Bm Bronkiektasis

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    1/27

    REFERAT

    BRONKIEKTASIS

    Disusun oleh :

    Anggi Novita E. 1102010022

    Pe!i!ing :

    D". Di# A$i Nug"aha S%.B& '.Kes

    KEPANITERAAN S'F I(') BEDA*

    RS)D SOREAN+

    1

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    2/27

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi

    (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik,

    persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-

    perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos

    brokus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena

    umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size), sedangkan bronkus besar

    umumnya jarang. (Aru W. Sudoyo et al, 2006)

    Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada 1819, adalah

    suatu keadaan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang berkaitan

    dengan infeksi dan inflamasi saluran napas yang berulang. (ODonnel, 2008)

    Ada laporan tentang prevalensi tinggi didapatkan pada populasi yang

    relatif terisolasi dengan akses yang sulit ke perawatan kesehatan dan tingginya

    tingkat infeksi pernapasan pada anak, seperti Alaska Pribumi di Delta Yukon-

    Kuskokwim. (Barker AF, 2002)

    Penelitian baru- baru ini didapatkan sekitar 110.000 pasien dengan

    bronkiektasis di Amerika serikat. Yang dimana penyakit ini sering terjadi pada

    usia tua dengan duapertiga adalah wanita. Weycker et almelaporkan prevalensi

    bronkiektasis di Amerika Serikat 4,2 per 100.000 orang dengan usia 18-34 tahun

    dan 272 per 100.000 orang dengan usia 75 tahun. Tsang dan Tipoe, melaporkan

    prevelensi bronkiektasis 1 per 6.000 orang di Auckland, New Zealand.

    Didapatkan peningkatan frekuensi bronkiektasis dikarenakan penggunaan CT-

    Scan resolusi tinggi. (Fauci et al, 2008; ODonnel, 2008)

    2

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    3/27

    BAB II

    BRONKIEKTASIS

    1. ETIOLOGI

    Bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga

    bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. (Aru W.

    Sudoyo et al, 2006)

    1.1. Kelainan kongenital

    Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.

    Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang

    peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai

    hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu,

    bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital

    seperti Fibrosis kistik, Kertagener Syndrome, William Campbell

    syndrome,Mounier-Kuhn Syndrome, dll.(Aru W. Sudoyo et al, 2006)

    Diskinesia silia primer merupakan suatu kondisi di mana fungsi

    silia berkurang berhubungan dalam mempertahankan sekresi dan infeksi

    berulang yang akhirnya menyebabkan bronkiektasis. Sindrom ini

    diturunkan sebagai autosomal resesif dengan penetrasi variabel. Frekuensi

    1 dalam 15.000 : 1 dalam 40.000 kelahiran. Penyebab defek silia padasindrom ini adalah tidak adanya atau memendeknya lengan dynein lengan

    yang bertanggung jawab akan kelenturan akson. Sekitar setengah dari

    pasien dengan diskinesia silia primer memiliki Sindrom Kartagener's

    (bronkiektasis, sinusitis, dan situs inversus atau partial lateralizing

    abnormality). (Barker AF, 2002)

    1.2. Kelainan didapat

    3

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    4/27

    Bronkietasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi

    bronkus. Dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kelainan didapatdan kebanyakan merupakan akibat dari proses berikut:

    1.2.1. Infeksi

    Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita

    pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia

    merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa

    anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya. (Aru W. Sudoyo et al, 2006)

    Imunisasi pada masa kanak-kanak yang efektif ditandai dengan

    penurunan insidensi bronkiektasis yang disebabkan oleh pertusis atau

    batuk rejan. Infeksi saluran pernapasan pada anak-anak lainnya dapat

    menyebabkan kerusakan permanen pada saluran pernapasan. Kehadiran

    Staphylococcus aureusdikaitkan dengan fibrosis kistik atau aspergillosis

    bronkopulmonalis alergi. Aspergillus fumigatus merupakan organisme

    komensal. Aspergillosis bronkopulmonalis alergi adalah suatu keadaan

    yang mempengaruhi pasien asma dan melibatkan kerusakan saluran napas

    yang disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkiektasis pada pasien dengan

    aspergillosis bronkopulmonalis alergi ini disebabkan oleh reaksi imun

    pada aspergillus, kerja dari mikotoksin, elastase dan interleukin-4 dan

    interleukin-5 dan pada tahap kemudian terjadi invasi jamur secara

    langsung pada saluran napas. Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan

    peningkatan dan penurunan fungsi paru dengan penggunaan kortikosteroid

    setelah terapi itrakonazol menunjukkan organisme Aspergillus juga

    mungkin menginfeksi. Tidak mengherankan bahwa bronkiektasis dapat

    digambarkan pada pasien dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome

    (AIDS), menyebabkan terjadinya infeksi saluran pernapasan berulang dan

    merusak respons host. Kebanyakan pasien memiliki jumlah CD4 yang

    4

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    5/27

    rendah, sebelumnya ada infeksi piogenik, pneumocystic, dan infeksi

    mikobakteri, dan pneumonia interstisial limfositik (pada anak). (BarkerAF, 2002)

    1.2.2. Obstruksi bronkus

    Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab

    seperti korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya

    terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi

    ataupun obstruksi bronkus tidak selalu nyata (automatis) menimbulkan

    bronkiektasis. Diduga mungkin masih ada faktor instrinsik (yang sampai

    sekarang belum diketahui) ikut berperan dalam timbulnya bronkiektasis.

    (Sudoyo Aru W et al, 2006)

    1.3. Lokasi

    Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi:

    Setempat (localized), yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan

    atau lingula, biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia berat,

    dapat juga karena penyumbatan oleh benda asing, tumor atau

    penekanan dari luar (kompresi oleh tuberkulosis kelenjar limfa).

    Bronkiektasis di lobus tas biasanya disebabkan oleh tuberkulosis

    atau aspergilosis bronkopulmonar.

    Menyeluruh (generalized), biasanya karena infeksi sistem

    pernapasan yang berulang disertai kelainan imunitas ataupun

    kelainan mucocilliary clearance. Penyebab lainnya adalah

    vaskulitis, defisiensi-1-antitripsin, AIDS, sindrom merfan, SLE,

    sindrom syorgen dan sarkoidosis. (Sumber : Patel Pradip R, 2005;

    Patrick Davey, 2005)

    2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

    2.1. Anatomi

    5

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    6/27

    Dari gambar I dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan

    dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya

    semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu

    bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis

    mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh

    kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat

    berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran

    penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat

    pertukaran gas terjadi. Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan

    unit fungsional dari paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius,

    duktus alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang

    disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat

    sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris

    terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum.

    Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan

    komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika

    seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan

    seluas satu lapangan tenis. ( Wilson LM, 2006)

    6

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    7/27

    Gambar 1. Anatomi saluran napas. (Sumber : Hasan I, 2006)

    Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi

    oleh kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan

    membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah

    ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah

    letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan

    permukaan dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah

    kolaps saat ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus

    dipengaruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya

    alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi

    ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta

    mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang

    mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan

    penyakit lainnya. ( Wilson LM, 2006)

    Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus

    dextra dan bronchus sinistra:

    Bronkus dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih

    pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini

    disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke

    arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus

    dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis

    setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah

    cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior,

    kemudian berada di sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang (bronkus

    sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan

    7

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    8/27

    lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior

    letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkusepar ter ialis.Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di

    sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkushyparterialis. Selanjutnya

    bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju

    ke segmen pulmo.( Luhulima JW, 2004)

    Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi

    bentuknya lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah

    caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus

    thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior

    arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah

    inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan

    lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas

    trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior

    dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus

    tracheobronchialis inferior. Bronkus memperoleh vascularisasi dari

    a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan

    truncus sympathicus. ( Luhulima JW, 2004)

    2.2. Fisiologi

    2.2.1. Struktur dan fungsi saluran napas normal

    2.2.1.1. Sel epitel permukaan

    Sel epitel permukaan pada saluran intrapulmoner pada dasarnyadibentuk oleh dua tipe sel, yaitu sel silia dan sel sekretori. Sel sekretori

    dibagi menjadi subtipe berdasarkan penampakan mikroskopik (misalnya

    Sel clara, goblet dan serous ). Selain musin, sel sekretori juga melepaskan

    beberapa molekul antikmikroba (sebagai contaoh defensin, lisosim, dan

    IgA), molekul immunomodulator (sekretoglobin dan sitokin) dan molekul

    pelindung (protein trefoil dan heregulin), semuanya ini tergabung dalam

    mukus. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)

