33
Case Report IKTERUS NEONATORUM Oleh : Herlin Pramita 07120029

Case Ikterik Mita

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ikterik

Citation preview

Page 1: Case Ikterik Mita

Case Report

IKTERUS NEONATORUM

Oleh :

Herlin Pramita

07120029

Preseptor :

Dr. Eka Agustia Rini, Sp.A(K)

Page 2: Case Ikterik Mita

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RS DR. M DJAMIL

PADANG

2012

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Ikterus Neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan

ikterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.

Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah

sebesar 5-7 mg/dl. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2

mg/dL (>17 μmol/L).2

2.2 KLASIFIKASI

Hiperbilirubinemia terbagi atas fisiologis (Excessive Physiological Jaundice) dan

patologis(Non Physiological Jaundice).2Secara umum, setiap neonatus mengalami

peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya

dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir

sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5

kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama

setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan

bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.3

1

Page 3: Case Ikterik Mita

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain.

Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi

pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu.

Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4

dan 5 setelah lahir.

Pada kebanyakan bayi, masalah ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan.

Ikterus masih dianggap dalam fase normal jika:3

- Pada BBL kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama kehidupannya >2

mg/dl

- Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan susu formula, kadar bilirubinnya sebanyak

6-8 mg/dl

- Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan ASI, kadar bilirubinnya sebanyak 7-14

mg/dl

- Pada bayi kurang bulan yang mendapatkan susu formula, kadar bilirubinnya sebesar

10-12 mg/dl

Gambar 1. Normogram Bhutani2

Disebut sebagai hiperbilirubinemia patologis apabila kadar serum bilirubin terhadap

usia neonatus > 95‰ sesuai standar Normogram Bhutani.2Ikterus juga dapat dicurigai non

2

Page 4: Case Ikterik Mita

fisiologis jika terjadi sebelum 24 jam kehidupan bayi, terjadi peningakatan total bilirubin

serum > 0,5 mg/dl/jam, disertai tanda-tanda penyakit lain seperti muntah, letargi, bayi malas

menyusu, penurunan berat badan, apneu, takipneu, dan suhu yang tidak stabil. Ikterus

patologis biasa terjadi lebih dari 8 hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari pada

bayi kurang bulan serta ikterus yang memerlukan fototerapi.3,4

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice, yaitu early

(berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI).

Early neonatal jaundice (breast feeding jaundice/ BFJ) ialah Ikterus yang

disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama.Biasanya timbul

pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak.Bayi mengalami kekurangan asupan

makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan

tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah

menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan

peningkatan sirkulasi enterohepatik.8

Late neonatal jaundice (breast milk jaundice/ BMJ) mempunyai karakteristik kadar

bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung

lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa

ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan

pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang

disusukannya. Selain itu, ikterus karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi

mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan

terjadi ikterus).

2.3 EPIDEMIOLOGI

Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan

Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada

bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar

bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan.1

RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar

bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan

dilakukan pada hari 0, 3, dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan

ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan

pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan

3

Page 5: Case Ikterik Mita

56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus

yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.1

2.4 METABOLISME

1. Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen Kristal berwarna jingga kekuningan yang sebagian besar

merupakan bentuk akhir dari katabolisme heme melalui proses reaksi oksidari-reduksi, dan

sedikit dari heme bebas ataupun proses eritropoesis yang tidak efektif. Dengan bantuan

enzim heme oksigenase yang banyak di sel hati, heme diubah menjadi biliverdin, karbon

monoksida yang akan dieksresikan melalui paru, dan zat besi yang akan digunakan untuk

pembentukan hemoglobin lagi. Biliverdin yang bersifatnya larut dalam air kemudian akan

mengalami reduksi oleh enzim biliverdin reduktase menjadi bilirubin. Bilirubin ini bersifat

lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut, sehingga

untuk mengekresikannya diperlukan proses tranportasi dan eliminasi.3

Satu gram hemoglobin menghasilkan 34 mg bilirubin.Pada bayi baru lahir tiap harinya

