksa Uji konfrontasi sama dengan pemeriksa

4

Gambar 1. Mata merah pada Tn D

Gambar 2. Ulkus kornea marginalis

IV. DIAGNOSIS KERJA

Myopia Oculi Dextra

Susp episkleritis Oculi dextra

Ulkus kornea marginalis Oculi dextra

V. DIAGNOSIS BANDING

Skleritis

Keratitis

5

Ulkus kornea fungal

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah rutin, IgE

Test Flouresein

Uji KOH

Test fenilefrin ED 2,5%

Uji sensitivitas antibiotic bila diperlukan

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien diberikan :

Medikamentosa :

Cendo Xytrol ED 6 tetes/hari

Non medikamentosa :

Konsul ke bagian allergi-imunologi

Tidak menggosok mata apabila gatal atau perih

VIII. KOMPLIKASI

Perforasi kornea yang dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan

panoptalmitis

Uveitis anterior

Prolaps iris

Glaukoma sekunder

Katarak komplikata

Kebutaan

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam dubia ad bonam

Quo ad sanationam dubia ad malam

Quo ad functionam dubia ad malam

6

BAB II

ANALISA KASUS

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki Tn D usia 34 tahun datang ke poliklinik mata

RS TNI AL Mintohardjo pada tanggal 3 Desember 2015 dengan diagnosis susp episkleritis oculi

dextra dan ulkus kornea marginalis oculi dextra. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis didapatkan pasien datang karena mata kanan merah sejak 1 bulan lalu.

Selain mata kanan merah, penglihatan mata kanan buram, mata terasa perih, sakit dan silau saat

ada cahaya, mata terasa ada yang mengganjal. Keluhan ini didapatkan karena kornea mempunyai

banyak serabut saraf sehingga apabila terdapat lesi maka akan menimbulkan rasa sakit, fotofobia,

termasuk rasa mengganjal karena letak ulkus di bagian superior kornea. Selain itu, kornea

merupakan media refraksi sehingga dapat mempengaruhi tajam penglihatan. Keluhan mata gatal,

keluar cairan dan kotoran berlebih, terkena ranting pohon, pusing, mual dan muntah disangkal

oleh pasien. Pasien sudah pernah berobat ke dokter umum sebelumnya dan diberikan obat tetes

mata chloramphenicol serta pasien meneteskan matanya dengan air rebusan daun sirih namun

keluhan tidak hilang.

Pasien pernah mengalami keluhan yaitu mata merah pada mata kanan, terasa kering dan

seperti ada yang mengganjal 1 tahun yang lalu, berobat ke poliklinik mata RS TNI AL

Mintohardjo dan keluhan sudah hilang. Pasien tidak mempunyai penyakit hipertensi, diabetes

mellitus, penyakit paru. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keadaan seperti pasien.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan visus pada mata kanan 6/6 dan kiri 6/7,5 dengan S-

0,50 6/6 . Terdapat injeksi siliar yang menandakan terjadinya proses radang aktif saat ini. Pada

kornea terdapat infiltrate berwarna putih keabuan dengan batas tegas yang mengindikasikan

terdapat infeksi pada kornea, terdapat nodul pada bagian nasal mata kanan namun tidak sakit saat

ditekan.

Perjalanan penyakit pada kornea tergolong lambat karena kornea adalah jaringan

avaskuler maka pertahanan pada waktu peradangan tidak terjadi segera. Apabila terjadi

7

peradangan, badan kornea, wandering cell yang terdapat dalam kornea akan bekerja sebagai

makrofag kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus sehingga

tampak sebagai injeksi siliar. Setelah itu terjadi infiltrasi dari sel mononuclear, sel plasma, sel

leukosit polimorfonuclear yang menyebabkan timbulnya infiltrate yang tampak berwarna putih

keabuan dengan batas tidak jelas, kemudian terjadi kerusakan epitel sehingga dapat timbul ulkus

kornea.

Dari anamnesis pasien dan pemeriksaan fisik, diagnosis pasien adalah suspect episkleritis

oculi dextra dan ulkus kornea marginalis okuli dextra. Untuk memastikan diagnosis, perlu

dilakukan pemeriksaan uji flouresence, uji KOH, dan test dengan fenilefrin topical 2,5%, uji

sensitivitas antibiotik.

