12
Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa menghilangkan makna dan tujuan. TëROBOSAN ADVERTISING Sekapur Sirih, , Halaman 2 Surat Pembaca, Halaman 2 Sikap, PR Bagi Masisir dan PPMI, Halaman 3 Laporan Utama, Setahun Bareng “Bersama dan Bersatu”, Halaman 4-5 Komentar Peristiwa, Apa yang Masisir Pahami dari Wasathiyah al-Azhar?, Halaman 6-7 Opini, Masisir dan Gejolak Poli- tik Mesir, Halaman 8 Seputar Kita, Warga Sumatera Utara Berbuka Puasa Bersama Gubernur, Halaman 9 Dinamika, Politik, Media dan Mahasiswa, Halaman 10 Kolom, Seputar Pemimpin Ide- al, Halaman 11 Edisi 355 26 Juli 2013 Selamat Membaca! Santai dan penting dibaca Tajam tanpa melukai Kritis tanpa menelanjangi Setahun Bareng “Bersama dan Bersatu” Kabinet DPP PPMI besutan Jamil dan Delfa akan mengakhiri tugasnya, berbagai macam program telah terlaksana. Bagaimana jalannya kepengurusan PPMI selama ini? Simak Laporan Utama hal 4-5

Buletin Terobosan Edisi 355

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Buletin Terobosan adalah media independen yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990.

Citation preview

Page 1: Buletin Terobosan Edisi 355

Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi

mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa

menghilangkan makna dan tujuan.

TëROBOSAN

AD

VER

TISI

NG

Sekapur Sirih, , Halaman 2

Surat Pembaca, Halaman 2

Sikap, PR Bagi Masisir dan

PPMI, Halaman 3

Laporan Utama, Setahun

Bareng “Bersama dan Bersatu”,

Halaman 4-5

Komentar Peristiwa, Apa yang

Masisir Pahami dari Wasathiyah

al-Azhar?, Halaman 6-7

Opini, Masisir dan Gejolak Poli-

tik Mesir, Halaman 8

Seputar Kita, Warga Sumatera

Utara Berbuka Puasa Bersama

Gubernur, Halaman 9

Dinamika, Politik, Media dan

Mahasiswa, Halaman 10

Kolom, Seputar Pemimpin Ide-

al, Halaman 11

Edisi 355 26 Juli 2013

Selamat Membaca!

Santai dan penting dibaca

Tajam tanpa melukai

Kritis tanpa menelanjangi

Setahun Bareng “Bersama

dan Bersatu” Kabinet DPP PPMI besutan Jamil dan Delfa akan mengakhiri

tugasnya, berbagai macam program telah terlaksana.

Bagaimana jalannya kepengurusan PPMI selama ini?

Simak Laporan Utama hal 4-5

Page 2: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

Sekapur Sirih

Media Islam

Selamat melaksanakan ibadah puasa kami

ucapkan kepada segenap pembaca, semoga amal

ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa

ta`ala.

Kondisi Mesir masih saja belum menentu.

Satu tahun setelah revolusi Mesir baru memilih

pemimpinnya, namun ternyata baru satu tahun

presiden menjabat ia telah diturunkan dari

jabatannya. Kondisi keamanan kritis, korban

berjatuhan di mana-mana. Krisis politik Mesir

telah menggoyangkan rakyatnya hingga negeri

ini terseok untuk berjalan.

Ternyata krisis politik negeri ini berdampak

juga kepada komunitas mahasiswa Indonesia di

Mesir. Dampak baiknya mata Masisir terbuka

dengan adanya konflik dingin antara kubu Mesir

yang saling bersebrangan. Masisir bisa

mempelajari dan menilai bagaimana keadaan

politik negeri ini. Masisir menjadi saksi sejarah

dalam perjalanan negeri seribu menara ini.

Namun sepertinya dampak buruknya lebih

terasa. Di jejaring sosial bermunculan para

pengamat politik baru. Perdebatan antar para

pengamat politik baru ini lumayan hangat

terjadi, bahkan tidak jarang para pengamat

politik baru ini menjatuhkan lawan debatnya

dengan tuduhan-tuduhan yang jauh dari fakta.

Perdebatan ini terjadi karena masing-masing

pihak hanya mencerna informasi dari sudut yang

ia percayai saja. Kita tahu bahwa terdapat dua

kubu yang bersebrangan dalam konflik Mesir ini,

dan keduanya melancarkan propaganda media

untuk menyuarakan suaranya.

Kelompok pertama dengan berbagai cara

menyudutkan pihak lain dengan tuduhan teroris

(Irhabiyun), pengganggu keamanan dan

ketertiban. Kelompok lain dengan gencarnya

menyebarkan kabar bahwa mereka adalah

kelompok yang menjadi korban dalam konflik ini.

Kedua pihak saling bersuara dan menutup

telinga dari suara lain, maka akibatnya

tidak akan ada pertemuan antara dua kubu

tersebut. Begitu juga yang terjadi di

Masisir.

Permasalahannya terdapat pada

bagaimana kita membaca berita. Kita

sering melihat dikotomi media kepada

media liberal sekular, dan media Islam.

Lalu muncul perkataan “Jangan baca media

liberal dan sekular!” Padahal kita sendiri

belum bisa mendefinisikan apa yang

dimaksud dengan media Islam itu sendiri.

Apakah karena mendukung presiden

Mursi maka kita bisa menyebut itu adalah

media Islam? Dan media yang

bersebrangan dengan itu berarti media

sekular?

Padahal tidak jarang kita melihat

tersebar isu yang fiktif tersebar melalui

media yang disebut media Islam ini, meski

tak jarang juga media “sekular” ini pun

memutarbalikkan fakta.

Apakah ukuran islami sebuah media itu

diukur dengan banyaknya konten Islam di

dalamnya meski tak jarang melakukan

provokasi dan penyebaran isu fiktif?

Kata “Fatabayyanu!” dalam surat al-

Hujurat ayat 6, yang menganjurkan kita

untuk bersikap kritis terkadang dilupakan

oleh sebagian media “Islam” tersebut.

Selama mendukung kepentingannya, tak

lagi mereka melihat asas berita berimbang.

Maka tak heran jika beberapa kali

media yang menyuarakan al-Azhar merilis

klarifikasi pihak al-Azhar tentang beberapa

hal, isu pengunduran diri Syaikh Ahmad

Thayyib, isu pengurungan Mufti Mesir, isu

pelarangan azan, dan berbagai isu lain.

Sebagai mahasiswa, khususnya yang

berkecimpung di dalam dunia media, mari

kita perbaiki kualitas dan profesionalitas

media kita. Jangan sampai mengaku

sebagai media Islam namun tidak bisa

mengabarkan berita sesuai dengan ajaran

Islam.

Kurang profesional-nya media-media

yang mengaku sebagai media Islam justru

akan memperburuk citra Islam itu sendiri.

Ditambah lagi sebagian media melarang

para pembaca untuk membaca media lain

dengan tuduhan liberal dan sekular.

Padahal bisa jadi media yang tertuduh itu

jauh lebih profesional dan memberitakan

secara Islami ketimbang media tadi.

Semakin mendekatnya masa Sidang

Umum MPA PPMI yang menandakan

semakin berakhirnya masa tugas seluruh

jajaran PPMI, maka kami menyajikan kilas

balik kinerja PPMI selama satu tahun.

Setidaknya agar Masisir bisa menilai

kinerja mereka.

Pada rubrik Komentar peristiwa kami

mencoba mengadakan survey kepada

beberapa orang Masisir terkait

pemahaman mereka tentang Wasathiyah

Azhar. Kita tahu bahwa keputusan Syaikh

Ahmad Thayyib dalam krisis Mesir

sekarang bisa disebut kontroversial. Maka

hal itu secara tidak langsung akan

menimbulkan pertanyaan “Di mana letak

Wasathiyah Azhar?”

Dalam rubrik Sikap pun kami

memberikan sedikit catatan kepada Masisir

terkait tentang kinerja MPA, BPA, dan DPP

PPMI selama ini. Bagaimana kita menilai

kinerja mereka, dan bagaimana seharusnya

mereka berkinerja.

Akhirnya kami mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak yang

telah membantu TëROBOSAN baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kami

juga mengucapkan terimakasih kepada

para pembaca yang telah setia menerima

keberadaan kami.

Selamat membaca!

02

Express Copy

Menerima segala jenis

fotokopi

Mahatthah Mutsallas,

Hay `Asyir

Building 102 Sweesry.

Hp: 01001726484

Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pemimpin Umum: Tsabit Qodami. Pemimpin Redaksi: Fahmi Hasan Nugroho. Pemimpin Perusahaan: Erika

Nadarul Khoir. Dewan Redaksi: Abdul Majid, M. Hadi Bakri. Reportase: A. Ainul Yaqien, M. Zainuddin, Dirga Zabrian, Luthfiatul Fuadah Al-Hasan, Ainun Mardiah, Heni Septianingsih. Editor: Zulfahani Hasyim. Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: [email protected]. Fa-cebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01159319878 (Tsabit), 01122217176 (Fahmi), 01148433704 (Erika)

Page 3: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

S i k a p

03

PR untuk PPMI dan Masisir

Saat tim Terobosan mewawancarai be-

berapa orang seorang senior Masisir yang

sempat berkecimpung secara langsung da-

lam PPMI, mereka banyak bercerita tentang

sejarah perubahan dan penerapan sistem

trias politika dalam SGS di tubuh PPMI ini.

Awalnya, perubahan sistem dalam tubuh

PPMI ini sangat menarik perhatian Masisir

pada umumnya. Sidang Umum biasa diada-

kan di Auditorium Shalah Kamil karena men-

ampung para hadirin yang antusias untuk

mengikuti jalannya sidang PPMI. Saat jarin-

gan internet belum masuk ke rumah-rumah,

Masisir mencari kesibukan dengan mengiku-

ti berbagai macam kegiatan PPMI baik itu

sidang maupun kegiatan lain.

Animo Masisir sangat tinggi terhadap

PPMI saat itu. Pelatihan tentang sistem trias

politika PPMI diadakan di mana-mana,

berbagai macam pelatihan, seminar dan

perkumpulan diadakan demi memahamkan

Masisir akan sistem yang dijalankan dalam

tubuh organisasi induknya. Sistem trias poli-

tika yang saat ini kita nilai terlalu rumit

justru bisa menarik minat para mahasiswa

saat itu.

Tak terasa waktupun berjalan, perhatian

Masisir pun kini tidak lagi terlalu terfokus

pada PPMI. Sistem keorganisasian yang ber-

jalan dalam tubuh PPMI tak lagi dipahami

secara menyeluruh oleh Masisir, bahkan para

pamangku kebijakan (baca: MPA, BPA, dan

DPP) di dalam tubuh PPMI pun tidak bisa

sepenuhnya paham akan sistem ini. Akhirnya

perjalanan PPMI setiap tahunnya tergantung

pada penafsiran setiap generasi akan sistem

ini.

