Upload
marcellraymond
View
245
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Case Herpes Zoster Opthalmicus
Citation preview
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. S
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Undaan Kidul 03/01. Karang Anyar- Demak
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada hari selasa, 08 Juni 2016 di bangsal M1 RSUD Kudus pada jam
10.00 WIB
Keluhan Utama :
Kelopak mata kanan bengkak.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang pasien dari bangsal M2 RSUD Kudus dengan keluhan kelopak mata
kanan bengkak dan nyeri sejak ±4 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan timbulnya
bintil-bintil kecil berisi cairan dari kelopak mata kanan sampai dahi bagian kanan,
mata kanan merah dan berair yang muncul.
Pasien mengaku meriang,merasa lemas, sebelum mata bengkak, kemudian mata
kanan mulai bengkak memerah sampai pasien kesulitan untuk membuka matanya,
kemudian pasien mengatkan mulai timbul Daerah bintil-bintil dan mata kanan terasa
nyeri dan panas seperti terbakar. Kemudian berlanjut dengan mata pasien mulai
merah, terus menerus berair, terasa mengganjal, keluar sedikit kotoran mata, dan tidak
gatal. Pasien mengaku sebelumnya dirawat dengan keluhan nyeri kepala sebelah
kanan disertai dengan pusing dan lemah pada bagian tubuh sebelah kiri dan badan
terasa pegal . dan Keluhan mata silau, riwayat sakit tenggorokan, riwayat mual dan
muntah disangkal.
Page 1
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat pernah mengalami keluhan yang sama (-)
Riwayat trauma mata (-)
Riwayat penyakit mata (-)
Riwayat operasi mata (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat mengunakan kacamata (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat Alergi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat so s ial ekonomi :
Pasien bekerja ibu rumah tangga. Berobat ditanggung oleh BPJS. Kesan sosial
ekonomi cukup.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. VITAL SIGN
Tensi (T) : 150/80 mmHg
Nadi (N) : 88 x/ menit
Suhu (T) : 36,7 C
Respiration Rate (RR) : 20 x/menit
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Cukup
Page 2
B. STATUS OFTALMOLOGI
Gambar:
OD OS
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
1/60 Visus 6/60
Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), eksoftalmus
(-), strabismus (-)
Bulbus okuli
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), eksoftalmus
(-), strabismus (-)
Edema (+), hiperemis(+),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-),
lagoftalmus (-),
ektropion (-),
entropion (-)
Palpebra
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-),
lagoftalmus (-)
ektropion (-),
entropion (-)
Edema (-),
injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (-),
infiltrat (-),
hiperemis (+)
Konjungtiva
Edema (-),
injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (-),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, jernih
edema (-),
keratik presipitat (-), Kornea
Bulat, jernih
edema (-),
keratik presipitat (-),
Page 3
infiltrat (-), sikatriks (-) infiltrat (-), sikatriks (-)
Jernih, kedalaman cukup,
hipopion (-), hifema (-),
Camera Oculi
Anterior
(COA)
Jernih, kedalaman cukup,
hipopion (-), hifema (-),
atrofi (-) coklat, edema(-),
synekia (-)
Iris atrofi (-) coklat, edema(-),
synekia (-)
Bulat,
Diameter ± 3mm
refleks pupil L/TL: +/+
Pupil
Bulat,
Diameter ± 3mm
refleks pupil L/TL: +/+
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreus Jernih
Papil N.II bulat, batas tegas,
CDR 0,3 ; ablatio (-),
eksudat (-), excavation
glaumatosa (-)
Retina Papil N.II bulat, batas tegas,
CDR 0,3 ; ablatio (-),
eksudat (-), excavation
glaumatosa (-)
N TIO NEpifora (-), lakrimasi (+) Sistem Lakrimasi Epifora (-), lakrimasi (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Page 4
Pemeriksaan Laboratorium 02-06-16
Pemeriksaan Hasil Satuan
Hemoglobin 14,3 12,0-15,0 g/dL
Eritrosit 5,01 4,0-5,1 jt/ul
Hematokrit 42,4 36-47 %
Trombosit 222.000 150.000-400.000/µL
Leukosit 8.200 4500-12.000/µL
Netrofil 51,6 50 – 70%
Limfosit 27,3 25 – 40%
Monosit 7,3 2 – 8%
Eosinofil 12,9 2 – 4%
Basofil 0,7 0 – 1%
MCH 28,5 27-31 pg
MCHC 33,7 33-37 g/dL
MCV 84,6 79,0-99,0 fL
RDW 13,9 10,0-18,0 %
MPV 11,4 6,5 - 11,0 fL
PDW 13,2 10,0 - 180,0 fL
V. RESUME
Subjektif:
Page 5
Telah diperiksa seorang perempuan usai 59 tahun, dengan keluhan kelopak mata
kanan bengkak dan nyeri sejak ±4 hari yang lalu, keluhan disertai dengan timbulnya
bintil-bintil kecil berisi cairan dari kelopak mata kanan sampai dahi bagian kanan,
mata kanan merah dan berair.