    8

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    9/27

    2.2.1.2. Kelenjar submukosa

    Pada saluran napas besar (diameter lumen >2mm), kelenjar

    submukosa berkontribusi pada sekresi musin (gambar 2). Kelenjar

    dihubungan dengan lumen saluran napas oleh duktus silia superfisial yang

    mendorong sekresi keluar dan duktus kolektus nonsilia profundus.

    Kelenjar sumukosa berlokasi diantara otot polos dan kartilago. Sel mukous

    membentuk 60% volume kelenjar. Sel serous yang berlokasi didistal,

    membentuk 40% volume kelenjar, mensekresi proyeoglikan dan protein

    antimikroba. Pada keadaan patologi, volume kenjar submukosa dapat

    meningkat melebihi volume normal. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)

    2.2.1.3. Lapisan mukosa (lapisan lendir)

    Lendir melapisi seluruh saluran napas, dimana kandungan

    terbanyaknya adalah cairan, dengan kerakteristik fisik solid. Kandungan

    normal mukus adalah 97% air dan 3 % solid (musin, protein nonmusin,

    garam, lemak dan sel debris). (Fahy JV&Dickey BF, 2010)

    Gambar 2. Mukus klirens pada saluran napas yang normal.

    (Sumber :Fahy JV&Dickey BF, 2010)

    2.2.2. Mekanisme klirens saluran napas

    Pertama, mukus didorong ke proksimal saluran napas oleh gerakan

    silia, yang akan membersihkan partikel-partikel inhalasi, patogen dan

    menghilangkan bahan-bahan kimia yang mungkin dapat merusak paru.

    9

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    10/27

    Musin polimerik secara terus-menerus disintesis dan disekresikan untuk

    melapisi lapisan mukosa. Kecepatan normal silia 12 sampai 15x/detik,menghasilkan kecepatan 1mm/menit untuk membersihkan lapisan mukosa.

    Kecepatan mucociliary clearancemeningkat dalam keadaan hidrasi tinggi.

    Dan kecepatan gerakan silia meningkat oleh aktivitas purinergik,

    adrenergik, kolinergik dan reseptor agonis adenosin, serta bahan iritan

    kimia. Mekanisme kedua, adalah dengan mengeluarkan mukus dengan

    refleks batuk. Ini mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa

    penyakit paru yang disebabkan oleh kerusakan fungsi silia tidak terlalu

    berat dibandingkan dengan yang disebabkan dehidrasi, yang menghalangi

    kedua mekanisme klirens saluran napas. Meskipun batuk berkontribusi

    dalam membersikan mukus pada penyakit dengan peningkatan produksi

    mukus atau gangguan fungsi silia, ini dapat menyulitkan gejala. (Fahy

    JV&Dickey BF, 2010)

    3. PATOGENESIS

    Belum diketahui secara sempurna, namun diperkirakan yang

    menjadi penyebab utama adalah peradangan dengan destruksi otot,

    jaringan elastik dan tulang rawan dinding bronkus, oleh mukopus yang

    terinfeksi yang kontak lama dan erat dengan dinding bronkus (gambar 3).

    (Fahy JV&Dickey BF, 2010)

    10

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    11/27

    Gambar 3. Gambaran bronkus pada bronkiektasis(Sumber: Benditt, JO, 2008 )

    Mekanisme mukus klirens yang efektif adalah sesuatu yang

    esensial untuk paru yang sehat, dan kelainan saluran napas disebabkan

    oleh buruknya mekanisme klirens mukus. Mukus yang sehat dalah sutau

    lendir dengan viskositas rendah dan elastis sehingga dapat dengan mudah

    diangkut oleh silia. Sedangkan mukus yang tidak sehat ditandai dengan

    viskositas yang tinggi dan keelastisan sehingga sulit untuk dibersihkan.

