44
KEPANITERAAN KLINIK STATUS OBSTETRI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS Nama : Samuel Willyarto Anugerah NIM : 11 2011 234 Dr pembimbing / penguji : Dr.Wahyu Jatmika ,Sp.OG IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Ny. S Jenis kelamin : Perempuan Umur : 34 Tahun Suku bangsa : Jawa Status perkawinan : kawin (P IV A 0 ) Agama : Islam Pekerjaan : karyawan Pendidikan : SMA Alamat : Klisat Mijen No.2 RT09 RW02 Mijen, Kaliwungu, Kudus Masuk Rumah Sakit : 2 Januari 2012 Pukul 11.45 WIB Keluar Rumah sakit : 4 Desember 2012 Nama suami : Tn. U 1

Case Hpp Dr Wahyu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Case Hpp Dr Wahyu

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS OBSTETRIFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAJl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Nama : Samuel Willyarto Anugerah

NIM : 11 2011 234

Dr pembimbing / penguji : Dr.Wahyu Jatmika ,Sp.OG

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny. S Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 34 Tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : kawin (PIVA0) Agama : Islam

Pekerjaan : karyawan Pendidikan : SMA

Alamat : Klisat Mijen No.2 RT09 RW02

Mijen, Kaliwungu, Kudus

Masuk Rumah Sakit : 2 Januari 2012

Pukul 11.45 WIB

Keluar Rumah sakit : 4 Desember 2012

Nama suami : Tn. U

Alamat : Klisat Mijen No.2 RT09 RW02 Mijen, Kaliwungu, Kudus

Pekerjaan : Buruh

A. A NAMNESIS :

Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 2 Desember 2012 jam: 11.45

Keluhan utama :

Keluar darah dari jalan lahir

Keluhan tambahan :

Badan terasa lemas dan pusing

1

Page 2: Case Hpp Dr Wahyu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 10 Jam SMRS pasien mengaku keluarnya darah dalam jumlah yang sangat

banyak hamper sekitar 7 kotek dan berwarna merah segar dari jalan lahir dan badan terasa

lemas dan pusing. Pasien mengatakan bahwa pasien 12 hari yang lalu sehabis melahirkan di

bidan dan dalam jangka waktu 12 hari tersebut terdapat perdarahan berupa bercak-bercak

yang dihiraukan oleh pasien.Pasien tidak ada keluhan dipijat , pasien merupakan rujukan dari

bidan.

Riwayat Haid

Menarche : 13 tahun

Siklus haid : 28 hari

Lamanya : 5-6 hari

Banyaknya : banyak dan encer

Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali pada usia 16 tahun, selama 28 tahun.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

No Anak

ke

Tahun

Persalinan

Jenis

Kelamin

Umur

Kehamil

Jenis

Persalin

Peno

long

Hidup

/ Mati

Riwayat

Nifas

Menetek

s/d umur

1. 1 1999 Laki-laki 9 bulan Normal bidan Hidu

p

- 2 tahun

2. 2. 2002 Laki-laki 9 bulan Normal Dukun Hidu

p

- 7 bulan

3 3 2007 Laki-laki 9 bulan Normal Bidan Hidu

p

- -

4 4. 2012 Perempu

an

9 bulan Normal Bidan Hidu

p

- Sampai

sekaran

g

Penyakit Dahulu dan Sekarang

( − ) Cacar ( − ) Malaria ( − ) Batu ginjal/saluran kemih

( + ) Cacar air ( − ) Disentri ( − ) Burut ( hernia )

( − ) Difteri ( − ) Hepatitis ( − ) Batuk rejan

2

Page 3: Case Hpp Dr Wahyu

( - ) Tifus abdominalis ( − ) Wasir ( + ) Campak

( - ) Diabetes ( − ) Sifilis ( − ) Alergi

( − ) Tonsilitis ( − ) Gonore ( − ) Tumor

( - ) Hipertensi ( − ) Penyakit pembuluh ( − ) Demam rematik akut

( - ) Ulkus ventrikuli ( − ) Pendarahan otak ( − ) Pneumonia

( − ) Ulkus duodeni ( − ) Psikosis ( + ) Gastritis

( − ) Neurosis ( − ) Tuberkulosis ( − ) Batu empedu

Lain-lain : ( − ) Operasi ( − ) Kecelakaan

Riwayat keluarga dan Ada kerabat yang menderita :

