12
Edisi 359, 27 Februari 2014 Edisi 359, 27 Februari 2014 TëROBOSAN ADVERTISING Pasca Ditiadakannya Seleksi Kementrian Agama

Buletin Terobosan edisi 359

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Buletin Terobosan adalah media independen yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990.

Citation preview

Page 1: Buletin Terobosan edisi 359

Edisi 359, 27 Februari 2014 Edisi 359, 27 Februari 2014

TëROBOSAN

AD

VER

TISI

NG

Pasca Ditiadakannya Seleksi Kementrian Agama

Page 2: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- e

dis

i 35

9 -

Fe

bru

ari 2

01

4

Sekapur Sirih, Harapan Untuk Bangkit Lagi,

Halaman 2

Sikap, Masisir Anti Partai Politik,

Halaman 3

Laporan Utama, Carut-Marut Camaba

Halaman 4,5

Komentar Peristiwa, Menengok Karir

Separuh Jabatan PPMI

Halaman 6,7

Seputar Kita, Lomba Esai PCIM Mesir &

Follow Up Tabarak,

Halaman 8

Sastra, Pesan Mungil Dari Nenek,

Halaman 9

Sketsa, Mencari Sosok Teladan Dalam

Measisir,

Halaman 10

Opini, Relativitas Waktu,

Halaman 11

Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pemimpin Umum: Heni Sep-tianing Pemimpin Redaksi: Supriatna. Pemimpin Perus-ahaan: Ainun Mardi-

yah. Dewan Redaksi: Tsabit Qodami, M. Hadi Bakri. Reportase: Abdul Latif Harahap, Ah-mad Ramdani, Fachry Ganiardi, Rijal W. Rizkillah, Thaiburrizqi Ananda Hafifuddin, Zammil Hidayat, Ahmad Bayhaqi, Ikmal Al Hudawi, Aulia Khairunnisa, Isti`anah Jauha-ratul Umah, Difla Nabila, Maimunah Hamid, Ukhti Muthmainnah Hamid,. Editor: Fahmi Hasan Nugroho. Lay Outer: Abdul Malik Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: [email protected]. Face-book : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01158270269 (Heni), 01122217176 (Fahmi), 01110578138 (Ainun)

Bertajuk dalam sebuah kenangan selama

bertahun tahun Terobosan telah berdiri,

tepatnya di tahun 1991 dan sekarang sudah

menginjak di umurnya yang ke 23. Di tahun

ini pun pergantian generasi pun telah terjadi

dan tongkat estafet itu telah diberikan

kepada generasi barunya. Setiap ada yang

pergi, pasti akan ada yang datang. Begitulah

peristiwa alam menyampaikan sebuah

sekenario mutlak yang telah terjadi

sepanjang masa, setelah beberapa kakak

senior TëROBOSAN yang kemarin baru-baru

ini pulang, datanglah generasi baru yang

mengisi ruang di TëROBOSAN untuk

meneruskan tongkat estafet perjuangan

dalam bidang kepenulisan.

Dunia kepenulisan yang seharusnya

banyak digandrungi oleh para mahasiswa

yang notabenenya adalah insan akademisi,

kini peminatnya semakin menurun

khususnya di lingkup masisir. Mungkin

karena Masisir ini dikelompokkan dalam

beberapa kelompok yang menjadikan

mereka seperti kubu-kubu tersendiri. Kalau

saja kita kelompokkan Masisir secara kasar,

maka Masisir ini terbagi menjadi empat

kelompok: kelompok akademis,

organisatoris, pengusaha dan kelompok

yang belum jelas kemana kiblat mereka.

Seharusnya orientasi yang ditanamkan pada

para Masisir adalah orientasi untuk

mendongkrak hasrat menulis. Mau jadi

apapun mereka, menulis tetaplah penting

karena dengan menulis terciptalah sebuah

sejarah.

Tak terasa setelah merasakan penatnya

musim ujian yang telah berlalu, kini Te robo-

san kembali hadir untuk rekan-rekan semua

di edisi yang ke 359.

Di edisi kali ini kami menghadirkan

laporan utama dengan topik yang lumayan

menarik untuk dikupas secara tuntas. Topik

kali ini hampir setiap tahunnya kita angkat

karena banyak sekali ketidakjelasan di

dalamnya. Carut marut Maba dan para

mediator yang seringkali menjadi bulan-

bulanan karena terkadang janji yang tidak

sesuai seperti yang terjadi di lapangan.

Mengangkat hal ini memang bukanlah

hal yang mudah. Para kru Terobosan

berusaha menguak berita yang cukup rumit,

karena adanya beberapa sumber dari

kalangan atas yang sulit dimintai

keterangan, entah apa sebabnya. Tapi

alhamdulillah, setelah kami berjibaku

mengumpulkan data-data yang diperlukan

akhirnya selesailah proses pengumpulan

berita untuk edisi kali ini.

Di bagian komentar peristiwa kami akan

menguak tentang kinerja PPMI selama

setengah semester ini, yang kabarnya

sekarang sedang gencar sekali mengusung

motonya yang berkenaan dengan

peningkatan pendidikan.

Kami juga menghadirkan tampilan baru

berupa sebuah karya karikatur hasil

lekukan tangan seniman kru Te ROBOSAN.

Kritik dan saran dari pembaca sangatlah

kami nantikan. Karena dengan kritik dan

saran andalah kami akan bangkit dan

berdiri untuk mendongkrak semangat penu-

lis dan khususnya para kru Te robosan.

Terima kasih kami ucapkan dari lubuk hati

kami yang paling dalam, atas saran dan

kritik yang telah anda sampaikan pada kami

selama ini.

Selamat membaca! [ë]

Harapan Untuk Bangkit Lagi

Page 3: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- edisi 3

59

- Feb

ruari 2

01

4

Rubrik Sikap adalah editorial buletin TëROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TëROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TëROBOSAN terhadap

suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.

enyonsong pesta demokrasi

rakyat Indonesia pada Pemilu

Legislatif dan Pilpres 2014 yang

tinggal sebentar lagi, membuat

atmosfer politik mulai terasa

panas. Sejumlah partai politik gencar

bergerak secara intensif untuk mengikat

simpati masyarakat. Berbagai cara pun

dilakukan untuk membangun reputasi dan

popularitas. Termasuk di antaranya adalah

propaganda isu-isu dan opini di masyarakat

agar memberi dukungan terhadap partai

tersebut.

Tak luput dari gerakan kampanye,

rekrutmen anggota sebagai upaya kaderisasi

partai juga digencarkan untuk menambah

bibit unggul yang siap dipanen nantinya. Di

antara sekian banyak elemen masyarakat,

mahasiswa adalah objek utama yang paling

diminati politikus karena mahasiswa

diyakini dapat memainkan peran efektif

dalam menjalankan strategi politik yang

diusung. Pasalnya karakter mahasiswa

sebagai insan akademisi memiliki potensi

sebagai pelaku perubahan di masyarakat.

Namun mahasiswa dan politik praktis

merupakan istilah yang sering kali

dipandang sebagai dua entitas yang saling

berbenturan. Hal ini wajar saja karena

mahasiswa adalah masyarakat terdidik yang

dibiasakan untuk berpikir dan bertindak

atas nama tanggung jawab ilmiah dan

kepentingan kemanusiaan yang universal.

Sedangkan politik praktis adalah hal-hal

yang sangat berkaitan dengan perebutan

kekuasaan, gesekan antar golongan bahkan

kepentingan-kepentingan pragmatis.

Ketika partai politik memasuki ranah

mahasiswa, maka tak heran belakangan ini

telah menjamur kelompok-kelompok

mahasiswa politis. Konsekuensinya,

mahasiswa akan terkotak-kotakan,

terpartisi oleh kepentingan politik tertentu.

Maka idealisme dan independensi

mahasiswa yang menempel pada identitas

kaum terpelajar terkikis akibat doktrin-

doktrin politik.

Ironisnya, terdapat organisasi

kemahasiswaaan yang mengklaim dirinya

independen, namun pada kenyataannya

telah terkontaminasi oleh kepentingan

politik. Hal ini dapat terlihat dari kesamaan

ideologi yang dibawa. Keadaan seperti ini

membuat kalangan mahasiswa yang berada

di luar politik tersebut enggan bergabung

dalam organisasi kemahasiswaan.