dibentuk 8-10 mg/kgbb, lebih banyak dari orang dewasa yang hanya menghasilkan 3-4

mg/kgbb/hari. Hal ini disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi lebih pendek yaitu berkisar

antara 70-90 hari, adanya peningkatan jumlah dari degradasi heme, turn over sitokrom yang

tinggi, serta besarnya reabsorbsi bilirubin di usus.4

2. Transportasi Bilirubin

Bilirubin yang terbentuk pada system retikuloendotelial, akan dilepaskan ke sirkulasi. Di

sini, bilirubin akan berikatan dengan albumin. Ikatan ini merupakan zat non polar dan tidak

larut dalam air, yang kemudian akan dibawa ke sel hati. Bilirubin yang terikat dengan

albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik.2,7

Albumin mempunyai afinitas yang tinggi, sehingga obat-obatan yang bersifat asam

seperti penisilin dan sulfonamid akan mudah menempati perlekatan utama antara albumin

dan bilirubin. Obat golongan ini bersifat kompetitor. Sedangkan obat-obatan lain yang dapat

menurunkan afinitas albumin, dapat melepaskan ikatan albumin-bilirubin, seperti digoksin,

gentamisin, furosemide, dll.2,3,4

3. Asupan Bilirubin/ Bilirubin Intake

4

Page 6: Case Ikterik Mita

Saat ikatan albumin-bilirubin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin akan

terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransport melalui sel membrane

yang berikatan dengan ligandin (protein Y). Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang

masuk ke sirkulasi, dari sintesis de novo, sirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar

jaringan,pengambilan bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin, akan menentukan

konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak

normal.3,7

4. Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air di

reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diposphat glukuronil transferase

(UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan mengubah formasi bilirubin menjadi bilirubin

monoglukoronida. Kemudian zat ini akan di konjugasikan kembalimenjadi bentuk bilirubin

diglukoronida dengan bantuan enzim monoglukoronida. Enzim ini akan menyatukan dua

molekul bilirubin monoglukoronida untuk menghasilkan satu molekul bilirubin

diglukoronida.5,7

Pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi aktifitas enzim monoglukoronida. Namun

setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi bilirubin yang masuk ke

hati, sehingga konsentrasi bilirubin serum akan turun. Kapasitas kerja enzim ini akan sama

dengan orang dewasa pada hari ke 4 kehidupan bayi.3

5. Eksresi Bilirubin

Bilirubin yang terkonjugasi akan dieksresikan melalui kandung empedu sebelum di

keluarkan ke saluran cerna. Saat mencapai usus halus, bilirubin terkonjugasi akan diubah

oleh bakteri usus menjadi bentuk urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini akan

dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim β-glukoronidase agar

dapat diresorbsi dan kembali ke hati untuk dikonjugasikan lagi, yang disebut sirkulasi

enterohepatik. Sekitar 5 % urobilinogen akan dialirkan ke ginjal. Saat terpapar dengan udara

di dalam urin, urobilinogen akan teroksidasi menjadi urobilin, yang akan mewarnai urin.

Sedangkan urobilinogen yang tidak terserap di usus, akan dibuang melalui feses melalui

reaksi oksidasi menjadi sterkobilin, suatu produk yang tidak dapat direabsorbsi kembali dan

akan mewarnai feses.3,5

5

Page 7: Case Ikterik Mita

Gambar 2. Metabolisme Pemecahan Hemoglobin dan Pembentukan Bilirubin5

2.5ETIOLOGI

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan

oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Produksi yang berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab

tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan, disebut ikterus hemolitik.6

a. Hemolytic Disease of the Newborn (HDN)

HDN atau erythroblastosis fetalis merupakan suatu penyakit darah yang terjadi

apabila tipe darah si ibu dan anak tidak kompatibel. Jika tipe darah bayi masuk ke darah si

ibu sewaktu dalam kandungan atau sewaktu kelahiran, sistem imun si ibu akan melihat darah

bayi sebagai suatu bahan dari luar dan akan menghasilkan antibodi untuk menyerang dan

menghapuskan sel darah merah bayi.10 Keadaan ini akan mengakibatkan komplikasi dari

ringan ke berat. Sistem imun ibu menyimpan antibodi yang dihasilkannya tadi dan jika

terjadi inkompatibilitas lagi, hal yang sama akan terjadi kepada sel darah merah bayinya.