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi - √

Asma - √

Tuberkulosis - √

HIV - √

Hepatitis B - √

Hepatitis C - √

Hipertensi - √

Cacat bawaan - √

Lain – lain - √

Riwayat Operasi

Tidak ada

B. PEMERIKSAAN JASMANI

I. Pemeriksaan umum

Keadaan Umum : Tampak sedang

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan Gizi : Baik

Tekanan darah : 80/ 60 mmHg

Nadi : 88 kali / menit3

Page 4: Case Hpp Dr Wahyu

Suhu : 38 ⁰ C

Pernapasan : Suara Nafas vesikuler,

22 kali / menit, Jenis thoracoabdominal

Sianosis : Tidak ada

Edema umum : tidak ada

Aspek kejiwaan

Tingkah laku : tenang

Alam perasaan : baik

Proses pikir : sesuai

Kulit

Warna : sawo matang

Effloresensi : tidak ada

Jaringan parut : tidak ada

Pigmentasi : tidak ada

Pertumbuhan rambut : normal

Pembuluh darah : tidak menonjol dan melebar

Suhu raba : meningkat, kulit Lembab

Keringat : setempat yaitu di kepala dan leher dan di ekstremitas atas

Turgor : baik

Lapisan lemak : tebal

Ikterus : tidak ada

Edema : tidak ada

Kelenjar getah bening

Submandibula : tidak ditemukan pembesaran

Supraklavikula : tidak ditemukan pembesaran

Lipat paha : tidak ditemukan pembesaran

Leher : tidak ditemukan pembesaran

Ketiak : tidak ditemukan pembesaran

Thorak

4

Page 5: Case Hpp Dr Wahyu

Bentuk : normal

Pembuluh darah : tidak tampak

Payudara : terdapat perbesaram

ASI (+)

Paru – paru : Suara nafas vesikuler , wheezing -/-, Rhonki -/-

Jantung : Bunyi jantung I-II Reguler. Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, dalam batas normal.

Palpasi : Supel , nyeri tekan (+)

Hati : dalam batas normal

Kandung empedu : dalam batas normal

Limpa : dalam batas normal

Ginjal : dalam batas normal

Kandung kencing : dalam batas normal

Auskultasi : Bising usus ( + )

Ekstremitas

Luka : tidak ada

Varises : tidak ada

Edema : (-)

Refleks : ( + )

Sensibilitas : ( + )

Lain – lain : -

II. Pemeriksaan Ginekologi

Pemeriksaan Luar

Inspeksi : dalam batas normal5

Page 6: Case Hpp Dr Wahyu

Wajah : chloasma gravidarum (-)

Payudara : pembesara payudara (-), cairan dari mammae (-)

Abdomen : pembesaran abdomen (-),

strie nigra (-),

strie livide (-),

strie albicans (-),

bekas operasi (-)

Palpasi : teraba pembesaran uterus 1 jari dibawah umbilikus.

Pemeriksaan Dalam

In speculo : - tampak perdarahan dari uterus

- OUE terbuka

- portio Licin dalam batas normal

- Sonde : bentuk uterus retrofleksi, panjang uterus 11 cm.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Lengkap (pada tanggal 2 januari 2013)

Hb 7.5 g/dl

Leukosit 9.4/ul (H)

Eosinofil 0.3 % (L)

Basofil 0,2 %

Segmen 81,9%

Limfosit 15,3 %

Monosit 2,4 %

MCV 81,2 fl

MCH 26,1 pg

MCHC 32,2 g/dl

Ht 23,3 %

Trombosit 269 ribu

Eritrosit 2.87

6

Page 7: Case Hpp Dr Wahyu

LED 90/110

Golongan darah/Rh B/+

Waktu perdarahan 2.00 menit

Waktu pembekuan 4.30 menit

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Lengkap (pada tanggal 3 januari 2013)

Hb 8.2 g/dl

D. RINGKASAN (RESUME)

Sejak 10 Jam SMRS pasien terdapat perdarahan dari jalan lahir dan berwarna merah segar

serta badan terasa lemas dan pusing. Pasien mengatakan bahwa pasien 12 hari yang lalu

sehabis melahirkan di bidan dan dalam jangka waktu 12 hari tersebut terdapat perdarahan

berupa bercak-bercak yang dihiraukan oleh pasien.

