49
BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL Planning Group 1. Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH., MS. 2. Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH. MHum. 3. Dr. Putu Tuny Cakabawa Landra, SH., M. Hum. 4. I Gede Pasek Eka Wisanjaya, SH., MH. 5. Made Maharta Yasa, SH., MH. 6. A.A. Sri Utari, SH. MH. 7. Ida Bagus Erwin Ranawijaya, SH., MH. 8. I Made Budi Arsika, SH., LL.M. 9. Made Suksma Prijandhini Devi Salain, SH., MH., LL.M. 10. I Gede Putra Ariana, SH., MKn. 11. Cok. Istri Diah Widyantari Pradnya Dewi, SH., MH. 12. Komang Widiana Purnawan, SH., MH. 13. Putu Aras Samsithawrati, SH., LL.M. BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

BUKU AJAR

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

Planning Group

1. Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH., MS.

2. Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH. MHum.

3. Dr. Putu Tuny Cakabawa Landra, SH., M. Hum.

4. I Gede Pasek Eka Wisanjaya, SH., MH.

5. Made Maharta Yasa, SH., MH.

6. A.A. Sri Utari, SH. MH.

7. Ida Bagus Erwin Ranawijaya, SH., MH.

8. I Made Budi Arsika, SH., LL.M.

9. Made Suksma Prijandhini Devi Salain, SH., MH., LL.M.

10. I Gede Putra Ariana, SH., MKn.

11. Cok. Istri Diah Widyantari Pradnya Dewi, SH., MH.

12. Komang Widiana Purnawan, SH., MH.

13. Putu Aras Samsithawrati, SH., LL.M.

BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Page 2: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha

Esa karena atas berkat wara nugrahaNya, Buku Ajar Hukum Perjanjian

Internasional ini berhasil diselesaikan. Buku Ajar ini merupakan hasil Revisi dari

block book Tahun 2010 yang dimaksudkan untuk memperbaiki format,

mereformulasi jenis-jenis tugas serta pemutahiran substansi dan referensi. Buku ini

disusun sebagai pedoman pelaksanaan proses pembelajaran, baik untuk mahasiswa

maupun bagi dosen dan tutor, sehingga pelaksanaan perkuliahan diharapkan

berjalan sesuai dengan rencana dan jadwal yang ditentukan di dalam Buku Ajar.

Substansi Buku Ajar ini meliputi identitas mata kuliah, tim pengajar,

deskripsi mata kuliah, organisasi materi, metode dan strategi pembelajaran, tugas-

tugas, ujian-ujian, penilaian, dan Bahan Pustaka. Selain itu terdapat pula kegiatan

pembelajaran yang dilakukan pada setiap pertemuan berdasarkan pada jadwal

kegiatan pembelajaran. Buku Ajar ini juga dilengkapi dengan Silabus, Rencana

Pembelajaran Semester (RPS), dan Kontrak Kuliah yang ditempatkan pada

lampiran.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada segenap pihak yang telah

berkenan membantu penyusunan buku ini. Secara khusus, kami ucapkan terima

kasih kepada Dr. I Dewa Gede Palguna, SH, MHum atas ijin dan perkenannya

untuk menggunakan sejumlah bahan perkuliahannya di dalam buku ini. Semoga

Buku Ajar bermanfaat bagi pelaksanaan proses pembelajaran dan mencapai hasil

sesuai dengan kompetensi yang direncanakan.

Denpasar, Oktober 2016

Penyusun

Page 3: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Kata Pengantar

Daftar Isi

I. Identitas Mata Kuliah

II. Deskripsi Substansi Perkuliahan

III. Capaian Pembelajaran

IV. Manfaat Mata Kuliah

V. Persyaratan Mengikuti Mata Kuliah

VI. Organisasi Materi

VII. Metode, Strategi, Dan Pelaksanaan Proses Pembelajaran

VIII. Tugas-Tugas

IX. Ujian-Ujian Dan Penilaian

X. Bahan Pustaka

XI. Jadwal Perkuliahan

Pertemuan I : Perkuliahaan Pertama

Pertemuan II : Tutorial Pertama

Pertemuan III : Perkuliahaan Kedua

Pertemuan IV : Tutorial Kedua

Pertemuan V : Perkuliahaan Ketiga

Pertemuan VI : Tutorial Ketiga

Pertemuan VII : Ujian Tengah Semester

Pertemuan VIII : Perkuliahaan Keempat

Pertemuan IX : Tutorial Keempat

Pertemuan X : Perkuliahaan Kelima

Pertemuan XI : Tutorial Kelima

Pertemuan XII : Perkuliahan Keenam

Pertemuan XIII : Tutorial Keenam

Pertemuan XIV : Perkuliahan Ketujuh

Pertemuan XV : Tutorial Ketujuh

Pertemuan XVI : Ujian Akhir Semester

Lampiran-Lampiran

Lampiran 1. Silabus

Lampiran 2. Rpp

Lampiran 3. Kontrak Kuliah

Page 4: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

I IDENTITAS MATA KULIAH

Nama Mata Kuliah : Hukum Perjanjian Internasional

Kode Mata Kuliah : BII3220

SKS : 2 SKS

Prasyarat : Hukum Internasional (lulus)

Semester : 3 (Tiga)

Status Mata Kuliah : Wajib Institusional

Tim Pengajar :

1. Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH., MS.

2. Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH. MHum.

3. Dr. Putu Tuny Cakabawa Landra, SH., M. Hum.

4. I Gede Pasek Eka Wisanjaya, SH., MH.

5. Made Maharta Yasa, SH., MH.

6. Anak Agung Sri Utari, SH. MH.

7. Ida Bagus Erwin Ranawijaya, SH., MH.

8. I Made Budi Arsika, SH., LL.M.

9. Made Suksma Prijandhini Devi Salain, SH., MH., LL.M.

10. I Gede Putra Ariana, SH., MKn.

11. Cok. Istri Diah Widyantari Pradnya Dewi, SH., MH.

12. Komang Widiana Purnawan, SH., MH.

13. Putu Aras Samsithawrati, SH., LL.M.

II DESKRIPSI SUBSTANSI PERKULIAHAN

Mata kuliah ini mengkaji baik aspek teoritis maupun praktis Hukum Perjanjian

Internasional. Secara garis besar, materi-materi tersaji yang dibahas adalah: a)

Istilah dan Ruang Lingkup, Sumber Hukum, dan Bahasa dalam Perjanjian

Internasional, b) Bentuk dan Jenis Perjanjian Internasional, c) Proses Pembentukan

Perjanjian Internasional dan Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional, d)

Kewajiban untuk Melaksanakan Perjanjian, Penerapan, Penafsiran, Amandemen

dan Modifikasi Perjanjian Internasional, e) Ketidaksahan, Pengakhiran dan

Penundaan Bekerjanya suatu Perjanjian Internasional, dan f) Perjanjian

Internasional dalam Perspektif Hukum Nasional dan Hukum Regional serta g) Isu-

Isu Aktual Hukum Perjanjian Internasional.

Page 5: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

III. CAPAIAN PEMBELAJARAN

Melalui partisipasi pada mata kuliah Hukum Perjanjian Internasional ini mahasiswa

diharapkan mampu memahami asas-asas dan kaidah-kaidah Hukum Perjanjian

Internasional serta dapat menganalisa berbagai perkembangan dalam Hukum

Perjanjian Internasional.

IV. MANFAAT MATA KULIAH

Pada era globalisasi ini dimana batas-batas antarnegara menjadi semakin

tidak jelas (borderless), muncul berbagai permasalahan Hukum Internasional,

termasuk di antaranya mengenai Hukum Perjanjian Internasional. Mata kuliah ini

dikonstruksikan agar secara teoritis, bahwa mahasiswa memperoleh pengetahuan

mengenai asas-asas dan konsep-konsep hukum tentang perjanjian internasional; dan

secara praktis, mahasiswa diharapkan mampu menganalisis masalah-masalah yang

berkaitan dengan pembentukan dan pelaksanaan perjanjian internasional serta

sejumlah isu aktual lainnya.

V. PERSYARATAN MENGIKUTI MATA KULIAH

Secara formal, mahasiswa yang akan menempuh mata kuliah ini harus telah

lulus mata kuliah Hukum Internasional (Wajib Nasional /Kurikulum Inti- Kode

BNI2311) sebagaimana ditentukan berdasarkan Keputusan Rektor Universitas

Udayana Nomor : 980/Un14.1.11/PP/2013 Tentang Buku Pedoman Pendidikan

Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2013 dan Keputusan Rektor

Universitas UdayanaNomor: 849/Un14.1.11/PP/2013 Tentang Kurikulum Fakultas

Hukum Universitas Udayana Tahun 2013, Secara Substantif, mata kuliah ini

mensyaratkan adanya pemahaman dan penguasaan mahasiswa terhadap materi-

materi dasar Hukum Internasional, di antaranya; Konsep Kedaulatan (sovereignty),

Dasar Kekuatan Mengikat Hukum Internasional, Sumber Hukum Internasional,

Subyek Hukum Internasional, serta Hubungan antara Hukum Internasional dan

Hukum Nasional.

Page 6: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

VI. ORGANISASI MATERI

Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan,

yang diorganisir sebagai berikut :

A. Pendahuluan

1. Peristilahan dan ruang lingkup

2. Sumber Hukum Perjanjian Internasional

1. Pemahaman terhadap Article 38 (1) of the Statute of the International

Court of Justice

2. Vienna Convention on the Law of the Treaties, 1969

3. Vienna Convention on Succession of States in Respect of Treaties, 1978

4. Vienna Convention on the Law of Treaties between States and

International Organizations or between International Organizations, 1986.

5. Pembanding dalam pengaturan nasional Indonesia: Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 37 tahun

1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang Nomor 24 tahun

2000 tentang Perjanjian Internasional.

B. Bentuk dan Jenis Perjanjian Internasional

1. Perjanjian Internasional dari Segi Bentuknya

2. Perjanjian Internasional dari segi jumlah pesertanya

3. Perjanjian Internasional dari segi kaidah hukum yang dilahirkannya

a. Perjanjian khusus atau perjanjian tertutup (Treaty Contract)

b. Perjanjian umum atau terbuka (Law-Making Treaty)

4. Perjanjian Internasional dari Segi Prosedur atau Tata Cara Pembentukannya

a. Perjanjian Internasional yang dibentuk melalui dua tahap

b. Perjanjian Internasional yang dibentuk melalui tiga tahap

5. Perjanjian Internasional dari segi jangka waktu berlakunya

6. Perjanjian Internasional dari Segi Bahasa yang Digunakan

C. Proses Pembentukan Perjanjian Internasional dan Mulai Berlakunya

Perjanjian Internasional

1. Kapasitas Subyek HI untuk membuat perjanjian (Subyek HI yang dapat

Berkedudukan sebagai Pihak dalam Perjanjian Internasional)

2. Hal-hal teknis dalam pembentukan perjanjian (Full Powers dan Credentials)

3. Persetujuan untuk terikat dalam suatu Perjanjian Internasional

(Penandatanganan, Pertukaran instrumen, Pengesahan/Ratifikasi,

Penyetujuan/Approval, Aksesi)

4. Reservasi (Pensyaratan)

D. Kewajiban Untuk Melaksanakan, Penerapan, Penafsiran, Amandemen dan

Modifikasi Perjanjian Internasional

1. Asas Pacta Sunt Servanda

2. Asas Non-Retroaktif

3. Penafsiran

4. Pihak Ketiga dalam Perjanjian Internasional

5. Amandemen dan Modifikasi

Page 7: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

E. Ketidaksahan, Penundaan dan Pengakhiran Suatu Perjanjian Internasional

1. Ketidaksahan Perjanjian Internasional

2. Penundaan

3. Pengakhiran

F. Perjanjian Internasional dalam Perspektif Hukum Nasional dan Hukum

Regional

1. Persoalan hubungan antara Hukum Nasional dan Hukum Internasional dalam

kaitannya dengan Perjanjian Internasional

2. Makna Article 27 of the Vienna Convention on the Law of the Treaties, 1969

3. Pengujian Hukum Nasional terhadap Eksistensi Hukum Internasional

4. Pengujian Hukum Regional terhadap Eksistensi Hukum Internasional

G. Isu-Isu Aktual Hukum Perjanjian Internasional

1. Politik dalam Penafsiran Perjanjian Internasional

2. Eksistensi Perjanjian Internasional yang berkaitan dengan Organisasi

Internasional dalam Pengakhiran Status Keanggotaan di Organisasi

Internasional tersebut

VII METODE, STRATEGI, DAN PELAKSANAAN PROSES

PEMBELAJARAN

7.1.Metode Pembelajaran.

