47
LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM KOMPLEKS DENGAN DIARE AKUT DEHIDRASI SEDANG Disusun Oleh : Tiara Rahmawati 030.08.240 Pembimbing : dr. Thomas Harry Adoe, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

Case Kejang Demam Kompleks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Neurologi, pediatri, kejang demam

Citation preview

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS DENGAN DIARE AKUT

DEHIDRASI SEDANG

Disusun Oleh :

Tiara Rahmawati

030.08.240

Pembimbing :

dr. Thomas Harry Adoe, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

PERIODE 26 AGUSTUS – 2 NOVEMBER 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BEKASI

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,

Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 26

Agustus – 2 November 2013 dengan judul “Kejang Demam Kompleks dengan Diare Akut

Dehidrasi Sedang” yang disusun oleh :

Nama : Tiara Rahmawati

NIM : 030.08.240

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :

Pembimbing :

dr. Thomas Harry Adoe, Sp. A

Menyetujui,

(dr. Thomas Harry Adoe, Sp. A)

2

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Data Pasien Ayah Ibu

Nama An. A Tn. M Ny. S

Umur 2 tahun 6 bulan 31 tahun 24 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Pedagang Perempuan

Alamat Bantar Gebang, Bekasi

Agama Islam Islam Islam

Suku bangsa Sunda Sunda Sunda

Pendidikan - SMP SMP

Pekerjaan - Pekerja Bangunan Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - - -

Keterangan Hubungan dengan

orang tua : Anak

kandung

Tanggal Masuk RS 6 Oktober 2013

II. ANAMNESIS

Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Minggu tanggal 6 Oktober

2013.

a. Keluhan Utama

Kejang sejak±14 jam SMRS

b. Keluhan Tambahan

Demam, Mencret, Nafsu makan turun

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang

sejak ±14 jam SMRS. Sebelum kejang pasien demam tinggi yang diukur dengan

menggunakan termometer digital oleh ibu pasien, suhunya 38,5oC.

±13 jam SMRS kejang terjadi lagi. Saat diukur dengan termometer digital oleh

ibu pasien suhunya 38,7oC. Setelah kejang, Pasien diberi obat panas sirup yang dibeli

di apotek, kemudian demam pasien dirasakan turun. Kemudian ±10 jam SMRS,

3

pasien kembali demam, lalu pasien dibawa ke klinik yang berada di dekat rumah. Di

sana pasien diberi obat penurun panas yang dimasukkan dari dubur. Setelah

mendapatkan obat, demam dirasakan turun. Namun, ±2 jam SMRS pasien kembali

demam, ketika diukur suhunya 38,9oC. ±1 jam SMRS pasien kembali kejang dan

keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke RSUD Bekasi. Di IGD, pasien

sudah tidak kejang.

Seluruh kejang tipenya sama. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, badan

kelojotan, mata terbuka namun tidak mendelik ke atas. Saat kejang keluar cairan

berbusa dari mulut pasien warna bening, jumlah sedikit. Lidah tidak tergigit, kepala

tidak terbentur saat kejang berlangsung. Kejang terjadi selama ± 1-2 menit. Setelah

kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari tidur pasien langsung menangis.

Menurut Ibunya, sejak 2 hari SMRS BAB pasien cair disertai demam. Demam

muncul mendadak tinggi berlangsung terus menerus, ketika diukur dengan

termometer digital oleh ibu pasien suhunya 38,9oC. BAB cair yang dialami oleh

pasien berlangsung 5-6 kali sehari, volume ± ½ gelas aqua, cair dengan sedikit ampas,

berwarna kuning, terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau. Anak menjadi

rewel dan menjadi sering minum karena haus. Ibu pasien menyangkal adanya cairan

yang keluar dari telinga, batuk (-), pilek (-), muntah (-),tapi nafsu makan pasien

menjadi menurun.

d. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi

Cacingan

Demam berdarah

Demam typhoid

Otitis

parotitis

-

-

-

-

-

-

Difteria

Diare

Kejang

Kecelakaan

Morbili

Operasi

-

-

-

-

-

-

Penyakit Jantung

Penyakit ginjal

Penykait darah

Radang paru

Tuberkulosis

Lain,……

-

-

-

-

-

-

Kesan :

Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya. Ini merupakan kejang yang

pertama kali. Pasien tidak mempunyai riwayat sering demam sebelumnya.

