53
PARAPARESE INFERIOR LESI UMN I. DEFINISI Paraparese inferior lesi Upper Motor Neuron (UMN) adalah kelemahan kedua anggota gerak bawah yang disebabkan oleh gangguan pada proyeksi korteks ke V neuron korteks serebri yang mengatur gerakan volunter melalui jaras piramidal dan ekstrapiramidal. II. KLASIFIKASI Klasifikasi berdasarkan Onset : Paraparese inferior lesi tipe UMN : - Akut : Infeksi non spesifik (ex:myelitis transversa). Trauma (ex: kontusio, whisplash injury). Tumor (tu tumor ganas & metastasis) - Kronik : Infeksi spesifik (TBc) Tumor (tu tumor jinak). Penyakit Degeneratif. 1

Case gangguan Medula Spinalis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

neurologi

Citation preview

Page 1: Case gangguan Medula Spinalis

PARAPARESE INFERIOR LESI UMN

I. DEFINISI

Paraparese inferior lesi Upper Motor Neuron (UMN) adalah kelemahan

kedua anggota gerak bawah yang disebabkan oleh gangguan pada proyeksi

korteks ke V neuron korteks serebri yang mengatur gerakan volunter melalui jaras

piramidal dan ekstrapiramidal.

II. KLASIFIKASI

Klasifikasi berdasarkan Onset :

Paraparese inferior lesi tipe UMN :

- Akut :

Infeksi non spesifik (ex:myelitis transversa).

Trauma (ex: kontusio, whisplash injury).

Tumor (tu tumor ganas & metastasis)

- Kronik :

Infeksi spesifik (TBc)

Tumor (tu tumor jinak).

Penyakit Degeneratif.

1

Page 2: Case gangguan Medula Spinalis

Anatomi medulla spinalis

Medulla spinalis adalah saraf yang tipis yang merupakan perpanjangan dari

sistem saraf pusat dari otak dan melengkungi serta dilindungi oleh tulang

belakang. Fungsi utama medulla spinalis adalah transmisi pemasukan rangsangan antara

periferi dan otak.

Medulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Syaraf Pusat. Terbentang dari

foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang

disebut conus terminalis atau conus medullaris. Terbentang dibawah cornu

terminalis serabut-serabut bukan syaraf yang disebut filum terminale yang

merupakan jaringan ikat. Terdapat 31 pasang syaraf spinal: 8 pasang

syaraf servikal, 12 Pasang syaraf Torakal, 5 Pasang syaraf  Lumbal, 5 Pasang syaraf

Sacral dan 1 pasang syaraf coxigeal. Akar syaraf lumbal dan sacral terkumpul

yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan syaraf keluar melalui

Intervertebral foramina. Syaraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen

dan juga oleh meningen spinal dan CSF.

2

Page 3: Case gangguan Medula Spinalis

Struktur Internal terdapat substansi abu-abu dan substansi putih. Substansi Abu-abu

membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Terbagi

menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure dan median septum yang disebut

dengan posterior median septum. Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal

dari syaraf spinal. Substansi abu-abu mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen,

akson tak bermyelin, syaraf sensoris dan motoris dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-

abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior, posterior dan

comissura abu-abu. Bagian Posterior sebagai input/afferent, anterior sebagai Output/efferent,

comissura abu-abu untuk refleks silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat syaraf

bermyelin.

3

Page 4: Case gangguan Medula Spinalis

1 Spinal Nerve

2 Dorsal Root Ganglion

3 Dorsal Root (Sensory)

4 Ventral Root (Motor)

5 Central Canal

6 Grey Matter

7 White Matter

Peran medulla spinalis :

1. Pusat prosesing data

2. Jalur sensoris

3. Sistem piramidal dan ekstra-piramidal

4

Page 5: Case gangguan Medula Spinalis

Trauma medulla spinalis

Cedera medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang

belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudinalis

posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk kekanalis vertebralis

serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut

terputus .

Cedera medulla spinalis merupakan kelainan yang pada masa kini yang

banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan

dibidang penatalaksanaannya. Kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih banyak

disebabkan oleh jatuh dari ketinggian seperti pohon kelapa, pada masa kini

penyebabnya lebih beraneka ragam seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari

tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga.

Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang

terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih gagal

ginjal, pneumoni atau decubitus.