Prognosis pasien quo ad vitam adalah dubia ad bonam karena tidak mengganggu aktivitas

sehari-hari. Quo ad sanationam dubia ad malam karena episkleritis, ulkus cenderung mengalami

rekurensi serta Quo ad functionam dubia ad malam yang disebabkan karena ulkus kornea dapat

meluas kebagian dalam sehingga dapat terjadi berbagai macam komplikasi.

8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kornea

3.1.1 Anatomi dan Fisiologi

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah

jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada

persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm

di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior,

kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan

epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan

endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa

cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Apabila kornea udem karena suatu

sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga

penderita akan melihat halo.1sidharta

Gambar 3. Anatomi Mata

9

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,

saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma

kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk

sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus

terjadi dalam waktu 3 bulan.Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,

humour aquous, dan air mata. 1

3.1.2 Histologi

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:1

1. Lapisan epitel

Lapisan epitel tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk

yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel

basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel

sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel

basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula

okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan

barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm

permukaan.

2. Membran Bowman

Membran bowman terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang

merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian

depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Jaringan Stroma

Jaringan stroma terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang

sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang

dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen

10

memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel

stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga

keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau

sesudah trauma.

4. Membran Descement

Membran descement merupakan membrana aselular dan merupakan batas

belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

Membran descement bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40 µm.

5. Endotel

Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40

m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.

Gambar 4. Histologi Kornea

11

3.2 Ulkus kornea

3.2.1 Definisi

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian

jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea disebabkan karena kolagenase yang dibentuk

oleh sel epitel baru dan sel radang.1

3.2.2 Epidemiologi

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus

kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi

terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan

kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah

dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.

Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan

penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.

Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.

Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut

kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di

USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga

dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin

disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan

resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.2jurnal lampung

3.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi ulkus kornea adalah : 2

1. Infeksi

a. Infeksi Bakteri

Infeksi bakteri disebabkan oleh P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan

spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus

berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang

keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P

aeruginosa.Penyebab ulkus kornea 38,85% oleh bakteri.

b. Infeksi Jamur

12

Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur sekitar 40,65%.

1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-

cabang hifa.

a. Jamur bersepta : Fusarium sp, Acremonium sp, Aspergilus sp,

Clodosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,

Curvularia sp, Altenaria sp.

b. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.

2. Jamur ragi (yeast)

Jamur uniselular dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans,

Cryptococcus sp, Rodotolura sp.

3. Jamur difasik

Pada jaringan hidup membentuk ragi, sedangkan pada media perbiakan

membentuk misellium : Blastomices sp, Coccididies sp, Histoplasma sp,

Sporothrix sp. Tampaknya di Asia Tenggara penyebabnya yang terbanyak

adalah Aspergllus sp dan Fusarium sp.

c. Infeksi Virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas

dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah

akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila

mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,

variola, vacinia (jarang).

d. Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang

tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh

acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa

kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi

juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air

atau tanah yang tercemar.

2. Non Infeksi

Penyebab non infeksi adalah sebagai berikut.

a. Bahan Kimia

13

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik

dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi

pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak

tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat

superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih

yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan

terjadi penghancuran kolagen kornea.

b. Radiasi atau Suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan

merusak epitel kornea.

c. Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca

yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan

defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan

permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya

bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul

ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan

flurosein.

d. Defisiensi Vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan

vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan

ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

e. Obat-obatan

Kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan

imunosupresif yang dapat menurunkan sistem imun.

f. Kelainan dari Membrane Basal, seperti karena trauma.

g. Pajanan

h. Neurotropik

3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Penyebab karena system imun misalnya pada penyakit granulomatosa wagener dan

rheumathoid arthritis.

14

Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua, yaitu sebagai berikut.

1. Faktor Okular

a. Trauma

Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenic

trauma ocular, seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.

b. Abnormalitas pada permukaan mata

Misdirection of lashes, Incomplete lid closure

c. Infeksi pada adneksa

Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye, Dacryocystitis

d. Nutrisi

Defisiensi vitamin A

e. Lensa kontak

Kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi

f. Compromised cornea

2. Faktor Sistemik

Faktor sistemik diantaranya diabetes mellitus, Stevens-Johnson Syndrome,

blepharoconjunctivitis, infeksi Gonococcal dengan konjungtivitis,

immunocompromised status.

