38
LAPORAN KASUS ANEMIA HEMOLITIK Pembimbing : dr. Hj. Siti Rahmah, Sp. A Disusun Oleh : Ayu Ningtiyas Nugroho (030.08.049) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Case Anemia Hemolitik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penyakit anak

Citation preview

LAPORAN KASUS

ANEMIA HEMOLITIK

Pembimbing : dr. Hj. Siti Rahmah, Sp. A

Disusun Oleh : Ayu Ningtiyas Nugroho (030.08.049)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,

Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 27 Oktober

2014 dengan judul “Anemia Hemolitik” yang disusun oleh :

Nama : Ayu Ningtiyas Nugroho

NIM : 030.08.049

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :

Pembimbing :

dr. Hj. Siti Rahmah, Sp. A

Menyetujui,

( d r. Hj. Siti Rahmah , Sp. A)

BAB I

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS

Data Pasien Ayah Ibu

Nama An. A Tn. G Ny. R

Umur 2 tahun 32 tahun 28 tahun

Jenis Kelamin Laki – laki Laki-laki Perempuan

Alamat Kp. Rawa Bambu No.21 Harapan Jaya, Bekasi Utara

Agama Islam Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - D3 D3

Pekerjaan - Pegawai Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - - -

Keterangan Hubungan dengan

orang tua : Anak

kandung

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu dan bapak pasien

pada tanggal 27 November 2014.

Keluhan Utama :

Demam sejak 1 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 bulan SMRS, demam timbul mendadak.

Demam dikatakan naik turun dan tidak tentu waktunya. Demam tidak terlalu tinggi pada perabaan

tangan. Pasien dikatakan timbul lebam. Lebam timbul sejak 3 hari SMRS. Lebam muncul tiba – tiba

mlai dari kelopak mata kiri, lengan kanan dan lipat lutut kanan. 1 minggu SMRS pasien mengalami

mimisan tanpa sebab dengan jumlah darah sedikit. Riwayat gusi berdarah disangkal. Diakui orang

tuanya pasien tampak lemas dan kurang aktif seperti biasanya.

Pasien sudah berobat ke klinik dan diberi obat namun keluhan tidak berkurang. Keluhan

batuk, sesak, mual, muntah dan diare disangkal. BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare - Ginjal -

DBD - Kejang - Darah -

Thypoid - Maag - Radang paru -

Otitis - Varicela - Tuberkulosis -

Parotis - Operasi - Morbili -

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang serupa.

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat alergi.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan

Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke dokter

KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah sakit

Penolong persalinan Dokter

Cara persalinan Spontan

Masa gestasi 9 bulan

Keadaan bayi

Berat lahir 3000 g

Panjang badan 45 cm

Lingkar kepala 35 cm

Langsung menangis

Nilai apgar 8/9

Tidak ada kelainan bawaan

Kesan :

Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan gigi I : 5 bulan (normal: 5-9 bulan)

Psikomotor

Tengkurap : 3 bulan (normal: 3-4 bulan)

Duduk : 7 bulan (normal: 6 bulan)

Berdiri : 10 bulan (normal: 9-12 bulan)

Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)

Bicara : 10 bulan (normal: 9-12 bulan)

Baca dan Tulis : -

Kesan :

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia

Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim

0-2 +

2-4 +

4-6 + +

6-8 + + + +

8-10 + + + +

Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik

Riwayat Imunisasi :

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG Lahir

DPT 2 bln 4 bln 6 bln

POLIO Lahir 2 bln 4 bln 6 bln

CAMPAK 9 bln

HEPATITIS B Lahir 1 bln 6 bln

Kesan : Riwayat Imunisasi lengkap.

Riwayat Keluarga :

Ayah Ibu Anak pertama

Nama Tn. G Ny. R An. A

Perkawinan ke Pertama Pertama -

Umur 32 tahun 28 tahun 2 tahun

Keadaan kesehatan Baik Baik Baik

Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.

Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Tinggal dirumah sendiri. Terdapat tiga kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum dan

air mandi berasal dari air tanah.

Kesan :

Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tanda Vital

- Kesadaran : compos mentis

- Frekuensi nadi : 100x/menit

- Frekuensi pernapasan : 26x/menit

- Suhu tubuh : 37oC

Data antropometri

- Berat badan : 13 kg

- Tinggi badan : 95 cm

Status Gizi

BB aktual

Rumus BB/ TB % = ----------------------- X 100 %

BB baku untuk TB aktual

= x 100 %

= 93,75 %

Kesan gizi pada pasien ini adalah gizi cukup.

Kepala

- Bentuk : normocephali

- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

- Mata : CA +/+, SI -/-, pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+

- Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-

- Hidung : bentuk normal, sekret -, nafas cuping hidung -/-

- Mulut : faring hiperemis (-), T1-T1

Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar

Thorax

- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris

- Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris

- Perkusi : sonor dikedua lapang paru

- Auskultasi : Pulmo SN vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Cor BJ I & II normal, murmur -, gallop -

Abdomen

- Inspeksi : perut buncit

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jbac 2 jbpx, lien

teraba shuffner III

- Perkusi : shifting dullness (-), nyeri ketok (-)

Kulit : pucat (+), hematom (+)

Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), udem -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi

Darah lengkap

Lekosit 95,8 ribu/uL

Hitung jenis

Basofil 0 %

Eosinofil 2 %

Batang 2 %

Segment 6 %

Limfosit 30 %

Monosit 0 %

Eritrosit 7,69 juta/uL

Hemoglobin 6,7 g/dL

Hematokrit 32,1 %

Index eritrosit

MCV 82,0 fL

MCH 24,0 pg

MCHC 30,3 %

Trombosit 22,0 ribu/uL

Urine

Urine Lengkap

Kimia Urine

Warna kuning

Kejernihan keruh

pH 6,0

berat jenis 1050

albumin negatif

glukosa negatif

keton negatif

urobilinogen 0,2

bilirubin negatif

darah samar positif 3 (+++)

lekosit esterase negatif

nitrit negatif

Mikroskopis urine

Eritrosit 20-40 /lbp

Lekosit 0-5 /lbp

Silinder negatif

Epitel gepeng (+)

Kristal negatif

Bakteri positif 1 (+)

Fungsi Hati

SGOT 43

SGPT 16

Fungsi ginjal

Ureum 29

Kreatinin 0,7

Gula Darah

Gula Darah Sewaktu 90 mg/dL

Elektrolit

Natrium 143 mmol/L

Kalium 4,5 mmol/L

Klorida 102 mmol/L

RESUME

Anamnesis

Os anak laki – laki, 2 tahun, 13 kg datang dengan keluhan demam sejak 1 bulan SMRS, demam

timbul mendadak, naik turun tidak tentu waktunya, tidak terlalu tinggi pada perabaan tangan. Timbul

lebam, 3 hari SMRS muncul tiba – tiba mlai dari kelopak mata kiri, lengan kanan dan lipat lutut

kanan. 1 minggu SMRS mimisan tanpa sebab dengan jumlah darah sedikit. Diakui orang tuanya

pasien tampak lemas dan kurang aktif seperti biasanya. Keluhan batuk, sesak, mual, muntah dan diare

disangkal. BAK tidak ada keluhan.

