Click here to load reader
View
214
Download
0
Embed Size (px)
1
BAB I
Bisnis Keluarga dalam Perkembangan Ekonomi Lokal Indonesia
(Studi Kasus Bisnis Keluarga di Sektor Bunga, Ahmad Jazuli Yogyakarta)
A. Latar Belakang
Dunia bisnis mendapatkan dua laporan penting mengenai bisnis keluarga di dunia.
Kedua laporan ini menjadi menarik ketika keduanya melaporkan dua fenomena yang
berbeda. Laporan pertama yakni dari The Credit Suisse Emerging Markets Research
Institute yang melaporkan bahwa pada tahun 2010 sampai dengan 2011, bisnis keluarga
menjadi pilar utama perekonomian Asia1. Jauh berbeda dari laporan pertama, justru
laporan kedua dari tokoh Howard E. Aldrich dan Jennifer E. Cliff melaporkan bahwa pada
awal abad ke-21, bisnis keluarga di Amerika Serikat dan Eropa mengalami penyusutan
setiap tahunnya2.
Laporan yang memiliki dua kutub berbeda ini, tentu tidak sembarang keluar.
Laporan pertama yang dikeluarkan oleh The Credit Suisse Emerging Markets Research
Institute adalah hasil penelitian pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 yang
melibatkan 3.568 bisnis keluarga di sepuluh negara Asia yakni China, Hongkong, Korea
Selatan, Taiwan, India, Indonesia, Malayasia, Philippina, Singapura, dan Thailand3.
Sementara laporan kedua yang dikeluarkan oleh Howard E. Aldrich dan Jennifer E. Cliff
adalah hasil penelitian bisnis berkala, yang dimulai sejak tahun 1994 sampai tahun 2003
yang kerapkali dimuat diberbagai buku karya Aldrich dan di berbagai jurnal bisnis Kanada4.
Adapun isi dari laporan pertama menyatakan bahwa bisnis keluarga di wilayah Asia
yang dulunya hanya naik turun pada besaran 200 persen total laba kumulatif, pada tahun
2010 sampai dengan tahun 2011 telah mencapai 261 persen total laba kumulatif, dengan 1The Credit Suisse Emerging Markets Research Institute. (2011). Asian Family Businesses Report ; October 2011.
Switzerland: Credit Suisse Group AG and/or Its Affiliates. hal. 2. Dipaparkan juga dalam data artikel media nasional, seperti berikut ini: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/31/19102849/Bisnis.Keluarga.Pilar.Penting.bagi..Perekonomian.Asia (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:51 WIB), http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/31/13565976/Bisnis.Keluarga..Pilar.Penting.Perekonomian.Asia (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:53 WIB), http://economy.okezone.com/read/2011/10/31/278/522897/saham-bisnis-keluarga-indonesia-terbaik-di-asia (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:55 WIB), http://finance.detik.com/read/2011/10/31/111403/1756205/4/geliat-bisnis-keluarga-jadi-penopang-ekonomi-asia?fsubbs4 (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 09:01 WIB). 2 Aldrich, Howard E. and Jennifer E. Cliff. (2003). The Pervasive Effects of Family on Entrepreneurship:Toward a Family
Embeddedness Perspective. Canada: Journal of Business Venturing 18, hal. 577. 3 The Credit Suisse Emerging Markets Research Institute, Op.Cit., hal.3.
4 Aldrich, Howard E. and Jennifer E. Cliff, Loc.Cit., hal. 573.
2
pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 13,7 persen. Bahkan tidak tangung-tangung, kini
bisnis keluarga pun telah menguasai 32 persen dari total sumber dana di pasar modal5.
Tidak heran kemudian, Helman Sitohang sebagai CEO (Chief Executive Officer)
Credit Suisse Asia Tenggara menyatakan bahwa kapitalisasi pasar dari bisnis keluarga
setara dengan 34 persen dari total PDB (Produk Domestik Bruto) Asia, bahkan kini bisnis
keluarga merupakan tulang punggung perekonomian Asia karena bisnis ini mewakili
sekitar 50 persen dari seluruh perusahaan yang terdaftar dalam ruang lingkup penelitian6.
Maka dari itulah, bisnis keluarga yang dulunya hanya dijalankan beberapa keluarga
kini mulai menjadi primadona. Terlebih, pasca krisis moneter 1998 bisnis keluarga banyak
yang gulung tikar. Bahkan Vedi Hadiz (2002) menyatakan, bahwa bisnis keluarga itu seperti
tertindih balok besar, sehingga sekalipun berdiri akan seret bagi mereka untuk berkembang
dan mengembalikan kejayaannya7. Namun ternyata belum sampai dua belas tahun, kini
bisnis keluarga bangun dari keterpurukannya dan terus menjamur. Hal ini, dibenarkan oleh
Putri Kuswisnu Wardani8 sebagai CEO (Chief Executive Officer)
generasi kedua yang mengelola bisnis keluarga PT Mustika Ratu Tbk, bahwa perjalanan
bisnis keluarganya, memang tidak seinstan membalikkan tangan apalagi ketika moneter
19989.