e. Riwayat Keluarga

4

1) Corak Reproduksi

No Tgl lahir(umur) Jenis

kelamin

Hidup Lahir

mati

abortus Keterangan

kesehatan

1. 7 Maret

2011/2th, 6 bln

Perempuan YA - - Pasien

2) Riwayat Pernikahan

Ayah/wali Ibu/wali

Nama Tn. M Ny. S

Perkawinan ke 1 1

Umur saat

menikah

24 tahun 21 tahun

Pendidikan

terakhir

SMA SMP

Agama Islam Islam

Suku bangsa Betawi Betawi

Keadaan

kesehatan

Epilepsi(-), DM(-), HT(-),

TB paru (-)

Epilepsi (-),DM(-), HT(-),

TB paru (-)

Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada

Penyakit, bila ada Pernah kejang saat usia 1th Tidak ada

Kesan :

Ayah pasien pernah kejang seperti OS saat usia 1 tahun. Ibu dan ayah tidak menderita

penyakit hipertensi, jantung dan kencing manis.

f. Riwayat Kehamilan/Kelahiran

KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan DM(-), Hipertensi (-)

Perdarahan (-), Ketuban pecah dini

(-), Lain-lain (-)

Perawatan Antenatal Rutin kontrol ke klinik bidan 1

bulan sekali dan sudah mendapat

imunisasi vaksin TT 2 kali.

KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah Bersalin

5

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Normal

Masa Gestasi 9 bulan

Keadaan bayi Berat lahir 3150 gr

Panjang lahir:49 cm

Lingkar kepala:tidak tahu

Langsung menangis(+)

Merah (+)

Nilai APGAR: tidak tahu

Kelainan Bawaan: tidak ada

Kesan :

Baik, tidak ada riwayat kejang pada anak ketika baru lahir.

g. Riwayat Perkembangan

Pertumbuhan gigi I : 7 bulan (normal: 5-9 bulan)

Psikomotor

Tengkurap : 3 bulan (normal: 3-4 bulan)

Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)

Berdiri : 11 bulan (normal: 9-12 bulan)

Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)

Bicara : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)

Baca dan Tulis : belum bisa

Kesan :

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia (normal)

h. Riwayat Makanan

Umur(Bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi Tim

0-2 ASI - - -

2-4 ASI - - -

4-6 ASI - - -

6-8 ASI+PASI + + -

8-10 ASI+PASI + + +

10-12 ASI+PASI + + +

6

Umur di atas 1 tahun

Jenis Makanan Frekuensi dan jumlah

Nasi/pengganti 2-3x/hari, 1 centong nasi

Sayur 3x/minggu

Daging 2x/bulan

Telur 3x/minggu

Ikan 1x/minggu

Tahu 2x/hari

Tempe 3x/hari

Kesimpulan riwayat makanan:tidak ada kesulitan, asupan cukup baik.

i. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG 1 bulan

DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan

CAMPAK - - 9 bulan

HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan

MMR - - -

TIFOID - - -

Kesan : imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap.

j. Riwayat Lingkungan Perumahan

Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya di perkampungan, rumah

dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai

keramik, berdinding tembok. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi

baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan

baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Tidak

terdapat orang yang mengeluh hal serupa dengan pasien.

Kesan : Cukup baik.

7

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum:

- Kesan sakit : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis (cengeng)

- Kesan gizi : gizi baik

b. Data Antropometri

Berat Badan : 13 kg Lingkar kepala : 48 cm (normal)

Tinggi Badan : 88 cm Lingkar lengan atas : 16 cm

Status gizi menurut WHO : gizi baik

Tanda Vital

- Frekuensi nadi :140x/ menit,regular, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri

- Tekanan darah : 95/65 mmHg

- Frekuensi napas : 36x/menit, tipe torako-abdomino, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2

- Suhu :36,8 ºC, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)

c. Kepala

- Bentuk : normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup dan datar

- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

- Mata : cekung+/+, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil

isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak

langsung +/+

- Telinga : normotia, liang telinga lapang, membran timpani sulit dinilai,

serumen -/-

- Hidung : bentuk simetris, deviasi septum (-), sekret (-), mukosa

hiperemis (-), nafas cuping hidung -/-

- Bibir : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering

(+), sianosis (-)

- Mulut : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi

merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah :

normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)

- Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus (-), faring

tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)

