59
1 BUPATI WAKATOBI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WAKATOBI, Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten Wakatobi memiliki kondisi geografis, geologis dan demografis yang rawan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun oleh perbuatan manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dampak psikologis dan korban jiwa yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan daerah; b. bahwa untuk mengantisipasi resiko bencana dan memulihkan kondisi pasca bencana yang sesuai dengan tatanan nilai-nilai yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat diperlukan adanya upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana secara sistematis, terencana, terkoordinasi dan terpadu; c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana harus menetapkan kebijakan daerah diwilayahnya selaras dengan pembangunan daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Kolaka Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4339); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,

BUPATI WAKATOBI PROVINSI SULAWESI TENGGARA … · 3 12.Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9 Tahun 2008 tentang Protap Tim Reaksi Cepat; 13.Peraturan Daerah

Embed Size (px)

Citation preview

1

BUPATI WAKATOBIPROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBINOMOR 2 TAHUN 2017

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WAKATOBI,Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten Wakatobi memiliki

kondisi geografis, geologis dan demografis yangrawan terjadinya bencana, baik yang disebabkanoleh faktor alam, faktor non alam maupun olehperbuatan manusia yang menyebabkan kerusakanlingkungan, kerugian harta benda, dampakpsikologis dan korban jiwa yang dalam keadaantertentu dapat menghambat pembangunan daerah;

b. bahwa untuk mengantisipasi resiko bencana danmemulihkan kondisi pasca bencana yang sesuaidengan tatanan nilai-nilai yang hidup, tumbuh danberkembang dalam kehidupan masyarakatdiperlukan adanya upaya penyelenggaraanpenanggulangan bencana secara sistematis,terencana, terkoordinasi dan terpadu;

c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentangPenanggulangan Bencana, wewenang PemerintahDaerah dalam penyelenggaraan penanggulanganbencana harus menetapkan kebijakan daerahdiwilayahnya selaras dengan pembangunan daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlumenetapkan Peraturan Daerah tentangPenyelenggaraan Penanggulangan Bencana;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentangPembentukan Kabupaten Bombana, KabupatenWakatobi dan Kabupaten Kolaka Utara di ProvinsiSulawesi Tenggara (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 144, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4339);

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentangPenanggulangan Bencana (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,

2

Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4723);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2014 Nomor 244, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)sebagaimana telah diubah dua kali, terakhirdengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015tentang Perubahan Kedua Atas Undang-UndangNomor 23 Tahun 2014 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2015 Nomor 58, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 5679);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005tentang Pedoman Pembinaan dan PengawasanPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4593);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4828);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008tentang Pendanaan dan Pengelolaan BantuanBencana (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2008 Nomor 43, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4829);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008tentang Peran Serta Lembaga Internasional danLembaga Asing Non Pemerintahan DalamPenanggulangan Bencana (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2008 Nomor 44,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4830);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4858);

10. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentangBadan Nasional Penanggulangan Bencana;

11. Peraturan Kepala Badan Nasional PenanggulanganBencana Nomor 6 Tahun 2008 tentang PedomanPenggunaan Dana Siap Pakai;

3

12. Peraturan Kepala Badan Nasional PenanggulanganBencana Nomor 9 Tahun 2008 tentang Protap TimReaksi Cepat;

13. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentangPembentukan Organisasi dan Tata Kerja BadanPenanggulangan Bencana Daerah KabupatenWakatobi (Lembaran Daerah Kabupaten WakatobiTahun 2010 Nomor 2);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

dan

BUPATI WAKATOBI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANGPENYELENGGARAAN PENANGGULANGANBENCANA.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Wakatobi.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggaraPemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusanpemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Bupati adalah Bupati Wakatobi.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkatDPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenWakatobi.

5. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnyadisingkat BNPB adalah Lembaga Pemerintahan Non Departemenyang dipimpin oleh pejabat setingkat menteri yang dibentuk olehPemerintah, sebagai badan yang berwenang menyelenggarakanpenanggulangan bencana pada tingkat nasional.

6. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnyadisingkat BPBD adalah Badan Penanggulangan Bencana DaerahKabupaten Wakatobi.

7. Kepala Badan adalah Kepala Pelaksana Badan PenanggulanganBencana Daerah Kabupaten Wakatobi.

4

8. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yangmengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupanmasyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ataufaktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkantimbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugianharta benda dan dampak psikologis.

9. Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwaatau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antaralain berupa gempa bumi karena alam, tsunami, letusan gunungberapi, banjir, kekeringan, angin topan, puting beliung, tanahlongsor, kebakaran hutan/lahan karena faktor alam dan kejadianantariksa/benda-benda angkasa.

10. Bencana Non Alam adalah bencana yang diakibatkan olehkebakaran hutan/lahan disebabkan karena manusia, kecelakaantransportasi, kegagalan kostruksi/teknologi, dampak industri,ledakan nuklir, pencemaran lingkungan, kegiatan keantariksaandan kejadian luar biasa yang diakibatkan oleh hama penyakittanaman, epidemik dan wabah.

11. Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwaatau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia,meliputi kerusakan sosial dan konflik sosial antar kelompok atauantar komunitas masyarakat dan teror.

12. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaianupaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yangberesiko timbulnya bencana meliputi pra bencana, tanggapdarurat, pemulihan dini dan pasca bencana.

13. Pencegahan Bencana adalah serangkaian kegiatan yangdilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan resikobencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupunpengurangan kerentanan pihak yang terancam bencana.

14. Resiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibatbencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu, berupakematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta benda dangangguan terhadap kegiatan masyarakat.

15. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukanuntuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian sertamelalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

16. Peringatan Dini adalah serangkaian kegiatan pemberianperingatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentangkemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat olehlembaga yang berwenang.

17. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resikobencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadarandan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

18. Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yangdilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untukmenangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi kegiatan

5

penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhankebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,penyelematan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

19. Korban Bencana adalah orang atau kelompok orang yangmenderita atau meninggal dunia akibat bencana.

20. Pemulihan adalah upaya yang dilakukan pada saat pascabencana, yang terdiri dari rehabilitasi dan rekonstruksi.

21. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspekpelayanan publik sampai pada tingkat yang memadai dengansasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat padawilayah pasca bencana.

22. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasaranadan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik padatingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaranutama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian,sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, danbangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspekkehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.

23. Pengelolaan Bantuan Penanggulangan Bencana adalah kegiatanpenerimaan, penyimpanan dan pendistribusian bantuan yangdisediakan dan digunakan pada pra bencana, saat tanggapdarurat, pemulihan dini dan pasca bencana.

24. Bantuan Darurat Bencana adalah bantuan untuk memenuhikebutuhan dasar pada saat tanggap darurat.

25. Dana Penanggulangan Bencana adalah dana yang digunakan bagipenanggulangan bencana untuk tahap pra bencana, saat tanggapdarurat, pemulihan dini dan/atau pasca bencana.

26. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnyadisebut APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahannegara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

27. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnyadisingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahandaerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

BAB IIASAS, PRINSIP DAN TUJUAN

Pasal 2(1) Asas dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, yaitu :

a. kemanusiaan;

b. keadilan;

c. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

d. keseimbangan, keselarasan dan keserasian;

e. ketertiban dan kepastian hukum;

6

f. kebersamaan;

g. kelestarian budaya dan lingkungan hidup;

h. berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2) Partisipasi prinsip dalam penyelenggaraan penanggulanganbencana, yaitu :

a. pengurangan resiko;

b. cepat dan tepat;

c. prioritas;

d. koordinasi dan keterpaduan;

e. berdayaguna dan berhasilguna;

f. transparansi dan akuntabilitas;

g. kepentingan umum;

h. proporsionalitas;

i. profesionalitas;

j. kemitraan;

k. pemberdayaan;

l. nondiskriminasi;

m. nonproletisi;

n. kemandirian;

o. kearifan lokal;

p. pembangunan kembali kearah yang lebih baik;

q. berkelanjutan.

Pasal 3Tujuan penyelenggaraan bencana, yaitu :

a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancamanbencana;

b. penyelarasan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;

c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secaraterencana, terpadu, terkoordinasi, menyeluruh danberkelanjutan;

d. menghargai budaya lokal;

e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;

f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dankedermawanan;

g. meminimalisasi dampak bencana;

h. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat;

i. mengurangi kerentanan dan meningkatnya kemampuanmasyarakat dalam menghadapi bencana.

7

BAB IIITANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG

Bagian KesatuTanggung Jawab

Pasal 4(1) Pemerintahan Daerah adalah penanggung jawab dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab penanggulanganbencana, Pemerintah Daerah melimpahkan tugaspenyelenggaraan penanggulangan bencana kepada BPBD.

(3) Perangkat Daerah lainnya wajib memberikan dukungan tekniskepada BPBD sesuai kebutuhan.

Pasal 5Tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Daerah dalampenyelenggaraan bencana meliputi :

a. pengurangan resiko bencana dan pemanduan pengurangan resikobencana melalui program pembangunan;

b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana;

c. pelaksanaan kerja sama dalam penanggulangan bencana denganprovinsi lain dan/atau kabupaten/kota;

d. pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagaisumber ancaman atau bahaya bencana;

e. pengendalian pengumpulan dan penyaluran sumbangan bencanayang berbentuk uang atau barang.

Bagian KeduaWewenang

Pasal 6(1) Wewenang Pemerintahan Daerah dalam sistem penanggulangan

bencana, meliputi :a. merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan

bencana sesuai dengan tingkat kewenangan dan karakteristikwilayah;

b. menetapkan status keadaan darurat bencana sesuai denganperaturan perundang-undangan;

c. mengerahkan seluruh potensi sumber daya yang ada untukmendukung sistem penanggulangan bencana;

d. menjalin kerja sama dengan pemerintah, pemerintah provinsi,pemerintah kabupaten/kota lain dan/atau pihak-pihak lainguna mendukung sistem penanggulangan bencana di daerah;

e. mengatur dan mengawasi penggunaan teknologi yangberpotensi sebagai sumber ancaman yang beresikomenimbulkan bencana;

8

f. mencegah dan mengendalikan penggunaan dan pemanfaatansumber daya alam yang melebihi kemampuan alam di daerah;

g. mengangkat seorang komandan penanganan darurat bencanaatas usul Kepala BPBD;

h. melakukan pengendalian atas pengumpulan dan penyaluranbantuan berupa uang dan/atau barang serta jasa lain yangdiperuntukkan bagi penanggulangan bencana, termasukpemberian ijin pengumpulan sumbangan di daerah;

i. menyusun perencanaan, pedoman dan prosedur yangberkaitan dengan sistem penanggulangan bencana; dan

j. merumuskan kebijakan pengelolaan bantuan yang menjaminadanya perlindungan terhadap nilai-nilai budaya, kearifan lokaldan kemandirian masyarakat.

(2) Status keadaan darurat bencana sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b berdasarkan indikator yang meliputi :a. jumlah korban;b. kerugian harta benda;c. kerusakan sarana dan prasarana;d. luasan wilayah yang terkena bencana; dane. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Pasal 7Dalam hal Pemerintahan Daerah belum dapat melaksanakanwewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1),Pemerintah Daerah harus meminta bantuan dan/atau dukungankepada Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah sesuai denganperaturan perundang-undangan.

