47
KARSINOMA KOLORECTAL A. DEFINISI Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon atau rectum. Kebanyakan kanker Colorectal berkembang dari polip, oleh karena itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip Colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda - beda. Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena Colon mengalirkan darah ke sistem portal. B. INSIDENSI Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health Organization pada April 2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Angka 1

carsinoma colateral

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kedokteran

Citation preview

KARSINOMA KOLORECTAL

A. DEFINISI

Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon

atau rectum. Kebanyakan kanker Colorectal berkembang dari polip, oleh karena itu

polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip Colon dan

kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara histopatologis,

hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar)

dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda - beda. Tumor dapat menyebar

melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung

kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe pericolon dan mesocolon, dan

melalui aliran darah, biasanya ke hati karena Colon mengalirkan darah ke sistem

portal.

B. INSIDENSI

Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki

dan perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health Organization pada April

2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan

hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Angka

kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya pada

umur 60-75 tahun. Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak dan kolesterol,

inflamatory bowel disease (terutama kolitis ulseratif) dan genetik. Kanker kolon lebih

sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar

5% penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker

kolorektum pada saat yang bersamaan.

Di Indonesia insidens pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak

pada orang muda, 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat perbandingan

insidens laki-laki : perempuan adalah 3 : 1 dan kurang dari 50% ditemukan di

rektosigmoid dan merupakan penyakit usia lanjut.

1

C. ANATOMI

Kolon mempunyai panjang 1,5 meter dan terbentang dari ileum terminalis

sampai dengan anus. Diameter terbesarnya 8,5 cm dalam sekum, berkurang

menjadi 2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi

dalam rektum. Bagian asendens dan desendens terutama retroperitoneum,sedangkan

kolon sigmoideum dan transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di

intraperitoneum.

Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia

koli. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik

dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra.

Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon

kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens,

transversum, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu

pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan

fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu

lekukan berbentuk S.

2

Gambar : Anatomi kolon

Dalam perkembangan embriologi kadang terjadi gangguan rotasi usus

embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang lengkap.

Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang

sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid

dengan radiksnya yang sempit.

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu : tunika

serosa, tunika muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa

membentuk apendises epiploika, sedangkan tunika mukosa yang terdiri dari epitel

selapis toraks dan tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga

bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon.

Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus mienterikus (Auerbach)

terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum sirkulasi.

Suplai darah kolon terutama melalui arteria Mesenterika Superior dan Inferior

dan inferior. Arteria mesenterika superior ada tiga cabang utama :(1) arteri ileokolika,

(2) Kolika dekstra dan (3) kolila media. Arteria mesenterika inferior bercabang ke

arteria kolika sinistra, hemoroidalis superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-masing

mempunyai anatomis dengan arteria terdekat, yang membentuk pembuluh darah

3

Gambar : Lapisan dinding kolon

kontinyu di sekeliling keselurahan kolon. Drainase vena kolon sejajar sistem arteria,

tetapi tidak memasuki sistem vena kava interior. Vena mesenterika superior dan

inferior bergabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta dan

berdrainase ke hati.

Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena

disalurkan melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon

transversum, dan melalui v. mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid,

dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior

melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v. kava inferior. Karena

itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru,

sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada batas rektum dan anus

terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara sistem

pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke

nodi limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini

penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya

dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis

mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis

mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid

ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan retroperitoneal pada a. kolika

sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di regio inguinalis.

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan

pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena

distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian

kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus

tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada apendisitis

akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah.

Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang

terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat dan nyeri perut.

4

D. FISIOLOGI

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus,

serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Fisiologi usus besar

meliputi:

1. penyerapan H2O (700-1000 ml menjadi 180-200)

2. penyimpanan feses untuk sementara waktu

3. ekskresi mukus

4. aktivitas bakteria

Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml

sehari dikeluarkan sebagai feses. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan

kolon transversum. Kolon yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorbsi 2,5

liter air, 403 m.Eq Na dan 462 m.Eq Cl. Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45

m.Eq K dan 259 m.Eq bikarbonat. Bila jumlah air melampaui batas misal karena ada

kiriman yang berlebihan dari ileum maka akan terjadi diare.

Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B.

Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang

lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan

berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di

kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya

diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah menjadi senyawa

yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.

Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2

di dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil

pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus

mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat

obstruksi usus gas tertimbun di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi (gembung

karena kelebihan gas di lambung dan usus). Makanan yang mudah membentuk gas

seperti kacang-kacangan mengandung karbohidrat yang tidak dapat dicerna.

Sekresi di kolon ialah cairan kental yang banyak, terjadi di dalam mukus

dengan PH 8,4. cairan mukus terdiri atas 98% air dan mengandung 85-93 mEq/l baik

5

bikarbonat maupun amilase, maltase, invertase, peptidase dan musin. Pada keadaan

normal tidak ada laktase, protease, dan enterokinase. Gunanya untuk pelicin dan

melindungi mukosa kolon.

Rangsangan untuk sekresi ialah rangsangan mekanik sisa makanan.

Rangsangan pada nervus pelvikus serta pemberian pilokarpin akan memperbesar

sekresi. Rangsangan simpatikus serta pemberian atropin akan mengurangi sekresi.

Usus besar juga mempunyai fungsi ekskresi mineral misal Ca, Mg, Hg, As, dan Fe.

Selain melakukan ekskresi mineral tersebut juga bahan makanan lain yang

tidak dapat dicernakan misalnya selulosa, sebagian zat lemak, sebagian kecil protein

dan lain-lainnya. Zat-zat tersebut berupa tinja yang dalam kolon asendens seperti

bubur. Pada kolon desendens mulai menjadi padat, kemudian dikumpulkan di kolon

sigmoideum dan sampai di ampula rekti sehingga pada suatu waktu terjadi

rangsangan pada rektum dan terjadilah defekasi. Berat akhir feses yang dikeluarkan

per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air sisanya terdiri dari residu makanan

yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang tidak

diabsorbsi.

Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar

yang khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang

dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya.

Pergerakannya tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan

meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis

peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen

proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra dan (2) peristaltik

massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini

menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini

timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah

makan, khususnya setelah makan pertama masuk pada hari itu.

6

E. ETIOLOGI

Dari bukti-bukti eksperimental dan survei makanan, ditunjukkan bahwa faktor

berikut ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma kolorectal yaitu :

1. Tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani,

2. Meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon,

3. Tumor yang memproduksi asam empedu sekunder,

4. Diet rendah serat, dan

5. Kemungkinan defisiensi bahan makanan protektif (yang mencegah timbulnya

kanker) dalam diet.

Teori yang pernah dikemukakan adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan

dapat meningkatkan pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama

jenis clostridium dan bakteroides. Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan

empedu sekunder, yang dapat merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya

dan secara simultan berperan sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang

potensial karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen)

dari amin dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak

hewani. Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan

memperkecil volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini

mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah

serat sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran

yang mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker.

F. PATOFISIOLOGI

Penyakit kanker mengenai sel sebagai unit dasar kehidupan. Sel akan tumbuh

dan membelah untuk mempertahankan fungsi normalnya, tetapi kadang-kadang

pertumbuhan ini diluar kontrol sehingga sel terus membelah meskipun sel-sel baru

tersebut tidak diperlukan. Pertumbuhan yang berlebihan ini dapat merupakan suatu

keadaan prekanker, contohnya adalah polip di daerah usus besar. Setelah melalui

periode panjang, polip ini dapat menjadi ganas. Pada keadaan lanjut, kanker ini dapat

menembus dinding usus besar dan menyebar melalui saluran pembuluh getah bening.

7

Hampir semua karsinoma kolon rektum berasal dari polip, terutama polip

adenomatus. Ini disebut adenoma-carsinoma sequence. Menurut P. Deyle,

perkembangannya dibagi atas 3 fase. Fase pertama yaitu fase karsinogen yang

bersifat rangsangan. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor, fase ini tidak

menimbulkan keluhan atau fase tumor asimtomatis. Kemudian fase ketiga dengan

timbulnya keluhan dan gejala yang nyata, karena keluhan dan gejala yang nyata.

Karena keluhan tersebut timbulnya perlahan-lahan dan tidak sering, biasanya

penderita merasa terbiasa dan baru memeriksakan dirinya ke dokter setelah memasuki

stadium lanjut.

G. PATOLOGI

Secara makroskopik karsinoma kolon dapat dibagi atas 4 tipe, yaitu:

1. Tipe nodular

Bentuk nodular berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke dalam lumen,

dengan permukaan noduler. Biasanya tidak bertangkai dan meluas ke dinding

kolon. Sering juga terjadi ulserasi, dengan dasar ulkus yang nekrotik dengan

tepi yang meninggi, mengalami indurasi dan noduler. Di daerah sekum,

bentuk tumor ini kemungkinan tumbuh menjadi suatu massa yang besar,

tumbuh menjadi fungoid atau tipe ensefaloid. Permukaan ulkus akan

mengeluarkan pus dan darah.

8

Gambar : Patogenesis karsinoma kolon

2. Tipe Koloid

Tipe koloid ini tumbuhnya mengalami degenerasi mukoid.

3. Skirous (Schirrous)

Pada tipe ini reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang

keras serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk

membentuk napkin ring.

4. Papilary atau polipoid

Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simple

atau adenoma.

Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma

yang berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai

struktur glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi pembengkakan

sel kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang mengalami mitosis. Pada

bentuk yang kurang berdifirensiasi sel-sel epitel terlihat didalam kolumna atau massa.

Desar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi dari pembuluh darah dan

pembuluh limfe. Pada pertumbuhan anplastik kadang terlihat signet ring cell (inti

mendesak ke arah sel).

Secara makroskopik terdapat 3 tipe karsinoma kolon dan rectum :

Polipoid atau vegetative – menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga

kol

Tipe skirus – penyempitan lumen – stenosis dan gejala obstruksi

Tipe ulseratif – nekrosis bagian sentral – tukak maligna

H. KLASIFIKASI

Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi

menurut klasifikasi Dukes, yaitu :

Dukes Dalamnya infiltrasi Prognosis hidup 5 tahun

A Terbatas didinding usus 97 %

B Menembus lapisan muskularis mukosa 80 %

9

C Metastasis kelenjar limfe

C1 Beberapa kel. Limfe dekat tumor primer 65 %

C2 Dalam kelenjar limfe jauh 35 %

D Metastasis jauh < 5 %

Berdasarkan besar diferensiasi sel, terdapat klasifikasi yang terdiri dari 4

tingkat, yaitu :

Grade I : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25%

Grade II : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25-50%

Grade III : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 50-75%

Grade IV : Sel-sel anaplastik lebih dari 75%

Klasifikasi karsinoma kolon menurut DUKES:

Klasifikasi TNM Klasifikasi Duke’s Modifikasi

Harapan Hidup (%)

Stage 0 Karsinoma in situ

Stage I tidak ada penyebaran pada

limfonodi, tidak ada

metastasis, tumor hanya

terbatas pada submukosa

(T1, N0, M0); tumor

menembus muscularis

A 90-100

10

propria (T2, N0, M0)

Stage II tidak ada penyebaran pada

limfonodi, tidak ada

metastasis, tumor

menembus lapisan

subserosa (T3, N0, M0);

tumor sudah penetrasi ke

luar dinding kolon tetapi

belum metastasis ke

kelenjar limfe (T4, N0,

M0)

B 75-85

Stage III Tumor invasi ke limfonodi

regional (Tx, N1, M0)

C 30-40

Stage IV Metastasis jauh D <5

BMJ 2000;321:886-889 (7 Oktober 2001)

Tumor dapat menyebar secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan,

seperti pada kedalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe

perikolon dan mesokolon dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon

mengalirkan darah ke sistem portal.

Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan tumbuh

sambil menembus dinding dan memperluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Di

11

daerah rektum penyebaran ke arah anal jarang melebihi 2 cm. penyebaran per

kontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-

buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen ke kelenjar parailliaka,

mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran peritoneal menyebabkan paritonitis

karsinomatosa dengan atau tanpa asites.

I. MANIFESTASI KLINIK

Gejala dan tanda dini karsinoma kolon rektal tidak ada. Umumnya gejala

pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau

akibat penyebaran.

Pasien karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan gangguan proses

defekasi. Keluhan yang diajukan bermacam-macam berlainan pada pasien yang satu

dengan yang lain bergantung pada lokasinya. Dari 291 penderita karsinoma

kolorektal yang diteliti keluhan utama pada waktu datang berobat ialah: 58,8%

perdarahan segar per anal, 31,6% buang air besar darah berlendir, dan 9,6 % obstruksi

saluran makan.

Karsinoma kolon jarang ditemukan dalam skrining dan biasanya asimtomatik.

Sekitar 50% pasien mengeluh nyeri perut, 35% dengan perubahan pola defekasi, 30%

perdarahan samar dan 15% gejala obstruksi usus. Gejala klinis karsinoma pada kolon

kiri berbeda dengan kolon yang kanan. Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik,

sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses

sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses

masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.

Nyeri pada kolon kiri lebih nyata dari pada kolon kanan. Tempat yang

dirasakan sakit berbeda karena asal embriologenik yang berlainan, yaitu dari usus

tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus

sedangkan dari kolon kanan di epigastrium. Gejala umum yang dikeluhkan pasien

adalah:

1. Perdarahan segar peranal (hematokezia)

12

Sebagian besar pasien karsinoma kolorektal yang terletak di di bagian distal

sering mempunyai keluhan buang besar berdarah segar. Sumber perdarahan segar

yang terbanyak dari kanker terletak di bagian distal kolon dari kanker, terutama

di rektum 89 dari 137 penderita (64,9%), menyusul dari sigmoid 62,7%,

rektosigmoid 60,3% dan dari kolon descendens 28,6%. Dari mereka yang

mengalami perdarahan segar, ditemukan 7 pasien mengalami perdarahan masif,

yaitu yang lokasinya di rektum 4, rektosigmoid 1, dan sigmoid 2. Ketujuh

penderita dengan perdarahan masif mengalami renjatan hipovolemik, dan

dilakukan pembedahan segera.

2. Buang air besar lendir darah

Seseorang yang mempunyai keluhan buang air besar darah lendir, perlu

dipikirkan adanya infeksi misal disentri basiler atau amoeba, kolitis ulseratif,

selain disebabkan oleh keganasan. Dari 291 pasien yang diteliti ditemukan 92

pasien (31,6%) mempunyai keluhan buang air besar darah lendir. Dari hasil

penelitian bahwa letak karsinoma kolorektal dibagian proksimal lebih sering

menimbulkan buang air besar darah lendir. Hal ini disebabkan karena darah yang

dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah bercampur dengan tinja.

3. Obstruksi Saluran Cerna

Gejala klinis pasien karsinoma kolorektal sering menimbulkan gangguan

kebiasaan buang air besar, diantaranya dapat menimbulkan tanda obstruksi, baik

sebagian (parsial) maupn obstruksi total sehingga timbul tanda-tanda ileus, buang

air besar darah lendir atau obstipasi beberapa hari. Dari penelitian ditemukan 28

pasien (9,6%) dengan tanda-tanda obstruksi, yaitu perut kembung yang makin

kembung dan makin lama makin tegang, tidak dapat buang air besar dan tidak

dapat flatus. Hal ini juga dikuatkan dengan hasil rontgen polos abdomen

terlentang dan berdiri yang menunjukkan pelebaran usus halus dan kolon.

Sebagai penyebab obstruksi ditemukan kanker yang terletak di rektum 16

(11,7%) , rektosigmoid 4 (6,3%), sigmoid 7 (10,4%) dan kolon ascendens 1

(14,2%). Yang menimbulkan tanda-tanda obstruksi umumnya kanker berbentuk

sirkular dan anular yang menyebabkan terjadi penyempitan lumen usus. Bentuk

13

striktura merupakan tumor yang sering menonjol dan mengisi seluruh lumen usus

sehingga menyebabkan sumbatan total.

4. Pasien karsinoma kolorektal mempunyai keluhan lain seperti pasien kanker

umumnya, yaitu anoreksia, berat badan menurun, rasa nyeri perut ditempat

kanker, buang air besar tidak teratur, walaupun sudah buang air besar yang

berupa tinja dengan darah lendir tetapi masih meraskan banyak kotoran didalam

perut yang sukar keluar seperti ada sumbatan. Selain itu juga timbul tenesmus.

Manifestasi dari karsinoma kolon dapat dibagi menjadi (Kodner et al, 1999) :

a. Manifestasi Subakut

Tumor-tumor pada kolon ascendens tidak menimbulkan perubahan kebiasaan

defekasi (walaupun besar, tumor yang sekresi mukus menyebabkan diare).