Pasien mengaku meriang,merasa lemas, sebelum mata bengkak, kemudian mata
kanan mulai bengkak memerah sampai pasien kesulitan untuk membuka matanya,
kemudian pasien mengatkan mulai timbul daerah bintil-bintil dan mata kanan terasa
nyeri dan panas seperti terbakar. Kemudian berlanjut dengan mata mulai merah, terus
menerus berair, terasa mengganjal, keluar sedikit kotoran mata, dan tidak gatal.
Dirawat dengan keluhan nyeri kepala sebelah kanan disertai dengan pusing dan lemah
pada bagian tubuh sebelah kiri dan badan terasa pegal . dan Keluhan mata silau,
riwayat sakit tenggorokan, riwayat mual dan muntah disangkal. Riwayat hipertensi
(+)
Objektif:
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
1/60 Visus 6/60
Edema (+), hiperemis(+),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-),
lagoftalmus (-),
ektropion (-),
entropion (-)
Palpebra
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-),
lagoftalmus (-)
ektropion (-),
entropion (-)
Edema (-),
injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (-),
infiltrat (-),
hiperemis (+)
Konjungtiva
Edema (-),
injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (-),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
VI. DIAGNOSA BANDING
1. Herpes Zoster Oftalmikus OD
Page 6
2. OD Blefarokonjungtivitis
3. OD Blefaritis Ulseratif
VII. DIAGNOSA KERJA
1. OD Herpes Zoster Oftalmikus
Dasar diagnosis:
Subjektif
keluhan kelopak mata kanan bengkak dan nyeri sejak ±4 hari yang lalu, keluhan
disertai dengan timbulnya bintil-bintil kecil berisi cairan dari kelopak mata kanan
sampai dahi bagian kanan, mata kanan merah dan berair.
Objektif
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
1/60 Visus 6/60
Edema (+), hiperemis(+), Palpebra Edema (-), hiperemis(-),
hiperemis (+) Konjungtiva hiperemis (-)
VII. TERAPI
Medikamentosa:
o Acyclovir 400 mg 5 dd 2 tab
o Inmatrol (Dexamethasone, polymyxin B sulfate, neomycin) 4 dd gtt 2
o Gentamycin 0,1 % eo tube 3dd OD
o Metilprednisolon 8 mg 2 dd 1 tab
VIII. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA OKULI SINISTRA
Page 7
Quo Ad Vitam Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Fungsionam Dubia ad bonam Ad bonam
Quo Ad Sanationam Dubia ad bonam Ad bonam
Quo Ad Kosmetikam Dubia ad bonam Ad bonam
IX. USUL DAN SARAN
Usul :
- Pemeriksaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa
- Uji Sensibilitas
Saran:
- Gunakan tetes mata secara teratur
- Konsumsi obat secara teratur
- Menjaga agar vesikel tidak pecah dengan tidak menggaruk atau menggosok
lesi
- Kontrol ke bagian mata secara teratur minimal 1 bulan sekali.
TINJAUAN PUSTAKA
Page 8
HERPES ZOSTER OFTALMIKUS
I. Anatomi Nervus Trigeminus
Nervus Trigeminus merupakan saraf kranial terbesar yang terdiri dari saraf motorik dan
sensorik. Serabut motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus
internus et eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.
Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-
serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut
sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Nervus
trigeminus memiliki 3 percabangan yaitu :1
1. Nervus Opthalmicus yang bersifat sensoris murni. Berjalan ke depan pada dinding
lateral sinus cavernosus dalam fossa crania media dan bercabang tiga; n. lacrimalis, n.
frontalis, dan n. nasociliaris, yang masuk ke orbita melalui fissura orbitalis superior.
Nervus opthalmicus merupakan divisi pertama dari trigeminus dan menginervasi
kornea mata, badan ciliaris dan iris, glandula lacrimalis, konjungtiva, kulit dahi dan
kepala, kelopak mata, mukosa sinus paranasales, dan cavum nasi.
2. Nervus maxillaris bersifat sensoris murni. N. maxillaris bermula dari pertengahan
ganglion semilunar sebagai berkas berbentuk pleksus dan berjalan horizontal ke depan
keluar dari cranium menuju foramen rotundum yang kemudian bentuknya menjadi
lebih silindris dan teksturnya menjadi lebih keras. N. maxillaris kemudian melewati
fossa pterygopalatina, menuruni dinding lateral maxilla dan memasuki cavum orbital
lewat fissure orbitalisinferior. Lalu melintasi fissure dan canalis infraorbitalis dan
muncul di foramen infraorbital. Saraf ini terbagi menjadi serabut yang lebih kecil
yang menginervasi hidung, palpebra bagian bawah dan bibir superior bersatu dengan
serabut nervus facial. Cabang-cabang n. maxillaris terbagi menjadi empat bagian yang
dipercabangkan di cranium, fossa pterygopalatina, canalis infraorbitalis dan pada
wajah.
3. Nervus mandibularis bersifat motoris dan sensoris. Nervus mandibularis adalah
nervus terbesar dari ketiga divisi dan terdiri atas dua radiks. Radiks sensoris
meninggalkan ganglion trigeminal dan berjalan keluar cranium melalui foramen
ovale. Radiks motoris n. trigeminus juga keluar dari cranium melalui foramen yang
sama dan bergabung dengan akar sensoris membentuk truncus n. mandibularis.
Serabut sensoris n. mandibularis mensarafi kulit pipi dan kulit atas mandibula dan sisi
Page 9
kepala. Juga mensarafi articulasi temporomandibularis dan gigi rahang bawah,
mukosa pipi, dasar mulut, dan 2/3 lidah anterior. Serabut motoris n. mandibularis
mensarafi otot-otot pengunyah.
Herpes Zoster Oftalmikus
Definisi
Herpes zoster adalah respons terhadap virus varicella-zoster pada orang yang pernah
mengalami kekebalan parsial yaitu orang yang pernah mengalami cacar air. Manifestasi mata
yang paling sering adalah herpes zoster oftalmikus dimana terjadi reaktivasi virus varicella-
zoster di bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf
trigeminus (N.V).2
Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia. Penyebarannya sama dengan varisela karena
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela. Insidensi
herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah herpes zoster
oftalmikus. Penyakit ini terjadi pada laki-laki dan wanita, terutama pada usia dewasa dan
jarang pada anak-anak. Lebih dari 66% penderita berusia diatas 50 tahun, 5% kasus terjadi
pada anak di bawah 15 tahun, 80% penderita berusia > 20 tahun. Insiden herpes zoster
oftalmikus juga meningkat pada penderita dengan imunosupresi.3
Etiologi
Page 10
Gambar 1. Dermatom Nervus Trigeminus
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di dalam
ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa melalui saraf sensori ke tepi
ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten. Virus Varisela-Zoster
termasuk famili herpes virus dan merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang
diketahui menginfeksi manusia. Diameter virus ini kurang lebih adalah 150-200 nm dan
memiliki berat molekul sekitar 80 juta. Ciri khas pada strukturnya adalah memiliki
nukleokapsid isosahedral dengan dikelilingi lipid envelope. DNA double stranded terletak