In speculo : panjang uterus 11 cm, retrofleksi. OUE terbuka.

E. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja dan dasar diagnosis

Diagnosis kerja : PIVA0 Umur 34 tahun post partus hari ke-12 perdarahan post partum

et causa plasenta restan

Diagnosis yang mendukung :

- Pendarahan yang abnormal

- Post partus 12 hari yang lalu

- Pada pemeriksaan laboratorium di dapat kan Hb 7,5 mg/dl (anemia sedang)

Tindakan

curetage

o asepsis dan antisepsis pada tempat tindakkan

o pasang duk steril pada tempat tindakkan

o pasang speculum sims

o jepit portio dengan tanekulum

o dilakukan sondesi

7

Page 8: Case Hpp Dr Wahyu

o dilakukan curetage secara sistematis

o didapatkan jaringan ± 100 cc

o Tindakkan selesai

Tindakan : Curetage

Prognosis :

Vitam : ad malam

Fungsionam : ad bonam

Sanationam : ad bonam

Follow Up

2 januari 2013

S : keluar darah sejak 12 hari yang lalu, Badan terasa lemas, pusing(+), mual(-), muntah (-)

O: Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 80/60 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 37,9 ºC

Mata : Ca+/+ Si -/-

Thorax : pulmo : vesikuler , wh-/-, Rh -/-

Cor : BJ 1> BJ II,regular

Abd : BU (+) ,bentuk supel

PPV : (+) 4-5 koteks

TFU : 2-3 jari diatas simpisis

A : PIV A0, 34 tahun dengan Pendarahan post partum sejak 12 hari yang lalu et causa

plasenta restan

P : Non Medika Mentosa

Observasi keadaan umum dan tanda- tanda vital8

Page 9: Case Hpp Dr Wahyu

Perbaikan terhadap keadaan umum

Bed rest

Medika Mentosa

Transfusi darah 2 flash golongan A

D5% 20 tetes/menit

Metergin 2x1 amp

Hemafort 2x1

Paracetamol 2x500 gram

amoxan 3x1gram

Hasil Pemeriksaan USG Abdominal Pada tanggal 2 Januari 2013

- Tampak uterus ukuran membesar dengan parenkim homogeny

- Tampak lesi hiperekoik pada endometrium cavity

- Tak tampak masa di kedua adnexa

Kesimpulan : cenderung suatu plasenta restan

3 januari 2013

S : keluhan sudah berkurang namun masih sedikit lemas , pusing (-), mual (-), muntah (-)

O: Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 74 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,5 ºC

Mata : Ca+/+ Si -/-

Thorax : pulmo : vesikuler , wh-/-, Rh -/-

Cor : BJ 1> BJ II,regular

Abd : BU (+) ,bentuk supel

PPV : (-)

TFU : 2-3 jari diatas simpisis

9

Page 10: Case Hpp Dr Wahyu

A : PIV A0, 34 tahun dengan Pendarahan post partum sejak 13 hari yang lalu et causa

plasenta restan

P : Non Medika Mentosa

• Observasi keadaan umum dan tanda- tanda vital

• Perbaikan terhadap keadaan umum

• Bed rest

Medika Mentosa

• D5% 20 tetes/menit

• Metergin 2x1 amp

• adona 1 amp

• amoxan 3x1 gram

• Pre-medikasi sebelum dilakukan curetage :

- Ketamin 30 mg

- SA 5 mg

- Midazolam 1amp

4 januari 2013

S : Nyeri (+), Mual (-) sudah tidak ada perdarahan lagi

O: Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 74 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,5 ºC

Mata : Ca+/+ Si -/-

Thorax : pulmo : vesikuler , wh-/-, Rh -/-

Cor : BJ 1> BJ II,regular

Abd : BU (+) ,bentuk supel

PPV : (-)

