Author
muhammad-rizki
View
81
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sistem komunikasi suatu sel berperan teramat penting dalam memnentukan respon seluler yang akan dilakukan oleh sel. Seluruh peristiwa yang terangkum dalam dogma biologi molekuler diawali oleh adanya aktivitas komunikasi. Untuk dapat menjalankan aktivitas komunikasi tersebut sebuah sel (eukariotik) dilengkapi berbagai jenis reseptor yang terdapat di membrane plasmanya. Reseptor ini biasanya meupakan bagian structural dari protein integral yang terdapat di sela-sela lemak lapis ganda. Sel berinteraksi dengan sel lain dengan cara komunikasi langsung atau dengan mengirimkan sinyal kepada sel target. Berikut macam-macam interaksi sel
RESUME KULIAH BIOLOGI SEL KOORDINASI ANTAR SEL SERTA PERTUMBUHAN DAN PEMBELAHAN SEL
Dosen Pembimbing: Dr. Ir. H. Badruzsaufari,M.Sc
Oleh : MUHAMMAD RIZKI J1C111008
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI BANJARBARU 2012
Interaksi Sel Sistem komunikasi suatu sel berperan teramat penting dalam
memnentukan respon seluler yang akan dilakukan oleh sel. Seluruh peristiwa yang terangkum dalam dogma biologi molekuler diawali oleh adanya aktivitas komunikasi. Untuk dapat menjalankan aktivitas komunikasi tersebut sebuah sel (eukariotik) dilengkapi berbagai jenis reseptor yang terdapat di membrane plasmanya. Reseptor ini biasanya meupakan bagian structural dari protein integral yang terdapat di sela-sela lemak lapis ganda. Sel berinteraksi dengan sel lain dengan cara komunikasi langsung atau dengan mengirimkan sinyal kepada sel target. Berikut macam-macam interaksi sel 1. Komunikasi Kontak Langsung
Sel dapat berkomunikasi dengan cara kontak langsung. Baik sel hewan maupun sel tumbuhan memiliki sambungan sel yang bila memang ada memberikan kontinuitas sitoplasmik diantara sel-sel yang berdekatan. Dalam hal ini, bahan pensinyalan yang larut dalam sitosol dapat dengan bebas melewati sel yang berdekatan. Disamping itu sel hewan mungkin berkomunikasi melalui kontak langsung diantara molekul-molekul pada permukaannya. 2. Pensinyalan Parakrin
Pada pensinyalan parakrin, sel pensekresi bertindak pada sel target didekatnya dengan melepas molekul pengatur local ke dalam fluida ekstraseluler. 3. Pensinyalan Sinaptik
Pada pensinyalan sinaptik, sel saraf melepaskan molekul neurotransmitter ke dalam sinapsis antara sel lain. 4. Pensiyalan Endoktrin/Hormonal
Hormone mensinyal sel target pada jarak yang lebih jauh. Pada hewan, sel endokrin terspesialisasi mensekresi hormone ke dalam cairan tubuh yaitu darah. Hormone dapat mencapai hamper seluruh sel tubuh, tetapi, jika dengan pengatur local. Hanya sel target spesifik yang mengenali dan merespons sinyal kimiawi yang diberikan. Aktivasi Reseptor pada Permukaan sel Terdapat 4 kelompok reseptor : 1. Reseptor terikat protein G aktifasi protein G aktifasi/ hambat suatu enzim, Ligand-reseptor serotonin dan glukagon. 2. Reseptor Ion Channel perubahan konformasi reseptor aliran ion tertentu (K, ubah potensial elektris pada membran sel. Contoh : reseptor Ligand-reseptor Na, Ca, Cl)
mengaktivasi ion channel (second messenger). Contoh : reseptor untuk epinefrin,
asetilkolin 3. Reseptor yang berikatan dengan tirosin kinase stimulasi dimerisasi reseptor interaksi dengan protein Reseptor tidak memiliki aktivitas katalitik. Ligand-reseptor tirosin kinase pada sitosol. Contoh : Faktor tumbuh. 4. Reseptor yang memiliki aktivitas enzimatis intrinsik katalisasi GTP cGMP (sebagai protein fosfatase)
Reseptor memiliki aktivitas katalitik intrinsik. Ligand-reseptor reseptor insulin. Penyampaian sinyal atau Informasi ke Dalam Sel Sinyal disampaikan ke sel target melalui molekul intrasel dalam jalur kaskade sinyal : Inisiasi Sinyal berikatan dengan reseptor/ligand : enzyme linked dan protein G. Sinyal Amplifikasi Amplifikasi sinyal yang diterima : cascades protein kinase. Distribusi sinyal untuk pengaruhi beberapa efek secara paralel. Respon Sel Terhadap Sinyal a. 1 sinyal 1 tipe reseptor aneka efek pada berbagai bentuk sel, pergerakan, metabolisme dan ekspresi gen. transformasi sinyal ke molekul lain second messenger : cAMP dan Kalsium mengkatalisasi pelepasan fosfat dari fosfotirosin (reseptor tirosin kinase). Contoh :
b. Setiap sel mempunyai ragam reseptor spesifik untuk aneka sinyal memberi respon Langkah-langkah Komunikasi Sintesa molekul sinyal oleh sel pemberi sinyal Pelepasan molekul sinyal oleh sel pemberi sinyal Transpor sinyal oleh sel target
sel
misalnya efek untuk kelulusan hidup dan diferensiasi.