BAB IVBADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

KABUPATEN WAKATOBI

Pasal 8Susunan Organisasi BPBD terdiri atas :

a. kepala;

b. unsur pengarah;

c. unsur pelaksana.

Pasal 9(1) Unsur Pengarah penangggulangan bencana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, mempunyai fungsi :

a. menyusun konsep pelaksanaan kebijakan penanggulanganbencana di Kabupaten Wakatobi;

b. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraanpenangggulangan bencana di Kabupaten Wakatobi.

9

(2) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat(1) terdiri atas :

a. pejabat Pemerintah Daerah yang terkait denganpenanggulangan bencana;

b. anggota masyarakat, profesional dan ahli.

(3) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat(2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan dan kelayakan (fit andproper test) yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Wakatobi.

Pasal 10(1) Unsur pelaksana penanggulangan bencana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 huruf c mempunyai fungsi :

a. koordinasi;

b. komando; dan

c. pengendalian dalam penyelenggaraan penanggulanganbencana di wilayah Kabupaten Wakatobi.

(2) Keanggotaan unsur pelaksana penanggulangan bencanasebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tenagaprofesional dan ahli.

Pasal 11Fungsi koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)huruf a meliputi :

a. koordinasi BPBD dengan instansi atau lembaga dinas/badansecara horizontal pada tahap pra bencana, saat tanggap daruratdan pasca bencana, dilakukan dalam bentuk :

1. penyusunan kebijakan dan strategi penanggulangan bencana;

2. penyusunan perencanaan penanggulangan bencana;

3. penentuan standar kebutuhan minimum;

4. pembuatan prosedur tanggap darurat bencana;

5. pengurangan resiko bencana;

6. pembuatan peta rawan bencana;

7. penyusunan anggaran penanggulangan bencana;

8. penyediaan sumber daya/logistik penanggulangan bencana;

9. pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan gladi/simulasipenanggulangan bencana.

b. koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dapatdilakukan melalui kerja sama dengan lembaga/organisasi danpihak-pihak lain yang terkait sesuai dengan ketentuan yangberlaku;

c. kerjasama yang melibatkan peran serta negara lain, lembagainternasional dan lembaga asing non pemerintah dilakukanmelalui koordinasi BNPB sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10

Pasal 12(1) Fungsi komando sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)

huruf b dilakukan dalam status keadaan darurat bencana.

(2) Dalam suatu keadaan darurat bencana sebagaimana dimaksudpada ayat (1) Bupati menunjuk seorang komandan penanganandarurat bencana atas usul Kepala BPBD.

(3) Komandan penanganan darurat bencana sebagaimana dimaksudpada ayat (2) mengembalikan kegiatan operasionalpenanggulangan bencana dan berwenang mengaktifkan danmeningkatkan pusat pengendalian operasional menjadi poskomando.

(4) Komandan penanganan darurat bencana sebagaimana dimaksudpada ayat (3) memiliki kewenangan komando memerintahkaninstansi/lembaga terkait meliputi :

a. penyelamatan;

b. pengerahan sumber daya manusia;

c. pengerahan peralatan; dan

d. pengerahan logistik.

(5) Komandan Penanganan Darurat Bencana dalam melaksanakantugasnya bertanggungjawab kepada Bupati.

Pasal 13Fungsi Pengendalian dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf cdilakukan dalam hal :a. penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur

menjadi sumber ancaman bahaya bencana;b. penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang berpotensi

yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadisumber daya bencana;

c. pengurasan sumber daya alam yang melebihi daya dukunganyang menyebabkan ancaman timbulnya bencana;

d. perencanaan dan penegakan rencana tata ruang wilayah dalamkaitan penanggulangan bencana;

e. kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan olehlembaga/organisasi pemerintah dan non pemerintah;

f. penetapan kebijakan pembangunan yang berpotensimenimbulkan bencana;

g. pengumpulan dan penyaluran bantuan berupa uang dan/ataubarang serta jasa lain diperuntukan untuk penanggulanganbencana diwilayahnya, termasuk pemberian izin pengumpulansumbangan diwilayahnya.

Pasal 14Ketentuan mengenai susunan organisasi, tata kerja, eselonisasi dankepegawaian pada BPBD adalah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

11

BAB VPENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

Bagian KesatuUmum

Pasal 15Penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah dilaksanakanberdasarkan 4 (empat) aspek meliputi :

a. sosial, ekonomi dan budaya masyarakat;

b. kelestarian lingkungan hidup;

c. kemanfaatan dan efektivitas; dan

d. lingkup luas wilayah.

Pasal 16(1) Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana Pemerintah

Daerah sesuai kewenangannya dapat :

a. melakukan kerjasama dengan daerah lain;

b. menetapkan status darurat bencana dan daerah rawanbencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman;

c. mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hakkepemilikan setiap orang atas suatu benda sesuai denganperaturan perundang-undangan.

(2) Setiap orang yang hak kepemilikanya dicabut atau dikurangisebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhak mendapatganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Daerah rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 17Penyelenggaraan penanggulangan bencana ada 3 (tiga) tahap,meliputi :

a. pra bencana;

b. saat tanggap darurat;

c. pasca bencana.

Bagian KeduaPra bencana

Pasal 18Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pra bencanameliputi :

a. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan

b. dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana.

12

Paragraf 1Situasi Tidak Terjadi Bencana

Pasal 19(1) Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak

terjadi bencana meliputi :

a. perencanaan penanggulangan bencana;

b. pengenalan dan pemantauan peringatan dini;

c. pengurangan resiko bencana;

d. pencegahan;

e. pemanduan dalam perencanaan pembangunan;

f. persyaratan analisis resiko bencana;

g. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang wilayah;

h. pendidikan dan pelatihan; dan

i. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

(2) Untuk mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencanadalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat dilakukan penelitian dan pengembangan di bidangkebencanaan.

Pasal 20(1) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, merupakan bagian dariperencanaan pembangunan daerah yang disusun berdasarkanhasil analisis resiko bencana dan upaya penanggulangan bencanayang dijabarkan dalam program kegiatan dan rincian anggaran.

(2) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksudpada ayat (1) meliputi :

a. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;

b. pemahaman tentang kerentanan masyarakat;

c. analisis kemungkinan dampak bencana;

d. pemilihan tindakan pengurangan resiko bencana;

e. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampakbencana; dan

f. alokasi tugas, kewenangan dan sumber daya yang tersedia.

(3) Penyusunan rencana penanggulangan bencana sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikoordinasikan oleh BPBD,berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh BNPB.

(4) Rencana penanggulangan bencana disusun untuk jangka waktu 5(lima) tahun dan dievaluasi secara berkala setiap 2 (dua) tahunatau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

(5) Rencana penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud padaayat (2) ditetapkan oleh Bupati.

13

Pasal 21(1) Pengurangan resiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 ayat (1) huruf c, merupakan kegiatan untuk mengurangiancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuanmasyarakat dalam menghadapi bencana.

(2) Pengurangan resiko bencana sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan melalui kegiatan :

a. sistem peringatan dini;

b. pengenalan dan pemantauan resiko bencana;

c. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;

d. pengembangan budaya sadar bencana;

e. pembinaan komitmen terhadap penyelenggaraanpenanggulangan bencana; dan

f. penerapan upaya-upaya fisik, nonfisik dan pengaturanpenanggulangan bencana.

Pasal 22(1) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam pasa 19 ayat (1) huruf

d dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan resikobencana dengan cara mengurangi ancaman bencana dankerentanan pihak yang terancam bencana.

(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanmelalui kegiatan :

a. identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atauancaman bencana;

b. pemantauan terhadap :

1. penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam;

2. penggunaan teknologi tinggi.

c. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaanlingkungan hidup;

d. penguatan ketahanan sosial masyarakat.

(3) Kegiatan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)menjadi tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah danmasyarakat.

Pasal 23Pemanduan penanggulangan bencana dalam perencanaanpembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) hurufe, dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui koordinasi,keterpanduan dan sinkronisasi dengan memasukkan unsur-unsurpenanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan Daerah.

14

Pasal 24(1) Persyaratan analisis resiko bencana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (1) huruf f, dilakukan untuk mengetahui danmenilai tingkat resiko dari suatu kondisi atau kegiatan yangdapat menimbulkan bencana.

(2) Persyaratan analisis resiko bencana digunakan sebagai dasardalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan,penataan ruang serta pengembalian tindakan pencegahan danmitigasi.

(3) Analisis resiko bencana disusun berdasarkan persyaratan analisisresiko bencana melalui penelitian dan pengkajian terhadap suatukondisi atau kegiatan yang mempunyai resiko tinggimenimbulkan bencana.

(4) Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai resiko tinggimenimbulkan bencana, wajib dilengkapi dengan analisis resikobencana.

(5) BPBD sesuai dengan kewenangannya, melakukan pemantauandan evakuasi terhadap pelaksanaan analisis resiko bencana.

Pasal 25(1) Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang wilayah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf g,dilakukan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang sesuairencana tata ruang wilayah.

(2) Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud padaayat (1) mencakup pemberlakuan peraturan yang berkaitandengan penata ruang, standar keselamatan dan penerapan sanksiterhadap pelanggarnya.

(3) Dalam pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang wilayahsebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat peta rawan bencanauntuk diinformasikan kepada masyarakat di daerah rawanbencana.

(4) Pemerintah Daerah secara berkala melaksanakan pemantauandan evaluasi terhadap perencanaan, pelaksanaan tata ruang danpemenuhan standar keselamatan.

Pasal 26(1) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19

ayat (1) huruf h, diselenggarakan untuk meningkatkankesadaran, kepedulian, kemampuan dan kesiapsiagaanmasyarakat dalam menghadapi bencana.

(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat, baikperorangan maupun kelompok, lembaga kemasyarakatan danpihak lainnya, dalam bentuk pendidikan formal, nonformal daninformal berupa pelatihan dasar, lanjutan, teknis, simulasi dangladi.

15

Pasal 27(1) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf i,merupakan standar yang harus dipenuhi dalam penanggulanganbencana.

(2) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencanasebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mengacupada pedoman yang ditetapkan oleh BNPB.

Paragraf 2Situasi Terdapat Potensi Terjadinya Bencana

Pasal 28Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapatpotensi terjadi bencana meliputi :

a. kesiapsiagaan;

b. peringatan dini; dan

c. mitigasi bencana.

Pasal 29(1) Kesiapsiagaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 28 huruf a, untuk memastikan terlaksananyatindakan yang cepat dan tepat pada saat terjadi bencana.

