44
Malaria Ivan Laurentius S 102011265 / B7 Mahasiswa FK UKRIDA Semester 3 FK UKRIDA 2011 Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 E-mail: [email protected] Pendahuluan Malaria adalah penyakit yang disebabkan protozoa dengan genus Plasmodium. Vektor dari penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles sp. Malaria merupakan penyakit endemis di daerah tropis dan memiliki karakteristik demam tinggi dan “Trias Malaria”: stadium dingin, panas, dan berkeringat. Empat spesies Plasmodium yang biasanya menginfeksi manusia adalah: P. falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. 1 Anamnesis Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau keluarga pasien atau dalam keadaantertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesisdilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yangdikeluhkan oleh pasien. 2 1

BLOK12 PBL

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BLOK12 PBL

Malaria

Ivan Laurentius S

102011265 / B7

Mahasiswa FK UKRIDA Semester 3

FK UKRIDA 2011

Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

E-mail: [email protected]

Pendahuluan

Malaria adalah penyakit yang disebabkan protozoa dengan genus Plasmodium. Vektor

dari penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles sp. Malaria merupakan penyakit endemis di

daerah tropis dan memiliki karakteristik demam tinggi dan “Trias Malaria”: stadium dingin,

panas, dan berkeringat. Empat spesies Plasmodium yang biasanya menginfeksi manusia adalah:

P. falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale.1

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara

melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau keluarga pasien atau

dalam keadaantertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara

biasa, anamnesisdilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit

dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari

masalah yangdikeluhkan oleh pasien.2

Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa halmengenai hal-hal

berikut.

1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan

diagnosis)

2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan

pasien (diagnosis banding)

3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor

predisposisi dan faktor risiko)

4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)

1

Page 2: BLOK12 PBL

5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor

prognostik, termasuk upaya pengobatan)

6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk

menentukandiagnosisnya

Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai

kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk

mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua

data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan

denganketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.

Pada anamnesis malaria yang sangat penting diperhatikan:

1. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,

muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal

2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria

3. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria

4. Riwayat sakit malaria

5. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir

6. Riwayat mendapat transfusi darah

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien

untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis.

Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan

perencanaan perawatan pasien.

Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan

berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematis tersebut disebut teknik

Head to Toe. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.

Pada malaria tanpa komplikasi dapat ditemukan satu atau lebih tanda klinis berikut:

Demam (perabaan atau pengukuran dengan thermometer)

Pucat pada konjungtiva palpebrae atau telapak tangan

2

Page 3: BLOK12 PBL

Pembesaran limpa (splenomegali)

Pembesaran hepar (hepatomegali)

Pada malaria berat dapat ditemukan satu atau lebih tanda klinis berikut:

Temperatur aksila >40°C

Tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada dewasa dan anak-anak < 50 mmHg

Nadi cepat dan lemah / kecil

Frekuensi nafas > 35 X per menit pada orang dewasa atau > 40 X per menit pada balita

atau > 50 X per menit pada anak di bawah 1 tahun

Penurunan derajat kesadaran

Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematoma)

Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor, dan elastisitas kulit berkurang, bibir kurang,

volume urine berkurang)

Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat)

Terlihat mata kuning atau ikterus

Adanya ronki pada kedua paru

Pembesaran limpa dan/atau hepar

Gagal ginjal yang ditandai dengan oligouria hingga anuria

Gejala neurologic (kaku kuduk, reflek patologik)

Pemeriksaan Penunjang

Preparat darah tebal yang diwarnai dengan Giemsa adalah cara utama diagnosis malaria.

Preparat tersebut mengonsentrasikan parasit dan memungkinkan deteksi parasit meskipun

infeksinya ringan. Pemeriksaan preparat darah tipis yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa

diperlukan untuk diferensiasi spesies. Beberapa uji penangkapan antigen, yang menggunakan

metode kromatografi untuk mendeteksi protein yang berasal dari trofozoit dalam darah yang

lisis, dapat digunakan untuk diagnosis cepat tanpa perlu melakukan pemeriksaan mikroskopik.

Pemeriksaan tersebut menggunakan dipstick atau strip uji dengan antibody monoclonal terhadap

antigen parasit target. Uji diagnostik cepat tersebut (RDT) dapat membedakan P falciparum dari

keempat spesies tetapi tidak tiga spesies lain secara terpisah. Baru-baru ini, pada studi intensif,

3

Page 4: BLOK12 PBL

RDT berpotensi sangat penting dalam menegakkan diagnosis di lapangan, di daerah yang tidak

tersedia fasilitas dan tenaga untuk melakukan diagnostic secara mikroskopik.3

Diagnosis Kerja

Serangan malaria akut biasanya dimulai dengan gejala prodromal seperti sakit kepala dan

kelelahan, diikuti dengan demam. “Trias Malaria” meliputi periode dingin, panas, lalu

berkeringat. Pasien dapat terlihat sehat di selang waktu fase demam satu dengan fase demam

berikutnya. Demam biasanya iregular, terutama pada waktu awal sakit; tetapi tanpa pengobatan

dapat menjadi regular, dengan siklus 48 jam (P. vivax dan P. ovale) atau siklus 72 jam (P.

malariae), terutama pada malaria non-falsiparum. Sakit kepala, rasa pegal, batuk, sesak dada,

rasa sakit di perut, mual, muntah, dan diare adalah gejala umum. Secara fisik dapat terlihat

tanda-tanda anemia, ikterus, splenomegali, dan hepatomegali ringan.

Preparat darah dengan pewarnaan Giemsa tetap menjadi pilihan utama dalam diagnosis

malaria, walaupun teknik pewarnaan lain (misalnya pewarnaan Wright) juga dapat menunjukkan

keberadaan parasit. Preparat darah tebal menyediakan evaluasi yang efisien dari volume besar

darah; tetapi preparat darah tipis lebih mudah bagi praktisi medis yang belum berpengalaman

dan lebih baik untuk membedakan spesies. Satu pemeriksaan preparat darah biasanya dapat

memberikan hasil positif pada pasien yang terinfeksi, walaupun jumlah parasitnya dapat sangat

sedikit dalam pasien non-imun. Bila telah dicurigai sakit, pemeriksaan ulang perlu dilakukan 8-

24 jam kemudian.

Cara diagnosa laboratorium malaria lainnya adalah melalui rapid diagnostic test untuk

mengidentifikasi antigen plasmodium yang bersikulasi dengan format “dipstick” sederhana. Cara

ini belum distandarisasi, tetapi cara ini dapat memberikan hasil dengan sensitivitas dan spesifitas

yang cukup mendekati hasil analisis preparat darah dan lebih mudah dilakukan. Hasil tes serologi

dapat memberikan riwayat penyakit tetapi kurang berguna untuk diagnosis infeksi akut. PCR

sangat sensitive tetapi belum tersedia untuk pemeriksaan rutin.4

Diagnosis Banding

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala

berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam; ruam demam berdarah

4

Page 5: BLOK12 PBL

mempunyai ciri-ciri merah terang, patekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan-

pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang

perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare,

pilek ringan disertai batuk-batuk. Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh

hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam.