Perkuliahan ini akan diselenggarakan dengan metode Problem Based

Learning (PBL) sebagai salah satu bentuk pembelajaran yang berpusat pada

mahasiswa (student centered learning). Melalui penggunaan metode ini, mahasiswa

belajar (learning) menggunakan masalah sebagai basis pembelajaran yang mana

Dosen tidak semata-mata mengajar (teaching), tetapi juga memfasilitasi proses

pembelajaran.

7.2.Strategi Pembelajaran.

Mata kuliah ini didesain untuk dilaksanakan melalui 16 (enam belas) kali

pertemuan yang terbagi menjadi 7 kali perkuliahan (lecturing), 7 (tujuh) kali

tutorial, 1 (satu) kali Ujian Tengah Semester (UTS) dan 1 (satu) kali Ujian Akhir

Semester (UAS). Perkuliahan dilakukan untuk memberikan orientasi materi

perkuliahan per-pokok bahasan sedangkan tutorial diselenggarakan melalui

sejumlah tugas (task) dan petunjuk pembelajaran yang bervariasi.

Page 8: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

7.3.Pelaksanaan Perkuliahan dan Tutorial

7.3.1. Strategi dan Teknik Perkuliahan.

Perkuliahan akan dipaparkan dengan menggunakan media papan tulis (white

board) atau power point presentation serta penyiapan Bahan Pustaka tertentu yang

dapat diakses oleh mahasiswa. Sebelum mengikuti perkuliahan mahasiswa harus

sudah mempersiapkan diri dengan melakukan penelusuran bahan, membaca dan

memahami pokok bahasan yang akan dikuliahkan sebagaimana yang tertuang di

dalam Buku Ajar. Teknik perkuliahan dilakukan dengan mengarusutamakan proses

pembelajaran dua arah melalui pemaparan materi, tanya jawab, dan diskusi.

7.3.2. Strategi Tutorial

Mahasiswa mengerjakan tugas-tugas (Discussion Task, Study Task dan

Problem Task) sebagai bagian dari self study, kemudian membahasnya di kelas

tutorial. Selama 7 (tujuh) kali pelaksanaan tutorial di kelas, mahasiswa diharapkan:

a. Secara mandiri mengerjakan seluruh task.

b. Secara mandiri menyusun sebuah laporan tutorial. Laporan ini akan digunakan

sebagai komponen utama nilai tugas-tugas (TT) selain partisipasi dalam tanya

jawab/diskusi selama perkuliahan/tutorial.

VIII. TUGAS-TUGAS

Mahasiswa diwajibkan untuk membahas, mengerjakan, dan mempersiapkan

tugas-tugas (tasks) yang ditentukan di dalam Buku Ajar. Tugas-tugas terdiri dari

tugas mandiri yang dikerjakan di luar perkuliahan, tugas yang harus dikumpulkan,

dan tugas yang harus dipresentasikan.

IX. UJIAN-UJIAN DAN PENILAIAN

9.1. Ujian-Ujian

Bentuk instrumen evaluasi yang paling utama adalah Ujian tengah semester

(UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). UTS dan UAS akan diselenggarakan

dalam bentuk ujian tertulis (written exam) atau bentuk lain sebagaimana ditentukan

oleh Dosen Pengajar.

Page 9: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

9.2. Penilaian

Penilaian meliputi aspek hard skills dan aspek soft skills. Penilaian hard skill

dilakukan melalui tugas-tugas (TT), UTS, dan UAS. Penilaian soft skill meliputi

penilaian atas kehadiran, keaktifan, kemampuan presentasi, penguasaan materi,

argumentasi, disiplin, etika dan moral berdasarkan pada pengamatan dalam tatap

muka selama perkuliahan dan tutorial. Nilai soft skill ini merupakan nilai tutorial

yang dijadikan sebagai nilai tugas. Nilai Akhir Semester (NA) diperhitungkan

menggunakan rumus sebagaimana ditentukan di dalam Buku Pedoman FH UNUD

2013, yaitu:

(UTS + TT ) + 2 (UAS)

2

NA =

3

Sistem penilaian mempergunakan skala 5 (0-4) dengan rincian dan

kesetaraan sebagai berikut :

Skala Nilai Penguasaan

Kompetisi

Keterangan dengan skala nilai

Huruf Angka 0-10 0-100

A

B

C

D

E

4

3

2

1

0

Sangat baik

Baik

Cukup

Sangat kurang

Gagal

8,0-10,0

7,0-7,9

5,5-6,4

5,0-5,4

0,0-4,9

80-100

70-79

55-64

50-54

0-49

X. BAHAN PUSTAKA

Bahan Hukum Primer yang digunakan sebagai referensi dalam perkuliahan,

yaitu:

1. Charter of the United Nations

2. Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations

and Co-operation among States in Accordance with the Charter of the United

Nations (1970)

3. General Agreement on Tariffs and Trade

4. International Law Commission Guide to Practice on Reservations to Treaties

2011

5. International Law Commission Articles on Responsibility of States for

Internationally Wrongful Act 2001.

Page 10: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

6. Lisbon Treaty of the European Union

7. Vienna Convention on the Law of the Treaties, 1969

8. Vienna Convention on Succession of States in Respect of Treaties, 1978

9. Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International

Organizations or between International Organizations 1986

10. Statute of the International Court of Justice (ICJ)

11. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

12. Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

13. Undang-Undang 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

15. Surat Presiden Republik Indonesia Nomor : 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus

1960 kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.

16. Advisory Opinion of the ICJ concerning Reservation of Genocide Convention,

1951

17. Decision of Court of First Instant (CFI) and Decision of the European Court of

Justice (ECJ) in Yusuf and Kadi Case.

18. Supreme Court of the United States, Case No. 06–984, Jose Ernesto Medellin,

Petitioner V. Texas, 2008.

19. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-V/2007

20. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 33/PUU-IX/2011

Adapun Bahan Hukum Sekunder Sekunder yaang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Agusman, Damos Dumoli, Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori dan

Praktik Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010.

2. Arsika, I Made Budi, Kewenangan Konstitusional Presiden Repulik Indonesia

untuk Membuat Perjanjian Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia, Jurnal

Konstitusi, Volume IV. No. 1, Juni 2011, Pusat Kajian Konstitusi Fakultas

Hukum Universitas Udayana dan Mahkamah Konstitusi.

3. Dewanto, Wisnu Aryo, Problematika Keberlakuan dan Status Hukum Perjanjian

Internasional: Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011,

Jurnal Yudisial Vol. 6 No. 2 Agustus 2013.

4. Dewanto, Wisnu Aryo, Perjanjian Internasional Tidak Dapat Diterapkan Secara

Langsung di Pengadilan Nasional: Sebuah Kritik Terhadap Laporan DELRI

Kepada Komite ICCPR PBB Mengenai Implementasi ICCPR di Indonesia,

Jurnal Hukum Staatrechts Volume 1 No. 1 Oktober 2014.

5. Bakar, Dian Utami Mas, Pengujian Konstitusional Undang-Undang Pengesahan

Perjanjian Internasional, Yuridika, Volume 29 No 3, September-Desember

2014

6. Brownlie, Ian, Principles of Public International Law, Clarendon Press, Oxford,

1998

7. Buys, Cindy Galway, Conditions in U.S. Treaty Practice: New Data and

Insights on a Growing Phenomenon, 14 Santa Clara J. Int'l L.363 (2016).

8. Dixon, Martin, Textbook on International Law, 6th Edition, Oxford University

Press, New York, 2007

9. Denza, Eileen, The Relationship between International and National Law dalam

Malcolm D. Evans, International Law, Second Edition, Oxford University

Press, 2006

Page 11: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

10. Dunoff, Jeffrey L and Mark A. Pollack, Reversing Field: What Can

International Law Teach International Relations?, ESIL Reflections, Volume 3,

Issue 3, March 27, 2014

11. Istanto, Sugeng F, Hukum Internasional, Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka,

Yogyakarta, 2014

12. Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional,

PT. Alumni, Bandung, Edisi Kedua, Cetakan ke-1, 2003

13. Mauna, Boer, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global, Edisi ke-2,Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung, 2011.

14. Miller, Vaughne and Arabella Lang, Brexit: how does the Article 50 process

work?, Briefing Paper, Number 7551, 30 June 2016, House of Commons

Library

15. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 1, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2002

16. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 2, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2005

17. Posch, Albert, The Kadi Case: Rethinking the Relationship between EU Law

and International Law?, The Columbia Journal Of European Law Online (15

Colum. J. Eur. L. Online 1 (2009)

18. Pauwelyn, Joost and Elsig, Manfred, the Politics of Treaty Interpretation:

Variations and Explanations across International Tribunals (October 3, 2011).

19. Roisah, Kholis, Hukum Perjanjian Internasional: Teori dan Praktik, Setara Press,

Malang, 2015.

20. Shaw, Malcolm N, International Law, Fifth Edition, Cambridge University

Press, Cambridge, 2003.

21. Smolka, Jennifer and Benedikt Pirker, International Law and Pragmatics: An

Account of Interpretation in International Law, International Journal of

Language & Law vol. 5 (2016)

22. Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Perjanjian Internasional, PT. Tata Nusa,

Jakarta, 2008

Page 12: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

XI JADWAL PERKULIAHAN

Jadwal perkuliahan secara rinci sebagai berikut:

PERTEMUAN TOPIK KEGIATAN

I. Pendahuluan Perkuliahan

II. Task mengenai materi Pendahuluan Tutorial

III. Bentuk dan Jenis Perjanjian Internasional Perkuliahan

IV. Task mengenai Bentuk dan Jenis Perjanjian

Internasional

Tutorial

V. Proses Pembentukan Perjanjian Internasional

dan Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

Perkuliahan

VI. Task mengenai Proses Pembentukan Perjanjian

Internasional dan Mulai Berlakunya Perjanjian

Internasional

Tutorial

VII. Kewajiban Untuk Melaksanakan Perjanjian,

Penerapan, Penafsiran, Amandemen dan

Modifikasi Perjanjian Internasional

Perkuliahan

VIII. Task mengenai Kewajiban Untuk

Melaksanakan, Penerapan, Penafsiran,

Amandemen dan Modifikasi Perjanjian

Internasional

Tutorial

IX. Ujian Tengah Semester Ujian

X. Ketidaksahan, Penundaan dan Pengakhiran

Suatu Perjanjian Internasional

Perkuliahan

XI. Task mengenai Ketidaksahan, Penundaan dan

Pengakhiran Suatu Perjanjian Internasional

Tutorial

XII. Perjanjian Internasional dalam Perspektif

Hukum Nasional dan Hukum Regional

Perkuliahan

XIII. Task Mengenai Perjanjian Internasional dalam

Perspektif Hukum Nasional dan Hukum

Regional

Tutorial

XIV. Isu-Isu Aktual Hukum Perjanjian Internasional Perkuliahan

XV. Task Mengenai Isu-Isu Aktual Hukum

Perjanjian

Tutorial

XVI. Ujian Akhir Semester Ujian

Page 13: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN I

PERKULIAHAN PERTAMA

Peristilahan, Sumber, dan Bahasa Perjanjian Internasional

Pendahuluan

Perkuliahan pertama akan menyajikan aspek-aspek mendasar mengenai

perjanjian internasional. Peristilahan dan definisi merupakan dua hal penting yang

akan dikupas dalam sesi ini selain pembahasan mengenai ruang lingkup hukum

perjanjian internasional sebagai bagian dari Hukum Iternasional Publik. Sumber

hukum perjanjian internasional juga akan menjadi pokok bahasan pada sesi ini.

