26
PENDAHULUAN Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah salah satu gangguan yang paling sering dari sistem vestibular. BPPV digambarkan oleh Bárány pada tahun 1921 dan kemudian dijelaskan dalam rincian lebih lanjut oleh Dix Hallpike pada tahun 1952. 1 Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah bentuk umum dari vertigo dan ditandai oleh pusing episodik yang terkait dengan perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Gejala BPPV dapat mirip dengan penyakit sistem vaskular saraf pusat. 2 Penyebab utama dari vertigo dalam perawatan primer sebagai BPPV harus dikonfirmasi dengan tes posisional Dix Hallpike yang positif dan diobati dengan manuver reposisi. 3 Secara keseluruhan, prevalensi BPPV telah dilaporkan berkisar 10,7-64 per 100.000 penduduk. BPPV juga umum terjadi di seluruh masa hidup, meskipun onset usia yang paling umum di antara dekade kelima dan ketujuh kehidupan. 4 Usia rata-rata onset BPPV adalah 49 tahun, prevalensi seumur hidup adalah sekitar 2,4%, dan insiden kumulatif yang mencapai hampir 10% pada usia 80. 3 Beberapa teori telah berusaha untuk menjelaskan patofisiologi BPPV. Teori-teori ini dapat dibagi menjadi dua pada dasarnya yakni: kupulolithiasis dan 1

BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

  • Upload
    tr14ni

  • View
    81

  • Download
    18

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

PENDAHULUAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah salah satu gangguan

yang paling sering dari sistem vestibular. BPPV digambarkan oleh Bárány pada tahun

1921 dan kemudian dijelaskan dalam rincian lebih lanjut oleh Dix Hallpike pada

tahun 1952.1 Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah bentuk umum dari

vertigo dan ditandai oleh pusing episodik yang terkait dengan perubahan posisi

kepala relatif terhadap gravitasi. Gejala BPPV dapat mirip dengan penyakit sistem

vaskular saraf pusat.2 Penyebab utama dari vertigo dalam perawatan primer sebagai

BPPV harus dikonfirmasi dengan tes posisional Dix Hallpike yang positif dan diobati

dengan manuver reposisi.3

Secara keseluruhan, prevalensi BPPV telah dilaporkan berkisar 10,7-64 per

100.000 penduduk. BPPV juga umum terjadi di seluruh masa hidup, meskipun onset

usia yang paling umum di antara dekade kelima dan ketujuh kehidupan.4 Usia rata-

rata onset BPPV adalah 49 tahun, prevalensi seumur hidup adalah sekitar 2,4%, dan

insiden kumulatif yang mencapai hampir 10% pada usia 80.3

Beberapa teori telah berusaha untuk menjelaskan patofisiologi BPPV. Teori-

teori ini dapat dibagi menjadi dua pada dasarnya yakni: kupulolithiasis dan

duktolithiasis. Dalam Kupulolithiasis, degenerasi fragmen otokonial di utrikulus ke

kupula kanalis semisirkularis posterior, sehingga lebih padat dari endolymph

sekitarnya, dan dengan demikian lebih rentan terhadap efek dari gravitasi. Lithiasis

duktal atau teori kanalithiasis berpendapat bahwa degenerasi fragmen tidak ke

kupula, tapi tetap mengambang di endolymph dari canal posterior. Dalam kedua teori

ini, gerakan kepala menyebabkan fragmen bergerak, yang kemudian akan

merangsang kupula dari kanalis semisirkularis posterior tidak tepat dan merangsang

saraf ampulla posterior, sehingga muncul gejala vertigo.5,6

Dua varian kanalolithiasis LSC (lateral kanalis semisirkularis) adalah geotropik

dan apogeotropik LSC BPPV. Geotropik LSC BPPV, sekitar 75 % dari semua LSC

1

Page 2: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

BPPV dan adalah karena debris yang mengambang di sepanjang nonampullary

lengan LSC. Apogeotropik LSC BPPV terjadi sekitar 25 % dari semua LSC BPPV

dan dikarenakan oleh debris yang mengambang dekat dengan ampula LSC.7

Penatalaksanaan BPPV sendiri melibatkan manuver-manuver reposisi, terapi

obat-obatan, maupun terapi pembedahan. Terapi medikamentosa sering tidak

diperlukan oleh karena vertigo berlangsung singkat.6 Namun, karena penderita

seringkali merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, maka

penggunaan obat-obatan simptomatik dapat diberikan.8,9

LAPORAN KASUS

Keluhan utama pasien yakni pusing berputar yang dialami sejak 1 hari sebelum

masuk rumah sakit, bersifat hilang timbul dan terjadi kurang lebih selama 1 menit.

