Upload
ajeng-permata-anggitasari
View
241
Download
9
Embed Size (px)
STOMATITIS APHTOSA
ELGA DEWI RAHMIANTY
1010211091
Stomatitis aphtosa atau sariawan adalah
radang yang terjadi di daerah mukosa
mulut,biasanya berupa bercak putih
kekuningan dengan permukaan yang agak
cekung, bercak itu dapat berupa bercak
tunggal maupun kelompok.
STOMATITIS APHTOSA REKUREN (SAR)
DEFINISI
adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut pasien dengan tanpa adanya gejala dari penyakit lain.
SAR diklasifikasikan berdasarkan karakteristik
klinisnya, yaitu :
1. Stomatitis Apthous Recurrent minor • Sering terjadi pada mukosa bibir dan pipi, dan jarang
terjadi pada mukosa berkeratin seperti palatum durum. • Apthous minor tampak sebagai ulkus oval, dangkal,
berwarna kuning-kelabu, dengan diameter sekitar 3-5 mm.
• Ulkus bisa tunggal maupun multiple, dan sembuh spontan tanpa pembentukan jaringan parut dalam waktu 14 hari.
• Rasa terbakar merupakan keluhan awal, diikuti rasa sakit hebat beberapa hari.
2. Stomatitis Apthous Recurrent mayor • Aptous mayor merupakan bentuk yang lebih besar dari
aptous minor, dengan ukuran diameter lebih dari 1 cm, bersifat merusak, ulser lebih dalam, dan lebih sering timbul kembali.
• Ulkus ini memiliki karakteristik, crateriform, asimetris dan unilateral. Bagian tengahnya nekrotik dan cekung. Ulkus sembuh beberapa minggu atau bulan, dan meninggalkan jaringan parut.
3. Stomatitis Apthous Recurrent herpetiform • Ulkus herpetiform ini, secara klinis mirip ulkus-ulkus
pada herpes primer. • Gambaran berupa erosi kelabu yang jumlahnya
banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tak jelas batasnya.
• Awalnya berdiameter 1-2 cm dan timbul berkelompok 10-100 buah.
• Ulkus dikelilingi daerah eritematosus dan mempunyai gejala sakit.
• Biasanya terjadi hampir pada seluruh mukosa oral terutama pada ujung anterior lidah, tepi-tepi lidah dan mukosa labial. Sembuh dalam waktu 14 hari
ETIOLOGI
Penyebab pasti dari SAR masih belum diketahui, namun kemungkinan bersifat multifaktor karena kejadiannya tidak dipastikan rekuren dari faktor yang sama. SAR timbul karena pengaruh faktor-faktor predisposisi seperti stres, trauma, alergi, gangguan endokrin, makanan yang bersifat asam, atau makanan yang mengandung gluten
MANIFESTASI KLINIK
Lesi SAR yang pertama kali muncul seringkali
terjadi pada usia 20-an dan dapat ditimbulkan oleh trauma minor, infeksi saluran pernafasan atas, atau kontak dengan makanan tertentu. Tahap-tahap perkembangan ulser pada RAS:
• Tahap prodormal : berlangsung 2 – 48 jam, rasa tidak enak di dalam mulut dan disertai gejala malaise seperti demam. Tetapi tahap ini jarang terjadi pada kebanyakan pasien.
• Tahap pre-ulseratif : ditandai dengan adanya mukosa yang berwarna kemerahan dan bengkak.
• Tahap ulseratif : merupakan tahap yang dominan, pasien merasakan adanya nyeri lokal pada mukosa mulut. Terlihat lesi cekung dengan margin yang tajam dan jelas dikelilingi daerah yang eritema dan oedem. Lesi berbentuk bulat atau oval regular. Hal ini berlawanan dengan lesi traumatik yang berbentuk irregular.
• Tahap penyembuhan : rasa nyeri menghilang, terlihat gambaran granulasi dan pseodomembran.
• Tahap remisi : tahap ini waktunya panjang / pendek, regular / irregular tergantung dari faktor etiologi.
PATOFISIOLOGI
Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan.
Perjalanan stomatitis aphtous dimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari, berupa panas atau nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulkus akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan yang dapat bertahan selama 10-14 hari. Bila dasar ulkus berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan.
TERAPI
Meskipun stomatitis aphthous recurrent dapat sembuh secara spontan dalam 10-14 hari setelah onset, namun kelainan ini dapat menimbulkan rasa yang sangat sakit. Tujuan dari terapi harus dapat mengurangi inflamasi, meminimalisir rasa sakit dan rasa tidak nyaman, serta mempercepat proses penyembuhan.