Klasifikasi tingkat keparahannya. Berdasarkan Impairment Scale

Grade Tipe Gangguan medula spinalis ASIA

A Komplit Tidak ada fungsi motorik & sensorik sampai S4-S5

B Inkomplit Fungs i s enso r ik msh ba ik t ap i mo to r ik t e rganggu sampai

segmen sakral S4-S5

C Inkomplit Fungsi motorik terganggu di bawah level tapi otot-otot motorik

utama msh punya kekuatan < 3

D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level , otot-ototmotorik

utama punya kekuatan > 3

E Normal F u n g s i m o t o r i k d a n s e n s o r i k n o r m a l

Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet:

5

Page 6: Case gangguan Medula Spinalis

Karakteristik Lesi komplit Lesi inkomplit

Motorik Menghilang dibawah lesi Sering (+)

Protopatik (nyeri, suhu) Menghilang dibawah lesi Sering (+)

Proprioseptif (vibrasi, joint position) Menghilang dibawah lesi Sering (+)

Sacral sparing (-) (+)

Rontgen vertebra Sering dengan fraktur,

luksasi, dan listhesis

Sering normal

MRI Hemoragi (54%),

kompresi (25%), kontusi

(11%)

Edema (62%), kontusi

(26%), normal (15%)

I. Penyebab dan bentuk

Cedera medulla spinalis terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak

mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi,

hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang. Didaerah torakal tidak

banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.

Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan

dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa

memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan

peredaran darah, atau perdarahan.

Kelainan sekunder pada sumsum tulang belakang dapat disebabkan

hipoksemia dan iskemia. Iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.

Perlu disadarkan bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan

kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf.

Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi

disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh

tekanan, memar, atau oedema.

6

Page 7: Case gangguan Medula Spinalis

II. Patofisiologi

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan

kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak

selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung

bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut

“whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi

berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.

Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah

maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat

berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak

tinggi menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.

Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,

hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan

yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat

trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk

sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam

beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri

vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis

yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,

contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.

Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang

belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat

mematahkan/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi

transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen

transversa, hemitransversa, kuadran transversa). Hematomielia adalah perdarahan

dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.

Trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan

berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi

medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh

penyempitan kanalis vertebralis.

7

Page 8: Case gangguan Medula Spinalis

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra

meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang

terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama

dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam

kanalis vertebralis.

Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis

dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks columna 5-

7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler

spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau

neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma

tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah

radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang

akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang

bersangkutan dan sindroma sistema anastomosis anterial anterior spinal.

III. Gambaran Klinik

Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang

terjadi. Kerusakan meningitis lintang memberikan gambaran berupa hilangnya

fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock

spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang

karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya

berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah

kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi

rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah shock

spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan

fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi

ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.

Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot

lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua

sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.

8

Page 9: Case gangguan Medula Spinalis

Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada

umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh

hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh

ligamentum flavum yang terlipat. Cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang

memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan

yang mendadak sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong

dihiperekstensi. Gambaran klinik berupa tetraparese parsial. Gangguan pada

ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal

tidak terganggu.

Kerusaka tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi

IV. Diagnosis

Radiologik

Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan

mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai

dengan dislokasi. Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka

dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2.

Pungsi Lumbal

Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan

likuor serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt

menggambarkan beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingat

tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi

tulang belakang dapat memperberat dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi

pada vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi trauma pada daerah

vertebra servikalis tersebut.

Mielografi

9

Page 10: Case gangguan Medula Spinalis

Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah

lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis.

V. Penatalaksanaan

Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan

simptomatik. Manajemen yang paling utama untuk mempertahankan fungsi

medula spinalis yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan

jaringan medula spinalis yang mengalami trauma tersebut.

Prinsip tatalaksana dapat diringkas sebagai berikut :

*  stabilisasi, imobilisasi medula spinalis dan penatalaksanaan hemodinamik dan

atau gangguan otonom yang kritis pada cedera dalam fase akut, ketika

penatalaksanaan gastrointestinal (contoh, ileus, konstipasi, ulkus), genitourinaria

(contoh, infeksi traktus urinarius, hidronefrosis) dan sistem muskuloskletal

(contoh, osteoporosis, fraktur).

*  Jika merupakan suspek trauma, stabilisasi kepala dan leher secara manual atau

dengan collar. Pindahkan pasien secara hati-hati.

*  Terapi radiasi mungkin dibutuhkan pada penyakit dengan metastasis. Untuk

tumor spinal yang menyebabkan efek massa gunakan deksametason dosis tinggi

yaitu 10-100 mg intra vena dengan 6-10 mg intravena per 6 jam selama 24

jam.Dosis diturunkan dengan pemberian intravena atau oral setiap 1 sampai 3

minggu.

*  Trauma medula spinalis segmen servikal dapat menyebabkan paralisis otot-otot

interkostal. Oleh karena itu dapat terjadi gangguan pernapasan bahkan kadangkala

apnea. Bila perlu dilakukan intubasi nasotrakeal bila pemberian oksigen saja tidak

efektif membantu penderita. Pada trauma servikal, hilangnya kontrol vasomotor

menyebabkan pengumpulan darah di pembuluh darah abdomen, anggota gerak

bawah dan visera yang mengalami dilatasi, menyebabkan imbulnya hipotensi.

*  Pipa nasogastrik dipasang untuk mencegah distensi abdomen akibat dilatasi

gaster akut. Bila tidak dilakukan dapat berakibat adanya vomitus lalu aspirasi dan

akan memperberat pernapasan.