Itulah yang mendasari kami membahas

tentang sistem trias politika dalam tubuh

PPMI ini pada edisi 350, 22 Februari 2013

lalu. Kami menilai bahwa Masisir saat ini

telah terputus dari sejarah pembentukan

sistem organisasi ini. Pemahaman Masisir

akan sistem ini tidak lagi sesuai dengan apa

yang direncanakan pada awalnya. Akhirnya,

setiap generasi akan menjalankan sistem ini

sebatas pemahaman mereka saja.

Kita melihat bahwa DPP PPMI saat ini

lebih menjadi sebuah Even Organizer (EO)

ketimbang sebuah organisasi induk. PPMI

lebih mirip dengan sebuah tim yang hanya

mengadakan berbagai macam kegiatan. Kita

sekarang tidak tahu lagi bagaimana menilai

baik atau buruknya kinerja DPP PPMI dalam

satu periode. Apakah kinerja DPP PPMI

dinilai dari antusias dan kepuasan Masisir

terhadap kinerja mereka? apakah dinilai dari

kekompakan kabinetnya? apakah dari hub-

ungan antara PPMI dengan organisasi lain di

bawahnya? ataukah hanya dinilai dari hasil

pencapaian kegiatan yang diadakan selama

satu tahun?

Kita telah melihat dalam sidang LPJ PPMI

tahun lalu, DPP PPMI mendapatkan nilai

“Mumtaz” dari para peserta sidang karena

pencapaian program kerja yang mencapai

angka 90%, nilai yang sangat tinggi dan

bahkan konon belum pernah dicapai oleh

pengurus DPP PPMI sebelumnya. Namun

apakah dengan itu kita bisa menilai kinerja

PPMI saat itu bagus dan nyaris sempurna

sebagaimana nilai yang diberikan?

Saat itu, setelah melihat nilai tinggi itu,

kita seakan lupa untuk bertanya bagaimana

kabar hubungan PPMI dengan organisasi lain

semisal Senat Mahasiswa? Bagaimana cara

PPMI merespon kritikan dari para anggota

PPMI lain? Apa dampak yang dirasakan oleh

Masisir dari program-program yang telah

diadakan? Apakah penilaian kinerja DPP

PPMI hanya tercukup pada persentase

tercapainya program kerja?

Permasalahan kurangnya perhatian

Masisir terhadap PPMI secara umum tidak

hanya dikarenakan oleh kecenderungan

Masisir yang telah berubah, namun pema-

haman para pemegang kebijakan di tubuh

MPA dan BPA tentang tugasnya pun menjadi

salah satu sebab utama permasalahan ini.

Saat kami melakukan survey ke beberapa

kekeluargaan pada bulan April lalu, tiga dari

tujuh belas ketua kekeluargaan kami berikan

pertanyaan “Bagaimana pandangan anda

tentang kinerja MPA dan BPA PPMI

sekarang?” dan ternyata mereka mem-

berikan jawaban yang seragam, yaitu tidak

ada hubungan langsung antara MPA dan BPA

dengan ketua kekeluargaan selain melalui

surat undangan.

Memang tiga dari tujuh belas tidak bisa

mewakili suara para ketua kekeluargaan

secara keseluruhan, namun setidaknya kita

bisa melihat bahwa terdapat kecacatan da-

lam sosialisasi program yang dilakukan oleh

MPA dan BPA. Padahal kita tahu bahwa AD/

ART PPMI dipegang oleh MPA, berbagai

macam Undang-Undang dipegang oleh MPA,

kedua hal itu perlu untuk disosialisasikan

kepada Masisir agar sidang dan perkum-

pulan-perkumpulan yang selama ini diada-

kan tidak hanya menjadi ajang penghambu-

ran dana dan tenaga.

BPA sebagai lembaga yang paling ber-

tanggungjawab atas jalannya perundang-

undangan baru sampai pada tahap membuat

dan pengesahan undang-undang, sosialisasi

yang kurang maksimal menjadikan Masisir

acuh tak acuh terhadap undang-undang ter-

sebut. Padahal untuk disahkannya sebuah

undang-undang diperlukan biaya dan tenaga

yang tidak sedikit.

Salah satu hal yang perlu disorot adalah

tentang undang-undang temus, beberapa

nama yang lolos di kekeluargaan ternyata

tertolak karena yang bersangkutan belum

melaksanakan lapor pendidikan. Permasala-

han ini tidak hanya karena kesalahan orang

yang bersangkutan, namun pihak kekeluar-

gaan dan BPA juga seharusnya memper-

hatikan undang-undang dan melakukan

pencegahan agar masalah seperti ini tidak

muncul.

MPA pun tak bisa luput dari kritikan.

Yang dipahami dari tugas MPA saat ini ha-

nyalah mengadakan sidang LPJ dan LKS, dan

membentuk panitia PPR. MPA kehilangan

fungsinya sebagai Majelis Permusyawaratan

Anggota PPMI, selain karena jumlah anggota

sidang yang selalu sedikit, keanggotaan MPA

yang simpang siur pun seolah dibiarkan be-

gitu saja.

Jika MPA dan BPA bertanya kenapa pe-

serta sidang selalu sedikit di setiap sidang

yang diadakan, maka para pihak kekeluar-

gaan pun akan bertanya siapa itu MPA? Siapa

itu BPA? Kedekatan antara MPA BPA dengan

organisasi-organisasi lain saat ini hanya ber-

bentuk garis koordinasi dan surat undangan,

padahal hubungan berbentuk silaturahmi

dan kunjungan juga diperlukan agar terjalin

hubungan dekat antara masing-masing lem-

baga.

MPA, BPA dan DPP PPMI akan meng-

akhiri jabatan mereka dalam beberapa hari

lagi, kursi-kursi itu pun akan kembali di isi

dengan wajah-wajah baru. Kesalahan-

kesalahan yang telah lalu, yang kira-kira tak

sempat lagi diperbarui oleh para pengurus

saat ini cukuplah menjadi pelajaran bagi para

pengurus setelahnya agar kesalahan serupa

tidak lagi terulang.

Kita masih memiliki saksi-saksi sejarah

yang menyaksikan dan terjun langsung da-

lam pembentukan sistem keorganisasian ini,

jika mereka tidak lagi dijadikan acuan dan

rujukan bagi kita generasi sekarang maka

janganlah heran jika kebijakan dan pera-

turan yang menyalahi aturan akan selalu

muncul dalam tubuh PPMI. [ë]

Rubrik Sikap adalah editorial buletin TëROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TëROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TëROBOSAN terhadap

suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.

Page 4: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

Laporan Utama

03

Setahun Bareng “Bersama Dan Bersatu”

DPP PPMI masa baktu 2012-2013 be-

berapa hari lagi akan sampai garis akhir

waktu mengabdi. Kabinet yang dilantik pada

11 September 2012 ini menamakan dirinya

dengan Kabinet Bersama dan Bersatu.

Menurut Ketua MPA PPMI,

Amrizal Batubara, LPJ akan

digelar pada 28 Juli 2013. Un-

tuk itu, sebelum memasuki

ruang sidang akhir Juli nanti,

sudah menjadi kewajiban bagi

TëROBOSAN untuk menyodor-

kan beberapa hal yang perlu

disampaikan ke pembaca. Hal

ini tidak lain untuk pertim-

bangan dalam sidang LPJ PPMI

tahun ini. Silahkan membaca!

Buletin Suara PPMI. Dalam

setahun ini sudah terbit

sebanyak 4 kali. Edisi terakhir

kali terbit memuat edisi khu-

sus Simposium Internasional

PPI kawasan Timur Tengah

dan Afrika yang berlangsung

di Mesir ini beberapa minggu

lalu. Buletin yang berdiri pada enam tahun

silam ini merupakan corong bagi PPMI untuk

mesosialisasikan agendanya dan berbagai

informasi lainnya. Penerbitan bulletin Suara

PPMI ini patut kita sorot, terutama karena

beberapa terbitan menurut kami terkesan

dipaksakan. Misalnya karena kebanyakan

berisi gambar agenda. Tulisan dari redaksi

maupun dari luar seolah berimbang dengan

gambar yang mewarnai.

Jamil pernah mengakui kurang

maskimalnya penerbitan bulletin ini di da-

lam sidang LKS 16 Februari lalu. Terutama

karena Pimred sempat jatuh sakit sehingga

mengganggu keredaksian. Memang berbagai

kendala yang menyerang Suara PPMI ini

tidak hanya terjadi pada periode ini. Bahkan

dua tahun sebelumnya Fallah Abdul Halim

selaku Presiden PPMI 2010-2011 pernah

berkomentar, “Mungkin harus ada peru-

bahan radikal dalam visi misi suara PPMI

supaya bisa berkembang dan semarak

diterima Masisir.”

Demikianlah yang terjadi buletin Suara

PPMI. Lalu bagimanakah dengan iklim intel-

ektual Masisir yang coba dikembangkan

pasangan pemimpin Jadda (Jamil-Delfa) ini?

Lima bulan yang lalu dalam reportase TëRO-

BOSAN Helmi, salah seorang pegiat kajian

berpendapat bahwa selama semester per-

tama lalu DPP PPMI dianggap kurang bisa

mendongkrak iklim intelektual Masisir. Lalu

sepenuhnya benarkah pendapat ini?

Bagaimanakah pandangan anda akan hal ini?

Mari kita lihat agenda bersubtansi ilmiah

dalam setahun terakhir yang diadakan Kabi-

net Bersama dan Bersatu.

Pertama, Training For Traainer Mawarits

(50 Jam Menguasai Mawarits). Acara digelar

secara berkala mulai tanggal 16-30 Oktober

2012 yang bertempat di Limas Kemmas dan

sekretariat Fosgama. Acara dihadiri oleh 60

peserta yang terdiri dari berbagai perwaki-

lan organisasi.

Kedua, Bedah Novel Panti “Ku temukan

Tuhan di Panti Pijat” dan Sekolah Menulis

Sehari Bersama H.S. Priyo Soeaedy. Acara ini

bekerjasama dengan IKPM Kairo, ICMI Orsat

Kairo dan Wihdah. Menurut laporan, acara

yang diadakan pada 29 Oktober ini dihadiri

oleh puluhan Masisir dan perwakilan organ-

isasi di lingkungan PPMI Mesir.

Ketiga, Intensive English Camp II.

