22
jiwa, namun beberapa warga pingsan melihat terobosan air kedalam rumah mereka. Banjir ini dipicu oleh pengerukan dan pengikisan tanah dari proyek perkebunan SPN (Sekolah Kepolisan Negara) Lido seluas 20 hektar. Menurut warga, sebelum ada proyek tersebut air tidak pernah masuk kedalam rumah warga. Tingkat kedalaman pengerukan saat ini mencapai 4m dengan tinggi tanggul sekitar 2m. Tanggul tumpukan tanah tersebut yang sudah tidak sanggup menahan luapan air hujan, mendorong lumpur masuk ke rumah penduduk. Hingga saat ini belum diketahui tujuan pengerukan yang dilakukan oleh Karena lahan itu dikeruk dan tidak dibuat tanggul yang benar, jadi kami yang kena banjir lumpur ini…. (korban banjir lumpur, Kec. Cigombong, Bogor, Juni 2013) Banjir lumpur itu datang pada tanggal 8 Juni 2013, tepat beberapa hari setelah dunia memperingati hari Lingkungan. Kejadian ini diawali dengan hujan lebat disertai angin kencang yang menerjang wilayah Cigombong dan sekitarnya sekitar pukul 16.00 19.00 WIB. Hujan lebat tersebut sanggup menyapu rumah- rumah dan beberapa fasilitas peribadatan dan fasilitas ekonomi masyarakat di Desa Srogol dan Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Sedikitnya lima rumah rusak parah dan terendam air setinggi 1,5 meter dan sekitar 30 rumah rusak ringan yang terendam lumpur. Tidak ada korban Rumah yang terendam lumpur Foto : Sri Utami Dewi Kini Banjir Lumpur pun Kami Rasakan : Cerita dari Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor Cerita bergambar Bulletin RMI EDISI I JUNI 2013 MEDIA INFORMASI PUBLIK DAFTAR ISI : Peristiwa ; Ban- jir Lumpur Cigombong Focus ; Pengel- olaan Sumber- daya Daerah Aliran Sungai Opini ; Perspek- tif anak ? Siapa Takut ! Tips : Gaya Hidup Ramah Lingkungan Event : One-Stop South East Asia Youth River Tour Catatan Kaki ; Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat Esai Foto Oleh : Indra N Hatasura

Buletin RMI Edisi I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengelolaan Sumberdaya Daerah Aliran Sungai

Citation preview

Page 1: Buletin RMI Edisi I

jiwa, namun beberapa warga

pingsan melihat terobosan air

kedalam rumah mereka.

Banjir ini dipicu oleh pengerukan

dan pengikisan tanah dari proyek

perkebunan SPN (Sekolah

Kepolisan Negara) Lido seluas 20

hektar. Menurut warga, sebelum

ada proyek tersebut air tidak

pernah masuk kedalam rumah

warga. Tingkat kedalaman

pengerukan saat ini mencapai 4m

dengan tinggi tanggul sekitar 2m.

Tanggul tumpukan tanah

tersebut yang sudah tidak

sanggup menahan luapan air

hujan, mendorong lumpur masuk

ke rumah penduduk. Hingga saat

ini belum diketahui tujuan

pengerukan yang dilakukan oleh

Karena lahan itu dikeruk dan tidak dibuat tanggul yang benar,

jadi kami yang kena banjir lumpur ini….

(korban banjir lumpur, Kec. Cigombong, Bogor, Juni 2013)

Banjir lumpur itu datang

pada tanggal 8 Juni 2013,

tepat beberapa hari setelah

dunia memperingati hari

Lingkungan. Kejadian ini

diawali dengan hujan lebat

disertai angin kencang yang

menerjang wilayah

Cigombong dan sekitarnya

sekitar pukul 16.00 – 19.00

WIB. Hujan lebat tersebut

sanggup menyapu rumah-

rumah dan beberapa

fasilitas peribadatan dan

fasilitas ekonomi masyarakat

di Desa Srogol dan Desa

Wates Jaya, Kecamatan

Cigombong, Kabupaten

Bogor. Sedikitnya lima

rumah rusak parah dan

terendam air setinggi 1,5

meter dan sekitar 30 rumah

rusak ringan yang terendam

lumpur. Tidak ada korban

Rumah yang terendam lumpur

Foto : Sri Utami Dewi

Kini Banjir Lumpur pun Kami Rasakan : Cerita dari Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor

Cerita bergambar

Bulletin RMI E D I S I I — J U N I 2 0 1 3 M E D I A I N F O R M A S I P U B L I K

D A F T A R

I S I :

Peristiwa ; Ban-

jir Lumpur

Cigombong

Focus ; Pengel-

olaan Sumber-

daya Daerah

Aliran Sungai

Opini ; Perspek-

tif anak ? Siapa

Takut !

Tips : Gaya

Hidup Ramah

Lingkungan

Event : One-Stop

South East Asia

Youth River Tour

Catatan Kaki ;

Pengelolaan

DAS Berbasis

Masyarakat

Esai Foto

Oleh : Indra N Hatasura

Page 2: Buletin RMI Edisi I

P A G E 2

Dari Redaksi

Selamat atas terbitnya Bulletin RMI edisi perdana, Juni 2013 !

Bersamaan dengan peringatan Hari Lingkungan, edisi perdana Bulletin RMI diluncurkan

dengan mengangkat tema “Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)”.

DAS seringkali diidentikan dengan sungai. Padahal bicara pengelolaan DAS juga bicara tentang

pengelolaan wilayah yang terencana sesuai dengan kondisi wilayah setempat untuk

mendatangkan manfaat yang berkelanjutan, baik secara lingkungan maupun ekonomi bagi

masyarakat setempat. Memperhatikan daya dukung lingkungan serta melibatkan masyarakat

setempat menjadi faktor penting dalam pengelolaan DAS berbasis masyarakat.

Namun faktanya ketidakseimbangan terus terjadi. Kerakusan manusia tidak pernah

mengindahkan daya dukung alam. Atas nama pembangunan, alih fungsi lahan sering terjadi

tanpa melihat dampaknya, baik terhadap lingkungan maupun terhadap masyarakat setempat.

Maka tak heran jika bencana banjir dan longsor pun terus terjadi. Seperti banjir lumpur yang

dirasakan masyarakat di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor (hulu DAS Cisadane) 8 Juni

yang lalu, akibat aktivitas Perkebunan SPN Lido.

Pengelolaan DAS yang tidak memandang kesesuaian dan daya dukung wilayah serta tidak

melibatkan masyarakat setempat hanya akan mendatangkan bencana lingkungan dan

menambah daftar korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak-anak.

Dalam edisi perdana ini, fakta dan dinamika pengelolaan DAS di Indonesia akan dibahas oleh

pakar Hidrologi Fakultas Kehutanan IPB. Rubrik opini akan mempertajam dengan

menyampaikan fakta lapangan pengelolaan DAS Cisadane serta dampaknya terhadap anak-

anak. Berbagai liputan peristiwa serta aktivitas RMI pun dipaparkan dengan apik pada edisi

perdana ini.

Selamat membaca!

Tim Redaksi

B U L L E T I N R M I

Penanggung Jawab Nia Ramdhaniaty

Pemimpin Redaksi

Ratnasari

Redaktur Pelaksana Fahmi Rahman

Anggota Redaksi

Lukmi Atie, Mardha Tillah, Indra N Hatasura, Eman Sulaeman, Asep Suryana, Maesaroh

Desain dan tata letak

Fahmi Rahman, Erik Suhana, Widodo

Sirkulasi Siti Solihat, Candra Tresna

Page 3: Buletin RMI Edisi I

P A G E 3

“Daratan

Indonesia

terbagi menjadi

lebih dari

17.089 DAS”

SK.511/Menhut-

V/2011

Pendahuluan

Daerah Aliran Sungai (DAS) sering dimaknai awam secara sempit, yaitu sebagai daerah di kiri-kanan sungai, diidentikan dengan sempadan sungai, atau bahkan dimaknai sebatas bantaran sungai. Pengertian DAS sebagai terminologi teknis hidrologi dimaknai sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh topografi pemisah aliran air berupa rangkaian punggung-punggung bukit atau gunung yang apabila hujan turun di lahan tersebut akan dialirkan menuju ke satu titik patusan (outlet) yang sama, baik di danau atau di laut.

Suatu DAS pada dasarnya merupakan suatu kesatuan sistem hidrologi (permukaan), yang paling tidak terdiri dari 3 sub sistem utama yaitu udara, penutup lahan, tanah dan batuan, yang satu sama lain berinteraksi me-lalui siklus/aliran air. Dalam konteks DAS sebagai satuan pengelolaan sumberdaya alam, selain 3 sub sistem utama tersebut sangat penting memasukkan sub sistem sumberdaya manusia, yang berinteraksi dengan ketiga sub sistem utama lainnya melalui kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sistem alami dan sistem sosial-ekonomi-budaya suatu DAS adalah unik, berbeda antara satu DAS dengan DAS lainnya, demikian juga permasalahan pengelolaan yang dihadapinya.