(2) Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukandalam bentuk :

a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangankedaruratan;

b. pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistemperingatan dini (early warning system);

c. penyediaan dan penyiapan barang-barang pasokan pemenuhankebutuhan dasar;

d. penyiapan personil, prasarana dan sarana yang akandikerahkan dan digunakan dalam pelaksanaan prosedur tetap;

e. pemasangan petunjuk tentang karakteristik bencana danpenyelamatan di tempat-tempat rawan bencana;

f. penginventarisasian wilayah rawan bencana dan lokasi amanuntuk mengevakuasi pengungsi serta jalur evakuasi aman;

g. penyuluhan, pelatihan, gladi dan simulasi tentang mekanismetanggap darurat;

h. penyiapan lokasi evakuasi; dan

i. penyusunan dan pemuktahiran prosedur tetap tanggap daruratbencana.

16

Pasal 30(1) Pemerintah Daerah menyiapkan sarana dan prasarana umum

dan khusus dalam penanggulangan bencana di Daerah dalamupaya mencegah, mengatasi dan menanggulangi terjadinyabencana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Sarana dan prasarana umum sebagaimana dimaksud pada ayat(1), meliputi :a. peralatan peringatan dini (early warning system) sesuai kondisi

dan kemampuan daerah;b. posko bencana beserta peralatan pendukung seperti peta lokasi

bencana, alat komunikasi, tenda darurat, genset (alatpenerangan), kantong mayat dan lain-lain;

c. kendaraan operasional sesuai dengan kondisi daerah;d. peta rawan bencana;e. rute dan lokasi evakuasi pengungsi;f. prosedur tetap penanggulangan bencana;g. dapur umum berikut kelengkapan logistik;h. pos kesehatan dengan tenaga medis dan obat-obatan;i. tenda-tenda darurat untuk penampungan dan evakuasi

pengungsi, penyiapan velbed serta penyiapan tandu dan alatkelengkapan lainnya;

j. sarana air bersih dan sarana sanitasi/MCK di tempat evakuasipengungsi, dengan memisahkan sarana sanitasi/MCK untuklaki-laki dan perempuan;

k. peralatan pendataan bagi korban jiwa akibat bencanameninggal dan luka-luka, pengungsi, bangunan masyarakat,pemerintah dan swasta; dan

l. lokasi sementara pengungsi.(3) Sarana dan prasarana khusus sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), meliputi :a. media center sebagai pusat informasi yang mudah diakses dan

dijangkau oleh masyarakat;b. juru bicara resmi/penghubung yang bertugas

menginformasikan kejadian bencana kepada instansi yangmemerlukan di pusat maupun di daerah, media massa danmasyarakat;

c. rumah sakit lapangan beserta dukungan alat kelengkapankesehatan;

d. trauma center oleh Pemerintah Daerah ataupun lembagamasyarakat peduli bencana yang berfungsi untuk memulihkankondisi psikologis masyarakat korban bencana;

e. alat transportasi dalam penanggulangan bencana;f. lokasi kuburan massal bagi korban yang meninggal;g. sarana dan prasarana khusus lainnya.

17

(4) BPBD bertanggung jawab untuk mengoperasionalkanpenggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana bencanadaerah.

Pasal 31(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana penanggulangan

kedaruratan bencana, sebagai acuan dalam pelaksanaanpenanggulangan bencana pada keadaan darurat, yangpelaksanaannya dilakukan secara terkoordinasi oleh BPBD.

(2) Rencana penanggulanggan kedaruratan bancana dapat dilengkapidengan penyusunan rencana kontinjensi.

Pasal 32(1) Dalam pelaksanaan kesiapsiagaan untuk penyediaan,

penyimpanan serta penyaluran logistik dan peralatan ke lokasibencana, disusun sistem manajemen logistik dan peralatan olehBPBD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pembangunan sistem manajemen logistik dan peralatansebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untukmengoptimalkan logistik dan peralatan yang ada pada masing-masing instansi/lembaga dalam jejaring kerja BPBD.

(3) Fungsi penyelenggaraan manajemen logistik dan peralatanadalah :a. sebagai penyelenggara manajemen logistik dan peralatan yang

memiliki tanggung jawab, tugas dan wewenang di Daerah;b. sebagai titik kontak utama bagi operasional penanggulangan

bencana di wilayah bencana yang meliputi dua atau lebihkabupaten yang berbatasan;

c. mengkoordinasikan semua pelayanan dan pendistribusianbantuan logistik dan peralatan di wilayah bencana;

d. sebagai pusat informasi, verifikasi dan evaluasi situasi diwilayah bencana;

e. memelihara hubungan dan mengkoordinasikan semua lembagayang terlibat dalam penanggulangan bencana danmelaporkannya secara periodik kepada Kepala BNPB;

f. membantu dan memandu operasi di wilayah bencana padasetiap tahapan manajemen logistik dan peralatan;

g. menjalankan pedoman sistem manajemen logistik danperalatan penanggulangan bencana secara konsisten.

Pasal 33(1) Peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b,

merupakan tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangiresiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggapdarurat.

(2) Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukandengan cara :

18

a. pengamatan gejala bencana;b. penganalisaan data hasil pengamatan;c. pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisa;d. penyebarluasan hasil keputusan;e. pengambilan tindakan oleh masyarakat.

(3) Pengamatan gejala bencana dilakukan oleh instansi/lembagayang berwenang sesuai dengan jenis ancaman bencana, untukmemperoleh data mengenai gejala bencana yang kemungkinanakan terjadi, dengan memperhatikan kearifan lokal.

(4) Instansi/lembaga yang berwenang menyampaikan hasil analisiskepada BPBD sesuai dengan lokasi dan tingkat bencana, sebagaidasar dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakanperingatan dini.

(5) Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajibdisebarluaskan oleh Pemerintah Daerah, lembaga penyiaranswasta, dan media massa di daerah dalam rangka mengerahkansumber daya.

(6) BPBD mengkoordinasikan tindakan yang diambil oleh masyarakatuntuk menyelamatkan dan melindungi masyarakat.

Pasal 34(1) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c,

dilakukan untuk mengurangi resiko dan dampak yangdiakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada dikawasan rawan bencana.

(2) Kegiatan mitigasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dilakukan melalui :a. perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang wilayah yang

berdasarkan pada analisis resiko bencana;b. pengaturan pembangunan, penyediaan infrastruktur dan tata

bangunan;c. penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, baik

secara konvensional maupun modern.(3) Dalam rangka pelaksanaan mitigasi bencana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah Daerahmenyusun informasi kebencanaan, basis data (data base) danpeta kebencanaan yang meliputi :a. luas wilayah kabupaten, kecamatan dan kelurahan/desa;b. jumlah penduduk kabupaten, kecamatan dan kelurahan/desa;c. jumlah rumah masyarakat, gedung pemerintah, pasar, sekolah,

puskesmas, rumah sakit, tempat ibadah, fasilitas umum danfasilitas sosial;

d. jenis bencana yang sering terjadi atau berulang;e. daerah rawan bencana dan resiko bencana;f. cakupan luas wilayah rawan bencana;

19

g. lokasi pengungsian;h. jalur evakuasi;i. sumber daya manusia penanggulangan bencana; danj. hal lainnya sesuai kebutuhan.

(4) Informasi kebencanaan, basis data (data base) dan petakebencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berfungsiuntuk :a. menyusun kebijakan, strategi dan rencana tindak

penanggulangan bencana;b. mengidentifikasi, memantau bahaya bencana, kerentanan dan

kemampuan dalam menghadapi bencana;c. memberikan perlindungan kepada masyarakat di daerah rawan

bencana;d. pengembangan sistem peringatan dini;e. mengetahui bahaya bencana, resiko bencana dan kerugian

akibat bencana; danf. menjalankan pembangunan yang beradaptasi pada bencana

dan menyiapkan masyarakat hidup selaras dengan bencana.

Pasal 35Dalam rangka mitigasi bencana, Pemerintah Daerah sesuaikewenangannya :

a. untuk kawasan rawan longsor, melakukan :

1. pengendalian pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkantipologi dan tingkat kerawanan atau resiko bencana;

2. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukimanpenduduk serta penentuan relokasi penduduk; dan

3. pembatasan pendirian bangunan, kecuali untuk pemantauanancaman bencana.

b. untuk kawasan rawan longsor dengan tingkat kerawanan tinggi(kemiringan lebih besar dari 40%), menetapkan :

1. ketentuan pelarangan kegiatan pemukiman; dan

2. ketentuan pelarangan kegiatan penggalian dan pemotonganlereng.

c. untuk kawasan rawan longsor dengan tingkat kerawanan sedang(kemiringan 20% sampai dengan 40%), menetapkan :

1. ketentuan pelarangan pembangunan industri/pabrik;

2. pengosongan lereng dari kegiatan manusia;

3. ketentuan pelarangan pemotongan dan penggalian lereng; dan

4. pembatasan kegiatan pertambangan bahan mineral bukanlogam dan batuan, dengan memperhatikan kestabilan lereng dandukungan reklamasi lereng.

20

d. Untuk kawasan rawan longsor dengan tingkat kerawanan rendah(kemiringan lebih dari 20%), ditetapkan sebagai kawasan tidaklayak untuk industri.

Pasal 36Dalam rangka mitigasi bencana untuk kawasan rawan gelombangpasang, Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya menetapkan :

a. pengendalian pemanfaatan ruang, dengan mempertimbangkankarakteristik, jenis dan acaman bencana;

b. pengendalian bangunan, kecuali pendirian bangunan untukkepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentinganumum; dan

c. garis sempadan dimaksud juga termasuk laut.

Pasal 37Dalam rangka mitigasi bencana untuk kawasan rawan banjir,Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya menetapkan :

a. menetapkan batas dataran banjir;

b. pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau danpengendalian pembangunan fasilitas umum dengan kepadatanrendah;

c. ketentuan pelarangan kegiatan untuk fasilitas umum; dan

d. pengendalian kegiatan permukiman.

Pasal 38Pencegahan bencana akibat daya rusak air dilakukan melalui :

a. kegiatan fisik, dalam rangka pencegahan bencana dilakukanmelalui pembangunan sarana dan prasarana yang ditujukanuntuk mencegah kerusakan dan/atau bencana yang diakibatkanoleh daya rusak air;

b. kegiatan nonfisik, dalam rangka kegiatan bencana dilakukanmelalui :1. pengaturan, meliputi :

a) penetapan kawasan rawan bencana pada setiap wilayahsungai;

b) penetapan sistem peringatan dini pada setiap wilayahsungai;

c) penetapan prosedur operasi standar sarana dan prasaranapengendalian daya rusak air; dan

d) penetapan prosedur operasi standar evakuasi korbanbencana akibat daya rusak air.

2. pembinaan, meliputi :a) penyebarluasan informasi dan penyuluhan; danb) pelatihan tanggap darurat.

21

3. pengawasan, meliputi :a) pengawasan penggunaan lahan pada kawasan rawan

bencana sesuai dengan tingkat kerawanan daerah yangbersangkutan; dan

b) pengawasan terhadap kondisi dan fungsi sarana danprasarana pengendalian daya rusak air.

4. pengendalian, meliputi :a) pengendalian penggunaan lahan pada kawasan rawan

bencana sesuai dengan tingkat kerawanan daerah yangbersangkutan;

b) upaya pemindahan penduduk yang bermukim di kawasanrawan bencana; dan

c) penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai, dilakukandengan mekanisme penataan ruang dan pengoperasianprasarana sesuai dengan kesepakatan para pemangkukepentingan (stakelholders).