Dilaporkan peserta acara berkisar 40 orang

yang terdiri dari pendaftar dan berbagai

perwakilan organisasi. Menurut pengakuan

PPMI acara yang digelar dari 17-21 Novem-

ber ini menuai sukses dan lancar.

Keempat, Penerbitan Jurnal Himmah.

Sampai berita diterbitkan Jurnal Himmah

sudah dua kali terbit sesuai dengan juklak

yang dicanangkan. Terbitan terakhir meru-

pakan volume ke delapan. Tahun ini struktur

kepengurusan Jurnal Himmah berubah men-

jadi badan semi otonom di bawah tanggung-

jawab Menko 1. Menurut Ahmad Satriawan

Hariadi selaku Pimred Junal Himmah yang

dihubungi melalui telepon seluler menga-

takan, “bentuk bantuan dari badan semi

otonom itu misalnya dengan bantuan dana

dari PPMI.” Selain itu dia menambahkan bah-

wa pemilihan pengurus juga dikonsultasikan

kepada pihak PPMI. Lebih jauh dia berharap

agar ke depannya PPMI bisa terus men-

dukung kemajuan jurnal ini.

Workshop atau Halaqah Ilmiah. Selama

tahun ini PPMI mengadakan workshop ilmi-

ah sebanyak 6 kali. Semua serial agenda itu

dilaksanakan pada termin ke dua. Adapun

rinciannya demikian berikut:

Workshop I PPMI dengan tema

"Peran Said Nursi dalam Per-

satuan Umat Islam" dengan

pembicara : 1. Prof Dr. Mu-

hamadIbrahim al-Mas (Makah

Al Mukaromah) 2.Prof. Dr. Ih-

san Qosim al-Solihi (Turki) 3.

Prof. Dr. Ma'mun Jaror

(Jordan). Hari Jum'at, 1 Maret

2013 Pukul 17.00 s/d selesai di

Audi-torium Griya Jawa Ten-

gah.

Workshop II PPMI dengan tema

"Membumikan Islam Rahmatan

Lil Alamin" bersama salah satu

ulama besar Mesir, Syaikh Dr.

Yusri Rusydi. Hari Rabu, 13

Maret 2013 di Auditorium Li-

mas.

Workshop III PPMI dengan tema

"Perbandingan konsep ekonomi Islam

dengan ekonomi sosialis dan kapitalis" ber-

sama salah satu pakar ekonomi Islam Mesir,

Dr. Musthafa Dasuqi Kisbah. Hari Ahad, 24

Maret 2013 di Auditorium Wisma Nusantara.

Workshop IV PPMI dengan tema "Teori

Akad Dalam Islam" bersama Dr. Musthafa

Dasuqi Kisbah. Hari Senin, 25 Maret 2013 di

Auditorium Wisma Nusantara.

Workshop V PPMI dengan tema

"Permasalahan Seputar Fatwa Kontemporer"

bersama salah satu ulama terkemuka Islam

Mesir, Syekh Dr. Amru Al Wardany (Direktur

Eksekutif Pelatihan Fatwa Darul Ifta Mesir).

Hari Rabu, 27 Maret 2013 di aula Darul Ha-

san KMJ.

Workshop VI PPMI dengan tema "Konsep

Moderat Al Azhar dalam Menyongsong Tan-

tangan Zaman" bersama salah satu ulama

terkemuka Islam Mesir sekaligus Dekan

Fakultas Usuludin Univeristas Al-Azhar Cai-

ro, Syekh Prof. Dr. Bakr Zaki Ibrahim Awad.

Hari Selasa, 2 April 2013, di Pasangrahan

KPMJB.

Agenda besar berikutnya adalah

peringatan Hari Sumpah Pemuda. Ada ban-

yak rentetan acara di dalamnya yang mana

ada acara yang disediakan untuk Masisir dan

perlombaan maupun dialog bersama maha-

siswa asing seperti ASEAN CUP dan Dialog

Ilmiah Sumpah Pemuda dengan tema "Peran

Aktif Pemuda dalam Membangun Generasi

Unggul Bangsa" yang diadakan di asrama

mahasiswa Madinatul Bu’uts. Pembicara saat

itu adalah Dr. Zawawi Abdul Wahid dari In-

Doc: TëROBOSAN

Jamil dan Delfa berfoto bersapa para tim sukses dan para pendukungnya sesaat setelah

penghitungan suara hasil Pemilu Raya 28 Agustus 2012 lalu.

Page 5: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

Laporan Utama

04

donesia, Dr. Ibrahim dari Burkinafaso dan

Dr. Syarafuddin dari Nigeria. Pada acara ini

sempat terjadi kesalahpahaman dengan pa-

nitia bedah tesis karya Dr. Zawawi karena

acara di asrama Madinatul Bu’uts mepet

dengam agenda bedah tesis di KSW. Karena

jalanan macet maka panitia bedah tesis ha-

rus rela mengundur acara yang dilaksanakan

Senin sore, 22 Oktober 2012.

Selanjutnya mari kita melirik agenda

olahraga yang diadakan DPP PPMI 2012-

2013. Pada semester kedua yang lalu TëRO-

BOSAN pernah menerbitkan laporan ber-

judul “Semester Olahraga Masisir, menyorot

tentang kegiatan-kegiatan olah raga selama

satu semester. Hal ini tak lain karena pada

semester musim dingin itu Masisir disibuk-

kan dengan banyak sekali kejuaraan

olahraga. Kendati demikian DPP PPMI juga

mengadakan berbagai even olahraga pada

tahun ini.

Pertama, Hari Kebersamaan Masisir"

Rabu, 28 November 2012 bertempat di Nadi

Central 1 Zahro. Konsep acara ini berisi

berbagai perlombaan sebagai ajang saling

temu sapa organisasi di bawah PPMI Mesir.

Yaitu bekerjasama dengan DPP WIHDAH,

empat DPD PPMI dan 17 Kekeluargaan.

Acara yang berlangsung selama satu hari

saja.

Kedua ASEAN CUP yang dilaksanakan

dalam rangka menyambut Hari Sumpah

Pemuda. Selanjutnya Indonesian Games yang

baru saja berakhir pada awal bulan Juli ini.

Semua acara olahraga ini berjalan dengan

meriah dan penuh antusias.

Pada bidang kaderasasi, Kabinet Bersama

dan Bersatu PPMI ini mengadakan agenda

guna pengkaderan Masisir. Acara Ormaba

yang berlangsung di KBRI, Garden City dan

Shalah Kamil. Marhalah Gaza terbentuk dari

acara ini. Mereka juga sempat beberapa kali

tampil dalam pagelaran seni seperti di Nadi

Wafidin, Ramsis dan Aula KSW.

Untuk masalah silaturrahmi, DPP PPMI

mengadakan acara Coffee Break. Acara ini

dilaksanakan guna berbagi ide dan saling

tukar informasi antar Masisir. Berbagai isu

yang berkembang di Masisir seperti maha-

siswa baru, keamanan, Temus dan lainnya

sudah dibahas dalam acara ini. Coffee Break

berjalan sampi tiga kali. Kegiatan pertama

dan terakhir kegiatan ini diadakan diadakan

di Auditorium Limas Kemass. Sedangkan

untuk Coffee Break kedua diadakan di Aula

KMB. Pada Coffee Break ketiga sempat

dihadiri Dubes, Bapak Nurfaizi Suwandi yang

membincangkan isu keamanan WNI.

Tugas lain yang patut disorot adalah Viko

(Visa Kolektif). Tahun ini memang menjadi

tahun pertama pengurusan visa secara

kolektif ini. Ratusan nama bisa mendapatkan

ijin tinggal berkat bantuan sistem ini. Jika

merunut reportase kami, program ini ter-

laksana sebagai bentuk jalan keluar dari ka-

sus semrawutnya birokrasi di imigrasi Mesir

ini. Setelah muncul laporan akan kesulitan

ini akhirnya KBRI bersedia membantu me-

nangani dengan melobi pihak imigrasi. Selain

pihak KBRI, DPP PPMI juga ikut andil bagian

pekerjaan ini yang mana mereka adalah

pelaksana program seperti pengumpulan

paspor dan pengajuan ke pihak imigrasi.

Agenda besar yang berhasil diadakan

atas kinerja DPP PPMI adalah Simposium

Pelajar Timur Tengah dan Afrika. Acara yang

berlangsung dari 4-7 Juli 2013 ini tetap ber-

langsung kendati Mesir tengah bergejolak.

Bahkan puncak gejolak terjadi di tengah

acara ini berlangsung. Keadaan ini membuat

beberapa pembicara yang didatangkan mem-

ilih untuk tidak menghadiri undangan seper-

ti Prof. Dr. Mahfud M.D dan Dr. Nur Hasan

Wirajuda karena alasan keamanan ini. Na-

mun akhirnya acara tetap terlaksana dengan

pembicara pengganti seperti Dr. Musthofa

Abd. Rahman, Dra. Hj. Sastri Yunizarti Bakry,

Atk. M.Si dan Ir. Muhammad Najib, M.Sc.

Satu lagi kegiatan yang dilakukan oleh

PPMI adalah Malam Gebyar Kreasi Masisir

yang diadakan di Aula

Pasanggrahan KPMJB

pada tanggal 7 Juli 2013

lalu. Acara yang di-

rencanakan akan diada-

kan di Aula American

Future ini terpaksa di-

alihkan ke KPMJB kare-

na beberapa sebab.

Respon dan kebijakan

PPMI terkait beberapa

permasalahan yang

terjadi pun patut untuk

kita perhatikan. Sekitar

bulan November lalu,

PPMI mengeluarkan

surat pernyataan sikap

tentang agresi militer Israel ke Palestina.

Surat pernyataan sikap itu keluar setelah

mendapatkan masukan dan kritikan dari

berbagai pihak. PPMI pun kemudian menga-

dakan acara malam pengumpulan dana yang

meski begitu tetap tidak lepas dari berbagai

kritikan.

Pada 5 Mei 2013 PPMI mengadakan per-

temuan dengan dekan fakultas Ushuluddin di

kantor dekan, salah satunya adalah memba-

has tentang kasus keracunan makanan di

asrama mahasiswa dan isu politik yang men-

impa al-Azhar dan sempat menimbulkan

perdebatan di kalangan Masisir saat itu.

PPMI pun mengeluarkan pernyataan sikap

tentang kasus ini setelah mendapatkan ma-

sukan dari berbagai pihak.

Pada 9 Mei pun PPMI mengeluarkan su-

rat pernyataan terkait akun facebook yang

menamakan diri sebagai Forum Mahasiswa

Timur Tengah (FORMAT). Surat pernyataan

ini pun ditekankan kembali dalam salah satu

poin hasil pertemuan terbatas DPP PPMI,

Atdik dan beberapa ketua organisasi yang

dikeluarkan pada tanggal 15 Juli lalu.