Oleh karena itu, HDN sering terjadi pada ibu yang mengandung kedua kalinya atau

kandungan setelah yang pertama, atau juga setelah keguguran atau aborsi.Inkompatibilitas

Rh lebih sering terjadi daripada ABO. Tiga kali lebih rentan pada bayi Kaukasia

dibandingkan bayi Afrika-Amerika.6,7

6

Page 8: Case Ikterik Mita

Hemolytic Disease of the Newborn dipengaruhi oleh golongan darah ABO dan

Rhesus ibu, sehingga dibedakan atas:

1. Inkompatibilitas Rh

HDN yang selalu terjadi apabila ibu dengan Rh-negatif mengandung anak Rh-positif

karena berasal dari ayah yang Rh-positif.Ibu dengan Rh (-) dapat terpapar dengan antigen

Rh melalui transfusi fetomaternal.Pada paparan pertama, sebanyak 0.1 ml darah Rh (+)

sudah dapat memicu terbentuknya anti-Rh, yang sebagian besar berupa IgG.Terjadinya

sensitisasi ulang memicu terbentuknya lebih banyak IgG. IgG tersebut dapat melewati

plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin, sehingga sel-sel eritrosit janin

akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan

hemolisis. Hemolisis yang terjadi pada inkompatibilitas Rh lebih berat terjadi pada

kehamilan berikutnya setelah terjadi sensitisasi.8,9

2. Inkompatibilitas ABO

Tidak selalu terjadi. HDN ini terjadi bila seorang ibu dan bayinya mempunyai tipe darah

yang tidak sama. Misalnya pada ibu dengan golongan darah O yang mendapat sensitisasi

maternal oleh antigen A atau B janin, akan memproduksi anti-A dan anti-B berupa IgG.

Antibodi itu dapat menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi janin sehingga menimbulkan

hemolysis.8,9

b. Defisiensi G6PD (Glucose 6 Phosphat Dehydrogenase)

Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim tersering pada manusia, yang terkait

kromosom sex (x-linked). Kelainan dasar biokimiadefisiensi G6PD disebabkan mutasi pada

gen G6PD. Peranan enzim G6PD dalam mempertahankan keutuhan sel darah merahserta

menghindarkan kejadian hemolitik, terletak pada fungsinya dalam jalur pentosa fosfat 13.Sel

darah merah membutuhkan suplai energi secara terus menerus untuk mempertahankan

bentuk, volume, kelenturan dan menjaga keseimbangan potensial membran melalui regulasi

pompa natrium-kalium.Fungsi enzim G6PD adalah menyediakan NADPH yang diperlukan

untukmembentuk kembali GSH, yang berfungsi menjaga keutuhan sel darah merahsekaligus

mencegah hemolitik .10

c. Defisiensi Piruvat Kinase

7

Page 9: Case Ikterik Mita

Defisiensi piruvat kinase, walaupun jarang,merupakan defisiensi enzim kedua

tersering.Penyakit ini diwariskan sebagai sifat resesif autosom.Ghidini dan Korker (1998)

mewakili sekitar 95% dari kelainan enzim selain defisiensi G6PD.Enzim ini melisis

perubahan 2 fosfoenol piruvat menjadi piruvat dan merupakan tahap akhir pembentukan

energy pada jalur glikolitik.Efek defisiensi pada sel-sel darah merah tua yang tidak memiliki

kemampuan metabolic fosfoliperasi oksidatif yang merupakan sumber utama pembentukan

energi untuk sel darah merah non retikulosit.tahap ini berkaitan dengan pembentukan ATP.