TFU : 2-3 jari diatas simpisis

10

Page 11: Case Hpp Dr Wahyu

A : PIV A0, 34 tahun post curetage atas indikasi plasenta restan

P : Non Medika Mentosa

• Observasi keadaan umum dan tanda- tanda vital

• Bed rest

Medika Mentosa

• Paracetamol

• amoxan 3x500 mg

11

Page 12: Case Hpp Dr Wahyu

PENDAHULUAN

Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama kematian ibu. Menurut waktunya

perdarahan kebidanan terdiri dari tiga, yaitu perdarahan dalam kehamilan, perdarahan dalam

persalinan, dan perdarahan pasca persalinan. Dari semua kasus perdarahan pasca persalinan

yang menyebabkan kematian maternal, 80% disebabkan oleh atonia uteri dan 10% oleh

karena retensi sisa plasenta atau retensi plasenta. Perdarahan pasca persalinan oleh karena

retensi sisa plasenta atau retensi plasenta merupakan akibat dari penanganan kala uri yang

tidak baik.

Salah satu upaya menanggulangi perdarahan pasca persalinan oleh karena kesalahan

penanganan kala uri dilakukan dengan pemberian uterotonika profilaksis. Uterotonika

profilaksis yang dapat diberikan adalah oksitosin, ergometrin, dan kombinasi oksitosin dan

ergometrin, disertai penjepitan tali pusat segera, dan melahirkan plasenta dengan traksi

terkontrol. Permasalahannya adalah penentuan jenis, dosis, dan saat pemberian uterotonika

profilaksis. Untuk mengetahui hal-ha1 tersebut, diperlukan suatu penelitian yang

membandingkan kemampuan efektivitas uterotonika profilaksis.1

PEMBAHASAN

Definisi

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III

selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).

Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai

penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai

10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang

dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan

postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).

12

Page 13: Case Hpp Dr Wahyu

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan

sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan

yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya

jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh

dalam syok (Mochtar, 1995).2,3

Etiologi Perdarahan Postpartum

1. Atonia uteri 50% - 60%

2. Retensio plasenta 16% - 17%

3. Sisa plasenta 23% - 24%

4. Laserasi jalan lahir 4% - 5%

5. Kelainan darah 0,5%-0,8% (Mochtar, 1995)

Epidemiologi Perdarahan Postpartum

Insidensi perdarahan post partum secara global sekitar 25% penyebab kematian maternal. Di

negara maju insidensi perdarahan post partum mencapai 18% dan angka ini dapat lebih tinggi

hingga mencapai 60% di negara-negara berkembang. Kehilangan darah melebihi 1.000 mL

secara signifikan dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamika. Sekitar 3 persen dari

kelahiran vagina akan menyebabkan perdarahan post partum yang parah meskipun dengan

manajemen yang sesuai.

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi

perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan

struktur sekitarnya, atau keduanya. Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca

persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk

plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta (plasenta restan), dan laserasi traktus genitalia 13

Page 14: Case Hpp Dr Wahyu

merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir,

plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum

yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia

yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum,

laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada serviks uteri. Data insidensi perdarahan

post partum yang di dapatkan di Indonesia, sebanyak 5,1% dengan etiologi Atonia uteri (>

75%), dan sisanya robekan (laserasi, luka) jalan lahir, retensio plasenta dan sisa plasenta dan

gangguan pembekuan darah (koagulopati).1,2

Klasifikasi Perdarahan Postpartum

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998):

1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam

24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri,

retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam

pertama.

2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi

setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi,

penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.1,3

Fisiologi Persalinan Kala III

Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan

volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan

berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin

kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan

kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah

uterus atau ke dalam vagina. Tanda- tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua

hal-hal dibawah ini:

1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium

mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.

Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau

14

Page 15: Case Hpp Dr Wahyu

seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi

kanan).

2. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda

Ahfeld).

3. Semburan darah mendadak dan singkat Darah yang terkumpul dibelakang plasenta

akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan

darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam

plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang

terlepas.1,3

Perdarahan Pascapersalinan/Hemorrhagic Postpartum

Perdarahan pasca persalinan menurut waktu terjadinya, terdiri dari perdarahan kala II,

perdarahan kala III, dan perdarahan kala IV. Perdarahan kala II yaitu perdarahan yang terjadi

setelah bayi lahir sampai saat plasenta lahir. Perdarahan kala III adalah perdarahan yang

terjadi setelah plasenta lahir sampai segera sesudahnya. Perdarahan kala IV adalah

perdarahan sesudah kala III sampai dengan dua jam kemudian.