Kondisi ini menyebabkan pasien seperti akan terjatuh bila berdiri. Keluhan tidak

berkurang bila pasien berbaring terutama pada sisi kanan dan akan tetap dirasakan,

baik pada saat pasien membuka maupun menutup mata. Bila pasien dalam posisi

diam, keluhan pusing akan sedikit berkurang. Pusing yang dialami pasien disertai

mual, tapi tidak muntah. Pasien mengatakan telinganya tidak berdenging dan tidak

ada penurunan pendengaran. Pasien juga tidak ada riwayat trauma sebelumnya dan

tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Keluhan ini sudah sering dialami

sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,

kesadaran composmentis, gizi baik. Tanda-tanda vital tekanan darah 150/100mmHg,

nadi 86x/menit, suhu 36,60C, pernapasan 20x/menit. Pemeriksaan neurologis nervus I

sampai XII dalam batas normal dan tidak ditemukan nistagmus. Tes Romberg (+),

dan Tes Melangkah di Tempat (Stepping Test) : badan berputar kurang lebih 90' ke

arah kanan.

2

Page 3: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

Pada pasien, tidak ada pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pasien dirawat

di bangsal Neurologi RSUD Dr. M. Haulussy Ambon selama 2 hari dan diberikan

terapi antara lain IVFD RL 20 tpm, Betahistine Mesilate 2x1 tab, Diphenhydramine

2ml/I.M, Diazepam 5mg/I.V, Flunarizine 5mg 0-0-1.

DISKUSI

BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) adalah salah satu jenis vertigo

vestibuler perifer yang paling sering dijumpai dalam praktik sehari-hari, ditandai

dengan serangan rasa berputar yang hebat, namun sekejap saja, dapat disertai

mual/muntah yang bertambah berat pada perubahan posisi kepala relatif terhadap

gravitasi, akibat adanya otolit yang mempunyai massa di kanalis semisirkularis

posterior, sehingga mengganggu pergerakan harmonis ketiga kanalis semisirkularis.4,6

BPPV lebih sering terjadi pada kelompok geriatri, meskipun yang dilaporkan pada

semua rentang usia. Hal ini dapat mempengaruhi kedua jenis kelamin, tetapi lebih

umum di kalangan wanita.1

Klasifikasi BPPV yang berguna dalam praktek klinis berdasarkan kanal yang

terlibat terdiri dari:

Posterior kanalis semisirkularis ( PSC )

Lateral kanalis semisirkularis ( LSC )

Anterior kanalis semisirkularis ( ASC )

Multicanalar BPPV

- Keterlibatan simultan : BPPV Posttraumatic

- Tidak ada simultan keterlibatan : konversi Canalar. 7

Gejala kardinal vertigo yang mendadak disebabkan oleh perubahan posisi

kepala: berbalik di tempat tidur, berbaring di tempat tidur (atau di dokter gigi atau

penata rambut), melihat ke atas, membungkuk, atau perubahan mendadak dalam

posisi kepala.10 Karakteristik klinis BPPV adalah muncul tiba-tiba, kadang-kadang

3

Page 4: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

berat, kadang-kadang singkat, dengan gejala yang benar-benar menghilang dalam

waktu 45 detik.6,10 Gejala lain yang menyertai mungkin mual, muntah dan posisi

nistagmus, yang terjadi tak terduga dan tiba-tiba.5

Pendekatan diagnostik untuk vertigo bergantung pada kualitas gejala yang

dilaporkan. Pasien yang menderita vertigo dapat didiagnosis dengan mengajukan

pertanyaan berikut: "Ketika Anda pusing, apakah Anda memiliki perasaan bahwa

Anda atau lingkungan Anda berputar atau bergerak?”. Dalam kasus BPPV, pasien

mengalami pusing yang berputar, dapat muncul perasaan bergoyang secara ringan,

kehilangan keseimbangan, penglihatan kabur, mual dan muntah, tanpa gangguan

pendengaran atau tinnitus. Gerakan mata berirama yang tidak normal atau yang

disebut nistagmus biasanya menyertai gejala BPPV.3 Tanda dan gejala bersifat hilang