Sebagai perkuliahan pendahuluan, materi-materi pada sesi ini akan menjadi

pengetahuan awal bagi mahasiswa untuk mempelajari materi-materi pada

perkuliahan selanjutnya.

Pokok Bahasan:

A. Peristilahan dan Ruang lingkup

B. Sumber Hukum Perjanjian Internasional

1. Pemahaman terhadap Article 38 (1) of the Statute of the International Court

of Justice

2. Vienna Convention on the Law of the Treaties, 1969

3. Vienna Convention on Succession of States in Respect of Treaties, 1978

4. Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International

5. Organizations or between International Organizations, 1986

6. Pembanding dalam pengaturan nasional Indonesia: Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 37 tahun

1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang Nomor 24 tahun

2000 tentang Perjanjian Internasional

Uraian Pokok Bahasan

Istilah ‘perjanjian internasional’ merupakan padanan dari istilah ‘traktat’

yang telah lazim digunakan di Indonesia. Istilah ini merepresentasikan beragam

bentuk instrumen internasional yang digunakan oleh masyarakat internasional

dalam membentuk kaidah internasional, di antaranya traktat (treaty), konvensi

(convention), persetujuan (agreement/arrangement), kovenan (covenant), piagam

(charter), statuta (statute), akta (act), deklarasi (declaration), concord, pertukaran

nota (exchange of notes), pertukaran surat (exchange of letters), nota kesepahaman

(memorandum of understanding), pakta (pact), protokol (protocol), process verbal,

final act, modus vivendi, agreed minutes,).1

1 Lihat Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Perjanjian Internasional, PT. Tata Nusa,

Jakarta, 2008, h. 17. Lihat juga Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian

Internasional Bag: 1, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung, 2002, h. 26-35 dan Roisah,

Kholis, Hukum Perjanjian Internasional: Teori dan Praktik, Setara Press, Malang,

2015, h. 1-12.

Page 14: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

Sejumlah instrumen internasional dan nasional menunjukkan beragam

definisi perjanjian internasional, yang akan diuraikan sebagai berikut.

a. Article 2 (1) (a) Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969:

“treaty” means an international agreement concluded between States in

written form and governed by international law, whether embodied in a

single instrument or in two or more related instruments and whatever its

particular designation”

b. Article 2 (1) (a) Vienna Convention on the Law of Treaties between States

and International Organizations or between International Organizations

(1986): "treaty" means an international agreement governed by

international law and concluded in written form:

i. (i) between one or more States and one or more international

organizations; or

ii. (ii) between international organizations, whether that agreement is

embodied in a single instrument or in two or more related instruments and

whatever its particular designation”.

c. Article 2 (a) International Law Commission Draft articles on the effects of

armed conflicts on treaties (2011): “treaty” means an international

agreement concluded between States in written form and governed by

international law, whether embodied in a single instrument or in two or

more related instruments and whatever its particular designation, and

includes treaties between States to which international organizations are

also parties”.

d. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan

Luar Negeri: “Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan

sebutan apa pun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara

tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara,

organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta

menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia

yang bersifat hukum publik.”

e. Pasal 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang

Perjanjian Internasional: “Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam

bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang

dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang

hukum publik.”

Keberadaan perjanjian internasional amat erat kaitannya dengan hukum

internasional publik, khususnya sebagai salah satu sumber hukum internasional.

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa ruang lingkup perjanjian internasional

adalah kesepakatan internasional yang dibentuk oleh subyek-subyek hukum

internasional yang memiliki kapasitas untuk membuat perjanjian internasional di

bidang publik, bukan privat.

Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional

‘utama’ yang dikenal di dalam Article 38 (1) of the Statute of the International

Court of Justice selain kebiasaan internasional dan prinsip-prinsip hukum umum.

Page 15: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

Adapun dua sumber hukum internasional tambahan sebagaimana tertuang di dalam

ketentuan tersebut adalah putusan pengadilan (yurisprudensi) dan doktrin. Secara

teoritik, perjanjian internasional dipandang merepresentasikan pandangan kaum

positivist

Hukum Perjanjian Internasional merupakan bagian (cabang) dari Hukum

Internasional Publik. Di ranah pendidikan hukum, mata kuliah Hukum Perjanjian

Internasional telah diajarkan secara luas, khususnya untuk memperdalam

pemahaman yang ‘diasumsikan’ telah diperoleh dari mata kuliah Hukum

Internasional.

Dalam mempelajari Hukum Perjanjian Internasional, terdapat sejumlah

perjanjian internasional yang menjadi sumber rujukannya di antaranya; Vienna

Convention on the Law of the Treaties, 1969, Vienna Convention on Succession of

States in Respect of Treaties, 1978, dan Vienna Convention on the Law of Treaties

between States and International Organizations or between International

Organizations, 1986. Dalam pendidikan hukum di Indonesia, pengajaran Hukum

Perjanjian Internasional tentu perlu ditambahkan dengan pengaturan dan praktik

Indonesia berkaitan dengan perjanjian internasional. Oleh karena itu, sejumlah

instrumen hukum nasional juga menjadi rujukan pembelajaran, di antaranya;

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang

Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, dan Undang-Undang Nomor

24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Penutup

Terdapat beragam istilah yang digunakan untuk memaknai perjanjian

internasional sebagai bentuk instrumen yang memuat kesepakatan yang dilakukan

oleh subjek-subjek hukum internasional di ranah hukum internasional publik.

Demikian pula halnya dengan definisi perjanjian internasional yang terdapat pada

sejumlah instrumen internasional maupun instrumen nasional negara-negara yang

kendatipun terlihat mengandung sejumlah unsur yang sama, tetapi juga

mengindikasikan adanya perbedaan yang ditimbulkan dari ruang lingkup

berlakunya instrumen tersebut dan kepentingan dalam penyusunan instrumen

tersebut. Sejumlah perjanjian internasional penting digunakan sebagai rujukan

pembelajaran, yaitu Vienna Convention on the Law of the Treaties, 1969, Vienna

Convention on Succession of States in Respect of Treaties, 1978, dan Vienna

Page 16: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations

or between International Organizations, 1986 yang didukung oleh sejumlah

instrumen hukum nasional Indonesia. Latihan mengenai perkuliahan pendahuluan

selanjutnya akan disajikan pada Tutorial Pertama.

Bahan Pustaka:

a. The Statute of the International Court of Justice (ICJ)

b. Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969

c. Vienna Convention on Succession of States in Respect of Treaties, 1978

d. Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International

Organizations or between International Organizations 1986

e. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

f. Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri

g. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

h. Mauna, Boer, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global, Edisi ke-2,Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung, 2011, h. 82-

96.

i. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 1, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2002, h. 44-45.

j. Martin Dixon, Textbook on International Law, 6th Edition, Oxford University

Press, New York, 2007, p. 53-86.

Page 17: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN II

TUTORIAL PERTAMA

Task mengenai Materi Pendahuluan

A. Study Task

1. Jelaskan perbedaan antara Perjanjian Internasional dan Kontrak Internasional.

2. Jelaskan korelasi antara hubungan luar negeri dan perjanjian internasional

3. Susunlah sistematika Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969 dan

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional ke dalam

matriks.

Bahan Pustaka:

a. Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969

b. Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri

c. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

d. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 20/PUU-V/2007

Perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi Terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

e. Agusman, Damos Dumoli, Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori dan

Praktik Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010, h.1-18

B. Discussion Task

1. Apakah Memorandum of Understanding (MoU) dapat dikategorikan sebagai

suatu perjanjian Internasional?

2. Apakah Presiden Republik Indonesia memiliki kewenangan yang bersifat

eksklusif untuk membentuk perjanjian internasional?

Bahan Pustaka:

a. Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969

b. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

c. Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

d. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

e. Surat Presiden Republik Indonesia Nomor : 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus

1960 kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.

f. Agusman, Damos Dumoli, Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori dan

Praktik Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010, h.1-18

g. Arsika, I Made Budi, Kewenangan Konstitusional Presiden Repulik Indonesia

untuk Membuat Perjanjian Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia, Jurnal

Konstitusi, Volume IV. No. 1, Juni 2011, Pusat Kajian Konstitusi Fakultas

Hukum Universitas Udayana dan Mahkamah Konstitusi, h.97-108.

Page 18: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN III

PERKULIAHAN KEDUA

Bentuk dan Jenis Perjanjian Internasional

Pendahuluan

Setelah memahami definisi perjanjian internasional dan ruang lingkup

hukum perjanjian internasional, perkuliahan akan dilanjutkan dengan membahas

bentuk-bentuk perjanjian internasional. Dalam rangka memperdalam pemahaman

mengenai perjanjian internasional, materi perkuliahan akan membahas klasifikasi

perjanjian internasional yang ditinjau dari berbagai segi.

Pokok Bahasan:

A. Bentuk-Bentuk Perjanjian Internasional

B. Perjanjian Internasional dari segi jumlah pesertanya

C. Perjanjian Internasional dari segi kaidah hukum yang dilahirkannya

1. Perjanjian khusus atau perjanjian tertutup (Treaty Contract)

2. Perjanjian umum atau terbuka (Law-Making Treaty)

D. Perjanjian Internasional dari Segi Prosedur atau Tata Cara Pembentukannya

1. Perjanjian Internasional yang dibentuk melalui dua tahap

2. Perjanjian Internasional yang dibentuk melalui tiga tahap

E. Perjanjian Internasional dari segi jangka waktu berlakunya

F. Perjanjian Internasional dari Segi Bahasa yang Digunakan

Uraian Pokok Bahasan

Bentuk perjanjian internasional sebagaimana ditentukan berdasarkan Konvensi

Wina 1969 meliputi bukan saja persetujuan internasional yang mengambil bentuk

instrumen tunggal yang bersifat resmi, tetapi juga persetujuan internasional yang

berkaitan dengan “pertukaran nota” atau “pertukaran surat”.2 Secara garis besar, ada

2 (dua) bentuk perjanjian internasional yakni perjanjian internasional yang

berbentuk tidak tertulis (unwritten agreement) dan perjanjian internasional yang

berbentuk tertulis (written agreement).3

Perjanjian internasional dapat ditinjau dari berbagai segi. Berdasarkan Jumlah

Pesertanya, Perjanjian perjanjian internasional dapat diikuti oleh hanya dua negara

selaku negara pihak (state parties) maupun lebih dari dua pihak. Dilihat berdasarkan

jumlah pesertanya, perjanjian internasional dapat dikelompokkan ke dalam:

2 Ibid, h.17 3 Parthiana, I Wayan (Bagian: 1) Op, Cit, h 35.

Page 19: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

a. Perjanjian Internasional Bilateral yakni perjanjian internasional yang jumlah

peserta atau pihaknya hanya terdiri atas dua pihak.;

b. Perjanjian Internasional Multilateral yakni perjanjian internasional yang

pesertanya atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya lebih dari dua pihak