Pada 18 Juni lalu PPMI pun mengeluar-

kan pernyataan ketika sebuah akun twitter

yang menamakan dirinya Guemasisir me-

nyebarkan kabar tentang bantuan dana dari

beberapa pihak kemudian mengaitkannya

dengan isu intervensi politik di tubuh PPMI.

PPMI pun cepat memberikan respon keti-

ka tersebar kabar pembatalan seleksi tes

Universitas al-Azhar yang diadakan di Ke-

mentrian Agama. Respon tersebut berupa

pertemuan bersama Atase Pendidikan KBRI

Kairo, para ketua-ketua organisasi dan be-

berapa media pada tanggal 13 Juli lalu. Hasil

pertemuan itu pun dilaporkan dua hari

setelahnya melalui akun resmi PPMI.

Dan pada akhir masa jabatannya, PPMI

pun berhasil menjalin hubungan dengan

beberapa muhsinin dan berhasil mendistri-

busikan beasiswa kepada kurang lebih 600

orang Masisir dibantu dengan BWAKM dan

ketua-ketua kekeluargaan. Jamil mengatakan

bahwa beasiswa ini diperuntukkan bagi ma-

hasiswa yang benar-benar membutuhkan,

maka ia bekerjasama dengan kekeluargaan

untuk mendata calon penerima beasiswa ini.

Ia pun menambahkan bahwa hubungan ini

baru dijalin tahun ini, ia pun berharap agar

hubungan dengan pihak muhsinin ini tidak

terputus sampai di sini agar bantuan kepada

Masisir tetap ada.

Demikian beberapa kinerja dan kegiatan

PPMI tahun ini yang berhasil kami pantau.

Sukseskah mereka dalam mengemban

amanat menurut anda? Atau tidak samasek-

ali? Silahkan sampaikan aspirasi kritik dan

saran anda di Sidang LPJ DPP PPMI 28 Juli

nanti. [ë] Tsabit, Fahmi Jamil dan Delfa saat mengambil sumpah di hadapan para peserta Sidang Umum II

di Aula Rumah Limas 3 September 2012 lalu.

Doc: TëROBOSAN

Page 6: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

Komentar Peristiwa

06

Apa yang Masisir Pahami dari Wasathiyah (Moderatisme) al-Azhar?

Al-Azhar sebagai institusi keilmuan tertua

yang telah berdiri selama lebih dari satu mile-

nium, tercatat dalam tinta sejarah dan diakui

di dunia internasional dengan moderatisme

(Wasathiyah) yang dijunjungnya. Tidak hanya

dalam dunia Islam, bahkan moderatisme al-

Azhar mendapat pengakuan dari kalangan

non-muslim. Lantas bagaimana pemahaman

masisir yang belajar dalam naungan al-Azhar

terhadap moderatisme al-Azhar itu sendiri?

Berikut beberapa opini Masisir seputar mod-

eratisme al-Azhar yang kami rangkum beserta

pendapat beberapa ulama Azhar yang dimuat

dalam Shoutul Azhar edisi Jumat, 21 Juni

2013. Selamat membaca.

Berbicara tentang moderatisme al-Azhar

tidak terlepas dari sejarah awal mula pendiri-

an al-Azhar. Dr. Bakr Zaki ‘Awadh, Dekan

Fakultas Ushuluddin menjelaskan bahwa pada

awalnya al-Azhar didirikan untuk menyebar-

kan ajaran Syiah, di mana sebagian pengi-

kutnya tidak mengenal moderatisme. Hal ter-

sebut dikarenakan pengkultusan mereka ter-

hadap ahlul bait pada wilayah tertentu dan

kebencian mereka terhadap beberapa sa-

habat.

Senada dengan hal ini mantan Dekan

Fakultas Ushuluddin, Dr. Mahmud Mazru’

yang menyatakan bahwa semenjak

berkuasanya Shalahuddin al-Ayyubi di Mesir,

merubah pembelajaran di al-Azhar menjadi

pusat keilmuan Sunni yang moderat sehingga

menarik minat ulama dari berbagai negeri

untuk datang ke al-Azhar. Dan

moderatisme al-Azhar itu ber-

tahan hingga saat ini.

Apakah yang dimaksud

dengan moderatisme al-Azhar

tersebut? Jauhar Ridloni Marzuq secara sing-

kat mengatakan, “Washatiyah al-Azhar adalah

kemampuannya menggabungkan antara dalil

aqli dan naqli. al-Azhar tidak alergi dengan

penalaran akal, tapi tidak kebablasan dengan

mengabaikan nash.” Itulah yang membuat al-

Azhar berada di posisi tengah. Tidak

mendewakan akal atau menafikan perannya.

Tidak pula memahami nash secara tekstual

atau mengabaikannya sama sekali. “Adil, pro-

porsional, seimbang, pertengahan. Itulah wa-

sath.” tambahnya.

Sementara Jajang Hermawan, Gubernur

KPMJB tahun 2012-2013 berpendapat bahwa

moderatisme al-Azhar adalah sikapnya dalam

menghukumi sesuatu dengan tidak terlalu

cepat (ekstrem), tidak juga bertele-tele. Dan

juga berhati-hati dalam mengedepankan asas

maqoshidu syari'ah. “Jargon fiqihnya, alfiqhu

attaisir ma'a dalil. Pokoknya nggak ifroth juga

tafrith” ungkapnya.

Sama halnya dengan Jajang, Kurniawan

Saputra, keluarga Informatika ini menam-

bahkan bahwa moderatisme yang dimaksud

juga berarti memahami Islam dengan logis

namun tetap dalam batasan-batasan syar’i,

mengikuti metode ulama-

ulama terdahulu yang ter-

jewantahkan dalam buku-

buku mereka, sembari mem-

pertahankan sikap kritis

sesuai dengan perkembangan

zaman.

Begitu pula Nuhdi Febri-

ansyah, Ketua Umum PCIM

Mesir ini menyatakan bahwa moderatisme al-

Azhar terasa dalam dua ranah, pola pikir ilmi-

ah dan sikap-laku. Pola pikir ilmiah yang

berimbang antara "tekstualis dan kontekstu-

alis", antara "Dhahiri dan Ta'wili", antara

"teks dan realitas". Sedang dalam sikap-laku

ditunjukkan dalam keadilan tanpa tendensi

sektarian, kekerasan dan pemaksaan

(toleran).

Pemahaman sebagian masisir tersebut

dikuatkan dengan pernyataan Dr. Majidah

Kamil Darwis, Ketua Jurusan Aqidah Fakultas

Dirasah Islamiyah, “Manhaj yang diusung al-

Azhar adalah manhaj tarbawi melalui study

komparasi berbagai pemikiran dengan ber-

pegang teguh pada al-Quran dan Sunnah serta

membuka pintu ijtihad bagi yang

berkompeten di dalamnya.

Dengan syarat tidak ada tendensi

khusus dan jika menakwilkan

suatu nash, tidak boleh berten-

tangan dengan nash-nash pokok dalam Islam.”

Beliau juga menyatakan bahwa al-Azhar juga

mempelajari pemikiran para orientalis yang

telah masuk Islam. Dengan demikian al-Azhar

turut mempelajari pemikiran-pemikiran baik

itu dari Barat atau dari Timur.

Berikutnya, pemimpin redaksi Informat-

ika, Achmad Fawatih Nurizqi mengatakan

bahwa al-Azhar mengajarkan khilaf yang rah-

mah (bisa ditolerir-red) dan khilaf yang ‘azab

(tidak boleh ditolerir-red). “Perbedaan hal-hal

sepele jangan sampai menimbulkan per-

pecahan, karena itu yang diinginkan musuh-

musuh Islam. Adapun perbedaan dalam hal

tak seharusnya, seperti hal-hal yang sudah

disepakati oleh jumhur ulama, ini yang harus

dihindari.” Ungkapnya menukil pernyataan

Syaikh Abdu Jalil Isa dalam karyanya, “Ma la

yajuz fihi al khilaf”.

Lebih lanjut, Harun al-Rasyid yang meru-

pakan salah satu tim redaksi Sinai menam-

bahkan,” Wasathiyah berarti tidak radikal dan

juga tidak terlalu longgar. Sehingga dengan

prinsip ini seluruh mazhab diterima di al-

Azhar. Namun Wasathiyah bukan berarti abu-

abu. Ada prinsip yang diperjuangkan untuk

membawa misi ‘izzah Islam

sebagai Rahmatan lil 'alamin,

dan prinsip itulah yang tak

bisa ditawar-tawar, karena al-

Azhar merupakan institusi

Islam Sunni tertinggi.”

Muslim Sunni mengenal 4

madzhab fikih yang masyhur

dan menjadi patokan dalam

bermadzhab. Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Ham-

bali. al-Azhar menawarkan pembelajaran 4

madzhab tersebut kepada murid-muridnya.

Dr. Mahjah Ghalib, Dekan Fakultas Dirasat

Islamiyah menyitir permulaan ayat 143 dari

surat al-Baqarah dalam mengungkapkan mod-

eratisme Islam yang menjadi pedoman al-

Azhar. Beliau juga mengaitkan antara moder-

atisme al-Azhar dengan pembelajaran 4

madzhab dalam institusi al-Azhar, bah-

wasanya hal tersebut menunjukkan ketid-

akcondongan berpihaknya al-Azhar dengan

madzhab tertentu. “Sebagaimana hal ini juga

membuka wawasan pembelajar untuk

mengenal berbagai macam madzhab, guna

mengetahui mana yang moderat dan mana

yang ekstrim. Mana yang benar dan mana

yang salah.”

Sementara itu, Musa al-Azhar, Direktur

Muhamamdiyah Center for Islamic Studies-

(MCIS) Mesir menyatakan bahwa salah satu

makna moderatisme al-Azhar adalah tidak

liberal dan tidak radikal. Selanjutnya ia me-

nukil apa yang telah disampaikan Syaikh Usa-

mah Sayyid al-Azhari tentang terwujudnya

moderatisme al-Azhar melalui 8 manhaj. Di

mana setiap manhaj melahirkan manhaj beri-

kutnya.

1. Sanadnya tersambung. Karena setiap

murid pasti belajar dari ulama yang juga

pernah belajar dari guru ulama tersebut, hing-

ga seterusnya. Melalui proses belajar tersebut,

lahir poin kedua.

2. Pemahaman terhadap ilmu alat. Tanpa

ilmu alat, mustahil seorang pembelajar paham

agama. Dengan kata lain, tidak ada ulama

yang tidak paham ilmu alat. Karena ilmu alat

merupakan perangkat memahami al-Quran

dan Sunnah.