timbul, dengan gejala sering berlangsung dari 10 sampai 30 detik. Beberapa pasien,

merasa pusing selama beberapa menit dan mengalami ketidakseimbangan juga mual

yang dapat berlangsung beberapa jam. Durasi rata-rata setiap episode adalah dua

minggu tetapi sepertiga pasien merujuk episode lebih dari sebulan. Empat puluh

empat persen dari kasus BPPV mengalami satu episode pusing sementara 56%

merupakan kasus yang berulang.3

Pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat meliputi pemeriksaan nervus kranialis,

pemeriksaan gait yang meliputi tes Romberg, tes Untenberger/Stepping Test (tes

melangkah di tempat), heel to toe walking test, maupun past pointing test dan juga

dapat dilakukan pemeriksaan manuver yang bertujuan untuk menentukan letak lesi

sentral atau perifer dengan melihat posisi nistagmus yang timbul setelah diprofokasi.

Jenis manuver Dix Hallpike (Dix-Hallpike manoeuvre) merupakan perasat yang

paling sering digunakan. Selain itu terdapat side lying test digunakan untuk menilai

BPPV pada kanal posterior dan anterior, sedangkan perasat Roll untuk menilai

vertigo yang melibatkan kanal horizontal. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan

yakni pemeriksaan hiperventilasi, tes kalori, tes pendengaran, pemeriksaan

audiometri, pemeriksaan Electronystagmography (ENG) yang bertujuan untuk

4

Page 5: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

mendeteksi gerakan mata yang abnormal, melakukan pemeriksaan CT Scan hingga

pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging.1,3,4,5,7,11-15

Terdapat beberapa pendekatan dalam penatalaksanaan BPPV, seperti latihan

habituasi vestibular, terapi medikamentosa, tindakan ablasi bedah posterior kanalis

semisirkularis, dan manuver reposisi. Pendekatan yang paling umum digunakan

untuk pengobatan dari BPPV adalah dengan melakukan manuver Epley.8 Dalam

sebuah penelitian dikatakan bahwa manuver Epley mempunyai hasil yang lebih

signifikan dan cepat dibandingkan dengan manuver-manuver lain.16 Setiap manuver

diindikasikan untuk setiap varian BPPV. Keberhasilan pengobatan terutama

tergantung pada pilihan manuver yang paling tepat untuk kasus ini.17

1. Epley Manuver

Epley maneuver adalah manuver reposisi yang paling sering dilakukan. Pasien

ditempatkan dalam posisi tegak dengan kepala berpaling 45 derajat ke kiri ketika

telinga kiri dipengaruhi. Pasien dengan cepat meletakkan kembali kepala -

menggantung posisi terlentang, yang dipertahankan untuk jangka waktu 1 sampai 2

menit. Selanjutnya, kepala diputar 90 derajat, ke kanan ( biasanya mengharuskan

tubuh pasien untuk bergerak dari posisi telentang ke posisi dekubitus lateral ).

Dengan demikian, kepala pasien hampir dalam posisi telungkup. Posisi ini

berlangsung selama 30 sampai 60 detik. Maka pasien diminta untuk beristirahat dagu

di bahu dan duduk perlahan-lahan, menyelesaikan maneuver ( Gambar 4 ). Kepala

harus tetap dalam posisi untuk beberapa saat, sebelum kembali ke posisi normal.12

Manuver Epley menghasilkan dampak positif pada kualitas hidup pada tingkat fisik,

fungsional dan emosional. 8

5

Page 6: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

Gambar 1. Epley Manuver untuk posterior sisi kanan BPPV kanalis semisirkularis17

Sumber: Moreira RS, Bittar, et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo:

Diagnosis and Treatment. 2011;16: 135-45

2. Manuver Semont

Manuver yang dijelaskan oleh Semont ini diindikasikan untuk pengobatan

cupulolithiasis kanal posterior. Jika kanal posterior dipengaruhi, pasien duduk dalam

posisi tegak, kepala pasien diarahkan 45 derajat ke arah sisi terpengaruh (sehat), dan

kemudian dengan cepat pindah ke posisi berbaring. Nistagmus dan vertigo dapat

diamati. Posisi ini berlangsung selama 1 sampai 3 menit. Pasien dengan cepat pindah

ke posisi lainnya dalam keadaan berbaring tanpa berhenti dalam posisi duduk dan

tanpa mengubah posisi kepala relatif terhadap bahu.