3.2.4 Klasifikasi

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:2,3vaughan

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

Ulkus kornea bakterialis terbagi atas sebagai berikut.

1) Ulkus Streptokokus

Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea

(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram

dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan

15

menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh

streptokok pneumonia.

2) Ulkus Stafilokokus

Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai

infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati

secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan

infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen

yaitu reaksi radangnya minimal.

3) Ulkus Pneumokokus

Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan

terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran

karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel

yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat

cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat

banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya

sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila

ditemukan dakriosistitis.

4) Ulkus Pseudomonas

Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus sentral ini

dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam

dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran

berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan

berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.

Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Gambar 5. Ulkus Kornea Pseudomonas

16

b. Ulkus kornea fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai

beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.

Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang

agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti

bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal

penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit

disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan

bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.

Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar

disertai hipopion.

Gambar 6. Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus kornea virus

1) Ulkus Kornea Herpes Zoster

Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini

timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan

vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh

akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk

dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit

herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.

Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea

biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

17

2) Ulkus Kornea Herpes Simplex

Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa

gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang

kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea

disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi

pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran

kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas

diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

Gambar 7. Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus kornea acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,

kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,

cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 8. Ulkus Kornea Acanthamoeba

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus Marginal

Ulkus marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk

khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat

kelainannya. Diduga dasar kelainannya adalah reaksi hipersensitivitas terhadap

eksotoksin stafilokokus, reaksi alergi, infeksi. Perjalanan penyakit dapat

18

berubah-ubah, dan terdapat rekurensi. Infiltrat yang terlihat diduga merupakan

hasil reaksi kompleks antigen-antibodi. Penglihatan pada ulkus marginalis akan

menurun disertai rasa sakit, fotofobia, dan lakrimasi.

Gambar 9. Ulkus Marginal

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

Merupakan ulkus menahun yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah

sentral dengan tepi bergaung. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.

Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan

dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan

autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering

menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau

yang sehat pada bagian yang sentral.

Gambar 10. Mooren's Ulcer

19

3.2.5 Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam

perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya

tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan

anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu

pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di

kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di

daerah pupil. 4perhimpunan

Karena kornea avaskuler, maka proses infiltrasi dan vaskularisasi , seperti pada i

limbus baru akan terjadi 48 jam kemudian. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel

lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian

disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi

perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit

polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai

bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,

kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. Kornea mempunyai

banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda

dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel

leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah

yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih

cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke

membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan

menyebabkan terjadinya sikatrik. 4

3.2.6 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:2

1. Gejala Subyektif, dapat berupa:

a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

b. Sekret mukopurulen

c. Merasa ada benda asing di mata

20

d. Pandangan kabur

e. Mata berair

f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

g. Silau

h. Nyeri

Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada

perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

2. Gejala Objektif, dapat berupa

a. Injeksi siliar

b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

c. Hipopion

3.2.7 Diagnosa

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya

riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat,

misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya

pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang

merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes

simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes,

AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.2

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,

kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat

terjadi iritis yang disertai dengan hipopion. Disamping itu, perlu juga dilakukan

pemeriksaan dengan uji flouresein, uji KOH untuk melihat etiologi.2

3.2.8 Pemeriksaan Penunjang2

a. Ketajaman penglihatan

b. Tes refraksi

21

c. Tes air mata

d. Pemeriksaan slit-lamp

e. Respon reflek pupil

f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari

dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau

Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan

periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau

agar ekstrak maltosa.

Gambar 11. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 12. Pewarnaan gram ulkus Gambar 13. Pewarnaan gram ulkus kornea

herpes simplex kornea herpes zoster

22

Gambar 14. Pewarnaan gram ulkus Gambar 15.Pewarnaan gram ulkus

kornea bakteri kornea akantamoeba

3.2.9 Penatalaksanaan

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani agar tidak terjadi

cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung

penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti

jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat

bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi

obat dan perlunya obat sistemik.

Pengobatan ulkus kornea dapat berupa sebagai berikut:2

1. Non medikamentosa

Jika memakai lensa kontak secepat mungkin dilepaskan

Jangan menggosok mata yang meradang

Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran infeksi

2. Medikamentosa

a. Antibiotik

Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang

berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada

pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat

memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea

kembali.