8

d. Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid

maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun

KGB, trakea teraba di tengah

e. Thoraks

- Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada

pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal,

pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB

aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding

dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis

kiri, pulsasi abnormal (-)

- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris

kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba

ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat

- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal

- Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi

jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm

linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-)

f. Abdomen

- Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut

maupun benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)

- Palpasi : supel dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran

organ, nyeri tekan (-), turgor kulit baik

- Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-)

- Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 5x / menit

g. Anogenitalia : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret

(-), fissura ani (-)

h. KGB :

- Preaurikuler : tidak teraba membesar

- Postaurikuler : tidak teraba membesar

- Submandibula : tidak teraba membesar

- Supraclavicula : tidak teraba membesar

- Axilla : tidak teraba membesar

- Inguinal : tidak teraba membesar

9

i. Anggota Gerak

Kanan Kiri

Akral hangatTangan (+) (+)

Kaki (+) (+)

Tonus ototTangan Normotonus Normotonus

Kaki Normotonus Normotonus

SendiTangan Aktif Aktif

Kaki Aktif Aktif

Capillary

refill time

Tangan <2 detik <2 detik

Kaki <2 detik <2 detik

Refleks

fisiologis

Tangan (+) (+)

Kaki (+) (+)

Refleks

patologis

Tangan (-) (-)

Kaki (-) (-)

Lain – lain Oedem (-) (-)

j. Kulit : warna sawo matang merata, tidak anemis, tidak ikterik,

tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 2

detik, petechie (-)

k. Tulang Belakang : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

STATUS NEUROLOGIS

a. Rangsang meningeal

Kaku kuduk(-)

Refleks neurologis:

Kanan Kiri

Kernig > 135° > 135°

Laseq (-) (-)

Brudzinski I (-) (-)

Brudzinski II (-) (-)

b. Saraf cranialis

- N. I (Olfaktorius) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius) : Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+

10

- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- N. V (Trigeminus) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

Sensorik:

- cabang oftalmik : tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- cabang maksilaris : tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- cabang mandibularis : tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- N. VII (Facialis) : Wajah simetris,

Motorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan

Sensorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- N. XI (Aksesorius) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

- N. XII (Hipoglosus) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

DERAJAT DEHIDRASI ( berdasarkan MAURICE KING SCORE)

- Keadaan Umum: cengeng= 1

- Turgor kulit: baik = 0

- Mata: sedikit cekung = 1

- Ubun-ubun besar: datar = 0

- Mulut: kering = 1

- Denyut nadi: 140 = 1

Kesan : Jumlah skor 4 = Dehidrasi sedang

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 6 Oktober 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

HEMATOLOGI RUTIN

LED

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

Basofil

25 mm/jam

6,6 ribu/μL

11,8 g/dL

36 %

283 ribu/ μL

1 %

0-10

5,5-15,5

10,8-12,8

35-43

229-553

0-1

11

Eosinofil

Netrofil batang

Netrofil segmen

Limfosit

Monosit

KIMIA DARAH

Gula Darah Sewaktu

ELEKTROLIT

Natrium

Kalium

Klorida

0 %

1 %

50 %

48 %

14 %

118 mg/dL

130 mmol/L

3,0 mmol/L

98 mmol/L

1-5

3-6

25-60

25-50

1-6

33-111

135-155

3,6-5,5

98-109

V. RESUME

Pasien seorang anak perempuan berusia 2 tahun 6 bulan datang dengan keluhan

kejang sejak ±14 jam SMRS. Kejang 3x,seluruh tubuh kelojotan, ±1-2 menit,keluar cairan

berbusa dari mulut pasien warna bening,jumlah sedikit, lidah tidak tergigit, kepala tidak

terbentur saat kejang berlangsung.Setelah kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari

tidurpasien langsung menangis.

Sejak 1 hari SMRS pasien demam (+) mendadak tinggi disertai BABcair yang

berlangsung 5-6 kali sehari, volume ± ½ gelas aqua, cair dengan sedikit ampas, berwarna

kuning, terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau.Nafsu makan pasien menurun

semenjak sakit.

Pada pemeriksaan fisik saat pasien sudah di rawat inap didapatkan Keadaan umum

Tampak Sakit Sedang, tampak rewel, status gizi baik, tinggi normal, T:36,8 ºC, N:

140x/menit,P: 36x/menit,mata cekung +/+, bibir kering (+).Dari pemeriksaan Laboratorium

didapatkan:Leu: 6,6 rb/uL, LED: 25 mm/jam, monosit: 14%, Natrium: 130mmol/L Kalium:

3,0 mmol/L.