6

Page 7: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

Gambar 2. Manuver Semont untuk pengobatan posterior cupulolithiasis kanalis

semisirkularis kanan sisi.17

Sumber: Moreira RS, Bittar, et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo:

Diagnosis and Treatment. 2011;16: 135-45

3. Lempert Manuver

Lempert manuver ( Barbecue Manuver atau roll Manuver ) yang merupakan

manuver yang paling umum digunakan untuk penatalaksanaan kanal lateral BPPV.

Manuver ini melibatkan posisi pasien berputar 360 derajat dalam serangkaian

langkah-langkah untuk mempengaruhi posisi debris. Setiap langkah dipertahankan

selama 15 detik - untuk migrasi lambat partikel, dalam menanggapi gravitasi. Untuk

menyelesaikan manuver, pasien dibawa ke posisi duduk tegak dengan kepala

tertunduk di 30 derajat. 17

7

Page 8: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

Gambar 3. Demonstrasi urutan Manuver Lempert - pengobatan lateral BPPV kanalis

semisirkularis ( telinga kanan dalam warna hitam )17

Sumber: Moreira RS, Bittar, et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo:

Diagnosis and Treatment. 2011;16: 135-45

4. Latihan Brandt – Daroff17

Latihan Brandt – Daroff dikembangkan untuk tindakan sendiri di rumah,

sebagai terapi tambahan untuk pasien yang telah bergejala, bahkan setelah maneuver

Epley atau Semont. 12 Latihan dilakukan dengan cara pasien duduk dengan kepala

menoleh ke arah telinga yang sehat. Selanjutnya pasien rebah ke sisi sakit, wajah

mengarah ke atas selama 30 detik hingga vertigo berkurang. Selanjutnya pasien

duduk ke posisi semula. Gerakan diulangi dengan kepala menoleh ke sisi sakit,

selanjutnya rebah ke sisi sehat dengan wajah mengahdap ke atas selama 30 detik dan

kemudian duduk ke posisi semula.

8

Page 9: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

Gambar 4. Latihan Brandt - Daroff untuk Perawatan di Rumah17

Sumber: Moreira RS, Bittar, et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo:

Diagnosis and Treatment. 2011;16: 135-45

Selain penatalaksanaan dengan melakukan perasat/manuver, ada juga terapi

medikamentosa dengan memberikan pengobatan secara simptomatik. Sebenarnya,

tidak ada obat yang langsung mengobati BPPV, obat hanya dapat membantu dalam

menekan gejala.13 Tujuan terapi medikamentosa pada vertigo adalah untuk

menghilangkan halusinasi gerakan dengan menggunakan obat 'supresan' vestibuler.

Supresan vestibuler yang penting yakni antikolinergik dan obat antihistamin. Tujuan

kedua mengurangi keterlibatan tanda neurovegetatif dan tanda psikoafektif (nausea,

vomitus, anxietas) dengan menggunakan obat antidopaminergik. Sedangkan tujuan

yang ketiga untuk meningkatkan proses kompensasi vestibuler untuk memungkinkan

otak untuk menemukan keseimbangan sensorik baru yang terlepas dari lesi

vestibuler.8,18,19 Jenis obat yang umumnya diresepkan untuk BPPV termasuk golongan

benzodiazepin (misalnya diazepam, dan clonazepam) dan antihistamin (yaitu

meclizine dan diphenhydramine). Benzodiazepin dapat mengurangi sensasi subjektif

dari berputar tetapi mereka juga dapat mengganggu kompensasi vestibular.