Suatu daratan pulau/benua terbagi habis menjadi DAS-DAS. Daratan Indonesia terbagi menjadi lebih dari 17.000 DAS. Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, membagi daratan Indonesia berdasarkan data SRTM menjadi 17.089 DAS (Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 511/Menhut-V/2011 tentang Penetapan Peta Daerah Aliran Sungai). Berdasarkan pembagian DAS tesebut, dan batas administrasi wilayah pemerin-tahan, sebagian besar DAS di Indonesia merupakan DAS lintas kabupaten di dalam propinsi yang sama (38% luas daratan Indonesia) yang terbagi dalam 688 DAS, dan lainnya adalah DAS lintas propinsi (29% luas da-ratan; 89 DAS), DAS di dalam satu kabupaten/kota (26% luas daratan; 16.302 DAS) dan DAS lintas negara (7% luas daratan, 10 DAS). Jumlah DAS di Indonesia yang mengalami penurunan fungsi, baik fungsi pengaturan tata air, pengendalian erosi maupun produktivitas lahan semakin meningkat, yang dicirikan dengan semakin banyaknya wilayah yang sering mengalami banjir, longsor dan kekeringan, penurunan kualitas air, defisit perdagangan pangan dan kualitas kesehatan, terutama di bagian hilir DAS yang umumnya merupakan pusat-pusat kegiatan perekonomian.

Isu dan Permasalahan Pengelolaan DAS

Isu dan permasalahan pengelolaan DAS pada dasarnya bersifat unik, berbeda dari satu DAS dengan DAS

lainnya. Keunikan tersebut dipengaruhi oleh karakteristik sifat klimatik, bio-fisik DAS, dan penggunaan lahan

(sumberdaya alam). Penggunaan lahan merupakan hasil interaksi masyarakat dengan sumberdya alamnya,

yang dipengaruhi oleh karakteristik sosio-ekonomi-budaya masyarakatnya dan politik (kebijakan)

pembangunan pemerintahnya.

Banjir, longsor, kekeringan, penurunan kualitas air, dan lahan kritis merupakan fenomena-fenomena, atau

kejadian-kejadian yang umum dijadikan sebagai isu-isu dalam pengelolaan DAS. Isu-isu tersebut pada

dasarnya merupakan kejadian alami sebagai proses menuju keseimbangan baru akibat adanya perubahan

salah satu atau beberapa komponen alamnya. Penyebab perubahan tersebut dapat berupa penyebab alami,

dan atau penyebab oleh kegiatan manusia. Banjir misalnya, dapat terjadi akibat faktor alami, yaitu hujan

ekstrim. Walaupun penggunaan lahannya masih alami, banjir akan terjadi apabila hujan ekstrim melebihi

kapasitas tampung DAS beserta saluran-saluran drainasenya. Hujan ekstrim terjadinya langka atau periode

ulangnya lama. Banjir juga dapat terjadi bukan pada saat hujan ekstrim atau dapat terjadi semakin sering

dengan hujan yang jauh lebih kecil dari hujan ekstrim. Hal ini terjadi apabila penggunaan lahan

menyebabkan kapasitas DAS dan saluran drainasenya berkurang dalam menerima kejadian hujan tersebut.

Isu banjir di Indonesia semakin sering muncul di satu DAS dan juga banyak muncul di DAS lainnya. Kejadian banjir tersebut umumnya terjadi akibat perubahan penggunaan lahan dari hutan alam, menjadi lahan-lahan budidaya baik untuk hutan tanaman, perkebunan, pertambangan, perumahan, jaringan jalan dan

Pengelolaan Sumberdaya Daerah Aliran Sungai

Oleh : Dr.Hendrayanto (Pengajar pada Departemen Manajemen Hutan IPB)

Fokus

Page 4: Buletin RMI Edisi I

P A G E 4

“Kajian terhadap isu-isu

dalam pengelolaan

sumberdaya DAS

seringkali berhenti

sampai pada kajian

teknis penyebab

munculnya isu-isu

tersebut sebagaimana

disebutkan sebelumnya,

kurang mengkaji lebih

jauh penyebab

terjadinya faktor-faktor

tersebut”

peruntukan lainnya yang kurang memperhatikan daya dukung lahan, konservasi tanah dan air, sehingga meningkatkan aliran permukaan yang berpotensi meningkatkan peluang kejadian banjir dan juga meningkatkan erosi permukaan yang berpotensi meningkatkan sedimentasi, pendangkalan sungai.

Aliran permukaan selain membawa partikel tanah, juga membawa zat-zat, unsur-unsur kimia yang berasal dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk kimia, pestisida, juga dari perumahan, industri yang tidak melakukan pengolahan, perlakuan limbah yang berpotensi menjadi polutan bagi air sungai.

Kajian terhadap isu-isu dalam pengelolaan sumberdaya DAS seringkali berhenti sampai pada ka-

jian teknis penyebab munculnya isu-isu tersebut sebagaimana disebutkan sebelumnya, kurang

mengkaji lebih jauh penyebab terjadinya faktor-faktor tersebut seperti misalnya faktor penyebab

praktek penggunaan lahan pertanian, perkebunan, pertambangan yang tidak atau kurang mem-

perhatikan daya dukung lahan, konservasi tanah dan air, pembangunan perumahan, pabrik, in-

dustri yang tidak memperhatikan aspek pengolahan limbah dan lainnya.

Kajian yang berhenti pada aspek teknis umumnya menghasilkan rekomendasi teknis, semisal penanaman pohon, pembuatan terasering, pembuatan waduk, bendung tanpa atau kurang merekomendasikan program penyelesaian masalah mendasar dari munculnya isu-isu tersebut. Program penanaman pohon misalnya, sudah sejak lama diprakarsai pemerintah lengkap dengan fasilitasi bibit, pupuk bahkan upah. Namun, keberhasilannya sulit ditunjukkan, berbeda ketika tersedia insentif ekonomi, yaitu pasar kayu yang kompetitif dengan komoditas lainnya telah membuktikan mendorong tumbuhnya hutan rakyat di Jawa.

Pembangunan waduk/dam pasti berada di bagian hilir suatu DAS. Bagian hilir dalam hal ini diarti-kan sebagai wilayah di bagian yang lebih bawah (rendah). Apabila bagian di atasnya waduk, atau dam tidak diperhatikan, maka akan berpotensi terjadinya pendangkalan waduk yang lebih cepat dari rencana akibat sedimentasi yang berasal dari penggunaan lahan yang tidak baik. Lebih jauh, pendangkalan waduk yang tidak terkelola dengan baik akan menjadi ancaman bagi wilayah di hilirnya waduk.

Rencana penggunaan lahan yang dituangkan dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

secara konseptual maupun peraturan perundangan dibuat secara hirarkis dari mulai tingkat

nasional, propinsi sampai tingkat kabupaten, kota. RTRW tingkat nasional merupakan rujukan

dalam penyusunan RTRW propinsi, dan RTRW propinsi merupakan rujukan bagi RTRW kabupaten

-kota. Penyusunan RTRW di semua tingkatan diamanatkan undang-undang untuk memperhatikan

daya dukung dan daya tampung dan juga Daerah Aliran Sungai.

RTRW mengatur rencana struktur dan pola ruang. Penyusunan rencana struktur dan pola ruang pada dasarnya memperhatikan dan mempertimbangkan sifat-sifat sumberdaya alam yang diwujudkan sebagai daya dukung dan daya tampung, DAS atau Wilayah Sungai dan juga kependudukan. Pola ruang kemudian menghasilkan arahan mengenai fungsi kawasan. Dalam penyusunan RTRW pada umumnya belum cukup melakukan ekplorasi data dan informasi terkait pemilikan lahan, perijinan penggunaan lahan dan sejenisnya yang terkait dengan pertanahan.

Data dan informasi tentang kepemilikan, perijinan penggunaan lahan tersebut perlu dan penting

terutama dalam mendukung perumusan strategi implementasi RTRW. Perencanan pembangunan

yang terkait dengan penggunaan lahan umumnya kurang memperhatikan hal tersebut, sehingga

sering terjadi penghambatan terhadap program pembangunan akibat adanya konflik penguasaan

dan penggunaan lahan yang tidak mendapat perhatian untuk diselesaikan

Penguasaan dan penggunaan lahan yang menimbulkan konflik, RTRW yang disusun parsial

berdasarkan wilayah pemerintahan tanpa adanya sinkronisasi untuk mencapai tujuan bersama

pembangunan DAS yang mencakup lebih dari satu wilayah otonom kabupaten-kota umum

dijumpai di Indonesia dan sering menjadi penghambat pembangunan wilayah secara optimal bagi

masyarakat di suatu DAS.