Adil, proporsional,

seimbang,

pertengahan. Itulah

wasath!

Manhaj yang diusung

al-Azhar adalah manhaj

tarbawi melalui study

komparasi berbagai

pemikiran dengan

berpegang teguh pada

al-Quran dan Sunnah

Page 7: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

Komentar Peristiwa

07

3. Memahami maqashid syariah. Dengan

memahami tujuan hidup manusia. Seperti

ibadah, memakmurkan bumi, dan menyucikan

diri sehingga bisa membawa Islam rahmatan

lil alamin. Dan bukan justru menjadi ulama

peneror, yang hanya membebani dan tidak

menjadi solusi ummat.

4. Memahami al-Quran sesuai tempatnya.

Ayat untuk orang kafir ditujukan untuk orang

kafir, tidak untuk orang Islam, begitu pula

sebaliknya.

5. Menghormati umat Nabi Muhammad

Saw. Dengan tidak mudah menfasikkan atau

mengkafirkan sesama muslim.

6. Antusias membawa hidayah. Hidayah

yang dimaksud adalah penjelasan, bukti, dan

argumen. Oleh karenanya, al-Azhar banyak

memberikan ilmu tentang manusia, dunia, dll.

7. Bangunan keilmuan yang lengkap. In-

tinya, ilmu tidak sekedar dalil, melainkan da-

lil, metode, dan kompetensi.

8. Menghormati dan mengoptimalkan

turats. Karena turats adalah warisan pewaris

Nabi dan melalui turats lah kita mendapatkan

penjelasan tentang bagaimana nash tersebut

turun untuk realita yang terjadi, tentunya

dengan pembacaan yang berkualitas.

Kedelapan hal inilah yang membuat pema-

haman Islam cara al-Azhar itu Wasathiyah

sesuai makna lughawinya yaitu lurus, mus-

taqim.

Mantan Menteri Wakaf Mesir, Dr. Al Ah-

madi Abu An-Nur mendefinisi-

kan moderatisme al-Azhar

sebagai keseimbangan

(balance) antara pemahaman

dan penerapan yang tidak

disertai dengan sikap berlebi-

han (ekstrim). Beliau juga

menambahkan bahwa pangkal eksistensi al-

Azhar adalah berdirinya di atas konsep

musyawarah. Yang mana hal itu tercermin

dalam Badan dan Lembaga di bawahnya. Sep-

erti Majma’ Al Buhuts Al Islamiyah, Majlis al

‘Ala milik al-Azhar, Dewan Tinggi Ulama dan

sebagainya yang berjalan dengan konsep

musyawarah.

Di sisi lain Mantan Mufti Mesir, Dr. Nasr

Farid Washil membenarkan soal keterkaitan

moderatisme al-Azhar dengan ketidakber-

pihakannya dalam aliran atau partai politik

tertentu, menjadi salah satu pilar eksistensi al

-Azhar. “Karena moderat di sini berarti prin-

sip untuk menghindari fanatisme dan mengi-

kuti aliran politik tertentu.” Lebih lanjut be-

liau mengatakan bahwa Islam posisinya lebih

tinggi dari politik. Meski begitu Islam tidak

terlepas dari politik, baik secara umum mau-

pun khusus. Tetap ada korelasi antara

keduanya, di mana Islam menjelaskan metode

syar’i yang shahih dalam politik syar’i untuk

mengatur rakyat dan negara sesuai Al-Quran

dan Sunnah untuk kemaslahatan bersama.

Hal serupa dinyatakan oleh Jamil Abdul

Latief, Presiden PPMI Mesir. Ia mengatakan,

“Mauqif Mutawasith adalah sikap tersendiri

dalam menghadapi dua kubu yang berse-

brangan. Saat ada dua kubu yang berse-

brangan, Azhar selalu mengambil sikap di

tengah”

Fatimah Insani Zikra memiliki sudut pan-

dang lain terkait moderatisme al-Azhar,

“Wasathiyah al-Azhar itu berkaitan dengan

misi yang di bawa oleh al-Azhar, yaitu mem-

perkenalkan Islam kepada non muslim. Dan

juga menjadi wibawa al-Azhar sebagai insti-

tusi terbesar keilmuan Islam.” al-Azhar se-

bagai lembaga besar yang disorot tidak hanya

oleh kaum muslimin tapi juga non-muslim,

selalu menekankan hal tersebut dalam

berbagai kesempatan. “Menurut saya, Wa-

sathiyah tersebut lebih kepada respon per-

tahanan diri al-Azhar berhadapan dengan

tudingan-tudingan dengan terma teroris, fun-

damental, dan lain-lain terhadap islam dan

kaum muslimin.”

Hal tersebut terbukti dengan pengakuan

pemikir Koptik Jamal As’ad, akan moderat-

isme al-Azhar. “Moderat adalah prinsip al-

Azhar, dan menjadi pilar utama yang

menopang berdirinya institusi tersebut. Mod-

eratisme itu terwujud, bukan

karena ke-Mesir-annya, akan

tetapi itu murni prinsip al-

Azhar yang juga menjadi pen-

gayom bagi moderatisme Is-

lam. Tidak hanya di Mesir,

melainkan di seluruh dunia.”

Sedangkan menurut penilaian Abu Nashar

Bukhari, Presiden PPMI periode 2012-2013,

Wasathiyah yang al-Azhar ajarkan melalui

diktat dan kurikulum pendidikannya terbagi

dalam dua wilayah:

Pertama, dalam tataran keberagaman.

Wasathiyah berarti moderat dalam menganut

kepercayaan. Bukan berarti menganggap

semua agama benar, melainkan bersikap pro-

porsional. Tegas dalam hal prinsipil, lentur

dalam hal lainnya dan jauh dari paham dan

tindakan radikal. Itulah mengapa kita diajar-

kan Milal Wa Nihal dan tata cara ber-

mu'amalah dengan non muslim ala Nabi Saw

melalui hadits dan sirah.

Kedua, dalam ruang lingkup agama Islam.

Wasathiyah melingkupi 4 hal:

Satu, jauh dari fanatisme berlebihan yang

cenderung berujung pada paham mono-

sekterian kelompok. Apapun kelompok itu,

baik madzhab fikih, madzhab aqidah, aliran

dakwah dll. Hal ini terbukti dengan diajar-

kannya 4 Madzhab fikih, dalam akidah juga

semua madzhab dipaparkan, termasuk dalam

Ilmu hadist dan dakwah.

Dua, jauh dari fanatisme personal yang

berujung pada pengkultusan manusia dan

menganggap semua ucapan dan perbuatannya

adalah benar. Ini diambil dari metode al-

Azhar yang mengajarkan Ilmu akidah, fikih,

mustholah hadits, hadits tahlili, hadits

Maudhu'I dll.

Tiga, Wasathiyah berarti siap menerima

perbedaan. Ini terbukti dengan diajarkannya

fikih muqaran, bahkan Ilmu Hadits versi

Syi'ah pun diajarkan.

Empat, Wasathiyah bukan berarti tidak

punya pilihan, tidak berani mengambil sikap

hanya karena anggapan bahwa semua dinilai

benar. Ini ditunjukkan al-Azhar dengan

meminta pelajarnya memilih salah satu dari 4

madzhab fikih yang diajarkan. Azhar ajarkan

konsep rojih dan marjuh, dll.

Dari berbagai pandangan di atas, bisa

disimpulkan bahwa moderatisme al-Azhar

menjadi salah satu pilar eksistensinya selama

lebih dari seribu tahun. Moderatisme itu

menempati dua ranah. Pertama, berkaitan

dengan pandangan dan interaksi al-Azhar

dengan agama non Islam. Dan Kedua, terkait

dengan internal ummat Islam dipandang dari

dua sisi. Keilmuan dan realisasinya. Keilmuan,

dengan bersikap moderat dan proporsional

dalam menyimpulkan nash dan menyediakan

sarana pembelajaran 4 madzhab fikih Sunni.

Sedang dalam realisasi, al-Azhar menyeim-

bangkan antara pemahaman dan penerapan.

Dan dengan tidak ikutserta bernaung dalam

partai atau aliran politik tertentu menjadikan

al-Azhar mampu berada dalam posisi netral.

[ë] Ainun, Fahmi

...moderat di sini

berarti prinsip untuk

menghindari fanatisme

dan mengikuti aliran

politik tertentu...

Page 8: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

O p i n i

08

Masisir dan Gejolak Politik Mesir: Upaya Membuka Dialog Oleh Ihsan Zainuddin*

30 Juni 2013 adalah hari yang hingga kini

masih diperdebatkan di panggung politik

Mesir. Satu pihak menilainya sebagai revolusi

rakyat menandai jatuhnya Dr.Muhammad

Morsi (baca kekuasaan Ikhwanul Muslimin)

dari kursi presiden, namun pihak lain me-

mandang bahwa kejatuhan Morsi adalah hasil

konspirasi kalangan oposisi yang melibatkan

militer atau santer disebut sebagai “kudeta

militer”.

Saya setuju dengan sebuah pendapat bah-

wa betapa sulit memposisikan diri sebagai

pengamat yang benar-benar independent

dalam membaca peristiwa politik nan berse-

jarah ini. Karena jika tidak cermat, apalagi

terbawa emosi, maka hasil analisa akan terba-

wa bias subjektivitas.

Sebagai manusia kita diberi tugas untuk

terus membaca fenomena yang terjadi di

muka bumi ini. Dari hasil bacaan ini, kita bisa

mengambil ibrah untuk menata kehidupan

yang lebih baik di masa mendatang. Ya, terma-

suk fenomena atau konflik politik yang sedang

terjadi di negeri para nabi ini.

Sedikitnya ada dua alasan mengapa kita

sebagai masisir harus paham betul lembar

demi lembar gejolak politik Mesir khususnya

pasca revolusi 25 Januari 2011.

Pertama, sebagai insan akademik,

rasanya tidak wajar jika informasi tentang

perkembangan atau peristiwa politik di Mesir

hanya kita dapatkan melalui media-media

berbahasa Indonesia, ataukah berbahasa Arab

namun terbawa emosi sektarian. Dari hasil

amatan saya, budaya baca koran atau portal

berita belum menjadi tradisi di kalangan

masisir. Ditambah lagi, tidak sedikit masisir

yang aktif di partai politik yang menuntut

pembenaran-pembenaran atas persepsi poli-

tik yang mereka pasarkan ke publik. Bukan

pembacaan objektif atas segala peristiwa poli-

tik yang terjadi.