Sel-sel dengan defisiensi pirufat kinase lebih mudah dihancurkan dilimpa dan pasien

mengalami anemia hemolitik kronis yang ditandai dengan meningkatnya hemolisi dan

peningkatan bilirubin indirek.5,

d. Penyakit Hemolitik Karena Kelainan Eritrosit Kongenital

Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai

erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya

negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah thalasemia, anemia sel sabit (sicle-

cell anemia), dan sferositosis kongenital.Pada pasien sferositosis terdapat peningkatan

fragilitas eritrosit oleh karena itu waktu daya tahan hidup eritrosit menurun. Pada pasien ini

mengalami ikterus ringan, jika waktu hemolisis cepat biasanya disertai meningkatnya ikterus

awitan yang cepat.5,

e. Darah Ekstravaskuler

Dapat berupa ptekie, hematoma, perdarahan pulmonal dan cerebral. Darah yangdipecah

oleh makrofag di luar sirkulasi akan meningkatkan produksi bilirubin I. Biasanya jarang

menunjukkan anemia yang berarti maupun retikulosis. Tertelannya darah ibu selama proses

kelahiran juga dapat menyebabkan icterus neonatorum. Darah ini akan di katabolisme di

dalam mukosa intestinal sehingga menjadi sumber bilirubin tambahan.6

f. Polisitemia

Banyaknya jumlah darah merah akan meningkatkan jumlah produksi

bilirubin. Polisitemia biasanya diikuti dengan hiperviskositas yang akan menambah beban

karena akan mengganggu perfusi dari sinusoid-sinusoid hepar.7 Polisitemia sering terjadi

karena:

1. Hipoksia Janin

8

Page 10: Case Ikterik Mita

Kekurangan oksigen pada janin merangsang pembentukan sel darah merah, sehingga

meningkatkan produksi bilirubin.7

2. Transfusi Maternal-Fetal

Dalam perdarhan transplasental ibu-janin, darah bayi memiliki hemoglobin dewasa > 30%

atau konsentrasi IgA yang tinggi untuk usianya. Hal ini menyebabkan peningkatan destruksi

eritrosit.6

3. Transfusi Fetofetal

Terjadi pada bayi kembar. Kecurigaan akan adanya transfuse fetofetal dipikirkan bila berat

badan bayi berbeda secara signifikan. Salah satu akan menderita anemia, dan yang lain akan

mengalami polisitemia.

g. Peningkatan Sirkulasi Enterohepatik

Dapat terjadi pada obstrusksi di saluran cerna atau penurunan peristaltic usus. Hal ini akan

meningkatkan reabsorbsi bilirubin dan menurunkan jumlah bilirubin yang akan dikeluarkan

melalui feses. Biasa terjadi pada pengeluaran meconium yang terlambat.7

2. Gangguan Dalam Ekskresi

Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional

maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena

bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih,

sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan

urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin

terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan

kadar alkali fostafe dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan

garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang

diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan

dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga

muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini

merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus

obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau

kolangiola) atau ekstra hepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada ke dua keadaan

ini terdapat gangguan biokimia yang sama.4,5

3. Gangguan Kombinasi

9

Page 11: Case Ikterik Mita

a. Infeksi Prenatal dan Perinatal

Dapat berupa toksoplasmosis, rubella, penyakit sitomegalovirus, herpes simpleks,

sifilis, dan hepatitis.Semua infeksi ini dapat ditularkan melalui plasenta, dan sebagian

diantaranya juga didapat saat persalinan. Infeksi prenatal dapat meningkatkan kadar IgM

darah dan menghambat pertumbuhan janin. Bayi dengan infeksi tersebut dapat mengalami

hepatosplenomegali, anemia hemolitik, trombositopenia, dan trauma hepatoseluler. Semua

hal tersebut akan meningkatkan jumlah bilirubin.6

b. Sepsis

Peningkatan bilirubin I pada sepsis terjadi karena proses inflamasi yang akan

merusak sel darah merah dan gangguan konjugasi oleh kerusakan hepar. Peningkatan

bilirubin II pada sepsis dihubungkan dengan kolestasis, yang dapat terjadi karena sumbatan