Demam Tifoid

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa

dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, neriotot,

anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis.

Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah meningkat

perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala

menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali,

splenomegali,meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau

psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang Indonesia.

Yellow Fever

Yellow fever atau demam chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan

oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan

wilayah Asia, India, dan Afrika Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting

dengan gejala akut (demam onset mendadak (>40°C,104°F), sakit kepala, nyeri sendi (sendi-

sendi dari ekstrimitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual,muntah,, nyeri abdomen,

sakit tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam, perdarahan juga jarang terjadi)

berlangsung 3-10 hari. Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma

tidak ditemukan pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu masalah untuk beberapa minggu hingga

beberapa bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi

spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri (analgesik dan

antikonvulsan).

Epidemiologi

5

Page 6: BLOK12 PBL

Malaria ditemukan di daerah-daerah, mulai dari 64° LU (Arch Angel, Uni Soviet dahulu)

sampai 32° LS (Cordoba, Argentina), di daerah 400m bawah permukaan laut (laut mati), dan

2600m di atas permukaan laut (Cochabamba, Bolivia). Di antara batas lintang dan ketinggian

ini, ada daerah-daerah yang bebas malaria, tergantung dari keadaan dan lingkungannya. Malaria

merupakan penyakit tropis yang endemis. Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas di semua

pulau dengan derajat dan berat infeksi yang berbeda-beda seperti ditunjukan gambar 1.

Gambar 1. API dan AMI tahun 20065

Penularan malaria tergantung dari adanya tiga faktor utama yang merupakan dasar

epidemiologinya, yaitu: hospes (manusia), parasit (Plasmodium), dan lingkungan (fisik, biologis,

kimia, dan social ekonomi).

Keadaan malaria di berbagai daerah endemis tidak sama. Derajat endemisitas dapat

diukur dengan berbagai cara, seperti angka limpa (spleen rate), angka parasit (parasit rate), dan

angka sporozoit (sporozoit rate); yang disebut dengan malariometri. Angka limpa adalah

persentase orang dengan pembesaran limpa pada penduduk daerah endemis yang diperiksa.

Pemeriksaan pembesaran limpa dilakukan dengan cara Hackett. Daerah disebut hipo endemis

bila angka limpa di bawah 10% pada anak yang berumur 2-9 tahun; meso endemis bila antara

10-50%; hiper endemis bila diatas 50%, dan holo endemis bila melebihi 75%.

6

Page 7: BLOK12 PBL

Angka parasit ditentukan dengan persentase orang yang sediaan darahnya positif pada

saat tertentu, sedangkan slide positivity rate (SPR) adalah persentase sediaan darah yang positif

dalam periode kegiatan penemuan kasus (active case detection). Annual Parasite Index (API)

adalah jumlah sediaan darah positif dibandingkan dengan jumlah sediaan darah yang diperiksa

per tahun dengan permil (0/100). Berat ringannya infeksi malaria pada suatu masyarakat diukur

dengan densitas parasit (parasite density), yaitu jumlah rata-rata parasit dalam sediaan darah

positif. Sedangkan berat ringannya infeksi malaria pada seseorang diukur dengan hitung parasit

(parasite count) yairu jumlah parasit dalam 1 ml darah.5

Etiologi

Sporozoa genus plasmodium adalah parasit intraselular ameboid penghasil pigmen pada

vertebrata, dengan satu habitat dalam sel darah merah dan habitat lainnya dalam sel jaringan lain.

Penularan ke manusia terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina penghisap darah dari

berbagai spesies.

A. Ciri Khas Organisme

Empat spesies plasmodium yang secara khas menginfeksi manusia: Plasmodium vivax, P.

ovale, P. malariae, dan P. falciparum. Morfologi dan ciri khas tertentu lainnya dari spesies ini

dirangkum dalam tabel 1 dan 2.

B. Biakan

Parasit malaria manusia telah berhasil dibiakkan dalam medium cair yang mengandung

serum, garam anorganik, dan berbagai faktor pertumbuhan serta asam amino. Biakan kontinu

fase eritrosit yang mengalami skizogoni (pembelahan multipel aseksual) telah dapat dilakukan

dan sangat penting untuk pengembangan vaksin.

C. Sifat Pertumbuhan

Pada sel darah merah pejamu, parasit telah mengubah hemoglobin menjadi globin dan

hematin; hematin dimodifikasi menjadi pigmen malaria yang khas. Globin dipecah oleh enzim

proteolilitik dan dicerna. Oksigen, dekstrosa, laktosa, dan protein eritrosit juga digunakan

D. Variasi

Variasi strain ada dalam keempat spesies yang menginfeksi manusia. Telah ditemukan

variasi morfologi, patogenitas, ciri khas enzim, resistensi terhadap pemberian obat, infektivitas

untuk nyamuk, dan pengembangan vaksin.3

7

Page 8: BLOK12 PBL

Tabel 1. Beberapa Gambaran Khas Parasit Malaria Manusia (Preparat dengan Pewarnaan Romanowsky)3

Tabel 2. Faktor Waktu Berbagai Plasmodium Dihubungkan Dengan Siklus3

Patofisiologi

Infeksi pada manusia yang disebabkan oleh gigitan nyamuk anopheles betina yang

terinfeksi, yang mengandung sporozoit, hasil dari siklus perkembangan seksual dan sporogenik

berikutnya di dalam nyamuk, masuk ke dalam aliran darah manusia. Sporozoit secara cepat

(biasanya dalam 1 jam) memasuki sel parenkim hatil tempat terjadinya stadium pertama

perkembangan pada manusia (fase eksoeritrosit siklus hidup). Kemudian, sejumlah progeny

aseksual, merozoit, menalami ruptur dan meninggalkan sel hati, memasuki aliran darah, dan

menginvasi eritrosit. Parasit dalam sel darah merah memperbanyak diri dengan cara khas spesies,

memecah sel pejamu secara sinkron. Ini adalah siklus eritrosit, dengan keturunan berturut-turut

8

Page 9: BLOK12 PBL

merozoit yang timbul pada interval 48 jam (P vivax, P ovale, P falciparum) atau setiap 72 jam (P

malariae). Periode inkubasi P malariae kira-kira sekitar 28 hari. Merozoit tidak kembali ke sel

hati dari sel darah merah. Tanpa pengobatan, infeksi falsiparum akan berakhir secara spontan

dalam waktu kurang dari 1 tahun kecuali jika berakhir fatal. Tiga spesies lainnya ters

memberbanyak diri dalam sel hati lama setelah invasi awal aliran darah, atau dapat terjadi

multiplikasi lambat dalam hati. Siklus eksoeritrosit terjadi bersamaan dengan siklus eritrosit dan,

pada P vivax dan P ovale, dapat menetap sebagai bentuk istirahat yang tidak tumbuh, atau

hipnozoit, setelah parasit hilang dari darah perifer. Infeksi eritrositik yang timbul kembali

(relaps) terjadi bila merozoit dari hipnozoit dalam hati pecah, tidak difagositosis dalam aliran

darah, dan menyebabkan infeksi sel darah merah kembali (malaria klinis). Tanpa penngobatan,

infek P vivax dan P ovale dapat menetap sebagai relaps periodik sampai 5 tahun. Infeksi P

malariae yang berlangsung selama 40 tahun pernah dilaporkan keadaan tersebut diduga

merupakan eritrosit kriptik bukan infeksi eksoeritrosit sehingga disebut rekrudesensi untuk

membedakannya dengan relaps.