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tanda Vital

- Kesadaran : compos mentis

- Frekuensi nadi : 100x/menit

- Frekuensi pernapasan : 26x/menit

- Suhu tubuh : 37oC

Mata : CA +/+

Abdomen

- Inspeksi : perut buncit

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jbac 2 jbpx, lien

teraba shuffner III

- Perkusi : shifting dullness (-), nyeri ketok (-)

Kulit : pucat (+), hematom (+)

Pemeriksaan penunjang

Hematologi

Lekosit 95,8 ribu/uL

Hitung jenis

Basofil 0 %

Eosinofil 2 %

Batang 2 %

Segment 6 %

Limfosit 30 %

Monosit 0 %

Eritrosit 7,69 juta/uL

Hemoglobin 6,7 g/dL

Hematokrit 32,1 %

Index eritrosit

MCV 82,0 fL

MCH 24,0 pg

MCHC 30,3 %

Trombosit 22,0 ribu/uL

DIAGNOSIS KERJA

Leukemia Limfoblastik Akut

DIAGNOSIS BANDING

Leukemia Mieloblastik Akut

PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa

Tirah baring

Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita

Medikamentosa

IVFD RL 16 tpm makro

Transfusi PRC 156cc

Paracetamol 3x1 cth

PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad malam

As fungsionam : Dubia ad malam

Ad sanationam : Dubia ad malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Leukemia Limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan menurut

cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblas.

Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai

bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,

trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Faktor penyebab LLA tidak diketahui, tapi

dimungkinkan karena interaksi sejumlah faktor: neoplasia, infeksi, radiasi, keturunan, zat kimia,

mutasi gen.

Leukemia akut cepat terjadi dan lambat penyembuhannya, dapat diakhiri dengan kematian

bila tidak segera diobati. LLA sering ditemukan pada anak-anak (82 %) daripada umur dewasa dan

lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

ANAMNESIS

Anamnesis pada LLA harus ditanyakan apakah ada gejala anemia, kelemahan tubuh, berat badan

menurun, anoreksia, mudah sakit, sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi. Ada beberapa

point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain:

Keluhan utama:

o Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik dinilai pada

telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva.

Keluhan penyerta:

o Biasanya anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit, muntah sehingga

menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah bahkan dapat ditemukan

kulit yang tampak kuning pucat seperti penyakit kuning.1

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai splenomegaly,

dan kadang-kadang hepatomegaly serta limfadenopatia. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap

seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia. Pucat dapat terjadi mendadak,

sehingga bila pada seorang anak terdapat pucak yang mendadak dan sebab terjadinya sukar

diterangkan, waspadalah leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan

gusi, dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala yang

tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-tafsirkan sebagai penyakit reumatik.

Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura

pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral dan sebagainya.2

Gambar 1. Splenomegali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis yang

kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan

gejala patogonomik untuk leukemia).

Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel

limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).

Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari

jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.2

Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan

kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk menentukan

pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan

dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan

pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel

patologis.

• Biopsi—Dokter mengangkat beberapa sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar

lainnya. Seorang ahli patologi memeriksa contoh dibahwah sebuah mikroskop. Pengangkatan

jaringan untuk mencari sel-sel kanker disebut suatu biopsi. Suatu biopsi adalah cara satu-

satunya yang pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada didalam sumsum tulang.

• Ada dua cara dokter dapat memperoleh sumsum tulang. Beberapa pasien-pasien akan mempunyai

kedua-duanya prosedur:

Bone marrow aspiration (Penyedotan sumsum tulang): Dokter menggunakan sebuah jarum untuk

mengangkat contoh-contoh dari sumsum tulang.

Bone marrow biopsy (Biopsi Sumsum Tulang): Dokter menggunakan suatu jarum yang sangat

tebal untuk mengangkat sepotong kecil dari tulang dan sumsum tulang.

Pembiusan lokal membantu membuat pasien-pasien lebih enak.

Gambar 2. Bone Marrow Aspiration.

• Cytogenetics—Lab melihat pada kromosom-kromosom dari sel-sel dari contoh-contoh dari

peripheral blood, sumsum tulang, atau nodus-nodus getah bening.

• Spinal tap—Dokter mengangkat beberapa dari cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang-

ruang di dan sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Dokter menggunakan suatu jarum

panjang yang kecil untuk mengangkat cairan dari kolom tulang belakang (spinal column).