Pasien mungkin mengeluh feses berwarna hitam dan seperti ter, tetapi tumor

tersebut sering mengakibatkan occult bleeding, yang sering tidak terdeteksi oleh

pasien. Perdarahan kronis dapat menyebabkan anemia defesiensi besi, yang

menimbulkan gejala fatigue, dizzines, atau palpitasi. Perdarahan kerena

karsinoma colon sering intermitten, hasil negatif occult bleeding tes pada feses

tidak menyingkirkan kecurigaan kanker pada usus besar.

Nyeri perut bagian bawah lebih sering berhubungan dengan tumor-tumor yang

terletak di colon descendens. Nyeri perut berupa kram dan mereda dengan

pergerakan usus. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan

perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin

ke distal letak tumor, feses makin menipis atau seperti kotoran kambing atau

lebih cair disertai darah atau lendir. Tenesmus merupakan gejala yang biasa

didapat pada karsinoma kolon. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga

nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi

penderita flatus terasa lega di perut.

Gejala umum karsinoma kolon non akut lainnya adalah termasuk kehilangan

berat badan dan demam. Sekitar 50% pasien mengeluh penurunan berat badan,

namun hal tersebut bukan manifestasi khas pada karsinoma kolon. Demam gejala

yang jarang dikeluhkan. Septikemia jarang terjadi tetapi bisa terjadi pada setiap

14

derajat tumor colon. Pada orang dewasa apabila ditemukan obstruksi atau

obstruksi partial yang disebabkan intusepsi, dilakukan colonoskopi atau air-

kontras barium enema untuk menyingkirkan ca colon.

Kolon kanan Kolon kiri Rektum

Tipe tumorVegetatif

UlseratifStenotik

Infiltratif

Vegetatif

Ulseratif

Kaliber viskus BesarKecil

PipihBesar

Isi viskus Setengah cair Setengah padat Padat

Fungsi utama Absorpsi Penyimpanan Defekasi

Tabel : faktor yang menentukan gejala dan tanda

b. Manifestasi Akut

Gejala yang signifikan pada gejala akut adalah obstruksi atau perforasi pada usus

besar. Obstruksi kolon dapat memberikan kesan kanker, terutama pada orang tua.

Pasien dengan obstruksi komplit mengeluh tidak bisa flatus dan BAB, kram dan

distensi perut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut distended, tympani pada

perkusi, biasanya pada tumor ditemukan masa abdominal pada palpasi.

Jika obstruksi tidak berkurang dan kolon terus distensi, tekanan pada dinding

intestinal dapat melebihi tekanan kapiler, dan darah yang membawa O2 tidak

mencapai dinding usus, yang akan mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Pada

situasi ini pasien akan mengeluhkan nyeri perut hebat dan pada pemeriksaan fisik

ditemukan rebound tenderness dan menurunnya atau menghilangnya suara usus.

Jika tidak di terapi segera, nekrosis akan berkembang menjadi peritonitis dengan

fecal peritonitis dan sepsis.

Usus besar dapat terjadi perforasi pada sisi tumor, mungkin disebabkan tumor

transmural kehilangan suplai darah dan menjadi nekrotik. Kasus seperti ini

mudah salah pada akut divertikulitis dan proses inflamasi dapat terbatas pada sisi

15

yang perforasi, akan tetapi pada beberapa kasus perforasi tidak dapat diketahui,

yang mengakibatkan peritonitis generalisata.

Tabel : gambaran klinis karsinoma kolorektal lanjut

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum

Aspek

Klinis

Nyeri

Defekasi

Obstruksi

Darah Pada

Feses

Feses

Dispepsia

Keadaan

Umum

Memburuk

Anemia

Kolitis

Karena penyusupan

Diare atau diare berkala

Jarang

Samar

Normal (diare)

Sering

Hampir selalu

Hampir selalu

Obstruksi

Karena Obstruksi

Konstipasi progresif

Hampir selalu

Samat atau

makroskopik

Normal

Jarang

Lambat

Lambat

Proktitis

Tenesmi

Tenesmi terus

menerus

Tidak jarang

Makroskopik

Perubahan bentuk

Jarang

Lambat

Lambat

J. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis karsinoma kolon.

Anamnesis

Dari anamnesis kita dapat menduga seseorang menderita karsinoma

kolorektal, pada mereka yang usia lanjut yang mempunyai keluhan fungsi

buang air besar terganggu yaitu bila sulir buang air besar disertai darah lendir,

atau buang air besar disertai darah segar.

Dapat juga untuk menggali riwayat :

16

a. Perubahan kebiasaan defekasi seperti diarea, konstipasi

b. Perdarahan rectal atau occult bleeding(meskipun demikian, feses sering

normal)

c. Kram atau nyeri perut

d. Kelelahan dan fatigue

e. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

f. Riwayat menderita polip kolorektal

g. Riwayat menderita Chronic Inflammatory Bowel Desease

h. Diet kurang serat

Pemeriksaan fisik

Karsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa.

Tumor sigmoid sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah

metastase ke hati, akan teraba hati yang nodular dengan bagian yang keras dan

yang kenyal. Dapat ditemukan massa di abdomen, apabila ada gejala-gejala

obstruksi dari inspeksi dapat ditemukan dinding abdomen distensi, dumb

countur, dumb steifung. Dari palpasi ditemukan massa abdomen, dan

hipertympani pada perkusi abdomen, auskultasi usus bisa ditemukan

peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti dengan burburigmi, metalik

sound dan penurunan serta menghilangnya peristaltik Bisa juga ditemukan

nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.

Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa

maligna (massa berbenjol-benjol dengan striktura) direktum dan rektosigmoid

teraba keras kenyal dan lendir darah pada sarung tangan.