Selama siklus eritrosit, beberapa merozoit memasuki sel darah merah dan terdiferensiasi

menjadi gaetosit jantan atau betina. Oleh karena itu, siklus seksual mulai terjadi dalam pejamu

vertebrata, tetapi untuk berlanjut menjadi fase sporogoni, gametosit harus diakan dan ditelan oleh

anopheles betina pengisap darah seperti yang digambarkan dalam gambar 2.3

Gambar 2. Daur Hidup Plasmodium sp1

9

Page 10: BLOK12 PBL

Manifestasi Klinis Penyakit Malaria

Malaria sebagai penyakit infeksi yang disebabkan plasmodium mempunyai gejala utama

demam. Diduga terjadinya demam berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit /

skizon). Akhir-akhir ini demam dihubungkan dengan pengaruh GPI (glycosly

phosphatidylinositol) atau terbentuk sitokin dan/atau toksin lain. Pada beberapa penderita demam

tidak terhadi seperti di daerah hiperendemik, banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.

Gambaran karakteristik malaria ialah demam periodik, anemia, dan splenomegali. Berat-ringan

manifestasi malaria bergantung pada jenis plasmodium yang menyebabkan infeksi. Dikenal 5

jenis plasmodium (P), yang dapat menginfeksi manusia secara alami, yaitu:

1. P. vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/vivaks

(demam tiap hari ke-3).

2. P. falciparum, menimbulkan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang

cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria

tropika/falciparum (demam tiap 24-48 jam).

3. P. malariae, jarang dan dapat menimbulkan sindrom nefrotik dan menyebabkan malaria

quartana/malariae (demam tiap hari ke-4).

4. P. ovale, dijumpai di daerah Afrika dan Pasifik Barat. Di Indonesia dijumpai di Irian dan

Nusa Tenggara, memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa

pengobatan, menyebabkan malaria ovale.

5. P. knowlesi, dilaporkan pertama kali pada tahun 2004, di daerah Serawak, Malaysia. Juga

ditemukan di Singapura, Thailand, Myanmar, serta Filipina. Bentuk plasmodium

menyerupai P. malariae sehingga sering dilaporkan sebagai malaria malariae.6

Manifestasi Umum Malaria

1. Masa Inkubasi

Masa inkubasi bervariasi pada setiap plasmodium (tabel 3). P. vivax sub-spesies P. vivax

multinucleatum (Cheson Strain), sering dijumpai di Cina-tengah, mempunyai masa inkubasi

yang lebih panjang, 313-323 hari dan sering relaps tanpa infeksi primer. Masa inkubasi pada

inokulasi darah lebih pendek daripada infeksi sporozoit. Suntikan subkutan memberikan masa

inkubasi lebih panjang dibandingkan intra-muskular dan masa inkubasi pada suntikan intravena

10

Page 11: BLOK12 PBL

paling pendek. Pada strain di daerah dingin, inkubasi lebih panjang. Inkubasi terpendek pernah

dilaporkan di Afrika, yaitu 3 hari.

Tabel 3. Inkubasi, Periode Prepaten, Periode Demam dan Gejala Klinik Pada Setiap Plasmodium6

2. Keluhan-keluhan Prodromal

Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam. Keluhan anatara lain lesu,

malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung), nyeri pada tulang atau otot, anoreksia,

perut tak enak, diare ringan, dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal

sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan pada P. falciparum dan P. malariae keluhan

prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.

3. Gejala-gejala Umum

Gejala klasik berupa “Trias Malaria” (Malaria paroxysm) secara berurutan

a. Periode Dingin

Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus diri dengan

selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling

terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit

sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature.

b. Periode Panas

Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas tubuh tetap tinggi, dapat

sampai 40°C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri

retro-orbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), dapat delirium sampai

11

Page 12: BLOK12 PBL

terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih,

diikuti dengan keadaan berkeringat.

c. Periode Berkeringat

Penderita berkeringat, mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,

temperature turun, penderita merasa kelelahan dan sering tertidur. Jika penderita bangun akan

merasa sehap dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung 6-10 jam, lebih sering terjadi pada

infeksi P. vivax. Pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada. Periode

tidak panas berlangsung 12 jam pada P. falciparum, 36 jam pada P. vivax dan P. ovale, 60 jam

pada P. malariae.

Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Anemia

lebih sering dijumpai pada penderita di daerah endemic, anak-anak, dan ibu hamil. Beberapa

mekanisme terjadinya anemia adalah:

1. Pengrusakan eritrosit oleh parasit

2. Hambatan eritropoiesis yang sementara

3. Hemolisis karena proses complement mediated immune complex

4. Eritrofagositosis

5. Penghambatan pengeluaran retikulosit

Pembesaran limfa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria. Limpa akan

teraba 3 hari setelah serangan infeksi akut. Limpa menjadi bengkak, nyeri, dan hiperemis. Limpa

merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria. Pada penelitian

dengan binatang percobaan, limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui oerubahan

metabolisme, antigenic, dan rheological eritrosit yang terinfeksi.

Dijumpainya riwayat demam dengan anemia dan splenomegali merupakan petunjuk

untuk diagnosis malaria khususnya di daerah endemic. Terdapat beberapa keadaan klinik pada

perjalanan infeksi malaria:

Serangan primer

12

Page 13: BLOK12 PBL

Yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan parosikmal

yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat

pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita

Periode laten

Yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria.

Biasanya terjadi di antara dua keadaan paroksismal. Periode ini dapat terjadi sebelum atau

sesudah serangan primer. Pada periode tersebut parasit tidak ditemukan dalam peredaran darah

tapi infeksi masih berlangsung

Rekrudesensi

Berulangnya gejala klinis dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya

serangan primer. Rekrudesensi dapat terjadi sesudah periode laten serangan primer

Rekurensi

Berulangnya gejala klinis atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan

primer. Keadaan tersebut juga menerangkan apakan gejala klinis disebabkan oleh kehidupan

parasit yang berasal dari bentuk di luar eritrosit (hipnozoit) atau parasit dari bentuk eritrositik.

Relaps atau “Rechute”

Relaps merupakan keadaan berulangnya gejala klinis atau parasitemia yang lebih lama

dari waktu di antara serangan periodic dari infeksi primer. Istilah relaps dipakai untuk mnyatakan

berulangnya gejala klinis setelah periode lama dari masa laten, sampai 5 tahun, biasanya terjadi

karena infeksi ridak sembuh atau oleh bentuk di luar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau

ovale.6

Manifestasi Klinis Malaria(M) Tertiana / M. Vivax / M. Benigna

Pada hari-hari pertama panas irregular, kadang-kadang remiten atau intermiten. Pada saat

itu perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi

intermiten dan periodic setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal

biasanya terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari.

Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih

membesar dan panas masih berlangsung. Pada akhir minggu kelima panas mulai turun secara

krisis. Manifestasi klinis malaria vivaks dapat berat, tetapi tidak terlalu berbahaya, limpa dapat

membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran Hacket). Malaria serebral dapat terjadi walaupun

13

Page 14: BLOK12 PBL

jarang (pada P. vivax multinucleatum). Edema tungkai disebabkan oleh hipoalbuminea.

Mortalitas malaria vivaks rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relaps.

Terdapat 3 tipe relaps pda malaria vivaks yang bergantung pada sub-spesies Plasmodium:

Tipe I: Inkubasi pendek (12-20 hari), relaps sering terjadi dan periode laten tidak

memanjang.

Tipe II: Inkubasi pendek (2-20 hari), periode laten panjang (7-13 bulan) diikuti satu atau

lebih relaps selama periode laten,

Tipe III: inkubasi panjang (6-9 bulan), periode laten panjang (7-13 bulan), relaps sering

terjadi sesudah serangan primer yang terlambat atau selama periode laten/

Malaria vivaks dapat memiliki pola relaps yang berbeda. Relaps di daerah tropis biasanya

terjadi sepanjang tahun, di daerah dingin setelah serangn primer terjadi periode laten dan relaps

diduga terjadi setelah 4-14 bulan kemudian. Relaps terjadi pada malaria vivaks dan malaria ovale

karena maturasi hipnozoit yang tertinggal dalam hati. Keadaan tersebut disebabkan oleh

pengobatan yang tidak lengkap pada malaria vivaks. Periode laten yang panjang juga terjadi jika

menggunakan kemoprofilaksis yang tidak cukup. Pada 2-3 hari terakhir masa inkubasi timbul

gejala prodromal dan gejala hanya ringan. Demam irregular 2-4 hari, menjadi intermiten dan

jelas pada sore hari. Temperatur dapat meningkt sampat 40,5°C, timbul mual dan muntah, dapat

timbul herpes di bibir dan hilang setelah pengobatan malaria. Gejala pusing, mabuk, dan gejala

iritasi serebral dapat timbul hanya sejenak. Poliuria biasanya timbul pada waktu demam. Anemia

lebih sering pada anak-anak, dengan gambaran darah tepi seperti anemia pernisiosa, tetapi

gambaran sumsum tulang ridak seperti anemia megaloblastik. Pada penderita yang semi-imun,

perlangsungan malaria vivaks tidak spesifik dan ringan saja; parasitemia hanya rendah, tidak

lebih dari 2%; serangan demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat. Gambaran klinis

saat relaps sama dengan serangan primer, kecuali demam irregular pada awal penyakit sering

tidak ada. Jika infeksi masih ada dan tanpa gejala, keadaan ini disebut clinically latent, biasanya

parasitemia rendah dan terjadi splenomegali. Sebaliknya, jika parasit tidak ada di darah tepi

(mungkin ada sebagai hipnozoit), tetapi timbul gejala, disebut parasite latency. Resistensi

terhadap kloroquin pada malaria vivkas juga telah dilaporkan, khususnya di Irian dan sekarang di

tempat lain di Indonesia.6

14

Page 15: BLOK12 PBL

Manifestasi Klinis Malaria Malariae / Kuartana

Banyak dijumpai di Afrika, Amerika Latin, dan sebagian Asia. Penyebaran tidak seluas

P. vivax dan P. falciparum. Masa inkubasi 18 hari atau lebih panjang (30-40 hari). Manifestasi

klinis seperti apda malaria vivaks hanya berlangsung lebih ringan, parasit dapat dijumpai di

darah sebelum gejala timbul. Gejala mulai sering insidious, sering terjadi mual dan mntah,

herpes labialis sering ditemukan, anemia jaran, splenomegali sering dijumpai walaupun

pembesaran ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan

parasitemia sangat rendah <1%.

Komplikaso jarang terjadi, sindrom nefrotik dilaporkan pada infeksi Plasmodium

malariae pada anak-anak Afrika. Diduga komplikasi ginjal disebabkan oleh deposit komplik

imun pada glomerulus ginjal (quartan nephrosis). Hal tesebut ditunjukkan dengan adanya

peningkatan IgM disertai peningkatan titer antibody. Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema,

asites, proteinuria yang banyak, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi. Prognosis buruk,

respons terhapa pengobatan anti-malaria terhadap nefrotik tidak membantuk, diet rendah garam

dan tinggi protein serta diuretic sebaiknya diberikan, steroid tidak berguna. Pengobatan dengan

2-2,5 mg/kgBB azathiprone selama 12 bulan tampakanya memberikan hasil yang baik;

cyclophophamide lebih sering memberikan efek toksis. Rekrudesensi sering terjadi pada

Plamodium malariae. Parasit dapat bertahan lama dalam darah perifer, dan bukan relaps karena

bentuk di luar eritrosit (dalam hati) tidak terjadi pada P. malariae.6

Manifestasi Malaria Ovale

Merupakan bentuk yang paling ringan di antara semua jenis malaria. Masa inkubasi 11-

16 hari, walaupun periode laten dapat sampai 4 tahun, serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang

lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi dan serangan paroksismal terjadi malam hari. Jika terjadi

infeksi campuran dengan plasmodium lain, maka P. ovale tidak akan tampat di darah tepim

tetapi plasmodium lain yang akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan malaria vivaks,

lebih ringan, puncak panas lebih rendah dan perlangsungan lebih pendek, dan dapat sembuh

spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai

dapat diraba. Parasitemia seperti pada malaria vivaks, dan gametosit terliaht pada minggu

pertama.6

15

Page 16: BLOK12 PBL

Manifestasi Klinis Malaria Tropika/Falsiparum, M. Tertiana Maligna, M. Sub-Tertiana

Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas irregular,

anemia, splenomegali, parasitemua yang banyak, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-

14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia tinggi dan

menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai, yaitu sakit kepala,

nyeri belakang/tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit sulit ditemukan

pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya irregular dan tidak periodic, sering

terhadi hiperpireksia dengan temperature diatas 40°C. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia

aspirasi dan banyak keringat walaupun temperature normal. Jika infeksi memberat nadi cepat,

mual, muntah, diarea menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomeglai dijumpai

lebih sering dan nyeri pada perabaanl hati membesar dan timbul ikterus. Kelainan urine dapat

berupa albuminuria, hilain, dan Kristal yang granular. Anemia lebih menonjol dengan leucopenia

dan monositosis.

Gejala malaria sering dikelirukan dengan influenza, hepatitis gangguan lain yang

merupakan komplikasinya seperti meningitis dan ensefalitis.

