48

Click here to load reader

Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tonsil

Citation preview

Page 1: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

PENDAHULUAN

Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan

penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997

temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan

penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu penyebab

adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi sekolah

sekitar 66% diduga disebabkan ISPA (1).

Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita

ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan (2).

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun

1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%)

yaitu sebesar 3,8%.

Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di

antaranya pada usia 6-15 Tahun (3). Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada

periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis

kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan (4).

Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok

atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan

menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang (5).

Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat

tidur; gejala yang umum pada anak adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah,

perhatian berkurang dan prestasi belajar yang kurang baik (4,6).

Kualitas hidup anak dengan apnea obstruksi saat tidur dapat dinilai dari

hasil/prestasi belajarnya (7). Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika

1

Page 2: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman (8).

Hal ini sesuai dengan kesan masyarakat bahwa tonsilektomi dapat

meningkatkan prestasi belajar pada anak yang menderita penyakit amandel (tonsil)

sehingga banyak orang tua yang menginginkan operasi amandel untuk meningkatkan

prestasi belajar anaknya, meskipun belum tentu tonsilnya sakit (8).

Belajar adalah aktivitas (usaha dengan sengaja) yang dapat menghasilkan

perubahan berupa kecakapan baru pada diri individu. Proses dan hasil belajar

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi fisiologis dan psikologis diri

individu. Perubahan perilaku akibat belajar tersebut menandai keberhasilan proses

belajar dan mengajar dan digunakan sebagai indikator prestasi belajar.

Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa tonsilitis kronik dapat

mengganggu kondisi fisiologis dan psikologis anak sehingga dapat mengganggu

proses belajar (9).

2

Page 3: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Nn. TW

Umur : 16 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Gempol girang Karawang

Pekerjaan : Pelajar

Status perkawinan : Belum menikah

Pendidikan : Tamat SLTP

Suku : Jawa

Agama : Islam

ANAMNESIS

Anamnesis : autoanamnesis

Tanggal pemeriksaan : 8 oktober 2015

Pukul : 11.15 WIB

Keluhan Utama :Sakit menelan sejak 7 hari SMRS

Keluhan Tambahan :Batuk, Demam, sakit kepala, mual, nyeri ulu hati dan

Sulit menelan

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

3

Page 4: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Pasien datang dengan keluhan sakit saat menelan yang bertambah berat sejak

7 hari SMRS. Nyeri menelan ini timbul secara terus menerus dan

menyebabkan pasien mengalami kesulitan saat menelan makanan. Hal ini

sering terjadi pada pasien semenjak pasien duduk di bangku SD. Pasien

sering minum minuman dingin seperti es dan makanan pedas. Sebelumnya

pasien sudah pernah berobat ke mantri dan puskesmas dan diberikan obat

antibiotic amoxicilin kemudian sembuh, tidak lama kemudian keluhan

muncul lagi dan sering berulang. Riwayat demam dan batuk pilek ada,

frekuensi kurang lebih 3-4x per tahun dan disertai dengan keluhan nyeri

menelan. Pasien juga mengatakan sering mengorok saat tidur (kapan waktu

pasti pasien mulai mengorok tidak bisa diingat oleh orang tua). Pasien pernah

terbangun saat tidur karena sesak. pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati

yang disertai mual dan muntah. Bau mulut disangkal, perubahan suara

disangkal, air liur berlebih disangkal. Riwayat mulut sukar dibuka tidak ada.

Riwayat terasa tercekik saat tidur dan terbangun tiba-tiba karena sesak nafas

tidak ada. Keluhan telinga (berdengung, nyeri, keluar cairan, pusing berputar,

pendengaran berkurang) semua disangkal. Keluhan hidung (tersumbat, keluar

cairan, bersin, nyeri di muka & kepala, perdarahan, gangguan penciuman)

semua disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sering batuk dan nyeri menelan sejak duduk di bangku SD

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Kebiasaan

4

Page 5: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Pasien memiliki kebiasaan minum minuman dingin dan makan makanan pedas

Riwayat Pengobatan

Pasien kalau sakit biasanya berobat ke mantri atau puskesmas dan mendapatkan

amoxicillin

Pemeriksaan Fisik

STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Kepala : Normocephali

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : KGB tidak teraba

Thoraks : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : Dalam batas normal