Di Indonesia terdapat dua

lembaga yang batas

k e w e n a n g a n n y a

menggunakan satuan DAS

atau Wilayah Sungai, yaitu

Balai (Besar) Pengelolaan

DAS (BPDAS) dibawah

Kementerian Kehutanan dan

Balai (Besar) Wilayah Sungai

d ib aw ah Kem en trian

Pekerjaan Umum.

B U L L E T I N R M I

Page 5: Buletin RMI Edisi I

P A G E 5

Tanpa program untuk mengatasi masalah mendasar tentang penguasaan dan penggunaan lahan (penyelesaian

konflik) dan perencanaan parsial pembangunan wilayah berdasarkan wilayah pemerintahan otonom (integrasi

rencana pembangunan wilayah dalam satu DAS lintas pemerintahan), maka kondisi dan fungsi DAS akan sulit

dipulihkan.

Tantangan Pengelolaan DAS

Munculnya masalah mendasar dalam pengelolaan sumberdaya suatu DAS, seperti konflik penguasaan dan penggunaan lahan, perencanaan parsial baik sektoral maupun regional pemerintahan, diduga kuat akibat pengelolaan sumberdaya alam dikelompokkan berdasarkan sektor pembangunan (komoditas sumberdaya), dan didasarkan batas kewenangan pemerintahan tanpa, atau belum berhasilnya upaya singkronisasi, integrasi pengelolaan berdasarkan satuan ekosistem, dalam hal ini berdasarkan DAS atau Wilayah Sungai.

Di Indonesia terdapat dua lembaga yang batas kewenangannya menggunakan satuan DAS atau Wilayah Sungai, yaitu

Balai (Besar) Pengelolaan DAS (BPDAS) dibawah Kementerian Kehutanan dan Balai (Besar) Wilayah Sungai dibawah

Kementrian Pekerjaan Umum. DAS di Indonesia “dikelola” oleh 36 BPDAS dan 33 BWS. Wilayah kerja satu BPDAS

mencakup satu atau lebih DAS, sedangkan wilayah kerja BWS adalah satu atau lebih Wilayah Sungai lintas propinsi

dan lintas negara. Wilayah Sungai sendiri terdiri dari satu atau lebih DAS. Jadi dari segi pewilayahan, wilayah kerja

kedua lembaga ini dapat dikatakan sama.

Lembaga ini dua-duanya memiliki mandat untuk memfasilitasi penyusunan “Rencana Pengelolaan”, yaitu BPDAS

menyusun “Rencana Pengelolaan DAS Terpadu” dan BWS menyusun “Pola Pengelolaan Sumberdaya Air“.

Pendekatan, mekanisme penyusunananya pun serupa, yaitu melalui pendekatan lintas sektor, lintas pemerintahan otonom, melalui konsultasi publik termasuk dengan (perwakilan) masyarakat. Penekanan substansi perencanaannya sepertinya berbeda, “Pola” lebih menekankan pada pengelolaan sumberdaya air, sedangkan RPDAS Terpadu lebih menekankan pada pengelolaan lahan (bagian hilir). Namun apabila dicermati lebih mendalam, kedua subjek penekanan ini saling terkait erat, yang pada dasarnya patut untuk dipadukan.

Kedua lembaga tersebut, walaupun sama-sama menggunakan satuan ekosistem DAS, Wilayah Sungai, namun keduanya berada di bawah kementerian sektoral, sehingga relasi antar lembaga lainnya baik sektor maupun pemerintah daerah dan masyarakatnya menjadi berbeda.

Berdasarkan sifat alami DAS tanpa memperhatikan konektivitas antar DAS melalui saluran buatan, yang dianalisis menggunakan data SRTM, dan batas adminsitrasi kabupaten-kota menunjukkan bahwa sebagaian besar daratan Indonesia merupakan DAS yang melintas kabupaten-kota dalam propinsi yang sama, dan dalam satu wilayah pemerintah kabupaten-kota (Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 511/Menhut-V/2011 tentang Penetapan Peta Daerah Aliran Sungai).

Penguatan lembaga perencanaan daerah tingkat kabupaten dan propinsi merupakan tantangan yang cukup besar dalam Pengelolaan Sumberdaya DAS secara lebih efektif dan efisien bagi DAS yang berada dalam satu kabupaten, dan satu propinsi. Sedangkan bagi DAS yang melintas wilayah kewenangan propinsi dan negara maka integrasi BPDAS dengan BWS menjadi satu kesatuan lembaga tingkat nasional lintas sektor. Lembaga perencanaan pemban-gunan nasional seperti Bappenas untuk merencankan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan satu ke-satuan ekosistem DAS, WS menjadi sebuah tantangan besar untuk dapat dikaji.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tingkat nasional yang telah disusun sampai pada tingkat pulau dan kepulauan, perlu dikaji untuk dapat sampai pada tingkatan “Wilayah Sungai” atau satu kesatuan pengelolaan efektif dan efisien satu atau kelompok DAS.

Tantangan itu semua akan bermuara pada perlunya pengkajian ulang sistem perencanaan pembangunan nasional,

yang saat ini banyak ragamnya, saling dikaitkan, namun sering membingungkan.

Page 6: Buletin RMI Edisi I

P A G E 6

Knvensi Hak Anak :

anak memiliki hak

untuk

mendapatkan

pendidikan dan

dibebaskan dari

eksploitasi

ekonomi (salah

satunya).

Anak bukanlah “kanak-kanak”, namun mereka adalah manusia kecil –Oprah Winfrey

Perspektif anak ? Siapa Takut !

Dominasi pihak luar atas kepemilikan lahan menjadi

salah satu pangkal dari berbagai kerusakan

lingkungan. Pihak luar yang saya maksud adalah

badan-badan usaha yang menghasilkan profit dari

hasil pengelolaan suatu wilayah lahan. Dengan

keberadaan berbagai pihak swasta di suatu wilayah,

maka terjadi perubahan tata guna lahan, misalnya

yang tadinya merupakan wilayah untuk kebun

campuran dan sawah masyarakat, kemudian

berubah menjadi tambang maupun perkebunan

monokultur skala besar. Timbul tanah longsor,

kekeringan air atau bahkan banjir akibat

dihilangkannya daerah serapan air menjadi

perumahan ataupun fungsi lain yang tidak sama

dengan fungsi awalnya. Parahnya, dampak

perubahan tersebut justru paling dirasakan oleh

masyarakat sekitar yang tidak punya andil apa-apa.

Beberapa orang mendapatkan dampak positif, tapi

jauh lebih banyak yang mengalami kerugian akibat

perubahan tata guna lahan tersebut. Karena

dominasi pihak swasta bisa mencapai hingga 70%

wilayah, posisi tawar masyarakat menjadi “sangat”

rendah.

Hal yang sering terlupakan adalah bahwa dominasi

kepemilikan lahan (kalau bukan disebut perebutan

lahan) oleh pihak luar berdampak pada tumbuh

kembang anak-anak. Di wilayah belajar RMI,

dampak keterbatasan lahan pada anak-anak terjadi

akibat perubahan mata pencaharian orangtuanya

yang semula memiliki tanah (petani), menjadi

petani penggarap (sewa tanah kepada pemilik

tanah) ataupun buruh tani (mengerjakan sawah

orang lain dan mendapat upah harian). Hal ini

menyebabkan keluarga-keluarga tidak lagi mampu

mengirim anaknya ke sekolah sehingga pendidikan

rata-rata anak di sana adalah SMP. Anak-anak

perempuan juga mengalami putus sekolah dan

kemudian bekerja sebagai buruh di pabrik-pabrik

pada usia belia. Beberapa dari mereka memutuskan

untuk berhenti sekolah dan bekerja di tambang

galian C.

Konvensi Hak Anak Bagaimana seharusnya keterkaitan antara hak anak

dengan lingkungan? Menurut Konvensi Hak Anak

yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui

Keputusan Presiden No. 36/1990, bahwa

anak memiliki hak untuk mendapatkan

pendidikan dan dibebaskan dari eksploitasi

ekonomi (salah satunya). Mereka juga

berhak untuk tumbuh kembang dalam

lingkungan yang sehat (dinyatakan dalam

konvensi sebagai pemenuhan air bersih).

Kenapa semuanya menjadi penting? Hak

(bukan wajib belajar!) untuk mendapatkan

pendidikan menjadikan anak-anak memiliki

k e s e m p a t a n m a k s i m a l u n t u k

mengembangkan dirinya, menikmati masa-

masa untuk berbuat salah (dalam arti

“belajar”) untuk mempersiapkan diri

menjadi pemimpin-pemimpin masa depan.

Saat mereka tidak dapat mengenyam

pendidikan padahal mereka menginginkan

hal tersebut, ini akan berdampak pada

psikologis mereka. Beberapa menjadi

minder (jelas ini akan berpengaruh pada

perilakunya yang lain), beberapa menjadi

murung dan bahkan memberontak dengan

caranya masing-masing. Tidak jarang

hubungan dengan orang tua menjadi

kurang baik.