VI. DIAGNOSIS BANDING

1) Kejang:

1. Kejang Demam Kompleks

2. Epilepsi

12

2) Diare:

1. Diare Akut dengan Dehidrasi sedang et causa infeksi virus

2. Diare Akut dengan Dehidrasi sedang et causa infeksi bakteri

VII. DIAGNOSIS KERJA

1. Kejang Demam Kompleks et causa Diare Akut infeksi virus

2. Diare Akut dengan Dehidrasi Sedang et causa infeksi virus

VIII.ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) EEG

2) Feses Lengkap

3) Cek ulang darah rutin

IX. PENATALAKSANAAN

a. Non Medikamentosa:

1) Tirah baring

2) Observasi tanda-tanda vital

3) Feses ditampung

b. Medikamentosa:

- Rawat inap

- IVFD RL3 cc/kgBB/jam

- Paracetamol 3x3/4 Cth

- Diazepam 2x5 mg bila suhu >390C

X. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad fungtionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

XI. FOLLOW UP

Tgl S O A P

8/9/13

RH-1

Bebas

demam 1

hari

-Kejang (-)

-Demam(-)

-Muntah (-)

-BAB cair

dengan

KU/KS: TSS,

rewel/CM

Kepala: normocephali,

UUB sudah menutup

Mata:

-Kejang Demam

Kompleks

-Diare Akut

Dehidrasi ringan

IVFD Asering 3

cc/kgBB/jam

Paracetamol 3x

3/4 Cth (bila

13

N:114x/m,

regular,isi

cukup,kuat,

equal

T:37,0 ºC

RR:32x /m

ampas, lendir

(+), darah (-),

2x/hari,

volume ± ½

gelas aqua.

- BAK kesan

cukup

- makan ↓/

minum baik

cekung(-/-),CA(-/-)

Hidung: NCH-/-, secret

-/-

Mulut: tonsil T1-T1,

uvula di

tengah,hiperemis(-),bibi

r kering(+)

Leher: KGB dan tiroid:

ttm, kaku kuduk (-)

Thorax: C/ BJI-II reg,

m(-),g(-)

P/ SNV+/+,rh-/-,wh-/-

Abdomen:supel, BU(+)

5x/menit,turgor baik

Ekstremitas: CRT< 2”

R. Fisiologis: +/+

R. Patologis: -/-

Defisit Neurologis (-)

MKS:2

suhu > 380C)

Diazepam 2 x

5mg (bila suhu

> 390C)

Zinkid 1x20mg

Lacto.B 1 x ½

sach

9/9/13

RH-2

Bebas

demam 2

hari

N:118x/m,

regular, isi

cukup, kuat,

equal

T: 36,6 ºC

RR: 38x /m

-Kejang (-)

-Demam (-)

-Muntah (-)

-BAB kental,

warna

kuning,

lendir (-)

darah (-),

1x/hari

- BAK kesan

cukup

- makan /

minum baik

KU/KS: TSS /CM

Kepala: normocephali,

UUB sudah menutup

Mata: cekung (-/-),CA

(-/-)

Hidung: NCH -/-, secret

-/-

Mulut: tonsil T1-T1,

uvula di

tengah,hiperemis (-),

bibir kering (-)

Leher: KGB dan tiroid:

ttm, kaku kuduk (-)

Thorax: C/ BJI-II reg,

-Kejang Demam

Kompleks

-Diare Akut

tanpa Dehidrasi

Venflon

Paracetamol 3x

3/4 Cth (bila

suhu > 380C)

Diazepam 2 x

5mg (bila suhu

> 390C)

Zinkid 1x20mg

Lacto.B 1 x ½

sach

14

m (-), g (-)

P/ SNV +/+, rh -/-, wh

-/-

Abdomen: supel, BU

(+) 5x/menit, turgor

baik

Ekstremitas: CRT< 2”

R. Fisiologis: +/+

R. Patologis: -/-

Defisit Neurologis (-)

MKS: 0

10/9/13

RH-3

Bebas

demam 3

hari

N:104x/m,

regular, isi

cukup, kuat,

equal

T: 36,5 ºC

RR: 32x /m

-Kejang (-)