Prosedur memakan waktu kira-kira 30 menit dan dilaksanakan dengan pembiusan lokal.

Pasien harus terbaring untuk beberapa jam setelahnya untuk mempertahankannya dari

mendapat sakit kepala. Lab memeriksa cairan untuk sel-sel leukemia dan tanda-tanda lain dari

persoalan-persoalan.

• Chest x-ray—X-ray dapat mengungkap tanda-tanda dari penyakit di dada.3

Gambar 3. Morfologi LLA (Limfositosis).

Jenis Pemeriksaan Hasil yang ditemui

Complete blood count leukositosis, anemia, trombositopenia

Bone Marrow Puncture hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti

Sitokimia Sudan black negatif, mieloperoksidase negatif

Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-ALL)

Imunoperoksidase peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur kembali gen reseptor sel

T dan Ig

Flowcytometry precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy chain, TdT

T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT

B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22

Sitogenetika analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk menguraikan

klon maligna

Pungsi lumbal keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF

Tabel 1. Gambaran Laboratorium.4

WORKING DIAGNOSIS

Leukemia Limfositik Akut/Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan klonal dari

sel-sel prekursor limfoid. Pada lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan sisanya

merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak-

anak. Walaupun demikian, 20% kasus adalah dewasa. Jika tidak diobati, dapat fatal.

Manifestasi leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda

dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau

keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang

menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi,

perdarahan, dan anemia.

Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:

Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise

Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanay terjadi pada

anak

Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme). Disebabkan oleh

hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel leukemia. Semua cadangan

energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik yang ganas, sehingga semakin lama

cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakin berkurang, akibatnya gizi pasien terkesan

kurang, lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi pasien adalah

anemia dan gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas seluler yang terjadi

mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan mekanisme pengaturan suhu

sehingga terjadi demam. Kemungkinan lain akibat terjadinya demam adalah adanya infeksi.

Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem imunitas meningkat, tetapi sel yang

terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis apapun, sehingga tidak fungsional dalam

menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini disebut dengan leukopenia fungsional.

Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gram negatif usus,

stafilokokus, streptokokus, serta jamur

Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria

Limfadenopati. Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihan dalam memproduksi

limfosit. Sehingga sel-sel limfonodus yang berlebihan menyebabkan timbulnya rasa sakit.

Hepatomegali. Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2) akibat anemia

hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini, kaitan yang paling mungkin adalah

hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan hepar.

Splenomegali. Splenomegali yang terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infiltrasi; 2)

infeksi; atau 3) sumbatan/gangguan aliran darah. Namun, dalam kasus ini, kemungkinan yang

paling besar splenomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam limpa/spleen.

Massa di mediastinum (T-ALL).

Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah, kelumpuhan

saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status mental.5,6

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Limfositosis, limfadenopati, dan hepatomegaly yang berhubungan dengan infeksi virus dan

limfoma

Anemia aplastik.6

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:

a. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia yang berat dan pendarahan

pasif dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

b. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis

dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

c. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp, metotreksat atau MTX) pada

waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan

dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat

akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila

jumlah leukosit kurang dari 2000 / mm3 pemberiannya harus hati-hati.

d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama).

e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai remisi dan jumlah sel

leukimia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengani cara pengobatan yang terbaru

masih dalam perkembangan).

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi

prinsipnya sama, yaitu dengan pola dasar:

a. Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel blas dalam

sumsum kurang dari 5%. Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan

terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika

tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel

muda kuurang dari 5%.

b. Konsilidasi, bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi. Pada fase ini,

kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel

leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk

menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka

pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

c. Rumat, untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama, biasanya dengan memberikan

sitostatika setengah dosis biasa.

d. Reinduksi, dimaksudkan untuk mencegah relaps, biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan

pemberian obat-obat seperti pad induksi selama 10-14 hari.

e. Mencegah terjadinya leukimia pada susunan saraf pusat diberikan MTX secara intratekal dan

radiasi kranial.

f. Pengobatan imunologik. Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh

agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus

menerus.