Pada level mahasiswa, sebenarnya hal

utama yang lazim dilakukan adalah

membentuk paradigma berpikir kritis

sebagai dasar pijakan bersikap jelas dan

tegas menentukan yang hitam dan putih.

Dengan sikap kritis ini mahasiswa dapat

menjaga idealisme dan independensinya

dari kepentingan politik manapun. Namun

tatkala identitas tersebut diabaikan, maka

dengan mudah para politikus

mempengaruhi pandangan kaum terpelajar.

Walhasil mereka terjebak dalam kegiatan

partai politik, kemudian aktif dalam

berbagai gerakannya sebagai anggota yang

disebut sebagai kader partai.

Sifat kritis dan argumentatif seorang

mahasiswa politikus dalam menghadapi

pemasalahan yang ada perlahan memudar

seiring doktrin yang diterimanya. Apalagi

ketika partai yang ditungganginya berkuasa,

praktis mereka tidak akan kritis terhadap

kebijakan pemerintah.

Merebaknya mahasiswa politikus di

kalangan akademisi telah menimbulkan

pandangan sentimen terhadap kelompok

mereka. Sehingga muncul pula golongan

antipati terhadap partai politik. Hal ini wajar

saja adanya karena perbedaan pandangan

mahasiswa terhadap partai politik. Mereka

yang memandang partai politik sebagai

sarana pembelajaran untuk mendalami

politik, maka akan condong bergerak di

kegiatan partai. Berbeda dengan golongan

yang memandang partai politik itu kotor,

sarat akan kepentingan pragmatis seperti

yang dilakukan oleh oknum elit politik,

maka mereka akan cenderung bersikap

apolitis.

Fenomena yang sama juga terjadi di

kalangan Masisir. Sikap apolitis yang dianut

sebagian Masisir terlihat jelas dari cara

mereka menyikapi golongan mahasiswa

politis. Dalam hal ini setidanyak ada

beberapa kelompok Masisir yang anti

politik.

Pertama, kelompok Masisir anti politik

akademis . Yaitu mereka yang secara tegas

menolak dan tidak berafiliasi dengan partai

politik apapun disebabkan perbedaan

ideologi. Mereka inilah yang berpegang

teguh menjaga idealisme dan independensi

mahasiswa dari kepentingan politik. Masisir

yang termasuk dalam golongan ini juga

cenderung mengutamakan akademis

daripada kepentingan lainnya.

Kedua, kelompok Masisir anti politik

organisatoris. Yaitu Masisir yang aktif di

berbagai organisasi non partai seperti

almamater atau afiliasi. Kelompok ini

dinaungi oleh para aktifis organisasi Masisir.

Kelompok ini juga terbilang paling bersikap

antipati terhadap partai politik karena

kepentingan yang saling bertolak belakang

antara organisasi politik dan non politik.

Dan kelompok yang terakhir adalah

kelompok Masisir anti politik yang hanya

ikut-ikutan. Kelompok ini biasanya terdiri

dari mahasiswa baru yang masih

beradaptasi, minim pengetahuan dan

informasi. Sikap anti politik mereka muncul

akibat doktrin-doktrin mahasiswa lama atau

karena mengikuti opini yang beredar umum.

Ketika mayoritas Masisir saat ini adalah

anti partai politik, maka sedikit banyak

berdampak baik dalam menjaga identitas

mahasiswa yang independen, objektif dan

kritis. Namun sikap antipati ini juga harus

dikritisi agar Masisir tidak alergi terhadap

kegiatan politik. Sehingga setiap mahasiswa

mau mempelajari dan mencermati

pergerakan politik khususnya ketika mereka

berhadapan dengan pelaku politik praktis.

Selain itu, banyak hal yang bisa

mahasiswa lakukan sebagai langkah konkrit

berpartisipasi dalam politik, seperti dengan

melakukan kajian-kajian terhadap isu

maupun kebijakan pemerintah yang

dianggap kurang berpihak terhadap rakyat

banyak.

Hal-hal tersebut dapat dilakukan oleh

seorang mahasiswa dalam menjaga

identitasnya tanpa menafikan politik yang

terdapat di mana-mana. Maka sudah barang

pasti pilihan untuk tetap independen atau

terjun ke dunia politik adalah konsekuensi

logis dari perbedaan pemikiran di antara

mahasiswa. [ë]

Masisir Anti Partai Politik?

Page 4: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- e

dis

i 35

9 -

Fe

bru

ari 2

01

4

Gayung pun bersambut, setelah melalui

beberapa lobi, akhirnya pihak PPMI

mengambil langkah krusial untuk

memberangkatkan calon mahasiswa baru

(Camaba) ke Mesir, yang sejatinya, hal

tersebut merupakan tugas Kementrian

Agama (Kemenag)) setiap tahunnya.

Keputusan besar tersebut lahir dengan

banyak pertimbangan, baik terkait dengan

pemberian izin dari KBRI, persetujuan IAAI

dan pihak-pihak terkait lainnya. Namun

ternyata, di balik ‘keberanian’ PPMI

tersebut, ada beberapa pihak yang merasa

dikecewakan oleh ulah beberapa oknum.

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?

Melalui reportase dan penelusuran yang

tidak mudah, kami mencoba menggali

permasalahan seputar Camaba dan

menyajikannya untuk anda. Berikut laporan

kami.

Pada tahun ini PPMI disibukkan dengan

kepengurusan Camaba. Kerja Organisasi

induk Masisir ini pun bertambah dan

menjadi sorotan beberapa pihak. Tugas

utama KPP Maba seolah berpindah ke

dalam tubuh PPMI. Selain itu PPMI juga

menambah fungsi sebagai mediator bagi

Camaba (baca: broker). Kami mencoba

menghubungi PPMI sehubungan dengan

kepengurusan Camaba. Selanjutnya, melalui

Amrizal Batubara akhirnya kami dapat

mewawancarai Darul Quthni selaku

penanggung jawab kepengurusan broker

PPMI, yang juga mengaku sebagai pengurus

KPP Maba.

Ditanya mengenai rincian dana yang

harus dikeluarkan Camaba, penanggung

jawab broker PPMI ini tidak mau

menyebutkan secara rinci. Ia beralasan

bahwa mempublikasikan rician dana

tersebut harus melalui instruksi dan

kebijakan presiden PPMI, Amrizal Batubara.

”Untuk masalah perincian dana, kami

tidak sembarang memberitahu dan

menyebarluaskan di media, tanpa instruksi

dan kebijakan dari presiden PPMI,” ujarnya.

Adapun yang diberitakan pada berbagai

forum, secara umum dana yang dikeluarkan

oleh Camaba kepada broker PPMI sejumlah

Rp. 14.500.000 Biaya tersebut meliputi:

tiket pesawat, visa, biaya tinggal selama

sebulan, selimut, dan 200 dollar diambil

untuk kepengurusan KPP Maba per orang.

Darul Quthni mengatakan bahwa hal

tersebut juga berlaku di mediator lainnya.

Selain itu, dengan jumlah biaya yang

telah disebutkan, ia mengaku bahwa ada

sejumlah biaya yang diambil untuk

pembelian tiket penerbangan Indonesia-

Malaysia guna membeli tiket Malaysia-

Mesir, dikarenakan tiket Indonesia-Mesir

sudah habis.

“Pada saat itu terdapat kendala hari

libur (25 Desember). Maka kami berangkat

dan membeli tiket di Malaysia, dan kami

tidak menambah biaya sedikitpun. Adapun

broker lain, mereka menambah biaya”

ujarnya.

Ia juga menambahkan, “Perlu diketahui

bahwasanya broker PPMI ini bukan untuk

berbisnis, sama sekali tidak ada keuntungan

sepeser pun. Adapun mediator-mediator

lainnya mengambil keuntungan, karena niat

awal mereka adalah untuk berbisnis,”

katanya.