Antihistamin digunakan karena dapat menekan pusat muntah, yang dapat

mengurangi mual dan emesis yang dapat dialami dengan BPPV.14 Ganança dkk

menganjurkan bahwa penggunaan modalitas pengobatan gabungan dapat

menyebabkan perbaikan gejala jangka panjang dan lebih cepat dibandingkan dengan

pemberian monoterapi. Selain itu disebutkan juga bahwa Betahistin, Sinarizin,

9

Page 10: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

Clonazepam, Flunarizine atau Gingko Biloba ekstrak memperbaiki vestibular pada

vertigo.20

Berikut penjelasan singkat terkait dengan obat-obat yang sering digunakan

dalam terapi vertigo.

1. Antikolinergik8,18,19

Antikolinergik merupakan terapi pertama yang digunakan pada pengobatan

vertigo, contoh umum yang sering digunakan yakni Scopolamin (Hyoscine). Agen ini

bersifat nonselektif, menghasilkan efek atropin, dan menghambat seluruh subtipe

reseptor muskarinik. Nonselektif antikolinergik ini exhibit bagian dari vestibuler

supresan dan juga menyebabkan vestibular kompensasi. Agen dengan efek

antikolinergik yang bersifat sentral biasanya lebih penting dalam terapi vertigo,

seperti obat antikolinergik yang tidak melewati sawar darah otak (blood brain

barrier) adalah tidak efektif dalam mengontrol motion sickness.

Efek antikolinergik setelah pemberian secara oral adalah 4 jam. Efek samping

antikolinergik timbul akibat blokade dari reseptor muskarinik yang terdapat diluar

sistem vestibuler. Pada sistem saraf pusat, blokade dapat menyebabkan gangguan

memori, dan kebingungan. Sedangkan di sistem parasimpatis perifer, blokade dapat

menyebabkan mulut kering, gangguan penglihatan, konstipasi, dan disuria.

2. Antihistamin8,18,19

Obat antihistamin jenis H1-blockers merupakan jenis antihistamin yang banyak

diresepkan pada pasien vertigo, dan meliputi diphenhydramine, cyclizine,

dimenhydrinate, meclozine, dan promethazine. Kelas obat ini merupakan satu-

satunya yang dikatakan memiliki sifat antivertigo dalam referensi farmakologi,

Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Mekanisme

kerja antihistamin sebagai vestibular supresan masih belum sepenuhnya diketahui,

tetapi diduga terdapat keterlibatan efek sentral. Antihistamin jenis H1 juga

mempunyai efek antimuskarinik, dimana dapat menimbulkan efek vestibular

10

Page 11: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

supresan. Antihistamin jenis H2 bloker tidak digunakan dalam terapi vertigo. Sedasi

merupakan efek samping H1-bloker. Obat ini biasanya diberikan secara per oral.

Durasi kerja beragam mulai dari 4 jam ( untuk cyclizine) hingga 12 jam (untuk

meclozine).

3. Medikasi Histaminergik8,18,19

Perwakilan dari kelas obat ini adalah Betahistine, yang digunakan sebagai obat

antivertigo. Histamin sendiri diberikan secara injeksi atau per oral. Betahistin

merupakan analog dari L-histidine, prekursor langsung dari histamin. Efek

antivertiggo dari Betahistin terkadang dijelaskan berdasarkan efek vasodilatornya,

yang meningkatkan aliran darah pada mikrosirkulasi dari auditori internal dan sistem

vestibuler. Betahistin juga berguna dalam sindrom vestibuler yang tidak berkaitan

dengan masalah vaskular. Betahistin muncul untuk memberikan efek kompleks pada

reseptor histamin, menjadi baik agonis parsial postsinaps H1 agonis dan presinaptik

H3 antagonis, yang mengarah ke fasilitasi akhir neurotransmisi histaminergik.