Kedua, Ikhwanul Muslimin (IM) yang

muncul pada tahun 1928 lahir di tempat kita

menuntut ilmu saat ini. Organisasi yang

mencitrakan diri sebagai gerakan dakwah

pembaharu dan syumuliyah ini, diakui atau

tidak, menjadi inspirasi munculnya gerakan-

gerakan dakwah serupa di belahan dunia lain

termasuk di Indonesia.

Professor Dr. Kamaluddin, Guru Besar

USIM Malyasia menulis dalam sebuah paper

yang dipresentasikan di Cairo University be-

berapa bulan lalu, menyebutkan bahwa PKS

(Partai Keadilan Sejahtera) di Indonesia

merupakan representasi pergerakan IM di

Indonesia. Nah, dari sini kita tertantang untuk

mengenal lebih dekat IM dengan cara mem-

baca langsung buku-bukunya, demikian pula

melalui interaksi kita dengan kader-kader IM,

yang semakin mudah kita lakukan beberapa

tahun belakangan ini.

Sejarah juga telah mencatat bahwa setelah

revolusi 25 Januari, IM berhasil berkuasa

dengan penempatkan kadernya sebagai orang

nomor satu di Mesir.

Kita harus mampu menjawab apa relasi

antara agama dan politik? Benarkah IM sudah

mampu menjadi contoh ideal dalam praktek

politik yang mencitrakan Islam? Apakah visi

dan misi IM benar-benar bisa tercapai? Dan

masih banyak pertayaan lainnya jika kita

ingin membenturkan ilmu keislaman -yang

telah atau sedang- kita kaji dengan praktek

politik yang sudah dijalankan IM selama ini.

Termasuk, kita harus bisa menjawab,

benarkah pemikiran dakwah IM adalah solusi

keterbelakangan umat ini?

Baru-baru ini, Masisir seolah terpecah ke

dalam dua kubu dalam merespon lengsernya

Morsi. Seperti yang saya sebutkan di atas,

sebagian Masisir mengamini bahwa yang ter-

jadi adalah kudeta militer dan yan lain ber-

pendapat telah terjadi revolusi baru yang

mendapat dukungan militer.

Pendapat pertama beralasan, bahwa sisa

masa jabatan Morsi menurut konstitusi masih

tiga tahun lagi. Mengapa Morsi yang dipilih

secara demokratis harus dikudeta? Morsi

memang belum mampu membuktikan peru-

bahan atau perbaikan politik dan ekonomi

yang signifikan, namun terdapat sederet pres-

tasi yang telah dicapai selama setahun kepem-

impinannya.

Adapun pendapat kedua berdalil, bahwa

pada tanggal 30 Juni, kurang lebih 30 juta

lebih rakyat Mesir tumpah ruah ke jalan,

menuntut lengsernya Morsi yang mereka nilai

gagal memimpin Mesir selama setahun. Morsi

tidak mungkin dipertahankan lagi sebab ter-

dapat sejumlah fakta politik yang menyatakan

Morsi gagal dan telah banyak menyalahi janji

politik hingga pelanggaran terhadap konsti-

tusi. Sejumlah media massa Mesir pada hari

Ahad, 21 Juli 2013 menurunkan berita ten-

tang 15 poin alasan yang membuat partai

Nour akhirnya setuju dengan lengsernya Mor-

si. Padahal kita tahu, partai Nour adalah seku-

tu politik utama FJP (IM) di parlemen selama

ini. 15 Alasan ini kemudian terkuak sebagai

jawaban, lantaran serangan bertubi-tubi yang

dilancarkan IM kepada partai Nour yang

dinilai telah berkhianat secara politik.

Belum lagi, Morsi dinilai, perlahan tapi

pasti, “membunuh” demokrasi yang terindi-

kasi bahwa Morsi tidak hanya ingin men-

guasai lembaga eksekutif tapi juga legislatif

dan yudikatif. Ditambah lagi, publik akhirnya

tahu bahwa sebenarnya bukan Morsi yang

memimpin Mesir, melainkan Mursyid IM-lah

yang selama ini menjadi penentu kebijakan-

kebijakan presiden seperti yang dikemukakan

oleh Fuad Jadullah, mantan penasehat hukum

presiden.

Karena itu, ratusan pemuda yang

menamakan diri Tamarod akhirnya berhasil

mempengaruhi publik untuk secara massal

menentang Morsi dan puncaknya pada tang-

gal 30 Juni itu.

Terlepas dari dua alasan dan pembacaan

politik yang berbeda di atas, yang sangat disa-

yangkan karena tanpa babibu, maaf, sebagian

Masisir yang berafiliasi ke salah satu partai

politik, dengan sangat lancang dan berani

memvonis Grand Syaikh Al-Azhar, Dr. Ahmad

Tayyib sebagai pengkhianat bangsa dan telah

ikut berkonspirasi dengan sejumlah elemen

termasuk pihak gereja untuk menjatuhkan

Morsi. Keputusan Syaikh Al-Azhar untuk di-

adakannya pemilihan presiden lebih dini di-

anggap sebagai sebuah keberpihakan ter-

hadap “kudeta militer.” Saya rasa ini membu-

tuhkan diskusi yang panjang.

Nah, dari titik inilah, saya memandang ada

yang salah dari pola pikir masisir yang ber-

partai ini. bagaimana mungkin, dalam hi-

tungan jam langsung mampu menilai dengan

pasti tentang keputusan Grand Syaikh Al-

Azhar terkait masa depan negaranya sendiri.

Usut punya usut, ternyata kesimpulan

masisir yang berpartai ini tidak lepas dari isu

dan opini liar yang beredar di kalangan orang-

orang IM tentang Grand Syaikh Al-Azhar. Se-

jak saat itu, hari demi hari, masisir yang ber-

partai ini, maaf, terlanjur saya istilahkan

kemudian dengan sebutan “ustadz-ustadz

politik” gencar menyebar informasi-informasi

prematur yang berbau fitnah terhadap Syaikh

Al-Azhar dan Al-Azhar sebagai lembaga.

Sederet pertanyaan timbul seketika. Su-

dahkah kita menganalisa dengan seksama

mengapa Grand Syaikh Al-Azhar memilih

keputusan demikian? Bukankah keputusan ini

terbaik dalam rangka menghindari per-

tumpahan darah yang terus terjadi sepanjang

kepemimpinan Morsi? Apakah memang kepu-

Sebuah stasiun televisi menayangkan keadaan para

demonstran di lapangan Rab`ah al-Adawiyah

Page 9: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

Seputar Kita

09

Warga Sumatera Utara Berbuka Puasa Bersama Gubernur Pada hari Senin petang (22/7) lalu sekitar

200 orang warga Sumatera Utara yang ter-

gabung dalam FOSMASU (Forum Silaturahmi

Mahasiswa Sumatera Utara) mengikuti acara

buka puasa dan dialog bersama Gubernur

Sumatera Utara, H. Gatot Pujo Nugroho, ST. di

Griya KSW.

Maradona Sihombing salah seorang had-

irin menjelaskan melalui pesan singkat bahwa

acara ini bertujuan untuk menyambut

sekaligus bersilaturahmi bersama Bapak Gu-

bernur beserta jajaran Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara yang ikut dalam rombongan.

Amrizal Batubara dalam pesan singkatnya

menyatakan, “Beliau ke sini dalam rangka

silaturrahin bersama keluarga besar Sumut,

meninjau perkembangan asrama yang akan

dibangun oleh Indonesia di Mesir, karena

Sumut telah menyumbangkan 5 milyar dalam

pembangunan tersebut. Sekaligus meninjau

keamanan yang ada di Mesir.”

Lebih lanjut Maradona menyebutkan juga

bahwa Bapak Gubernur datang ke Mesir juga

untuk menjemput putrinya yang juga merupa-

kan seorang mahasiswi di Universitas al-

Azhar guna melaksanakan umroh ke tanah

suci bersama rombongan.

Dalam dialog tersebut dibahas tentang

proses pembangunan asrama mahasiswa yang

terletak di H-6. Dalam pertemuan itu pun para

hadirin meminta kepada Gubernur untuk

mengusahakan pembangunan rumah

sekretariat untuk mahasiswa Sumatera Utara

di Mesir, dan usulan ini pun disetujui oleh

Gubernur.

“Alhamdulillah, beliau menjanjikan hal itu

dan meminta nanti utusan ke (Pemerintah

Provinsi-red) SUMUT untuk menindaklanjuti”

ungkap Maradona melalui pesan singkatnya

kepada tim TëROBOSAN.

Gubernur pun berpesan kepada para ma-

hasiswa Sumatera Utara di Mesir agar serius

dalam belajar, ia juga menambahkan hen-

daknya para mahasiswa cepat menyelesaikan

studinya agar cepat kembali ke daerah masing

-masing dan berkiprah untuk memajukan

Sumatera Utara.

“Pesan beliau yang paling penting adalah

satukan pikiran untuk berdakwah, agar kita di

Medan lebih baik dan lebih maju” Ujar Amri-

zal yang juga menjabat sebagai Pimpinan I

MPA PPMI ini. [ë] Fahmi.

tusan itu tidak melalui lembaga resmi Al-

Azhar? Tidakkah Grand Syaikh Al-Azhar mem-

iliki otoritas untuk berfatwa dalam merespon

peristiwa politik yang lebih cepat dari putaran

jarum jam? Apakah memang aib jika Grand

Syaikh berbeda pandangan politik terkait 30

Juni?

Apakah kita lupa dengan peran dan

kontribusi Al-Azhar dalam menciptakan sta-

bilitas politik yang semakin carut marut pasca

25 Januari? Tidakkah masisir yang berpartai

ini ingat bahwa jauh hari sebelumnya, Al-

Azhar telah melahirkan sejumlah piagam

kesepakatan terkait persatuan dan kesatuan

bangsa dan negara ini? Piagam Al-Azhar ini

telah disepakati dan ditandatangani oleh

sejumlah kalangan termasuk FJP (partai IM).

Apakah kita tidak bisa mencerna bahwa di

sinilah peran kebangsaan dan nasionalisme Al

-Azhar terhadap negeri ini?

Di halaman ketiga surat kabar Al-Azhar

edisi, Juli 2013, Dr. Mohammad Muhanna,

salah satu staf ahli Grand Syaikh Al-Azhar

menegaskan bahwa sikap Grand Syaikh sejak

dulu dan sampai kapan pun tidak akan lepas

dari nilai-nilai kebangsaan yang diyakini Al-

Azhar.

Banyak kalangan yang menilai keliru

keputusan Syaikh Al-Azhar karena dianggap

telah ikut campur atau bahkan memihak salah

satu pihak yang terlibat dalam konflik politik

selama ini. Terlepas dari pro dan kontra di

kalangan rakyat Mesir akan keputusan Syaikh

Al-Azhar, maka tidak seyogyanya kita sebagai

pelajar asing, ikut-ikutan menuduh Syaikh Al-

Azhar yang bukan-bukan.