B. STATUS THT

1. Pemeriksaan Telinga

KANAN Aurikuler KIRI

Bentuk normotia, besar Inspeksi Bentuk normotia, besar normal,

5

Page 6: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

normal, fistel (-), sikatriks (-) fistel (-), sikatriks (-)

Benjolan(-) Palpasi Benjolan(-)

KANAN preaurikuler KIRI

Fistel tidak ada, sikatriks tidak ada Inspeksi Fistel tidak ada, sikatriks tidak ada

Nyeri tekan tragus(-),Benjolan (-) Palpasi Nyeri tekan tragus(-),Benjolan (-)

Nyeri ketok(-) Perkusi Nyeri ketok(-)

KANAN Retro aurikuler KIRI

Kulit normal, fistel (-), sikatriks

(-), abses (-), massa (-)

Inspeksi Kulit normal, fistel (-), sikatriks

(-), abses (-), massa (-)

Nyeri tekan (-), Benjolan (-) PalpasiNyeri tekan (-), Benjolan (-)

Nyeri ketok Mastoid (-) Perkusi Nyeri ketok Mastoid (-)

KANAN Liang telinga KIRI

Liang telinga lapang, kulit

normal, serumen tidak ada,

secret (-), granulasi (-), mukosa

tenang, oedem (-), jar

granulasi(-), benda asing(-)

Inspeksi Liang telinga lapang, kulit normal,

serumen tidak ada, secret (-),

granulasi (-), mukosa tenang,

oedem (-), jar granulasi(-), benda

asing(-)

Nyeri tekan (-) Palpasi Nyeri tekan (-)

Nyeri ketok (-) Perkusi Nyeri ketok (-)

6

Page 7: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

KANAN MEMBRAN TIMPANI KIRI

Bentuk intak, warna putih mutiara, Refleks cahaya (+)

inspeksi

Bentuk intak, warna putih

mutiara, Refleks cahaya

(+)

Tidak ada Perforasi Tidak ada

(-) Kolesteatom (-)

Tidak ada Granulasi Tidak ada

Tidak ada Hiperemis Tidak ada

Tes Pendengaran (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)

KANAN TELINGA KIRI

Tes Berbisik

7

Page 8: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Gesekan Jari

Rinne

Weber

Scwabach

Kesan tes garpu tala :

Tes audiometri : tidak dilakukan

2. Pemeriksaan Hidung

Kanan Hidung Luar Kiri

Bentuk normal,

deformitas tidak ada,

oedem (-), massa (-),

perdarahan (-)

Inspeksi

Bentuk normal, deformitas

tidak ada, oedem (-), massa (-),

perdarahan (-)

Nyeri tekan tidak ada,

krepitasi tidak ada

Palpasi Nyeri tekan tidak ada, krepitasi

tidak ada

Rinoskopi Anterior

Kanan Rinoskopi Anterior Kiri

Tenang Mukosa Tenang

Normal, tidak ada

deviasi

Septum Nasi Normal, tidak ada deviasi

eutrofi Konka Inferior eutrofi

8

Page 9: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

(-) Sekret (-)

Passase udara

(-) Massa (-)

(-) Perdarahan (-)

Rinoskopi Posterior (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)

Kanan Rinoskopi Posterior Kiri

Koana

Orificium Tuba

Torus Tubarius

Fossa Rossenmuller

3. Pemeriksaan Transiluminasi (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)

Kanan Transiluminasi Kiri

Sinus Frontal

Sinus Maksila

RONGGA MULUT

Oral Hygine : bersih

Mukosa Bucogingiva : tidak hiperemis

9

Page 10: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Gigi

Karang gigi : (-)

Karies Gigi : (-)

Fraktur : (-)

Palatum : normal

TENGGOROKAN

Tonsil

Ukuran : T4-T4

Hiperemis : (+)

Kripta : melebar

Detritus : (+)

Perlekatan : (-)

Lidah

Bentuk : normoglossia

Warna : normal

Gerakan : normal

Parese : (-)

Massa : (-)

Orofaring

Dinding Faring Posterior : normal, mukosa tidak hiperemis

10

Page 11: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Granula : (-)

Post Nasal drip : tidak ada

Uvula : berada di tengah

Arcus Faring : Simetris

Refleks muntah : (+)

LARINGOSKOPI INDIREK (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)

Tonsila lingualis :

Valekula :

Plika ariepiglotis :

Epiglotis :

True vocal cord :

False vocal cord :

Aritenoid :

Oesophagus :

Trakea :

MAKSILO FASIAL (TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN)

Dekstra SinistraInspeksi

Bentuk Simetris SimetrisParase N VIIRacoon eyesMassa

11

Page 12: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Palpasi

KrepitasiNyeri TekanParestesiBenjolan

Maloklusi

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher

Tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran KGB leher.