Pasal 39(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan wewenang dan

tanggungjawabnya menetapkan kawasan rawan bencana padasetiap wilayah sungai, meliputi kawasan rawan :

a. banjir;

b. kekeringan;

c. erosi dan sedimentasi;

d. longsor;

e. ambles;

f. perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi dan fisika air;

g. kepunahan jenis tumbuhan dan/atau satwa; dan

h. wabah penyakit.

(2) Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dibagi ke dalam zona rawan bencana berdasarkan tingkatkerawanannya.

(3) Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)menjadi masukan untuk penyusunan rencana tata ruangwilayah.

(4) Pemerintah Daerah wajib mengendalikan pemanfaatan kawasanrawan bencana dengan melibatkan masyarakat.

Pasal 40(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan wewenang dan

tanggungjawabnya menetapkan sistem peringatan dini.

(2) Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanoleh instansi terkait sesuai dengan wewenang dantanggungjawabnya.

22

Pasal 41(1) Dalam hal tingkat kerawanan bencana akibat daya rusak air

secara permanen mengancam keselamatan jiwa, PemerintahDaerah dapat menetapkan kawasan rawan bencana tertutup bagipermukiman.

(2) Biaya yang timbul akibat penetapan sebagaimana dimaksud padaayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.

Pasal 42Dalam rangka mitigasi bencana untuk kawasan rawan bencanageologi, Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melakukan :

a. pengendalian pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkankarakteristik, jenis dan ancaman bencana;

b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;dan

c. pengendalian pendirian bangunan kecuali untuk kepentinganpemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.

Bagian KetigaTanggap Darurat

Pasal 43(1) Pemerintah Daerah melaksanakan penyelenggaraan

penanggulangan bencana secara langsung dengan pemanfaatanunsur-unsur potensi kekuatan penanggulangan bencana danpenanganan pengungsi, prasarana dan sarana yang tersedia.

(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengancara mencari, menolong dan menyelamatkan serta memberikansantunan dan/atau bantuan kepada korban bencana tanpaperlakuan diskriminasi.

(3) Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggapdarurat dilakukan melalui beberapa kegiatan, meliputi :

a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,kerugian dan sumber daya;

b. penentuan status keadaan darurat bencana;

c. pencarian, penyelamatan dan evakuasi masyarakat yangterkena bencana;

d. pemenuhan kebutuhan dasar bagi korban bencana sesuaistandar pelayanan minimal;

e. perlindungan terhadap korban yang tergolong kelompok rentan;dan

f. pemulihan dini prasarana dan sarana vital.

(4) Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggapdarurat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikendalikan BPBDsesuai dengan kewenangannya.

23

Paragraf 1Pengkajian Secara Cepat dan Tepat

Pasal 44Pengkajian secara cepat dan tepat, dilakukan untuk menentukankebutuhan dan tindakan yang tepat dalam penanggulangan bencanapada saat tanggap darurat, melalui identifikasi terhadap :a. cakupan lokasi bencana;b. jumlah korban bencana;c. kebutuhan dasar;d. kerusakan prasarana dan sarana;e. gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan;

danf. kemampuan sumber daya alam maupun buatan.

Paragraf 2Penentuan Status Keadaan Darurat Bencana

Pasal 45(1) Dalam hal terjadi bencana, Bupati menetapkan pernyataan

bencana dan penentuan status keadaan darurat bencana, sesuaiperaturan perundang-undangan.

(2) Pernyataan bencana dan penentuan status keadaan daruratbencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan segerasetelah terjadinya bencana.

(3) Penentuan status keadaan darurat bencana sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), BPBD mempunyaikemudahan akses yang meliputi :a. pengerahan sumber daya manusia;b. pengerahan peralatan;c. pengerahan logistik;d. pengadaan barang/jasa;e. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang;f. penyelamatan; dang. komando untuk memerintahkan instansi/lembaga.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan akses sebagaimanadimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 3Pengerahan Sumber Daya Manusia, Peralatan dan Logistik

Pasal 46(1) Kepala BPBD berwenang mengerahkan sumber daya manusia

yang potensial, peralatan dan logistik dari instansi/lembaga diDaerah dan masyarakat untuk melakukan tanggap darurat.

24

(2) Pengerahan sumber daya manusia, peralatan dan logistik,dilakukan untuk menyelamatkan dan mengevakuasi korbanbencana, memenuhi kebutuhan dasar dan memulihkan fungsiprasarana dan sarana vital yang rusak akibat bencana.

(3) Dalam hal sumber daya manusia, peralatan dan logistik tidaktersedia dan/atau tidak memadai, Pemerintah Daerah dapatmeminta bantuan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota lain,Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah.

(4) Pemerintah Daerah dapat menanggung biaya pengerahan danmobilisasi sumber daya, peralatan dan logistik dari Provinsi,Kabupaten/Kota lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Penerimaan dan penggunaan sumber daya manusia, peralatandan logistik di lokasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), dilaksanakan dibawah kendaliBPBD.

(6) Ketentuan dan tata cara pemanfaatan sumber daya manusia yangpotensial, peralatan dan logistik sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4Pengadaan Barang dan/atau Jasa serta Konstruksi Darurat

Pasal 47(1) Pengadaan barang dan/atau jasa serta konstruksi darurat

dilaksanakan secara terencana dengan memperhatikan jenis danjumlah kebutuhan, kondisi dan karakteristik wilayah bencana.

(2) Pada saat keadaan darurat bencana, pengadaan barang dan/ataujasa serta konstruksi darurat untuk penyelenggaraan tanggapdarurat bencana dilakukan melalui pembelian/pengadaanlangsung yang efektif dan efisien sesuai dengan kondisi pada saatkeadaan tanggap darurat.

(3) Pengadaan barang dan/atau jasa serta konstruksi daruratsebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi :a. pencarian dan penyelamatan korban bencana;b. pertolongan darurat;c. evakuasi korban bencana;d. kebutuhan air bersih dan sanitasi;e. pangan;f. sandang;g. pelayanan kesehatan;h. penampungan serta tempat hunian sementara/hunian tetap;

dani. perbaikan jalan jembatan dan prasarana irigasi.

(4) Pengadaan barang dan/atau jasa serta konstruksi daruratsebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan olehorganisasi perangkat daerah setelah memperoleh persetujuanKepala BPBD, sesuai kewenangannya.

25

(5) Diberikan secara lisan dan diikuti persetujuan secara tertulisdalam waktu paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat)jam.

Paragraf 5Penyelamatan

Pasal 48(1) Penyelamatan dan evakuasi korban dilakukan dengan

memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencanayang terjadi, melalui upaya :a. pencarian penyelamatan korban;b. pertolongan darurat; dan/atauc. evakuasi korban.

(2) Pencarian, penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkenabencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh timreaksi cepat dengan melibatkan unsur masyarakat dibawahkomando komandan penanganan darurat bencana, sesuai denganlokasi dan tingkatan bencananya.

(3) Dalam hal terjadi ekskalasi bencana, BPBD dapat memintadukungan kepada BNPB untuk melakukan penyelamatan danevakuasi masyarakat yang terkena bencana.

(4) Pencarian dan pertolongan terhadap korban bencanasebagaimana dimaksud ayat (1) dihentikan dalam hal :a. seluruh korban telah ditemukan, ditolong dan dievakuasi;b. setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak dimulainya operasi

pencarian, tidak ada tanda-tanda korban akan ditemukan.(5) Penghentian pencarian dan pertolongan terhadap korban bencana

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilaksanakankembali dengan pertimbangan adanya informasi baru mengenaiindikasi keberadaan korban bencana.

(6) Dalam pertolongan darurat bencana, diprioritaskan padamasyarakat mengalami luka parah dan kelompok rentan.

(7) Terhadap masyarakat terkena bencana yang meninggal duniadilakukan upaya identifikasi dan pemakaman.

Paragraf 6Kebutuhan Dasar

Pasal 49(1) Dalam keadaan tangggap darurat bencana, Pemerintah Daerah

menyediakan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar sesuaistandar minimal, yang meliputi :a. pangan;b. sandang;c. kebutuhan air bersih, air minum dan sanitasi;d. pelayanan kesehatan;

26

e. pelayanan psikososial;f. pelayanan pendidikan; dang. sarana kegiatan ibadah.

(2) Masyarakat luas dapat berperan serta dalam pengumpulan danpembagian kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat(1) sebagai bentuk keguyuban dibawah koordinasi BPBD.

Paragraf 7Kelompok Rentan

Pasal 50(1) Perlindungan terhadap korban yang tergolong kelompok rentan

dilaksanakan dengan memberikan prioritas terhadap korbanbencana yang mengalami luka parah dan kelompok rentanberupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanankesehatan dan psikososial.

(2) Kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiriatas :

a. bayi, balita dan anak-anak;

b. ibu yang sedang mengandung atau menyusui;

c. penyandang cacat; dan

d. orang yang kondisi fisik melemah akibat sakit atau lanjut usiadan orang yang terganggu kejiwaannya.

(3) Upaya perlindungan terhadap kelompok rentan sebagaimanadimaksud ayat (1), dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkaityang dikoordinasikan oleh BPBD, dengan polapendampingan/fasilitasi.

Paragraf 8Pemulihan Dini

Pasal 51Pemulihan dini fungsi prasarana dan sarana vital di lokasi bencana,dilakukan untuk menjamin keberlangsungan kehidupan masyarakat,yang dilaksanakan dengan segera oleh instansi/lembaga terkait dandikoordinasikan oleh BPBD sesuai kewenangannya berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian KeempatPasca Bencana

Paragraf 1Umum

Pasal 52Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana, meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi.

27

Paragraf 2Rehabilitasi

Pasal 53(1) Dalam rangka mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat

pada tahap pasca bencana, Pemerintah Daerah bertanggungjawabuntuk menetapkan dan melaksanakan prioritas kegiatanrehabilitasi, meliputi :a. perbaikan lingkungan daerah bencana;b. perbaikan prasarana dan sarana umum;c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;d. lebih lanjut pemulihan sosial psikologis;e. pelayanan kesehatan;f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;g. pemulihan sosial, ekonomi dan budaya;h. pemulihan keamanan dan ketertiban;i. pemulihan fungsi pemerintahan; danj. pemulihan fungsi pelayanan publik;

(2) Ketentuan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 3Rekonstruksi

Pasal 54(1) Dalam rangka mempercepat pembangunan kembali prasarana

dan sarana serta kelembagaan pada wilayah pasca bencana,Pemerintah Daerah bertanggung jawab menetapkan prioritas danmelaksanakan kegiatan rekonstruksi, terdiri dari :

a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;

b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;

c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;

d. penerapan rancang bangun yang tetap dan penggunaanperalatan yang lebih baik serta tahan bencana;

e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasikemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;

f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya;

g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan

h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

(2) Prioritas kegiatan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berdasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibatbencana.