Segala perkembangan yang terjadi saat ini

adalah tafsir-tafsir politik yang meniscayakan

perbedaan pendapat dan pandangan. Karena

itu, sejumlah ulama besar Al-Azhar seperti Dr.

Umar Hasyim, Dr. Farid Wasil, Dr. Ahmad

Karima, dengan tegas mengatakan bahwa apa

yang terjadi saat ini sama sekali tidak ada

kaitannya dengan agama. “Apa yang kita

saksikan saat ini adalah konflik duniawi dan

politik,” demikian kesimpulan para ulama

rabbani ini.

Lantas bagaimana dengan pandangan

syar’i dan politik Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi

terkait lengsernya Morsi? Meski Qardhawi

menegaskan bahwa ini adalah kudeta militer

dan umat harus mengembalikan Morsi ke

istana, maka tentu saja kita juga tidak sepan-

tasnya untuk berlaku tidak sopan, apalagi

memvonis ulama ini dengan tuduhan ini dan

itu.

Namun demikian, dunia semua tahu bah-

wa Qardhwai kerap melahirkan fatwa-fatwa

politik yang menimbulkan pro kontra, apalagi

kedekataannya dengan IM bukan rahasia lagi.

Pendapat dan sikap yang sama juga kita

dapatkan pada sosok ulama Al-Azhar yang

lain seperti Dr. Abdurrahma Al-bar, yang

dikenal di media massa sebagai Mufti Ikhwan

Muslimin.

Terlepas dari pandangan politik dan syar’i

sejumlah ulama yang saya sebut di atas, maka

seyognya kita sebagai insan akademis atau

pelajar syar’i tidak terjebak pada lumpur

sektarian yang membuat kita kehilangan daya

kritis dalam membaca peristiwa politik yang

terjadi di Mesir ini. Dengan kata lain, adab-

adab sebagai penuntut ilmu terhadap para

ulama kita, tetap harus kita jaga.

Hingga saat ini, usaha rekonsiliasi terus

digalakkan. Meski sejauh yang saya amati,

titik temu antara IM dengan oposisi yang kini

bersama militer masih misteri. Yang terus

berjalan, adalah masing-masing pihak ingin

mengabarkan kepada dunia internasional

akan hakikat peristiwa yang teradi berdasar-

kan persepsi politik yang mereka yakini.

Tidak ada yang bisa memastikan masa

depan politik Mesir. Sampai kapan pendukung

Morsi akan berdemo di Maedan Rabah Ad-

awiah, Nasr City? Mampukah demo ini

mengembalikan Morsi ke posisinya semula?

Apakah kelak akan ada intervensi asing seprti

yang telah terjadi di negara-negara Arab

lainnya? Kita masih terus akan menanti teka

teki politik dan entah kejutan-kejutan apalagi

yang akan kita saksikan bersama.

Masisir sebagai komunitas intelektual

seharusnya mampu bertukar pikiran atau

berdialog satu sama lain tanpa klaim atau

vonis negatif yang kadang berlebihan ter-

hadap lawan diskusi. Sebab apa pun pendapat

kita tentang perkembanga politik terkini,

sekali lagi, tidak lebih dari persepsi politik

yang dibangun berdasarkan batas-batas infor-

masi yang kita peroleh.

Yang saya perhatikan, hingga saat ini,

belum ada diskusi politik ala mahasiswa yang

digelar organisasi induk seperti PPMI. Saya

pikir ini menarik untuk dibudayakan. Ba-

rangkali memang kita semua harus duduk

bersama untuk membincang lebih dingin apa

yang telah terjadi di negeri ini. Jika tidak,

maka polarisasi masisir akan terus tercipta

dan integritas kita makin akan terancam di

masa mendatang. Mau sampai kapan masisir

berseteru gara-gara politik? Ramadan

Kareem.

*Penulis adalah Ketua Perdana Ikatan

Jurnalis Masisir (IJMA)

Doc: facebook.com/maradona.sihombing

Gubernur Sumatera Utara (tengah) berfoto bersama

warga Sumatera Utara sesaat setelah acara

Page 10: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

Dinamika

Mahasiswa takut pada dosen

Dosen takut pada dekan

Dekan takut pada rektor

Rektor takut pada menteri

Menteri takut pada presiden

Presiden takut pada mahasiswa..

Berkaca dari untaian kata sastrawan Tau-

fik Ismail, kita dapat mengambil menyimpul-

kan keterkaitan antar entitas yang satu

dengan yang lain. Siklus hidup menjadikan

seorang individu memiliki tugas ganda. Di

satu sisi menjadi subyek, dan disisi lain men-

jadi obyek. Seseorang menjadi obyek

pemerintahan yang taat pada tata aturan so-

sial yang berlaku. Adapun mahasiswa ber-

peran menjadi subyek adalah ketika ia men-

jadi pengamat jalannya roda pemerintahan,

mengamati jalannya konsep trias politika

yang telah terlembaga.

Intervensi mahasiswa selaku subyek

dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori.

Pertama, sebagai konseptor atau pengamat

yang berperan mengawasi dan mengontrol

jalannya lembaga pemerintahan, maupun

badan penegak hukum negara melalui

pemikirannya sehingga akan terwujud pola

relasi yang sehat antar elemen-elemen nega-

ra. Kedua, sebagai praktisi yang melakukan

aksi guna menyampaikan aspirasi. Kedua

kategori ini dituntut saling bersinergi agar

fungsi check and balance (pengawas dan

penyeimbang) terhadap jalannya sistem nega-

ra berlangsung dengan stabil.

Peran mahasiswa dalam hubungan yang

integral dengan aturan hukum negara telah

jelas. Konsepsi, aspirasi, serta aksi mereka

merupakan responsi akan jalannya

pemerintahan untuk kebaikan ibu pertiwi.

Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana

peran peran mahasiswa yang berdomisili di

negara lain dengan konflik yang menimpa

Negara tersebut? Karena penulis berasumsi

peran mahasiswa di luar negeri sama halnya

dengan peran mahasiswa regional, seperti

halnya kita yang beromisili di Mesir. Bolehkah

secara de facto maupun de jure kita memiliki

peranan yang sama dengan Warga Mesir

sendiri? Apakah dampak aspirasi dan sikap

kita terhadap konflik yang terjadi di Mesir?

Seperti halnya permasalahan turunnya presi-

den Mesir, Muhammad Mursi.

Kita dapat dengan mudah menemukan

tipikal peran mahasiswa sebagai subyek kate-

gori pertama di Masisir sendiri. Meskipun

tidak menutup kemungkinan ditemukan

subyek kategori kedua seperti munculnya

GAMIS (Gerakan Mahasiswa Peduli Mesir) di

bumi pertiwi. Tidak sedikit akun-akun Face-

book dari Masisir yang menyuarakan ana-

lisanya baik yang pro maupun kontra

mengenai situasi perpolitikan di Mesir yang

didapat melalui surat kabar, kanal TV, mau-

pun media-media yang lainnya. Tentunya

perlu dikaji lebih mendalam komponen-

komponen yang diperjuangkan dan diperde-

batkan, yaitu politik selaku obyek perdebatan,

media selaku sumber pemberitaan obyek, dan

intervensi mahasiswa selaku subyek yang

memperdebatkan obyek.

Agama dan Politik

Permasalahan mengenai pengkudetaan

Presiden Mursi disinyalir merupakan murni

permasalahan politik. Namun, disisi lain, tak

sedikit pula yang menyatakan ini masalah

agama. Hegemoni Islam yang mewarnai kan-

cah pemerintahan tentunya merupakan hara-

pan yang ditunggu oleh mayoritas umat mus-

lim, sehingga ketika hegemoni itu runtuh ban-

yak kalangan yang menyesalkan. Namun, yang

menjadi persoalan adalah Islam seperti

apakah yang mewarnai panggung perpoli-

tikan? Apakah Islam yang nilai-nilai universal-

itasnya masih utuh? atau justru telah

tereduksi dan menjadi parsial untuk kepent-

ingan kelompok tertentu.

Jika ini permasalahan politik, maka

apakah pihak oposisi merupakan pihak yang

tidak menyukai Presiden terpilih dan parpol

yang mengusungnya? Atau karena murni

kinerja selama masa pemerintahannya?. Jika

ini permasalahan agama, apakah penolakan

terhadap pemerintahan yang berkuasa meru-

pakan parameter ia membenci tegaknya Is-

lam?

Tentunya parameter ini terlalu sempit,

mengingat kejayaan agama tidak hanya berla-

ku untuk salah satu pihak saja. Pendapat ini

juga bukan merupakan modus implementasi

gagasan Nurcholis Majid “Islam yes, partai

Islam no!” Karena sejatinya parpol Islam

merupakan translator nilai-nilai Islam di

panggung pemerintahan, dan tentunya juga

disayangkan pengkudetaan presiden yang

agamis.

Media dan Obyektifitas

Media merupakan salah satu mediator

penyampai berita yang dapat diakses oleh

banyak orang. Jika tidak ingin dikatakan ber-

lebihan, “Dunia tanpa media mati”. Mati dalam

artian konotatif, karena manusia akan me-

mandang dunia hanya dari satu sisi, tanpa

tahu keberadaan sisi lain dan korelasi antar

sisi yang ada. Media-media baik yang berskala

International maupun Regional gencar

mengekspose berita mengenai pengkudetaan

Presiden Mesir. Masisir pun berlomba-lomba

beragumen berlandaskan media-media yang

ada; berpendapat berdasarkan media yang

dinilai obyektif dalam pemberitaan oleh mas-

ing-masing personal. Media seperti halnya

sebilah pisau, di satu sisi berperan sebagai

nafas realita, sedangkan di sisi lain berperan

sebagai bencana realita. Hal ini dikarenakan

obyektifitas dan independensi media yang

masih abu-abu dan kita tidak menutup mata

selain media berusaha memberitakan fenome-

na, ia juga berusaha menjual berita. Oleh kare-

na itu, slogan bad news is good news juga tidak

menutup kemungkinan digunakan untuk

menjual berita. Filterisasi berita yang dikon-

sumsi perlu digalakkan terutama berita-berita

yang berpotensi memecah belah umat.

Mahasiswa dan Ruang Publik

Mahasiswa, tak terkecuali Masisir mem-

iliki kebebasan berpendapat di ruang publik.

Tentunya kebebasan ini tetap mendapat bata-

san baik oleh ruang agama, negara, maupun

etika. Ruang agama membatasi Masisir

dengan segala hal yang telah disyariatkan.