Tabel : Ringkasan diagnosis karsinoma kolorektal

Kolon Kanan Kolon Kiri Rectum

Anemia dan kelemahan Perubahan pola defekasi Perdarahan rektumDarah okul di feses Darah di feses Darah di fesesDispepsia Gejala dan tanda obstruksi Perubahan pola defekasi

17

Perasaan kurang enak di perut kanan bawah

Foto rontgen khas Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh

Massa di perut kanan bawah

Penemuan kolonoskopi Penemuan tumor pada colok dubur

Foto rontgen perut khas Penemuan tumor rektosigmoid

Penemuan kolonoskopi

Rectal toucher untuk menilai :

a. Tonus sfingter ani : kuat atau lemah

b. Ampula rectum : kolaps, kembung atau terisi feses

c. Mukosa : kasar, berbenjol, kaku

d. Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus

jari, mudah berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak

dari garis anorektal sampai tumor.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien dengan gejala-gejala yang dicurigai karsinoma kolon,

diagnosis definitif biasanya ditegakkan dengan endoskopi (fleksibel

sigmoidoskopi dan colonoscopy) atau barium enema. Pemeriksaan lain

diperlukan untuk pemeriksaan derajat penyakit dan mencari metastase. Ada

berbagai pilihan penyaringan tersedia mencakup Fecal occult bleeding

(FOBT), fleksibel sigmoidoskopi (FS), sinar-x enema barium, dan

kolonoskopi dan fecal immunochemical test (FIT).

a. Fecal Occult Bleeding Test

FOBT menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang

telah terbukti efektif dalam percobaan secara random, yang non-invasive,

dan hemat biaya. Akan tetapi, penurunan angka kematian termasuk rendah

(15–33%).

b. Fecal Immunochemical Test (FIT)

18

Merupakan pemeriksaan feses-darah terbaru, dikenal sebagai fecal

immunochemical test (FIT), mendeteksi porsi spesifik dari protein darah

manusia. Test ini dilakukan sama seperti FOBT yang konvensional, tetapi

lebih spesifik dan dapat mengurangi hasil positif palsu. Vitamin atau

makanan tidak mempengaruhi fecal immunochemical test, dan formatnya

hanya memerlukan 2 spesimen feses (FOBT konvensional membutuhkan

3), jadi lebih mudah untuk digunakan. Fecal immunochemical test

mempunyai beberapa kelemahan sama seperti FOBT konvensional, seperti

tidak bisa untuk mendeteksi tumor yang tidak berdarah.

c. Flexible Sigmoidoscopy (FS)

Flexible Sigmoidoscopy (FS) dapat juga digunakan sebagai alat

penyaringan. Prosedur bisa dilakukan dalam kantor tanpa pemberian obat

penenang, hemat biaya dan murah, dapat untuk mengurangi angka

kematian kanker colon sekitar 60–70%, dan persiapan pasien lebih mudah

dibandingkan dengan kolonoskopi. Akan tetapi, FS mendeteksi hanya

separuh adenomas dan 40% kanker dari proximal sampai splenic flexure.

Dapat mengedintifikasi sampai 75% lesi proximal dan tidak dapat

mendeteksi lesi distal. Pemeriksaannya sering dibatasi oleh

ketidaknyamanan pasien dan kurang persiapan.

Dengan melakukan pemeriksaan FOBT setiap tahun dan FS setiap

lima 5 tahun. Metode ini memberikan gambaran pada kolon descenden

dan memberikan sensitifitas yang baik pada FOBT untuk proximal kanker

yang tidak bisa dicapai oleh FS. Suatu penelitian terbaru menunjukkan

bahwa penambahan sekali FOBT dengan FS meningkatkan tingkat

pendeteksian neoplasia dari 70% dengan FS sendiri, menjadi 76%.

d. Penyinaran Enema barium

Pemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost

effective dan memeriksa keseluruhan kolon. Barium enema sebaiknya

menggunakan kontras ganda dan usahakan melakukan pemotretan pada

berbagai posisi bila ditemukan kelainan. Pada foto kolnon dapat terlihat

19

suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura. Selain itu dapat

ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut.

Gambar : Pemeriksaan kontras barium enema – radiograf

e. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat membantu mencegah kanker colon dengan

pendeteksian polyp adenomatosa dan polypectomy. Kolonoskopi

memberikan gambaran keseluruhan colon yang dapat mengidentifikasi

dari lesi yang proximal dan lesi distal. Kolonoskopi mempunyai

sensitifitas terbaik pada metoda screening yang ada saat ini. Kerugian

kolonoskopi adalah biaya, resiko yang ditingkatkan seperti pendarahan

dan perforasi, persiapan pasien yang sulit, dan membutuhkan pemberian

obat sedasi.

Secara endoskopi umumnya bentuk kanker kolorektal ialah polipoid yang

ireguler, anular seperti bunga kool yang ulseratif, striktura, sirkular, dan

dapat menemukan letak obstruksi. Apabila dibandingkan, kolonoskopi

menjadi suatu metoda surveilen yang lebih efektif dibanding dengan

kontras barium enema ganda. Setelah melakukan pemeriksaan

kolonoskopi dengan disertai polypectomy, 580 pasien dilakukan surveilen

dengan kolonoskopi dan kontrol barium enema ganda (DCBE). Hasil

kolonoskopi menemukan 392 polyp, DCBE menemukan polyp sebanyak

139 (35%) pada kasus yang sama.

20

f. Pemeriksaan penunjang lainnya

- Radiografi thorak

Digunakan untuk mendeteksi kanker yang telah metastase ke paru-

paru.

- Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi sangat sulit untuk mendeteksi kanker kolorektal.

Alat ini baru bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya metastase

kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan di hati. Jika ada

pembesaran kelenjar getah bening para-aortal patut dicurigai suatu

metastase dari kanker.