Masih belum sepenuhnya jelas bagaimana fasilitasi dari histamin yang

menjelaskan efek antivertigo obat ini. Efek lebih yang spesifik pada aktivitas sel

vestibuler lebih memungkinkan. Terapi dengan betahistin dihidroklorida telah banyak

diresepkan pada pasien dengan gangguan vestibular untuk pengobatan gejala vertigo,

dan terutama pada pasien penyakit Ménière. Sebuah meta-analisis yang dilakukan

untuk mengevaluasi efektivitas betahistin dalam pengobatan sindrom pusing lainnya,

seperti BPPV (cupulo-canalilithiasis), menegaskan manfaat terapeutik dan efektivitas

betahistin. Beberapa penelitian lain telah membuktikan bahwa kombinasi betahistin

dan reposisi manuver meningkatkan hasil, dibandingkan dengan manuver saja namun

penggunaannya untuk BPPV masih kontroversial.3 Dalam jangka pendek manuver

Epley jauh lebih efektif daripada terapi medis untuk mengontrol gejala BPPV dan

adalah pengobatan terbaik untuk penyakit ini.16

Betahistin mempunyai absorbsi yang baik pada pemberian oral dan bekerja via

metabolit yang aktif, dengan efek puncak sekitar 4 jam. Efek samping jarang

11

Page 12: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

ditemukan meliputi nyeri kepala dan nausea. Betahistin sebaiknya tidak digunakan

pada pasien dengan ulkus gastroduodenal dan phaechromocytoma.

4. Obat Antidopaminergik8,18,19

Obat jenis ini umumnya digunakan untuk mengontrol keluhan nausea pada

pasien vertigo. Kebanyakan merupakan agen neuroleptik yang mempunyai kerja

proteksi terhadap nausea dan emesis. Beberapa agen antipsikotik menjadi populer

pada indikasi ini diantaranya derivat phenotiazine butyrophenon, dan benzamide.

Beberapa antihistamin juga merupakan dopamin bloker. Contohnya

promethazine, merupakan jenis H1-bloker yang paling populer, juga phenotiazine

dengan aktivitas dopamin-blocking yang signifikan. Neuroleptik memiliki efek

antiemetik melalui bloking reseptor dopaminergik di area postrema dari brainstem.

Selain itu terdapat efek menurunkan gejala neurovegetatif yang umumnya

berhubungan dengan vertigo, juga meningkatkan psikoafektif yang berhubungan

dengan vertigo. Neuroleptik tidak diketahui mempunyai efek vestibuler dopaminergik

yang spesifik, tetapi terdapat efek antikolinergik dan antihistaminik (H1) dimana

menjelaskan aktivitas sebagai supresan vestibuler.

Beberapa antagonis dopamin telah dilaporkan untuk memperlambat kompensasi

vestibuler pada hewan coba. Durasi kerja neuroleptik yang digunakan untuk terapi

dizziness bervariasi mulai 4 sampai 12 jam. Jenis neuroleptik seperti domperidone

dan metoclopramide tidak melewati sawar darah otak. Namun agen ini

mempertahankan sifat antiemetik sejak sawar darah otak (blood brain barrier)

tampaknya permeabel di daerah postrema. Efek samping neuroleptik diantaranya

dapat menginduksi hipotensi arterial ortostatik (melalui efek antagonistik pada

reseptor α-adrenergik) dan somnolen (melalui efek antihistamin). Dan bertanggung

jawab dalam kerja extrapiramidal sehingga timbul efek samping berupa

parkinsonisme dan tardive dyskinesia, juga distonia akut. Neuroleptik juga dapat

menginduksi efek endokrin (ginekomastia, impoten, galaktorea, amenore) melalui

12

Page 13: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

blokade reseptor dopaminergik sentral, dan juga dapat terjadi efek samping dari

antikolinergik.

5. Benzodiazepin8,18,19

Obat ini dianggap sangat berguna pada pasien dengan vertigo. Benzodiazepin

merupakan modulator GABA. Dan menempati tempat spesifik pada reseptor GABA

untuk efek potensiasi dari ligand endogen. Benzodiazepin agaknya bekerja secara

sentral untuk menekan respon vestibuler. Benzodiazepin seperti kebanyakan obat

sedatif lainnya, dapat merusak kompensasi vestibuler. Efek farmakologis

benzodiazepin yang penting yakni sedasi, hipnosis, menurunkan anxietas, relaksasi

otot, amnesia anterograde, dan aktivitas antikonvulsan. Efek antivertigo tidak

dijelaskan dalam referensi textbook farmakologi. Efek anxiolitik dari benzodiazepin

berguna dalam praktik klinis untuk mengurangi anxietas yang biasanya berhubungan

dengan vertigo.