Pengikatan sinyal oleh reseptor spesifik yang menyebabkan aktivasi reseptor tersebut.
-
Inisiasi atau lebih jalur transduksi sinyal intrasel Perubahan spesifik fungsi, metabolisme atau pekembangan sel Pembuangan sinyal yang mengakhiri respon sel
Reseptor Intraseluler Koordinasi pada intraseluler (dalam sel), Molekul sinyal yang digunakan pada reseptor intraseluler adalah yang kecil atau hydrophobic dan dapat langsung melewati plasma membran.
Gambar Reseptor Intraseluler : Steroid
Reseptor Ekstraseluler Sinyal-sinyal dari luar sel, baik yang bersifat kimiawi maupun fisik (panas, dll) dihantarkan ke dalam sel melalui sebuah proses yang disebut transduksi sinyal Cara stimulus eksternal mempengaruhi atau mengatur kegiatan-kegiatan di dalam sel dapat dilakukan dengan dua jalur, yaitu : 1. Langsung, dengan bertindak sebagai komponen sinyal yang ditransport melalui membran sel dan ke dalam sel. 2. Tidak langsung, dengan cara berikatan pada reseptor permukaan sel yang mentransmit sinyal ke dalam sel.
Gambar Dua Jalur Signal Ekstraseluler
Signaling pada tumbuhan Reseptor serine/threonin kinase berfungsi sebagai reseptor permukaan sel tumbuhan. Perbedaan dengan sel hewan adalah kebanyakan reseptor permukaan sel hewan adalah G-protein-linked receptors, sedangkan kebanyakan di tumbuhan adalah enzyme-linked receptors. Kelas terbesar enzyme-linked receptors di hewan adalah reseptor tirosin kinase. Tipe yang paling melimpah
pada reseptor tumbuhan ini adalah Leucine-rich repeats (LRR) proteins. LRR reseptor kinase berbeda disebut BRI1 bertindak sebagai reseptor hormon steroid permukaan sel pada Arabidopsis. Tumbuhan dan hewan menggunakan protein yang merangsang cahaya untuk merasa cahaya pada panjang gelombang yang berbeda. Di tumbuhan, biasanya dikenal sebagai fotoreseptor. Hewan menggunakan beberapa famili fetoprotein sama yang digunakan oleh tumbuhan. Fotoprotein hewan yang paling luas dipelajari adalah rhodopsin yang terikat membran, G-protein-linked receptors yang meregulasi ion channel pada sel-sel retina yang sensitif terhadap cahaya. Fotoprotein tumbuhan yang paling dikenal adalah fitokrom yang ada di semua tumbuhan dan beberapa algae. Walaupun fitokrom memiliki aktivitas serine/threonin kinase, sebagian strukturnya menyerupai hisridin kinase yang terlibat dalam kemotaksis bakteri. Fitokrom dapat mendeteksi cahaya merah. Tumbuhan merasa cahaya biru dengan menggunakan 2 tipe fetoprotein yaitu fototropin dan kriptokrom. Fototropin berhubungan dengan membran plasma dan sebagian bertanggung jawab untuk fototropisme. Kriptokrom merupakan flavoprotein yang sensitif terhadap cahaya biru. Secara struktur, kriptokrom berkaitan dengan enzim yang sensitif terhadap cahaya biru yang disebut fotoliase, yang terlibat dalam perbaikan kerusakan DNA yang diinduksi ultraviolet pada semua organisme, kecuali sebagian besar mamalia. Tidak seperti fitokrom, kriptokrom juga ditemukan di hewan dan tidak memiliki aktivitas perbaikan DNA, tetapi kriptokrom dianggap berkembang dari fotoliase.