-Demam (-)

-Muntah (-)

-BAB cair

(-), lembek

1x/hari

- BAK kesan

cukup

- makan /

minum baik

KU/KS: TSS /CM

Kepala: normocephali,

UUB sudah menutup

Mata: cekung (-/-),CA

(-/-)

Hidung: NCH -/-, secret

-/-

Mulut: tonsil T1-T1,

uvula di

tengah,hiperemis (-),

bibir kering (-)

Leher: KGB dan tiroid:

ttm, kaku kuduk (-)

Thorax: C/ BJI-II reg,

m (-), g (-)

P/ SNV +/+, rh -/-, wh

-/-

Abdomen: supel, BU

(+) 5x/menit, turgor

baik

Ekstremitas: CRT< 2”

R. Fisiologis: +/+

-Kejang Demam

Kompleks

-Diare

Akuttanpa

Dehidrasi

Venflon

Paracetamol 3x

3/4 Cth (bila

suhu > 380C)

Diazepam 2 x

5mg (bila suhu

> 390C)

Zinkid 1x20mg

Lacto.B 1 x ½

sach

Pasien boleh

pulang

15

R. Patologis: -/-

Defisit Neurologis (-)

MKS: 0

Tanggal 7 Oktober 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

FESES LENGKAP

Makroskopik

Warna

Konsistensi

Lendir

Darah

Mikroskopik

Leukosit

Eritrosit

Amoeba coli

Amoeba histolitika

Telur cacing

Pencernaan

Lemak

Amilum

Serat

Sel ragi

Cokelat

Cair

+

-

-

-

-

-

-

+

-

-

-

Cokelat

Lunak

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Tanggal 9 April 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

ELEKTROLIT

Natrium

Kalium

Klorida

140 mmol/L

3,9 mmol/L

106 mmol/L

135-155

3,6-5,5

98-109

Tanggal 10September 2013

16

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

HEMATOLOGI RUTIN

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

7,0 ribu/μL

12,3 g/dL

37 %

310 ribu/ μL

5,5-15,5

10,8-12,8

35-43

229-553

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

A. DEFINISI

1. Kejang

Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui

tentangseizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktifitas

listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-

saraf diotak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu.

Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran,

gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan

fenomenapsikologis lainnya.Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi

dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi

(ayan).Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang

tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh.Hal inilah yang lebih sering

dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari

seizure.1

2. Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.2-4

Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan-

batasan sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama. Menurut

ConsensusStatement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada

bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 3 bulan dan 5 tahun,

berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau

penyebab tertentu.2,3 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang

dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk

diagnosis kejang demam ialah 38ºC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang

tidak diketahui.2Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang

demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada

bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.5

18

B. EPIDEMIOLOGI

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan,

dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus merupakan kejang

demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23

bulan). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.4

C. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor

riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,

problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.4

Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali

rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih,

risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah

demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan

riwayat keluarga epilepsi.2-4

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur

4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam

pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun.Biasanya setelah

berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih

dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun.Kejang demam diturunkan secara

dominan autosomal sederhana.2

D. KLASIFIKASI

Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang

demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam

(epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif

epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya

kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.4

Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston

tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang

demam sederhana ialah:3

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

19

3. Kejang bersifat umum.

4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria

modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

Kejang kelompok ke-dua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan

timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.3

Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang menyeluruh

yang berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang dalam 24 jam.

2. Kejang demam kompleks(Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal (hanya

melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15 menit dan atau

berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang

demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.4,6,7

E. ETIOLOGI

Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran

pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.

Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak

begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.2-4

F. PATOFISIOLOGI

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang

anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat

terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat

terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat

terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat

20

meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang

disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.3

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang

yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38ºC sedangkan pada anak dengan ambang

kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40ºC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah

disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang

yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu

berapa penderita kejang.3

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak

menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15

menit) biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi

untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat

disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang

tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.3

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan

neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan

peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas

kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.3

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang

yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan

epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.3

G. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan

saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain.2-

4,8Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung

singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik,

klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata

terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang

tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.1,2-4,8

21

Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung

lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak

memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak

kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti

hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai

beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.

Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika

kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau

kejang menahun adalah kecil.4

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang

sebelumnya normal.Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini

biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau

fokal.Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam

sederhana.IQ lebih rendah ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung

lama dan mengalami komplikasi.Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar

apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.

H. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang

mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan

pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada

anak,yaitu:2,6-8

1. Pungsi lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk

menyingkirkan meningitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-

bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus

dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur

kurang dari 18 bulan. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal

yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:

a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).

b. mengalami complex partial seizure.

c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam

sebelumnya).

22

d. Kejang saat tiba di IGD.

e. Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1

jam setelah kejang demam adalah normal.

f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak

tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan

infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima

terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus

seperti itu pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.7

2. EEG

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak-normalan

gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam

yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis.3,4 Tidak ada penelitian yang

menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya

atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di

masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang

abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap

risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.1,3,4,8 EEG dapat memperlihatkan

gelombang lambat didaerah belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-

kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada

hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh

hari setelah serangan kejang.2 Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk

pasien kejang demam sederhana.2,7

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,

magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.

Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan

sekedar sebagai pemeriksaan rutin.6,7

4. Pemeriksaan Imaging

Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan:6

23

a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.

b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).

c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah

berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)

I. DIAGNOSIS BANDING

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan

apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat (otak). Kelainan

didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan

lain-lain.2 Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan

organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam

kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan

saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal.

Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar

dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh

demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam tinggi dapat

mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.2

J. PERJALANAN PENYAKIT

Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental dan

neurologis, berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari.

Mortalitas pada kejang demam sangat rendah, hanya sekitar 0,64-0,74%.2

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

sebelumnya normal. Peneliti lain melakukan penelitian retrospektif dan melaporkan

kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah

hemiparesis, disusul diplegia, koreoatetosis atau rigiditas serebrasi. Kelainan ini biasanya

terjadi pada pasien dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal.

11% pasien kejang menunjukkan hiperaktifitas walaupun tidak diberi pengobatan

fenobarbital.2

Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam

sederhana. Ellenberg dan Nelsonmelaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam

tidak berbeda dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang

demam.2 IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama

dan mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila

24

kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa

demam atau epilepsi berbeda-beda tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus

dan definisi. Sebagian peneliti melaporkan angka sekitar 2-5%.2

Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan bahwa

diantara 201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita kejang tanpa

demam (epilepsi), sedangkan diantara 297 pasien yang digolongkan epilepsi yang

diprovokasi oleh demam 276(93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal

mendapatkan angka epilepsi 2% pada kejang demam sederhana dan 30% pada kejang

demam atipikal. Di Indonesia, Lumban Tobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien

kejang demam menjadi epilepsi.2

Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak

dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang kemungkinan

terjadinya epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien yang tidak

mengalami berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:

1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan.

2) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara kandung.

3) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.

Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2 – 3%,

sedangkan apabila terdapat 2 dari 3 faktor diatas, kemungkinan menjadi epilepsi adalah

13%. Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam, yang paling

sering adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam yang lama

biasanya diikuti oleh epilepsi parsial kompleks. Sebanyak 30-35% pasien mengalami

berulangnya kejang demam. Sebagian besar hanya berulang 2- 3 kali kecuali pada 9-17%

kasus yang berulang lebih dari 3 kali. Setengahnya berulang dalam 6 bulan pertama dan

75% berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg melaporkan berulangnya kejang

demam pada 35% diantara 1706 pasien. Berulangnya kejang demam lebih sering bila

serangan pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50%. Bila

kejang demam pertama terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko berulangnya kejang

adalah 28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi. Anak

dengan perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga juga

lebih sering tmengalami berulangnya kejang demam.2

K. PENATALAKSANAAN

25

Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:

pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis

terhadap berulangnya kejang demam;3,4

1. Pengobatan fase akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk

mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi

terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan

dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan

pemberian antipiretik.3,4,9

Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang

diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah

akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intravena dan dalam

waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5

mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari

2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan

diazepam lagi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat

diberikan diazepam intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg

pada anak dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih

dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20

mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau

kurang dari 50 mg/kg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24 jam

setelah dosis awal.

Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan

pasien dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus diberikan

obat dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital

diberikan secara intramuskular dengan loadingdose. Dosis awal 10-20 mg/kg dan

dosis selanjutnya 4-8 mg/kg/hari. Diberikan 24 jam setelah dosis awal.

Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernapasan,

hipotensi, letargi dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau dengan ketat.

Diazepam juga mempunyai efek samping hipotensi dan depresi pernapasan,sebab itu

setelah pemberian fenobarbital dosis tinggi jangan diberikan diazepam.3,4,7,10

2. Mencari dan Mengobati Penyebab

26

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian

kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai

mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil

sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbar harus dilakukan pada

bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18

bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.2-4

3. Pengobatan profilaksis

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan

bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis,

yaitu:

a. Profilaksis intermiten pada waktu demam.

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan

orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada

pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal

yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak

mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam intermiten memberikan

hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan diazepam

intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari

10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien

menunjukkan suhu 38,50 ºC atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral

dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.

Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.2-4,7,10

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu efektif

karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat

diberikan. Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang

lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.11

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan)

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam

berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah

terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan

fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan

adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.2 Antikonvulsan terus

27

menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan

bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1

atau 2) yaitu:

a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan ( misalnya cerebralpalsy atau mikrosefal).

b. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan neurologis

sementara atau menetap.

c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.

d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang

multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka

panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan

diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.2-4

28

ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG12

5 – 15 menit

KEJANG

Perhatikan jalan napas, kebutuhanO2 atau

bantuan pernapasan

Bila kejang menetap 3-5 menit,

Diazepam rektal 0,5mg/kg

dosis 5 - 10 kg

> 10 kg : 10 mg rekta

Atau

Diazepam intravena dosis rata-rata

(0,2 – 0,5 mg/kg/dosis)

dapat diulang dengan dosis/cara yang sama

dengan interval 5 - 10 menit

15 – 20 menit Pencarian akses vena dan pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi

Kejang (-) Kejang (+)

Fenitoin IV (15 – 20mg/kg)

diencerkandgn NaCl 0,9% diberikan

selama 20-30 menit atau dengan

kecepatan 50mg/menit

> 30 menit: Status konvulsifus

Kejang (-) Kejang (+)

Dosis pemeliharaan Fenobarbotal IV/IM 10-20 mg/kg

29

FenitoinIV 5 – 7mg/kg

diberikan 12 jam kemudian

Kejang (-) Kejang (+)

Dosis pemeliharaan Perawatan Ruang Intensif

Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg Pentobarbital IV 5 – 15mg/kg

diberikan 12 jam kemudian bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg

L. RUJUKAN

Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:

1. Kejang demam kompleks

2. Hiperpireksia

3. Usia dibawah 6 bulan

4. Kejang demam pertama

5. Dijumpai kelainan neurologis

M. PROGNOSIS

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak

perlu menyebabkan kematian.3,4 Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka

kematian 0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang

berkisar antara 25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.3

Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi demam

lagi kira-kira 40-50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat apabila onsetnya

kurang dari umur 19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif, terdapat kelainan

neurologis (meskipun minimal), kejang awal gambarannya unilateral, kejang berhenti

lebih dari 30 menit atau berulang karena penyakit yang sama.1

Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, lennox-Buchtal

(1973) mendapatkan:1

30

- Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan

pria 33%.

- Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya

kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang adalah

25%.

Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam sederhana

hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh

demam ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang

anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:

a. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.

b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang

demam.

c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari

akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya

terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam

hanya 2-3% saja (Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).

N. PENCEGAHAN

Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian

besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat

anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang

demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.

Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat menderita

demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid Dua.

Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-3.

2. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua. BP.

IDAI. Jakarta: 2000; hal 244-51.

3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian IKA

FK UI. Jakarta: 1985; hal 847-55.

4. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran.

Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; hal 434-7.

5. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592-8

6. Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan

Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004; hal 210-1.

7. Febrile Sizure. 2002. Pada laman

http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics. Diakses pada tanggal

15 September 2013

8. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC.

Jakarta: 1999;hal 575-8

9. Infants and children: Acute Management of Seizures. Edisi kedua. 2004. Pada laman

www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf. Diakses pada

tanggal 15 September 2013

10. Prodigy Guidance Convulsion. 2001. Pada Lamanhttp://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?

gt=febrile%20convulsion. Diakses pada tanggal 15 September 2013

11. Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure. Practice

Parameter: Long Term Treatment of The Child with Simple Febrile Seizure. Pediatrics.

1999; 103:1307-9.

12. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak.

Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; hal 252

32