pada jalur pengeluaran bilirubin terkonjugasi oleh inflamasi.7

c. Ikterus Pada Bayi dengan Ibu Diabetes

Dapat disebabkan oleh peningkatan sirkulasi enterohepatal, polisitemia, masalah

pada konjugasi bilirubin. Proses konjugasi melebihi kapasitas hepar untuk mengeksresikan

bilirubin terkonjugasi karena kecepatan produksi bilirubin yang sangat tinggi.6

2.6 PEMERIKSAAN FISIK

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa

hari kemudian.Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan

terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang

kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi

apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.12

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan

jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis

dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan

kemungkinan penyebab ikterus tersebut.12

Dari pemeriksaan fisik, penentuan perkiraan kadar bilirubin dapat dilakukan menurut

kriteria Kramer, yaitu: 2

Derajat

IkterusDaerah Kkterus

Perkiraan Kadar

Bilirubin

I Kepala dan leher 5,0 mg%

10

Page 12: Case Ikterik Mita

II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%

III

Sampai badan bawah (di bawah

umbilikus) hingga tungkai atas (di atas

lutut)

11,4 mg/dl

IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl

V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

Tabel 2. Kriteria Kramer

2.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total, direk, dan indirek) harus dilakukan pada

neonatus yang mengalami ikterus.Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi

yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat.Namun pada bayi yang

mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi

sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin.Pemeriksaan serum

bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar

bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar

ataukah tranfusi tukar.3,4,

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab

ikterus antara lain:

1. Golongan darah

2. Coombs test

3. Darah lengkap dan hapusan darah

11

Page 13: Case Ikterik Mita

Pemeriksaan hapusan darah diperlukan untuk membedakan kelainan hemolitik.11

4. Hitung retikulosit

Jumlah retikulosit yang > 6% setelah tiga hari kehidupan bayi, biasanya menandakan

proses hemolitik yang abnormal.11

5. Skrining G6PD

6. ETCOc (End Tidal Carbon Monoxide Concentration)

2.8PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan

kern-ikterus/ ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi.

Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi

bilirubin dapat lebih cepat berlangsung.

Prinsipnya dalam penanganan ikterus ada 3 cara untuk mencegah dan

mengobati,yaitu:2,12

a. Mempercepat metabolisme dan pengeluran bilirubin

b. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksikagar dapat dikeluarkan

melalui ginjal dan usus,misalnya dengan terapi sinar (photo terapi)

c. Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah, yaitu denga tranfusi tukar darah

Tabel 3. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin11

Usia

Terapi sinar Transfusi tukar

Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko*

mg/

dL

μmol/

L mg/dL μmol/L mg/dL

μmol/

L mg/dL

μmol/

L

Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260

Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340

Hari 4 dst 20 340 17 290 30 510 20 340

Indikasi transfus tukar:6

12

Page 14: Case Ikterik Mita

a. Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar

bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20 mg%

b. Pada bayi prematur tranfusi tukar darah dapat diberikan

walaupun kadar albumin kurang dari 3,5 gram per 100 ml.

c. Pada kenaikan yang cepat nilirubin tidak langsung serum

bayi pada hari pertama (0,3–1 mg% per jam). Hal ini terutama terdapat pada

inkompatibilitas golongan darah.

d. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda

dekompensasi jantung.

e. Bayi penderita icterus dan kadar hemoglobin darah tali

pusat kurang dari 14 mg% dan Coombs test langsung positif.

2.9 KOMPLIKASI

Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka akan terjadi

penyakit kernikterus. Kernikterus adalah suatu sindrom neurologik yang timbul sebagai

akibat penimbunan tak terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kerikterus dapat

menimbulkan kerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan mental

dan gangguan tingkah laku.2,5

Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg% sering

keadaan berkembang menjadi kernicterus. Pada bayi prematur batasnya ialah 18 mg%,

kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neomatus yang menderita

asidosis dan hipoglikemia, kernicterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin <16mg%.