(3) Ketentuan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

28

BAB VIPENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA NON ALAM

Bagian KesatuBencana Non Alam

Pasal 55Bencana non alam meliputi :

a. kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia;

b. kecelakaan transportasi;

c. kegagalan konstruksi/teknologi;

d. dampak industri;

e. ledakan nuklir;

f. pencemaran lingkungan hidup;

g. kegiatan keantariksaan; dan

h. kejadian luar biasa yang diakibatkan oleh hama penyakittanaman, epidemik dan wabah.

Paragraf 1Analisis Resiko Bencana Non Alam

Pasal 56(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan

dampak penting terhadap bencana non alam, ancaman terhadapekosistem dan kehidupan dan/atau kesehatan dan keselamatanmanusia, wajib melakukan analisis resiko bencana bukan alam.

(2) Analisis resiko bencana bukan alam sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi :

a. pengkajian resiko;

b. pengelolaan resiko; dan

c. komunikasi resiko.

(3) Format, prosedur, metode dan evaluasi analisa resiko ditentukanoleh SKPD atau instansi terkait di bawah koordinasi BPBD.

Paragraf 2Penanggulangan

Pasal 57(1) Setiap orang wajib melakukan penanggulangan bencana non

alam.

(2) Bencana non alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan :

a. pemberian informasi peringatan bencana non alam kepadamasyarakat;

29

b. pengisolasian bencana non alam;

c. penghentian sumber bencana non alam; dan

d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi.

Pasal 58Dalam penanggulangan bencana non alam pada tahap tanggapdarurat dan pasca bencana, berlaku ketentuan sebagaimana diaturdalam Pasal 43 dan Pasal 52.

Paragraf 3Pemulihan

Pasal 59(1) Setiap orang, kelompok orang atau badan hukum yang

menyebabkan bencana non alam wajib melakukan pemulihanfungsi lingkungan hidup.

(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan dengan tahapan :

a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsurpencemar;

b. remediasi;

c. rehabilitasi;

d. restorasi; dan

e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi.

(3) Biaya pemulihan fungsi lingkungan hidup wajib ditanggung pihakpenyebab rusaknya fungsi lingkungan hidup akibat aktivitasindustri atau semacamnya diancam denda Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah) sampai Rp. 1.000.000.000,- (satu milyarrupiah) dan ancaman kurungan 1 (satu) tahun penjara atausesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 4Pemeliharaan

Pasal 60(1) Pemeliharaan lingkungan hidup antara lain dilakukan melalui

upaya konservasi sumber daya alam.

(2) Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi kegiatan :

a. perlindungan sumber daya alam;

b. pengawetan sumber daya alam;

c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam; dan

d. semua kegiatan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

30

Bagian KeduaBencana Sosial

Pasal 61Bencana sosial meliputi :a. kerusuhan sosial;b. konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat;

danc. teror.

Paragraf 1Kewaspadaan Dini Masyarakat

Pasal 62(1) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat menjadi tanggung

jawab dan dilaksanakan oleh masyarakat, yang difasilitasi dandibina oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dalam penyelenggaraan fasilitas kewaspadaan dini masyarakatsebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati melaksanakan :a. pembinaan dan pemeliharaan ketentraman, ketertiban dan

perlindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinanterjadinya bencana sosial;

b. pengkoordinasian Camat dalam penyelenggaraan kewaspadaandini masyarakat; dan

c. pengkoordinasian kegiatan instansi vertikal dalampenyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat.

Pasal 63(1) Dalam rangka penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat,

dibentuk Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) yangdilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh PemerintahDaerah.

(2) Keanggotaan FKDM terdiri atas wakil-wakil organisasimasyarakat, perguruan tinggi, lembaga pendidikan, tokohmasyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan elemenmasyarakat lainnya.

(3) FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas :

a. menjaring, menampung, mengkoordinasikan danmengkomunikasikan data dan informasi dari masyarakatmengenai potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwabencana alam dalam rangka upaya pencegahan danpenanggulangan secara dini; dan

b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagiBupati mengenai kebijakan yang berkaitan dengankewaspadaan dini masyarakat.

(4) Pembentukan FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh Bupati.

31

Paragraf 2Pemulihan Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya

Pasal 64(1) Dalam rangka membantu masyarakat di daerah rawan bencana

guna menurunkan ketegangan serta memulihkan kondisi sosialkehidupan masyarakat, Pemerintah Daerah melaksanakankegiatan rekonsiliasi melalui upaya-upaya media persuasifdengan melibatkan tokoh masyarakat dengan tetapmemperhatikan situasi, kondisi dan karakter serta budayamasyarakat setempat dan menjunjung rasa keadilan.

(2) Pelaksanaan kegiatan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait secaraterkoordinasi dengan BPBD, sesuai kewenangan berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 65(1) Dalam rangka pemulihan kondisi sosial, ekonomi dan budaya

masyarakat yang terkena dampak bencana, Pemerintah Daerahmelakukan kegiatan pemulihan sosial, ekonomi dan budayamelalui :

a. layanan advokasi dan konseling;

b. bantuan stimulan aktivitas ekonomi; dan

c. pelatihan.

(2) Pelaksanaan kegiatan pemulihan sosial, ekonomi dan budayamasyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan olehinstansi/lembaga terkait, berkoordinasi dengan BPBD.

Paragraf 3Pemulihan Keamanan dan Ketertiban

Pasal 66(1) Dalam rangka pemulihan keamanan dan ketertiban yang

ditujukan untuk membantu masyarakat dalam memulihkankondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah terkenadampak bencana, Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatanmelalui upaya :a. mengaktifkan kembali fungsi lembaga keamanan dan

ketertiban di daerah bencana;b. meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan

pengamanan dan ketertiban; danc. meningkatkan koordinasi dengan instansi/lembaga yang

berwenang di bidang keamanan dan ketertiban.(2) Pelaksanaan kegiatan pemulihan keamanan dan ketertiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan olehinstansi/lembaga terkait, berkoordinasi dengan BPBD.

32

BAB VIIPENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

Bagian KesatuSumber Pendanaan

Pasal 67(1) Dana penyelenggaraan penanggulangan bencana bersumber dari :

a. APBN;b. APBD;c. Masyarakat; dand. Sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.

(2) Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran penanggulanganbencana dalam APBD secara memadai, yang digunakan untukmenanggulangi bencana pada tahap pra bencana, saat tanggapdarurat, pemulihan dini dan pasca bencana.

(3) Pemerintah Daerah menyediakan dana siap pakai dalamanggaran penanggulangan bencana yang berasal dari APBD yangditetapkan dalam anggaran APBD dan harus selalu tersediasesuai dengan kebutuhan pada saat tanggap darurat dan besarandana siap pakai dalam kisaran 5 sampai dengan 7 persen dariAPBD.

Pasal 68(1) Pemerintah Daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam

penyediaan bantuan yang bersumber dari masyarakat dengancara :a. memfasilitasi masyarakat yang akan memberikan bantuan

dana penanggulangan bencana;b. mamfasilitasi masyarakat yang akan melakukan pengumpulan

dana penanggulangan bencana; danc. meningkatkan kepedulian masyarakat untuk berpartisipasi

dalam penyediaan bantuan.(2) Bantuan yang bersumber dari masyarakat dalam negeri

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh PemerintahDaerah yang dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepadaDPRD.

(3) Setiap pengumpulan bantuan penanggulangan bencana diDaerah, wajib mendapatkan izin dari Pemerintah Daerahdan/atau instansi/lembaga terkait.

(4) Dalam kondisi khusus, permohonan izin sebagaimana dimaksudpada ayat (3) dapat diajukan setelah pelaksanaan kegiatanpengumpulan bantuan penanggulangan bencana.

(5) Tata cara perizinan pengumpulan bantuan penanggulanganbencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3)dan ayat (4) diatur oleh Bupati sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan.

33

Bagian KeduaPengelolaan Dana APBD

Paragraf 1Penyusunan Program/Kegiatan

Pasal 69(1) Penyusunan program/kegiatan dalam rangka penyelenggaraan

penanggulangan bencana pada tahap pra bencana berpedomanpada ketentuan peraturan perundang-undangan tentangpenyelenggaraan penanggulangan bencana dan pengelolaankeuangan daerah.

(2) Program/kegiatan dan pendanaan dalam rangka penyelenggaraanpenanggulangan bencana pada tahap pra bencana sebagaimanadimaksud pada ayat (1), direncanakan dan dilaksanakan melaluiprogram/kegiatan dan pendanaan secara reguler tahunan dalamAPBD/perubahan APBD, yang ditetapkan dengan PeraturanDaerah.

(3) Pendanaan secara reguler tahunan sebagaimana dimaksud padaayat (2) dimungkinkan untuk diusulkan dari sumber pendanaanlainnya seperti APBN melalui DIPA bersifat anggarandekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan.

Paragraf 2Penggunaan Dana

Pasal 70(1) Dana penanggulangan bencana harus digunakan sesuai dengan

penyelenggaraan penanggulangan bencana, yang meliputi tahappra bencana, saat tanggap darurat, pemulihan dini dan/ataupasca bencana.

(2) Penggunaan dana penyelenggaraan bencana sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan guna mendukung kegiatanrutin dan operasional berupa sosialisasi, pembinaan, pengawasandan pengerahan sumber daya.

(3) Penggunaan dana yang bersifat rutin sebagaimana dimaksudpada ayat (2) dipergunakan dalam kegiatan pencegahan, mitigasi,kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan dini, rehabilitasi danrekonstruksi pasca bencana.

Pasal 71(1) Pencarian, penyelamatan, pertolongan darurat dan evaluasi

korban bencana dengan melibatkan unsur masyarakat,diutamakan menggunakan tenaga relawan terlatih, yangdilakukan berdasarkan penugasan dari Kepala BPBD.

(2) Pengerahan sumber daya manusia dari unsur masyarakatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjang dengan danaoperasional yang bersifat pemberian insentif yang patut dan wajarsesuai kemampuan anggaran yang tersedia.

34

(3) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dibebankan pada anggaran yang tersedia dan bersifat siap pakaiuntuk tanggap darurat bencana pada DPA/DPPA-BPBD dan/ataudari sumber dana lainnya yang memungkinkan dan dapatdipertanggungjawabkan.

Pasal 72(1) Pelaksanaan kegiatan tanggap darurat bencana pada aspek fisik

prasarana/sarana bersifat penanggulangan darurat/sementaradengan teknis konstruksi darurat untuk :

a. kegiatan penanggulangan darurat bencana pada fisikprasarana/sarana infrastruktur sumber daya air yang rusakberat/longsor/hancur akibat bencana, dilakukan dengan carapembersihan longsoran, pembuatan tanggul dengan timbunantanah dan/atau jenis penanggulangan darurat lainnya;

b. kegiatan penanggulangan darurat bencana pada fisikprasarana/sarana infrastruktur jalan dan jembatan dilakukandengan pembentukan badan jalan atau jenis penanggulangandarurat lainnya;

c. kegiatan penanggulangan darurat bencana pada sarana bidangpendidikan yang rusak berat/hancur/ambruk, dilakukandengan cara membangun ruang kelas belajar berupa bangunandengan teknis konstruksi darurat, pemasangan tenda-tenda,atau jenis penanggulangan darurat lainnya;

d. kegiatan penanggulangan darurat bencana pada fisikprasarana/sarana bidang kesehatan yang rusak berat/hancurakibat bencana dilakukan dengan cara membangun ruangrawat inap dengan konstruksi darurat dan/atau jenispenanggulangan darurat lainnya; dan

e. kegiatan penanggulangan darurat bencana pada instalasi airbersih yang dibangun Pemerintah Daerah yang belumdiserahterimakan menjadi aset milik Pemerintah Daerah/Desayang rusak berat/hancur akibat bencana, dilakukan dengancara perbaikan sementara.