(negara).4

Berdasarkan Kaidah Hukum Yang Dilahirkannya, dapat dibedakan antara

Perjanjian internasional yang melahirkan kaidah-kaidah hukum yang khusus berlaku

bagi pihak-pihak yang membuatnya (treaty contract) dan perjanjian internasional

yang melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku umum karena sifatnya yang

terbuka bagi masuknya pihak ketiga yang dinamakan law-making treaty.5

Perjanjian Internasional juga dapat dibedakan berdasarkan Prosedur atau

Tata Cara Pembentukannya. Kualifikasi pertama adalah perjanjian internasional

yang dibentuk melalui dua tahap, yaitu tahap perundingan (negotiation) dan tahap

penandatanganan (signature), sedangkan kualifikasi kedua adalah perjanjian

internasional yang dibentuk melalui tiga tahap, yakni di samping terdiri atas dua

tahap yang telah disebutkan di atas, ada tahap ketiga yaitu tahap pengesahan atau

ratifikasi (ratification).6

Dari segi Jangka Waktu Berlakunya, terdapat dua kategori perjanjian

internasional yaitu Perjanjian internasional yang mencantumkan jangka waktu

berlakunya secara tegas dan Perjanjian internasional yang tidak mencantumkan

jangka waktu berlakunya secara tegas.7

Berkaitan dengan bahasa yang digunakan dalam perjanjian internasional,

pemahaman umum barangkali akan serta-merta mengasumsikan bahwa Bahasa

Inggris merupakan bahasa yang paling sering digunakan. Asumsi ini memang

terbukti karena sebagian besar perjanjian-perjanjian internasional yang bersifat

multilateral memang menggunakan bahasa Inggris. Perlu kiranya diberikan

penegasan bahwa bahasa yang digunakan dalam perjanjian internasional

sesungguhnya merupakan bahasa yang disepakati oleh para pihak. Dengan

4 Disarikan dari Seri Bahan Perkuliahan Hukum Perjanjian Internasional yang

disusun oleh I Dewa Gede Palguna, Bagian II. Jenis-Jenis Perjanjian Internasional. 5 Ibid 6 Ibid 7 Ibid

Page 20: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

demikian, bahasa-bahasa selain bahasa Inggris juga kerap kali dipilih oleh negara-

negara yang membuat perjanjian internasional. Dimungkinkan pula bahwa

perjanjian internasional menggunakan lebih dari satu bahasa formal, walaupun

perjanjian tersebut biasanya memuat ketentuan mengenai satu bahasa ‘utama’ yang

digunakan dalam hal terjadi perbedaan penafsiran di antara para pihak. Secara

teoritik, terdapat tiga klasifikasi berkaitan dengan bahasa yang digunakan dalam

Perjanjian Internasional. Klasifikasi pertama adalah Perjanjian Internasional yang

dirumuskan dalam satu bahasa. Klasifikasi kedua adalah Perjanjian Internasional

yang dirumuskan dalam dua atau lebih bahasa, tetapi satu bahasa yang memiliki

kekuatan mengikat. Klasifikasi ketiga adalah perjanjian internasional yang

dirumuskan dalam dua atau lebih bahasa dan semuanya memiliki kekuatan

mengikat yang sama.8

Penutup

Bentuk perjanjian internasional dapat meliputi persetujuan internasional yang

mengambil bentuk instrumen tunggal yang bersifat resmi, tetapi juga persetujuan

internasional yang berkaitan dengan “pertukaran nota” atau “pertukaran surat”.

perjanjian internasional dapat pula berbentuk baik tertulis maupun tidak tertulis.

Perjanjian internasional juga dapat ditinjau dari berbagai segi. Dari segiJumlah

Pesertanya, Perjanjian perjanjian internasional dapat dibedakan antara Perjanjian

Internasional Bilateral dan Perjanjian Internasional Multilateral; Dari segi Kaidah

Hukum Yang Dilahirkannya, dapat dibedakan antara treaty contract dan law-

making treaty; Dari segi Prosedur atau Tata Cara Pembentukannya, terdapat dua

kualifikasi yakni perjanjian internasional yang dibentuk melalui dua tahap yaitu

tahap perundingan dan tahap penandatanganan saja dan perjanjian internasional

yang dibentuk melalui tiga tahap yakni perundingan, penandatanganan dan

pengesahan; Dari segi Jangka Waktu Berlakunya Perjanjian internasional, terdapat

dua kategori yaitu Perjanjian internasional yang mencantumkan jangka waktu

berlakunya secara tegas dan Perjanjian internasional yang tidak mencantumkan

jangka waktu berlakunya secara tegas; terakhir, dari segi bahasa yang digunakan

perjanjian internasional dapat dibedakan antara Perjanjian Internasional yang

8 Parthiana, I Wayan (Bagian: 1) Op, Cit, h. 44-45.

Page 21: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

dirumuskan dalam satu bahasa, Perjanjian Internasional yang dirumuskan dalam dua

atau lebih bahasa, tetapi satu bahasa yang memiliki kekuatan mengikat, dan

perjanjian internasional yang dirumuskan dalam dua atau lebih bahasa dan

semuanya memiliki kekuatan mengikat yang sama.9

Latihan mengenai perkuliahan dengan Pokok Bahasan Bentuk dan Jenis

Perjanjian Internasional ini akan disajikan pada Tutorial Kedua.

Bahan Pustaka:

a. Istanto, Sugeng F, Hukum Internasional, Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka,

Yogyakarta, 2014, h. 90.

b. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 1, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2002, h. 35-50.

c. Roisah, Kholis, Hukum Perjanjian Internasional: Teori dan Praktik, Setara Press,

Malang, 2015, h. 18-23.

d. Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Perjanjian Internasional, PT. Tata Nusa,

Jakarta, 2008, h. 17-20.

e. Syahmin AK, Hukum Perjanjian Internasional (Menurut Konvensi Wina 1969),

CV. Armico, Bandung, 1985, h. 69-82.

9 Parthiana, I Wayan (Bagian: 1) Op, Cit, h. 44-45.

Page 22: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN IV

TUTORIAL KEDUA

Task Mengenai Bentuk dan Jenis Perjanjian Internasional

Study Task

1. Jelaskan apakah konsep mengenai pembedaan antara Treaty Contract dan

Law-Making Treaty masih relevan saat ini?

2. Jelaskan konsekuensi dari penggunaan lebih dari satu Bahasa dalam sebuah

perjanjian internasional

3. Cari masing-masing 2 (dua) contoh perjanjian internasional yang mengatur

jangka waktu berlakunya dan perjanjian internasional yang tidak mengatur

jangka waktu berlakunya

Bahan Pustaka: Sama dengan Bahan Pustaka yang digunakan pada Perkuliahan

Kedua

Page 23: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN V

PERKULIAHAN KETIGA

Proses Pembentukan Perjanjian Internasional dan

Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

Pendahuluan

Pada perkuliahan sebelumnya telah dipelajari bahwa perjanjian internasional

dari segi Prosedur atau Tata Cara Pembentukannya dapat dibedakan antara

perjanjian internasional yang dibentuk melalui dua tahap yaitu tahap perundingan

dan tahap penandatanganan dan perjanjian internasional yang dibentuk melalui tiga

tahap yakni perundingan, penandatanganan dan pengesahan. Materi pada

perkuliahan ini akan semakin memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai

proses pembentukan perjanjian internasional khususnya dalam hal kapasitas subyek

Hukum Internasional untuk membuat perjanjian internasional dan hal-hal teknis

berkaitan dengan pembentukan perjanjian internasional.

Pokok Bahasan:

A. Kapasitas Subyek HI untuk membuat perjanjian (Subyek HI yang dapat

Berkedudukan sebagai Pihak dalam Perjanjian Internasional)

B. Hal-hal teknis dalam pembentukan perjanjian internasional (Full Powers dan

Credentials)

C. Persetujuan untuk terikat dalam suatu Perjanjian Internasional (Penandatanganan,

Pertukaran instrumen, Pengesahan/Ratifikasi, Penyetujuan/Approval, Aksesi)

D. Reservasi (Pensyaratan)

Uraian Pokok Bahasan

Dinamika hubungan internasional kontemporer ditandai oleh munculnya

berbagai aktor hubungan internasional selain negara. Eksistensi dan kiprah aktor-

aktor tersebut ternyata menyentuh sejumlah isu yang berkaitan dengan norma dan

kebiasaan internasional. Diakuinya hak dan dibebankannya sejumlah kewajiban

terhadap aktor-aktor tersebut mentransformasi mereka menjadi subyek-subyek

hukum internasional yang memiliki kapasistas terbatas (limited capacity) atau

bahkan sangat terbatas (very limited capacity). Sejumlah kalangan pun mulai

mempertanyakan mengenai kapasitas yang dimiliki oleh subyek-subyek hukum

internasional tersebut untuk membuat perjanjian internasional dalam makna

berkedudukan sebagai pihak dalam perjanjian internasional. Sebagaimana

dikemukakan I Wayan Parthiana, terdapat 7 (tujuh) subyek hukum internasional

Page 24: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

yang memiliki kemampuan untuk mengadakan perjanjian internasional, yaitu;

Negara, Negara Bagian, Tahta Suci (Vatikan), Wilayah Perwalian, Organisasi

Internasional Kelompok yang sedang berperang (Kaum Beligerensi), dan Bangsa-

Bangsa yang sedang memperjuangkan hak-haknya.10

Kedudukan hukum yang dimiliki subyek hukum internasional ternyata

merupakan status yang menentukan dapat atau tidaknya subyek tersebut menjadi

pihak di dalam suatu perjanjian internasional. Dalam praktiknya, pembentukan

perjanjian internasional mencakup sejumlah proses yang bersifat diplomatik,

seremonial, dan administratif. Sebagai contoh adalah proses pembentukan

perjanjian internasional antar Negara yang secara teknis proses negosiasinya tidak

selalu dihadiri oleh Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, atau Menteri Luar Negeri

sebagai representasi suatu negara.11 Hal inilah yang menyebabkan proses

pembentukan perjanjian internasional kerap melibatkan para wakil-wakil negara

selain ketiga jenis jabatan tersebut. Untuk memastikan kebenaran bahwa wakil-

wakil negara tersebut memang diutus secara resmi mewakili negaranya baik dalam

bernegosiasi, mengadopsi, atau mengotentifikasi naskah perjanjian internasional

serta untuk menyampaikan keterikatan negara yang diwakilinya oleh perjanjian

internasional tersebut, maka diperlukan instrumen Full Powers, sebagaimana

ditentukan berdasarkan Article 2 (1)(c) dan 7 Vienna Convention on the Law of the

Treaties 1969. Menariknya, praktik Indonesia membedakan antara Full powers dan

Credential. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang 24 tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional Surat Kuasa (Full Powers) didefinisikan sebagai surat yang

dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau

beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk

menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan persetujuan negara

untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang

diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional; sedangkan Surat Kepercayaan

(Credentials) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang

memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah

Republik Indonesia untuk menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil

akhir suatu pertemuan internasional.

10 Parthiana, I Wayan (Bagian: 1) Op, Cit, h. 18-26, 11 Pasal 7 (2)(a) Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969.

Page 25: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

Dalam hal suatu negara/subyek hukum internasional telah menyetujui untuk

terikat dalam suatu Perjanjian Internasional, terdapat sejumlah cara yang dapat

dilakukan sebagaimana dikenal dan lazim dipraktikan sebagaimana ditentukan

Article 11 Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969, yakni

Penandatanganan (signature), Pertukaran instrumen (exchange of instruments

constituting a treaty), Pengesahan/Ratifikasi (ratification), Penerimaan

(acceptance), Penyetujuan (Approval), Aksesi (accession), atau cara-cara lain yang

disepakati (any other means if so agreed).