    Akumulasi dari mukus yang dihasilkan dari beberapa kombinasi seperti

    peningkatan produksinya dan penurunan klirens, dan akumulasi persisten

    dapat memicu infeksi dan peradangan dengan tersedianya lingkungan

    untuk pertumbuhan mikrobakteri. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)

    Mukopus mengandung produk-produk neutrofil yang bisa merusak

    jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase), oksida nitrit,

    sitokininflamasi (IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan

    mucociliary clearance. Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi

    mekanik bronkus yang telah lunak oleh pengaruh proteolitik.

    Inflammatory insultyang pertama akan diikuti oleh kolonisasi bakteri

    yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut dan predisposisi

    untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang tidak terputus.

    Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan paru

    sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah

    sehingga terjadi distorsi. Distensi juga bisa diperberat oleh atelektasis paru

    sekitar bronkus yang menyebabkan bronkus mendapatkan tekanan

    intratorakal yang lebih besar.(Benditt, JO, 2008; Barker AF, 2002)

    4. PATOLOGI

    4.1. Gambaran makroskopis

    11

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    12/27

    Makroskopis paru bronkiektasis tampak dilatasi permanen dari

    jalan napas subsegmental yang mengalami inflamasi, berliku-liku, dansebagian atau seluruhnya dipenuhi mukus (gambar 4). Proses ini meliputi

    bronkiolus, dan bagian akhir jalan napas yang ditandai dengan fibrosis

    jalan napas kecil. Klasifikasi menurut Reid (atas dasar hubungan patologi

    dan bronkografi):

    4.1.1. Bronkiektasis silindris, merupakan bronkiektasis yang paling ringan.

    Bentuk ini sering dijumpai pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis

    kronik. Bronkus tampak seperti bentukan pipa berdilatasi, jalan napas

    yang lebih kecil dipenuhi mukus.

    4.1.2. Bronkiektasis varikosa, merupakan bentuk intermediet, istilah ini

    digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises

    vena.

    4.1.3. Bronkiektasis sakuler atau kistik, merupakan bentuk bronkiektasis yang

    klasik, ditamdai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang

    bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista. (Aru W.

    Sudoyo et al, 2006)

    Gambar 4. Bermacam-macam tipe bronkiektasis

    (Sumber : Davey Patrick, 2005)

    4.2. Gambaran mikroskopis

    12

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    13/27

    Seluruh lapang pandang tampak inflamasi kronik pada

    dinding bronkus dengansel inflamasi dan mukus di dalam lumen.Terdapat destruksi pada lapisan elas tin pada dinding bronkus dengan

    fibrosis. Netrofil merupakan populasi sel terbanyak dalam lumen bronkus,

    sedangkan sel yang terbanyak pada dinding bronkus adalah mononuklear.

    5. DIAGNOSIS

    5.1. Gambaran klinis

    Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi

    sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai

    tahunan. Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol.

    Terjadi hampir 90% pasien. (Barker AF, 2002; Aru W. Sudoyo et al,

    2006)

    Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi

    akibat dari kerusakan jalan napas dengan infeksi akut. Sputum yang

    dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan

    ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid,

    mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum

    menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total

    sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya

    bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai

    bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari

    digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml

    digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya

    bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien

    fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding

    penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. Dispnea dan mengi terjadi pada

    75 % pasien. Nyeri dada pleuritis terjadi pada 50 % pasien dan

    mencerminkan adanya distensi saluran napas perifer atau pneumonitis

    13

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    14/27

    distal yang berdekatan dengan permukaan pleura viseral. (Barker AF,

    2002)5.2. Pemeriksaan fisik

    Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik dada,

    termasuk crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki (44 %) adalah

    petunjuk untuk diagnosis. Dahulu, clubbing fingeratau jari tabuh adalah

    gambaran yang sering ditemukan, tapi saat ini prevalensi gambaran

    tersebut hanya 3 %. Penyakit utama yang mengaburkan bronkiektasis

    adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Perbandingan gambaran

    dari dua kondisi disajikan pada Tabel 1. (Barker AF, 2002)