Sayangnya, kami tidak mendapatkan

banyak informasi saat mewawancarai

broker-broker lain. Mumtaza misalnya,

broker ini sama sekali tidak memberitahu

dan terbuka terkait perincian dana. Imam

Mujahid selaku ketua mitra mediator

Mumtaza berdalih sidang broker belum

digelar, sehingga ia tidak dapat

membeberkan rincian dana yang

dikeluarkan oleh Camaba. Ia pun mengaku

tidak tahu menahu tentang perincian dana

yang sebenarnya, karena pihaknya

mengalihkan semua rincian dana kepada

mediator yang ada di Indonesia dan

meminta untuk tidak dipublikasikan.

Lain lagi dengan broker Mediator

Masisir, kami telah mencoba menghubungi

melalui beberapa akun media sosial

miliknya, namun tidak ada respon dan

jawaban. Pun ketika dihubungi via telepon,

nomor yang kami hubungi aktif, namun

tidak kunjung diangkat. Sehingga kami tidak

dapat memperoleh informasi langsung

terkait Camaba yang diurus oleh broker

tersebut.

Sejumlah biaya yang dikemukakan

broker PPMI di atas, diamini oleh

Mochammad Khudlori dan Furna

Hubbatalillah. Keduanya merupakan

Camaba yang berangkat ke Mesir melalui

broker PPMI. Namun keduanya mengaku

tidak mengetahui rincian dana yang mereka

keluarkan. “Pokoknya bayar Rp.

14.500.000” tutur Furna, Camaba asal Jawa

Timur. Khudlori juga mengatakan bahwa

biaya tersebut digunakan untuk

kepengurusan selama di Mesir.

”Selebihnya saya husnudzan sama

presiden PPMI” tambahnya.

Meskipun demikian, Khudlori merasa

bahwa biaya tersebut masih terlalu mahal,

terlebih ia tidak mengetahui biaya tersebut

digunakan untuk apa saja, ”Akan tetapi saya

berharap semuanya akan baik-baik saja,”

tambahnya.

Sementara itu, berdasarkan keterangan

yang kami peroleh dari Camaba melalui

broker Mumtaza, total biaya yang mereka

keluarkan sebesar Rp. 15.700.000. Camaba

Miftahul Hidayah mengatakan bahwa

awalnya mereka hanya ditarik Rp.

15.000.000,00 namun ketika sampai di

bandara Sukarno-Hatta, pihak broker

meminta tambahan Rp. 700.000,00 guna

penambahan biaya tiket pesawat.

Camaba lain, Abdan Rabbani mengaku

bahwa maskapai yang ia gunakan tidak

sesuai dengan yang dijanjikan oleh pihak

broker. Ia juga mengatakan tidak

mengetahui rincian dana yang ia keluarkan,

karena tidak ada pemberitahuan. Keduanya

pun dijanjikan pengembalian uang sisa tiket

pesawat. Namun hingga saat ini, janji

tersebut belum terpenuhi. Hidayah bahkan

tidak mengetahui, harus kepada siapa ia

mengambil uang tersebut.

Carut-Marut Camaba

Pembatalan tes seleksi penerimaan

mahasiswa baru beberapa bulan lalu cukup

mengguncang Masisir. Namun ternyata ada

banyak pihak yang tidak hanya tinggal diam.

Misalnya Atase Pendidikan Kairo dan PPMI

yang bergerak melobi al-Azhar agar

membuka seleksi pendaftaran mahasiswa

baru (Maba) di Mesir. Tidak hanya itu,

ternyata di sela-sela lawatan presiden PPMI

ke tanah air beberapa bulan lalu selain

untuk menghadiri seminar, Amrizal

Batubara pun memanfaatkan kesempatan

ini untuk menemui langsung pihak-pihak

yang selama ini dianggap bersinggungan

langsung dengan birokrasi calon mahasiswa

baru (Camaba) al-Azhar. Baik itu Depag,

Dubes Mesir di Indonesia serta Ikatan Alum-

ni Al-Azhar Indonesia (IAAI).

Page 5: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- edisi 3

59

- Feb

ruari 2

01

4

Izzatu Dzihny, Camaba dari broker

Mediator Masisir bahkan mengeluarkan

biaya yang lebih besar yaitu Rp. 20.000.000.

Sama dengan Camaba lain, ia tidak

mengetahui tentang rincian dana yang ia

keluarkan. Pada awalnya ia

membayar Rp. 18.000.000

namun pihak broker

menambah biaya Rp.

2.000.000 untuk fasilitas

tambahan berupa selimut,

pemberkasan dan untuk

barang-barang kebutuhan

awal di Mesir. Dzihny

mengeluh akan biaya yang

lebih mahal dibanding

broker-broker lain, juga

fasilitas yang menurutnya

kurang memuaskan serta

rincian biaya yang kurang

jelas dari broker.

Selain ketiga broker di

atas, masih terdapat broker-

broker lain yang menerapkan

kebijakan berbeda-beda, utamanya terkait

biaya yang dikeluarkan Camaba. Camaba

asal Aceh misalnya, mereka datang melalui

broker kekeluargaan dengan total biaya Rp.

14.000.000,00.

Adapun 14 Camaba yang langsung

masuk asrama Madinatul Buuts al-

Islamiyah, mereka mengikuti ujian di

Kedubes Mesir di Jakarta pada bulan Juli

2013. Para Camaba yang mayoritas berasal

dari almamater IKPDN ini, baru bertolak ke

Mesir pada bulan Januari. Sedangkan dalam

kepengurusan administrasi perkuliahan,

mereka dibantu oleh almamater IKPDN.

Aisyah Sholiha dan Rakhmi Vegi, kedua

Camaba tersebut mengaku mengeluarkan

biaya sekitar 10 juta untuk tiket pesawat.

“Tiket mahal karena saat itu bertepatan

dengan hari raya Imlek” ujar keduanya.

Sedangkan untuk biaya administrasi,

mereka mengeluarkan biaya 300 Le dan

sepenuhnya diurus oleh almamater IKPDN.

Mereka juga mengaku selama ini tidak ada

keluhan apapun terkait kepengurusan

kuliah dan asrama.

Berdasarkan pengamatan kami

terhadap birokrasi Camaba tahun ini,

terdapat beberapa kejanggalan yang terjadi,

utamanya terkait ketidaksesuaian fakta di

lapangan dengan undang-undang PPMI

tentang pengurusan dan pendaftaran

Camaba.

Dalam Undang-Undang PPMI Tentang

Pengurusan dan Pendaftaran Calon Maha-

siswa Baru pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa

kepengurusan Camaba diperuntukkan bagi

mereka yang telah lulus seleksi, namun

faktanya, PPMI dapat memberangkatkan

Camaba dari Indonesia tanpa adanya tes

seleksi sebelumnya. Dengan begitu, apakah

PPMI melanggar ketentuan tersebut?

Muhammad Arzil Yusri, selaku BPA

PPMI 2013-2014 mengatakan bahwa ketika

diajak tabayun bersama, PPMI memiliki

beberapa alasan atas kebijakan yang

dilakukannya. Pertama, dikhawatirkan

tidak adanya regenerasi Maba untuk tahun

ini. Dalam hal ini Arzil menyayangkan tidak

adanya koordinasi PPMI dengan BPA

terlebih dahulu. Selain itu, BPA juga tidak

tahu mengenai PPMI yang mendapat

dukungan dan izin dari IAAI terkait ijin

pemberangkatan Camaba dari Indonesia.

Meskipun demikian, secara konstitusi, PPMI

telah melanggar UU karena tidak adanya

seleksi bagi Camaba yang berangkat.

Dalam pasal 7 ayat 1, disebutkan bahwa

batas biaya yang ditetapkan oleh broker

harus sesuai dengan yang ditetapkan oleh

KPP Maba. Berdasarkan penuturan Azril,

batasan biaya tersebut sejumlah Rp.

15.500.000. Adapun broker yang

menerapkan biaya melebihi batasan

tersebut, BPA tidak akan bertindak, kecuali

ada pengaduan dan laporan. Baik dari

Camaba, senior Masisir atau selainnya.

Azril juga mengatakan, ”Seharusnya

broker-broker yang sah itu melaporkan

data-data pengeluaran dana ke Kpp Maba.

Jika memang ada pengaduan dari Masisir

dengan bukti valid, bahwa terdapat broker

yang melebihi batas biaya yang telah

ditentukan, maka BPA akan bergerak. Lalu

akan diadakan sidang mediasi, yaitu sidang

musyawarah untuk

menyelesaikan pelbagai

problematika Camaba.”