23

b. Anti jamur

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat

komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa

dibagi sebagai berikut.

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal

amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10

mg/ml, golongan Imidazole

2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,

Natamicin, Imidazol

3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai

jenis anti biotik

c. Antiviral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal

untuk mengurangi gejala, siklopegik, antibiotic spektrum luas untuk infeksi

sekunder, salep antiviral asiklovir 3% tiap 4 jam.

Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan adalah :

d. Sulfas atropine sebagai salap atau larutan

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek

kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi

sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor

pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat

dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru

e. Skopolamin sebagai midriatika

24

f. Analgetik, untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,

atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Selain dengan medikamentosa, ulkus kornea yang tidak mengalami

perubahan dapat dilanjutkan dengan tindakan bedah yaitu :

a. Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak

berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu

penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam

penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

Tidak sembuh dengan pengobatan

Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita karena

jaringan parut

Kelainan kornea sudah mengancam untuk terjadinya perforasi

Gambar 16. Keratoplasti

3.2.10 Komplikasi2

Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan

panopthalmitis

Prolaps iris

Sikatrik kornea

Uveitis anterior

Katarak

Glaukoma sekunder

25

3.2.11 Pencegahan

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada

ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea

dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

1. Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

2. Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup

sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah

3. Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat

lensa tersebut.

3.2.12 Prognosis

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya

mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya

komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang

lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan

lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya

menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan

penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi

pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.

3.3 Episkleritis

3.3.1 Definisi

Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang terletak di antara

konjungtiva dan sklera, bersifat ringan, dapat sembuh sendiri, dan bersifat rekurensi. Episkleritis

adalah penyakit yang mungkin disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik

seperti tuberculosis, RA, SLE atau merupakan reaksi alergi dan infeksi.1

26

3.3.2 Epidemiologi

Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak berobat. Tidak

ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus terjadi pada perempuan dan

sering terjadi pada usia dekade 4-5. Pada anak-anak episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10

hari dan jarang rekuren. Pada dewasa, 30 % kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat

penyertanya, penyakit inflamasi saluran cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit

sistemik biasanya jarang pada anak-anak. 5refreta epi

3.3.3 Patofisiologi

Patofisiologi belum diketahui secara pasti namun ditemukan respon inflamasi yang

terlokalisir pada superficial episcleral vascular network, patologinya menunjukkan inflamasi

nongranulomatous dengan dilatasi vascular dan infiltrasi perivascular. Penyebab tidak diketahui,

paling banyak bersifat idiopatik namun sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik

dan reaksi hipersensitivitas mungkin berperan. 5

Penyakit-penyakit sistemik tertentu misalnya

Collagen vascular disease : Polyarteritis nodosa, seronegative spondyloarthropathies-

Ankylosing spondylitis, inflamatory bowel disease, Reiter syndrome, psoriatic arthritis,

artritis rematoid

Infectious disease : Bacteria including tuberculosis, Lyme disease dan

syphilis, viruses termasuk herpes, fungi, parasites.

Miscellaneous : Gout, Atopy, Foreign bodies, Chemicals

Penyebab lain/yang berhubungan (jarang) : T-cell leukemia, Paraproteinemia,

Paraneoplastic syndromes-Sweet syndrome, dermatomyositis, Wiskott-Aldrich

syndrome, Adrenal cortical insufficiency, Necrobiotic xanthogranuloma, Progressive

hemifacial atrophy, Insect bite granuloma, Malpositioned Jones tube, following

transscleral fixation of posterior chamber intraocular lens.

Terdapat dua tipe klinik yaitu simple dan nodular. Tipe yang paling sering dijumpai

adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi moderate hingga severe yang

sering berulang dengan interval 1-3 bulan, terdapat kemerahan yang bersifat sektoral atau dapat

bersifat diffuse (jarang), dan edema episklera. Tiap serangan berlangsung 7-10 hari dan paling

27

banyak sembuh spontan dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada pasien dengan

penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang berhubungan dengan penyakit

sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan lebih sering terjadi saat musim hujan atau semi.