    Tabel.1Perbedaan antara PPOK dan bronkiektasis

    Variabel PPOK Bronkiektasis

    Penyebab Merokok Infeksi/genetik/imun defek

    Infeksi Sekunder Primer

    Predominan organisme

    dalam sputum

    Streptococcus pneumoniae,

    Heamophilus influenzae

    Heamophilus influenzae,

    Pseudomonas aeroginosa

    Obstruksi saluran napas

    dan hiperresponsif

    + +

    Rontgen thoraks Hiperlusens, hiperinflasi,

    dilatasi saluran napas

    Dilatasi dan penebalan

    saluran napas, mukous plugSputum Mukoid, jernih Purulen, 3 lapis

    (Sumber : Barker AF, 2002)

    7.3. Pemeriksaan penunjang

    7.3.1. Spirometri

    Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara,

    dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1)

    untuk memaksa volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal atau sedikit

    berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC menunjukkan bahwa

    14

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    15/27

    saluran udara tertutup oleh lendir, dimana saluran napas kolaps saat

    ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada paru. Merokok dapatmemperburuk fungsi paru dan mempercepat kerusakan.

    Hyperresponsiveness saluran napas dapat ditunjukkan, dimana 40 %

    pasien memiliki 15 % atau peningkatan yang lebih besar pada FEV1

    setelah pemberian agonis beta-adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien

    yang tidak memiliki terlihat penurunan FEV1memiliki 20 % penurunan

    FEV1setelah pemberian histamin atau methacholine. (Barker AF, 2002)

    7.3.2. Gambaran radiologis

    7.3.2.1. Rontgen thoraks

    Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat

    ditemukan gambaran seperti dibawah ini:

    a. Ring shadow

    Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran

    (dapat mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih

    bayangan cincin sehingga membentuk gambaran honeycomb

    appearance atau bounches of grapes (gambar 5). Bayangan

    cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus.

    (Sutton D, 2003)

    b. Tramline shadow

    Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru. Bayangan

    ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang

    dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini

    sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus.Tramline

    shadowyang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah

    parahilus.( Sutton D, 2003; Pattel PR, 2005)

    15

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    16/27

    ,A- ,B-

    Gambar 5. Gambaran honeycomb appearance.

    ( Sumber : Sutton D, 2003)

    c. Tubular shadow Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal.

    Lebarnya dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya

    menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini

    jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis

    (gambar 6B). (Sutton D, 2003)

    Gambar 6. (A). Tanda panah menunjukan gambaranRing shadow,

    (B). Gambarantubular shadow. (Sumber : Sutton D, 2003)

    16

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    17/27

    Gambar 7. Bronkografi; kini teknik yang kuno namun elegan dapat

    menunjukkan bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi bronkus lobus

    bawah (Sumber : Patel Pradip R, 2005)

    7.3.2.2. Bronkografi

    Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam

    sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini

    selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-

    bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis),

    sakuler (kistik) dan varikosis. (Sutton D, 2003)

    Pada gambar 7, didapatkan gambaran glove finger shadow yang

    menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari pada

    sarung tangan. (Sutton D, 2003)

    7.3.2.3. CT-Scan thorax

    CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang

    terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari

    foto thorax dan melihat letak kelainan jalan napas yang tidak dapat terlihat

    pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas

    sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan

    memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus.

    Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama

    penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan. (Patel PR,

    2005)

    CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan gambar

    yang menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan dengan

    ketebalan 1,0-1,55 mm (Gambar 9 dan 10). Sebagai konsekuensinya, saat

    17

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    18/27

    ini pemeriksaan ini adalah teknik standar atau untuk mengkonfirmasi

    diagnosis bronkiektasis. (Fauci et al, 2008)

    (Sumber : Fauci et al, 2008)

    8. TINGKATAN BERATNYA PENYAKIT

    Tingkatan penyakit bervariasi dari ringan sampai berat. Brewis

    membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi 3 derajat, yaitu:

    8.3. Bronkiektasis ringan

    Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi

    sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan

    perubahan posisi tubuh, biasanya terdapat hemoptisis sangat ringan, pasien

    tampak sehat, fungsi paru normal dan foto dada normal. (Sudoyo Aru W

    et al, 2006)

    8.4. Bronkiektasis sedang

    18

    Gambar 8.Pa$a T "esolusi tinggi enun/u#an $ilatasi salu"anna%as %a$a #e$ua lo!us $an lingula. Pa$a %otongan elintang&

    $ilatasi salu"an na%as enun/u#an "ingli#e a%%ea"ane.