10

Page 11: Case gangguan Medula Spinalis

*  Pada stadium awal dimana terjadi dilatasi gastrointestinal, diperlukan

pemberian enema. Kemudian bila peristaltik timbul kembali dapat diberikan obat

pelunak feses. Bila traktus gastrointestinal menjadi lebih aktif lagi enema dapat

diganti dengan supositoria.

Operasi

Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus

tertentu. Indikasi untuk dilakukan operasi :

1. reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah

servikal, bilamana traksi dan manipulasi gagal.

2. adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen

tulang tetap menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah

dilakukan traksi yang adekuat.

3. trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak

adanya fragmen tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh

herniasi diskus intervertebralis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan

mielografi dan scan tomografi untuk membuktikannya.

4. fragmen yang menekan lengkung saraf.

5. adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.

6. Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada

mulanya dengan cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan,

harus dicurigai hematoma.

TUMOR MEDULLA SPINALIS

A. DEFINISI

Tumor Medulla spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi

pada daerah cervica l pertama hingga sacral.

11

Page 12: Case gangguan Medula Spinalis

B. KLASIFIKASI

Tumor ini dapat dibedakan atas :

A.Tumor primer:

1) jinak

a) Osteoma dan kondroma berasal dari tulang

b) Neurinoma (Schwannoma) berasal serabut saraf

c) Meningioma berasal dari selaput otak

d) Glioma, Ependinoma berasal dari jaringan otak.

2) ganas

a) Astrocytoma, Neuroblastoma, yang berasal dari jaringan saraf.

b) sel muda seperti Kordoma.

B. Metastasis à Ca. mamae, prostat,

Berdasarkan letak :

Intradural - ekstramedular

Intradural - intramedular

Ekstradural

C. EPIDEMIOLOGI

Tumor primer medula spinalis à 10%-19% dari total tumor SSP dan

insidennya meningkat seiring dengan umur.

Meningioma à >> pada wanita.

Ependymoma à >> laki-laki.

70% à intradural ekstramedular

30% à intradural intramedular.

D. DIAGNOSIS

Gejala-gejala gangguan MS yang disebabkan oleh tumor MS mempunyai

karakteristik SBB :

• Gangguan fungsi motorik : kelumpuhan otot, tanda gangguan piramidal.

• Gangguan sensorik distal,  awal penyakit à tidak jelas batasnya.

• Gangguan urinaria.

12

Page 13: Case gangguan Medula Spinalis

• gangguan sensorik radikuler (meyebar)

• hilangnya refleks superfisial & regleks tendon.

• Nyeri skiatika

• deformitas kolumna vertebralis

• X-Foto : destruksi tulang, pelebaran kanalis servikalis, destruksi processus

spinosus, hemangioma vertebralis.

• LP : kadar protein sangat tinggi (SINDROM FRUIN)

Pemeriksaan Penunjang

Foto Polos

Foto polos tulang belakang berguna untuk skrining, memperlihatkan kelainan

pada 90 % pasien dengan tumor sekunder kolom tulang belakang. Evaluasi foto

polos harus termasuk penilaian :

1. Perubahan tulang kualitatif (litik, blastik, sklerotik). Kebanyakan

metastasis spinal memperlihatkan perubahan osteolitik. Perubahaan

sklerotik atau osteoblastik paling sering terjadi pada metastasis dari

payudara atau prostat.

2. Daerah yang terkena (elemen posterior, pedikel, badan tulang belakang).

Tidak lazim metastasis spinal mengenai hanya elemen posterior (spine dan

lamina). Lebih sering fokus tumor berlokasi di badan tulang belakang,

menyebabkan kompresi kantung dural serta isinya dari depan. Paling

sering, metastasis spinal mengenai dari lateral, didaerah pedikel, dan

meluas keanterolateral dan keposterolateral. Erosi pedikel lebih dini dan

paling sering kelainannya tampak pada foto polos tulang belakang pasien

dengan metastasis spinal. Radiograf anteroposterior tulang belakang

biasanya menampilkan “totem of owls”. Erosi pedikel menimbulkan tanda

“winking owls”; erosi pedikel bilateral menampilkan tanda “blinking

owl”.

13

Page 14: Case gangguan Medula Spinalis

3. Temuan lain (bayangan jaringan lunak paraspinal, tulang belakang yang

kolaps, fraktura dislokasi patologis, dan mal alignment). Daerah erosi

pedikel sering bersamaan dengan bayangan jaringan lunak paravertebral.

Hilangnya integritas struktural bisa menyebabkan kolaps tulang belakang

dengan kompresi baji. Destruksi lebih lanjut badan tulang belakang bisa

berakibat fraktura dislokasi patologis. Fraktura dislokasi patologis paling

sering terjadi didaerah servikal, dimana pergerakan leher luas, posisi

tergantungnya kepala, dan hilangnya sanggaan rangka iga, semua berperan

menempatkannya pada risiko integritas struktural kolom spinal dan

alignment anatomik kanal spinal. 