Di pabrik, mereka pun mengalami masalah

lain. Anak-anak perempuan rentan

terhadap pelecehan seksual, dan sebagai

anak-anak, mereka belum cukup “solid”

untuk dapat membela diri dengan

melawan kepada pelaku pelecehan yang

biasanya merupakan laki-laki dewasa yang

seringkali justru memiliki posisi kuat di

tempat mereka bekerja. Anak yang

seharusnya tumbuh di lingkungan yang

penuh kasih sayang, yang menjadikan

mereka berani mencoba hal-hal baru tanpa

takut dipersalahkan karena ada lingkungan

yang siap melindungi mereka, justru harus

berdir i di ata s kaki sendir i

mempertahankan dirinya menghadapi

berbagai kesulitan hidup. Hal ini akan

berdampak pada pembentukan karakter

mereka dan menentukan akan menjadi

manusia dewasa seperti apa mereka

nantinya.

B U L L E T I N R M I

Oleh : Mardha Tillah (Manager Kampanye RMI) Opini

Page 7: Buletin RMI Edisi I

P A G E 7

“Apakah pada

rapat tingkat

lingkungan RT

ada suara anak

yang didengar

dalam rencana

kegiatan

tahunan? “

Apatis, ingin serba instan, tidak berpikir panjang, korup, apakah manusia-manusia tersebut yang kita inginkan untuk jadi pemimpin Indonesia dalam 20 tahun lagi? Hei, tiba-tiba kita menyebut Undang-undang (lihat paragraf 3). Kalau sudah menjadi Undang-

undang, artinya siapapun yang tidak memberikan kesempatan kepada anaknya untuk sekolah,

dapat dihukum. Siapapun yang mempekerjakan anak-anak (artinya mereka yang berusia 18

tahun ke bawah), dapat dijerat hukum (bukan hanya pabrik, tapi coba cek, asisten rumah

tangga kita berusia berapa? Mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan kah dia?)

Dapatkah kita permasalahkan ke ranah hukum apabila ada perusahaan maupun perorangan

yang melakukan aktivitas namun memberi dampak buruk pada lingkungan, misalnya longsor?

Seharusnya begitu. Lantas, bila suatu keluarga tidak dapat menyekolahkan anaknya padahal si

ayah dan ibu sudah mati-matian bekerja serabutan di berbagai ladang orang, dapatkah kita

tuntut si pembuat sistem untuk bertanggungjawab atas situasi yang mencekik ini?

Peran apa? Anak bukanlah “kanak-kanak”, namun mereka adalah manusia kecil –Oprah Winfrey Istilah “kanak-kanak” yang saya pakai di sini merujuk pada kebiasaan orang Indonesia yang menganggap anak-anak sebagai fase manusia yang tidak tahu apa-apa, tidak tahu apa yang baik apa yang buruk, tidak tahu apa yang mereka mau. Mungkin kita biasa mendengar pernyataan “Ah, kamu masih anak-anak tahu apa?”. Seperti peraturan di Indonesia dimana seseorang mendapatkan KTP yang juga menjadi tanda kedewasaan pada usia 17, hingga umur tersebut juga (bahkan lebih) manusia-manusia kecil tersebut tetap diremehkan sehingga jarang ditanya pendapatnya. Berangkat dari hal ini, tidak heran kalau pembangunan negeri ini sama sekali mengekslusifkan diri dari kepentingan anak-anak. Kini “pembangunan berkelanjutan”, nama populernya, selalu menyatakan diri harus disusun berdasarkan prinsip partisipatif melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Apakah pada rapat tingkat lingkungan RT ada suara anak yang didengar dalam rencana kegiatan tahunan? Apakah dalam musyawarah pembangunan desa (musrenbang) ada perwakilan dari kelompok anak atau pemuda yang hadir? Tidak ada mekanisme bagi anak dan pemuda/i untuk menyuarakan pembangunan wilayah

seperti apa yang mereka butuhkan atau apa saja fasilitas yang menunjang mereka untuk

tumbuh dan berkembang secara maksimal. Coba bicara dengan para orang tua, mereka ingin

kampung mereka ditambah fasilitas apa. Saya berani taruhan mereka akan meminta adanya

peternakan ayam, atau kolam ikan. Coba tanya kepada kelompok anak mereka ingin apa yang

dibangun di kampung mereka. Sekolah sekolah sekolah. Ini menjadi simbol bahwa hal utama

yang menjadi kepentingan mereka adalah sarana untuk meningkatkan kapasitas, pengetahuan

dan ketrampilan mereka sehingga kelak mereka dapat menjadi pemimpin lokal hingga

internasional yang berintegritas, yang tidak “masa kecil kurang bahagia”, yang bisa mengelola

sumberdaya dengan arif. Dapatkah kita mulai berpikir seperti ini?

Page 8: Buletin RMI Edisi I

P A G E 8

Banjir lumpur..

Informasi warga bahwa lahan tersebut sebelumnya adalah perkebunan Karet Belanda.

Pasca Kemerdekaan, pengelola beralih ke PTPN XI dan pada tahun 1980an terjadi

pengalihan kepada SPN Lido. Karena diterlantarkan oleh pihak SPN Lido, pada tahun

1989-an masyarakat mulai menggarap menjadi kebun rakyat hingga Mei 2013. Di bulan

yang sama dan dengan menggunakan alat berat, kebun rakyat berubah seketika menjadi

lahan kosong. Dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor

(2005–2025), Kecamatan Cigombong merupakan areal yang dialokasi dengan pola

pemanfaatan Hutan Konservasi (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango), Kawasan

Lindung diluar kawasan hutan, lahan basah, lahan kering, tanaman tahunan, pemukiman

pedesaan dan pemukiman perkotaan sedang. Namun jika melihat pada peta

pemanfaatan lahan (1994-2000), beberapa ijin pemanfaatan untuk wilayah Kecamatan

Cigombong adalah untuk perkebunan, rumah kebun, perumahan dan lapangan golf.

Belum diketahui berapa perbandingan luasan konkrit peruntukkan tersebut.

Kejadian yang menimpa warga Cigombong menuntut pihak SPN Lido untuk bertanggung jawab atas segala kerugian yang diderita masyarakat. Pendataan dan penyaluran bantuan berupa sembako (Sembilan bahan pokok) kini terus dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pihak SPN Lido, BPBD, Babinsa, Muspika dan pihak lainnya. Sementara proses penggantian kerusakan rumah dijanjikan paling lambat satu bulan. Tuntutan lainnya kepada SPN Lido adalah memperbaiki tanggul tanah secara benar dalam waktu satu bulan. Dan jika tidak dilakukan, masyarakat berinisiatif untuk melakukannya sendiri.

Laporan Oleh : Rudi, Mahmud, Widodo dan Eman Editor : Nia Ramdhaniaty

Kondisi rumah yang terkena banjir lumpur

Foto : Sri Utami Dewi

B U L L E T I N R M I

Page 9: Buletin RMI Edisi I

P A G E 9

Tabel Pola

Pemanfaat

an Ruang

W i l a y a h

Kabupaten

Bogor

Sumber : RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005—2025

Page 10: Buletin RMI Edisi I

P A G E 1 0

pengelolaan DAS

semestinya

dikerjakan oleh

masyarakat karena

masyarakat tinggal

dan bergantung

pada wilayah DAS.

pembangunan berkelan-

jutan adalah pemban-

gunan yang dirancang

secara sistematis meng-

gunakan akal sehat dan

usaha keras yang

berkesinambungan

PENGELOLAAN DAS BERBASIS MASYARAKAT

Kuliah Singkat RMI merupakan media bagi pemerhati dan penggerak dalam isu lingkungan dan sumberdaya alam untuk berbagi dan belajar bersama. Kegiatan ini adalah bagian dari pengelolaan pengetahuan di RMI, diselenggarakan setiap bulan dengan mengangkat topik yang beragam den-gan narasumber yang kompeten dan relevan.

Pada bulan Mei 2013, narasumber yang berkenan hadir yaitu Prof.Dr.Ir.Naik Sinukaban, M.Sc., seorang guru besar Konservasi Tanah dan Air IPB sekaligus pakar DAS (Daerah Aliran Sungai). Topik yang diangkat adalah “Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat”. Topik ini diangkat mengingat kondisi DAS di Indonesia yang makin kritis dan berpengaruh besar terhadap masyarakat yang ting-gal dan bergantung terhadap wilayah DAS tersebut, sehingga perlu pengelolaan DAS secara berke-lanjutan dan melibatkan peran aktif masyarakat. Berkaitan dengan topik ini, RMI sejak beberapa tahun lalu hingga sekarang melakukan kegiatan di hulu DAS Cisadane dan terlibat dalam kam-panye ‘OROL (Our River Our Life)’ bersama 6 negara lain di Asia Tenggara juga teman-teman LSM lain seperti KPC-Telapak juga Ciliwung Institute memiliki aktivitas berkaitan dengan Sungai Cili-wung. Sehingga dalam diskusi ini juga bisa sekalian berbagi kegiatan organisasi untuk menginisiasi gerakan bersama. Hadir dalam diskusi ini teman-teman jaringan dari Burung Indonesia, IOM, Walhi Jabar, JEEF, Yayasan Kehati, IRSAD, FWI-KPC-Telapak, dan Ciliwung Institute.