- CT-Scan

Digunakan untuk mendeteksi metastase ke nodus limfatikus, hati

atau paru-paru.

21

Gambar : CT Scan abdomen bagian atas menunjukkan multipel tumor dalam limpa dan hati yang sudah menyebar (metastase) berasal dari kanker usus

(karsinoma).- Laboratorium

Setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb,

biasanya terjadi penurunan Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang

biasa dipakai adalah CEA, kadar CEA lebih dari ng\ml biasanya

ditemukan pada karsinoma kolorektal yang lanjut. Berdasarkan

penelitian CEA tidak biasa digunakan untuk mendeteksi secara dini

karsinoma kolorektal, sebab ditemukan kenaikan titer lebih dari 5 ng\ml

pada sepertiga kasus.

K. TERAPI

Farmakologi

Penelitian di Eropa dan Amertika Serikat melaporkan bahwa respon terhadap

kombinasi dari 5-fluorouracil (5-FU), leucovorin, dan irinotecan (CPT11) lebih baik

bila dibandingkan dengan 5-FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Terapi

standar untuk carsinoma kolon yang telah bermetastase adalah CPT11 dengan

kombinasi 5-FU/LV dikenal sebagai Saltz Regimen. Obat ini digunakan secara

kombinasi dalam pengobatan carsinoma colorektal.

Terapi dasar 5-FU diberikan secara infuse setiap hari selama 5 hari dalam 4

minggu (mayo klinik regimen) dan diteruskan secara infuse setiap minggu untuk 6

minggu dengan 2 minggu off ( Roswell Park regimen).

Kategori obat: Antineoplastic agents, merupakan standar terapi dalam

pengobatan ca kolon termasuk terapi kombinasi. Diare merupakan efek samping yang

biasa terjadi dalam pengobatan ini. Efek samping lain termasuk mucositis,

neutropenia, kerontokan rambut, dan reaksi hipersensitivitas.

Nama Obat Fluorouracil (Adrucil) Digunakan terutama dalam pengobatan carsinoma kolon pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun. Dapat digunakan sebagai agen tunggal atau kombinasi untuk terapi jangka panjang dengan leucovorin sebagai modulator biokimia.

22

Sebagai antimetabolit (obat anti kanker dengan struktur kimia yang hampir sama dengan faktor endogen intermediate atau memblok sintesis DNA atau RNA). 5-FU menghambat pertumbuhan sel tumor melalui tiga mekanisme berbeda yang berhubungan dengan aktivitas sintesis DNA atau kemampuan selular. Efek ini tergantung pada konversi intraseluler dari 5-FU menjadi 5-FdUMP, 5-FUTP, dan 5-FdUTP. 5-FdUMP menghambat thymidylate synthase (enzim kunci dalam sintesis DNA) . 5-FUTP dihubungkan dengan proses sintesis RNA dan 5-FdUTP berhubungan dengan DNA.

Dosis Dewasa Standar pengobatan: 500 mg/m2 IV setiap minggu selama 4-6 minggu. Terapi tambahan: Regimen Mayo Klinik: 425 mg/m2/d IV bolus pada hari ke 1-5 setelah pemberian LV untuk 5 hari setiap 4 minggu. Roswell Park regimen: infuse dilanjutkan setiap minggu selama 6 minggu

Kontraindikas

i

Hipersensitivitas; supresi sumsum tulang belakang, infeksi berat, adenokarsinoma unresponsive atau progressive, kehamilan

Interaksi Meningkatkan resiko perdarahan dengan antikoagulan, NSAIDs, platelet inhibitor, agen trombolitik, agen imunosupresif; leucovorin menurunkan kadar folat. Kombinasi dengan 5-FU lebih efektif dalam memblok sintesis thymidylate (meningkatkan respon terapi).

Kehamilan Tidak aman untuk kehamilan

Precautions Mual, oral dan GI ulcers, depresi system imun, kegagalan hematopoiesis (supresi sumsum tulang belakang)

Nama obat Irinotecan (Camptosar) Menghambat topoisomerase I, menghambat replikasi DNA. Efektif dalam pengobatan carsinoma colorektal. Standar terapi untuk carsinoma kolon yang mengalami metastase termasuk kombinasi kemoterapi 5-FU/LV/CPT11 karena terjadinya toksisitas dihubungkan dengan Saltz Regimen (5-FU/LV/CPT11), saat ini standar terapi ca kolon yang mengalami metastase maksimal 5-FU 400 mg/m2 dan CPT11 100 mg/m2 sebagai dosis awal.

Dosis dewasa 125 mg/m2 IV > 90 minimal setiap minggu dalam 4-6 minggu.

Kontraindikasi Hipersensitifitas; diarrhea akut; demam, neutropenia; adenokarsinoma anresponsif atau progresif.

Interaksi Pemberian dengan antineoplastik lain dapat menyebabkan neutropenia memanjang dan trombositpenia yang dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas.

23

Kehamilan Tidak aman untuk kehamilan

Perhatian Efek samping termasuk myelosuppresi, alopecia, mual, muntah, dan diare, awasi fungsi sumsum tulang belakang.

Nama obat Leucovorin (Wellcovorin) Standard therapy untuk ca kolon dan termasuk dalam terapi kiombinasi

Dosis dewasa Standard therapy: 20 mg/m2 IV setiap minggu untuk 4-6 minggu

Terapi tambahan: 20 mg/m2 IV sebelum pemberian 5-FU pada hari ke 1-5 selama 4 minggu (Mayo Clinic regimen).

Kontraindikasi

hypersensitivity; anemia pernisiosa; anemias megaloblastic

Nama obat Oxaliplatin (Eloxatin) Agent antineoplastik yang digunakan sebagai kombinasi dengan 5-FU dan leucovorin untuk pengobatan ca kolon dengan metastasis yang mengalami kekambuhan atau progressi.