(2) Pendanaan kegiatan penaggulangan darurat bencana pada fisikprasarana/sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf adan huruf b, dibebankan pada anggaran yang tersedia danbersifat siap pakai pada DPA/DPPA-BPBD, kecuali apabilaanggarannya tidak mencukupi dapat menggunakan anggaranbelanja tidak terduga melalui mekanisme sesuai ketentuanperaturan perundang-undangan.

(3) Pendanaan kegiatan penanggulangan darurat bencana pada fisikprasarana/sarana bidang pendidikan, kesehatan dan instalasi airbersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d danhuruf e dapat menggunakan anggaran belanja anggaran tidakterduga atau diusulkan untuk memperoleh pendanaan darianggaran Perubahan APBD atau dari APBD tahun anggaranberikutnya.

35

Paragraf 3Penatausahaan

Pasal 73(1) Penatausahaan pengeluaran keuangan yang menggunakan

anggaran belanja tidak terduga, sebagaimana sistem danprosedur yang berlaku dalam penatausahaan pengeluarankeuangan belanja APBD secara reguler tahunan.

(2) Sistem dan prosedur penatausahaan keuangan sebagaimanadimaksud pada ayat (1), meliputi :a. Surat Penyediaan Dana (SPD);b. Surat Permintaan dan Pembayaran (SPP);c. Surat Perintah Membayar (SPM);d. Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D); dane. Surat Pertanggungjawaban Penggunaan Dana (SPJ).

Paragraf 4Pertanggungjawaban

Pasal 74(1) Pertanggungjawaban penggunaan dana belanja tidak terduga

untuk pelaksanaan kegiatan dilakukan sebagaimanapenatausahaan keuangan dan pertanggungjawaban dalampelaksanaan belanja kegiatan APBD secara reguler tahunan.

(2) Pertanggungjawaban pengunaan dana belanja tidak terdugasebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputipertanggungjawaban aspek administrasi dan aspek materil.

(3) Pertanggungjawaban aspek administrasi sebagaimana dimaksudpada ayat (2) merupakan pertanggungjawaban atas bukti-buktiyang sah atas administrasi pengeluaran keuangan berdasarkansistem dan prosedur penatausahaan keuangan.

(4) Pertanggungjawaban aspek materil sebagaimana dimaksud padaayat (2) merupakan pertanggungjawaban yang menunjukankesesuaian antara pertanggungjawaban administrasi dan realisasicapaian hasil kinerja kegiatan, baik kegiatan bersifat fisikkonstruksi prasarana/sarana maupun kegiatan non fisik.

Bagian KetigaPengelolaan Bantuan Bencana

Pasal 75(1) Pemerintah Daerah melakukan pengelolaan sumber daya bantuan

bencana pada tahap pra bencana, pada saat tanggap darurat,pemulihan dini dan pasca bencana, sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan.

(2) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyediaan danpenyaluran bantuan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat(1).

36

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pengelolaan bantuanpenanggulangan bencana ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 76(1) Pemerintah Daerah menyediakan bantuan pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat yang terkena bencana di daerah,untuk jangka waktu yang ditentukan oleh Bupati.

(2) Pemerintah Daerah menyediakan dan memberikan bantuanbencana kepada korban bencana, terdiri dari :a. santunan duka cita;b. santunan kecacatan;c. pinjaman lunak untuk usaha produktif;d. bantuan pemenuhan kebutuhan dasar;e. pembiayaan perawatan korban bencana di rumah sakit; danf. perbaikan rumah rusak.

(3) Mekanisme pemberian bantuan bencana kepada korban bencanasebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi :a. pendataan;b. identifikasi;c. verifikasi; dand. penyaluran.

(4) Tata cara penyediaan pemberian dan besarnya bantuansebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3),ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagian KeempatPemeliharaan

Pasal 77(1) Pemeliharaan terhadap bantuan berupa barang dikelola oleh

satuan kerja yang ditunjuk oleh Bupati.

(2) Bantuan yang karena sifatnya mudah rusak dan/atau mengenalwaktu kedaluwarsa diprioritaskan pendistribusiannya.

BAB VIIIKERJA SAMA

Pasal 78Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana dan penangananpengungsi di daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama antara daerah, dengan instansi/lembaga pemerintah,BUMN/BUMD, swasta dan lembaga kemasyarakatan serta pihaklainnya baik di dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuanperaturan perundang-undangan.

37

BAB IXHAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

Bagian KesatuHak Masyarakat

Pasal 79(1) Setiap orang berhak :

a. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnyabagi kelompok masyarakat rentan bencana;

b. mendapatkan pendidikan, pelatihan dan keterampilan dalampenyelenggaraan penanggulangan bencana;

c. mendapatkan informasi secara tertulis atau lisan tentangkebijakan penanggulangan bencana oleh Pemerintah Provinsidan Pemerintah Daerah;

d. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian danpemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanankesehatan termasuk dukungan psikososial;

e. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadapkegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitandengan diri dan komunitasnya; dan

f. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diaturatas pelaksanaan penanggulangan bencana.

(2) Setiap orang terkena bencana berhak mendapatkan bantuanpemenuhan kebutuhan dasar.

(3) Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karenaterkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksidan/atau teknologi.

Pasal 80(1) Hak mendapatkan pendidikan, pelatihan dan keterampilan dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagaimanadimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b dilaksanakan melaluikegiatan pendidikan formal dan non formal di semua jenjangpendidikan formal agar dimasukkan dalam kurikulum sekolah(muatan lokal).

(2) Kegiatan pendidikan, pelatihan dan keterampilan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagian KeduaKewajiban Masyarakat

Pasal 81Setiap orang berkewajiban :

a. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis,memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan dankelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturanperundang-undangan;

38

b. memberikan informasi yang benar kepada publik tentangpenanggulangan bencana;

c. melakukan kegiatan penanggulangan bencana.

Bagian KetigaHak, Kewajiban dan Peran Lembaga Kemasyarakatan

Pasal 82Lembaga kemasyarakatan berhak :

a. mendapatkan kesempatan dalam upaya kegiatan penanggulanganbencana;

b. mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan kegiatanpenanggulangan bencana; dan

c. melaksanakan kegiatan pengumpulan barang dan/atau uanguntuk membantu kegiatan penanggulangan bencana dapatberkoordinasi dengan BPBD.

Pasal 83Lembaga kemasyarakatan wajib :

a. berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah; dan

b. memberikan dan melaporkan kepada instansi yang berwenangdalam mengumpulkan barang dan/atau uang untuk membantukegiatan penanggulangan bencana.

Pasal 84Lembaga kemasyarakatan dapat berperan menyediakan sarana danpelayanan untuk melengkapi kegiatan penanggulangan bencana yangdilaksanakan oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah.

Bagian KeempatPeran Lembaga Usaha dan Lembaga Internasional

Paragraf 1Peran Lembaga Usaha

Pasal 85Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraanpenanggulangan bencana, baik secara tersendiri maupun secarabersama dengan pihak lain.

Pasal 86(1) Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan kebijakan

penyelenggaraan bencana.

(2) Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan kepadaPemerintah Daerah dan BPBD serta menginformasikan kepadapublik secara transparan.

39

(3) Lembaga usaha wajib mengindahkan prinsip kemanusiaan dalammelaksanakan fungsi ekonominya dalam penanggulanganbencana.

Paragraf 2Peran Lembaga Internasional

Pasal 87(1) Lembaga internasional dapat berperan serta dalam upaya

penanggulangan bencana dan mendapat jaminan perlindungandari Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap parapekerjanya, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Lembaga internasional dalam melaksanakan kegiatanpenanggulangan bencana berhak mendapatkan akses yang amanke wilayah bencana.

Pasal 88(1) Lembaga internasional berkewajiban menyelaraskan dan

mengkoordinasikan kegiatan dalam penanggulangan bencanadengan kebijakan penanggulangan bencana yang ditetapkan olehPemerintah Daerah dan BPBD.

(2) Lembaga internasional berkewajiban memberitahukan kepadaPemerintah Daerah dan BPBD mengenai aset-asetpenanggulangan bencana yang digunakan.

(3) Lembaga internasional berkewajiban mentaati ketentuanperundang-undangan dan peraturan yang berlaku danmenjunjung tinggi adat dan budaya Daerah.

(4) Lembaga internasional berkewajiban mengindahkan ketentuanyang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan.

Pasal 89(1) Lembaga internasional menjadi mitra masyarakat dan Pemerintah

Daerah serta BPBD dalam penanggulangan bencana.

(2) Pelaksanaan penanggulangan bencana oleh lembaga internasionaldiatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XPENGAWASAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

Bagian KesatuPengawasan

Pasal 90(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan untuk

pertanggungjawaban terhadap pengelolaan dana dan barangbantuan penanggulangan bencana di Daerah.

40

(2) BPBD bersama Instansi Pengawasan Fungsional melakukanpengawasan terhadap penyaluran bantuan dana dan barangbantuan yang dilakukan oleh masyarakat kepada korban bencanadi Daerah.

Pasal 91(1) Dalam melaksanakan pengawasan terhadap pengumpulan dan

penyaluran dana dan barang bantuan, DPRD dan masyarakatdapat meminta dilakukan audit terhadap laporan pengumpulandan penyaluran bantuan.

(2) Apabila dari hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditemukan adanya penyimpangan, maka penyelenggaraanpengumpulan dan penyaluran bantuan harusmempertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan.

Bagian KeduaPertanggungjawaban

Pasal 92(1) Pertanggungjawaban atas penggunaan dana dan barang bantuan

meliputi pertanggungjawaban dana dan barang bantuan padatahap pra bencana, tanggap darurat, pemulihan dini dan pascabencana.

(2) Pertanggungjawaban penggunaan dana dan barang bantuanpertanggungjawaban bencana pada saat tanggap daruratdilakukan secara khusus sesuai dengan kebutuhan, situasi dankondisi kedaruratan dan dilaksanakan sesuai dengan prinsipakuntabilitas dan transparan.

(3) Pemerintah Daerah menyebarluaskan informasi kepadamasyarakat tentang pendapatan serta penggunaan dana danbarang bantuan.

BAB XIPENYELESAIAN SENGKETA

Bagian KesatuUmum

Pasal 93(1) Penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di

luar pengadilan.

(2) Pilihan penyelesaian sengketa dilakukan secara sukarela olehpara pihak yang bersengketa.