Pencegahan kernicterus ialah dengan melakukan transfusi tukar darah bila kadar bilirubin I

mencapai 20mg% .2,5

2.10 PROGNOSIS

Prognosistergantung pada penyebab utama ikterik.Biasanya baik jika ditangani

secara tepat dan cepat. Namun jika komplikasi telah terjadi, prognosis memburuk.5

BAB II

ILUSTRASI KASUS

13

Page 15: Case Ikterik Mita

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. LM

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anak ke : 2

Umur : 26 hari

Alamat : Komp. Taruko I Blok Z No. 15

Keluhan Utama

Demam sejak usia 2 hari

Riwayat Penyakit Sekarang

Neonatus berat badan lahir cukup 3.000 gram, lahir spontan (lama di jalan lahir),

ditolong bidan, cukup bulan, A/S 7/9 (partus luar), ibu baik, ketuban jernih.

Mulut tampak mencong sejak lahir.

Demam sejak 2 hari yang lalu, tinggi, tidak terus menerus, tidak menggigil.

Anak tampak kuning sejak 2 hari yang lalu, makin lama makin bertambah sampai

paha.

Anak kurang mau menyusu sejak 1 hari yang lalu.

Kejang 10 menit yang lalu, 3 kali, 30 detik – 1 menit, kejang pada tangan dan kaki

kiri.

Tidak tampak pucat, kebiruan tidak ada, sesak nafas tidak ada.

Muntah tidak ada, injeksi vitamin K sudah diberikan.

Anak mendapat susu formula melalui dot ± 8 kali, 5-10 cc/hari.

Riwayat Kehamilan Ibu :

Riwayat ibu sering demam selama hamil tidak ada

Riwayat ibu keputihan yang banyak, berbau, warna kehijauan tidak ada

Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol

Kualitas dan kuantitas makanan baik

Kehamilan cukup bulan

Kontrol teratur ke bidan

14

Page 16: Case Ikterik Mita

Riwayat Persalinan :

Persalinan dipimpin oleh bidan. Lahir spontan. Kelahiran tunggal, kondisi saat lahir

hidup dengan Apgar Skor 7/9.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : cukup aktif

Frekuensi jantung : 150 x /menit

Frekuensi nafas : 46 x/ menit

Suhu : 39,4 oC

Panjang badan : 47 cm

Berat badan : 2.700 gr

Sianosis : tidak ada

Ikterik : ada

Pemeriksaan Sistematik :

Kepala :

- Ubun-ubun besar : 2,5 x 2,5 cm

- Ubun-ubun kecil : 0,5 x 0,5 cm

- Jejas persalinan : tidak ada

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : nafas cuping hidung tidak ada

Mulut : sianosis sirkum oral tidak ada, tampak mencong saat menangis

Leher : tidak ditemukan kelainan

Toraks : Bentuk : normochest, retraksi tidak ada

Jantung : irama teratur, bising tidak ada

Paru : bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Abdomen : Permukaan : datar

Kondisi : lemas

Hati : 1/4x1/4

Limpa : S0

Tali pusat : tidak hiperemis

15

Page 17: Case Ikterik Mita

Umbilikus : tidak ditemukan kelainan

Genitalia : testis desensus bilateral

Ekstremitas : Atas : akral hangat, perfusi baik, spastik (+)

Bawah : akral hangat, perfusi baik, spastik (+)

Kulit : ikterik sampai paha

Anus : ada

Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan

Refleks neonatal

Moro : +

Rooting : +

Isap : +

Pegang : +

Ukuran :

Lingkaran kepala : 35 cm

Lingkaran dada : 31 cm

Lingkaran perut : 29 cm

Simpisis-kaki : 20 cm

Panjang lengan : 21 cm

Panjang kaki : 22 cm

Kepala-simpisis : 27 cm

Pemeriksaan penunjang :

Golongan darah:

- Golongan darah ibu O Rhesus +

- Golongan darah bayi A Rhesus +

- Comb test positive

Bilirubin

- Bilirubin total :17, 26 mg/dl

- Bilirubin I : 16, 91 mg/dl

- Bilirubin II : 0,35 mg/dl

Diagnosa akhir

16

Page 18: Case Ikterik Mita

NBBLC BBL 3260 gr, panjang badan 48 cm

Lahir operasi per abdominal atas indikasi oligohidramnion

Nilai apgar saat lahir 8/9

Cukup bulan, ibu baik, ketuban jernih

Kelainan kongenital tidak ada

Jejas persalinan tidk ada

Penyakit sekarang ikterus neonatorum grade IV ec. Inkompatibilitas ABO.