Demam biasanya mulai irregular setelah beberapa saat berbentuk quodian (interval 24

jam). Pada fase panas, suhu tidak turun sampai normal, temperature menjadi remiten atau

kontinu, bahkan kadang-kadang dengan dua puncak. Kadang-kadang demam tidak jelas atau

tidak ada, sampai timbul gejala awal komplikasinya. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan

status imunisitas dan sinkronisitas skizogoni aseksual parasit.

Limpa membesar dengan cepat, dan biasanya teraba minggu pertama setelah infeksi.

Lima membesar setiap periode demam dan menurun dengan interval. Pembesaran disertai nyeri

pada perabaan, walaupun kadang-kadang tidak teraba. Pembesaran hati juga sering dijumpai,

bahkan pada malaria di Sulawesi Utara. Pemebesaran hati lebih seing ditemukan dibandingkan

dengan limpa. Komplikasi ikterik lebih banyak timbul dibandingkan dengan komplikasi lainnya.

Peningkatan bilirubin lebih dominan dibandingkan dengan peningkatan enzim trasaminase

(hanya 2-3x normal) kelainan ginjal juga dapat terjadi sebagai komplikasi malaria falsiparum.

Pada urinalisis dijumpai albuminuria, granular, dan cast hialin, urin klorida rendah walaupun

tidak dehidrasi. Keadaan tersebut menunjukkan gangguan fungsi tubulus.

Anemia sering terjadi mulai dari derajat ringan sampai berat, hemolisis jarang terjadi dan

kasus dengan demam kencing hitam jarang dilaporkan. Anemua biasanya normositik dan

16

Page 17: BLOK12 PBL

sumsum tulang normoblastik. Leukoplenia biasanya dihitung dengan leukosi 3000-6000/mm3,

dengan penurunan granulosit dan peningkatan monosit.

Gastroenteritis sering dijumpai pada infeksi P. falciparum, khususnya pada anak-anak.

Hal tersebut disebabkan oleh sitoaderensi eritrosit berparasit pada sel endotel di mikrovaskular

saluran pencernaan. Rasa tidak nyaman di abdomen ringan biasa ditemukan pada infeksi malaria

dan kadang-kadang menyerupai acute abdomen. Konstipasi atau diarea dan bahkan diare cair

dapat dijumpai pada kasus malaria di daerah tertentu. Batuk kering tanpa tanda fisik yang jelas

dan foto toraks normal juga sering dilaporkan. Pada P. falciparum dapat terjadai rekrudesensi,

yaitu timbulnya parasitemia setelah pengobatan. Keadaan tersebut terjadi 2-4 minggu setelah

pengobatan dan lebih panjang, sampai 10 minggu, pada pengobatan dengan mefloquine.

Rekrudesensi merupakan penanda terjadinya resistensi terhadap pengobatan.6

Penatalaksanaan Medical Mentosa

Berdasarkan cara kerjanya obat antimalaria (OAM) dapat diklasifikasikan sebagai

skinzotosida darah yang bekerja pada bentuk aseksual parasit dalam eritrosit dengan

menghambat skizogoni sehingga bermanfaat untuk penyembuhan klinis maupun terapi supresif.

Contoh skizontosida darah adalah klorokuin, kina, kuinidin, meflokuin, atovakon, piperakuin,

derivate artemisinin (rapidly acting blood schizontocides), antifolat dan antibiotk (slow acting

blood schizontocides). Skizontosida jaringan bekerja dengan menghambat atau mengeliminasi

bentuk primer plasmodium ekstra-eritrositik dalam hatu dan berfungsi sebagai causal

prophylaxis, misalnya proguanil dan golongan kedua bekerja dengan menghambat bentuk laten

P. vivax, P. ovale dalam sel hati yang dapat menyebabkan relaps berbulan-bulan sampai

bertahun-tahun setelah infeksi awal. Obat golongan ini berfungsi sebagai terminal profilaksis dan

terapi radikal kasus relaps. Contoh OAM ini adalah primakuin. Gametosida adalah OAM yang

bekerja dengan mematikan bentuk seksual plasmodium sehingga berfungsi meghambat transmisi

plasmodium ke vektor, sebagai contoh klorokuin dan kina memilikiefek gametosida terhadap P.

vivax, P. ovale, dan P. malariae, sedangkan primakuin memiliki efek gametosida yang poten

terhadap P. falciparum. Sporontosida bekerja dengan menghambat pembentukan ookist dan

sporozoit pada nyamuk yang terinfeksi sehingga bermanfaat juga menghambat transmisi malaria.

Beluam ada OAM yang dapat digunakan sbagai sporontosida.

Berdasarkan struktur kimianya, OAM dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok:

17

Page 18: BLOK12 PBL

Alkaloid kinkona (kina, kinidin)

4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)

8-aminokuinlok (primakuin, WR238-605 / etakuin / tafenokuin, WR 80/53)

4-kuinolin-karbinolamin (meflokuin)

fenantren-metanol (halofantrin)

biguanid (proguanil, klorproguanil)

hidroksinaftokuinon (atovakon)

seskuiterpen-lakton / derivate artemisinin / qinghaosu (artemeter, artesunat,

dihidroartemisinin, asam artelinat, artemisinin, artemotil)

sulfons / sulfonamide (sulfadoksin, dapson)

diaminopirimidin (pirimetamin)

piperakuin

amil-alkohol (lumefantrin)

fluorometanol (benflumetol)

hidroksi-anilino bensonaftridin (pironaridin)

antibiotik (tetrasiklin, doksisiklin, klindamisin, azitromisin, eritromisin, sulfometoksasol-

trimetoprim, siprofoksasin, kloramfenikol)

proteinase inhibitor.6

Obat pilihan utama untuk malaria non-falsiparum adalah klorokuin (tabel 4). Resistensi

P. vivax terhadap klorokuin telah meningkat, tetapi obat ini tetap efektif secara keseluruhan; dan

karena malaria non-falsiparum jarang mengalami komplikasi, maka risiko dari kesalahan obat

tidak terlalu berat. Untuk P. vivax dan P. ovale, eradikasi parasit eritrositik dengan klorokuin

harus diiringi dengan primakuin (setelah mengevaluasi hasil pemeriksaan G6PD) untuk

mengeradikasi hipnozoit yang dormant dalam hepar yang dapat menimbulkan relaps beberapa

bulan kemudian. Infeksi P. malariae hanya memerlukan pengobatan dengan klorokuin.

Malaria berat dapat terindikasi dari adanya gejala-gejala penyakit berat atau disfungsi

organ (seperti kelelahan, gangguan kesadaran, kejang, gangguan pernapasan, syok, asidosis,

anemia berat, perdarahan, hipoglikemia, ikterus, hemoglobinuria, atau gagal ginjal) atau

banyaknya infeksi parasit (biasanya parasitemia periferal > 5% atau > 200,000 parasit / mcL).