ditengah-tengah struktur virus tersebut. Genome virus varicella zoster mengkode kurang
lebih 70 gen yang unik, kebanyakan memiliki susunan DNA dan fungsi yang homolog
dengan virus herpes lainnya. Early gene products meregulasi replikasi DNA, misalnya
polymerase DNA virus dan virus-specific tymidine kinase. Late genes mengkode protein
structural yang menjadi target oleh antibodi dan respon imun selular. 4
Patofisiologi
Page 11
Gambar 2. Struktur Virus Varicella Zoster
Infeksi primer inhalasi droplet virus masuk melalui rongga hidung
limfonoduli di nasofaring replikasi virus viremia I (dengan gejala prodormal)
virus ke RES penggabungan virus dengan DNA hospes replikasi virus
viremia II mencapai ujung pembuluh darah kelainan kulit virus menjalar
melalui serabut saraf sensorik ganglion saraf dorman, bersifat laten
Kondisi immunocompromised : usia > 50 tahun, HIV, Leukemia, orang dengan terapi radiasi
dan kemoterapi, orang dengan transplantasi organ mayor seperti sumsum tulang
Faktor reaktivasi : Trauma, malnutrisi, stres fisik dan emosi, demam, alkohol, gangguan
pencernaan, sinar ultraviolet, menstruasi, pengobatan imunosupresan jangka panjang
Reaktivasi virus di ganglion nervus trigeminus bergerak ke cabang pertama yaitu
Page 12
Gambar 3. Patofisiologi Herpes Zoster
nervus ophthalmicus menyebar menurut dermatom inflamasi dan iskemik
pembuluh darah replikasi setempat kumpulan vesikel, timbul gejala dan tanda
herpes zoster oftalmikus, masa tunas 7-12 hari, masa aktif berupa lesi-lesi baru
yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, masa resolusi 1-2 minggu. 5,6
Gejala dan Tanda
Biasanya penderita herpes zoster oftalmikus pernah mengalami penyakit varisela
beberapa waktu sebelumnya. Adapun gejala herpes zoster oftalmikus ini, antara lain:
a. Prodromal (didahului ruam sampai beberapa hari)
- Nyeri lateral sampai mengenai mata
- Demam
- Malaise
- Sakit kepala
- Kuduk terasa kaku
Gejala-gejala di atas terjadi pada 5 % penderita, terutama pada anak-anak, dan timbul
1-2 hari sebelum terjadi erupsi.
b. Dermatitis
c. Nyeri mata
d. Lakrimasi
e. Perubahan visual
f. Mata merah unilateral
Page 13
Ciri-Ciri Herpes
Zoster Ophthalmicus 7
Struktur yang terlibat Tanda Waktu timbulnya
Kelopak mata/conjunctiva
Blepharoconjunctivitis Ruam makula kutaneus yang unilateral pada kelopak mata dan sekitarnya
Hari ke-0
Edema konjungtiva 2-3 hari
Krusta Hari ke 6
Infeksi sekunder Staphylococcus aureus
Krusta kekuningan/discharge 1-2 minggu
Episclera/sclera
Episcleritis/scleritis Kemerahan yang difus atau terlokalisasi, nyeri, edema
1 minggu
Cornea
Punctate epithelial keratitis Inflamasi sel epitel permukaan kornea 1-2 hari
Dendritic keratitis "Medusa-like" defek epitel dengan ujung runcing
4 - 6 hari
Anterior stromal keratitis (nummular keratitis)
Infiltrat multipel halus di bawah permukaan kornea
1 – 2 minggu
Deep stromal keratitis Inflamasi stroma profunda dengan dengan infiltrat lipid dan kornea neovaskularisasi
1 bulan - tahunan
Neurotrophic keratopathy Erosi punctate permukaan kornea bulan - tahunan
Defek epithelial persistenUlkus kornea
Anterior chamber
Uveitis Peradangan dan jaringan parut iris 2 minggu - tahunan
Page 14
Gambar 4. Penyebaran Herpes Zoster Oftalmikus Sesuai Dermatom
Retina
Acute retinal necrosis/progressive outer retinal necrosis
Coalescent patches pada nekrosis retinaOklusi vaskulitisinflamasi vitreous (hanya pada nekrosis retina akut
Independent/varied*
Cranial nerves
Optic neuritis Bengkak, edema saraf optik Independent/varied*
Oculomotor palsies Kelainan gerak extraocular Independent/varied*
Diagnosis
Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari anamnesis, pemeriksaan oftalmologi,
dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Adanya gejala prodromal, riwayat menderita cacar air, manifestasi nyeri dan gambaran
ruam kulit seperti vesikel dengan karakteristik distribusi sesuai dermatom dan unilateral.