Induksi

Sistemik :

a) VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.

b) ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada

hari ketiga pengobatan

c) Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering

off selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali

dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)

Konsolidasi

a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR

keenam, kemudian dilanjutkan dengan :

b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari

konsolidasi

Rumat

Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :

a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral

b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)

Reinduksi

Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat

dihentikan.

Sistemik :

a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali

b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu

kemudian tapering off

SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX

intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali

Imunoterapi

BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml

intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3

kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.

Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).2,7

ETIOLOGI

Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus

onkogenik). Faktor lain yang turut berperan ialah:

1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormone, bahan kimia (benzol, Arsen, preparat

sulfat), infeksi (virus, bakteri).

2. Faktor endogen seperti ras (orang Yahudi mudah menderita LLK), faktor konstitusi seperti

kelainan kromosom (angka kejadian LMK lebih tinggi dari Sindrom Down), herediter (kadang-

kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-beradik atau kembar satu telur), angka kejadian pada

anak lebih tinggi sesuai dengan usia maternal.

Secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut: bila virus

dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka

virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia seandainya struktur antigen

manusia itu. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus

tersebut akan ditolaknya, sama kejadiannya dengan penolakan terhadap benda asing. Struktur antigen

manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir

yang terketak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan). Oleh WHO terhadap antigen

jaringan telah ditetapkan istilah HLA (Human Leucocyte locus A). Sistem HLA individu ini

diturunkan menurut hukum genetika, sehingga agaknya peranan factor ras dan keluarga dalam etiologi

leukemia tidak dapat diabaikan.2,7

Faktor predisposisi:

1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell leukimia-

lymphoma virus/HTLV)

2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya

3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti

neoplastik

4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol

5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur

6. Kelainan kromosom8

EPIDEMIOLOGI

Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15

tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada

perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk

berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai risiko 20%

untuk berkembang menjadi LLA.8

PATOFISIOLOGI

Kelainan sitogenetik yang sering ditemukan pada kasus dewasa ialah t(9;22)/BCR-ABL (20-

30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%) yang prognosisnya buruk. ABL adalah nonreceptor tyrosine

protein kinase yang secara enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat protein sehingga terjadi

aktivasi jalur transduksi sinyal yang penting dalam regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel.

Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah inaktivasi gen supresor tumor Rb dan p53

yang berperan mengontrol progresi siklus sel. Kelainan yang lain meliputi delesi, mikrodelesi, dan

penyusunan kembali gen yang melibatkan p16.

Kasus LLA disubkalasifikasikan menurut gambaran morfologi dan imunologi, dan genetik sel

induk leukemia. Diagnosis pasti biasanya didasarkan pada pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang.

Gambaran sitologi sel induk sangat bervariasi walaupun dalam satu cuplikan tunggal, sehingga tidak

ada satu klasifikasi yang memuaskan. Sistem the French-American-British (FAB) membedakan tiga

subtipe morfologi L1, L2 dan L3. Pada limfoblas L1 umumnya kecil dengan sedikit sitoplasma, pada

sel L2 lebih besar dan pleomorfik dengan sitoplasma lebih banyak, bentuk inti ireguler, dan nukleoli

nyata, dan sel L3 meampunyai kromatin inti homogen dan berbintik halus, nukleoli jelas, dan

sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata. Karena perbedaan yang subyektif antara blas L1 dan L2

dan korelasi dengan penanda imunologik dan genetik yang sedikit, hanya subtipe L3 yang mempunyai

arti klinis.

Klasifikasi LLA bergantung pada kombinasi gambaran sitologik, imunologik dan kariotip.