Sken Tulang

Menggunakan radioisotop, bisa memperlihatkan adanya tumor spinal

metastatik pada tahap lebih awal dibanding foto polos. Diduga 50-75 % ruang

meduler vertebral tergantikan sebelum perubahan radiografik tampak. Namun

sken tulang relatif tidak spesifik. Perubahan degeneratif dan infeksi, seperti tumor

spinal, menyebabkan take  positif. Kegunaan sken tulang adalah untuk

menunjukkan adanya pertumbuhan skeletal multipel. 

Mielografi

Dimasa lalu merupakan standar untuk menunjukkan lokasi dan tingkat

kord spinal dan akar saraf yang terganggu tumor spinal. Tumor spinal ekstradural,

intradural ekstrameduler dan intrameduler dibedakan dengan pola khas

mielografik. Deviasi kolom kontras menunjukkan asal (anterior, lateral, posterior)

massa penekan. Bila tingkat blok total ditemukan dengan mielografi lumbar

adalah berbeda dengan penilaian klinis, mielografi sisternal harus dilakukan untuk

menentukan perluasan lesi soliter atau untuk menentukan tingkat yang lebih

proksimal yang terkena. MRI sudah menggantikan mielografi sebagai prosedur

diagnostik. 

Tomografi Aksial Terkomputer (CT scanning)

14

Page 15: Case gangguan Medula Spinalis

Berguna menampilkan distribusi tumor spinal, pergeseran kord spinal dan

akar saraf, derajat destruksi tulang, dan perluasan paraspinal dari lesi dalam

dataran horizontal. Juga efektif membedakan kelainan degeneratif jinak tulang

belakang dari lesi neoplastik. 

Mgnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan terpilih untuk tumor spinal termasuk metastasis. MRI

memungkinkan penampilan kolom spinal menyeluruh dalam potongan sagital

untuk memastikan tingkat terbatas yang terkena, penyebaran tumor berdekatan

pada tingkat multipel, atau fokus tumor berbeda pada tingkat multipel.

Rekonstruksi horizontal dan koronal memberikan informasi penting atas geometri

tumor, berguna dalam merencanakan operasi dekompresi, juga memberi data

mengenai integritas penulangan tulang belakang, penting dalam memutuskan

rekonstruksi tulang belakang. 

MRI mungkin kontra indikasi pada pasien dengan prostetik dan implant,

dimana disini dilakukan mielografi disertai CT.

E. PENGELOLAAN

Tumor Jinak

Tindakan atas neurilemmoma, neurofibroma dan meningioma adalah reseksi

bedah yang biasanya dapat dilakukan lengkap. Terapi radiasi tidak diindikasikan.

Tumor Metastasis

Dirancang untuk mengurangi nyeri dan untuk mempertahankan atau memperbaiki

fungsi neurologis. Sasaran realistik adalah palliasi. Namun mengurangi nyeri serta

menjaga atau memulihkan fungsi neurologis berperan tidak ternilai dalam

menjaga kualitas sisa hidup penderita kanser dan mengurangi kesulitan perawatan.

 

15

Page 16: Case gangguan Medula Spinalis

Tindakan radiasi, bedah atau kombinasinya tetap kontroversi. Radioterapi biasa

dipikirkan sebagai terapi inisial bagi kebanyakan pasien dengan tumor spinal

sekunder radiosensitif yang bergejala dengan tanpa defisit neurologis atau

minimal, terutama efektif untuk lesi limforetikuler. Operasi dipikirkan sebagai

pilihan terakhir. Indikasi operasi biasanya adalah gagal atas radiasi, diagnosis

tidak diketahui, fraktur/dislokasi patologis dan paraplegia yang berlangsung cepat

atau sudah berjalan lanjut. 

F. PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan metastasis spinal simptomatis bervariasi. Keluaran

tindakan tergantung beratnya defisit, lamanya gejala, jenis tumor, lokasi tumor

dan derajat penyakit.

SPONDILITIS TUBERCULOSA

Spondilitis tuberculosa (Tb) merupakan salah satu penyakit tertua yang

telah didokumentasikan disaat zaman besi dan mumi kuno di mesir dan peru pada

16

Page 17: Case gangguan Medula Spinalis

tahun 1779 oleh percivall pott tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil

tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882,sehingga

etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.

Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang

dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5

tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia

ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering.

Setelah ditemukannya obat anti Tb dan berkembangnya kualitas kesehatan

masyarakat, penyakit spondilitis Tb ini mulai jarang ditemukan di negara maju

namun angka penyakit ini masih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini

memiliki potensi morbiditas yang cukup serius meliputi defisit neurologi

permanent dan deformitas. Terapi dengan obat-obatan atau kombinasi terapi

dengan operasi dapat mengontrol penyakit ini pada sebagian besar penderita.