Dalam UU tersebut juga

dijelaskan, jika terdapat

broker yang tidak memenuhi

kewajiban dalam memberikan

fasilitas sesuai dengan

kesepakatan. Maka broker

yang bersangkutan dikenakan

sanksi 150 USD. Selain itu,

dalam pasal 8 ayat disebutkan

bahwa broker wajib membuat

Surat Perjanjian tertulis

dengan pihak Camaba. Namun

berdasarkan fakta yang kami

temui, tidak ada satupun

broker yang

melaksanakannya. Broker PPMI

pun mengakui hal tersebut, “Kami akui, itu

belum terlaksana. Karena waktu tidak

mendukung, padahal surat tersebut sudah

tersedia, namun kurang sempat saja. Dan

insya Allah akan kami tindak lanjuti

masalah surat perjanjian ini,” tutur Darul

Quthni.

Terkait berbagai permasalahan

tersebut, BPA mengatakan bahwa pihaknya

akan mengadakan musyawarah dengan

seluruh broker. “Kami akan adakan

musyawarah dengan seluruh Mediator. Dan

Insya Allah dalam minggu ini kami sedang

proses pemanggilan semua broker guna

mengikuti musyawarah,” jelas Azril saat

kami wawancarai.

Kami telah mencoba menghubungi

pihak KBRI untuk mendapatkan tanggapan

akan permasalahan Camaba. Sayangnya

ketika dihubungi, Bapak Fahmy Luqman,

selaku Atdikbud Kairo sedang berada di

Indonesia. Sedangkan email yang kami

layangkan pada beliau, hingga saat ini

belum mendapat balasan.

Sementara itu, berkenaan dengan

permasalahan Camaba ini, seorang warga

Masisir Mohamad Bakri berpendapat

bahwa seharusnya seluruh broker bersikap

transparan terkait keuangan. “Semua

broker Maba itu ‘busuk’ jika tidak ada

transparansi terkait keuangan. Semestinya

setiap Camaba berhak mendapatkan rincian

Calon Mahasiswa yang sedang mengikuti Daur Lughah

Doc: Khudari

Lanjut ke hal. 7...

Page 6: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- e

dis

i 35

9 -

Fe

bru

ari 2

01

4

Di awal masa kerjanya, pasangan Amrizal

Batubara-Sifrul Akhyar beserta segenap de-

wan pengurus PPMI yang dinamakan

“kabinet amanah kebersamaan”, dianggap

sebagian kalangan telah melaksanakan

kinerja yang baik . Hal tersebut tidak lain

karena adanya realisasi pendekatan diri

dengan Al-Azhar, di antaranya dengan

menemui Grand Syekh Ahmad Thayyeb di

Masyikhoh untuk membicarakan berbagai

hal terkait al-Azhar dan Masisir, yang ber-

lanjut dengan undangan khusus dari beliau

untuk mengunjungi kediaman pribadinya di

kawasan Luxor. Juga agenda silaturahim

kepada ulama-ulama al-Azhar lainya, seperti

Syekh Ali Jum’ah, Syekh Usamah Sayyid

Azhari dan Syekh Amru al-Wardhani.

Program kunjungan dan peretemuan

seperti itu, tentu membahagiakan banyak

kalangan Masisir yang memang sedang rindu

untuk semakin mendekat dengan Al-Azhar.

Setidaknya, hal tersebut juga telah menjadi

penunai dan jawaban terhadap sebagian

harapan dan pesan Masisir untuk pasangan

Birrul di awal masa pelantikanya (baca: Ter-

obosan edisi 357).

“(untuk PPMI) tingkatkan kedekatanya

dengan Al Azhar, minimal pertahankan.”

Tulis seorang mahasiswa ketika diminta

pesan dan kesanya untuk kinerja PPMI sela-

ma satu semester ini.

Hal lain yang sepertinya memberikan

kesan positif di mata sebagian Masisir atas

kinerja PPMI adalah adanya usaha untuk

mencari sumber beasiswa bagi Masisir. Hal

itu terwujud melalui kerjasama PPMI dengan

organisasi amal asal Indonesia ACT (Aksi

Cepat Tanggap) untuk memberikan bantuan

finansial kepada sebagian kalangan Masisir.

Di sisi lain, presiden Batubara bahkan

mengungkapkan, bahwa salah satu misi dari

kunjungan PPMI ke Masyikhah dan menemui

Grand Syekh Ahmad Thayyeb adalah untuk

memohon beasiswa dari al-Azhar bagi

Masisir yang kurang mampu.

Sebagian kalangan juga mengungkapkan

ketidakpuasan mereka terhadap kinerja

PPMI, terutama setelah PPMI disibukan

dengan masalah mahasiswa baru. Mereka

menilai bahwa PPMI terlalu

menenggelamkan diri pada permasalahan

tersebut sehingga lupa dengan program ker-

ja lain yang telah disusun untuk satu semes-

ter ini.

“(PPMI) jangan cuma mengurusi anak

baru” ujar seorang mahasisiwi tingkat dua,

Fakultas Syariah Islamiyah yang tidak ingin

disebutkan namanya.

Di sisi lain, sebagian kalangan menilai

bahwa perjalanan PPMI belum begitu

beriringan dengan konstitusi yang dituliskan

dalam AD/ART. “Meskipun hal semacam itu

(pendekatan dengan Al Azhar) adalah juga

penting, namun dalam perjalananya harus

tetap mengedepankan konstitusi/AD/ART,”

komentar sumber terpercaya TëROBOSAN

yang tidak ingin disebutkan identitasnya.

Jika merujuk pada kaledioskop perjalan-

an PPMI lalu membandingkanya dengan

program kerja yang disusun untuk satu se-

mester ini, persentase yang didapat memang

hanya mencapai 50-60% program kerja

PPMI yang terlaksana. Hal tersebut juga di-

akui sekretaris jendral I, Ramadien Akbar.

“Jika merujuk pada kegiatan yang sudah dan

akan dilaksanakan dekat-dekat ini (sebelum

sidang LKS), ya sekitar 50-60% lah (program

terlaksana), Alhamdulillah.” Ucapnya.

Dan di antara program-program ter-

laksana tersebut, sebagian kalangan menilai

bahwa hingga saat ini program unggulan

yang arahnya adalah akademis Masisir be-

lum begitu terlihat. Tercatat hanya ada tiga

agenda yang menunjang akademis selama

ini, ketiganya adalah: pembekalan maha-

siswa akhir, diskusi umum pada peringatan

sumpah pemuda dan lomba khutbah jumat.

Hal itu menandakan masih jauhnya harapan

Masisir yang menginginkan PPMI fokus

dengan permasalahan akademis.“PPMI) ha-

rusnya fokus pada urusan-urusan yang men-

dukung akademis dan keilmuan Masisir.”

Fatimah, seorang mahasiswi tingkat 4 juru-

san tafsir

Transparansi administrasi keuangan

menjadi hal lain yang disoroti Masisir dari

tubuh PPMI. Dalam hal ini, isu yang berkem-

bang adalah posisi presiden yang dikabarkan

sedikit gegabah dalam menggunakan ang-

garan belanja organisasi. Sebuah isu yang

mengasap bukan tanpa api. Salah seorang

mahasiswa yang tidak ingin disebut identi-

tasnya mengatakan, “Batubara orangnya

sangat loyal dan merupakan sosok yang tid-

ak dapat menolak permintaaan orang lain,

sehingga dalam kebijakan terkait anggaran

organisasi terkesan boros. Oleh karenanya,

harus ada orang yang mampu mengerem dan

memenej pengeluaran-pengeluaran demi

terjaganya sirkulasi keuangan.” Tutur maha-

siswa yag pernah satu atap organisasi

dengan Presiden PPMI itu.

Apalagi, tak lama setelah isu tersebut

mencuat, terjadi reshufle kabinet yang meng-

gantikan posisi Zukhruf sebagai bendahara I

oleh Syafiqni Hananta yang sebelumnya

menjabat sebagai sekretaris jendral III, yang

semakin memperbesar tanda tanya

mengenai kebenaran masalah tersebut.