Prof. Naik membuka presentasi dengan menyatakan bahwa pengelolaan DAS semestinya dikerja-

kan oleh masyarakat karena masyarakat tinggal dan bergantung pada wilayah DAS. Prinsip pem-

bangunan berkelanjutan mesti menjadi dasar dalam pengelolaan DAS oleh masyarakat. Menurut

Pak Naik, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dirancang secara sistematis

menggunakan akal sehat dan usaha keras yang berkesinambungan sehingga pembangunan itu

sangat produktif secara terus menerus, menjadi penampung tenaga kerja dalam jumlah besar,

mampu menjaga kualitas lingkungan yang baik tanpa degaradasi yang berarti, merupakan usaha

yang menguntungkan dan dapat mendukung kehidupan yang layak. Artinya paling tidak ada 3

indicator yang harus dipenuhi dalam pembangunan berkelanjutan yaitu (1) pendapatan masyara-

kat yang bisa menunjang kehidupan yang layak; (2) tidak terjadi degradasi lingkungan; dan (3)

penggunaan teknologi yang dapat diterapkan masyarakat dengan sumberdaya lokal.

Perlu dicermati standar hidup layak itu seperti apa. Menurut data BPS ada sekitar 30% penduduk

miskin dengan penghasilan Rp 300ribu/bulan. Padahal pendapatan sebesar itu hanya bisa mem-

buat orang tetap hidup tanpa bisa berpikir hidup selanjutnya. Pak Naik menyatakan untuk mengu-

kur pendapatan yang layak mestinya menggunakan patokan kebutuhan kalori manusia yaitu sebe-

sar 2.000 kalori/hari atau setara dengan 360 gr beras/hari (132 kg/tahun). Jadi saat bencana tsu-

nami Aceh waktu itu, setiap orang diberikan 360 gr beras per hari, agar kalori mereka minimal

terpenuhi. Namun untuk hidup bukan hanya dipenuhi pangan, tapi sandang, papan dan kebutu-

han lainnya. Anggap saja untuk sandang kebutuhannya setara dengan 132 kg beras, lalu papan

132 kg, sehingga untuk pangan-sandang-papan dibutuhkan 400 kg beras per tahun; inilah yang

disebut kebutuhan fisik minimum. Untuk hidup layak harus ada 50% dari kebutuhan fisik mini-

mum untuk pendidikan, 50% dari kebutuhan fisik minimum untuk rekreasi dan hiburan, dan 50%

untuk asuransi kesehatan. Bisa dikatakan kebutuhan seluruhnya 1 ton beras/tahun atau setara

dengan Rp 10 juta / tahun (asumsi harga beras Rp 10.000/kg).

B U L L E T I N R M I

Oleh : Ratnasari(Manager Knowledge Management RMI) Catatan

Kaki

Page 11: Buletin RMI Edisi I

Selain itu mesti dipahami juga pengertian DAS karena DAS bukan sungai tapi wilayah yang dibatasi oleh topografi secara

alami, contohnya DAS Ciliwung seluas 38.000 ha. DAS dibentuk jutaan tahun lalu oleh alam. Mengapa DAS dipakai seba-

gai satuan unit perencanaan? Karena (1) DAS bersifat ruang yang dibentuk oleh air (vegetasi, kemiringan, bentuk), se-

hingga jika karakteristik air tidak digunakan maka akan terjadi kerusakan alam;

(2) DAS dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan biofisik dan intensitas aktivitas sosial, ekonomi dan budaya serta antar kegiatan di wilayah hulu dan hilir; (3) DAS memiliki fungsi hidrologis suatu wilayah; (4) DAS membantu mengevaluasi lingkungan dengan cepat dan mudah. Artinya yang terjadi pada suatu DAS memberikan efek pada wilayah lain, contohnya ketika terjadi banjir di Jakarta maka yang di hilir seharusnya juga memberi perhatian pada apa yang ter-jadi di hulu.

Pengelolaan DAS harus melibatkan para pihak yaitu pemerintah (Gubernur, Bupati/Walikota, BAPPEDA, sektor pemban-

gunan seperti bidang pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, LH, PU, Kemendagri), pakar

(perguruan tinggi, lembaga penelitian), Forum DAS, LSM/NGO/CBO/CSO, BP DAS, masyarakat, kelompok tani (petani).

Pak Naik memberi contoh ketika terjadi banjir Jakarta, Pak Jokowi mengundang banyak pihak untuk mencari solusi dan

ketika itu usulan para pihak lebih banyak berkaitan pada teknis ‘engineering approach’ yaitu untuk mempercepat air

mengalir ke laut. Padahal hal ini memberi dampak pada air asin sampai di Monas dan jumlah air yang hilang selama

musim hujan 1,3 – 1,5 milyar kubik. Usulan Pak Naik ketika itu malah kebalikannya yaitu ingin menahan air lebih lama di

darat; dengan sumur resapan dan kolam retensi (penampungan air hujan). Kemudian diputuskan oleh Pemprop DKI

untuk membuat kolam retensi dan sumur resapan yang akan mulai dilaksanakan di DKI Jakarta pada tahun 2013 ini.

Bahkan Pak Jokowi sendiri sudah membuat 6 titik sumur resapan di area kantornya. Pak Naik berharap agar teman-

teman LSM; RMI dan LSM lain yang ikut hadir ini dapat mulai mengembangkan su-

mur resapan, mulai dari kantor sendiri.

Kemudian Pak Naik menjelaskan tentang strategi penanggulangan lahan kritis dan banjir yaitu melalui (1) review tata ruang nasional, wilayah dan daerah agar didasar-kan pada kemampuan lahan; (2) pencegahan penyimpangan tata ruang yang sudah berbasis kemampuan lahan, penyimpangan harus ditindak tegas; (3) semua sumber-daya lahan harus diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya; (4) teknologi konser-vasi tanah dan air yang memadai diterapkan di setiap tipe penggunaan lahan; (5) UU Konservasi Tanah dan Air dipercepat pembuatannya; (6) kementerian terkait men-jadikan program pencegahan degradasi lahan dalam prioritas utama; dan (7) pemer-intah perlu memasukkan materi pencegahan degradasi lahan dalam kurikulum seko-lah.

Teknologi konservasi tanah dan air dalam pengelolaan DAS ada beberapa macam yaitu pengolahan tanah konservasi, penanaman dan pengelolaan tanah berdasarkan kontur-strip cropping, pembuatan guludan-rorak-sengkedan, pe-makaian mulsa sisa tanaman, penanaman tanaman penutup tanah, pengembangan agroforestry, pembangunan check dam-situ-embung, penataan perumahan-sumur resapan, penataan penggunaan lahan-pertambangan-daerah rekreasi.

Dalam diskusi, ditegaskan jika DAS tidak sama dengan sungai karena sungai hanya bagian dalam wilayah DAS. Menurut Pak Naik, hampir seluruh propinsi di Indonesia ada Forum DAS (hingga kini ada 64) dan ada Perda untuk pembentukan Forum DAS ini sehingga ada alokasi pendanaannya. Untuk Jabar, menurut Pak Naik informasinya belum mampu men-yampaikan pada Gubernur sehingga Forum DAS Jabar masih butuh dukungan pihak lain. Berkaitan dengan pengelolaan DAS berbasis masyarakat ini, LSM dan Forum DAS harus memberikan tekanan pada pemerintah karena jumlah de-gradasi lahan tidak diketahui begitupun jumlah masyarakat yang hidup di wilayah tersebut. Menurut data internasional bahwa 150 orang meninggal tiap 90 menit karena persoalan degradasi lahan dan ada 1.5 milyar orang yang tinggal di daerah terdegradasi lahan.

Untuk menggerakkan stakeholder, menurut Pak Naik mesti ada kegiatan yang bisa membuat pihak eksekutif (pemerintah) mudah menganggarkannya, misalnya sumur resapan dan kolam retensi, di Kemensos ada program Bansos yang dananya bisa digunakan untuk itu. ‘We have to think out the box’ begitu dikatakan Pak Naik dan harus tetap se-mangat karena kendala pasti ada tapi kalau kita terus berusaha pasti ada hasilnya. Seperti munculnya PP 37/2012 ten-tang Pengelolaan DAS, hasil dari dorongan para pihak. Karena dulu DAS tidak diberi perhatian sama sekali, hanya pro-gram kecil dulu di Dephut, tapi karena dorongan terus menerus akhirnya sekarang ada Dirjen Pengelolaan DAS. Jadi jika konsisten dan bisa menggalang para pihak, pasti harapan kita bersama bakal terwujud.