Pemeriksaan Oftalmologi
Bisa ditemukan blefaritis, konjungtivitis, skleritis, keratitis, uveitis, nekrosis retina
akut, optic neuritis, dan occulomotor palsies sesuai dengan tanda khas dari herpes zoster
oftalmikus.
Pemeriksaan Penunjang
Jika gambaran lesi tidak begitu jelas maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang
laboratorium. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik dengan kerokan palpebra diwarnai
dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas
dengan badan inklusi intranukleus asidofil. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik
Polymerase Chain Reaction. Tekhnik polymerase chain reaction (PCR) adalah tekhnik
pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik karena dapat mendeteksi varicella-zoster
virus DNA yang terdapat dalam cairan vesikel. Kultur virus juga dapat dilakukan namun
sensitifitasnya rendah. Pemeriksaan lain yaitu direct immunofluorescence assay.8
Page 15
Diagnosis Banding
a. Kondisi yang memperlihatkan penampakan luar yang sama7
- Herpes simplek
- Blefaritis ulseratif
b. Kondisi yang menyebabkan penyebaran nyeri
- Tic Douloureux
- Migrain
- Pseudotumor orbita
- Selulitis orbita
- Nyeri akibat sakit gigi
c. Kondisi yang menyebabkan inflamasi stromal kornea
- Epstein Barr Virus
- Mumps
- Sifilis
Penatalaksanaan
Strategi pengobatan pada infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus,
kortikosteroid sistemik, antidepresan, dan analgesik yang adekuat. Jika tidak diobati dengan
adekuat dapat terjadi kerusakan permanen pada mata termasuk inflamasi yang kronik, nyeri
yang mengganggu (neuralgia pasca herpes) dan hilangnya tajam pengelihatan.
1. Obat antivirus diindikasikan dalam pengobatan herpes zoster yang akut. Yang
termasuk antivirus adalah acyclovir, famsiklovir, valacyclovir. Obat ini signifikan
untuk menurunkan nyeri akut, menghentikan progresi virus dan pembentukan vesikel,
mengurangi insiden episkleritis rekuren, keratitis, iritis dan mengurangi neuralgia
pasca herpetik jika dimulai dalam 72 jam onset ruam. Yang sering digunakan adalah
asiklovir 5x800 mg perhari selama 7 hari diikuti 2-3 minggu kemudian. Jika kondisi
pasien berat dianjurkan dirawat dan diberikan terapi asiklovir 5-10 mg/kgBB IV 8 jam
selama 8-10 hari.7
Page 16
2. Analgetik seperti asetaminofen, asam menefenamat, aspirin dan NSAID untuk
mengontrol rasa nyeri. Artifial tears untuk lubrikasi kornea dan konjungtiva terutama
pada neurotrodik keratopati dan defek epithelial persisten. Pada pasien dengan
sikatrik kornea yang luas mungkin diperlukan tindakan keratoplasti.9
3. Steroid sistemik digunakan dengan dosis tinggi untuk menghambat perkembangan
penyakit pada post herpetic neuralgia. Namun risiko steroid dosis tinggi pada lansia
harus dipertimbangkan. Steroid pada umumnya digunakan untuk menangani
komplikasi dari kasus neurologis seperti kelumpuhan nervus okulomotorius dan
neuritis optik. Pemakaian steroid sistemik masih kontroversial.2
Komplikasi
1. Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering terjadi
pada sekitar 10-15% pasien herpes zoster dan merusak saraf trigeminal. Postherpetic
neuralgia didefinisikan sebagai gejala sensoris, biasanya sakit dan mati rasa. Rasa nyeri
akan menetap setelah penyakit sembuh, dan dapat terjadi karena penyembuhan yang
tidak baik pada penderita usia lanjut. Nyeri bisa menetap lebih dari 3 bulan setelah
penyembuhan.7
Page 17
Gambar 5. Terapi Antiviral Untuk Herpes Zoster
2. Konjungtiva. Pada mata komplikasi yang dapat timbul adalah kemosis yang ada
hubungannya dengan pembengkakan palpebra. Dapat juga timbul vesikel-vesikel di
konjungtiva tetapi jarang terjadi ulserasi.2
3. Kornea. Bila comea terkena maka akan timbul infiltrat yang berbentuk tidak khas dengan
batas yang tidak tegas, tetapi kadang-kadang infiltratnya dapat menyerupai herpes
simplex yaitu dendritik. Proses yang terjadi pada dasarnya berupa keratitis profunda yang
bersifat kronis dan dapat bertahan beberapa minggu setelah kelainan kulit sembuh.