Terapi

- Asi OD

- Terapi sinar

Follow up

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT TATALAKSANA

23 juli 2012 Pasien pindahan dari Embun Pagi dengan

keterangan ikterus neonatorum grade IV ec. Susp

inkompatibilitas ABO.

ASI OD

Keadaan saat diterima :

S/ : demam ada

Kuning ada, sampai paha

Anak menyusu kuat pada ibu

sesak napas tidak ada  Ampicillin Sulbactam 2 x

150 mg iv

  kejang tidak ada  Gentamicin 1x 16 mg iv

  BAK dan mekonium sudah keluar Foto terapi

  O/ :Aktif

  HR 144 x/ menit, RR 40 x /menit, T 38 oC

  Nafas cuping hidung (-), retraksi (-)

  Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera

Ikterik

  Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama

teratur, bising (-), pulmo :

bronkhovesikuler, ronkhi (-),

wheezing (-)

 

17

Page 19: Case Ikterik Mita

  Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal  

   Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik  

 

  Ks/ : Ikterus neonatorum grade IV ec. Susp

inkompatibilitas ABO

 

 

 

 

 24 juli 2012 S/ : demam tidak ada

Kuning ada, sampai paha

Anak menyusu kuat pada ibu

ASI OD

  sesak napas tidak ada

  kejang tidak ada

  BAK dan BAB biasa  Ampicillin Sulbactam 2 x

150 mg iv

  O/ :Aktif  Gentamicin 1x 16 mg iv

  HR 140 x/ menit, RR 41 x /menit, T 36,8 oC Foto terapi

  Nafas cuping hidung (-), retraksi (-)

  Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera

Ikterik

 

  Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama

teratur, bising (-), pulmo :

bronkhovesikuler, ronkhi (-),

wheezing (-)

 

  Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal  

   Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik  

 

Ks/ : Ikterus neonatorum grade IV ec.

inkompatibilitas ABO

 

25 juni 2012 S/ : demam tidak ada

Kuning berkurang

Anak menyusu kuat pada ibu

ASI on demand

sesak napas tidak ada

18

Page 20: Case Ikterik Mita

kejang tidak ada

BAK dan BAB biasa

O/ :Aktif  Ampicillin Sulbactam 2 x

150 mg iv

HR 145 x/ menit, RR 40 x /menit, T 37 oC  Gentamicin 1x 16 mg iv

Nafas cuping hidung (-), retraksi (-)

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera

Ikterik

Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama

teratur, bising (-), pulmo :

bronkhovesikuler, ronkhi (-),

wheezing (-)

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

 Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Ks/ : perbaikan

26 juli 2012 S/ : demam tidak ada

Kuning membayang sampai dada

Anak menyusu kuat pada ibu

ASI on demand

sesak napas tidak ada  Ampicillin Sulbactam 2 x

150 mg iv

kejang tidak ada  Gentamicin 1x 16 mg iv

BAK dan BAB biasa

O/ :Aktif

HR 141 x/ menit, RR 44 x /menit, T 37 oC

Nafas cuping hidung (-), retraksi (-)

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera

Ikterik

Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama

teratur, bising (-), pulmo :

bronkhovesikuler, ronkhi (-),

wheezing (-)

19

Page 21: Case Ikterik Mita

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

 Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Ks/ : perbaikan

BAB III

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang neonatus laki-laki umur 3 hari pindahan dari Embun Pagi

RSUP. DR. M. Djamil Padang tanggal 22 Juli 2012 dengan keluhan kuning hampir seluruhh

badan sejak usia 2 hari. Didiagnosis dengan ikterus neonatorum grade IV ec.