6. Antagonis Kalsium8,18,19

Cinnarizine dan Flunarizine merupakan jenis obat yang sering digunakan.

Flunarizine telah dijual sebagai obat antivertigo di Perancis sejak tahun 1985,

sedangkan cinnarizine dijual (sebagai antihistamin) untuk indikasi yang sama sejak

tahun 1966. Flunarizine juga berguna sebagai obat antimigraine dan untuk terapi

insufisiensi serebrovaskuler. Flunarizine dan cinnarizin mempunyai efek yang sama.

Mekanisme kerja obat ini masih belum diketahui secara pasti. Keduanya mencegah

motion sickness dan merupakan vestibuler depresan.

Peran ion kalsium pada sistem vestibuler dan patofisiologi vertigo masih berupa

hipotesis. Antagonis kalsium dapat menjadi supresan vestibuler karena sel rambut

vestibuler endowed dengan kanal kalsium. Akan tetapi, efek antivertigo cinnarizine

dan flunarizine berhubungan dengan kerjanya pada kanal kalsium, dimana keduanya

juga mempunyai efek sedatif, antidopaminergik, dan H1 antihistamin.

13

Page 14: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

Selain penatalaksanaan dengan perasat/manuver dan terapi medikamentosa,

terapi pembedahan juga dapat dilakukan. Dalam kasus yang jarang terjadi, tindakan

bedah dianggap sebagai upaya terakhir. Manajemen bedah meliputi oklusi

semisirkularis posterior dan transeksi nervus ampularry yang mensuplai kanalis

semisirkularis posterior. Kedua prosedur ini berhubungan dengan komplikasi seperti

ketidakseimbangan dan ketulian.21 Pengobatan destruktif mungkin juga

dipertimbangkan untuk varian BPPV seperti cupulolithiasis, serta BPPV yang

melibatkan kanal selain kanal posterior. Cupulolithiasis adalah bentuk paling sulit

dari BPPV untuk dikelola dan karena itu mungkin yang paling masuk akal dimana

pengobatan destruktif harus dipertimbangkan. Pengobatan destruktif untuk BPPV

jarang digunakan, dan ketika mereka umumnya dilakukan atas indikasi yang tepat

dan hasilnya baik.22

KESIMPULAN

Pada laporan kasus ini, pasien laki-laki usia 61 tahun datang dengan keluhan

pusing berputar yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, bersifat hilang

timbul dan terjadi kurang lebih selama 1 menit. Kondisi ini menyebabkan pasien

seperti akan terjatuh bila berdiri. Keluhan tidak berkurang bila pasien berbaring

terutama pada sisi kanan dan akan tetap dirasakan, baik pada saat pasien membuka

maupun menutup mata. Bila pasien dalam posisi diam, keluhan pusing akan sedikit

berkurang. Pusing yang dialami pasien disertai mual, tapi tidak muntah. Pasien

mengatakan telinganya tidak berdenging dan tidak ada penurunan pendengaran.

Pasien juga tidak ada riwayat trauma sebelumnya dan tidak sedang mengkonsumsi

obat-obatan tertentu. Keluhan ini sudah sering dialami sejak 1 tahun yang lalu.

Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,

kesadaran composmentis, gizi baik. Tanda-tanda vital tekanan darah 150/100mmHg,

nadi 86x/menit, suhu 36,60C, pernapasan 20x/menit. Pemeriksaan neurologis nervus I

sampai XII dalam batas normal dan tidak ditemukan nistagmus. Tes Romberg (+),

14

Page 15: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

dan Tes Melangkah di Tempat (Stepping Test) : badan berputar kurang lebih 90' ke

arah kanan.

Pada pasien, tidak ada pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pasien dirawat

di bangsal Neurologi RSUD Dr. M. Haulussy Ambon selama 2 hari dan diberikan

terapi antara lain IVFD RL 20 tpm, Betahistine Mesilate 2x1 tab, Diphenhyrdamine

2ml/I.M, Diazepam 5mg/I.V, Flunarizine 5mg 0-0-1.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa tes Romberg (+) dan terdapat

perputaran badan pasien kurang lebih 90' pada tes melangkah di tempat (Stepping

Test/Uttenberg) maka pasien dapat didiagnosis Benign Paroxysmal Positional

Vertigo (BPPV). Alasan tidak dilakukannya tes Dix Hallpike yang merupakan

manuver dalam diagnosis BPPV adalah karena pasien menolak dilakukannya tes

tersebut dengan alasan ketidaknyamanan ruangan. Terapi medikamentosa yang

diberikan sudah sesuai dengan penatalaksanaan BPPV saat terjadi serangan. Namun

penatalaksanaan manuver-manuver reposisi tidak dilakukan.