Setelah dikonfirmasi oleh tim TëROBO-

SAN, Syafiqni Hananta selaku bendahara

baru PPMI ternyata mengamini hal tersebut,

ia mengungkapkan bahwa isu keuangan ter-

sebut memang pernah terjadi dalam tubuh

PPMI, namun diakuinya bahwa itu adalah

murni kesalahpahaman, dan saat ini semuan-

ya sudah terselesaikan. “(Permasalahan itu)

pernah ada, dan itu cuma salah paham, dan

sekarang sudah beres,” ungkapnya.

Adapun mengenai terjadinya reshufle, ia

berdalih bahwa itu sama sekali tidak ada

kaitanya dengan permasalah semrawutnya

keuangan dalam tubuh PPMI. Saudara Zuhruf

(bendahara sebelumnya) yang juga tercatat

sebagai salah satu mahasiswa di universitas

Pajajaran, Bandung, memilih fokus untuk

menyelesaikan proyek tesisnya, itulah

menurutnya alasan mengapa posisinya harus

digantikan.

Hal tersebut menunjukkan adanya keku-

rangan yang selayaknya menjadi catatan

khusus bagi kekompakan dalam tubuh PPMI.

Terlebih dengan visi yang pernah diusung

pasangan Birrul saat kampanye lalu adalah

“membawa PPMI yang harmonis”, yang be-

rarti kompak, bersatu padu, selaras antara

hati dan pikiran. Saling mempearhatikan

sesama dan tidak mengutamakan diri

sendiri.

DP PPMI tentunya telah berusaha dengan

baik untuk menjalankan amanah yang diem-

banya. Namun dalam praktisnya, penilaian

yang beragam akan muncul dari masyarakat

yang kompleks. Sesuatu yang tentunya san-

gat wajar. Hal yang terpenting adalah

bagaimana PPMI harus bisa berdiri di atas

semua golongan atau setidaknya bersikap

bijak dalam mengambil keputusan dan men-

jalankan program. [ë] Iis, Zammil, Ikmal,

Aulia.

Menengok Karir Separuh Masa Jabatan PPMI

Tak lama lagi, sidang LKS (Laporan

Kerja Semester) organisasi induk Massisir,

PPMI akan diselenggarakan. Itu berarti, ada

serangkaian hal yang harus dilaporkan PPMI

kepada masyarakat Masisir terkait kinerja

mereka dalam lembar setengah tahun ini.

Sebagai masyarakat, selain memiliki peran

memilih, Masisir juga tentunya memiliki

peran memperhatikan dan menilai kinerja

instansi inti yang mereka pilih secara demo-

kratis tersebut. Dan penilaian mereka terkait

hal ini tentu akan sangat beragam. Oleh kare-

nanya tim Terobosan mencoba menyajikan

apa kata Masisir mengenai kinerja separuh

periode PPMI, melalui sebuah polling yang

dilaksanan beberapa waktu lalu. Berikut

laporan kami.

Page 7: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- edisi 3

59

- Feb

ruari 2

01

4

Hasil polling terkait kinerja PPMI sela-

ma satu semester

Terobosan telah mengadakan polling

terkait kinerja PPMI selama satu semester

ini. 100 angket disebarkan kepada

berbagai kalangan Masisir sebagai kore-

sponden. Berikut hasilnya:

PPMI di Mata MASISIR. 1. Bagaimana menurut anda kinerja PPMI periode 2013/2014 sela-

ma satu semester ini?

2. Apakah program PPMI memiliki dampak besar bagi Masisir? 3. Apakah anda percaya dengan PPMI?

Lanjutan dari hal. 5

uang yang telah mereka bayar kepada broker.

Bagaimanapun, broker adalah badan usaha,

dan Maba adalah komodotinya, harus ada

profesionalitas. Jika tidak, BPA perlu

menindaknya,”ujarnya.

Tidak jauh berbeda, Anas Fathurrazzi

juga berpendapat bahwa selama ada surat

himbauan yang dikeluarkan oleh KBRI,

selama itulah PPMI harus patuh dan tidak

mengambil resiko. Adapun jika PPMI tetap

bersikukuh, maka syaratnya harus dengan

catatan bahwa PPMI harus bersikap

transfaran, terbuka, dan kontrol sosial

terhadap Masisir. Selain itu juga harus

bersikap tegas dalam menunjuk broker-

broker yang dapat dipercaya.

“Alangkah baiknya PPMI adakan forum

mengajak seluruh elemen Masisir untuk

merembuk masalah terkait Camaba.” ujarnya.

Ia juga menambahkan, ”Ingat, bukan hanya

Camaba saja yang membutuhkan perincian

dana, namun Almamater, kekeluargaan

mereka yang terbilang Masisir juga

bertanggungjawab dengan keberadaan

Camaba,” pungkasnya.

Pihak BPA juga berpesan kepada

Camaba dan PPMI, agar bersikap sabar dan

menunggu adanya tes seleksi resmi dari

Kementrian Agama (Kemenag). Agar tidak

ada kekecewaan antar kedua belah pihak.

“Camaba cenderung berpikir pergi ke Mesir

untuk langsung kuliah. Namun setibanya di

Mesir ternyata masuk ke Daurah Lughah,

maka secara tidak langsung Camaba merasa

kecewa.”

Lalu, kepada para broker, BPA berharap

agar Camaba tidak dijadikan sebagai lahan

bisnis semata. “Kasihan Camaba, mereka

tidak tahu apa-apa. Membantu sih boleh, tapi

jangan makan mereka (Camaba)”.

Sedangkan untuk Masisir secara umum,

Azril mengajak untuk bersama-sama

memikirkan organisasi Masisir. “Karena saya

amati sendiri, beberapa tahun terakhir laju

organisasi di Masisir mengalami penurunan

dibanding tahun-tahun sebelumnya.”

Ia juga menambahkan, ”Itu karena

sebagian dari Masisir kesehariannya

menghabiskan waktu untuk mengangkat isu-

isu politik. Kendatipun demikian kita tidak

boleh lupa dengan organisasi di Masisir,

apalagi saat ini Camaba dilanda masalah. Kita

pikirkan bersama, musyawarah bersama.

BPA sendiri sedang dalam proses untuk

bermusyawarah bersama mediator-mediator

(broker), itu bukan karna kami mengadili,

akan tetapi kami hanya ingin menegakkan

UUD BPA.”

Apapun yang terjadi, tentunya kita

berharap bahwa carut-marut permasalahan

Camaba ini bisa segera diatasi, tanpa harus

ada satu pihak pun yang merasa dirugikan.

[ë] AInun, Malik, Heni. Rijal.

Page 8: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- e

dis

i 35

9 -

Fe

bru

ari 2

01

4

alam rangka menyambut musya-

warah cabang Pimpinan Cabang

Istimewa Muhammadiyah (PCIM)

Mesir ke-5, PCIM Mesir mengada-

kan lomba esai dengan tema “Kritik dan

Tinjauan Terhadap Gerakan Pemikiran

Modern dan Gerakan Dakwah Muhammadi-

yah.”

Waktu pelaksanaan lomba ini dibagi

menjadi tiga: pertama, pengiriman esai yang

dimulai dari 20 Januari-17 Februari. Lalu

penilaian esai pada 18 Februari-21 Februari

dan pengumuman tiga nominator

pemenang pada tanggal 21 Februari ketika

dialog umum.

Ketiga nominator pemenang tersebut

diundang untuk menghadiri acara Training

Kader Tarjih, yang diadakan pada tanggal

22 Februari 2014, untuk mempresentasi-

kan esai mereka di hadapan para juri dan

tamu undangan juri.

Setelah presentasi dari para nominator

pemenang, maka keluarlah Maulana Abdul

Aziz sebagai juara pertama, Fahmi Hasan

sebagai juara kedua dan Muhammad Yusuf

Ibrahim sebagai juara ketiga. [ë] Ramdani

Lomba Esai PCIM Mesir

Wihdah Mengadakan Follow Up Tabarak

Doc. Photo PCIM

Follow Up Tabarak merupakan

salah satu rangkaian acara WIHDAH yang

diadakan untuk memeriahkan ulang tahun

WIHDAH yang ke-25. Seluruh rentetan

acara tersebut dirangkai dalam satu pro-

gram kerja yang dinamakan

“WhatsApp” (Wihdah Smart and Art Perfor-

mance) sebagai wujud terjalinnya ukhuwah

yang kuat. Acara ini diselenggarakan mulai

dari tanggal 30 Januari-20 Februari 2014.