Menariknya, dinamika perumusan norma dalam pembentukan perjanjian

internasional ternyata membuka ruang bagi Para Pihak dalam Perjanjian

Internasional untuk tidak sepenuhnya menerima keberlakukan seluruh norma yang

tertuang di dalam suatu perjanjian internasional. Hal inilah yang disebut sebagai

Pensyaratan/Reservasi (Reservation). Merujuk pada Article 2 (1)(d) Vienna

Convention on the Law of the Treaties 1969, Pensyaratan didefinisikan sebagai

suatu pernyataan sepihak, dengan bentuk dan nama apapun, yang dibuat oleh suatu

negara, ketika menandatangani, meratifikasi, mengakseptasi, menyetujui, atau

mengaksesi atas suatu perjanjian internasional, yang maksudnya untuk

mengesampingkan atau mengubah akibat hukum dari ketentuan tertentu dari

perjanjian itu dalam penerapannya terhadap negara yang bersangkutan.12

Dalam praktiknya, pensyaratan dapat dinyatakan dengan istilah reservation

atau declaration. Bahkan praktik Pensyaratan yang dilakukan Amerika Serikat --

serta negara-negara lain seperti Argentina, Bangladesh, Belanda, Dominika, Kuwait,

dan Sudan – juga menggunakan istilah understanding sebagai suatu pernyataan

yang bersifat penafsiran yang memberikan klarifikasi atau elaborasi, kendatipun

istilah ini tidak secara eksplisit rertuang baik di dalam Vienna Convention on the

Law of the Treaties 1969 maupun International Law Commission’s Guide to

Practice on Reservations to Treaties (2011).13

12 Terjemahan atas Article 2 (1)(d) Vienna Convention on the Law of the Treaties

1969 pada Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 2, Cetakan I,

Mandar Maju, Bandung, 2005, h.152. 13 Buys, Cindy Galway, Conditions in U.S. Treaty Practice: New Data and Insights

on a Growing Phenomenon, 14 Santa Clara J. Int'l L.363 (2016), p. 370-372 and

397-399. Available at: http://digitalcommons.law.scu.edu/scujil/vol14/iss2/1

Page 26: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

Ada dua macam pensyaratan/reservasi, yaitu pertama, pensyaratan dengan

sistem suara bulat (unanimity system) dan pensyaratan menurut doktrin atau sistem

(Pan American system). Dalam sistem suara bulat, reservasi yang diajukan oleh

suatu negara, untuk dapat berlaku dan mengikat, harus mendapatkan persetujuan

semua negara peserta lainnya. Artinya, jika ada satu negara saja yang menolaknya,

meskipun negara peserta lainnya menyetujui, maka reservasi tersebut tidak berlaku.

Berbeda halnya menurut sistem Pan Amerika, di mana suatu reservasi yang

diajukan oleh suatu negara, untuk dapat dinyatakan berlaku atau mengikat, tidak

perlu harus mendapatkan persetujuan seluruh negara peserta. Reservasi itu sudah

cukup dinyatakan berlaku sepanjang ada negara peserta lain yang menyetujuinya.

Akibatnya, reservasi itu hanya berlaku antara negara mengajukan dan negara yang

menyetujui reservasi tersebut. Sedangkan antara negara yang mengajukan dan

negara-negara peserta lain yang menolaknya, reservasi itu tidak berlaku atau tidak

mengikat.14

Satu catatan yang penting dikemukakan adalah bahwasanya tidak semua

perjanjian memungkinkan dilakukannya Pensyaratan, atau dalam pemahaman

sebaliknya, Pensyaratan dimungkinkan sepanjang memang diperbolehkan oleh

suatu Perjanjian Internasional.

Penutup

Perkembangan awal hukum internasional modern hanya menempatkan

negara saja sebagai subjek hukum internasional yang memiliki kemampuan hukum

untuk membuat perjanjian internasional. Permbangan dan dinamika hukum

internasional ternyata kemudian menempatkan 7 (tujuh) subyek hukum

internasional yang memiliki kemampuan untuk mengadakan perjanjian

internasional, yaitu; Negara, Negara Bagian, Tahta Suci (Vatikan), Wilayah

Perwalian, Organisasi Internasional Kelompok yang sedang berperang (Kaum

Beligerensi), dan Bangsa-Bangsa yang sedang memperjuangkan hak-haknya.

Dalam praktiknya, pembentukan perjanjian internasional mencakup pula

aspek administratif. Sebagai contoh, proses-proses tertentu mensyaratkan adanya

14 Disarikan dari Seri Bahan Perkuliahan Hukum Perjanjian Internasional yang

disusun oleh I Dewa Gede Palguna, Bagian VI. Tentang Pensyaratan (Reservasi)

Page 27: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

full powers bagi para wakil-wakil negara untuk memastikan kebenaran bahwa

wakil-wakil negara tersebut memang diutus secara resmi mewakili negaranya baik

dalam bernegosiasi, mengadopsi, atau mengotentifikasi naskah perjanjian

internasional serta untuk menyampaikan keterikatan negara yang diwakilinya oleh

perjanjian internasional tersebut. Praktik Indonesia ternyata membedakan antara

Surat Kuasa (Full Powers) dan Surat Kepercayaan (Credentials).

Perjanjian internasional juga mengenai sejumlah cara bagi negara/subyek

hukum internasional untuk menyatakan persetujuannya terikat dalam suatu

Perjanjian Internasional. Dalam praktiknya, cara-cara tersebut dapat berpa

penandatanganan, pertukaran instrumen, pengesahan/ratifikasi, penerimaan,

penyetujuan, aksesi, atau cara-cara lain yang disepakati.

Dinamika perumusan norma dalam pembentukan perjanjian internasional

ternyata membuka ruang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Internasional untuk tidak

sepenuhnya menerima keberlakukan seluruh norma yang tertuang di dalam suatu

perjanjian internasional yang dikenal dengan istilah Pensyaratan/Reservasi

(Reservation). Pensyaratan merupakan suatu pernyataan sepihak, dengan bentuk dan

nama apapun, yang dibuat oleh suatu negara, ketika menandatangani, meratifikasi,

mengakseptasi, menyetujui, atau mengaksesi atas suatu perjanjian internasional,

yang maksudnya untuk mengesampingkan atau mengubah akibat hukum dari

ketentuan tertentu dari perjanjian itu dalam penerapannya terhadap negara yang

bersangkutan.

Pemahaman menyeluruh mengenai pokok bahasan pada perkuliahan ini akan

diuji melalui latihan sebagaimana dijelaskan pada Tutorial Ketiga.

Bahan Pustaka:

a. Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969, Part II

b. Guide to Practice on Reservations to Treaties, Adopted by the International Law

Commission at its sixty-third session, in 2011, and submitted to the General

Assembly as a part of the Commission’s report covering the work of that session

(A/66/10, para. 75),

http://legal.un.org/ilc/texts/instruments/english/draft_articles/1_8_2011.pdf

c. Undang-Undang 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Bab II dan III.

d. Surat Presiden Republik Indonesia Nomor : 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus

1960 kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.

e. Advisory Opinion of the ICJ concerning Reservation of Genocide Convention,

1951.

f. Buys, Cindy Galway, Conditions in U.S. Treaty Practice: New Data and Insights

on a Growing Phenomenon, 14 Santa Clara J. Int'l L.363 (2016). Available at:

http://digitalcommons.law.scu.edu/scujil/vol14/iss2/1

Page 28: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

g. Istanto, Sugeng F, Hukum Internasional, Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka,

Yogyakarta, 2014, h.91-96.

h. Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional,

Edisi Kedua, Cetakan ke-1, PT. Alumni, Bandung, 2003, h. 45-54.

i. Mauna, Boer, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global, Edisi ke-2,Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung, 2011, h. 100-

135.

j. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 1, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2002, h. 18-26, h. 93-210.

k. Roisah, Kholis, Hukum Perjanjian Internasional: Teori dan Praktik, Setara Press,

Malang, 2015, h.24-66.

l. Shaw, Malcolm N., International Law, Fifth Edition, Cambridge University

Press, Cambridge, 2003, p. 821-831.

Page 29: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN VI

TUTORIAL KETIGA

Task mengenai Proses Pembentukan Perjanjian Internasional dan

Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

Study Task

1. Jelaskan apakah Badan Usaha Milik Negara memiliki kapasitas untuk membuat

perjanjian internasional?

2. Jelaskan bagaimana kedudukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam

Pembentukan Sister City dan Sister Province!

3. Jelaskan mengapa sejumlah perjanjian internasional melarang dilakukannya

reservasi?

Bahan Pustaka:

a. Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

b. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

d. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 1, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2002, h. 18-26, h. 93-210.

e. Roisah, Kholis, Hukum Perjanjian Internasional: Teori dan Praktik, Setara Press,

Malang, 2015, h.101-116.

Page 30: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN VII

PERKULIAHAN KEEMPAT

Kewajiban untuk Melaksanakan, Penerapan, Penafsiran,

Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional

Pendahuluan

Melanjutkan pengetahuan yang telah diberikan pada perkuliahan-perkuliahan

sebelumnya, perkuliahan pada sesi ini akan memfokuskan pada asas-asas yang

melandasi pelaksanaan perjanjian internasional. Selain itu, akan dibahas pula aspek-

aspek teknis sehubungan dengan metode penafsiran, hak dan kewajiban pihak

ketiga, dan proses amandemen dan modifikasi perjanjian internasional.

Pokok Bahasan:

A. Asas Pacta Sunt Servanda

B. Asas Non-Retroaktif

C. Penafsiran

D. Pihak Ketiga dalam Perjanjian Internasional

E. Amandemen dan Modifikasi

Uraian Pokok Bahasan

Pada prinsipnya, setiap instrumen hukum memuat kewajiban (hukum)

kepada para pihak untuk melaksanakan. Berkaitan dengan perjanjian internasional,

Asas Pacta Sunt Servanda tertuang secara eksplisit pada Article 26 Vienna

Convention on the Law of the Treaties 1969 yang menentukan bahwa setiap

perjanjian (internasional) yang berlaku adalah mengikat para pihak dalam perjanjian

(internasional) tersebut dan harus dilaksanakan oleh mereka dengan itikad baik.15

Sebagaimana halnya keberlakuan hukum nasional yang secara umum tidak

dapat diberlakukan surut, perjanjian internasional juga menghormati asas non

retroaktif. Hal ini tertuang di dalam Article 28 Vienna Convention on the Law of the

Treaties 1969 yang pada dasarnya tidak menghendaki suatu perjanjian internasional

diberlakukan surut, baik bagi seluruh negara peserta maupun bagi satu atau

beberapa negara Peserta saja.16

Rumusan ketentuan yang tertuang di salam suatu perjanjian internasional

tentu memiliki potensi interpretasi yang beragam, yang tidak jarang menyulut

15 Dimodifikasi dari Terjemahan atas Article 26 Vienna Convention on the Law of

the Treaties 1969 pada Suryokusumo, Sumaryo, Op. Cit, h. 83. 16 Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 2, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2005, h. 300.

Page 31: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

dimulainya sengketa. Sugeng Istanto mengemukakan beberapa prinsip yang

mendasari cara penafsiran perjanjian internasional, yakni; Penafsiran Gramatikal

dan Kehendak Pihak Berjanji; Penafsiran Menurut Objek dan Konteks Perjanjian,

Penafsiran berdasarkan Pengertian yang Masuk Akal dan Konsisten, Penafsiran

berdasarkan Prinsip Efektifitas, Penggunaan Bahan Ekstrinsik, dan Perjanjian

Internasional Multilingual.17

Dalam hukum Romawi dikenal asas ‘pacta tertiis nec nocent nec prosunt’

yang bermakna bahwa suatu perjanjian tidak memberi hak dan kewajiban pada

pihak ketiga, yang apabila asas dilekatkan pada konteks perjanjian internasional

dapat dimaknai bahwa suatu perjanjian internasional tidak memberi hak dan

kewajiban pada negara bukan pihak atau negara yang tidak meratifikasi perjanjian

tersebut. Substansi asas ini termaktub secara jelas di dalam Article 34 Vienna

Convention on the Law of the Treaties 1969. Kendatipun demikian, perkecualian

terhadap ketentuan ini justru diatur di dalam Article 35 dan 36 konvensi tersebut

yang memungkinkan adanya Perjanjian Internasional yang membebankan

kewajiban bagi Negara Ketiga dan Perjanjian Internasional yang memberikan hak

kepada Negara Ketiga.

Seperti halnya hukum yang senantiasa perlu mengikuti perkembangan

jaman, demikian pula perjanjian internasional yang perlu fleksibel dalam

penerapannya. Dalam rangka mengakomodir kepentingan para pihak, setiap

perjanjian internasional pada umumnya membuka ruang bagi sejumlah perubahan

atas ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian. Hal ini dikenal dengan istilah

amandemen dan modifikasi. Amandemen atas perjanjian internasional dapat

diartikan sebagai tindakan formal untuk mengubah ketentuan suatu perjanjian

internasional yang menyangkut kepentingan semua pihak, sedangkan modifikasi

merupakan tindakan formal untuk mengubah ketentuan suatu perjanjian

internasional yang menyangkut beberapa pihak tertentu saja tanpa mempengaruh

pihak-pihak lainnya.18

Penutup

Asas Pacta Sunt Servanda menentukan bahwa setiap perjanjian

(internasional) yang berlaku adalah mengikat para pihak dalam perjanjian

17 Istanto, Sugeng F, Hukum Internasional, Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka,

Yogyakarta, 2014, h. 96-99 18 Parthiana, I Wayan, (Bag: 2), Op.Cit, h. 329-330.