A. DEFINISI

Spondilitis Tb atau Pott disease ialah suatu osteomielitis kronik tulang

belakang yang disebabkan oleh kuman tbc. Infeksi umumnya mulai dari korpus

vertebra lalu ke diskus intervertebralis dan ke jaringan sekitarnya. Daerah yang

paling sering terkena, berturut-turut ialah daerah torakal terutama bagian bawah,

daerah lumbal dan servikal 1 - 4. Akibat perkejuan akan terbentuk abses yang

dapat meluas ke sekitamya dan mencari jalan keluar. Paling sering mengikuti fasia

otot psoas, berkumpuldalam fosa iliaka sampai terjadi fistel kulit.

B. EPIDEMIOLOGI

Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan

mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di

Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan

masalah utama. Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit

ini mengalami peningkatan pada populasi imigran,tunawisma lanjut usia dan pada

orang dengan tahap lanjut infeksi HIV (Medical Research Council TB and Chest

Diseases Unit 1980). Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum

17

Page 18: Case gangguan Medula Spinalis

alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar

terkena penyakit ini.

Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama

mengenai dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan

Afrika sebagian besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20

tahun). Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi

terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat

terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight

bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering

terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang

belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang

(kurang lebih 50% kasus)(Gorse et al. 1983), diikuti kemudian oleh tulang

panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan

tangan jarang terkena. Area torako-lumbal terutama torakal bagian bawah

(umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang paling sering

terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai

maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral.

Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis

tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan

penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik(7). Insidensi

paraplegia, terjadi lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-

anak. Hal ini berhubungan dengan insidensi usia terjadinya infeksi tuberkulosa

pada tulang belakang, kecuali pada dekade pertama dimana sangat jarang

ditemukan keadaan ini.

C. FAKTOR RESIKO

1. Usia dan jenis kelamin

18

Page 19: Case gangguan Medula Spinalis

Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan

hingga masa pubertas. Bayi dan anak muda dari kedua jenis kelamin mempunyai

kekebalan yang lemah. Hingga usia 2 tahun infeksi biasanya dapat terjadi dalam

bentuk yang berat seperti tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosa, yang

berasal dari penyebaran secara hematogen.

Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam

mencegah penyebaran secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam mencegah

penyebaran penyakit di paru-paru.

Angka kejadian pada pria terus meningkat pada seluruh tingkat usia tetapi

pada wanita cenderung menurun dengan cepat setelah usia anak-anak, insidensi

ini kemudian meningkat kembali pada wanita setelah melahirkan anak. Puncak

usia terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50 tahun untuk wanita, sementara

pria bisa mencapai usia 60 tahun.

2. Nutrisi

Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan

menurunkan resistensi terhadap penyakit.

3. Faktor toksik

Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya

tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau

immunosupresan lain.

4. Penyakit

Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia

meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.

5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan)

Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan

pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya

malnutrisi, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh.

6. Ras

19

Page 20: Case gangguan Medula Spinalis

Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau

Amerika asli, mempunyai mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap

penyakit ini.

D. PATOFISIOLOGI

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran

hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui

jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar

tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat

bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem

pulmoner dan genitourinarius. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang

belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa

penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).

Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang

memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian

bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui

pleksus Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan

banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih

70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,

sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.

Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari

vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi

ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior,

melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah

ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus

intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan

oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang

jauh melalui abses paravertebral.

Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang

baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular

sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus

intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa.

20

Page 21: Case gangguan Medula Spinalis

Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke

dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya

corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus,

sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga

akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan

tulang

menjadi nekrosi.

Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian

tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan

berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi

intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul

deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung

dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah

timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini

sudah meluas.

Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang

normal di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar

lordosis dimana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior

sehingga akan terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya

bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat

badan disalurkan melalui prosesus artikular.

Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya

fibrosis dan kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan

fibrosa itu mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra

yang kolap.

Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus. Dengan

kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkijuan,

dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks

dan berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal anterior. Cold abcesss ini

kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial

dan akan tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi aslinya.

E. KLASIFIKASI

21

Page 22: Case gangguan Medula Spinalis

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk

spondilitis:

(1) Peridiskal / paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di

bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan

pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.

Terbanyak ditemukan di regio lumbal.

(2) Sentral

Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga

disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering

menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain. sehingga

menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang

bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.

(3) Anterior

Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di

atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped

karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini

diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses

prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya

perubahan lokal dari suplai darah vertebral.

(4) Bentuk atipikal

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat

diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan

keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis

tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus

transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral

posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemenposterior tidak diketahui

tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.

F. DIAGNOSA

22

Page 23: Case gangguan Medula Spinalis

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada

banyak faktor. Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan

berevolusi lambat. Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu

diagnosa pasti bervariasi dari bulan hingga tahun sebagian besar kasus didiagnosa

sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa.

Anamnesa dan inspeksi

1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat

malam, demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan

malam hari serta cachexia.

2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah

disertai nyeri dada.

3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang

menjalar.

Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di

daerah telinga atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas

akan menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di

bagian torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian

perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk

mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku.

4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah

kaki pendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung.

5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan

kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk

dalam posisi dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan

lainnya di oksipital.

Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan

timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa

nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak

pembengkakan di kedua sisi leher.

Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong trakhea ke sternal

notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan adanya stridor

respiratoar, sementara kompresi medulla spinalis pada orang dewasa akan

23

Page 24: Case gangguan Medula Spinalis

menyebabkan tetraparesis (Hsu dan Leong 1984). Dislokasi atlantoaksial

karena tuberkulosa jarang terjadi dan merupakan salah satu penyebab

kompresi cervicomedullary di negara yang sedang berkembang. Hal ini

perlu diperhatikan karena gambaran klinisnya serupa dengan tuberkulosa

di regio servikal (Lal et al. 1992).

6. Di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila

berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi

panggulnya. Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya

sementara tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku (coin test).

7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak

yang terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar

melalui fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi

panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi

dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas

paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi

sendi panggul.

8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang

belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan

dislokasi.

9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit

neurologis). Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia

pada spondilitis lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan

servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak

bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola jalan yang

spastik dengan kelemahan motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi

gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal.

10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan

nyeri akut seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari

pembengkakan tulang ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut

disebabkan karena tuberkulosa.

11. Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia

yang dikenal dengan nama Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul

24

Page 25: Case gangguan Medula Spinalis

secara akut ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari

kecepatan peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada

penelitian yang dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya

terjadi pada pasien berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus)

dan tidak ada predileksi berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.

Palpasi

1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit

diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan

abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa

iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot

sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar

dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi

destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.

2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena

Perkusi

Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus

vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium :

Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari

100mm/jam.

Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative

(PPD) positif.

Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum

dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru yang aktif)

Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat

relatif.

Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins,

typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada

25

Page 26: Case gangguan Medula Spinalis

pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk

menyingkirkan diagnosa banding.

Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis

tuberkulosa).

Xantokrom, Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal,

Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada tahap akut

responnya bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis piogenik (Kocen

and Parsons 1970; Traub et al 1984). Kandungan protein meningkat.

Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran klinis sangat

kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan. Kandungan protein cairan

serebrospinal dalam kondisi spinal terblok spinal dapat mencapai

1-4g/100ml.

Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes konfirmasi

yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman pemeriksa dan tahap

infeksi.

2. Radiologis

Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.

Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya

tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).

Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti

adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat

setelah 3-8 minggu onset penyakit.

- Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut

inferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut

sehingga tampak penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan,

serta erosi corpus vertebrae anterior yang berbentuk scalloping karena

penyebaran infeksi dari area subligamentous.Infeksi tuberkulosa jarang

melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau prosesus spinosus.

- Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan timbulnya

deformita scoliosis (jarang)

26

Page 27: Case gangguan Medula Spinalis

- Pada pasien dengan deformitas gibbus yang sudah lama akan tampak

tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari lebarnya (

long vertebra atau tall vertebra)

- Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan

psoas. Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular

dengan kalsifikasi. Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan

lunak yang mengalami peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi

pada saat penyembuhan.

3. Computed Tomography – Scan (CT)

Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga

yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti

pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat

kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang.

Bermanfaat untuk membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan

bersifat konservatif atau operatif dan membantu menilai respon terapi.

Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di

abses.

5. Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi spinal.

mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi membutuhkan pengalaman dan

pembacaan histologi yang baik (untuk menegakkan diagnosa yang absolut)

(berhasil pada 50% kasus).

6. Aspirasi pus paravertebral yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari

basil tuberkulosa dan granuloma, lalu kemudian dapat diinokulasi di dalam guinea

babi.

G. KOMPLIKASI

Cedera corda spinalis (spinal cord injury).

27

Page 28: Case gangguan Medula Spinalis

Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa,

sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia

–prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh

jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). Jika

cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor).

MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau

karena invasi dura dan corda spinalis.

Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal

kedalam pleura.

H. MANAJEMEN TERAPI

Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :

1. Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakit

2. Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis.

Untuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa

terbagi menjadi :

Terapi konservatif

1. Pemberian nutrisi yang bergizi

2. Pemberian kemoterapi atau terapi anti tuberkulosa. Obat anti tuberkulosa yang

utama adalah :

- Isoniazid (INH) dosis INH adalah 5 mg/kg/hari – 300 mg/hari

- Rifampin (RMP) dosisnya : 10 mg/kg/hari – 600 mg/hari.

- Pyrazinamide (PZA) dosis : 15-30mg/kg/hari

- Ethambutol (EMB) dosis : 15-25 mg/kg/hari

- Streptomycin (STM) dosis : 15 mg/kg/hari – 1 g/kg/hari

Obat antituberkulosa sekuder adalah para-aminosalicylic acid (PAS),

ethionamide, cycloserine, kanamycin dan capreomycin. Peran steroid pada terapi

medis untuk tuberculous radiculomyelitis masih kontroversial. Obat ini membantu

pasien yang terancam mengalami spinal block disamping mengurangi oedema

jaringan (Ogawa et.al 1987). Pada pasien-pasien yang diberikan kemoterapi harus

selalu dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan pemeriksaan laboratorium

secara periodik.