18

Page 19: BLOK12 PBL

Pasien yang menerima kuinin atau kuinidin secara intravena perlu dimonitor EKG-nya secara

kontinu; bila pemanjangan interval QT melebihi 25% dari keadaan normal, taraf infuse perlu

direndahkan. Kadar glukosa darah juga perlu dimonitor setiap 4-6 jam, dan 5-10% dekstrosa

perlu diinfus untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Penatalaksanaan malaria berat juga

mencangkup pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit, pernafasan, dan hemodinamika,

serta pertimbangan transfusi darah, obat anti kejang, antibiotik untuk infeksi bakteri, dan

dialisis.4

Tabel 4. Penatalaksanaan Medical Mentosa Malaria4

Penatalaksanaan Non-medical Mentosa

Penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan dengan mengkompres pasien yang suhunya

tinggi akibat demam; mengenakan pasien pakaian yang melindungi dari gigitan nyamuk,

menempatkan pasien untuk tidur di dalam kelambu, mengenakan repellant serangga pada tubuh

pasien, dan berbagai upaya pencegahan gigitan nyamuk lainnya.

Prognosis

19

Page 20: BLOK12 PBL

Prognosis malaria vivaks biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi

pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria

vivaks tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung

lebih lama, terutama karena relapsnya.

Tanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens pernah

tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi.

Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Penderita malaria falsiparum berat prognosisnya buruk, sedangkan penderita malaria

falsiparum tanpa komplikasi prognosisnya cukup baik bila dilakukan pengobatan dengan segera

dan dilakukan observasi hasil pengobatan.7

Komplikasi

Malaria Otak / Malaria Serebral

Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila

dinbandgkan dengan malaria berat lainnya. Gejala klinisnya dapat dimulai secara lambat atau

mendadak setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan

kesadaran, kelainan saraf, dan kejang yang bersifat fokal dan menyeluruh. Dapat ditemukan

perdarahan pada retina, tetapi papil edema jarang ditemukan. Gejala neurologi yang timbul dapat

menyerupai meningitis, epilepsy, delirium akut, intoksikasi, sengatan panas (heat stroke). Pada

orang dewasa koma timbul beberapa hari setelah demam, bahkan pada orang non-imun dapat

timbul lebih cepat. Pada anak koma timbul kurang dari 2 hari, setelah demam yang didahului

dengan kejang dan berlanjut dengan penurunan kesadaran. Koma adalah bila dalam waktu ±30

menit penderita tidak memberikan respons motorik dan atau verbal. Derajat penurunan kesadaran

pada koma dapat diukur dengan Glasgow coma scale (dewasa) atau Blantyre coma scale (anak).

Gejala sisa (sequale) dilaporkan 10% pada anak di Afrika dan 5% pada orang dewasa di

Muangtahi.

Anemia Berat

Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya Ht (hematokrit) secara mendadak (<15%)

atau kadar hemoglobin < 5 g%. anemia merupakan komplikasi yang penting dan sering

ditemukan pada anak. Hal ini dapat memburuk pada waktu penderita mulai diobati, terutama bila

20

Page 21: BLOK12 PBL

jumlah parasit dalam darah sangat tinggi. Anemia umumnya bersifat normositik normokrom

tetapi retikulosit biasanya tidak ditemukan. Walaupun demikian, anemia mikrositik dan

hipokrom dapat ditemukan baik karena defisiensi zat besi atau kelainan hemoglobin.

Patofisiologi anemia berat pada keadaan ini masih belum jelas. Anemia dapat disebabkan

destruksi massif eritrosit yang terinfeksi dan penurunan produksi eritrosit oleh sumsum tulang.

Selain itu umur eritrosit yang tidak terinfeksipun memendek karena pada permukaan eritrosit ini

dapat ditemukan immunoglobulin dan/atau komplemen. Bila nilai hematokrit kurang dari 20%

atau hemoglobin kurang dari 7 g/dl, penderita dapat diberi transfuse darah segar atau packed cell.

Volume darah atau sel yang diberikan harus diperhitungkan dalam keseimbangan cairan

penderita.

Gagal Ginjal

Penyulit ini terutama ditemukan pada orang dewasa. Mula-mula terjadi peningkatan

ureum dan kreatinin darah, yang diikuti oligouria (urine output < 400 ml / 24 jam pada orang

dewasa atau 12 ml/kg berat badan /24 jam pada anak) dan akhirnya anuria yang disebabkan

nekrosis tubulus akut. Walaupun demikian pada keadaan ini dapat juga terjadi poliuria. Kreatinin

serum dapat meningkat > 3 mg/dl. Sering kali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian

mencapai 50%, walaupun demikian gagal ginjal akut biasanya bersifat reversible. Pemberian

infus garam faal pada penderita yang mengalami dehidrasi dapat dilakukan dengan hati-hati.

Hemodialisis atau dialysis peritoneum merupakan indikasi bila oligouria menetap setelah

rehidrasi atau bila ureum dan kreatinin darah meningkat secara progresif.

Edema Paru

Merupakan salah satu komplikasi yang sangat berbahaya dengan angka kematian

mnecapai 80%. Komplikasi ini dapat terlihat beberapa hari setelah pemberian obat malaria atau

pada saat keadaan umum pasien membaik serta parasitemia menghilang. Pada sebagian besar

kasus gambarannya menyerupai acute respiratory distress syndrome (ARDS), yang merupakan

indikasi peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru dapat juga terjadi secara iatrogenic

karena pemberian cairan yang berlebihan. Kedua hal ini sulit dibedakan dan dapat terjadi secara

bersamaan pada seorang penderita. Edema paru sering diikuti dengan komplikasi lain dan juga

dapat terjadi pada malaria vivaks. Tanda permulaan terjadinya edema paru adalah peningkatan

21

Page 22: BLOK12 PBL

frekuensi pernapasan yang kemudian diikuti gejala paru lainnya serta penurunan pO2 arteri.

Hipoksia dapat menyebabkan kejang dan gangguan kesadaran, sehingga pasien dapat meninggal

dalam waktu beberapa jam. Sering ditemukan pada ibu hamil yang terinfeksi malaria, terutama

setelah melahirkan. Pada keadaan ini pasien dapat diberikan diuretik furosemid dan O2 dengan

konsentrasi yang tinggi.

Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan manifestasi malaria falsiparum yang penting. Dapat ditemukan

sebelum pengobatan terutama pada ibu hamil dan anak atau setelah pemberian infuse kina pada

penderita malaria berat. Manifestasi klinik berupa cemas, berkeringat, dilatasi pupil, napas

pendek, oligouria, kedinginan, takikardi, dan kepala terasa ringan (melayang). Gejala klinis ini

dapat berkembang menjadi gaduh gelisah, kejang, syok, dan koma.

Pada pemeriksaan laboratorium konsentrasi gula darah turun sampai <40 mg/dl.

Pada penderita dapat diberi 50 cc dekstrosa 50% yang diencerkan cairan infuse dengan

volume yang sama dan diberikan dalam waktu 5 menit. Kemudian diikuti dengan infuse

dekstrosa 5% atau 10% secara intra vena. Pemantauan gula darah diperlukan untuk mengatur

infuse dekstrosa.