P A G E 1 1

Suasana kuliah singkat (foto dok RMI/FR)

Page 12: Buletin RMI Edisi I

P A G E 1 2

Yuuk….lakukan

semuanya mulai dari

hal yang kecil yang

berdampak besar

nantinya.

Ternyata untuk

hidup lebih baik tidak

perlu dengan hal-hal

yang besar kan?

Justru semua hal itu

bisa kita lakukan dalam kehidupan kita

sehari-hari dan jika

sudah terbiasa bukan

menjadi sesuatu yang

sulit lagi kan….

maju satu langkah

tapi berkelanjutan

lebih baik daripada

maju lima langkah

namun selesai

sampai di situ.

Hidup Sehat, Ramah Lingkungan

Gaya hidup yang semakin modern membuat semuanya serba instan, dan secara tidak

langsung itu membuat kita semakin dimanjakan dengan berbagai hal yang semuanya

dibuat mudah dan sepraktis mungkin. Tapi justru gaya hidup seperti itu cendrung

membuat manusia mengabaikan dampak yang mungkin terjadi terhadap lingkungan

sekitarnya.

Nah maka dari itu ada beberapa tips sederhana yang dapat kita lakukan dalam

kehidupan kita sehari-hari. Perubahan kecil yang jika kita lakukan secara terus-menerus

akan jadi perubahan besar dan tentunya bisa bermanfaat bagi semua orang.

Produk Membeli barang yang diproduksi secara lokal sebisa mungkin. Ini akan menghemat

emisi karbon dan membantu mendukung ekonomi lokal.

Penggunaan mobil; pertimbangkan mobil yang menggunakan bahan bakar yang efisien.

Dukung perusahaan yang mencoba untuk membuat perubahan (aksi) pada lingkun-gan.

Utamakan membeli produk yang dikemas dalam logam atau wadah kaca.

Penggunaan kembali wadah dan mengurangi limbah konsumsi. Tanyakan kepada diri sendiri, "Apakah produk yang saya ingin beli benar-benar harus dikemas dalam plas-tik?" "Apakah saya benar-benar membutuhkan produk tersebut?"

Sumber http://

www.greenisuniversal.com/act/

tips-for-going-green/

B U L L E T I N R M I

Makanan Beli makanan organik dan produk

organik lainnya sebanyak yang Anda bisa.

Minumlah kopi yang ditanam secara organik. Produksi kopi ini jauh lebih baik untuk ekosistem dan lebih baik untuk kesehatan Anda.

Pakailah tas kain atau tas keranjang ketika berbelanja di toko. Jika Anda lupa membawa tas mintalah kantong kertas jika memungkinkan.

Air Penggunaan kembali botol

minum plastik dan isi ulang untuk air minum Anda.

Mandi dengan pancuran (shower) lebih pendek dan hematlah penggunaan air di dapur dan taman sebisa mungkin.

Gunakan sabun bebas fosfat dan petrokimia untuk men-cuci.

Rumah Tangga Gunakan produk pembersih yang biodegradable. Coba ini: Dalam microwave,

panaskan 1-2 ons jus lemon dan dua cangkir air dalam mangkuk microwave yang aman selama dua sampai tiga menit. Lalu tunggu sepuluh menit, celupkan kain dalam mangkuk dan pakai untuk membersihkan kotoran/noda pada microwave. Menakjubkan hasilnya dan bebas racun!

Gunakan sabun lebih alami untuk tangan, rambut dan tubuh. Sabun antibakteri tidak sebaik yang Anda pikirkan karena mengandung bahan kimia berbasis pes-tisida yang dapat menghilangkan bakteri menguntungkan pada kulit dan tidak se-hat bagi tubuh manusia atau lingkungan.

Cabut pengisi daya dan peralatan kecil yang tidak digunakan. Mereka menguras listrik dan uang Anda.

Oleh : Rani Muzaeni (Koordinator Volunteer) Tips

Page 13: Buletin RMI Edisi I

Mahmudin, begitulah nama lengkap pemuda yang memiliki senyum yang manis ini. Tinggal di daerah hulu DAS Cisadane, yang indah sekaligus memiliki segudang masalah. Mulai dari konflik kepentingan lahan, masalah lingkungan, masalah air bersih hingga masalah ekonomi. Berbicara tentang ekonomi memang tidak terlepas dari kehidupan anak ke tujuh dari delapan bersaudara ini. Harapan untuk menggapai tingkat pendidikan yang tinggi terpaksa kandas karena terbentur kondisi ekonomi keluarga yang kurang stabil. Namun kondisi ini tidak mematahkan semangat Mahmud, panggilan akrab pemuda ini untuk terus berkarya menggapai citanya. Salah satu kegiatan yang aktif diikuti adalah menjadi penggerak di komunitas pemuda di kampungnya melalui kelompok “Satria Muda”, kelompok yang dibentuk untuk mempopulerkan lagi profesi petani di kalangan anak-anak muda di kampungnya. Untuk menambah wawasan dan pengetahuannya Mahmud juga aktif di RMI sejak tahun 2010. Kegiatan ini dijadikannya sebagai tempat untuk menimba banyak pengalaman, ilmu dan berjaringan dengan lembaga-lembaga yang lain. Berbagai informasi akan dia dapat dari kegiatan-kegiatan ini termasuk belajar ekonomi. “ Dengan belajar bersama dengan teman-teman di jaringan saya menjadi lebih kritis, tanggap terhadap lingkungan dan punya banyak teman atau jaringan. Padahal dulu sebelum aktif berkegiatan seperti ini kerjaan saya hanya tidur-tiduran dan kumpul-kumpul dengan teman yang nggak jelas tujuannya. ” begitu tandasnya ketika di tanya apa yang didapat selama ikut kegiatan dengan RMI dan jaringan yang lain. Mahmud adalah sosok pemuda yang cerdas, penuh inisiatif dan pantang menyerah. “Berjuang tanpa henti dan problem pasti ku hadapi” begitulah Motto hidup pemuda penyuka makanan yang manis-manis ini. Dilihat dari usianya dia memang masih tergolong muda, namun keinginannya untuk bisa membantu meningkatkan ekonomi keluarga terus menggelora. Menurutnya bahwa keterlibatan anak dalam upaya meningkatkan ekonomi keluarga itu sangatlah penting. Seorang generasi penerus harus bisa merasakan bagaimana proses dan perjuangan dalam mencari nafkah keluarga. Dengan demikian akan berdampak adanya rasa saling menghargai antara anak dan orang tua. Selain memikirkan ekonomi keluarganya sendiri, Mahmud juga sangat peduli dengan kehidupan di lingkungan sekitarnya. Banyaknya para perempuan yang bekerja di pabrik, membuatnya tersentuh. Dia berkeinginan untuk bisa mengubah dan memperbaiki kehidupan para pemuda-pemudi di kampungnya. Inisiasi yang di lakukan salah satunya adalah membuat pembenihan tanaman kayu dan buah. Selain itu dengan bantuan dari berbagai pihak, Mahmud mulai mencari potensi-potensi ekonomi yang bisa di kembangkan di Kampungnya. Salah satunya adalah pembuatan kripik pisang kapas. Selain bisa meningkatkan nilai ekonomi masyarakat, usaha kripik pisang kapas ini juga bisa mempertahankan keanekaragaman hayati tanaman lokal setempat. Mahmud memang tergolong pemuda yang aktif, jauh sebelum ada campur tangan dari pihak luar, dia sudah menginisiasi membentuk kelompok pemuda yang di beri nama SATRIA MUDA . Kelompok inilah yang saat ini mengerjakan kegiatan pembibitan kayu dan buah sejak tahun 2012. Tidak berhenti di situ, dalam upaya meningkatkan pengetahuannya dalam pengelolaan tanaman, Mahmud juga aktif mengikuti kegiatan berkebun bareng KOBITA (Koleksi Bibit Kita) yang beranggotakan pemuda-pemuda yang konsen terhadap tanaman. Selain bisa menambah wawasan mengenai tehnik-tehnik pananaman yang benar, Mahmud juga berpeluang untuk bisa memasarkan bibit yang telah di kelola bersama kelompok di kampungnya . Selain giat dalam bekerja, pemuda yang tidak suka berenang ini juga aktif dalam kegiatan-kegiatan lingkungan. Baginya kita (“baca: manusia”) dan lingkungan adalah satu dan saling berkaitan. Kalau lingkungan rusak maka dampaknya akan langsung di rasakan oleh manusia. Makanya pemuda ini sangat peduli terhadap lingkungan. Kegiatan-kegiatan maupun event-event yang berbau lingkungan pasti dia ikuti. Karakternya yang aktif banyak memberikan motifasi kepada pemuda pemudi di sekitarnya. Hasil jerih payah, putra pasangan Bapak Ahya dan Ibu Fatonah ini tidak sia-sia. Pada tahun 2013 Mahmud mendapatkan apresiasi program YMC (Young Changemakers) dari Ashoka Indonesia.