Faktor presipitasi jarang ditemukan namun serangan dapat dihubungkan dengan stress dan

perubahan hormonal. Pasien dengan nodular episcleritis mengalami serangan yang lebih lama,

berhubungan dengan penyakit sistemik (30% kasus, 5% berhubungan dengan artritis rematoid,

7% berhubungan dengan herpes zoster ophthalmicus atau herpes simplex dan 3% dengan gout

atau atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe simple. Nodular episcleritis (20%) terlokalisasi

pada satu area, membentuk nodul dengan injeksi sekelilingnya. 5

3.3.4 Manifestasi Klinik

Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman (mild to moderate) yang berlangsung akut,

seringkali bersifat unilateral, walaupun ada yang melaporkan tidak nyeri, kemerahan, nyeri

seperti ditusuk-tusuk, nyeri saat ditekan, dan lakrimasi. Pada tipe noduler gejala lebih hebat dan

disertai perasaan ada yang mengganjal. Tanda objektif dapat ditemukan kelopak mata bengkak,

konjungtiva bulbi kemosis disertai pelebaran pembuluh darah episklera dan konjungtiva. 1

3.3.5 Pemeriksaan Fisik5

Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak berwarna merah

muda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan edem episklera, konjungtiva

diatasnya dan kapsula tenon di bawahnya.

a. Episkleritis Sederhana

Gambaran yang paling sering ditandai dengan kemerahan sektoral dan gambaran yang

lebih jarang adalah kemerahan difus. Jenis ini biasanya sembuh spontan dalam 1-2

minggu.

b. Episkleritis Noduler

Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir, dengan nodul kongestif dan

biasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama.

28

Pemeriksaan dengan Slit Lamp yang tidak menunjukkan peningkatan permukaan

sklera anterior mengindikasikan bahwa sklera tidak membengkak.

Pada kasus rekuren, lamela sklera superfisial dapat membentuk garis yang paralel

sehinggga menyebabkan sklera tampak lebih translusen. Gambaran seperti ini

jangan disalah diagnosa dengan penipisan sklera.

3.3.6 Pemeriksaan penunjang

Pada kebanyakan pasien dengan episkleritis yang “self limited” pemeriksaan

laboratorium tidak diperlukan . 1

Pada beberapa pasien dengan episkleritis noduler atau pada kasus yang berat, rekuren,

dan episkleritis sederhana yang persisten atau rekuren, diperlukan hitung jenis sel darah

(diff count), kecepatan sedimentasi eritrosit (ESR), pemeriksaan asam urat serum, foto

thoraks, pemeriksaan antibodi antinuklea, rheumatoid factor, tes VDRL (Venereal

Disease Research Laborator)) dan tes FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody

Absorption) 5

3.3.7 Diagnosis Banding

Konjungtivitis

Disingkirkan dengan sifat episkleritis yang lokal dan tidak adanya keterlibatan

konjungtiva palpebra. Pada konjungtivitis ditandai dengan adanya sekret dan tampak

adanya folikel atau papil pada konjungtiva tarsal inferior. 1

Skleritis

Dalam hal ini misalnya noduler episklerits dengan sklerits noduler 5.untuk mendeteksi

keterlibatan sklera dalam dan membedakannya dengan episkleritis, konjungtivitis, dan

injeksi siliar, pemeriksaan dilakukan di bawah sinar matahari (jangan pencahayaan

artifisial) disertai penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 2,5% yang menimbulkan

konstriksi pleksus vaskular episklera superfisial dan konjungtiva. 1

3.3.8 Penatalaksanaan

29

1.Steroid Topikal

Mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat menyebabkan rekurensi. Oleh

karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam periode waktu yang pendek.2 Terapi

topikal dengan Deksametason 0,1 % meredakan peradangan dalam 3-4 hari. Kortikosteroid

lebih efektif untuk episkleritis sederhana daripada daripada episkleritis noduler. 1

DAFTAR PUSTAKA

30

1. Ilyas S. Anatomi dan fisiologi mata. Ilmu penyakit mata 3 rd edition. In :Utama H,

editor. Jakarta : FKUI;2006.p. 4,118-9,162.

2. Yusi F. Corneal ulcus treatment. J MAJORITY.2015:4;119-25.

3. Vaughan DG, et al.Kornea.Opthalmologi Umum 14th edition. In : Pendit T, editor .Jakarta:

Widya Medika;2000.p. 129-40.

4. Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia. Ulkus kornea. Ilmu penyakit mata

untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta : Sagung Seto;2012.

5. Roy Hampton.Episcleritis. Available at:

Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm. Accesed on December 3rd 2015.

31