(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upayapenyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakantidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

41

Bagian KeduaPenyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Pasal 94(1) Penyelesian sengketa di luar pengadilan dilakukan untuk

mencapai kesepakatan mengenai :a. bentuk dan besarnya ganti rugi;b. tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya

pencemaran dan/atau perusakan; dand. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap

lingkungan hidup.(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap

tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-UndangLingkungan Hidup.

(3) Dalam penyelesian sengketa di luar pengadilan, dapat digunakanjasa mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikansengketa.

Bagian KetigaPenyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Paragraf 1Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan

Pasal 95(1) Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang

melakukan perbuatan melanggar hukum dan menimbulkankerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, wajib membayarganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

(2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahansifat dan bentuk usaha dan/atau kegiatan dari suatu badanusaha yang melanggar hukum, tidak melepaskan tanggungjawabhukum dan/atau kewajiban badan usaha tersebut.

Paragraf 2Tanggungjawab Mutlak

Pasal 96Setiap orang yang tindakannya dan/atau usahanya mengakibatkanbencana non alam, bertanggungjawab mutlak atas kerugian yangterjadi, tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Paragraf 3Hak Gugat Pemerintah Daerah

Pasal 97Pemerintah Daerah berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dantindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yangmenyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidupyang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.

42

Paragraf 4Hak Gugat Masyarakat

Pasal 98(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok

(class action) untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untukkepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian.

(2) Gugatan perwakilan kelompok (class action) dapat diajukanapabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukumserta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggotakelompoknya.

Paragraf 5Hak Gugat Organisasi Kemasyarakatan

Pasal 99(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggungjawab perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup, organisasi kemasyarakatanberhak mengajukan gugatan.

(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentutanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaranriil.

(3) Organisasi kemasyarakatan dapat mengajukan gugatan apabilamemenuhi persyaratan :

a. berbentuk badan hukum;

b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasitersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsilingkungan hidup; dan

c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggarandasarnya paling lambat 2 (dua) tahun.

BAB XIIPEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI

Pasal 100(1) Pemantauan terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana

diperlukan sebagai upaya untuk memantau secara terus menerusterhadap pelaksanaan penyelenggaraan penanggulanganbencana.

(2) Pemantauan terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencanasebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh BPBD sertadapat melibatkan Badan Perencanaan, Penelitian danPengembangan Daerah dan Dinas Lingkungan Hidup,sebagaimana bahan evaluasi menyeluruh dalam penyelenggaraanpenanggulangan bencana.

43

Pasal 101(1) Penyusunan laporan penyelenggaraan pertanggungjawaban

bencana dilakukan oleh BPBD.

(2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud padaayat (1) bersifat reguler bulanan/triwulanan/semesteran.

(3) Pelaporan bulanan/triwulanan/semesteran sebagaimanadimaksud pada ayat (2) meliputi laporan realisasi keuangan danrealisasi capaian hasil kinerja kegiatan dilengkapi denganpermasalahan yang dihadapi dan upaya pemecahan masalahdalam pelaksanaan kegiatan.

(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikankepada Bupati.

Pasal 102(1) Pelaporan pengunaan dana bantuan keuangan atau bantuan

sosial penanggulangan bencana, dilakukan penerima bantuansosial.

(2) Pelaporan sebagamana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukanpada saat kegiatan tanggap darurat bencana/penanggulanganbencana telah merealisasikan keuangan sebesar 50% (lima puluhpersen) dari jumlah bantuan keuangan/bantuan sosial atausetelah 100% (seratus persen) direalisasikan.

(3) Pelaporan realisasi keuangan untuk pengembalian atas kelebihanpenerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup,dilakukan oleh bendahara belanja tidak terduga.

(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat(3) disampaikan kepada Bupati.

Pasal 103

Evaluasi terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana diDaerah dilakukan dalam rangka pencapaian standar minimalpelayanan dan peningkatan kinerja penanggulangan bencana.

BAB XIIIKETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 104(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil berwenang melakukan penyidikan

terhadap pelanggaran atas Peraturan Daerah ini sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksudpada ayat (1) adalah :a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang

adanya tindak pidana;b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian

dan melakukan pemeriksaan;

44

c. menyuruh berhenti tersangka dan memeriksa tanda pengenaldari tersangka;

d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;

e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagaitersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannyadengan pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapatpetunjuk dari Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia bahwatidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukanmerupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui PenyidikPolisi Negara Republik Indonesia memberitahukan hal tersebutkepada Penuntut Umum, tersangka dan keluarga; dan

i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapatpertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukandimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannyakepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polisi Negara RepublikIndonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XIVSANKSI ADMINISTRASI

Pasal 105(1) Setiap orang atau badan yang menghambat penyelenggaraan

penanggulangan pada tahap pra bencana, tanggap darurat danpasca bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 43,dan Pasal 52 dikenakan sanksi administrasi.

(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalahsebagai berikut :

a. peringatan tertulis;

b. penyegelan;

c. penghentian sementara kegiatan; dan

d. ganti rugi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan tahapanpenerapan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

45

BAB XVKETENTUAN PIDANA

Pasal 106Setiap orang yang menghambat penyelenggaraan penanggulanganpada tahap pra bencana, dalam situasi terdapat potensi terjadibencana dan pasca bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,Pasal 43 dan Pasal 52 diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga)bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh jutarupiah).

Pasal 107Setiap orang yang menghambat penyelenggaraan penanggulanganbencana pada tahap tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalamPasal 43, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)tahun atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikitRp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) atau paling banyakRp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).

Pasal 108Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan pengelolaansumber daya bantuan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal75, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahunatau paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikitRp. 6.000.000.000,- (enam miliar rupiah) atau paling banyakRp.12.000.000.000,- (dua belas miliar rupiah).

Pasal 109Setiap orang yang melakukan pengumpulan uang dan/atau barangdalam hal terjadinya bencana tanpa izin dari pejabat yangberwenang, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulanatau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Pasal 110Setiap orang yang karena kelalaiannya dan/atau sengaja melakukanpembangunan beresiko tinggi, yang tidak dilengkapi dengan analisisresiko bencana yang mengakibatkan terjadinya bencana, dipidanasesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.

BAB XVIKETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 111

(1) Dalam hal bencana terjadi pada saat APBD belum ditetapkan,maka pendanaan kegiatan tanggap darurat bencana dapatmemanfaatkan uang kas daerah yang tersedia.

46

(2) Pemanfaatan uang kas daerah yang tersedia untuk kegiatantanggap darurat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan berdasarkan :

a. penentuan status keadaan darurat bencana atau pernyataankejadian bencana;

b. kebutuhan pendanaan kegiatan tanggap darurat bencana padaaspek fisik prasarana/sarana;

c. kebutuhan pendanaan kegiatan tanggap darurat bencanasebagaimana dimaksud pada huruf b, terlebih dahuludiformulasikan dalam DPA-SKPD yang dibahas dan disetujuioleh Tim Anggaran;

d. dasar pelaksanaan dan pengeluaran keuangan kegiatantanggap darurat bencana adalah DPA-SKPD yang memperolehpengesahan PPKD dan persetujuan Sekretaris Daerah; dan

e. pelaksanaan pengeluaran keuangan dari uang kas Daerah yangtersedia terlebih dahulu ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

(3) Pengeluaran uang kas yang tersedia sebagaimana dimaksud padaayat (2) huruf e, selanjutnya diinformasikan kepada DPRD dandituangkan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentangPerubahan APBD.

Pasal 112Penatausahaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban sertapelaporan, pengawasan dan pemeriksaan kegiatan tanggap daruratbencana dengan memanfaatkan uang kas Daerah yang tersediasebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, dilakukan oleh InspektoratDaerah dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan sesuaiketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XVIIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 113Semua program dan kegiatan berkaitan dengan penyelenggaraanpenanggulangan bencana yang telah ditetapkan sebelumditetapkannya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampaidengan berakhirnya program dan kegiatan, kecuali ditentukan lainberdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

47

BAB XVIIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 114

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam LembaranDaerah Kabupaten Wakatobi.

Ditetapkan di Wangi-Wangipada tanggal 2-2-2017

BUPATI WAKATOBI,

TTD/CAP

ARHAWI

Diundangkan di Wangi-Wangipada tanggal 2-2-2017

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN WAKATOBI,

TTD/CAP

JUHAIDDIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2017NOMOR : 2

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PROVINSISULAWESI TENGGARA : 2/6/2017

48

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBINOMOR 2 TAHUN 2017

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

I. UMUM

Penyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilakukan olehPemerintah Daerah dilakukan dengan memperhatikan asaskemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum danpemerintahan, keseimbangan, keselarasan dan keserasian, ketertibandan kepastian hukum, keberagamaan, kelestarian lingkungan hidupdan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Secara sosiologis, keberadaan Peraturan Daerah tentangPenyelenggaraan Penanggulangan Bencana merupakan bagian dariperencanaan pembangunan yang disusun berdasarkan hasil analisisresiko bencana dan upaya penanggulangan bencana yang dijabarkandalam program kegiatan penanggulangan bencana. Pembentukanpenyelenggaraan penanggulangan bencana di Kabupaten Wakatobiyang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadapkehidupan dan penghidupan masyarakat harus memperhatikankondisi sosiologis masyarakat dan berpihak pada kepentingan rakyat,harapan pemerintah untuk melindungi masyarakatnya salah satunyadapat dilakukan melalui peningkatan kehidupan sosial ekonomi,budaya dan lingkungan serta keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sebagai wilayah yang secara geografis termasuk daerah rawanbencana alam karena kedekatannya dengan Samudera Hindiadengan segala kemungkinan bencana alam maupun non alam,antara lain tsunami, erosi pantai, angin puting beliung serta bencanalainnya, maka lahirnya peraturan daerah ini merupakan langkahantisipatif yang sudah menjadi kebutuhan. Dimaksudkan jugasebagai langkah konkrit untuk mendinamisasi atau memobilisasikepedulian warga masyarakat daerah terhadap ancaman bencanayang sewaktu-waktu datang melanda wilayah pemukimannya. Olehkarena itu, peraturan daerah yang dibuat tentang penyelenggaraanpenanggulangan bencana ini, haruslah memberikan solusi terhadapberbagai bentuk permasalahan bencana dan penanganannyasekaligus memastikan bahwa masyarakat memperoleh jaminanperlindungan dari dampak bencana yang muncul. Peraturan daerahmengenai perencanaan penanggulangan bencana yang mampumemberikan rasa aman dan perlindungan bagi warganya haruslahmencakup berbagai hal mengenai pilihan tindakan penguranganrisiko bencana yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah danmasyarakat serta stakeholder lainnya, penentuan mekanismekesiapan serta alokasi tugas, kewenangan dan sumber daya yang

49

tersedia. Selain itu, aspek sosial lainnya adalah bahwaperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertambahanjumlah penduduk dapat memberikan kontribusi yang negatifterhadap lingkungan dan memunculkan potensi bencana dikemudian hari.