Syok / Gangguan Sirkulasi Darah / Malaria Algida

Penderita dating dalam keadaan kolaps dengan tekanan darah sistolik <50 mmHg (pada

anak) atau <80 mmHg (pada orang dewasa). Pada perebaan, kulit terasa lembab, dingin, dan

berwarna kebiruan (sianosis). Dapat ditemukan konstriksi vena perifer dengan nadi yang cepat

dan lemah. Kegagalan sirkulasi darah atau syok dapat juga ditemukan pada penderita malaria

berat dengan edema paru, gangguan metabolic asidosis, perdarahan massif gastrointestinal serta

rupture limpa. Walaupun demikian, dehidrasi dengan hipovolemia dapat juga menyebabkan

hipotensi. Kemungkinan terjadinya infeksi paru, traktus urinarius (pada penderita kateter),

selaput otak dan tempat penyuntikan secara intravena harus dipertimbangkan sebagai penyebab.

Pada keadaan hipovolemia penderita dapat diberikan plasma expander seperti darah segar,

plasma, dextran 70 atau poliglikan. Segera berikan antibiotic berspektrum luas misalnya penisilin

atau sefalosporin yang dikombinasi dengan gentamisin. Lakukan kultur darah untuk mengetahui

22

Page 23: BLOK12 PBL

resistensi kuma, bila perlu ganti dengan antibiotic yang sesuai. Aritmia jantung jarang

ditemukan.

Perdarahan Abnormal dan Disseminated Intravascular Coagulation

Penyulit ini menbulkan perdarahan abnormal dan spontan dari gusi, epistaksis, petechiae

dan perdarahan subkonjungtiva. Disseminated intravascular coagulation disertai komplikasi

perdarahan hematemesis atau melena hanya terjadi pada lebih kurang 10% penderita.

Trombositopenia sering ditemukan pada penderita malaria falsiparum, biasanya tanpa kelainan

pembekuan darah lainnya. Perdarahan tidak ditemukan pada sebagian besar penderita

trombositopenia. Jumlah trombosit normal setelah pemberian obat malaria yang tepat. Berikan

transfuse darah segar sebab berbagai faktor pembekuan atau trombosit diperlukan penderita.

Suntikan vitamin K 10 mg intravena dapat diberikan scara perlahan-lahan. Pemberian heparin

merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan prolonged bleeding.

Malaria Hemoglobinuria

Penderita dengan defisiensi G6PD yang diberikan primakuin atau obat oxidant lainnya,

dapat menderita hemolisis intravaskuler yang diikuti dengan hemoglobinuria, walaupun tidak

ada parasit malaria dalam darahnya. Hemoglobinuria yang berhubungan dengan malaria (black

water fever) biasanya ditemukan pada penderita dewasa dengan malaria berat yang disertai

anemia dan gagal ginjal. Gejalanya adalah warna urin kehitam-hitaman karena hemolisis

intravascular yang massif disertai demam (blackwater fever). Biasanya terjadi pada penderita

non-imun yang pernah tinggal di daerah endemic untuk beberapa lama. Penderita pernah

terinfeksi malaria dan diobati dengan kina secara tidak teratur dengan dosis yang tidak adekuat.

Penderita diberi obat malaria yang sesuai bila ditemukan parasitemia. Bila perlu diberikan

transusi darah segar. Bila terjadi oligouria, peningkatan ureum, dan kreatinin darah dapat

dilakukan dialisis.

Demam Tinggi

Suhu tubuh dapat mencapai 39°C-40°C terutama pada anak. Hal ini menyebabkan

kejang-kejang dan gangguan kesadaran. Pada ibu hamil, demam tinggi dapat menyebabkan fetal

23

Page 24: BLOK12 PBL

distress. Untuk menurunkan suhu tubuh dapat diberikan parasetamol 15 mg/kgbb baik per oral,

supotoria, atau nasogastric tube. Pemberian kompres juga membantu.

Hiperparasitemia

Pada penderita non-imun kepadatan parasit tinggi dalam darah (>5% sel darah merah)

dan ditemukannya skizon dalam darah tepi. Dapat dihubungkan dengan malaria berat. Toleransi

ditemukan di daerah endemis tinggi malaria, di mana penderita hiperparasitemia sering kali tidak

disertai gejala klinis. Pemberian obat malaria harus segera dilakukan, bila perlu secara

parenteral. Pada penderita malaria berat dengan parasitemia > 10% dapat dilakukan exchange

transfusion.7

Pencegahan Umum Malaria

Tindakan pencegahan untuk mengurangi frekuensi gigitan nyamuk pada daerah endemis

malaria sangatlah penting. Tindakan pencegahan ini seperti menghindari pajanan gigitan nyamuk

pada waktu puncak makan nyamuk (biasanya sore hingga pagi hari) dan sepanjang malam serta

menggunakan repellant serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau picaridin (7%; bila

DEET tidak dapat digunakan), pakaian yang melindungi dari gigitan serangga (misalnya pakaian

berlengan panjang dan/atau celana panjang), juga tidur di dalam kelambu yang dilapisi

insektisida. Penggunaan luas kelambu yang telah dilapisi insektisida sewaktu tidur malam telah

menunjukkan penurunan angka mortalitas akibat insiden malaria di bagian barat dan timur

Afrika.8

Kemoprofilaksis

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk di atas cukup efektif mengurangi paparan

dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi, karena itu

perlu upaya tambahan, yaitu dikombinasikan dengan kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko

jatuh sakit jika telah tergigit nyamuk infeksius. Beberapa obat antimalaria yang saat ini

digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia),

kombinasi atovaquone-proguanil (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, dan primakuin,

ditunjukkan pada tabel 4. Sebagian besar regimen kemoprofilaksis dapat memberi perlindungan

sebesar 75-95% jika digunakan dengan benar, namun perlu ditekannkan bahwa tidak ada

24

Page 25: BLOK12 PBL

regimen kemoprofilaksis yang 100% efektif. Tingkat efektivitas kemoprofilaksis sangat

ditentukan oleh tingkat resistensi plasmodium setempat terhadap obat antimalaria, dan tingkat

kepatuhan penggunaannya. Masalah penting lain menyangkut kemoprofilaksis adalah tingkat

keamanan dan efek sampingnya, terutama pada penggunaan jangka panjang.6

Obat Antimalaria Untuk Kemoprofilaksis

Klorokuin

Klorokuin adalah obat antimalaria yang paling luas digunakan sehingga efek samping

dan data keamanannya, terutama untuk penggunaan jangka panjang lebih dikenal dengan baik.

Penggunaan obat ini sebagai kemoprofilaksis saat ini terbatas karena sebagian besar Negara

termasuk Indonesia sidah tidak lagi merekomendasikannya karena terjadinya resistensi di

hamper seluruh belahan dunia. Saat ini hanya direkomendasikan sebagai kemoprofilaksis bagi

pelancong di Amerika Tengah dan Selatan (Panama, Haiti, dan Republik Dominika, Argentina),

Cina, dan Timur Tengah (Siria, Yordania, Irak). Efek samping yang umum ditemukan adalah

dyspepsia, kadang pruritusmagranulositosis, fotosensitivitasm eksaserbasi psoriasism jarang

terjadi gangguan neuropsikiatrim seperti vertigo atau insomia.