Dengan antibodi monoklonal yang mengenali antigen permukaan sel yang terkait dengan galur sel dan

antigen sitoplasma. Maka imunotipe dapat ditentukan pada kebanyakan kasus. Umumnya berasal dari

sel progenitor , lebih kurang 15% berasal dari sel progenitor T, dan 1% berasal dari sel B yang relatif

matang. Imunotipe ini mempunyai implikasi prognostik maupun terapeutik. Subtipe dari LLA, sifat

klinis tertentu, dan angka insidensi relatifnya ditunjukkan pada Tabel 2. Beberapa kasus belum dapat

diklasifikasikan karena menunjukan ekspresi antigen yang berkaitan dengan beberapa galur sel yang

berbeda (LLA galur campuran atau bifenotipik).6,8

Subtipe Jumlah

Penderita

% Umur

(Median)

Hitung Leukosit

(x 103)(Median)

%

pria

% dengan

Massa

Abnormalitas

Kromosom

Mediastinum Terkait

T(T+) 44 14 7,4 th 61,2 67,2 38,2 t(11;14)

B(slg +) 2 0,6 t(8;14)

PreB(clg+) 56 18 4,7 th 12,2 54,8 1,2 t(1;19)

PreB awal

(T-,slg-,clg-)

209 67 4,4 th 12,4 56,5 1.0 t(9;22)

PreB awal

bayi

33 NA 1 th 50 55 Tidak ada t(4;11)

Tabel 2. Insidensi subtipe leukemia limfoblastik akut pada suatu penelitian tunggal, dengan insidensi

beberapa gambaran klinis pada waktu diagnosis8

Kelainan kromosom dapat diidentifikasikan setidaknya 80-90% LLA anak. Kariotip dari sel

leukemia mempunyai arti penting, prognostik, dan terapeutik. Mereka menunjukan tepat sisi bagi

penelitian molekuler untuk mendeteksi gen yang mungkin terlibat pada transformasi leukemia. LLA

anak dapat juga diklasifikasikan atas dasar jumlah kromosom tiap sel leukemia (ploidy) dan atas

penyusunan kembali (rearrangement) kromosom struktural misalnya translokasi. Penanda biologik

lain yang potensial bermanfaat adalah aktivitas terminal deoksinukleotidil tranferase (TdT), yang

umumnya dapat diperlihatkan pada LLA sel progenitor-B dan sel T. Karena enzim ini tidak terdapat

pada limfoid normal, ia dapat berguna untuk mengidentifikasikan sel leukemia pada situasi diagnostik

yang sulit. Misalnya, aktivitas TdT dalam sel dari cairan serebrospinal mungkin menolontg untuk

membedakan relaps susunan saraf sentral awal dengan meningitis aseptik. Kebanyakan penderita

dengan leukemia mempunyai penyebaran pada waktu diagnosis, dengan keterlibatan sumsum tulang

yang luas dan adanya sel blas leukemia di sirkulasi darah. Limpa, hati, kelenjar limfe biasanya ikut

terlibat. Karena itu, tidak ada sistem pembagian stadium (staging) untuk LLA.6,8

KOMPLIKASI

Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel

leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa

pasien yang memiliki beban sel leukimia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular

dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia

sekuder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Jarang

sekali timbul urolitiasis dengan obstruksi uretersetelah pasien diobati untuk leukemia.

Hidrasi, pemberian alopurinol dan alumunium hidroksida, serta penggunaan alkalinisasi urin

yang tepat dapat mencegah atau memperbaiki komplikasi ini. Infiltrasi leukemik yang difus

pada ginjal juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin atau siklofossamid

dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik, dan pemberian antibiotika tertentu

yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau kabernisilin, dapat mengakibatkan

hipokalemia. Hiperglikemia dapat terjadi pada 10 % pasien setelah pengobatan dengan

prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka pendek.

Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi, anak yang

menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi dengan

pengobatan dan fase penyakit. Infeksi yang paling awal adalah bakteri, yang dimanifestasikan

oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,

Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, Staphylococcus epidrmidis, Proteus mirabilis,

dan Haemophilus influenza adalah organisme yang biasanya menyebabkan septik. Setiap

pasien yang mengalami febris dengan granulositopeniayang berat harus dianggap septik dan

diobati dengan antibiotik spektrum luas. Transfusi granulosit diindikasikan untuk pasien

dengan granulositopenia absolut dan septikemia akibat kuman gram negatif yang berespon

buruk terhadap pengobatan.

Dengan pengguanaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau

hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida atau Aspergillus lebih

sering terjadi, meskipun organisme itu sulit dibiakkan dari bahan darah. CT scan

bermanfaatuntuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses paru, hati, limpa, ginjal, sinus,

atau kulit memberi kesan infeksi jamur. Amfositerin B adalah pengobatan pilihan, dengan 5-

fluorositosin dan rifamisin kadang kala ditambahkan untuk memperkuat efek obat tersebut.

Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi merupakan komplikasi

yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena kemoprofilaksis

rutin dengan trimetropim-sulfametoksazol. Karena penderita leukemia lebih rentan terhadap

infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup ( polio, mumps, campak, rubella ) tidak boleh

diberikan.

Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau pengobatannya,

manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas pada kulit dan membran

mukosa. Manifestasi perdarahan pada sistem saraf pusat, paru, atau saluran cerna jarang

terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfusi dengan komponen trommbosit

diberikan untuk episode perdarahan. Koagulopati akibat koagulasi intravaskuler diseminata,

gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA biasanya ringan. Dewasa ini, trombosis

vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah dijumpai pada 1 – 3 % anak setelah diinduksi

pengobatan dengan prednison, vinkristin, dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini

belum diketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat. Biasanya, obat

yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit, seperti salisilat, harus dihindaripada

penderita leukemia.

Dengan adanya keberhasilan dalam pengobatan LLA, perhatian sekarang lebih banyak

ditujukan pada efek terapi yang lambat. Profilaksis sistem saraf pusat dan pengobatan sistemikyang

diintensifkan telah mengakibatkan leukoensefalopati, mineralisasi mikroangiopati, kejang, dan

gangguan intelektual pada beberapa pasien. Pasien juga memiliki resiko tinggi untuk menderita

keganasan sekunder. Efek lambat lainnya adalah gangguan pertumbuhan dan disfungsi gonad, tiroid,

hati, dan jantung. Kerusakan jantung terutama terjadi secara tersembunyi,karena gangguan fungsional

tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Terdapat juga beberapa pertanyaan mengenai arteri

koroner serta insufiensi miokard dini. Sedikit informasi yang didapat tentang efek teratogenik dan

muagenik pada terapi antileukemik; meskipun demikian, tidak ada bukti meningkatnya cacat lahir di

antara anak yang dilahirkan oleh orang tua yang penah mendapat pengobatan leukemia.5,7

PREVENTIF

Tidak diketahui secara pasti cara-cara pencegahan berbagai tipe leukemia. Karena

kebanyakan penderita leukemia tidak mengetahui factor risiko mereka masing-masing. Beberapa tipe

dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara menghindari paparan radiasi dosis tinggi (bahkan

pasca kemoterapi / terapi radiasi), pajanan zat kimia (benzene), menghindari merokok ataupun

paparan asap rokok.

Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah. Karena sesungguhnya

tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai penyebabnya. Hanya saja perlu dihindari

faktor-faktor lain (eksogen) yang dapat mencetuskan LLA.8

PROGNOSIS

Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal, tetapi dalam kepustakaan

dilaporkan pula beberapa kasus yang dianggap sembuh karena dapat hidup lebih dari 10 tahun tanpa

pengobatan. Biasanya bila serangan pertama dapat diatasi dengan pengobatan induksi, penderita akan

berada dalam keadaan remisi ini secara klinis penderita tidak sakit, sama seperti anak biasa. Tetapi

selanjutnya dapat timbul serangan yang kedua (kambuh), yang disusul lagi oleh masa remisi yang

biasanya lebih pendek dari masa remisi pertama. Demikian seterusnya masa remisi akan lebih pendek

lagi sampai akhirnya penyakit ini resistensi terhadap pengobatan dan penderita akan meninggal.