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    19/27

    Ciri klinis: batuk-batuk produktif terjadi setiap saat, sputum timbul

    setiap saat (umumnya hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk),sering ada hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik paru sering ditemukan ronki

    basah kasar pada daerah paru yang terkena, gambaran foto dada boleh

    dikatakan masih normal. (Sudoyo Aru W et al, 2006)

    8.5. Bronkiektasis berat

    Ciri klinis: batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna

    kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis

    dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran

    napas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan

    paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik. Sering

    ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya.

    Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-

    kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki

    basah kasar pada daerah terkena. Pada gambaran foto dada ditemukankelainan : 1). Penambahan bronkovaskular marking, 2). Multiple cysts

    containing fluid levels (honey comb appearance). (Sudoyo Aru W et al,

    2006)

    9. DIAGNOSIS BANDING

    Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau

    berhadapan dengan bronkiektasis :

    Bronkitis kronik Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis

    paru berupa bronkiektasis)

    Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus

    besar)

    Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru.

    (Sudoyo Aru W et al, 2006)

    19

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    20/27

    10. KOMPLIKASI

    20

    Gambar 9.*ighResolution o%ute$ Toog"a%hi Iages o (ungs

    3ith B"onhietasis.

    Panel A sho3s $ilate$ an$ thi#ene$ ai"3a4s ,a""o3-5 Panel B sho3s

    ai"3a4s that $o not ta%e" ,a""o3s- to3a"$ the %e"i%he"4 in a %atient 3ith

    Ka"tagene"6s s4n$"oe5 Panel sho3s va"iose hanges ,$ilate$ an$

    !ea$e$ ai"3a4s 7a""o3s8-5 Panel D sho3s luste"e$ 4sts o" saules,a""o3- as 3ell as a %e"i%he"al inilt"ate5 Panel E sho3s i$$lelo!e

    !"onhietasis ,a""o3s- in a %atient 3ith Mycobacterium avium o%le9

    inetion.(Sumber : Barker AF, 2002)

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    21/27

    Ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien bronkiektasis

    antara lain: Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering

    mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi

    saluran napas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan

    drainase sputum kurang baik.

    Pleuritis, komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya

    pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang

    terkena.

    Hemoptisis, terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena

    (arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkial) atau anastomosis

    pembuluh darah. Hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan

    tindakan bedah gawat darurat.

    Korpulmonale, sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang

    berat dan lanjut.

    Kegagalan pernapasan, merupakan komplikasi paling akhir yang

    timbul pada bronkiektasis lanjut dan luas.

    11. PENATALAKSANAAN

    11.1. Konservatif

    11.1.1. Pengelolaan umum

    Pengelolaan ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi:

    11.1.1.1. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

    Contohnya membuat ruangan hangat, udara ruangan kering, mencegah

    atau menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap dan

    sebagainya. (Sudoyo Aru W et al, 2006)

    11.1.1.1. Memperbaiki drainase sekret bronkus

    Melakukan drainase portural tindakan ini merupakan cara yang paling

    efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Pasien

    diletakkan dengan posisi tubuh sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai drainase

    sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan

    21

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    22/27

    selama 10-20 menit samapi sputum tidak keluar lagi dan tiap hari dikerjakan 2

    sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputumdengan bantuan gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan

    drainase postural harus disesuaikan dengan letak bronkiektasisnya. Tujuannya

    adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar

    menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai tenggorokan sehingga mudah

    dibatukkan keluar. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut

    diatas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan

    tindakan memberikan ketukan dengan jari pada punggung pasien (tabotage).

    (Sudoyo Aru W et al, 2006)

    11.1.2. Pengelolaan khusus

    11.1.2.1. Kemoterapi

    Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan:1). Secara kontinyu untuk

    mengontrol infeksi bronkus (ISPA), 2). Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi

    akut pada bronkus/paru, atau 3). Keduanya. Kemoterapi disini mengunakan obat

    antibiotik tertentu. Pemilihan antibiotik mana yang harus dipakai sebaiknya

    berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik. Antibiotik hanya

    diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut.

    Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa

    antibiotik, samapai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi

    warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih).

    Selanjutnya ada dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa kemoterapi

    dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah

    sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi akut, tetapi keadaan

    ini hanya bersifat sementara. (Sudoyo Aru W et al, 2006)

    22

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    23/27

    11.1.2.2. Drainase sekret dengan bronkoskopCara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien.

    Keperluannya antara lain adalah untuk 1). Menentukan darimana asal sekret, 2).

    Mengidentifikasi lokali stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3). Menghilangkan

    obstruksi bronkus dengan sustion drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada

    pengobatan atelektasis paru). (Sudoyo Aru W et al, 2006)

    11.1.3. Pengobatan simtomatik

    Pengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang mungkin

    menganggu atau membahayakan pasien.

    11.1.3.1. Pengobatan obstruksi bronkus

    Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji

    faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu

    dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas

    sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes

    bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut. (Sudoyo

    Aru W et al, 2006)

    11.1.3.2. Pengobatan hipoksia

    Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada waktu terjadinya

    eksaserbasi akut) perlu diberikan oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat

    komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan

    aliran rendah (cukup 1 liter/menit). (Sudoyo Aru W et al, 2006)

    11.1.3.3. Pengobatan hemoptisis

    Apabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin merupakan

    perdarahan arterial yang memerlukan tidakan operatif segera untuk menghentikan

    perdarahannya, dan sementara harus diberikan transfusi darah untuk

    menggantikan darah yang hilang. (Sudoyo Aru W et al, 2006)

    Hemoptisis yang mengancam kehidupan (lebih dari 600 ml darah per hari)

    dapat terjadi pada pasien dengan bronkiektasis. Setelah jalan napas telah

    23

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    24/27

    dilindungi dengan pasien berbaring di sisi tempat perdarahan yang dicurigai atau

    dengan intubasi endotrakeal, bronkoskopi atau CT dari thoraks diyakinkanmembantu menentukan lobus atau sisi yang mengalami perdarahan. Jika

    intervensi radiologi tersedia, aortography dan kanulasi dari arteri bronkial untuk

    memgambarkan lokasi ekstravasasi darah atau neovaskularisasi sehingga

    embolisasi yang dapat ditunjukan. Pembedahan mungkin masih diperlukan untuk

    direseksi daerah yang dicurigai mengalami perdarahan. (Barker AF, 2002)

    11.1.3.3. Pengobatan demam

    Pada psein dengan eksaserbasi akut sering terdapat demam, terlebih jika

    terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai,

    dosis cukup, perlu ditambahkan abat antipiretik lainnya. (Aru W. Sudoyo et al,

    2006)

    11.2. Pembedahan

    Peran pembedahan untuk bronkiektasis telah menurun tetapi tidak

    menghilang. Tujuan dari operasi pengangkatan tumor termasuk menghilangkan

    tumor obstruktif atau residu dari benda asing, pengangkatan segmen atau lobus

    yang paling rusak dan diduga berkontribusi terhadap eksaserbasi akut, sekret yang

    sangat kental, impaksi lendir. Pengambilan daerah yang memiliki perdarahan

    abnormal yang tidak terkontrol, dan pengambilan dari paru rusak yang dicurigai

    menyembunyikan organisme seperti M. MDR-TB atau avium M. complex. Tiga

    pusat bedah telah menggambarkan pengalaman mereka dengan operasi tersebut

    selama dekade terakhir, dengan rata-rata tindak lanjut empat sampai enam tahun.

    Mereka telah mencatat perbaikan dalam gejala di lebih dari 90 % pasien, dengan

    mortalitas perioperatif kurang dari 3 %. (Barker AF, 2002)

    Reseksi komplit dilaporkan pada 118 dari 143 pasien bronkiektasis (rata-

    rata usia 23,4 tahun) dengan angka morbiditas 23% dan angka mortilitas 1,3%.