Tentang aspek-aspek apa saja yang rasionali-

tas dapat bergelut di dalamnya, dan aspek-

aspek yang dilarang. Sedangkan ruang Negara,

hal ini masih debatable di kalangan Masisir.

Mucul subyek kategori pertama maupun

kedua di dalam permasalahan politik Mesir.

Yang menjadi pertanyaan adalah, seberapa

jauhkah efektifitas yang dihasilkan dari kubu-

kubu yang pro dan kontra terhadap pengku-

detaan presiden?

Permasalahan ini dapat berimbas pada

terkotak-kotaknya mahasiwa menjadi kubu

yang saling bertolak belakang. Jika perde-

batan yang timbul merupakan bentuk respon

terhadap realita, hal tersebut sangat wajar

mengingat kita hidup di Mesir yang kita mi-

num airnya dan tapaki tanahnya. Namun men-

jadi tak wajar jika menimbulkan blok-blok

antar di tubuh Masisir.

Batasan yang ketiga adalah batasan etika.

Tentunya batasan ini berkaitan erat dengan

norma-norma kesopanan dalam berdialektika

dengan sesama. Sangat disayangkan sekali

ketika Grand Syekh Ahmad Thayib yang

merupakan pimpinan tertinggi di institusi Al-

Azhar menyatakan pendapatnya namun ter-

dapat Masisir yang justru merendahkan,

menyalahkan dan menghujat beliau, padahal

ia terdaftar di Universitas Al-Azhar. Apakah

demikian sikap seorang mahasiswa di ranah

publik? Tidak mengindahkan batasan-batasan

yang terbentuk oleh pola-pola dialektika umat

manusia?

Kita boleh saja berpendapat, berdebat

menggali hakikat, namun jangan sampai terli-

bat pertikaian yang tak sehat. Karena dirasa

banyak berita yang subhat dan kebenaran

dipolitisi salah satu tempat, sehingga tetap

tenang dan melihat.

*Penulis adalah mahasiswa tingkat tiga

universitas al-Azhar jurusan Syariah Islamiyah,

fakultas Syariah wal Qanun.

10

Politik, Media dan Mahasiswa

Oleh: Fardan Es W*

Page 11: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

K o l o m

Seputar Pemimpin Ideal

Oleh: M. Nora Burhanuddin*

Tentu saja saya tak akan masuk ke dalam

perdebatan: siapakah yang benar antara Dr.

Morsi atau militer Mesir? Legitimasikah

kudeta itu? Tepatkah sikap Grand Syeikh Al-

Azhar Dr. Ahmad Thayyib? Maslahatkah

kekuasaan IM selama setahun terakhir bagi

Mesir? Sejauh mana Al-Azhar menjadi

tumpuan keagamaan warga Mesir secara

umum?

Namun, tulisan berikut hanya akan

membidik seputar pemimpin ideal sesuai

syariat Islam, dan bagaimana aplikasinya

dalam syariat. Sekaligus bagaimana para

ulama memberikan solusi dari kealpaan

pemimpin ideal yang merupakan realitas.

Diantara beberapa syarat umum seorang

pemimpin negara, al-kifayah/al-kafa'ah atau

kemampuan mengatur negara menjadi

syarat paling relevan untuk dibincang

sekarang. Ini karena syarat-syarat lain

hampir mustahil dipenuhi saat ini. Selain,

beberapa syarat lain masih mudah untuk

dipenuhi.

Syarat al-ilm, misalnya. Yakni memiliki

kemampuan mendalam soal hukum syariat,

oleh para ulama dikatakan, telah hampir

mustahil dipenuhi seorang khalifah.

Semenjak mangkatnya khalifah Umar bin

Abdul Aziz yang sekaligus mujaddid abad

pertama, tak ada lagi khalifah yang mampu

menggabungkan kekhalifahan dan

keulamaan. Hingga Imam Haramain dalam

Ghiyats al-Umam fi Tayyats ad-Dzulam yang

juga dinukil al-Ghazali dalam al-Mankhul

menyebut, khalifah ideal tak mungkin lagi

tercapai sebelum akhir zaman. Sehingga,

siapapun khalifah saat itu, statusnya adalah

khalifah darurat. Oleh banyak hadits yang

disebut mayoritas ulama sebagai mutawatir,

bahwa nanti di akhir zaman akan muncul

Imam Mahdi yang akan memimpin muslimin

seluruh dunia. Dialah nantinya pamungkas

ideal seluruh khalifah dunia.

Selain itu, syarat adil pun dalam titik

tertentu masih bisa tercapai. Atau syarat

kesehatan jasmani dan rohani yang sampai

saat ini sangat mudah terpenuhi. Ataupun

syarat nasab Quraisy yang menjadi

konsensus ulama, meski oleh Ibn Khaldun

dalam Muqaddimah ditafsirkan lain dengan

memandangnya hanya sebagai kebutuhan

era awal Islam. Tapi yang pasti, sebagaimana

tutur hadits mutawatir, bahwa nantinya

syarat ini akan tercapai di akhir zaman.

Yakni dengan munculnya Imam Mahdi yang

ternas dalam banyak hadits merupakan

keturunan Rasulullah SAW.

Tegasnya, kemampuan mengatur negara

adalah satu-satunya syarat yang saat ini

harus menjadi pertimbangan lebih dibanding

yang lain. Tentu saja, syarat ini bisa

diterjemahkan ke dalam sifat integritas,

keberanian, ketegasan, keseriusan dan

wibawa yang mampu menundukkan rakyat

sekaligus militer. Ini karena kemaslahatan

umat memang tergantung pada hal-hal

seperti ini, bukan yang lain. Demikian kurang

lebih ditegaskan al-Mawardi dalam al-Ahkam

as-Sulthaniyyah-nya.

Mengapa kemampuan perlu

dikedepankan dibanding yang lain,

kesalehan misalnya? Karena dalam banyak

hadits pun tercantum kewajiban untuk

menaati pemimpin walaupun fasiq sekalipun,

selama bukan kafir yang terang-benderang.

Pun, aktivitas politik para sahabat

menegaskan hal tersebut. Suatu ketika

Abdullah bin Umar meminta kepada

ayahnya, Umar bin al-Khattab, yang saat itu

menjabat sebagai amirul mukminin, agar

diangkat menjadi gubernur demi melayani

umat. Dengan tegas Umar menolaknya

seraya berkata, "Tidak! Bagaimana mungkin

saya mengangkat pejabat yang hanya

sekedar menalak istrinya saja tak tega?"

Saat terjadi perang dingin sebelum

perang Shiffin, Muawiyah bin Abi Sufyan

mengirim surat kepada Ali kmw. Ia bertutur,

"Aku mengakui kau memang lebih saleh dan

dekat Rasulullah SAW dibanding aku.

Namun, siapakah diantara kita yang lebih

mampu mengatur negara? Lebih pakar

mengurus uang? Lebih jitu memimpin

perang? Lebih cerdik soal politik?" Demikian

argumen Muawiyah terhadap Ali kmw.

Meski, oleh banyak ulama dianggap, Ali kmw.

sejatinya yang benar dalam perseteruan itu.

Namun argumen Muawiyah di atas tetap

penting karena ini mengindikasikan syarat

kemampuan mengatur negara yang saya

sebutkan di atas. Ini juga yang dipahami oleh

para ulama mujtahid sepanjang sejarah,

termasuk Ali kmw. dan Muawiyah.

Dalam al-Ahkam as-Sulthaniyyah

disebutkan, jika terdapat dua calon

pemimpin yang sama-sama pantas

memimpin. Bedanya, salah satunya lebih

berani, sedangkan yang lain lebih paham

agama. Mana yang lebih diunggulkan? Al-

Mawardi menjawab, pilihan ini tergantung

kebutuhan negara yang akan dipimpin saat

itu. Jika negara rawan konflik, tentu yang

lebih berani dan tegas diunggulkan. Namun

jika negara dipenuhi bidah, sedang kaum

cendekiawan berdiam diri saja, maka tentu

yang diunggulkan adalah yang lebih paham

agama. Demikianlah, fikih kepemimpinan

selalu berkaitan dengan realitas, dan bukan

hanya melulu soal idealitas.

Membaca kaedah-kaedah syariat di atas,

tentunya kita bisa menyikapi situasi Mesir

terkini. Kita tak perlu lagi berfantasi bahwa

pemimpin dari golongan tertentu saat ini

adalah yang paling ideal. Bukankah ulama

jauh-jauh kala sudah mewanti-wanti,

kekhalifan dan keulamaan yang ideal itu,

hanya nanti di akhir zaman baru tercapai?

Sehingga perjuangan dan perbaikan

terhadap umat pun harus tak lebih ambisius

dari fakta aqidah bahwa akhir zamanlah saat

munculnya Imam Mahdi, khalifah ideal

terakhir.

Pun, standarisasi presiden ideal jangan

melulu dipandang dari segi kesalehan ritual,

ataupun penguasaan tertentu terhadap

ajaran agama. Namun, yang harus lebih

dikedepankan adalah kebutuhan apa yang

mendesak saat ini. Mesir, dengan letak

geografisnya yang rawan konflik dengan

Israel, dengan kondisi sosialnya yang sering

bentrok ideologis, dengan tingkat ekonomi

yang terus terjun, dengan pengangguran

yang menggurita, tentu membutuhkan sosok

pemimpin yang mampu mengatasi itu semua.

Karenanya, Mesir saat ini tak butuh

pemimpin yang gagal menundukkan militer,

kerepotan meningkatkan ekonomi dan

memberangus pengangguran—walaupun

dari golongan agamawan sekalipun.

Pada titik ini, setelah semuanya terjadi,

yang harus dilakukan warga Mesir hanyalah

sebuah kecerdikan, kedewasaan dan

kelegawan. Kecerdikan dalam hal memilih

siapa pemimpinnya nanti yang paling

dibutuhkan. Kedewasaan dalam hal

menimbang seberapa efek negatif yang

ditimbulkan demonstrasi tiada henti bagi

stabilitas negara sekaligus ekonominya. Juga,

kelegawan menerima fakta bahwa pemimpin

lalunya telah dikalahkan dalam sistem oleh

kekuatan yang seharusnya tak lebih hebat

dari presiden itu sendiri. Sehingga, akhirnya

mereka memahami mengapa salah satu

sebab kekuasaan yang tercantum dalam teks

-teks ulama syariat adalah al-qahr (paksaan

dan kelaliman) dan apa rahasia di baliknya.

Bukankah rahasianya adalah persis kaedah

syariat itu sendiri; wujub al-akhdz bi akhaf ad

-dlararain?

*Penulis adalah Ketua VI PCINU Mesir

11

Page 12: Buletin Terobosan Edisi 355

TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013

16

Email/YM: [email protected]

FB: Tranferindo Mesir