RESUME

Pasien datang dengan keluhan sakit saat menelan yang bertambah berat sejak

7 hari SMRS. Nyeri menelan ini timbul secara terus menerus dan

menyebabkan pasien mengalami kesulitan saat menelan makanan. Hal ini

sering terjadi pada pasien semenjak pasien duduk di bangku SD. Pasien

sering minum minuman dingin seperti es dan makanan pedas. Pasien telah

berobat ke Puskesmas untuk keluhannya ini, pihak Puskesmas mengatakan

bahwa pasien mengalami sakit amandel kemudian diberi obat antibiotic

amoxicilin. Dari pengobatan tersebut, keluhan hanya hilang sementara dan

timbul kembali. Riwayat demam dan batuk pilek ada, frekuensi kurang lebih

3-4x per tahun dan disertai dengan keluhan nyeri menelan. Pasien juga

mengatakan sering mengorok saat tidur (kapan waktu pasti pasien mulai

mengorok tidak bisa diingat oleh orang tua). Bau mulut disangkal, perubahan

suara disangkal, air liur berlebih disangkal. Riwayat mulut sukar dibuka tidak

ada. Riwayat terasa tercekik saat tidur dan terbangun tiba-tiba karena sesak

nafas tidak ada. Keluhan telinga (berdengung, nyeri, keluar cairan, pusing

berputar, pendengaran berkurang) semua disangkal. Keluhan hidung

(tersumbat, keluar cairan, bersin, nyeri di muka & kepala, perdarahan,

gangguan penciuman) semua disangkal.

12

Page 13: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Riwayat Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasaan minum minuman dingin dan makan makanan pedas

Pemeriksaan Fisik Tenggorok

TENGGOROKAN

Tonsil

Ukuran : T4-T4

Hiperemis : (+)

Kripta : melebar

Detritus : (+)

Perlekatan : (-)

DIAGNOSIS KERJA

Tonsilitis Kronis eksaserbasi akut

DIAGNOSIS BANDING

Tonsilitis Kronis

Faringitis

Hipertrofi adenoid

Terapi

Rencana Operasi Tonsilektomi

Nasehat:

13

Page 14: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Jaga higiene rongga mulut dengan menggosok gigi secara teratur, minimal 2x

sehari.

Hindari makan makanan yang merangsang tenggorok (terlalu panas/dingin)

Pemeriksaan Anjuran

Lab darah untuk persiapan operasi

Foto Rontgen Thorax

PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionum : ad bonam

Ad sanationum : ad bonam

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien wanita, usia 16 tahun dengan diagnosis

tonsillitis kronis. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan utamanya nyeri menelan sejak 7 hari yang

lalu, Nyeri menelan ini timbul secara terus menerus dan menyebabkan pasien

mengalami kesulitan saat menelan makanan nyeri menelan mulai dirasakan pertama

kali sejak pasien duduk di bangku SD, hilang timbul, Riwayat demam dan batuk pilek

ada, frekuensi kurang lebih 3-4x per tahun dan disertai dengan keluhan nyeri

menelan. Riwayat tidur ngorok namun tidak ingat sejak kapan. Pasien pernah

terbangun saat tidur karena sesak. Pasien telah berobat ke Puskesmas untuk

keluhannya ini, pihak Puskesmas mengatakan bahwa pasien mengalami sakit

amandel kemudian diberi obat antibiotic amoxicilin. Dari pengobatan tersebut,

14

Page 15: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

keluhan hanya hilang sementara dan timbul kembali. Pasien sering minum minuman

dingin seperti es dan makanan pedas.

Dari pemeriksaan mulut dan orofaring ditemukan kelainan pada tonsilnya

yaitu ukurannya membesar (T4-T4), warna merah muda, permukaan tidak rata, muara

kripti melebar, ditemukan adanya detritus.