Dosis dewasa Hari 1: 85 mg/m2 IV > 2 jam; diberikan secara simultan dengan leucovorin 200 mg/m2; diikuti 5-FU 400 mg/m2 IV bolus > 2-4 min, kemudian 5-FU 600 mg/m2 IV dalam larutan D5W 500 ml > 22 jam.Hari 2: Leucovorin 200 mg/m2 IV > 2 jam, diikuti 5-FU 400 mg/m2 IV bolus > 2-4 min, kemudian 5-FU 600 mg/m2 IV dalam larutan D5W 500 Ml > 22 jam.

Interaksi Meningkatkan konsentrasi 5-FU dalam serum hampir 20%Kehamilan Tidak aman untuk kehamilan Perhatian Reaksi Anaphylaxis, neuropati, fibrosis pulmoner, supresi

sumsum tulang belakang, gejala system gastrointestinal (mual, muntah, stomatitis), toksisitas ren atau hepar, tromboembolisme

Nama obat Cetuximab (Erbitux)Rekombinan antibody moniklonal dari manusia/tikus yang secara spesifik berikatan dengan komponen ekstraseluler dari reseptor factor pertumbuhan epidermal (EGFR, HER1, c-ErbB-1). Reseptor Cetuximab-bound EGF menghambat aktivasi reseptor kinase, sehingga menghambat pertumbuhan sel, menginduksi apoptosis, dan menurunkan produksi matriks metalloproteinase dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Diindikasikan untuk terapi irinotecan-refractory, EGFR-expressed, colorectal carcinoma yang telah mengalami metastase. Terapi lebih baik dengan kombinasi irinotecan

Dosis dewasa Dosis awal: 400 mg/m2 IV (infuse > 2 jam)dosis pemeliharaan setiap minggu: 250 mg/m2 IV (infus > 1 jam).

Kontraindikas Karsinoma kolorectal tanpa metastasis

24

i

Perhatian Hipersensitifitas, termasuk alergi terhadap protein murine; hipotensi, distress jalan nafas ( bronkospasme, stridor, hoarseness),

Nama obat Bevacizumab (Avastin) Diindikasikan sebagai terapi lini pertama pada metastatic colorectal cancer. Murine-derived monoclonal antibody menghambat angiogenesis. Menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang mengangkut oksigen dan nutrisis yang dibutuhkan dalam pertumbuhan sel tumor.

Dosis dewasa 5 mg/kg IV 4 kali dalam 2 minggu

Interaksi Pemberian dengan 5-fluorouracil dapat meningkatkan terjadinya kejadian tromboembolik yang serius dan fatal (CVA, MI, TIAs, angina)

Perhatian Hipertensi, fatigue, thrombosis, diarrhea, leukopenia, proteinuria, sakit kepala, anorexia, dan stomatitis; mungkin menyebabkan keadaan serius atau fatal tetapi hal ini jarang terjadi, yaitu perforasi gastrointestinal, infeksi intraabdominal, kegagalan penyembuhan luka, hemoptysis (secara partikuler berhubungan dengan ca pulmo), dan perdarahan internal, meningkatkan resiko yang serius maupun fatal terhadap terjadinya trombotik arterial dengan pemberian 5-fluorouracil.

Kemoterapi

Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke hepar

adalah intraarterial floxuridine (FUDR).

Diikuti reseksi karsinoma kolon primer dan nodus limfatikus, dengan pilihan

kemoterapi: kemoterapi sistemik menggunakan regimen

5-FU/leucovorin/CPT11 atau kemoterapi intrahepatic (intraarterial) dengan

FUDR.

Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi hepar yang luas atau multiple sehingga

membutuhkan kemoterap dosis yang lebih tinggi. Prinsip terapi ini adalah

metastase ke hepar menerima suplai darah terutama melalui sirkulasi arteri

hepatica, dinama hepar secara normal menerima darah melalui vena porta.

Efek samping utama pada intraarterial FUDR adalah kolangitis sclerosis.

25

Terapi FUDR intraarterial biasanya diberikan melalui pompa yang ditanam di

daerah subcutan, yang diganti secara periodik. Efek samping utama yang bisa

terjadi adalah sclerosing cholangitis.

Pembedahan

Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian usus

yang terkena dan sistem getah beningnya. 30% penderita tidak dapat mentoleransi

pembedahan karena kesehatan yang buruk, sehingga beberapa tumor diangkat melalui

elektrokoagulasi. Cara ini bisa meringankan gejala dan memperpanjang usia, tapi

tidak menyembuhkan tumornya. Pada kebanyakan kasus kanker kolon, bagian usus

yang ganas diangkat dengan pembedahan dan bagian yang tersisa disambungkan lagi.

Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak

kanker ini dari anus dan seberapa dalam tumbuh ke dalam dinding rektum.

Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi

menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon). Dengan

kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke dalam suatu

kantung, yang disebut kantong kolostomi. Bila memungkinkan, rektum yang diangkat

hanya sebagian, dan menyisakan ujung rektum dan anus. Kemudian ujung rektum

disambungkan ke bagian akhir dari kolon.

26

Gambar : Colostomy

Prosedur pembedahan klasik untuk carcinoma kolon adalah reseksi anterior.

Abdomen dieksplorasi untuk menentukan letak tumor yang akan direseksi, dan

kemudian reseksi dilakukan secara segmental (hemikolectomy kanan atau kiri)

dengan end-to-end anastomosis. Reseksi kolon total dilakukan terhadap pasien

dengan polyposis familial dan polip colon multiple.

Laparoscopic colon resection: menggunakan teknik laparoscopic untuk

melakukan reseksi kolon.