Begitupun tokoh Irwan Hidayat10, Eddy Mattuali11, Teddy Tjokrosaputro12 dan
pengelola bisnis keluarga skala besar lainnya, mereka benar-benar merasakan jatuh
bangunnya mengelola bisnis keluarga. Walaupun kini mereka sudah merasakan buah
manisnya, namun tetap saja mereka tidak dapat melupakan proses mendapatkannya. Hal
itulah yang membuat mereka tetap semangat mengembangkan sayap-sayap usahanya.
5 The Credit Suisse Emerging Markets Research Institute, Op.Cit., hal. 3.
6 Ibid. 7 Hadiz , Vedi R. (2002). Dinamika Kekuasaan:Ekonomi Politik Indonesia Pasca Soeharto. Jakarta:LP3ES. hal. 67.
8Direktur Utama PT Mustika Ratu Tbk., riwayat hidup dan perkembangan usaha di paparkan dalam
http://female.kompas.com/read/2011/01/14/13475865/Agar.Bisnis.Keluarga.Tetap.Eksis (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:57 WIB). 9 Ibid.
10Direktur Utama PT Sido Muncul Tbk., riwayat hidup dan perkembangan usaha di paparkan dalam
http://female.kompas.com/read/2011/01/13/16211755/Meneruskan.Bisnis.Keluarga.Butuh.Waktu.Lama (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:59 WIB). 11
Direktur Utama PT Minyak Gosok Cap Tawon Jaya Tbk., riwayat hidup dan perkembangan usaha di paparkan dalam http://nasional.kompas.com/read/2012/12/18/16041973/Bertahan.Lebih.dari.100.Tahun (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 09:03 WIB). 12
Direktur Utama PT Subafood Pangan Jaya Tbk., riwayat hidup dan perkembangan usaha di paparkan dalam http://nasional.kompas.com/read/2012/12/14/15184382/Teddy..Cucu.Pengusaha.Batik.yang.Sukses.di.Bihun.Jagung (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 09:05 WIB).
3
Sementara itu, bagi bisnis keluarga skala kecil dan skala menengah tentunya tidak
perlu berkecil hati, karena menurut pakar pemasaran Hermawan Kertajaya (2011) yang
juga pemilik MarkPlus & Co menyatakan, bahwa menikmati perjalanan bisnis bersama
dengan keluarga, merupakan suatu hal yang penting bagi kedinamisan hidup13. Maka dari
itu, jangan cepat gerah untuk naik kelas, karena bila nanti sudah memiliki kapasitas untuk
naik kelas, dengan sendirinya akan menjangkau segmen tersebut. 14
Namun, hal-hal yang menggembirakan tersebut, tampaknya berbanding terbalik
dengan bisnis keluarga yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. Beberapa bisnis keluarga
di Eropa dan Amerika Serikat, seperti Ford Motor Co, SC Johson Co, Wal-Mart Co, dan Faber
Castell Co yang sudah berjalan di generasi keempat atau generasi kelima ini hanya
sepenggal cerita sukses ditengah fenomena yang ada15. Individualisme yang menggejala,
berikut perceraian, hubungan diluar nikah, dan guncangan keluarga lainnya membuat
bisnis keluarga dinegara-negara tersebut mengalami penurunan jumlah dalam setiap
tahunnya16. Bahkan hasil riset dari Howard E. Aldrich dan Jennifer E. Cliff (2003)
menyatakan bahwa mulai dari laki-laki maupun perempuan, hampir semuanya mencari
kerja diluar rumah. Begitupun anak-anak mereka, dikirim ke sekolah dan tempat kursus,
termasuk juga nenek dan kakek mereka, yang dikirim ke panti jompo yang jauh dari
rumah17.
Melihat hal itu, Francis Fukuyama (2005) menyatakan bahwa apabila hal ini terjadi
terus-menerus maka akan terjadi sebuah guncangan sosial, guncangan sosial ini akan
menyebabkan keluarga inti menjadi semakin menciut dan dalam jangka panjang akan
membuat masyarakat barat gagal menghasilkan fungsi keluarga dalam jumlah yang
memadai untuk kelangsungan hidup mereka sendiri18. Maka dari itulah, pada waktu
mendatang sebagian besar orang Eropa dan Amerika Serikat, hanya akan punya hubungan
keluarga dengan nenek moyangnya saja19.
Lebih dari itu, Francis Fukuyama (2005) juga memaparkan bahwa ketika
individualisme kian menaik, akan mengakibatkan potensi keuangan yang tersedia didalam
13
Riwayat hidup dan data wawancara di paparkan dalam http://female.kompas.com/read/2011/03/25/16195398/Bisnis%20Tak%20Harus%20Naik%20Kelas (artikel ini diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013, pukul 08:57 WIB). 14
Ibid. 15
Longenecker, J.G. et.al. (2001). Kewirausahaan (Manajemen Usaha Buku 1). Jakarta: Salemba Empat. hal. 3. 16
Aldrich, Howard E. and Jennifer E. Cliff, Loc.Cit., hal. 584. 17
Ibid., hal. 587. 18
Fukuyama, Francis. (2005). Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal. 139. 19
Ibid.
4
keluarga menjadi suatu hal yang tidak dapat diharapkan20. Sehingga, banyak dari mereka
yang kehilangan bisnis keluarga karena hilangnya kontak dengan anak-anak mereka atau
dengan anggota keluarga lainnya. Bahkan, banyak dari mereka baru mendapatkan kontak
anak-anaknya dan anggota keluarga lainnya setelah bercerai, baik dalam satu tahun, d