Dari hasil anamnesis beserta pemeriksaan fisik ini, kita bisa menegakkan

diagnosis kerja Tonsilitis .

Terapi yang dianjurkan pada pasien ini adalah tonsiloadenoidektomi. Adapun

indikasi dilakukannya tonsiloadenoidektomi pada pasien ini adalah adanya

pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,

gangguan tidur.

BAB II

EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TONSIL

2. 1 EMBRIOLOGI TONSIL

Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong

faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian

dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus

branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan

12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan

ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.

Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau

trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel

germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan

interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).9

15

Page 16: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Gambar 1. Gambaran Histologi Tonsil

2.2 ANATOMI TONSIL

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria

membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran

pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini

melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada

cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada

umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa

pubertas. Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting

dari cincin waldeyer.

Gambar 2 : Cincin Waldeyer

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-

kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa

dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s).

16

Page 17: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

9,10 Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak

pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris.

Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas

menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang

berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas

permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral

tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla palatina,

terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.

Gambar 3. Tonsil Palatina

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

1.      Anterior : arcus palatoglossus

2.      Posterior : arcus palatopharyngeus

3.      Superior : palatum mole

4.      Inferior : 1/3 posterior lidah

5.      Medial : ruang orofaring

6.      Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior.

17

Page 18: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.

Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina

Adenoid atau tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk

triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi

dan sinus paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah-

kavum mastoid pada bagian lateral.

Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan

terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami

regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid

beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum

adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang terjadi selama usia

kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, alergen,

makanan dan iritasi lingkungan. 

Gambar 5. Adenoid

18

Page 19: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas

anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot

konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang

disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa

tonsil.9

Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran

jaringan ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar

yang kemudian membentuk septa. 9

Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah

bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.

Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak diantara

pangkal lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang

berasal dari otot palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat

pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya

sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.9

Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A.

maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A.

palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A.

lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.

Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan

memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,

mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.

Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.

konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim

cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau

a. palatina posterior atau "lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan

palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden.

19

Page 20: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari

faring. 9,10

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah

bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening

servikal profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening

selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.

Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui

ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaringeus

(N. IX). 9,10

Gambar 7. Sistem Limfatik kepala dan leher

Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan

patogen, selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi

terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun

Ig-positif sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.

Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu

respon imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada respon imun

20

Page 21: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang

merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak

hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk

komparten mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi

tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik

Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel

kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun

berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa

migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high

endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe

21

Page 22: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

BAB III

TONSILITIS KRONIS

3.1 Definisi

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang

terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada

anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang

keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan

yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus. 10

Gambar 8. Tonsilitis

3.2 Etiologi

22

Page 23: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari

Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of

the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :

25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada

masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus

antibodi dalam serum penderita.

25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak

menunjukkan kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum

penderita. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus

influenza.

3.3 Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu : 10

Rangsangan kronis (rokok, makanan)

Higiene mulut yang buruk

Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)

Alergi (iritasi kronis dari allergen)

Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat. 

3.4 patogenesis

Kuman penyebab tonsilitis kronis sama dengan kuman yang menyebabkan

terjadinya tonsilitis akut yaitu Streptococcus hemoliticus (50%), Streptococcus

viridians dan sisanya disebabkan virus. Penyebarannya melalui percikan ludah

(droplet infection). Penyakit ini ada kecenderungan bersifat residif secara periodik.

Mula-mula terjadi infiltrasi pada lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka jaringan

23

Page 24: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

limfoid superfisial mengadakan reaksi kemudian terjadi peradangan dengan infiltrasi

leukosit polimorfonuklear. Proses ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil yang

berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,

bakteri dan epitel yang terlepas. Tonsilitis kronis merupakan kelanjutan dari infeksi

akut berulang atau infeksi subklinik pada tonsil. Biasanya terjadi pembesaran tonsil

sebagai akibat hipertrofi folikel-folikel kalenjar limfe.3

Pada radang kronis tonsil terdapat 2 bentuk, yaitu hipertrofi tonsil dan atrofi

tonsil. Terjadinya proses radang berulang mengakibatkan epitel mukosa dan jaringan

limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh

jaringan ikat fibrosa. Jaringan ikat ini sesuai dengan sifatnya akan mengalami

pengerutan, sehingga ruang antar kelompok jaringan limfoid melebar. Hal ini secara

klinik tampak sebagai pelebaran kriptus, dan kriptus ini diisi oleh detritus. Proses

berjalan terus sehingga terbentuk kapsul, akhirnya timbul perlengketan dengan

jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan proses

pembesaran kalenjar limfe submandibularis.3

Gangguan tonsilitis kronis dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi melalui

perkontinuitatum, hematogen atau limfogen. Penyebaran perkontinuitatum dapat

menimbulkan rinitis kronis, sinusitis dan otitis media. Penyebaran hematogen atau

limfogen dapat menyebabkan endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis,

iridosiklitis, dermatitis, urtikaria, furunkulosis dan pruritus.3

3.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada

anamnesis biasanya terdapat riwayat infeksi berulang, riwayat nyeri menelan atau

rasa mengganjal di tenggorokan, keluhan nafas berbau, tidur yang mendengkur,

riwayat infeksi telinga tengah berulang.4

Gejala tonsilits kronis menurut Mawson: 1) gejala lokal, bervariasi dari rasa tidak

enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2) gejala sistemis,

24

Page 25: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan

persendian, 3) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis

kronis), udem atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik

dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan

pembengkakan kelenjar limfe regional.10

Boies dan Paparella, mengemukakan gejala tonsilitis kronis antara lain: 1) gejala

klinis, rasa nyeri di tenggorok disertai demam ringan, nyeri sendi, 2) gejala lokal,

hipertrofi tonsil, permukaan berbenjol–benjol, kripte melebar dan jika kripte ditekan

keluar massa seperti keju. Kadang–kadang tonsil atrofi atau degenerasi fibrotik dan

terlihat dalam fossa tonsilaris, jika ditekan terdapat discharge purulen, dan

pembesaran kelenjar limfe regional.10

Pada pemeriksaan fisik tampak adanya pembesaran tonsil dengan permukaan

tidak rata, pelebaran kriptus dan sebagian kripti terisi oleh detritus seperti yang

terlihat pada gambar 2. Gambar 2 memperlihatkan pembesaran tonsil yang terkadang

juga disertai dengan pembesaran KGB submandibula.3

Gambar 2. Grade Tonsil6

25

Page 26: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

T1 : berada di dalam fossa tonsilaris

T2 : telah melewati fossa tonsilaris, tetapi belummelewati garis

paramedian

T3 : telah melewati garis paramedian, tetapi belum mencapai garis

median

T4 : telah mencapai garis median6

3.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah :

1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan

pseudomembran yang menutupi tonsil (tonsillitis membranosa)

a. Tonsillitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua

orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini

tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin

sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar

imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum,

local dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti

gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak

nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri

menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsi membengkak

ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan

membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya

sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat

eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya

pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi

kordis, pada saraf cranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot

palatum dan otot pernafasan serta pada ginjal dapat menimbulkan

albuminuria.

26

Page 27: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut,

gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah

berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membrane

putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus

alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau

(foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.

c. Mononucleosis infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membrane

semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul

perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan

region inguinal. Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit

mononucleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah

kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah

merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus

a. Faringitis Tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum

pasien buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh

nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (Otalgia) dan

pembesaran kelenjar limfa leher.

b. Faringitis Luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer,

sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi

superficial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat.

Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole

dan pilar tonsil.

c. Lepra

27

Page 28: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring

kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan

yang luas dan timbulnya jaringan ikat.

d. Aktinomikosis Faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak

nyeri, bisa mengalami ulserasi dan proses supuratif.

Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler,

superficial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan

nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan

pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan

biopsy.

3.7 Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan

pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-

gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama,

irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil

dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai

hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang.

Penatalaksanaan tonsilitis kronis terdiri dari terapi lokal dan terapi radikal.

Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut, dengan menggunakan obat kumur atau

obat hisap. Antibiotik dapat diberikan bila penyebab adalah bakteri. Terapi radikal

ialah dengan melakukan operasi tonsilektomi setelah tanda-tanda infeksi hilang.2,7

Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology, Head

and Neck Surgery :

1. Indikasi absolut:

28

Page 29: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

- Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia

menetap, gangguan tidur atau komplikasi kardiopulmonal

- Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medis

- Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi

- Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

2. Indikasi relatif :

- Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun

meskipun dengan terapi yang adekuat

- Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis

tidak responsif terhadap terapi media

- Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman Streptococus yang

resisten terhadap antibiotik betalaktamase

- Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma2,7

Kontra indikasi :

Kelainan darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi

Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak

mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi

Infeksi saluran nafas atas yang berulang

Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

Celah pada palatum2,7

Terdapat beberapa teknik operasi tonsilektomi, antara lain cara guillotine, diseksi

electrosurgery, radiofrekuensi, skalpel harmonik, coblation, tonsilektomi parsial

intraskapular, dan teknik laser (CO2-KTP). Teknik tersering yang dilakukan di

Indonesia adalah teknik guillotine dan diseksi. Teknik guillotine dilakukan dengan

mengangkat tonsil dan memotong uvula yang edematosa atau elongasi dengan

menggunakan tonsilotomi atau guillotine. Teknik ini merupakan teknik tonsilektomi

tertua dan aman. Teknik diseksi memiliki prinsip yang sama, meliputi fiksasi tonsil,

membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil,

mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati.

29

Page 30: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Lalu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan

irigasi pada daerah tersebut dengan salin. Teknik electrosurgery, radiofrekuensi,

scalpel harmonik, coblation, tonsilektomi parsial intraskapular, dan teknik laser

merupakan modifikasi lain dari teknik diseksi.7

3.8 Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke

daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.

Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut : 10

1. Komplikasi sekitar tonsila   

Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus

dan abses.

Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi

berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi,

menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

30

Page 31: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening

atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus

paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.

Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi

pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih

berisi kelenjar limfe.

Kista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan

fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna

putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan

tonsil yang  membentuk bahan keras seperti kapur.

2.     Komplikasi Organ jauh

Demam rematik dan penyakit jantung rematik

Glomerulonefritis

Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

Artritis dan fibrositis.

3.9 Prognosis31

Page 32: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Sejumlah literatur menyatakan penururnan angka infeksi faring yang signifikan

setelah tonsilektomi. Pada pasien dengan Obstructive Sleep Apnea jalan nafas yang

dapat kembali normal mencapai 25 %. 9

KESIMPULAN

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab tersering

morbiditas dan mortalitas pada anak. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan

karena anak sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi

adekuat atau dibiarkan.

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam

fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa

tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis.

Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang

berbahaya. Bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus

tersebut maka akan timbul tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau

peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri.

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang

terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada

anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang

keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan

yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.

32

Page 33: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok

atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan

menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan

tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-

gejala. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi,

kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman

DAFTAR PUSTAKA

1. Tonsilitis. Diunduh dari : www.healthhype.com

2. Soetirto I, Bashiruddin J. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6, Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007

3. Swabawa IB.Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Pada Anak.

4. Campisi P, Tewfik TL. Tonsillitis and Its Complications. The Canadian Journal;

2003

5. Tonsils Removal. Diunduh dari: www.steadyhealth.com/4540/ Dell’Aringa,

Alfredo R. Histological Analysis of Tonsillectomy and Adenoidectomy

Specimens – January 2001 to May 2003. Original Article of Revista Brasiliera

de Otorrinolaringologia. Volume 71. San Paulo; 2005

6. Drake AF, Carr MM. Tosillectomy. Emergency Medicine Texbook; 2010.

Diakses dari: www.medsscape.com

7. Werle AH, Nicklaus PJ, et al. A Retrospective Study of Tonsillectomy in the

under 2-year –old child: Indication, Perioperative Management and

Complications. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology; volume

67; 2003; 453-60

33

Page 34: Bismillah Lapkas Tonsil 2015

8. Nikakhlagh S, Rahim F et al. The Effect of Adenotonsillectomy on Quality of

Life in Adult and Pediatric Patient. Medwell Journal; volume 4; 2009; 1259-61

9. Farokah, Suprihati, Slamet Suyitno. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan

Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Dalam

Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007. Hal 87-92

10. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6 th

Ed. Edisi Bahasa   Indonesia, EGC, Jakarta,  2001; 263-368

11. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183

34