Meflokuin

Melokuin adalah obat pilihan pertama bagi kemoprofilaksis bagi pelancong yang pergi ke

daerah resistan klorokuin. Dosisnya cukup praktis seperti klorokuin dan juga aman untuk

kehamilan, namun akhir-akhir ini berkembang kekhawatiran tentang efek samping jangka

panjang neuropsikiatri, terutama psikosis menetap walaupun hal ini jarang terjadi, dan secara

umum dalam kepustakaan ditulis kekerapan dan beratnya efek samping pada penggunaan

meflokuin jangka panjang sama denga klorokuin. Efek samping yang sering dilaporkan adalah

vertigo, anxietas, psikosis, fatigue. Efek samping lebih sering terjadi pada wanita, terutama

dengan berat badan rendah. Dianjurkan untuk wanita dengan berat badan rendah menggunakan

dosis setengah tablet dua kali seminggu. Selain itu, diduga efek samping tersebut berkaitan

dengan faktor genetic (gen MDR1 dan gen ABCB). Ada kekhawatiran penggunaan meflokuin

akan mengurangi kewaspadaan atau mengganggu konsentrasi sehingga berbahaya untuk aktivitas

tertentu yang sering dilakukan pelancong seperti menyelam, mengendarai mobil, atau

mengeudikan pesawat. Namun, dari beberapa penelitian menunjukkan meflokuin aman

25

Page 26: BLOK12 PBL

digunakan pelancing yang akan menyelam atau mengendarai mobil, tidak ada bukti meflokuin

mengganggu kewaspadaan. Meflokuin harus diberikan dengan hati-hati kepada pasien dengan

riwayat psikosis, kejang, kelainan konduksi jantung.

Tabel 5. Obat Kemoprofilaksis Malaria

Doksisiklin

Doksisiklin merupakan pilihan kemoprofilaksis bagi pasien yang tidak toleran dengan

meflokuin di daerah resisten klorokuin. Efektivitas setara dengan dengan meflokuin, hanya harus

diminum setiap hari setiap hari sehingga mengurangi kepatuhan dan juga efektivitasnya pada

penggunaan jangka panjang. Efek samping adalah gangguan gastrointestinal (mual, muntah,

diare), esofagitis, kandidiasis vaginal, sering menimbulkan fotosensitivitas sehingga pasien

dianjurkan jangan banyak terpapan sinar matahari dan harus menggunakan krim tabir surya.

Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan anak-anak kurang dari 8 tahun.

26

Page 27: BLOK12 PBL

Atovakuon-Proguanil

Tablet fixed-dose combination atovakuon-proguanil (malarone) sudah disetujui FDA

untuk digunakan sebagai kemoprofilaksis untuk pelancong yang pergi ke daerah resisten

klorokuin. Obat ini harus diminum tiap hari sehingga mengurangi kepatuhannya, namun

keuntungannya mulai diminum hanya 2 hari sebelum berangkat dan dihentikan hanya seminggu

setelah meninggalkan daerah endemis, sementara obat lain seperti klorokuin, meflokuin,

doksisiklin perlu 4 minggu. Efek samping yang sering ditemukan adalah nyeri perut, mual, sakit

kepala, dan kontraindikasi pada pasien gangguan fungsi ginjal berat. Obat ini cukup aman dan

efektif untuk pencegahan infeksi P. falciparum, namun belum ada data lengkap efektivitasnya

untuk spesies malaria lain. Atovakuon-proguanil adalah obat antimalaria yang paling ditoleransi

pasien dengan efek samping yang paling ringan, namun saying harganya mahal

Primakuin

Secara umum, primakuin digunakan untuk tiga indikasi, yaitu profilaksis primer,

presumptive anti-relaps therapy atau post-exposure prophylaxis atau terminal prohylaxis, serta

sebagai terapi radikal untuk infeksi P. vivax dan P. ovale. Profilaksis primer adalah mencegah

timbulnya malaria selama atau segera setelah pajanan; profilaksis primakuin diindikasikan

sebagai obat kemoprofilaksis lini kedua untuk kunjungan singkat ke daerah endemis malaria

terlebih untuk daerah endemis P. vivax atau sebagai obat alternative jika intoleran dengan obat

antimalaria kemoprofilaksis utama / lini satu. Primakuin tidak digunakan sebagai

kemoprofilaksis lini pertama karena kekhawatiran efek samping hemolisis pada penggunaan

jangka panjang terutama pada pasien defisiensi G6PD, dan data efektivitasprimakuin sebagai

obat tunggal untuk profilaksis malaria terbatas. Dosis primakuin untuk profilaksis primer 30 mg

basa sekali sehari diberikan mulai 1 hari sebelum tiba di daerah endemis sampai 7 hari setelah

meninggalkan daerah endemis. Primakuin lebih popular digunakan sebagai terminal profilaksis,

yaitu profilaksis yang diberikan untuk mencegah relaps setelah terinfeksi P. vivax / P. ovale;

dosis 15 mg basa sekali sehari selama 14 hari, diberikan sesegera mungkin setelah paparan atau 1

tablet selama 14 hari setelah pasien meninggalkan daerah endemis. Sebelum pemberian

primakuin sebaiknya diperiksa kadar enzim G6PD terlebih dahulu untuk menghindari efek

samping hemolisis.6

27

Page 28: BLOK12 PBL

Kesimpulan

Malaria merupakan penyakit endemis yang disebabkan protozoa Plasmodium sp. Malaria

memiliki gejala klinis demam tinggi disertai “Trias Malaria” dengan karakteristik yang

tergantung pada spesies plasmodium yang terlibat. Malaria yang disebabkan Plasmodium

falciparum berisiko mengalami komplikasi hingga dapat mengakibatkan kematian. Di Indonesia,

daerah endemis terutama pada Indonesia Bagian Timur seperti Papua. Pengobatan malaria

umumnya menggunakan klorokuin untuk malaria yang sensitive klorokuin dan obat lainnya

untuk malaria resisten klorokuin. Tindakan pencegahan dapat berupa upaya pencegahan

terjadinya gigitan nyamuk maupun kemoprofilaksis.

Daftar Pustaka

1. Ferri FF. Ferri’s Clinical Advisor. Philadelphia: Elsevier; 2012.p.612-5.

2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan

Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.1-17.

3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran.

23rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.690-5.

4. Mcphee SJ, Papadakis MA, editors. Current Medical Diagnosis & Treatment. 49 th ed.

Singapore: The McGraw-Hill Companies; 2010.p.1291-300.

5. Kurniawan J. Analisis Faktor Lingkungan dan Perilaku Penduduk Terhadap Kejadian

Malaria di Kabupaten Asmat Tahun 2008 [disertasi]. Semarang: Universitas Diponegoro;

2008.

6. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA, editor. Malaria: Dari Molekul ke Klinis. 2nd ed.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.

7. Sutanto I, Ismis IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S, editor. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.

4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.

8. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et.al. Harrison’s

Principal of Internal Medicine. 17th ed. Singapore: The McGraw-Hill Companies;

2008.p.1203-13.

28