Akibat kekeruhan komea maka visus akan menurun.8
4. Iris. Adanya lesi di ujung hidung merupakan tanda penyebaran virus ke n. nasociliaris
yang merupakan cabang dari n. ophthalmicus yang juga menginervasi daerah iris, korpus
siliaris dan kornea. Iritis/iridosiklitis dapat merupakan penjalaran dari keratitis ataupun
berdiri sendiri. Iritis biasanya ringan, jarang menimbulkan eksudat, pada yang berat
kadang-kadang disertai dengan hipopion atau glaucoma sekunder. Akibat dari iritis ini
sering timbul sequele berupa iris atrofi. Pada beberapa kasus dapat disertai kerusakan
sphincter pupil.2
5. Sklera. Skleritis merupakan komplikasi yang jarang ditemukan, biasanya merupakan
lanjutan dari iridosiklitis. Pada sklera akan terlihat nodulus dengan injeksi lokal yang
dapat timbul beberapa bulan sesudah sembuhnya lesi di kulit. Nodulusnya bersifat
kronis, dapat bertahan beberapa bulan, bila sembuh akan meninggalkan sikatrik dengan
hiperpigmentasi. Skleritis ini dapat kambuh lagi.4
6. Ocular palsy. Dapat timbul bila mengenai N III, N IV, N VI, N III dan N IV. Paralisis
dari otot-otot extraocular ini karena perluasan peradangan dari N Trigeminus di daerah
sinus cavemosus. Timbulnya paralisis biasanya dua sampai tiga minggu setelah gejala
permulaan dari zoster dirasakan, walaupun ada juga yang timbul sebelumnya. Prognosis
pada umumnya baik dan akan kembali normal kira-kira dua bulan kemudian.7
7. Retina. Kelainan retina yang ada hubungannya dengan zoster jarang ditemukan. Kelainan
tersebut berupa koroiditis dan perdarahan retina, yang umumnya disebabkan adanya
retinal vaskulitis.2
8. Neuritis optik. Neuritis optik juga jarang ditemukan, tetapi bila terjadi dapat
menyebabkan kebutaan karena timbulnya atrofi n. opticus. Gejalanya berupa skotoma
sentral yang dalam beberapa minggu akan terjadi penurunan visus sampai menjadi buta.2
Page 18
DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr, Frotscher. 2012. Diagnosis Topik Neurologi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC.
2. Vaughan DG, et al. 2007. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi II. Jakarta: Penerbit Sagung Seto.
4. Singh, Daljit. 2011. Herpes Zoster. Accessed on May 24th, 2013. Available at
http://emedicine.medscape.com.
5. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2006. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi V.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Kansky, Jack J. 2007. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. Edisi 6.
Philadelphia : Elsevier Butterworth-Heinemann.
7. Shaikh, Saad. 2011. Evaluation and Management of Herpes Zoster Ophthalmicus.
Accessed on May 24th, 2013. Available at http://www.aafp.org.
8. Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
9. Sunita A., Athiya G., David J. 2008. Textbook of Ophthalmology. USA: Appleton &
Lange.
Page 19