Acara follow up tabarak ini merupakan

perekrutan suatu pengembangan lembaga

tahfidz yang bersumber di Tanta, guna

mencetak pribadi yang unggul dalam

menghafal Al-Quran sejak usia dini. Dengan

biaya perdaftaran sebesar 170 LE, peserta

dapat mengetahui tips yang digunakan

dalam mendidik anak agar dapat

menghafal Al-quran sejak usia 3,5 tahun

dan juga pola makan yang baik untuk

merefresh sistem kerja otak, sehingga

dapat menyimpan hafalan ayat Al-quran.

Acara follow up Tabarak ini direal-

isasikan di Wisma Nusantara dan berlang-

sung pada tanggal 2-6 Februari 2014.

Rangkaian acara lainnya yang dil-

aksanakan untuk memeriahkan ulang ta-

hun WIHDAH dalam WhatsApp ini adalah

Bookfair Advanture, Duta Keputrian, Lom-

ba Diskusi Ilmiyah dan acara puncak yaitu

Wihdah Exhibition dan Art Performance.

[ë] Difla

Doc. Photo WIHDAH

Page 9: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- edisi 3

59

- Feb

ruari 2

01

4

eningnya rumah ini seperti, hanya

aku dan nenek (Fatimah Zahro’ at

-Tamsir) beserta kucing putih

peliharan nenek yang mera-

maikan gubuk ini. Sebut saja aku

Amirah (Siti Amirah Bilqis bintu at-Tamsir)

entah kenapa ada embel-embel tamsir di

belakang namaku. Aku si cewek tengil,

kocak namun rajin beribadah. Aku selalu

menuruti kata-kata nenek, apapun itu. Ne-

nek orang yang baik dan pastinya menya-

yangiku. Hehe..

Glodakkkk…. Suara tak diundang mem-

bangunkan tidurku tepat pada pukul 01.00

dini hari. Kuanggap itu hanya gawean si

kucing yang selama ini tinggal di rumahku.

Namun suara itu terdengar kembali. Tingg…

tingg… glodakkkk… “Ahh.. si kucing belum

makan kali ya anak ini” ujarku kesal. Dan

untuk ketiga kalinya suara itu terdengar

kembali, tanpa berfikir panjang akupun

bergegas dari kamar tidur untuk melihat

suasana di sana.

“Masyaallah…. Nenek gue. Nenek ngapa-

in jam segini cuci piring? Nenek kan sakit.”

“Miraaa… hari ini nenek bisa

mengerjakan pekerjaan rumah. Sudahlah,

kamu shalat malam saja, nduk.”

“Inggih nenek”jawabku, tanpa banyak

komentar.

Tak tega rasanya meninggalkan nenek

dengan berbagai pekerjaan rumah yang

sudah menyambutnya. Tak terasa, mataha-

ripun sudah nongol di depan rumah, aku

pergi keluar untuk mengintip nenek yang

sedang membersihkan halaman. Dalam hati

aku bergumam, “Heran aku dengan nenek

satu ini, kenapa setiap pagi bersusah payah

membersihkan daun dengan cara mengam-

bilnya satu per satu? Padahal sapu dan

cikrak selalu tersedia di pojok rumah.”

“Nenek, sampai dewasa ini aku tak

pernah sekalipun membersihkan halaman

ini, izinkan Mira membersihkann-

ya.”pintaku.

Nenek menepis,“Nenek saja yang mem-

bersihkannya, mira.”

“Ya sudah nek, kenapa nenek tidak

menggunakan sapu? Luweh cepet tho, Nek

daripada diambil satu persatu.”

Nenek akhirnya tersenyum manis pa-

daku dan menyuruhku untuk segera bersiap

-siap pergi ke sekolah. “Hmmm…. Mungkin

ini salah satu jenis olahraga nenek kali ya?”

fikirku.

Tak lama kemudian aku siap untuk

berangkat sekolah. Kudatangi nenek rajin

yang tak kunjung selesai membersihkan

halaman yang cukup luas itu.

“Nenek, Mira berangkat sekolah dulu.”

Ku kecup tangan nenek yang sangat dingin.

Nenek,“Iya nduk..” sebelum pergi nenek

sempat mengucapkan sesuatu padaku.

“Mira…. Makanlah yang enak, tidurlah yang

nyenyak, jadilah kamu orang yang

puenakkk.”

“Iya nenek, tangan nenek dingin sekali,

muka nenekpun pucat sekali, nenek istira-

hat saja.”

“Nenek akan tidur sebentar lagi nduk.

Nenek sayang Mira.”

“Mira juga nek.”

Aku pun pamit. Di tengah-tengah perjal-

anan sempat terlintas di benakku mengenai

kata-kata nenek tadi. “Makanlah yang enak,

tidurlah yang nyenyak, jadilah kamu orang

yang puenak.” Apa yaa maksudnya???? Tapi

tak masuk akal jika hanya makan dan tidur

bisa jadi orang yang puenak. Hmm .. su-

dahlah, nanti sepulang sekolah akan kutan-

yakan pada nenek.

***

Awan mendung disertai dengan petir

melanda hatiku, sedih, gelap, tangis, tiada

sanggup ku bendung, begitu cepat nenek

meninggalkanku. Sedangkan segudang per-

tanyaan masihh bersarang di benakku.

Yaa… umur seseorang siapa yang tahu.

“Kullu nafsin dzaaiqotul maut.” Setelah

semua selesai, kudatangi kamar nenek, tak

sengaja kutemukan botol berisi secarik

kertas, kubaca isinya:

“7 Komitmen (jalan menuju kecerdasan)

1. Bersungguh-sungguh

2. Shalat malam

3. Makan yang sedikit

4. Selalu dalam keadaan suci

(berwudhu)

5. Membaca al-Quran dengan

melihatnya (setiap hari)

6. Jauhi maksiat

7. Jangan makan jajanan pasar.

Insyaallah….!!!!!”

Seseorang menghampiriku, dan kurasa

aku tahu siapa dia, Bu Lek Aisyah, sahabat

dekat nenekku. “sabar ya nduk, ikhlashkan

kepergian nenekmu. Jangan lupa men-

doakannya setiap hari. Bu Lek lah yang

akan merawatmu sekarang.” terdengar

suara isak tangis dari pelupuk mata Bu lek.

“Iya Bu Lek, terimakasih.” Jawabku tak

menahan.

“Nenekmu wanita yang hebat, setiap

pagi ia mengambil daun di halaman rumah

satu per satu dengan membaca sholawat.

Beliau berkata “Kelak di akhirat nanti daun-

daun tersebut yang akan menjadi saksi bah-

wa nenekmu membaca sholawat kepada

kanjeng Nabi Muhammad Saw. keluarganya,

beserta sahabat-sahabatnya.”

Tuing….pyarr..pyar… Jadi nenek mem-

baca sholawat, kukira nenek sedang ber-

olahraga. Ucapku dalam hati.

“Lalu, apa Bu Lek mengerti tentang pe-

san nenek padaku?”

“Inikan pesannya?” (Makanlah yang

enak, tidurlah yang nyenyak, jadilah kamu

orang yang paling puenak)

“Iya Bu Lek benar sekali, aku tak sempat

menanyakan kepada nenek.”

“Ndukk… makanlah ketika kamu lapar,

makan akan terasa enak. Makan itu untuk

hidup bukan hidup untuk makan. Dan

bekerjalah dengan giat, ketika kamu letih,

istirahatlah, tidur akan menjadi nyenyak.

Lalu belajarlah yang rajin dengan menga-

malkan 7 komitmen itu, kelak ilmumu lah

yang akan menjadikanmu orang yang

puenak nduk di dunia maupun akhirat.”

“Subhanallah….!!!!” Tak sengaja air mata

ini semakin deras di pipiku.

“Bu Lek memang baru boleh cerita

sekarang, setelah nenekmu meninggal.”