Susp.Inkompatibilitas ABO.. Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan anamesis dan

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis yang didapatkan anak kuning sejak usia dua hari, kuning

hampir seluruh badan, anak pertama, dan ibu mengaku mempunyai golongan darah O,dari

riwayat kehamilan dan persalinan, ibu mslahirkan dengan cara operasi per abdominal atas

indikasi oligohidramnion, tidak mengkonsumsi obat-obatan,alkohol,tidak merokok,

makanan kuantitas dan kualitas baik, memeriksakan kehamilan teratur ke dokter spsialis

kandungan dan kebidanan, kehamilan cukup bulan. Kelahiran tunggal, kondisi saat lahir

hidu dengan nilai APGAR 8/9. Keadaan ibu baik,ketuban jernih, penyakit anak tidak ada.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan berat badan 3260 gr, panjang 48 cm,

demam tidak ada, ikterik tidak ada, kejang tidak ada, dTatalaksana awal yang dilakukann

pasien dirawat gabung dengan ibu di Embun pagi. Hari ke dua setelah lahir pasien terlihat

kuning sampai paha, berdasarkan Kriteria Kramer termasuk ikterus neonatus grade IV dan

dari hasil pemeriksaan golongan darah ibu dan bayi didapatkan golongan darah ibu O rhesus

+ dan golongan darah bayi A Rhesus + dengan comb +. Pada pasien ini diberikan terapi

antibiotik profilaks. Antibiotik yang diberikan adalah Ampicilin sulbactam 2x150 mg, dan

Gentamycin 1x16 mg. Dan di terapi sinar.makan pasien tetap dilanjutka dengan ASI OD.

Setelah 2 kali di foto terapi pasien mengalami perbaikan, kuning pasien sudah

terlihat membayang sampai dada, sekarang pasien masih dirawat sampai usia pasien 8 hari

sambil terus mengobservasi kuningnya, dimana ditakutkan terjadi reborn.

20

Page 22: Case Ikterik Mita

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Litbangkes Depkes Ri. Survey Kesehatan Rumah Tangga

(Skrt).Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2002:8-10. Unpublished.

2. Kosim, M. Sholeh, Dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Jakarta:

Balai Penerbit Idai; 2010; H.147-169.

3. Nelson. Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir dalam buku

Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta: Egc. 2007; H.610-617.

4. Asil Aminullah; Ikterus Dan Hiperbilirubinemia Pada Neonatus Dalam A.H.

Markum (Ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Edisi 6, Balai Penerbit Fkui, Jakarta,

1999, Hal : 313-317

5. Hasan R, Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, 3. Edisi IV. Jakarta:

Bagian Ika FKUI, 1996: 1095-1100

6. Poland R, Ostrea E.M. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus dalam M.H, Fanaroff A.A (Ed);

Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi, Edisi 4. EGC. Jakarta. 1998; h. 367-389

7. Crawford, James R. Hati Dan Saluran Empedu dalam Robbins; Buku Ajar Patologi, volume

2. EGC. Jakarta. 2007. H. 665-670.

8. Suradi, Nurina dkk. The Association Of Neonatal Jaundice And Breast-

Feeding. Paediatrica Indonesiana 2001;41:69-75

9. Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke-11. Jakarta: Egc; 2007;

H.906-907.

10. Wibowo, Satrio. Perbandingan Kadar Bilirubin Neonatus Dengan Dan Tanpa

Defisiensi Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase pada Infeksi Dan Tidak Infeksi. Tesis pada

Program Pendidikan Dokter Spesialis –I Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro

Semarang. 2007.

11. Maisels,M. Jeffrey. Phototherapy For Neonatal Jaundice. THE New English

And Journal of Medicine 358;9 February 28, 2008

12. Sulaiman, Ali. Pendekatan Klinis Pada Pasien Ikterus dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. 2007. H. 420-423.

21

Page 23: Case Ikterik Mita

22