Kematian biasanya disebabkan perdarahan akibat trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi

(sepsis, infeksi jamur).

Sebelum ada prednisone, penderita leukemia hanya dapat hidup beberapa minggu sampai 2

bulan. Dengan pengbatan prednisone jangka waktu hidup penderita diperpanjang sampai beberapa

bulan. Dengan ditambahkannya obat sitostatika (MTX, 6-MP) hidup penderita dapat diperpanjang 1-2

tahun lagi dan dengan digunakannya sitostatika yang lebih poten lagi disertai cara pengobatan yang

mutakhir, usia penderita dapat diperpanjang 3-4 tahun lagi, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun.

PENUTUP

Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa

ini. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak

diketahui secara keseluruhan.

Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Pada leukemia akut, sel darah sangat tidak normal,

tidak dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya meningkat secara cepat. Kondisi pasien

dengan leukemia jenis ini memburuk dengan cepat. Pada leukemia kronik, pada awalnya sel darah

yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak

menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala

ketika sel leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang.

Untuk pengobatan leukemia akut, bertujuan untuk menghancurkan sel-sel kanker sampai

habis. Pelaksanaannya secara bertahap dan terdiri dari beberapa siklus. Tahapannya adalah induksi

(awal), konsolidasi dan pemeliharaan. Tahap induksi bertujuan memusnahkan sel kanker secara

progresif. Tahap konsolidasi untuk memberantas sisa sel kanker agar tercapai sembuh sempurna.

Tahap pemeliharaan berguna untuk menjaga agar tidak kambuh. Terapi yang biasa dilakukan antara

lain pemberian kemoterapi, radioterapi dan juga transplantasi sumsum tulang.

Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat yang mahal,

ketersediaan obat yang belum tentu lengkap, dan adanya efek samping, serta perawatan yang lama.

Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini,

Selain macam obat yang banyak , juga lamanya pengobatan menambah beban biaya untuk pengadaan

obat.

Efek samping sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok,

granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan

sebagainya. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relaps (kambuh). Relaps merupakan

pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya dan dapat terjadi sekitar 20% pada penderita LLA yang

diterapi. Pada dasarnya ada 3 tempat relaps yaitu intramedular (sumsum tulang), ekstramedular

(susunan saraf pusat, testis, iris), intra dan ekstra meduler. Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early

relaps) yang terjadi selama pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late

relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, et al. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ke-1. Cetakan ke-11.

Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.

2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Hematologi. Hassan, R, Alatas, H. In: Buku

Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Percetakan Infomedika Jakarta; 2007. P.469-79.

3. Total Kesehatan Anda. Kanker darah (leukemia). 2008. Diunduh dari,

http://www.totalkesehatananda.com/leukemia7.html, 23 April 2011.

4. Leukemia Limfoblastik Akut. 13 November 2010. Diunduh dari

http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/2010/10/13/leukemia-limfoblastik-

akut / . 23 April 2011.

5. Baldy CM, Gangguan sel darah putih. In: Price SA, Wilson LM, Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit 6th ed. Jakarta: EGC; 2006.

6. Fianza, PI. Leukemia limfoblastik akut. Sudoyo, AR, editors. In: Ilmu Penyakit Dalam. 4 th ed.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. p.728-34.

7. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20.

Jakarta: EGC; 2006.

8. Referat Leukemia pada Anak. 15 Juli 2010. Diunduh dari, http://bukanjokimakalah.co.cc/?

p=40, 23 April 2011.