Materi muatan dalam Peraturan Daerah ini mencakup segalapermasalahan kebencanaan secara komprehensif sehinggapenuntasan masalah secara parsial dapat dihindari, antara lain :

a. tanggung jawab pemerintah daerah terhadap pengelolaan aksipra bencana, aksi tanggap darurat dan aksi pasca bencana yangdi koordinasi, dikomando dan dikendalikan oleh BPBD;

b. mekanisme pengelolaan serta penggunaan yang tepat asas darisegala sumber daya yang dimiliki Pemerintah Daerah danmasyarakat;

c. pengidentifikasian macam-macam bencana dan caramengantisipasi resikonya;

d. hak dan kewajiban masyarakat serta tanggung jawab mutlakkorporasi;

e. mobilisasi masyarakat guna membangun budaya kewaspadaandini terhadap bencana;

f. hal-hal lain yang bertujuan memberikan pelayanan publik secaraoptimal menyangkut permasalahan yang timbul akibat bencanayang terjadi di wilayah Kabupaten Wakatobi.

II. PASAL DEMI PASALPasal 1

Cukup jelas.Pasal 2

Ayat (1)Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan”termanifestasi dalam penyelenggaraanpenaggulangan bencana, sehingga PeraturanDaerah ini memberikan perlindungan danpenghormatan hak-hak asasi manusia, harkat danmartabat setiap masyarakat secara proporsional.

Huruf bYang dimaksud dengan “asas keadilan” adalahbahwa setiap materi muatan ketentuan dalampenyelenggaraan penanggulangan bencana harusmencerminkan keadilan secara proporsional bagisetiap masyarakat tanpa kecuali.

Huruf cYang dimaksud dengan “asas kesamaankedudukan dalam hukum dan pemerintahan”

50

adalah bahwa materi muatan ketentuan dalampenyelenggaraan penanggulangan bencana, tidakboleh berisi hal-hal yang membedakan latarbelakang, antara lain agama, suku, ras, golongan,gender atau status sosial.

Huruf dYang dimaksud dengan “asas keseimbangan”adalah bahwa materi muatan tertentu dalampenyelenggaraan penanggulangan bencanamencerminkan keseimbangan kehidupan sosial danlingkungan.Yang dimaksud dengan “asas keselarasan” adalahbahwa materi muatan ketentuan dalampenyelenggaraan penanggulangan bencanamencerminkan keselarasan tata kehidupan danlingkungan.Yang dimaksud dengan “”asas keserasian” adalahbahwa materi muatan ketentuan dalampenyelenggaraan penanggulangan bencanamencerminkan keserasian lingkungan dankehidupan sosial masyarakat.

Huruf eYang dimaksud dengan “asas ketertiban dankepastian hukum” adalah bahwa materi muatanketentuan dalam penyelenggaraan penanggulanganbencana harus dapat menimbulkan ketertibandalam masyarakat melalui adanya jaminankepastian hukum.

Huruf fYang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalahbahwa penyelenggaraan penanggulangan bencanapada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawabbersama Pemerintah, Pemerintah Daerah,Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat yangdilakukan secara gotong royong.

Huruf gYang dimaksud dengan “asas kelestarianlingkungan hidup” adalah bahwa materi muatanketentuan dalam penyelenggaraanpenangggulangan bencana mencerminkankelestarian lingkungan untuk generasi sekarangdan generasi yang akan datang.

Huruf hYang dimaksud dengan “asas berbasis ilmupengetahuan dan teknologi” adalah bahwa dalam

51

penyelenggaraan penangggulangan bencana harusmemanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologisecara optimal sehingga mempermudah danmempercepat proses penanggulangan bencana,baik pada tahap pencegahan, pada saat terjadibencana, pemulihan segera (early recovery)maupun pada tahap pasca bencana.

Ayat (2)Huruf a

Cukup jelas.Huruf b

Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat”adalah bahwa dalam penyelenggaraanpenanggulangan bencana harus dilaksanakansecara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutankeadaan.

Huruf cYang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalahbahwa apabila terjadi bencana, kegiatanpenanggulangan harus mendapat prioritas dandiutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwamanusia.

Huruf dYang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalahbahwa penyelenggaraan penanggulangan bencanadidasarkan pada koordinasi yang baik dan salingmendukung.Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan”adalah bahwa penyelenggaraan penanggulanganbencana dilakukan oleh berbagai sektor secaraterpadu yang didasarkan pada kerja sama yangbaik dan saling mendukung.

Huruf eYang dimaksud dengan “prinsip berdayaguna”adalah bahwa dalam mengatasi kesulitanmasyarakat, dilakukan dengan tidak membuangtenaga dan biaya yang berlebihan.Yang dimaksud dengan “prinsip berhasilguna”adalah bahwa kegiatan penyelenggaraanpenanggulangan bencana harus berhasilguna,khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakatdengan tidak membuang waktu, tenaga dan biayayang berlebihan.

52

Huruf fYang dimaksud dengan “prinsip transparansi”adalah bahwa penyelenggaraan penanggulanganbencana dilakukan secara terbuka dan dapatdipertanggungjawabkan.Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas”adalah bahwa penanggulangan bencana diilakukansecara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkansecara etik dan hukum.

Huruf gCukup jelas.

Huruf hCukup jelas.

Huruf iCukup jelas.

Huruf j :Cukup jelas.

Huruf k :Cukup jelas.

Huruf l :Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi”adalah bahwa penyelenggaraan penanggulanganbencana tidak memberikan perlakuan yangberbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, rasdan aliran politik apapun.

Huruf mYang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi”adalah dilarang menyebarkan agama ataukeyakinan pada saat keadaan darurat bencana,terutama melalui pemberian bantuan danpelayanan darurat bencana.

Huruf nCukup jelas.

Huruf oCukup jelas.

Huruf pCukup jelas.

Huruf qCukup jelas.

Pasal 3Cukup jelas.

Pasal 4Cukup jelas.

53

Pasal 5Cukup jelas.

Pasal 6Ayat (1)

Huruf aCukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Huruf eCukup jelas.

Huruf fCukup jelas.

Huruf hYang dimaksud dengan pengendalian adalahsebagai pengawas terhadap penyelenggaraanpengumpulan uang atau barang yangdiselenggarakan oleh masyarakat, termasukpemberian izin yang menjadi kewenangan SKPDyang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang sosial.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 7Cukup jelas.

Pasal 8Cukup jelas.

Pasal 9Cukup jelas.

Pasal 10Cukup jelas.

Pasal 11Cukup jelas.

Pasal 12Cukup jelas.

Pasal 13Cukup jelas.

Pasal 14Cukup jelas.

Pasal 15Cukup jelas.

54

Pasal 16Cukup jelas.

Pasal 17Cukup jelas.

Pasal 18Cukup jelas.

Pasal 19Cukup jelas.

Pasal 20Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “analisis resiko bencana” adalahkegiatan penelitian dan studi tentang kegiatan yangmemungkinkan terjadinya bencana

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 21Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “ancaman bencana” adalahsetiap gejala/bencana alam atau kegiatan/peristiwayang berpotensi menimbulkan bencana.

Yang dimaksud dengan “kerentanan masyarakat”adalah kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakatyang mengakibatkan ketidak mampuan dalammenghadapi ancaman bencana.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 22Ayat (1)

Cukup jelas.Ayat (2)

Huruf aKegiatan pengenalan dan pemantauan resikobencana dimaksudkan untuk mendapatkan data-data ancaman, kerentanan, dan kemampuanmasyarakat untuk menghadapi bencana. Ketigaaspek tersebut kemudian digunakan untukmelaksanakan analisis resiko bencana.

55

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Pasal 23Cukup jelas.

Pasal 24Cukup jelas.

Pasal 25Cukup jelas.

Pasal 26Cukup jelas.

Pasal 27Cukup jelas.

Pasal 28Cukup jelas.

Pasal 29Cukup jelas.

Pasal 30Cukup jelas.

Pasal 31Cukup jelas.

Pasal 32Cukup jelas.

Pasal 33Cukup jelas.

Pasal 34Cukup jelas.

Pasal 35Cukup jelas.

Pasal 36Cukup jelas.

Pasal 37Cukup jelas.

Pasal 38Cukup jelas.

Pasal 39Cukup jelas.

Pasal 40Cukup jelas.

Pasal 41Cukup jelas.

56

Pasal 42Cukup jelas.

Pasal 43Cukup jelas.

Pasal 44Cukup jelas.

Pasal 45Cukup jelas.

Pasal 46Ayat (1)

Yang dimaksud dengan status keadaan darurat dimulaisejak status siaga darurat, tanggap darurat dan transisidarurat kepemulihan.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 47Cukup jelas.

Pasal 48Cukup jelas.

Pasal 49Cukup jelas.

Pasal 50Cukup jelas.

Pasal 51Cukup jelas.

Pasal 52Cukup jelas.

Pasal 53Cukup jelas.

Pasal 54Cukup jelas.

Pasal 55Cukup jelas.

Pasal 56Cukup jelas.

Pasal 57Cukup Jelas.

Pasal 58Cukup jelas.

Pasal 59Cukup jelas.

Pasal 60Cukup jelas.

57

Pasal 61Cukup jelas.

Pasal 62Cukup jelas.

Pasal 63Cukup jelas.

Pasal 64Cukup jelas.

Pasal 65Cukup jelas.

Pasal 66Cukup jelas.

Pasal 67Cukup jelas.

Pasal 68Cukup jelas.

Pasal 69Cukup jelas.

Pasal 70Cukup jelas.

Pasal 71Cukup jelas.

Pasal 72Cukup jelas.

Pasal 73Cukup jelas.

Pasal 74Cukup jelas.

Pasal 75Cukup jelas.

Pasal 76Cukup jelas.

Pasal 77Cukup jelas.

Pasal 78Cukup jelas.

Pasal 79Cukup jelas.

Pasal 80Cukup jelas.

Pasal 81Cukup jelas.

Pasal 82Cukup jelas.

58

Pasal 83Cukup jelas.

Pasal 84Cukup jelas.

Pasal 85Cukup jelas.

Pasal 86Cukup jelas.

Pasal 87Cukup jelas.

Pasal 88Cukup jelas.

Pasal 89Cukup jelas.

Pasal 90Cukup jelas.

Pasal 91Cukup jelas.

Pasal 92Cukup jelas.

Pasal 93Cukup jelas.

Pasal 94Cukup jelas.

Pasal 95Cukup jelas.

Pasal 96Cukup jelas.

Pasal 97Cukup jelas.

Pasal 98Cukup jelas.

Pasal 99Cukup jelas.

Pasal 100Cukup jelas.

Pasal 101Cukup jelas.

Pasal 102Cukup jelas.

Pasal 103Cukup jelas.

Pasal 104Cukup jelas.

59

Pasal 105Cukup jelas.

Pasal 106Cukup jelas.

Pasal 107Cukup jelas.

Pasal 108Cukup jelas.

Pasal 109Cukup jelas.

Pasal 110Cukup jelas.

Pasal 111Cukup jelas.

Pasal 112Cukup jelas.

Pasal 113Cukup jelas.

Pasal 114Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBINOMOR 2