P A G E 1 3

Mahmud, Ekonomi dan Lingkungan

Oleh : Lukmi Atie (Deputi Keuangan dan Sumberdaya) Sosok

Page 14: Buletin RMI Edisi I

P A G E 1 4

Sebuah penghargaan bagi para pemuda pembaharu yang memiliki tim dan sedang melakukan kegiatan sosial. Penggemar Bondan Prakoso and Feat to Black ini terpilih bersama kesebelas

peserta yang lain (6 Laki-laki 6 perempuan) dan menyisihkan peserta dari seluruh Indonesia. Pada bulan Januari 2012, Mahmud bersama dengan 2 orang pemuda dari Aceh juga mewaliki Indonesia untuk mengikuti SEA Regional Children and Youth Part-ners’ Meeting di Bangkok. Pada bulan April 2013 yang lalu, dia juga menghadiri Workshop Exchange Learning On CRC Monitoring and Alternatif Repor By Chil-dren di Medan. Perjuangan Mahmud untuk bisa mewujudkan impiannya terus dilakukan tanpa lelah. Tidak hanya pendidikan non formal, pendidikan formalpun juga di tempuh. Upaya untuk mencapai cita-citanya hingga mencapai pendidikan

tingkat perguruan tinggi, di tunjukkannya dengan mengikuti program paket C di sebuah sekolah terbuka di Bogor agar memperoleh ijasah SMU. Pemuda berzodiak cancer ini berharap pemuda pemudi di Indonesia khususnya di lingkungan sekitarnya bisa menjadi penggerak di lingkungan masing-masing, lahirnya pemuda-pemudi yang kritis dan peka terhadap kondisi di negara terutama dalam bidang politik. Cita-citanya yang mulia untuk bisa menjadi penggerak di suatu komunitas maupun di kampung halamannya patut kita acungi jempol. Dia berpesan kepada seluruh pemuda pemudi di negeri ini “ Janganlah melakukan hal bodoh karena menuruti hawa nafsu, berfikirlah secara kritis dengan apa yang terjadi di lingkunganmu. Jadilah pemuda yang dapat menciptakan sesuatu yang baru dan teruslah raih mimpimu dengan kemampuanmu.” Mahmud merasa bahwa pembangunan saat ini tidak teratur dan kondisi alam sangat berubah-ubah. Di sini peran pemuda menurutnya sangat penting dalam rangka mengantisipasi perubahan-perubahan negatif yang terjadi pada alam sekitar. Dia berharap pemuda yang lain bisa turut serta dalam berjaringan dengan komunitas yang bergerak di isyu lingkungan. Dia menyadari bahwa alam bukanlah sekedar di manfatkan tetapi perlu di rawat dan di perhatikan sebagaimana makhluk hidup yang lain. Baginya ekonomi dan lingkungan tak terpisahkan oleh diri kita sebagai manusia hidup. Benar sekali, ekonomi dan lingkungan satu paket yang menjadi dasar hidup bagi kehidupan kita.

Biodata: Nama Lengkap : Mahmudin Anak ke : 7 dari 8 bersaudara Tempat & Tanggal Lahir : Bogor, 23 Juni 1992 Alamat tempat tinggal : Kp.Sungapan, Ds.Pasir Buncir, Kec.Cigombong BOGOR Pendidikan Formal Terakhir : SMP (saat ini mengikuti kejar paket C) Cita-cita : Meraih pendidikan setinggi mungkin Hobby : Membaca, mendengarkan musik Pelatihan :

Workshop Exchange Learning On CRC Monitoring and Alternatif Report By Children di Medan, tahun 2013

SEA Regional Children and Youth Partners’ Meeting di Bangkok

Dream It Do It , di Kampung Pendidikan Lingkungan Bogor tahun 2009

Prestasi:

Anggota YCM (Young Changemakers) Ashoka Indonesia Tahun 2013.

Panitia terbaik dalam MOS (Masa Orientasi Sekolah) Tahun 2006

Terpilih dalam seleksi Satgas Sekolah Tahun 2007

B U L L E T I N R M I

Page 15: Buletin RMI Edisi I

P A G E 1 5

Bulan ini Kuliah Singkat RMI mengangkat tema "Kelembagaan dlm Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat". Yang akan mengisi (narasumber) adalah Dr. Hariadi Kartodihardjo (Guru Besar Kebijakan Kehutanan, anggota presidium Dewan Kehutanan Nasional dan anggota Dewan Pembina RMI).

Kuliah Singkat RMI ini akan diselenggarakan pada: Hari/Tanggal : Senin / 1 Juli 2013 Waktu : 13.30 - 16.00 WIB Tempat : RMI, Jl.Sempur 55, Bogor

Kuliah Singkat RMI

Pelatihan Aktivis untuk Relawan

One-Stop South East Asia Youth River Tour ; from Indonesia for Ecological Child’s Rights

Merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka kampanye

OurRiverOurLife. Rangkaian dimulai dengan Kontes Esai

Foto untuk anak dan pemuda. Acara ini berlangsung mulai

dari 22 Maret – 31 Mei 2013. Bertepatan dengan hari

keanekaragaman hayati, tanggal 22 Mei juga diadakan

kegiatan journalist trip. Acara ini dilaksanakan di daerah

Hulu DAS Cisadane. Selain journalist trip, juga dilangsungkan

kegiatan workshop, coaching clinic, dan susur sungai.

Puncak dari rangkaian kegiatan ini akan dilaksanakan pada

30 Juni 2013 di Lapangan IPB Baranangsiang Bogor. Acara

dengan tema “One-Stop South East Asia Youth River Tour;

From Indonesia for Ecological Child’s Rights” ini akan di-

hadiri oleh perwakilan dari negara-negara Asia Tenggara

yang tergabung dalam kampanye OROL ini. Dalam acara ini

akan digelar beragam kegiatan, diantaranya ; aksi mulung,

flash mob, pameran foto, movie screening, FGD tentang

manajemen sungai, Talkshow, pergelaran seni dan pameran

kebudayaan.

Event

Page 16: Buletin RMI Edisi I

P A G E 1 6

B U L L E T I N R M I

Sungaiku dari

Hulu ke Hilir :

Dampak

Pembangunan

Terhadap Sungai

Sungai ini merupakan bagian hulu dari sungai Cisa-

dane, yang memiliki banyak jenis flora, fauna di badan sungai nya, juga terdapat bebatuan kecil dan besar. Anak sungai ini terlihat sudah tidak alami lagi

karena anak sungai ini sengaja di beton supaya le-bih rapih.

Pembangunan di sepanjang sungai memberikan dampak positip, sungai terlihat lebih tertata dan merupakan bagian dari keindahan bagi lingkungan

sekitarnya.Pada sisi yang lain pembangunan men-gakibatkan sungai menyempit karena Daerah Aliran Sungai dijadikan pemukiman, aliran air menjadi terhambat.

Sebagian masyarakat memanfaatkan kekayaan sun-gai untuk berbagai keperluan seperti ; mencuci,

mandi , memelihara ikan (karamba) dan memancing yang juga merupakan bagian dari mata pencahar-ian.

Sungai sebagai sumber pembelajaran bagi peserta didik, beberapa kegiatan yang dilaksanakan di SMP

Negeri 13 Bogor sebagai aksi untuk sungai, dianta-ranya;

Biomonitoring merupakan kegiatan kampanye

DAS Cisadane yang melibatkan generasi muda dalam isu Cisadane. Biomonitoring dilaksanakan dengan beberapa tahap ;

Pengamatan flora dan fauna di sekitar badan sungai

Pengamatan fisik sungai Dari kegiatan ini diambil kesimpulan bahwa sungai yang

diamati (sungai Cigading) memiliki nilai rata-rata.

Program kali bersih

(PROKASIH) yang meli-batkan peserta didik dan warga sekolah yang ber-

tujuan menjaga sungai agar tetap bersih dan terjaga keasriannya.

Nurul Anisa

14 Tahun

Jl.Pamoyanan No. 22

Rangga Mekar Bogor

Esai Foto

Page 17: Buletin RMI Edisi I

Esai Foto ; Sungaiku dari Hulu ke Hilir

P A G E 1 7 M E D I A I N F O R M A S I

Entah karena himpitan ekonomi atau keadaan lingkungan yang dekat

dengan sungai Cisadane, menjadikan wajah-wajah bantaran sungai Cisadane

setiap hari dipenuhi dengan aktifitas mencuci dll. Tak peduli air itu layak

atau bersih masyarakat tetap saja melakukan aktifitas itu dibantaran sungai.

“yang penting happy kak” begitulah

kata salah satu dari anak –anak yang

sering berenang disungai Cisadane.