28

Page 29: Case gangguan Medula Spinalis

3. Istirahat tirah baring (resting)

Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada

turning frame / plaster bed atau continous bed rest. Istirahat dapat dilakukan

dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi

terutama pada keadaan yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan

untuk mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih

lanjut. Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sehingga dicapai

keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis dan

laboratorium.

Terapi Operatif

Sebenarnya sebagian besar pasien dengan tuberkulosa tulang belakang

mengalami perbaikan dengan pemberian kemoterapi saja (Medical Research

Council 1993). Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk pasien yang

mempunyai lesi kompresif secara radiologis dan menyebabkan timbulnya

kelainan neurologis. Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu

pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif)

dilakukan tetapi tidak memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling

efektif diterapi dengan operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi

“pus” tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi

dan memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat. Selain indikasi diatas,

operasi debridement dengan fusi dan dekompresi juga diindikasikan bila:

1. Diagnosa yang meragukan hingga diperlukan untuk melakukan biopsi

2. Terdapat instabilitas setelah proses penyembuhan

3. Terdapat abses yang dapat dengan mudah didrainase

4. penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan mengancam atau

kifosis berat.

5. Penyakit yang rekuren.

Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat di tempat tidur selama 3-6

minggu.

29

Page 30: Case gangguan Medula Spinalis

I. PROGNOSA

Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia

dan kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis

serta terapi yang diberikan.

a. Mortalitas

Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring

dengan ditemukannya kemoterapi (menjadi kurang dari 5%, jika pasien

didiagnosa dini dan patuh dengan regimen terapi dan pengawasan ketat).

b. Relaps

Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan

regimen medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampir mencapai 0%.

c. Kifosis

Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi

kosmetis secara signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit

neurologis atau kegagalan pernafasan dan jantung karena keterbatasan fungsi

paru.

d.Defisit neurologis.

Defisit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik

secara spontan tanpa operasi atau kemoterapi. Tetapi secara umum, prognosis

membaik dengan dilakukannya operasi dini.

e. Usia

Pada anak-anak, prognosis lebih baik dibandingkan dengan orang dewasaf.

f. Fusi

Fusi tulang yang solid merupakan hal yang penting untuk pemulihan

permanen spondilitis tuberkulosa.

DAFTAR PUSTAKA

Mardjono M, dkk, Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, 1988.

30

Page 31: Case gangguan Medula Spinalis

De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah ed 4 . Philadelphia : Harper & Row

Hangersteron, 1979

Diakses dari www. Pustakaunpad.ac.id pada tanggal 1 maret 2013.

Diakses dari www.wikipedia.com pada tanggal 1 maret 2013.

Diakses dari www.residenneurologi.multiply.com

www.emedicine.traumamedulaspinalis.html

Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta, 1993

Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000

http://medicastore.com/penyakit/675/

Cedera_Medula_Spinalis_Akibat_Kecelakaan.html

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIENNama : Tn.R

31

Page 32: Case gangguan Medula Spinalis

Jenis Kelamin : Laki-lakiUsia : 65 tahunAgama : IslamAlamat : Sasak, Pasaman BaratNo. Rekam Medis : 819698Tanggal masuk RS : 28 Februari 2013 ANAMNESIS : Autoanamnesa Keluhan Utama : Lumpuh pada kedua tungkai

Riwayat Penyakit Sekarang: Lumpuh pada kedua tungkai sejak 2 minggu SMRS terjadi tiba tiba.

Pasien sama sekali tidak bisa menggerakkan kedua tungkai sama sekali. Sehingga pasien hanya berbaring di tempat tidur, keluhan disertai dengan rasa raba yang berkurang mulai dari pertengahan pusar ke bawah.

Keluhan disertai dengan BAB yang keluar tanpa disadari dan Pasien mengeluhkan buang air kecil dimana pasien hanya menekan perut bagian bawah agar BAK dapat keluar. 1 minggu yang lalu keluhan BAK bertambah berat dimana pasien sama sekali tidak BAK.

Riwayat Penyakit Dahulu:  Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Riwayat demam sebelumnya tidak ada. Riwayat batuk batuk lama tidak ada. Riwayat keganasan tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat pekerjaan,sosial,ekonomi. Pasien tidak bekerja, aktivitas fisik kurang.