Perdarahan pasca persalinan dini yaitu perdarahan yang terjadi dalam kurun waktu 24 jam

setelah plasenta lahir. Perdarahan pasca persalinan lanjut adalah perdarahan yang terjadi

dalam kurun waktu setelah 24 jam pertama sampai berakhirnya masa nifas. Rerata kehilangan

darah pasca persalinan yang masih dianggap dalam batas normal adalah maksima1 300 ml,

sedangkan sebelum plasenta lahir (kala II) tidak boleh lebih dari 90 ml. Peneliti lain

menyatakan perdarahan sebelum plasenta lahir (kala II) tidak boleh lebih dari 50 ml. Di

Indonesia belum ada nilai baku yang pasti untuk menentukan jumlah perdarahan pasca

persalinan.

Beberapa ketentuan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan adalah

perdarahan pasca persalinan ringan apabila jumlah perdarahan sekitar 400 ml sampai dengan

600 ml, perdarahan pasca persalinan sedang adalah jumlah perdarahan 600 ml sampai dengan

800 ml, dan perdarahan pasca persalinan berat adalah jumlah perdarahan melebihi 800 ml.

15

Page 16: Case Hpp Dr Wahyu

Dengan tanda dan gejala secara umum antara lain perdarahan yang membutuhkan lebih dari

satu pembalut dalam waktu satu atau dua jam, sejumlah besar perdarahan berwarna merah

terang tiap saat setelah minggu pertama pascapersalinan. Perdarahan post partum adalah

perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Menurut waktu

terjadinya dibagi atas dua bagian yaitu: Perdarahan Postpartum Primer (early postpartum

hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan perdarahan postpartum

sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke-5

sampai ke-15 postpartum.

Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir,

terlepasnya sebagian plasenta dari uterus, inversio uteri, laserasi jalan lahir, tertinggalnya

sebagian dari plasenta seperti kotiledon atau plasenta suksenturiata, endometritis puerperalis,

gangguan pembekuan darah atau penyakit darah.2,3

Tanda dan Gejala Perdarahan Postpartum

1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (Atonia

uteri).

2. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dan keras,

plasenta lengkap (Robekan jalan lahir).

3. Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, uterus berkontraksi dan

keras (Retensio plasenta).

4. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap,

perdarahan segera (Sisa plasenta)

5. Sub-involusi uterus, nyeri tekan perut bawah dan pada uterus, perdarahan sekunder,

lokhia mukopurulen dan berbau (Endometritis atau sisa fragmen plasenta).3

Gejala Klinik Perdarahan Postpartum

16

Page 17: Case Hpp Dr Wahyu

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total

tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah

sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi

lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita

pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain

(Wiknjosastro, 2005).3

Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan

sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu

menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya

perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada

bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan.

Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting

dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan

tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut

mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk

angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot

berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk

berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan.

Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat:

1. Partus lama

2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,

hidramnion atau janin besar

3. Multiparitas

4. Akibat anetesi

5. Partus terlalu cepat

17

Page 18: Case Hpp Dr Wahyu

6. Pernah atonia sebelumnya

7. Infeksi untrauterine

8. Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan

kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha

melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus

(Wiknjosastro, 2005).

Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan

banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih

dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis,

maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000cc yang sudah keluar dari

pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam

kalkulasi pemberian darah pengganti.1,3

Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin

lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005):

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian

plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera

mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan:

a. Plasenta inkerta: vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua

endometrium sampai ke miometrium.

b. Plasenta akreta: vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.

c. Plasenta perkreta: vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding

rahim.

2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

18

Page 19: Case Hpp Dr Wahyu

Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak

adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi

lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta

(inkarserasio plasenta).3

Sisa Plasenta (Placental Rest)

Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau

selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase

disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara retensio

plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang

belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta

merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan

post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.

Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya

pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca persalinan sekunder). Pendarahan

pasca persalinan lanjut (terjadi lebih dari 24 jam setelah kelahiran bayi) sering diakibatkan

oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

Pendarahan post partum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-

potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi

tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan

plasenta dikeluarkan. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal,

maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan

perdarahan.3

Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan

dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina

(Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan

19

Page 20: Case Hpp Dr Wahyu

perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah

persalinan.

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya.

Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah

perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari luka episiotomi,

robekan perineum spontan derajat ringan sampai rupture perinei totalis (sfingter ani terputus),

robekan pada vagina, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang terberat,

ruptura uteri. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan

perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan

sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum

setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan

ligasi.3

Inversio Uteri

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat

secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah

dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba

dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah

kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali

pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio

uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005):

1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut

2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina

3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.

Tanda-tanda inversio uteri:

• Syok karena kesakitan

20

Page 21: Case Hpp Dr Wahyu

• Perdarahan banyak bergumpal

• Di vulva tampak endometrium terbalik atau tanpa plasenta yang masih melekat

• Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama,

maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan

infeksi

Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut:

• Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan

pemberian obat.

• Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang

terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke

dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi

normalnya. Hal itu adapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.

• Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari

rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau i.m tangan tetap dipertahankan

agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan.

• Pemberian antibiotika dan transfuse darah sesuai dengan keperluannya.

• Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan

maneuver di atas tidak bias dikerjakan, maka dilakukan laparotomy untuk reposisi dan kalau

terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.3

Gangguan Pembakuan Darah

Kasual perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila

penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai riwayat pernah mengalami hal yang

sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendesi mudah terjadi perdarahan setiap

dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas

jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.

21

Page 22: Case Hpp Dr Wahyu

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang

abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi

hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta

perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial thromboplastin time).

Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam

kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah

dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen, dan

heparinasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).2,3

Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap

Untuk menetukan tinghkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya

trombositopenia, serta jumlah leukosit pada keadaan yang disertai dengan infeksi.

2. Menentukan adanya gangguan koagulasi

Dengan hitung protombrin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau

yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT).1,2

Penatalaksanaan

Penanganan Umum Perdarahan Postpartum

1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal.

2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya

pencegahan perdarahan postpartum).

3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan dan lanjutkan

pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

4. Selalu siapkan keperluan tindakan darurat.

22

Page 23: Case Hpp Dr Wahyu

5. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan

masalah dan komplikasi.

6. Atasi syok.

7. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus,

beri uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan per

menit).

8. Pastikan plasenta lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.

9. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

10. Pasang kateter menetap dan pantau masuk keluar cairan.

11. Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik.

Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta:

Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta

setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut,

sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan.

1. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral

dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.

2. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau

jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta

dengan AMV atau dilatasi dan kuretase.

3. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas

ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

Pemeriksaan plasenta dapat mengidentifikasi kelainan yang menunjukkan kemungkinan

adanya potongan yang tertinggal. Tatalaksana pada kasus ini dapat dilakukan dengan

panduan USG.2

Tindakan Operatif Dalam Kala Uri

23

Page 24: Case Hpp Dr Wahyu

Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah:

1. Perasat Crede

Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.

Perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi:

a. Syarat: Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong

b. Teknik pelaksanaan: Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa,

sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus

dan permukaan belakang. Setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka

uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’

tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan

inversion uteri.

2. Manual Plasenta

Indikasi

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga

persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase,

retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti

forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali

pusat putus.

Teknik Plasenta Manual

Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita

diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan jika

ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi

ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan

salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan)

dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.

24

Page 25: Case Hpp Dr Wahyu

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks

dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan

mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara

itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau

mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta,

telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya

telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding

uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti

mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang

di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian,

kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian

dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya

sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk

memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan

masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi

pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.

3. Eksplorasi Kavum Uteri

Indikasi

Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi

vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan

apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio

sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.

Teknik Pelaksanaan

Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari

sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. 25

Page 26: Case Hpp Dr Wahyu

untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir

dan sambil melepaskan plasenta secara manual.1-3

Uterotonika :

- Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior

hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring

dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada

dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi

pada dosis tinggi menyebabkan tetani.

Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan

lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa

diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).

Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan

vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

- Metilergonovin maleat : merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat

menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM.

Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis

maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika

diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.

Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat

juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien

dengan hipertensi.

- Prostaglandin (Misoprostol) : merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin

F2alfa.

Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,

intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg,

yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian

secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (3 tablet 200

µg = 1 g).

26

Page 27: Case Hpp Dr Wahyu

Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan

efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala,

hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga

pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka

kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal

temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.

Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular,

pulmonal, dan gangguan hepatik.

Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat

hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif

untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka

keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan

oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk

menghindari perdarahan masif yang terjadi.

Komplikasi

Komplikasi dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik, anemia, dan kelelahan,

yang dapat membuat perawatan ibu yang baru melahirkan menjadi lebih sulit. Dalam

kebanyakan kasus yang parah, syok hemoragik dapat mengakibatkan iskemia hipofisis

anterior dengan keterlambatan atau kegagalan laktasi (postpartum pituitary nekrosis). Selain

itu, dapat pula terjadi iskemik miokard, koagulopati atau kematian.2

Pencegahan

Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-

kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah

penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai

sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan

manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan

dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan

27

Page 28: Case Hpp Dr Wahyu

antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada

trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.

Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat

membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada

perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila

sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus

berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar

Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan,

dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah

ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir

diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena)

(Mochtar, 1995).

Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari

dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan postpartum.

Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk

mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg

ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi

lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa

banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu

depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada

persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).

Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan, yakni menghentikan

perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu

ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan

lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk

mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).3

KESIMPULAN

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III

selesai (setelah plasenta lahir).

28

Page 29: Case Hpp Dr Wahyu

Insidensi perdarahan post partum secara global sekitar 25% penyebab kematian maternal. Di

negara maju insidensi perdarahan post partum mencapai 18% dan angka ini dapat lebih tinggi

hingga mencapai 60% di negara-negara berkembang. Kehilangan darah melebihi 1.000 mL

secara signifikan dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamika. Sekitar 3 persen dari

kelahiran vagina akan menyebabkan perdarahan post partum yang parah meskipun dengan

manajemen yang sesuai.

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi

perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan

struktur sekitarnya, atau keduanya. Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca

persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk

plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta (plasenta restan), dan laserasi traktus genitalia

merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir,

plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum

yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia

yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum,

laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada serviks uteri. Data insidensi perdarahan

post partum yang di dapatkan di Indonesia, sebanyak 5,1% dengan etiologi Atonia uteri (>

75%), dan sisanya robekan (laserasi, luka) jalan lahir, retensio plasenta dan sisa plasenta dan

gangguan pembekuan darah (koagulopati).

Penyebab dari perdarahan post partum akibat retensio sisa plasenta (plasenta restan) diketahui

setelah dilakukan pemeriksaan sisa plasenta dan didapatkan plasenta yang tidak utuh dan

bentuk tidak beraturan serta pada pemeriksaan dalam diperoleh adanya sisa plasenta yang

masih melekat pada uterus. Sisa plasenta yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat

menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya

terjadi dalam 6–10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa

plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi

rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim

yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim.

Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.

Salah satu upaya menanggulangi perdarahan pasca persalinan oleh karena kesalahan

penanganan kala uri dilakukan dengan pemberian uterotonika profilaksis. Uterotonika

29

Page 30: Case Hpp Dr Wahyu

profilaksis yang dapat diberikan adalah oksitosin, ergometrin, dan kombinasi oksitosin dan

ergometrin, disertai penjepitan tali pusat segera, dan melahirkan plasenta dengan traksi

terkontrol. Permasalahannya adalah penentuan jenis, dosis, dan saat pemberian uterotonika

profilaksis. Untuk mengetahui hal-ha1 tersebut, diperlukan suatu penelitian yang

membandingkan kemampuan efektivitas uterotonika profilaksis.

Komplikasi dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik, anemia, dan kelelahan,

yang dapat membuat perawatan ibu yang baru melahirkan menjadi lebih sulit. Dalam

kebanyakan kasus yang parah, syok hemoragik dapat mengakibatkan iskemia hipofisis

anterior dengan keterlambatan atau kegagalan laktasi (postpartum pituitari nekrosis). Selain

itu, dapat pula terjadi iskemik miokard, koagulopati atau kematian.

30

Page 31: Case Hpp Dr Wahyu

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrapp III LC, Hanth JC, Wenstrom KD.

William Obstetrics. 22nd ed. New York: Mc Graw Hill; 2005.

2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. 2nd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo; 2005.

3. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam: Ilmu

Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta: YBP-SP; 2002.

31