Heran karena mereka tahan

berenang ditengah sampah-sampah

itu, tak menyurutkan rasa

antusiasme mereka untuk tetap

berenang disungai Cisadane. Sempat

terbesit difikiran jika kali itu bersih

pasti aku ikut bermain dikali.

Sekalipun di issue-kan

bahwa sungai Cisadane

sudah tercemar, tetapi

masih ada saja kegiatan

m a s y a r a k a t y a n g

menggunakan keadaan

alam di sungai seperti

pasir sungai dan malah

masih ada yang

memancing. “kadang teh

suka ada lele jumbo neng”

begitu kata salah satu

bapak-bapak yang rajin

memancing dikala air

ca’ah atau volume air

s e d a n g n a i k . I n i

membuktikan bahwa

dalam keadaan tercemar

pun masih ada yang

dapat dimanfaatkan

kekayaannya bagaimana

jika air itu bersih? Dan

semua warga sadar turut

andil dalam merawat dan

menjaga air Sungai

tersebut.

Intan Syafrini Fazrianti

17 Tahun

Jl.Dalurung IX no 39a,

Bantarjati. Bogor

Page 18: Buletin RMI Edisi I

P A G E 1 8

B U L L E T I N R M I

cerita dari rimba,

ini tentang sungai kami sebelum rusak dengan kebun karet dan

sawit. Air sungai yang jernih, bersih dan biasa kami minum

langsung tanpa harus memasaknya terlebih dahulu. Ketika

banyak orang luar yang masuk ke rimba kami untuk berkebun

karet dan sawit, pohon-pohon banyak di tebang. Sungai-sungai

kami mulai tercemar dengan kimia sawit dan kimia rendaman

karet.

Kami ingin sungai jernih dan bersih, bebas dari kimia sawit dan

kimia rendaman karet.

"Jengon

Rosak

Sungoy

Kamia"

Jangan

Rusak

Sungai

Kami

Penangguk Sunting

16 Tahun

Rimba Bukit 12 Jambi

Page 19: Buletin RMI Edisi I

Esai Foto ; Sungaiku dari Hulu ke Hilir

P A G E 1 9 M E D I A I N F O R M A S I

Renang merupakan salah satu aktivitas yang banyak digemari oleh anak-anak maupun remaja.

Bahkan tidak jarang beberapa golongan anak-anak dan remaja menjadikan aktivitas berenang

sebagai hobby mereka untuk mengisi waktu luang. Namun untuk melakukan aktivitas berenang

terkadang terkendala oleh fasilitas tempat seperti kolam renang yang dianggap sebagai sarana

cukup mahal oleh beberapa anak-anak. Tetapi itu tidak berlaku pada anak-anak yang tinggal di

Daerah Aliran Sungai Cisadane bagian Bogor Tengah. Anak-anak Bogor Tengah ini beruntung

sekali karena tempat tinggal mereka tak jauh dari sungai Cisadane. Mereka sangat pandai

berenang dan selalu menjadikan lomba renang di sungai Cisadane sebagai kegiatan rutin tiap

minggu. Ini merupakan salah satu kegiatan yang menyenangkan bagi mereka. Walaupun mereka

tidak menyadari bahwa kegiatan ini juga bisa menjadi kegiatan pembelajaran bagi mereka.

Anak-anak ini melakukan lomba renang tersebut dengan penuh semangat tanpa perasaan takut akan bahayanya

bermain di sungai. Mereka terus berusaha mencapai garis finish untuk menjadi juara dalam perlombaan tersebut.

Satu persatu dari setiap anak-anak berusaha mencapai garis finish berupa batu besar yang terletak dipinggir

sungai Cisadane. Bila telah mencapai tepi sungai mereka akan memegang batu tersebut dan berteriak “JEBOL”

Setelah mereka berusaha keras dan berenang dengan penuh semangat, sampailah mereka pada garis finish.

Ekspresi bahagiaan dan kegembiraan bagi anak yang berhasil meraih juara dalam perlombaan renang tampak dengan

jelas . Mereka bangga atas gelar juara yang mereka raih atas usahanya dalam perlombaan, walaupun perlombaan yang

mereka lakukan tanpa hadiah ataupun piala sebagai lambang atas prestasi yang mereka raih. Pembelajaran sportivitas

dan teknik berenang yang baik berhasil mereka dapatkan dari aktivitas berenang tersebut

Muhammad Maroghi Yoshi

SMP Negeri 6 Bogor

Page 20: Buletin RMI Edisi I

P A G E 2 0

B U L L E T I N R M I

Dahulu kota ini dibangun dengan puluhan cabang sungai agar menyerupai kota para perencananya

berasal. Kota dengan sungai yang bersih, jernih, dan suci. Namun saat para perencana terusir, perlahan wajah sungai berubah. Tidak ada lagi bersih dan jernih, apalagi suci tergambar dari wajah

sungai pada saat ini. Meskipun demikian, di sungai-sungai yang tergradasi ini terdapat banyak peraih asa yang menggantungkan hidup. Sebuah kampung di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan menjadi

saksi bisu betapa sungai menjadi sumber kehidupan yang sangat berarti. Berhiaskan pohon-pohon hijau di hulu, kemudian berubah menjadi berbagai macam bentuk bangunan di sepanjang tepiannya.

Itulah potret dari sungai ini. Dari sebuah langgar yang dijadikan tempat tunas bangsa meraih asa, saya bisa melihat wajahnya yang begitu coklat di celah dinding yang sudah termakan zaman. Selain wajahnya

yang coklat, melalui celah ini saya bisa melihat kontrasnya kehidupan di tepian. Beratap seng, berdinding triplek, beralaskan seadanya, dan berdiri semi permanen merupakan ciri khas bangunan

yang menghiasi tepian. Selain itu, sungai pun dijadikan tempat mandi, mencuci, membuang hajat, mencari rejeki, bermain, dan belajar. Saya dan teman-teman pun tergugah untuk menjalankan program

pendidikan anak tepian dan sanitasi air. Meskipun kami menjelaskan bagaimana mencuci tangan, menyikat gigi, dan mandi yang baik kepada laskar tepian tersebut, akan tetapi kekhawatiran muncul

dari kondisi air yang tersedia. Apakah air yang digunakan benar-benar laik? Bagaimana tidak berpikiran begitu jika daerah resapan airnya sendiri berdifusi dengan bakteri-bakteri yang berasal dari sampah

statis dan dinamis. Air, sampah, dan semangat menjemput asa menjadi kehidupan yang harus dijalani

agar asap dapur tetap mengepul.

Kehidupan

di

Sekitar

Sungai

Nursupriatna

20 Tahun

Jl. Pancoran timur IX No. 11

A Jakarta Selatan

Page 21: Buletin RMI Edisi I

Esai Foto ; Minggu Pagi di Aliran Sungai Cisadane

P A G E 2 1 M E D I A I N F O R M A S I

Foto ini diambil dengan memfokuskan pada sub tema “Kehidupan di sekitar

sungaiku” di pagi hari . Pada foto tampak adanya beragam kegiatan yang

dilakukan oleh masyarakat yang tinggal didaerah aliran sungai Cisadane.

Ada yang mencuci pakaian, amencuci pelatan masak, melakukan MCK

dengan memanfaatkan air sungai,dan lain sebagainya. Namun, kebanyakan

dari berbagai kegiatan yang masyarakat lakukan tersebut tanpa

memperdulikan dampak yang terjadi pada lingkungan dan air sungai

Cisadane. Mereka hanya sekedar memanfaatkan air sungai Cisadane untuk

kepentingan kehidupan mereka. Umumnya setelah masyarakat

menyelesaikan kegiatan mereka, dengan seenaknya langsung

meninggalkan limbah atau sampah bekas kegiatan mereka tanpa

membersihkannya terlebih dahulu.

Foto ini memfokuskan pada sub tema “Sungai tempatku bermain dan belajar”. Bagi sebagian

kalangan, sungai merupakan tempat yang cocok untuk bermain dan belajar khususnya bagi anak-

anak. Pada foto ini tampak seorang anak yang sedang berenang sambil berlatih melakukan loncatan

indah dari suatu ketinggian tertentu. Anak tersebut mungkin berharap ia tidak hanya pandai

berenang tetapi juga handal melakukan loncatan indah saat berenang.

Valentierrano Rezka

SMP Negeri 6 Bogor

Page 22: Buletin RMI Edisi I

Jl. Sempur No. 55 Bogor 16154,

Indonesia

Phone: + 62-251-8311097, 8320253

Fax: +62-251-8320253

E-mail: [email protected]

Rimbawan Muda Indonesia (RMI) The

Indonesian Institute for Forest and

Environment adalah sebuah lembaga nirlaba

yang memfokuskan diri pada isu

sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Didirikan di Bogor pada 18 September 1992.

RMI bertujuan mengembangkan konservasi

sumberdaya alam, melalui studi dan

program aksi yang berkaitan dengan

perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan

sumberdaya alam untuk kesejahteraan.

Yayasan RMI

Foto Dok. RMI / FR