 

PEMERIKSAAN FISIK

Status GeneralisKeadaan umum : Sakit sedangKesadaran : CMC GCS 15 (E4M6V5)Tekanan darah: 160/100 mmHgNadi : 88 x / menitPernapasan : 20 x / menitSuhu : 37 0C

Leher : Tidak ada jejas, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Paru : In : simetris kiri dan kanan

32

Page 33: Case gangguan Medula Spinalis

Pa : fremitus kiri = kanan Pe : Sonor Au : vesikular, Ronki -/-, Wheezing -/-

Jantung : In : iktus tidak terlihat Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V Pe : batas jantung dalam batas normal Au : irama teratur, bising (-)

Abdomen : In : tidak membuncit Au : bising usus normal  Pe : timpani Pa : hepar dan lien tidak teraba

Punggung : In : tidak ada benjolan, deformitas (-) Pa : Nyeri tekan (+), nyeri ketok (+)

STATUS NEUROLOGISKesadaran : GCS 15 (E4V5M6)Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)

Brudzinski I (-)Brudzinski II (-)Laseque -Kernig (-)

Tanda peningkatan tekanan intrakranial: (-)

Pemeriksaan NerviCranialis1. N I : penciuman baik2. N II : penglihatan baik3. N III, IV, VI : ptosis (-), pupil bulat 3 mm / 3 mm, Refleks Cahaya +/+,

Gerak bola mata bebas ke segala arah4. N V : sensorik dan motorik baik5. N VII : dalam batas normal6. N VIII : dalam batas normal7. N IX, X : Refleks menelan (+), uvula di tengah,

arkus faring simetris, Refleks muntah (+)8. N XI : menoleh ke kanan kiri (+), mengangkat bahu (+)9. N XII : dalam batas normal

PemeriksaanMotorikEkstremitas atas : eutrofi, eutonusEkstremitas bawah : eurofi, hipertonus

Kekuatan :5 5 5 555

33

Page 34: Case gangguan Medula Spinalis

000 0 0 0

Refleks fisiologis :++ ++

+++ +++

Reflex patologis : _ _

+ +

  Pemeriksaan sensorikRangsang raba : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat

hingga ujung jari kakiRangsang nyeri : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertangahan pusat

hingga ujung jari kakiRangsang suhu : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertangahan pusat

hingga ujung jari kakiPropioseptif  : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat

hingga ujung jari kakiDiskriminasi 2 titik : (-) pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat

hingga ujung jari kaki

Saraf otonom: BAK : inkontinensia urinBAB : inkontinensia alviBerkeringat : normal

Pemeriksaan Fungsi Luhur: Memori : dalam batas normalKognitif : dalam batas normalBahasa : dalam batas normal

Pemeriksaan Koordinasi: Tes supinasi-pronasi : dalam batas normalTes tunjuk hidung : dalam batas normal

Laboratorium :Hb : 16,4 g/dlHt : 50 %Leukosit : 11.600 /mm3

Trombosit :275.000 /mm3

Na/K/Cl : 137/4.2/104

Pemeriksaan Rontgen thoraco lumbal dengan ekspertise :Tampak destruksi pada corpus vertebre Th XII-LIDiskus invtervertebralis menyempit pada Th XII-LI

34

Page 35: Case gangguan Medula Spinalis

 DIAGNOSISDiagnosis Kerja:

Klinis : paraplegia inferior tipe UMNTopis : segmen medula spinalis setinggi Th XII-LIEtiologi : Fraktur KompresiDiagnosa sekunder : Hipertensi Stage II

 

PEMERIKSAAN ANJURAN MRI tulang belakang (torako-lumbal)

TATALAKSANAUmum

Diet MB RG IIIVFD RL 12 jam/kolfPasang Kateter urin,untuk balance cairanKonsultasi ahli bedah syaraf Konsultasi ahli bedah ortopedi

KhususMethyl prednisolon 4x125 mg (po) Ranitidine 2 x 50 mg (iv)Amlodipin 1x5 mg (po)

PROGNOSISQuo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad functionam : dubia ad malamQuo ad sanationam : dubia ad bonam

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki 65 tahun di bangsal Neurologi RS. M. Djamil Padang dengan diagnosis klinis paraplegia inferior tipe UMN,

35

Page 36: Case gangguan Medula Spinalis

diagnosis topik segmen medula spinalis setinggi Th XII-L1, diagnosis etiologi fraktur kompresi serta diagnosis sekunder hipertensi stage II. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami lumpuh pada kedua tungkai sejak 2 minggu SMRS. Keluhan disertai dengan tidak adanya rasa ingin BAK dan BAB keluar tanpa disadari. Dari hasil pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan pada saraf kranial, namun pada pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan pada kedua tungkai adalah 0 0 0 disertai hilangnya sensoris serta propioseptif pada kedua tungkai mulai dari pertengahan pusat hingga ujung jari kaki. Ditemukan refleks fisiologis meningkat dan balbinski pada kedua tungkai. Hasil foro rotgen thorako-lumbal didapatkan kesan multiple kompresi fraktur di Th XII-LI. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan maka pada pasien ini mengarah kepada diagnosis paraplegi inferior tipe UMN akibat fraktur kompresi medula spinalis.

Pada pasien diberikan terapi umum Diet MB RG II, pasang kateter urin, , konsultasi

ahli bedah syaraf, konsultasi ahli bedah ortopedi. Pengobatan khusus yang

diberikan adalah methyl prednisolon 4 x 125 mg tab, ranitidine 2 x 50 mg

dan amlodipin 1x5 mg tab.

36