Page 32: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

(internasional) tersebut dan harus dilaksanakan oleh mereka dengan itikad baik.

Perjanjian internasional juga menghormati asas non retroaktif yang pada dasarnya

tidak menghendaki suatu perjanjian internasional diberlakukan surut, baik bagi

seluruh negara peserta maupun bagi satu atau beberapa negara Peserta saja.

Perjanjian internasional mengenal beberapa prinsip yang mendasari cara

penafsiran perjanjian internasional. Secara teoritik dikenal Penafsiran Gramatikal

dan Kehendak Pihak Berjanji; Penafsiran Menurut Objek dan Konteks Perjanjian,

Penafsiran berdasarkan Pengertian yang Masuk Akal dan Konsisten, Penafsiran

berdasarkan Prinsip Efektifitas, Penggunaan Bahan Ekstrinsik, dan Perjanjian

Internasional Multilingual.

Asas ‘pacta tertiis nec nocent nec prosunt’ yang dapat dimaknai bahwa

suatu perjanjian internasional tidak memberi hak dan kewajiban pada negara bukan

pihak atau negara yang tidak meratifikasi perjanjian tersebut. Kendatipun demikian,

norma dan praktik Perjanjian Internasional memungkinkan pembebanan kewajiban

bagi Negara Ketiga dan pemberian hak kepada Negara Ketiga.

Amandemen atas perjanjian internasional dapat diartikan sebagai tindakan

formal untuk mengubah ketentuan suatu perjanjian internasional yang menyangkut

kepentingan semua pihak. Berbeda halnya dengan modifikasi yang hanya

merupakan tindakan formal untuk mengubah ketentuan suatu perjanjian

internasional yang menyangkut beberapa pihak tertentu saja tanpa mempengaruh

pihak-pihak lainnya.

Latihan terhadap pemahaman mengenai materi ini akan dilakukan melalui

Tutorial Keempat.

Bahan Pustaka:

a. Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969, Part III dan IV.

b. Undang-Undang 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Bab IV.

c. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 2, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2005, h. 261-368.

d. Istanto, Sugeng F, Hukum Internasional, Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka,

Yogyakarta, 2014, h. 96-104.

e. Roisah, Kholis, Hukum Perjanjian Internasional: Teori dan Praktik, Setara Press,

Malang, 2015, h. 67-91.

f. Shaw, Malcolm N, International Law, Fifth Edition, Cambridge University Press,

Cambridge, 2003, p. 832-844.

g. Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Perjanjian Internasional, PT. Tata Nusa,

Jakarta, 2008, h. 81-87.

Page 33: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN VIII

TUTORIAL KEEMPAT

Task mengenai Kewajiban untuk Melaksanakan Perjanjian,

Penerapan, Penafsiran, Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional

Study task

1. Jelaskan apakah praktik hukum internasional memungkinkan pengabaian

terhadap asas non retroaktif?

2. Apakah yang dimaksud dengan travaux préparatoires dalam penafsiran

perjanjian internasional?

3. Apakah perjanjian internasional yang menyatakan pemberian kewajiban kepada

negara ketiga dapat berlaku otomatis?

Bahan Pustaka: Sama dengan Bahan Pustaka yang digunakan pada Perkuliahan

Keempat

Page 34: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN IX

UJIAN TENGAH SEMESTER

Petunjuk Ujian

1. Pada prinsipnya, Ujian Tengah Semester (UTS) pada mata kuliah ini didesain

sebagai instrumen evaluasi terukur untuk menguji kemampuan dan kemajuan

mahasiswa dalam partisipasinya mengikuti perkuliahan ini hingga periode UTS.

2. Ujian diselenggarakan dalam bentuk ujian tertulis (written exam) atau bentuk lain

sebagaimana ditentukan oleh Dosen Pengajar.

3. Ada empat materi utama yang akan diujikan pada saat UTS, yakni:19

a. Materi Pendahuluan

b. Bentuk dan Jenis Perjanjian Internasional

c. Proses Pembentukan Perjanjian Internasional dan Mulai Berlakunya

Perjanjian Internasional

d. Kewajiban Untuk Melaksanakan, Penerapan, Penafsiran, Amandemen dan

Modifikasi Perjanjian Internasional

19 Hal ini dapat diberlakukan secara fleksibel mengikuti perkembangan materi di

kelas.

Page 35: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN X

PERKULIAHAN KELIMA

Ketidaksahan, Penundaan dan Pengakhiran Suatu Perjanjian Internasional

Pendahuluan

Materi pada perkuliahan berikut akan membahas pengaturan hukum dan

praktik berkaitan dengan situasi apabila terdapat pihak yang mendalilkan instrumen

yang telah disepakati dan berlaku merupakan perjanjian internasional yang tidak

sah. Selanjutnya, pembahasan juga akan menyentuh isu faktor-faktor yang dapat

menunda atau mengakhiri perjanjian internasional.

Pokok Bahasan:

A. Ketidaksahan Perjanjian Internasional

B. Penundaan Perjanjian Internasional

C. Pengakhiran Perjanjian Internasional

Uraian Pokok Bahasan

Dalam beberapa kasus, keabsahan suatu perjanjian justru dipertanyakan.

Section 2. Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969 mengatur tentang

ketidakabsahan perjanjian internasional (invalidity of treaties) yang menentukan

adanya sejumlah alasan untuk menyatakan Suatu perjanjian internasional tidak sah

yaitu alasan berdasarkan hukum dan perundang-undangan, Kesalahan (error) atas

fakta atau situasinya, Kecurangan (fraud) dari negara mitra berundingnya, Korupsi

dari wakil suatu negara, Paksaan yang dilakukan oleh wakil dari suatu negara,

Ancaman atau Penggunaan Kekerasan oleh Suatu Negara, dan Perjanjian

Internasional yang bertentangan dengan Jus Cogens.20

Salah satu isu menarik juga berkaitan dengan keberlakuan perjanjian

internasional, khususnya apakah suatu perjanjian internasional dapat ditunda

keberlakuannya atau tidak. Hal ini dibahas dalam materi suspension of treaties yang

dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Penundaan atas pelaksanaan suatu

perjanjian internasional21 atau dalam frasa lain dimaknai sebagai Pengangguhan

bekerjanya Perjanjian Internasional.22 Pada intinya, penundaan terhadap

20 Parthiana, I Wayan, (Bag: 2), Op.Cit, h. 430-455 21 Ibid, 393 22 Suryokusumo, Sumaryo, Op. Cit, h.124.

Page 36: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

keberlakuan perjanjian internasional dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan-

ketentuan dalam perjanjian internasional itu sendiri atau dilakukan setiap waktu

dengan kesepakatan dari semua pihak setelah berkonsultasi dengan negara

perunding lainnya, sebagaimana ditentukan berdasarkan Article 57 Vienna

Convention on the Law of the Treaties 1969.23

Sebagaimana halnya dimungkinkannya penundaan terhadap keberlakuan

perjanjian internasional, eksistensi perjanjian internasional juga dapat berakhir atau

diakhiri. Hal ini diatur pada Section 3. Vienna Convention on the Law of the

Treaties 1969. Terdapat sejumlah alasan untuk mengakhiri eksistensi suatu

perjanjian internasional. Alasan umum untuk mengakhiri perjanjian internasional

yakni telah dibuatnya perjanjian internasional yang baru, dilakukannya pelanggaran

atas substansi perjanjian internasional oleh salah satu pihak, ketidakmungkinan

untuk melaksanakannya serta perjanjian internasional bertentangan dengan jus

cogens. Alasan lain yang dapat digunakan namun diberikan pembatasan dengan

sangat ketat adalah terjadinya perubahan keadaan yang fundamental (fundamental

change of circumstances).24

Penting untuk ditegaskan bahwa putusnya hubungan diplomatik dan/atau

konsuler antara kedua pihak yang terikat dalam suatu perjanjian internasional

tidaklah mempengaruhi hubungan hukum di antara mereka sebagaimana ditentukan

oleh perjanjian tersebut. Situasi perang yang terjadi antara pihak yang terikat di

dalam perjanjian internasional juga tidak secara otomatis mengakhiri perjanjian

internasional, namun hanya menunda pelaksanaan perjanjian saja hingga situasi

normal kembali pasca perang. Demikian pula dengan penarikan atau pengunduran

diri dari negara-negara pihak yang tidak serta-merta mengakhiri eksistensi

perjanjian internasional, kendatipun dalam praktiknya mungkin akan amat

bergantung pada signifikan atau tidaknya jumlah pihak yang mengundurkan diri

serta pengaruh negara yang mengundurkan diri bagi keberlangsungan perjanjian

internasional. 25

23 Dimodifikasi dari Terjemahan atas Article 57 Vienna Convention on the Law of

the Treaties 1969 pada Suryokusumo, Sumaryo, Op. Cit, h. 125. 24 Parthiana, I Wayan (Bagian 2), Op. Cit, h. 456-480. 25 Ibid, h. 473-482. Lihat juga Mauna, Boer, Op.Cit, h.157-162.

Page 37: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

Penutup

Terdapat sejumlah alasan untuk menyatakan Suatu perjanjian internasional

tidak sah yaitu alasan berdasarkan hukum dan perundang-undangan, kesalahan atas

fakta atau situasinya, kecurangan dari negara mitra berundingnya, korupsi dari

wakil suatu negara, paksaan yang dilakukan oleh wakil dari suatu negara, ancaman

atau penggunaan kekerasan oleh suatu negara, dan perjanjian internasional yang

bertentangan dengan Jus Cogens. Adapun penundaan terhadap keberlakuan

perjanjian internasional dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam

perjanjian internasional itu sendiri atau dilakukan setiap waktu dengan kesepakatan

dari semua pihak setelah berkonsultasi dengan negara perunding lainnya. Terdapat

sejumlah alasan umum untuk mengakhiri perjanjian internasional yakni telah

dibuatnya perjanjian internasional yang baru, dilakukannya pelanggaran atas

substansi perjanjian internasional oleh salah satu pihak, ketidakmungkinan untuk

melaksanakannya serta perjanjian internasional bertentangan dengan jus cogens.

Alasan yang dapat digunakan dengan pembatasan dengan sangat ketat adalah

terjadinya perubahan keadaan yang fundamental yang berkaitan dengan perjanjian

internasional. Pembahasan Tutorial Kelima selanjutnya akan menjadi wahana untuk

melatih mahasiswa dalam memahami lebih lanjut materi yang disajikan pada

perkuliahan ini.

Bahan Pustaka:

1. Vienna Convention on the Law of the Treaties 1969, Part V.

2. Undang-Undang 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Bab VI.

3. Mauna, Boer, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global, Edisi ke-2,Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung, 2011, h.149-

162.

4. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 2, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2005, h.393-487.

5. Roisah, Kholis, Hukum Perjanjian Internasional: Teori dan Praktik, Setara Press,

Malang, 2015, h.92-100.

6. Shaw, Malcolm N, International Law, Fifth Edition, Cambridge University Press,

Cambridge, 2003, p. 845-858.

Page 38: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN XI

TUTORIAL KELIMA

Task mengenai Ketidaksahan, Pengakhiran dan Penundaan

Bekerjanya Suatu Perjanjian Internasional

A. Discussion Task:

1. Jelaskan apakah kecurangan yang dilakukan dalam proses pembentukan

internasional merupakan isu hukum internasional ataukah diplomatik?

2. Jelaskan apakah suatu negara dibenarkan untuk melakukan pengakhiran suatu

perjanjian internasional secara sepihak dengan alasan kepentingan nasionalnya?