Ya Allah…. Aku rindu dia. Nenekku……

Bismillahirrahmaanirrahiim, aku ber-

janji akan melaksanakan 7 komitmen itu

dan menjalankan pesan nenek. Tak kusang-

ka semuanya mengandung arti yang begitu

bermakna untukku. Ku sebut itu sebagai

“Pesan Mungil Nenek.”

Nenekku hebat. Bagaimana dengan ne-

nek-nenekmu??...

-Siti Shofiyah-

[ë]

Pesan Mungil Nenek

Express Copy Menerima segala jenis

fotokopi

Mahatthah Mutsallas,

Hay `Asyir

Building 102 Sweesry.

Hp: 01001726484

Page 10: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- e

dis

i 35

9 -

Fe

bru

ari 2

01

4

Masisir.

Sebuah komunitas perantau ilmu dari

Indonesia dengan berbagai macam karakter

dengan dinamikanya yang pasang surut dan

silih berganti. Dengan keanggotaan yang

jumlahnya ribuan, maka fakta tersebut dia-

mini oleh jumlah organisasi dengan keraga-

man latarbelakang, visi, misi dan orientasi.

Berangkat dari hal tersebut, masisir ber-

dinamika, sehingga nampaklah model mini

dari sebuah masyarakat yang secara umum

anggotanya memiliki stigma ‘terpelajar’.

Dari berbagai ragam karakter, masisir

menyatu. Laju organisasi secara umum di-

setir oleh satu generasi masisir selama satu

atau dua tahun. Namun tidak dipungkiri ada

beberapa yang setia dengan organisasinya

dan menghabiskan masa hidup di Cairo lalu

terpaksa pensiun karena harus kembali ke

tanah air. Tetapi ada pula yang acuh tak

acuh dengan organisasi dan memilih untuk

hidup di dunianya sendiri.

Sayangnya, harus diakui bahwa bebera-

pa tahun belakangan gerak organisasi

masisir terasa semakin ‘melempem’. Benar

bahwa secara umum program kerja ter-

laksana, media –baik cetak maupun online-

tetap terbit lalu disebarkan. Pemimpin dan

anggota berganti, junior menjadi senior,

tongkat estafet terus digulirkan, dan begitu-

lah yang terus terjadi. Namun tidak dapat

dipungkiri, ada ‘kekeringan’ dalam dina-

mika masisir yang utamanya digerakkan

oleh organisasi-organisasinya.

Ada sebuah pertanyaan besar yang hen-

daknya tidak diacuhkan. Dari setiap organ-

isasi dengan berbagai macam jenis dan lat-

arbelakangnya, media atau komunitas

manapun dalam dinamika masisir, juga dari

berbagai perlombaan, kompetisi dan per-

ayaan yang digelar, apa yang sudah

dihasilkan darinya? Apakah mereka telah

menelurkan para organisatoris yang peka

dan memberi solusi? Atau telah lahir penu-

lis-penulis dan kritikus yang mampu mem-

baca keadaan dan menyadarkan masisir

akan permasalahan kekinian? Atau justru

lahir atlet dan seniman amatir, yang terhi-

tung diluar dari target-target ‘keilmuan’?

Apapun jawabannya, tentu lebih bijak

untuk sejenak mengevaluasi diri. Mungkin

saja dalam menjalankan aktifitas, kita ter-

jebak dalam dinamika yang dipaksakan.

Yang penting program terlaksana, kegiatan

tetap berjalan dan asal tidak ‘mati’. Atau

bisa jadi kita fokus hanya pada hal yang

bombastis, sehingga perkara lain yang nam-

paknya remeh, benar-benar tidak kita

pedulikan sehingga tanpa sadar hal itu men-

jadi bumerang bagi diri sendiri.

Begitulah ketika egoisme merajai dan

masing-masing menjadi fokus pada dirinya

sehingga kian hari kian terpupuslah ruh

keteladan. Ya, ruh keteladanan yang se-

makin langka. Mungkin itu yang membuat

banyaknya oknum masisir yang malas un-

tuk turut berkecimpung dan terjun berdina-

mika, dan lebih memilih hidup dalam

‘tempurung’ yang mereka ciptakan sendiri.

Sedikitnya sosok-sosok teladan yang

menginspirasi. Mungkin itu pula yang mem-

buat beberapa aktivis merasa tidak kunjung

menemukan tempat yang nyaman untuk

menyalurkan semangat beraktifitasnya.

Sehingga tanpa sadar mencari teladan dan

inspirasi di banyak lahan, akhirnya mereka

disibukkan dengan berbagai macam organ-

isasi dan kegiatan. Yang berujung pada tid-

ak adanya ‘fokus’ dan hasil karya yang

setengah-setengah alias tidak maksimal.

Mereka yang malas dan bersembunyi

dalam tempurungnya, semakin terlena dan

enggan untuk keluar. Sementara yang aktif

di luar justru terjebak oleh aktifitas di sana

sini sehingga karya yang dihasilkan kurang

optimal. Masing-masing sibuk di dunianya,

semakin jarang yang peduli atau

mengkritisi lingkungan dan berbagai fe-

nomena di sekitarnya.

Meskipun Ada yang mencoba untuk

bersikap kritis, namun ternyata yang nam-

pak adalah pertikaian tidak sehat dan beru-

jung pada caci maki, tidak mencerminkan

sikap dan perilaku layaknya akademisi.

Tentu kita belum lupa dengan pertikaian

‘panas’ antar oknum, yang seolah

mencitrakan masisir terbagi dalam dua

kubu berseberangan, sungguh sayang hal

itu direkam dalam beberapa jejaring sosial.

Mengapa harus disibukkan dengan perde-

batan yang inti persoalan dan objeknya di

luar kemampuan? Perdebatan yang hanya

menghasilkan permusuhan dan tidak mem-

beri dampak apapun, melainkan pem-

borosan waktu dan tenaga. Padahal apa

yang terekspos dalam dunia maya dapat

disaksikan oleh seluruh dunia, tidak

terkecuali masyarakat di tanah air, yang

menaruh harapan besar pada para akade-

misi luar negeri. Ada benarnya bahwa kita

kurang belajar dari sejarah bangsa sendiri.

Mungkin tidak banyak yang mengabadikan

sikap Muhammad Natsir dan DN Aidit yang

saling serang saat membahas dasar negara

dalam sidang BPUPKI, namun di luar ru-

angan mereka bisa mengobrol mesra

dengan kopi hangat di kafetaria.

Kembali pada ruh keteladanan, saya

pikir itu yang saat ini masisir butuhkan.

Bukan hanya pada satu sosok saja. Karena

saat ini bukan pencitraan ‘bombastis’ dan

gaya ‘perlente’ yang masisir butuhkan.

Melainkan sosok-sosok yang patut ditelada-

ni dan menginspirasi yang berada di setiap

organisasi, media dan komunitas-

komunitas lainnya. sudah seharusnya kita

malu jika tahun-tahun singkat yang dilewati

di Mesir ini tidak memberi inspirasi dan

keteladan untuk generasi berikutnya.

Tentu kita pun berharap bahwa

kegiatan, perayaan dan hingar bingar acara

masisir yang mulai ramai di awal musim

semi ini dan ke depan akan semakin padat,

bukan hanya acara ‘warisan’ yang sekedar

dijalankan dan tidak memberi nilai positif

untuk masisir. Baiknya menjadi catatan,

bahwa di manapun kita aktif berdinamika,

hendaknya dimulai dengan niat positif dan

semangat ‘hari ini melayani, esok hari

menginspirasi’.

Masisir, selamat berdinamika!

*Penulis adalahPimpinan Perusahaan

Buletin Terobosan.

Mencari Sosok Teladan dalam Masisir Oleh: Ainun Mardhiyyah*

Page 11: Buletin Terobosan edisi 359

TëROBOSAN

- edisi 3

59

- Feb

ruari 2

01

4

Masisir dan Relativitas Waktu Oleh: Nasrullah*

Saya lebih memilih umur pendek yang

penuh makna dan karya, daripada umur

panjang yang hampa (Ibnu Sina)

Relatif berarti nisbi. Artinya, nilai atau

kadar sesuatu selalu bergantung dengan

lainnya. Dalam soal waktu, satu jam yang

dihabiskan untuk makan sambil nonton

terasa lebih cepat daripada talaqqi. Tapi,

satu jam talaqqi terasa lebih cepat

dibandingkan setengah jam menunggu bus

80 coret. Dalam contoh tersebut, kecepatan

waktu bergantung bagaimana pelaku men-

jalani kegiatan-kegiatan itu.