    Bronkiektasis stadium berhasil diterapi dengan transplantasi paru. Beime et al

    24

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    25/27

    melaporkan 86% pasien yang menerima satu atau dua transplantasi paru memiliki

    angka kelangsungan hidup 1 tahun. (ODonnel, 2008)Indikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis yang terbatas dan

    resektabel yang tidak berespon terhadap tindakan konservatif yang adekuat, dan

    pasien bronkiektasis yang terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau

    hemoptisis masif. Kontraindikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis dengan

    PPOK, pasien bronkiektasis berat dan pasien dengan komplikasi korpulmonum

    kronik dekompensata. (Aru W. Sudoyo et al, 2006)

    12. BRONKIEKTASIS EKSASERBASI AKUT ATAU BRONKITIS

    Identifikasi eksaserbasi sakuran napas bahkan lebih kompleks pada pasien

    dengan bronkiektasis dibandingkan pada pasien dengan PPOK. Pada PPOK,

    memburuknya dispnea dan peningkatan volume dan purulen sputum sering

    digunakan sebagai kriteria untuk mengidentifikasi eksaserbasi. Pada pasien

    dengan bronkiektasis kronis, sputumnya merupakan purulen kronis. Dalam studi

    prospektif, pasien dengan bronkiektasis, eksaserbasi didefinisikan sebagai

    termasuk empat dari sembilan gejala yang tercantum dalam Tabel 2. Terapi

    antibiotik awal untuk eksaserbasi dicurigai pada pasien dengan bronkiektasis

    mungkin membatasi lingkaran setan. Antibiotik pilihan pertama adalah

    fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau levofloksasin. Durasi terapi yang tepat

    belum ditentukan, tapi setidaknya 7 sampai 10 hari. Kultur sputum dan uji

    sensitivitas diindikasikan pada pasien yang tidak memiliki respon terhadap insiasi

    antibiotik. (Barker AF, 2002; ODonnel, 2008)

    Tabel 2. Gejala dari bronkiektasis

    eksaserbasi akut

    Perubahan sputum

    Peningkatan dispnea

    Peningkatan batuk

    Demam (T > 380C)

    Peningkatan wheezing

    25

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    26/27

    Malaise, lelah, letahargi

    Penurunan fungsi paru

    Perubahan R (terdapatnya proses yang baru)

    Perubahan bunyi paru

    Pada penelitian ODonnell et al. Bronkiektasis eksaserbasi akut ditandai

    dengan adanya 4 dari 9 gejala diatas. ( Sumber : Barker AF, 2002 )

    13. PROGNOSIS

    Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta

    luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara

    tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada

    kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan

    lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia,

    empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa

    komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan. (Aru

    W. Sudoyo et al, 2006)

    DAFTAR PUSTAKA

    26

  • 8/9/2019 Bm Bronkiektasis

    27/27

    1. Prendergast TJ,MD &Ruoss SJ,MD. Pulmonary Disease.Pathophysiology of

    Disease: An introduction to Clinical Medicine, Fourth Edition. InternationalEdition 2003:219-259.

    2. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi

    IV, FKUI Jakarta, 2007: 1035-1039

    3. Weiberger SE. Bronchiectasis. Harrisons Principles of Internal Medicine

    Volume II. 16 edition New York: Mc Graw-Hill, 2005; 1541-1543

    4. Fishman, A., Bronchiectasis in Fishmans Pulmonary Diseases and Disorders .

    4th

    edition, McGraw Hill. 2008

    5. Weycker D, Edelsberg J, Oster G, et al: Prevalence and economic burden of

    bronchiectasis. Clin Pulm Med 12:2005,

    6. Patel IS, Vlahos I,Wilkinson TMA, et al: Bronchiectasis, exacerbation indices

    and inflammation in chronic obstructive pulmonary disease.Am J Respir Crit

    Care Med 170:400, 2004.

    7. Harun S, Wijaya IP. Kor Pulmonal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

    Jilid I edisi IV, FKUI Jakarta, 2007: 1680-1681.

    8. Hatmoko, Cor Pulmonale dalam Medical Review 2, Palaran, Samarinda. 2006

    9. Moerdowo,R.M, Prof. dr, Kor Pulmonal Kronik, FK-Unud, RS. Sanglah,

    Denpasar Bali, 2004.