B. Problem Task

Kasus Imaginer:

”Eksistensi Perjanjian Internasional Akibat Pemutusan Hubungan

Diplomatik: Status Quo Sengketa Diplomatik RI-Australia”

Indonesia dan Australia berada dalam hubungan diplomatik yang kurang

harmonis. Tindakan pemerintah Australia yang memberikan visa sementara bagi 5

orang WNI yang dianggap melakukan perbuatan makar terhadap negara Indonesia

telah seolah menggores kembali luka lama permasalah diplomatik kedua negara.

Sebagai reaksi, Pemerintah Republik Indonesia (RI) kemudian mem-persona non

grata-kan Atase Pertahanan Kedutaan Besar (Kedubes) Australia di Jakarta. Dua

hari kemudian, tindakan Pemerintah RI ini dibalas serupa terhadap Atase

Pertahanan Kedubes RI di Canberra. Tanpa berselang lama, Presiden RI kemudian

mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Australia. Lebih jauh,

Presiden juga menyatakan secara unilateral bahwa segala perjanjian bilateral antara

RI dan Australia dinyatakan berakhir. Memperjelas pernyataan Presiden, Juru

Bicara Presiden menyatakan bahwa pemerintah RI tidak mengakui lagi seluruh hak

dan kewajban yang ditimbulkan dari perjanjian bilateral antara RI dan Australia.

Menteri luar Negeri RI secara teknis kemudian memulangkan Duta Besar RI Luar

Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Australia di Canberra beserta seluruh jajaran

pejabat diplomatik.

Tiga hari setelah pengumuman tersebut, terjadi kerusuhan massal di beberapa

kota di Indonesia. Massa menghancurkan bank serta perusahaan-perusahaan yang

dianggap terkait dengan Australia. Pemerintah Australia dalam situasi dilematis. Di

Page 39: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

satu sisi, mereka hendak memulangkan kembali seluruh jajaran staf diplomatiknya

di Jakarta dengan pertimbangan prinsip resiprositas dalam hubungan diplomatik,

namun di sisi lain, mereka memiliki tanggung jawab untuk melindungi kepentingan

nasionalnya di Indonesia.

Sesaat kemudian, Perdana Menteri Australia kemudian menyampaikan

beberapa hal penting:

b. Menyerukan travel warning kepada seluruh warga negara Australia yang hendak

bepergian ke Indonesia serta menyerukan agar seluruh warga negara Australia

yang berada di Indonesia untuk segera kembali ke Australia;

c. Meminta pemerintah Indonesia untuk menjamin perlindungan terhadap

kepentingan Australia di Indonesia;

d. Menghormati tindakan unilateral pemerintah Indonesia untuk melakukan

pemutusan hubungan diplomatik dengan Australia berdasarkan atas

penghormatan atas Hak Legasi Aktif yang dimiliki Indonesia. Sebagai reaksi,

Pemerintah Australia sedianya melakukan hal yang sama, namun akan dilakukan

secara bertahap guna melaksanakan fungsi perlindungan kepentingan Australia di

Indonesia hingga situasi keamanan di Indonesia lebih kondusif;

e. Menolak dengan tegas pernyataan unilateral Pemerintah RI terhadap pengakhiran

segala perjanjian bilateral antara RI dan Australia dinyatakan dan pernyataan

Indonesia yang tidak mengakui lagi seluruh hak dan kewajban yang ditimbulkan

dari perjanjian-perjanjian bilateral tersebut.

Pemerintah RI ternyata tidak terlalu menanggapi pernyataan Pemerintah

Australia. Seusai rapat kabinet terbatas, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI

yang didampingi Menteri Luar Negeri melakukan pernyataan pers yang menegaskan

bahwa sikap pemerintah RI masih sama, sampai Pemerintah Australia

memulangkan 5 orang WNI tersebut untuk dapat dikenakan proses hukum di

Indonesia.

Isu ternyata bergulir semakin kencang. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

RI juga menyatakan bahwa berdasarkan hasil rapat antara pimpinan DPR RI beserta

seluruh Anggota Komisi I DPR RI, telah diputuskan untuk melakukan peninjauan

Page 40: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

ulang terhadap seluruh Perjanjian Bilateral RI yang disahkan melalui undang-

undang, dalam waktu dekat.

Bahan Pustaka:

1. Vienna Convention on the Law of the Treaties, 1969, Part V and Part VI

2. Undang-Undang 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

3. Agusman, Damos Dumoli, Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori dan

Praktik Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010, h.64-67

4. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 2, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2005, h. 473-478.

Page 41: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN XII

PERKULIAHAN KEENAM

Perjanjian Internasional dalam Perspektif Hukum Nasional dan Hukum Regional

Pendahuluan

Salah satu isu yang cukup jarang dibahas dalam perkuliahan Hukum

Perjanjian Internasional namun sesungguhnya amat penting untuk ditelaah adalah

kajian berkenaan dengan aspek hukum nasional negara-negara dan aspek hukum

kawasan/regional terhadap eksistensi perjanjian internasional. Pokok bahasan pada

perkuliahan ini sesungguhnya tidak hanya mengembangkan materi-materi Hukum

Perjanjian Internasional yang telah dibahas sebelumnya, tetapi pula menjadi

pengayaan terhadap materi hubungan antara Hukum Nasional dan Hukum

Internasional yang dibahas pada perkuliahan Hukum Internasional pada Semester 2.

Pokok Bahasan:

A. Persoalan hubungan antara Hukum Nasional dan Hukum Internasional dalam

kaitannya dengan Perjanjian Internasional

B. Makna Article 27 of the Vienna Convention on the Law of the Treaties, 1969

C. Pengujian Peradilan Nasional terhadap Eksistensi Perjanjian Internasional

D. Pengujian Peradilan Regional terhadap Eksistensi Perjanjian Internasional

Uraian Pokok Bahasan

Pada saat mengikuti mata kuliah Hukum Internasional, mahasiswa tentu

sudah mempelajari persoalan hubungan antara hukum nasional dan hukum

internasional. Secara teoritik, terdapat dua pandangan yang berpengaruh. Pertama

adalah pandangan Voluntarisme yang mendasarkan berlakunya hukum internasional

pada kemauan Negara yang melahirkan pemahaman bahwa hukum internasional

dan hukum nasional sebagai dua satuan perangkat hukum yang berdampingan dan

terpisah atau yang dikenal sebagai aliran Dualisme. Pandangan kedua dikenal

sebagai pandangan objektivis yang menganggap ada dan berlakunya hukum

internasional sesungguhnya lepas dari kemauan negara yang melahirkan

pemahaman bahwa hukum internasional dan hukum nasional sebagai dua bagian

dari satu perangkat hukum atau yang dikenal sebagai aliran Monisme. Saat

bersentuhan dengan persoalan hierarkhi, Aliran Monisme kemudian dapat

dibedakan antara Monisme Primat Hukum Internasional yang menganggap bahwa

Hukum Internasional lebih tinggi dari Hukum Nasional dan Monisme Primat

Page 42: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

Hukum Nasional, yang sebaliknya, menganggap bahwa Hukum Nasional lebih

tinggi dari Hukum Internasional.26

Persoalan ini diterjemahkan ke dalam diskursus mengenai hubungan antara

perjanjian internasional dan peraturan perundang-undangan nasional Negara yang

menjadi pihak dari perjanjian tersebut. Penganut aliran dualisme akan memandang

bahwa perjanjian internasional dan perundang-undangan nasional Negara sebagai

dua satuan perangkat hukum yang berdampingan dan terpisah. Demikian pula

halnya dengan aliran Monisme Primat Hukum Internasional yang akan menganggap

Perjanjian Internasional kedudukannya lebih tinggi dari perundang-undangan

nasional Negara, dan sebaliknya, aliran Monisme Primat Hukum Nasional akan

menganggap bahwa perundang-undangan nasional Negara secara hierarkhis

memiliki posisi yang lebih tinggi dari Perjanjian Internasional.

Berkaitan dengan hal ini, dapat kiranya dirujuk Article 27 of the Vienna

Convention on the Law of the Treaties, 1969 yang mengatur mengenai Internal law

and observance of treaties yang menyebutkan bahwa suatu negara pihak tidak dapat

memberikan alasan untuk tidak mematuhi suatu perjanjian karena adanya kesulitan

dari hukum nasionalnya. Kendatipun demikian, ketentuan ini tidak

mengesampingkan substansi yang tertuang di dalam Article 46 of the Vienna

Convention on the Law of the Treaties, 1969 mengenai Ketentuan-Ketentuan dalam

Hukum Nasional mengenai Wewenang untuk Membuat Perjanjian. 27

Faktanya, semakin sering dilakukan pengujian substansi perjanjian

internasional oleh sejumlah Peradilan Nasional dan Peradilan Regional.

Menariknya, pandangan (majelis) hakim dalam memutuskan ternyata cukup

dipengaruhi oleh keyakinannya mengenai salah satu aliran yang dianutnya.

Penutup

Secara teoritik, terdapat dua pandangan berkaitan dengan persoalan

hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional yakni pandangan

Voluntarisme yang melahirkan aliran Dualisme dan pandangan Objektivis yang

melahirkan aliran Monisme. Vienna Convention on the Law of the Treaties, 1969

menentukan bahwa suatu negara pihak tidak dapat memberikan alasan untuk tidak

26 Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT.

Alumni, Bandung, Edisi Kedua, Cetakan ke-1, 2003, h. 55-64 27 Dikutip dari Terjemahan atas Article 27 Vienna Convention on the Law of the

Treaties 1969 pada Suryokusumo, Sumaryo, Op. Cit, h. 84 dan 113.

Page 43: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

mematuhi suatu perjanjian karena adanya kesulitan dari hukum nasionalnya. Fakta

juga menunjukkan bahwa pengujian substansi perjanjian internasional ternyata

dilakukan pada sejumlah Peradilan Nasional dan Peradilan Regional di berbagai

belahan dunia. Pokok bahasan ini akan semakin dipertajam pada Tutorial Keenam.

Bahan Pustaka:

a. Charter of the United Nations

b. Vienna Convention on the Law of the Treaties, 1969 Part III.

c. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011,

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=download.Putusan&id=1

303

d. Decision of Court of First Instant (CFI) and Decision of the European Court of

Justice (ECJ) in Yusuf and Kadi Case. http://eur-

lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CELEX:62001A0306:EN:HTML,

http://eurlex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CELEX:62001A0315:E

N:HTML,http://eurlex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CELEX:62005

J0402:EN:HTMLILC Articles on Responsibility of States for Internationally

Wrongful Act 2001, Part Two.

e. Supreme Court of the United States, Case No. 06–984, Jose Ernesto Medellin,

Petitioner V. Texas, 2008. http://www.supremecourtus.gov/opinions/07pdf/06-

984.pdf

f. Dewanto, Wisnu Aryo, Problematika Keberlakuan dan Status Hukum Perjanjian

Internasional: Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011,

Jurnal Yudisial Vol. 6 No. 2 Agustus 2013: 107 – 122. 28

g. Dewanto, Wisnu Aryo, Perjanjian Internasional Tidak Dapat Diterapkan Secara

Langsung di Pengadilan Nasional: Sebuah Kritik Terhadap Laporan DELRI

Kepada Komite ICCPR PBB Mengenai Implementasi ICCPR di Indonesia,

Jurnal Hukum Staatrechts Volume 1 No. 1 Oktober 2014.29

h. Bakar, Dian Utami Mas, Pengujian Konstitusional Undang-Undang Pengesahan

Perjanjian Internasional, Yuridika, Volume 29 No 3, September-Desember 2014,

h.274-298.30

i. Brownlie, Ian, Principles of Public International Law, Clarendon Press, Oxford,

1998, p. 31-56.

j. Denza, Eileen, The Relationship between International and National Law dalam

Malcolm D. Evans, International Law, Second Edition, Oxford University Press,

2006, h. 423-448.

k. Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional,

PT. Alumni, Bandung, Edisi Kedua, Cetakan ke-1, 2003, h. 55-94.

l. Parthiana, I Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bag: 2, Cetakan I, Mandar

Maju, Bandung, 2005, h.275-276.

m. Posch, Albert, The Kadi Case: Rethinking the Relationship between EU Law and

International Law?, The Columbia Journal Of European Law Online (15 Colum.