15

Page 16: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Ana Paula do Rego André, etc. Conduct After Epley’s Maneuver in Elderly

with Posterior Canal Benign Paroxysmal Positional Vertigo in the Posterior

Canal. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 2010; 76(3):300-5.

2. Kao CL, etc. Increased Risk of Ischemic Stroke in Patients with Benign

Paroxysmal Positional Vertigo: a 9-Year Follow-up Nationwide Population

Study in Taiwan. Frontiers in Aging Neuroscience 2014; 6: 108.

3. Ballve M, etc. Effectiveness of the Epley's Maneuver Performed in Primary

Care to Treat Posterior Canal Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Study

Protocol for a Randomized Controlled Trial. Trials Neuroscience 2014; 15:1.

p. 179.

4. Clinical Practice Guideline: Benign paroxysmal Positional Vertigo.

Otolaryngology–Head and Neck Surgery 2008; 139: S47-S81.

5. Pareira AB. Effect of Epley's Maneuver on the Quality of Life of Paroxismal

Positional Benign Vertigo Patients. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology

2010; 76.

6. Kusumastuti K. Vertigo. Dalam: Machfud HM (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit

Saraf. Surabaya: UNAIR Press; 2011. Hal.35.

7. Libonat GA. Benign Paroxysmal Positional Vertigo and Positional Vertigo

Variants. Otorhinolaryngology Clinics: An International Journal 2012;

4(1):25-40.

8. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2013.

9. Zatonski et al. Current Views on Treatment of Vertigo and Dizziness: Review

Article. Journal of Medical diagnostic Methode 2014; 3:1.

16

Page 17: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

10. Hornibrook J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV): History,

Pathophysiology, Office Treatment and Future Directions International

Journal of Otolaryngology 2011.

11. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam:Soepardi EA,

Iskandar N, Restuti RD (Ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2007.

12. Hilton MP, Pinder DK. The Epley (canalith repositioning) Manouvre for

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (Review): The Cochrane Collaboration

2012; 6:1-12.

13. Solomon D. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Current Science Inc

2000; 2:417-27.

14. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and Management of Benign

Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV): Canadian Medical Association 2003;

169 (7).

15. Hociota IM, Calarasu R, Georgescu M. The Gold Standard Diagnosis for

Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Romanian Journal of Neurology 2012;

XI (2):57-62.

16. Raditke A, von Brevern M, Tiel-Wilck K, et al. Self-Treatment of Benign

Paroxysmal Positional Vertigo: Semont Maneuver vs Epley Procedure.

American Academy of Neurology 2004; 63: 150-2.

17. Moreira RS, Bittar, et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis

and Treatment. 2011;16: 135-45.

18. Rascol O, Hain TC, Brefel C, Benazel M, Clanet M, Montastruc JL.

Antivertigo Medication and Drug-Induced Vertigo: A Pharmacological

Review. Adis International 1995; 50(55): 777-791.

19. Singh KR, Singh M. Current Perspective in the Pharmacotherapy of Vertigo:

Review Article. Otorhinolaryngology Clinics 2012; 4(2): 81-5.

20. Dylon H. Practice Guideline for Benign Paroxysmal Positional Vertigo. 2014.

17

Page 18: BPPV LAPSUS NEURO NEW.docx

21. Ebadi H, et al. Comparison Between The Effectiveness Of Physical Maneauer

And Medicinal Therapy In Treatment Of Benign Paroxysmal Positional

Vertigo. Journal Of Mazandaran University Of Medical Sciences 2007;

17(58); P.1-8.

22. Bashir K, et al. Management of benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)

in the emergency department. Journal of Emergency Medicine, Trauma and

Acute Care 2014; 1(3).

18