Penggantian sphincter secara elektrik untuk menstimulasi musculus

neosphincter dan penambahan anal sphincter untuk pasien dengan

inkontinensia fecal stadium akhir.

Hepatectomy partial untuk carcinoma kolon yang terbatas pada hepar

merupakan terapi pilihan untuk pasien dengan carsinoma colorektal berulang.

Factor yang ikut menentukan keberhasilan terapi ini termasuk metastase

tunggal, kadar CEA lebih dari 200 ng/mL, diameter tumor < 5 cm, dan

penanda negative setelah reseksi. Deteksi dini terhadap carsinoma colorektal

recuren termasuk dengan menggunakan CT atau MRI. Kadar CEA juga

penting untuk mendeteksi rekurensi, walaupun positive palsu dan negativ

palsu bisa saja terjadi.

Terapi lain pada metastasis liver adalah termasuk cryoablation (tekhnik

tertentu dalam bedah abdomen) dan hepatic arterial infusion (HAI) dari agent

chemotherapi seperti FUDR. HAI FUDR adjuvant biasanya diikuti dengan

hepatectomy parsial.

PRINSIP PROSEDURE PEMBEDAHAN UNTUK KARSINOMA KOLORECTAL

Reseksi abdomino perineal dan ampula recti

Memotong bagian distal sigmoid, rektosigmoid dan rectum direseksi,

kemudian dibuat end kolostomi

Low anterior resection / anterior resection

Insisi lewat abdomen. Kolon kiri atau sigmoid dibuat anastomosis dengan

rectum

27

Pull trough operation

Teknik ini sulit, bila tidak cermat bisa menyebabkan komplikasi antara lain

inkontinensia alvi

Prosedure paliatif : dibuat stoma saja

Fulgurasi : Elektrokoagulasi untuk tumor yang keluar dari anus dan

unresektabel

Konsultasi

Konsultasi bedah

o Cancer colorectal, terutama stadium dini, dapat diterapi secara bedah.

Setelah dilakukan diagnosis dan ditentukan stadiumnya maka bisa

ditentukan untuk kemungkinan dilakukan pembedahan.

o Pada pasien dengan carsinoma colorektal dan metastase liver, konsultasi

bedah sebagai pilihan untuk memperkenalkan intrahepatic intraarterial

chemotherapy melalui penanaman pompa.

o Konsultasi sangat penting untuk screening terhadap individu resiko

tinggi (individu dengan riwayat keluarga carsinoma colorektal atau

polyposis syndromes).

Konsultasi gastroenterologi

o Konsultasi gastroenterologi juga memudahkan dalam melakukan

pemantauan pasien dengan carsinoma colorektal yang telah dilakukan

reseksi dan diberikan kemoterapi tambahan. Dilakukan screening

terhadap terjadinya rekurensi dengan melakukan pemeriksaan

colonoscopic secara periodic. Karena neoplasma colon tumbuh secara

perlahan, maka perlu dilakukan kolonoskopi 1 kali per tahun selama 2-3

tahun dan sesudahnya setiap 2-3 tahun.

Radiasi onkologi

o Pasien dengan carsinoma rektal perlu dilakukam konsultasi radiasi

onkologi. Radiasi bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dari

carsinoma rektal.

28

o Radiasi bermanfaat juga sebagai terapi paliatif (mengurangi

pertumbuhan tumor pada lokasi spesifik yang merupakan hasil metastase

dari carsinoma colorektal). Terapi ini juga bisa untuk meningkatkan

kualitas hidup (membantu mengontrol nyeri atau kompresi medula

spinalis atau sindrom vena cava.

Terapi penyinaran setelah pengangkatan tumor, bisa membantu

mengendalikan pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan

meningkatkan harapan hidup. Pengangkatan tumor dan terapi penyinaran, efektif

untuk penderita kanker rektum yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi

kurang efektif pada penderita kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker

kelenjar getah bening.

L. DIAGNOSIS BANDING

Collitis ulseratif

Polip adenomatosa

Haemoroid interna

Fisura ani

M. KOMPLIKASI

Perforasi (sepsis)

Gangguan fungsi seksual

Gangguan obstruksi saluran kemih

Hemoptoe ( metastasis keparu)

N. PROGNOSIS

Lebih dari 90% pasien dengan keganasan kolorektal yang dilakukan operasi

reseksi secara kuratif atau paliatif, angka kematiannya sekitar 3-6%. Persentase

jangka hidup 5 tahun sesudah reseksi tergantung dari stadium lesi.

Duke’s A (terbatas pada dinding usus) : 90-100 %

Duke’s B (melalui seluruh dinding) : 75-85 %

29

Duke’s C (kelenjar getah bening positif) : 30-40 %

Duke’s D (metastasis ke tempat yang jauh atau penyebaran lokal tidak

dapat direseksi lagi) : <5 %

Insiden atau kejadian kekambuhan lokal dapat dikurangi jika saat operasi

dilakukan tindakan pencegahan semaksimal mungkin untuk menghindari implantasi

dari sel-sel ganas. Sekitar 5 % pasien dengan kanker kolorektal penyakitnya akan

berkembang ke arah keganasan.

Diperlukan tindakan lanjut (follow up) yang lama agar dapat mengetahui

apakah kanker itu rekuren dan metakromatik. Dilakukan sigmoidoskopi, pemeriksaan

feses untuk mengetahui adanya darah, barium enema, kolonoskopi fiiber optik dan

serangkaian nilai CEA sebagai marker untuk deteksi dari kekambuhan tumor. Bila

kadar CEA tetap normal sesudah dilakukan reseksi kuratif, maka peningkatan

dikemudian hari dengan sendirinya merupakan bukti kemungkinan adanya rekurensi.

30

31