J. Eur. L. Online 1 (2009)) http://www.cjel.net/wp-

content/uploads/2009/03/albertposch-the-kadi-case.pdf

28 http://www.komisiyudisial.go.id/files/Jurnal%20Yudisial/jurnal-agustus-2013.pdf 29

http://journal.uta45jakarta.ac.id/index.php/STAATRECHTS/article/download/19/12 30 e-journal.unair.ac.id/index.php/YDK/article/download/372/206

Page 44: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN XIII

TUTORIAL KEENAM

Task Mengenai Perjanjian Internasional

dalam Perspektif Hukum Nasional dan Hukum Regional

Problem Task

Kasus Imajiner

Mahkamah Agung Afghanistan Uji Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

Afghanistan merupakan negara yang menjadi home base gerakan terorisme.

Gerakan ini dituduh melancarkan aksi tidak hanya di internal Afghanistan, namun

juga di Pakistan, India, dan bahkan Amerika Serikat. Pihak kepolisian dan militer

Afghanistan telah kewalahan untuk mengatasi aksi mereka. Bahkan dalam beberapa

tahun terakhir, jumlah pengikut gerakan ini semakin meningkat. Melalui rapat

kabinet terbatas, Pemerintah Afghanistan, yang dipimpin oleh penguasa sipil

demokratik, memutuskan untuk mengundang keterlibatan masyarakat internasional

dalam mengatasi kasus ini. Presiden Afghanistan kemudian bersurat kepada

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) memohon bantuan

PBB untuk terlibat aktif dalam memulihkan situasi di Afghanistan.

Sekjen PBB kemudian meneruskan surat tersebut ke Sidang Majelis Umum

PBB untuk dibahas oleh semua negara anggota PBB. Hasilnya, sidang tersebut

memberikan otoritas kepada Dewan Keamanan (DK) PBB untuk mengambil

langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-

Bangsa (Charter of the United Nations/UN Charter), khususnya Chapter VII. Dalam

perdebatan yang sangat alot, DK PBB kemudian mengeluarkan sebuah resolusi

pengiriman pasukan keamanan multinasional ke Afghanistan.

Langkah DK PBB ini pada awalnya disambut dengan baik. Pengiriman

pasukan kemananan sejumlah 50.000 personil di tahun pertama dapat mendukung

efektivitas pergerakan aparat kepolisian dan militer Afghanistan untuk menggempur

sarang-sarang teroris hingga ke pelosok-pelosok wilayah Afganistan. Namun ketika

jumlah pasukan keamanan ini ditingkatkan hingga dua kali lipat pada tahun

berikutnya, muncul permasalahan karena jumlah ini lebih besar daripada jumlah

keseluruhan personil kepolisian dan militer Afghanistan. Pihak kepolisian dan

militer kemudian menyampaikan keberatannya kepada pihak pemerintah (eksekutif)

Afghanistan dengan berargumen bahwa PBB sebaiknya memperkuat personil

Page 45: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

kepolisian dan militer Afghanistan dengan memberikan pelatihan-pelatihan dan

pendampingan daripada melakukan penambahan jumlah pasukan keamanan yang

berpotensi bagi terjadinya intervensi terhadap kedaulatan teritorial Afghanistan.

Pemerintah Afghanistan ternyata tetap bersikukuh dengan keputusannya untuk

melanjutkan keterlibatan PBB dengan pertimbangan bahwa gerakan terorisme

masih belum dapat dituntaskan. Ketika isu kudeta mulai terdengar, Pemerintah

Afghanistan mengajukan permohonan pendapat hukum Mahkamah Agung (MA)

Afghanistan tentang permasalahan ini.

Secara mengejutkan MA Afghanistan memberikan pendapat hukum sebagai

berikut:

1. Keputusan Pemerintah Afghanistan untuk mengundang keterlibatan masyarakat

internasional untuk mengatasi kasus ini dapat dibenarkan berdasarkan hukum

nasional Afghanistan, sepanjang masih sesuai dengan kepentingan nasional

terutama di bidang keamanan dan pertahanan.

2. Pengiriman pasukan keamanan PBB dalam jumlah yang lebih besar daripada

jumlah total personil kepolisian dan militer Afghanistan dapat dipandang

sebagai upaya yang tidak menghormati kedaulatan teritorial Afghanistan. Dalam

hal ini, PBB tidak konsisten menerapkan UN Charter. Di satu sisi, misi ini

didasarkan pada Chapter VII UN Charter, sementara di sisi lain, pelaksanaan

misi ini bertentangan dengan Article 1 (1) dan 2 (4) UN Charter serta

bertentangan dengan prinsip non-intervention sebagaimana tertuang dalam

Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations

and Co-operation among States in Accordance with the Charter of the United

Nations (1970).

Bahan Pustaka:

1. Bacaan pada Perkuliahan Keenam, khususnya the Charter of the United

Nations, dan;

2. The Declaration on Principles of International Law concerning Friendly

Relations and Co-operation among States in Accordance with the Charter of

the United Nations (1970).

Page 46: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN XIV

PERKULIAHAN KETUJUH

Isu-Isu Aktual Hukum Perjanjian Internasional

Pendahuluan

Dalam rangka menguji pemahaman mahasiswa secara paripurna,

perkuliahan ketujuh akan menjadi penutup sesi perkuliahan dengan menyajikan isu-

isu aktual Hukum Perjanjian Internasional.

Pokok Bahasan:

A. Politik dalam Penafsiran Perjanjian Internasional

B. Eksistensi Perjanjian Internasional yang berkaitan dengan Organisasi

Internasional dalam Pengakhiran Status Keanggotaan di Organisasi Internasional

tersebut

Uraian Pokok Bahasan

Tahap ini mengombinasikan pengetahuan mahasiswa yang didapat dari

mempelajari berbagai pokok bahasan sebelumnya. Isu-isu aktual hukum perjanjian

internasional sesungguhnya cukup banyak, namun dalam perkuliahan ini hanya

difokuskan pada dua isu saja. Isu pertama diangkat karena terinsipirasi dari hangat

dan berlanjutnya diskursus akademik mengenai “the Politics of Treaty

Interpretation” di kalangan para ahli hukum internasional di berbagai Negara. Isu

kedua dilatarbelakangi oleh situasi yang masih penuh perdebatan mengenai status

perjanjian regional yang pernah diikuti oleh Inggris pasca referendum Inggris yang

menghasilkan keputusan untuk keluar dari keanggotaannya di Uni Eropa.

Penutup

Pokok bahasan isu-isu aktual Hukum Perjanjian Internasional akan diuji melalui

problem task yang disajikan pada Tutorial Ketujuh.

Bahan Pustaka:

a. Lisbon Treaty of the European Union

b. Pauwelyn, Joost and Elsig, Manfred, the Politics of Treaty Interpretation:

Variations and Explanations Across International Tribunals (October 3, 2011).

Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1938618 or

http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.1938618

b. Dunoff, Jeffrey L and Mark A. Pollack, Reversing Field: What Can International

Law Teach International Relations?, ESIL Reflections, Volume 3, Issue 3, March

27, 2014, http://www.esil-

sedi.eu/sites/default/files/Dunoff%20and%20Pollack%20-

%20ESIL%20Reflections_0.pdf

c. Smolka, Jennifer and Benedikt Pirker, International Law and Pragmatics: An

Account of Interpretation in International Law, International Journal of Language

& Law vol. 5 (2016),

https://www.languageandlaw.de/index.php/jll/article/view/17/17

Page 47: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN XV

TUTORIAL KETUJUH

Task mengenai Isu-Isu Aktual Hukum Perjanjian Internasional

Problem Task

Brexit and International Trade Treaties31

One consequence of the UK’s membership of the EU is that many aspects of

the UK’s external relations are now conducted partly or wholly through the EU. As

a result of Brexit, the UK would be able to re-assume direct control of its external

relations, including trade relations. The pro-Remain camp suggested in the

campaign that Brexit would result in years of uncertainty while the UK renegotiates

its international trade arrangements.

This contention is not supported by the facts and evidence. As we explain in

more detail in this research piece:

The UK cannot currently decide the level of tariffs which we levy on imports,

because these are set at a uniform level for the EU as a whole under the EU's

customs union. After exit, WTO rules would apply which would allow the UK to

decide the level of our own tariffs on imports, provided that tariffs on average are

no higher than under the EU customs union.

Again, because of the EU customs union and 'common commercial policy',

the UK is not able to negotiate its own trade agreements with non-member countries

-- we can only do so as part of the EU. The UK will be able to participate in new

trade agreements with non-member countries from the day after exit. The process

of negotiating new trade deals can be started during the 2-year notice period

leading up to Brexit, with a view to bringing them into force on or soon after the

date of exit.

The EU has existing free trade agreements which currently apply to the UK

as an EU member. Most of these EU agreements are with micro-States or

developing countries and only a small number represent significant export markets

for the UK. Both the EU and the member states (including the UK) are parties to

these agreements. The UK could simply continue to apply the substantive terms of

these agreements on a reciprocal basis after exit unless the counterparty State were

31 Dikutip sebagian dari http://www.lawyersforbritain.org/brexit-trade-

treaties.shtml#

Page 48: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

actively to object. We can see no rational reason why the counterparty States would

object to this coursDaniel Alexander <[email protected]>e

since that would subject their existing export trade into the UK market, which is

currently tariff free, to new tariffs. There will be no need for complicated

renegotiation of these existing agreements as was misleadingly claimed by pro-

Remain propaganda.

The UK was a founder member of EFTA but withdrew when we joined the

EEC in 1973. We could apply to re-join with effect from the day after Brexit. There

is no reason why the four current EFTA countries would not welcome us back, given

that the UK is one of EFTA's largest export markets. EFTA membership would

allow us to continue uninterrupted free trade relations with the four EFTA

countries, and also to participate in EFTA's promotion of free trade deals with non-

member countries around the world.

The EU is seriously encumbered in trying to negotiate trade agreements by

the large number of vociferous protectionist special interests within its borders.

After Brexit, the UK would be able to negotiate new trade deals unencumbered by

these special interests much faster than the EU, and with a higher priority for

faciliting access to markets for our own export industries including services.

It is completely untrue that you need to be a member of a large bloc like the

EU in order to strike trade deals. The actual record of the EU compared to that

(for example) of the EFTA countries demonstrates the direct opposite.

The baseline of our trade relationship with the remaining EU states would

be governed by WTO rules which provide for non-discrimination in tariffs, and

outlaw discriminatory non-tariff measures. From this baseline, and as the

remaining EU's largest single export market, we would be in a strong position to

negotiate a mutually beneficial deal providing for the continued free flow of goods

and services in both directions. We explain what such a deal would look like in a

later post, Brexit - doing a deal with the EU.

Bahan Pustaka:

a. General Agreement on Tarrifs dan Trade

b. Lisbon Treaty of the European Union

c. Miller, Vaughne and Arabella Lang, Brexit: how does the Article 50 process

work?, Briefing Paper, Number 7551, 30 June 2016, House of Commons

Library, http://researchbriefings.files.parliament.uk/documents/CBP-7551/CBP-

7551.pd

Page 49: BUKU AJAR HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ......Materi kuliah terdiri dari sejumlah pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang diorganisir sebagai berikut : A. Pendahuluan 1. Peristilahan

PERTEMUAN XVI

UJIAN AKHIR SEMESTER

Petunjuk Ujian

1. Pada prinsipnya, Ujian Tengah Semester (UTS) pada mata kuliah ini didesain

sebagai instrumen evaluasi terukur untuk menguji kemampuan dan kemajuan

mahasiswa dalam partisipasinya mengikuti perkuliahan ini hingga periode UAS.

2. Ujian diselenggarakan dalam bentuk ujian tertulis (written exam) atau bentuk lain

sebagaimana ditentukan oleh Dosen Pengajar.

3. Semua materi yang telah dibahas berpotensi untuk diujikan pada saat UAS.