Pertumbuhan dan perkembangan sel Pertumbuhan dan perkembangan umumnya terjadi pada organisme multiseluler yang hidup. Siklus sel adalah proses duplikasi secara akurat untuk menghasilkan jumlah DNA kromosom yang cukup banyak dan mendukung segregasi untuk menghasilkan dua sel anakan yang identik secara genetik. Proses ini berlangsung terus-menerus dan berulang (siklik). Mekanisme pembelahan sel Sel berhadapan dengan persoalan koordinasi antar bagian dan proses, yaitu bahwa
karena replikasi DNA hanya berlangsung sekali untuk setiap sekali pembelahan sel, replikasi DNA harus terpadu dengan pembelahan sel. Replikasi DNA harus mendahului pembelahan sel agar sebelum pembelahan sel berlangsung, telah tersedia bahan genetik untuk diagihkan kepada masing-masing sel turunan. Replikasi DNA merupakan bagian keseluruhan dari pembelahan sel, dan merupakan proses awal bagi sel berkomitmen meneruskan proses pembelahan sel. Sekali pembelahan sel diawali ia tidak bisa kembali lagi ketahap semula, dan harus menyelesaikan proses sintesis DNA sebelum pembelahan sel berlangsung. Pembelahan sel tidak boleh terjadi jika replikasi DNA belum selesai. Di dalam kenyataannya, selesainya proses replikasi merupakan pemicu bagi terjadinya pembelahan sel. Jika aturan ini dilanggar, maka transmisi informasi akan mengalami kegalauan. Pada prokarion, replikasi DNA berawal di suatu tempat yang amung yang disebut daerah pengawalan (origin). Sebaliknya pada eukarion, replikasi DNA dimulai di awal fase S, yaitu fase yang memiliki periode yang panjang dalam pembelahan sel, yang dalam periode tersebut sintesis DNA berlangsung, bahkan berlangsung di banyak titik-titik pengawalan di dalam genom (Karwur, 2008).
o Profase Pada awal profase, sentrosom dengan sentriolnya mengalami replikasi dan dihasilkan dua sentrosom. Masing-masing sentrosom hasil pembelahan bermigrasi ke sisi berlawanan dari inti. Pada saat bersamaan, mikrotubul muncul diantara dua sentrosom dan membentuk benang-benang spindle, yang membentuk seperti bola sepak. Pada sel hewan, mikrotubul lainnya menyebar yang kemudian membentuk aster. Pada saat bersamaan, kromosom teramati dengan jelas, yaitu terdiri dua kromatid identik yang terbentuk pada interfase. Dua kromatid identek tersebut bergabung pada sentromernya. Benang-benang spindel terlihat memanjang dari sentromer. o Metafase Masing-masing sentromer mempunyai dua kinetokor dan masing-masing kinetokor dihubungkan ke satu sentrosom oleh serabut kinetokor. Sementara itu,
kromatid bersaudara begerak ke bagian tengah inti membentuk keping metafase (metaphasic plate). o Anafase Masing-masing kromatid memisahkan diri dari sentromer dan masing-masing kromosom membentuk sentromer. Masing-masing kromosom ditarik oleh benang kinetokor ke kutubnya masing-masing. o Telofase Ketika kromosom saudara sampai ke kutubnya masing-masing, mulainya telofase. Kromosom saudara tampak tidak beraturan dan jika diwarnai, terpulas kuat dengan pewarna histologi. Tahap berikutnya terlihat benang-benang spindle hilang dan kromosom tidak terlihat (membentuk kromatin; difuse). Keadaan seperti ini merupakan karakteristik dari interfase. Pada akhirnya membran inti tidak terlihat diantara dua anak inti. Sitokinesis. Selama fase akhir pembelahan mitosis, muncul lekukan membran sel dan lekukan makin dalam yang akhirnya membagi sel tetua menjadi dua sel anak. Sitokinesis terjadi karena dibantu oleh protein aktin dan myosin. Selain mengalami pembelahan mitosis, sel juga mengalami pembelahan secara meiosis. Pembelahan ini terjadi hanya pada sel gamet saja, menghasilkan 4 sel anakan dengan jumlah kromosom (n) setengah dari sel somatik (2n). sel anakan yang dihasilkan tidak memiliki kromosom yang identik dengan sel anakan yang lainnya. Setiap sel anak diploid memiliki kromosom paternal dan maternal yang sama tapi tidak identik (kromosom homolog) mengakibatkan variasi gen. Pada saat metafase meiosis I, kromosom yang homolog berpasangan pada bidang ekutor. Sedangkan pada profase I, kromosom homolog membentuk 4 bivalen tersusun berdampingan dengan bantuan synaptomenal complex dan memungkinkan terjadinya rekombinasi genetik dan crossing over antara non-sister chromatid membentuk cincin chiasma. Crossing over adalah perpindahan segmen yang terkait dalam kromosom yang homolog yang berfungsi: Menghasilkan variasi kromosom Memungkinkan segregasi kromosom dengan tepat pada kedua sel anakan Sejumlah besar kemungkinan susunan pasangan kromosom pada metafase
meiosis I mengakibatkan variasikromosom pada gamet Meningkatkan variasi keturunan
DAFTAR PUSTAKA Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of The Cell. New York and London: Garland Science. Arief Witarto. 2003. DIMENSI Vol.5 No.1. Jepang : Institute for Science and Technology Studies Chapter Japan.