Albert Einstein memang didaulat sebagai

orang pertama yang memproklamirkan te-

orinya dengan label ‘relativitas waktu’. Na-

mun teori itu bukan monopolinya. Karena,

secara substansial, Al-Quran sudah membic-

arakan relativitas waktu, belasan abad sebe-

lum bapak fisika itu lahir.

Secara halus, Al-Quran berbicara tentang

relativitas waktu dalam kisah Ashabul Kahfi

yang tidur selama 300 tahun. Saat

terbangun dari tidur panjangnya, mereka

bertanya-tanya, “Berapa lama kita tertidur?”

yang lain pun menjawab, “sehari, atau tak

sampai sehari.” Jawaban serupa juga diucap-

kan oleh hamba saleh – konon, beliau adalah

Uzair – saat ditanya berapa lama ia tertidur.

Padahal sehari atau tak sampai sehari –

menurutnya itu – pada kenyataannya adalah

seratus tahun (QS. 2: 259).

Anda bisa saja membantah, dengan

beralasan bahwa kisah itu adalah kisah

orang-orang tidur. Tidur satu jam, sehari

semalam atau ratusan tahun, rasanya sama

saja. Saat terbangun, kita tentu akan men-

gukur lamanya tidur dengan kebiasaan

umum tidur manusia, sehari atau sekian jam

misalnya.

Tapi Al-Quran sendiri akan menegaskan

bahwa relativitas waktu bukan hanya untuk

orang yang tidur. Karena saat orang-orang

durhaka ditanya di akhirat kelak, berapa

lama kalian hidup di dunia? “sehari atau tak

sampai,” jawab mereka (QS. 23:112-113).

Bahkan ada yang merasa bahwa hidup

mereka di dunia itu hanya sesaat di siang

hari, sekadar untuk saling berkenalan (QS.

10: 45) (Lihat juga QS. 46: 35 dan 79: 46).

Apakah sepanjang hidup mereka tidur? Ten-

tu tidak.

Selain kisah-kisah yang direkam di da-

lam Al-Quran, relativitas waktu juga dirasa-

kan oleh sebagian orang-orang saleh. Imam

Al-Syafi’i contohnya. Saat searching dalil

ijma’, beliau mengkhatamkan Al-Quran

sebanyak tiga kali dalam semalam, yang

akhirnya menemukan ayat 115 dari surat Al

-Nisa. Padahal kita perlu berhari-hari untuk

sekali khatam. Paham pun tidak.

Anda tentu tak asing dengan cerita para

sahabat atau tabi’in yang mengkhatamkan

Al-Quran dalam satu rakaat. Salah seorang

kyai di Tremas juga pernah mengkhatamkan

Al-Quran hanya dalam hitungan menit, tak

sampai setengah jam. Padahal, menurut

saksi, tempo bacaannya sedang.

Relativitas waktu ternyata juga dirasa-

kan kawan-kawan Masisir. Menurut mereka

– dan menurut saya juga, waktu di Mesir

berjalan dengan sangat cepatnya. Mengapa

saya mengatakan ‘waktu Mesir’, itu karena

menurut mereka yang telah pulang ke Indo-

nesia, waktu di sana tak secepat di sini.

Bahkan anda yang belum bernostalgia

dengan waktu Indonesia pun, bisa merasa-

kan betapa cepatnya waktu di Mesir ini ber-

lalu.

Silahkan ukur sendiri, mulai kegiatan

harian dari bangun sampai tidur lagi. Baru

sarapan dan sedikit penyegaran, tiba-tiba

sudah zhuhur. Istirahat, asar. Tiba-tiba hari

sudah Jumat. Tahu-tahu ujian, rihlah, LPJ

dan SPA, tiba-tiba sudah mengantri di depan

mama jawazat. Bimbel lagi, liga futsal lagi,

dan rapat lagi. Tiba-tiba visa habis. Ketemu

mama lagi deh.

Meskipun mulai menyesuaikan diri

dengan kondisi Mesir, saya pribadi merasa

belum lama menginjakkan kaki di negeri

berdebu ini. Saya bisa mengingat dengan

baik rasa senang dan sakitnya naik pesawat

untuk yang pertama kali. Namun, jika dihi-

tung, sebenarnya saya di sini sudah hampir

tiga tahun. Tapi jika dirasakan, rasanya baru

beberapa bulan.

Efek apakah? Mungkin, kita kurang cepat

bergerak. Kita dan waktu memang sama-

sama bergerak, berpacu menuju sebuah titik

tertentu. Tapi sebagai pelajar, pergerakan

kita terlalu lambat dari yang ‘seharusnya’.

Manusia secara fisik didesain untuk taat.

Tubuhnya akan tumbuh besar seiring ber-

tambahnya usia. Dia akan tumbuh sehat

sesuai asupan makanan. Sama dengan fisik

manusia, tabiat waktu adalah taat. Ketika

ditawari oleh Tuhan, “datanglah kalian

(langit dan bumi) dengan suka atau

terpaksa!” Mereka menjawab, “kami datang

dengan senang hati (taat).” (QS. 41: 11). Ayat

itu sebagai simbol ketaatan makhluk yang

tercipta tanpa punya pilihan (lih. Al-Kassyaf

jilid 4/105), seperti waktu.

Tapi secara batin, manusia berpotensi

untuk membangkang atau patuh. Dia bisa

memilih. Mau patuh dengan hukum Allah

atau tidak, dia diberi kebebasan. Pilihan

inilah yang tak dimiliki oleh waktu.

Pelajar itu seharusnya ‘harus sangat’

sibuk sekali dengan ilmu. Seperti imam Na-

wawi yang rela makan dan minum hanya

sekali sehari, tidur hanya saat ‘kalah’ dengan

kantuk, hingga rela tak mengkonsumsi ma-

kanan yang sekiranya mengganggu proses

belajar. Itu semua beliau lakukan agar bisa

menghadiri 12 halaqah keilmuan setiap

harinya, lalu mengulang pelajarannya

sesampainya di rumah. Begitu setiap hari.

Bahkan pernah selama dua tahun beliau tak

rebahan saat tidur.

Kalau kita? Organisasi, game, makan 4x

sehari, pasang status, rihlah bulanan, dan

merasa perlu merayakan even yang ingin

dirayakan. Sehingga untuk urusan ilmu,

yang menjadi tanggung jawab sebenarnya,

kita terhitung lambat selambat-lambatnya.

Nah, karena ‘sang waktu’ istiqamah

dengan desain kecepatannya dan kita ber-

jalan terlalu loyo, akhirnya kita merasakan

betapa cepatnya waktu berlalu. Dan itulah

waktu Mesir bagi Masisir.

Jika kita melihat dua kelompok – dalam

Al-Quran – yang merasakan waktu ratusan

tahun hanya sehari itu, ternyata mereka

adalah kelompok yang tertidur atau durha-

ka. Saat kita merasakan waktu berjalan be-

gitu cepatnya, saya khawatir, jangan-jangan

kita terlalu banyak tidur. Dalam artian terla-

lu terlena dengan nikmat hidup. Atau bisa

juga termasuk pendurhaka, durhaka sebagai

pelajar. Mungkin sang waktu akan sedikit

berkompromi jika kita mempercepat

langkah kita. Sehingga empat tahun tetap

terasa empat tahun, bukan empat bulan.

Untuk kawan-kawan mahasiswa baru,

saya ucapkan selamat datang. Dan selamat

berpacu dengan gesitnya waktu Mesir. Em-

pat tahun bukan waktu yang lama untuk

menuntut ilmu. Namun juga bukan waktu

yang sedikit untuk disia-siakan.

*Penulis adalah mahasiswa tingkat dua

Fakultas Bahasa Arab Universitas Al Azhar,

Cairo

Page 12: Buletin Terobosan edisi 359

Email/YM: [email protected]

FB: Tranferindo Mesir