bioaktif daging

Embed Size (px)

Citation preview

POTENSI DAGING KELINCI SEBAGAI PANGAN FUNGSIONALStefanus Jemianus Lepa

Abstrak

Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk untuk meningkatkan pengetahuan khalayak bahwa daging kelinci memiliki manfaat sebagai pangan yang berguna bagi kesehatan, atau saat ini populer dengan sebutan pangan fungsional. Diharapkan pula karya tulis ini akan meningkatkan konsumsi dan produksi kelinci dimasa depan. Metode Penulisan yang digunakan adalah dengan studi literatur. Berdasarkan literatur yang diperoleh diketahui bahwa daging kelinci merupakan contoh bahan pangan fungsional, karena : Rendahnya kandungan kolesterol dan natrium sehingga baik untuk mencegah peningkatan kolesterol. Adanya kandungan ketotefin dalam daging kelinci diketahui dapat menyembuhkan asma. Daging kelinci dapat dijadikan alternatif bagi pemenuhan kebutuhan akan protein yang berguna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Kata kunci : Kelinci, Pangan fungsional, Kolesterol, Ketofenin.

Rabbit Meat Potency As A Functional Food

Stefanus Jemianus Lepa

Abstract

The purpose of this scientific write is to increase the knowledge that rabbit meat hava a benefit for health as known as functional foods. Also this scientific write perhaps can incrase the rabbit meat consumption in the future. The metode of this write is based on study literatur. From literatur collection can be concluded rabbit meat is a sample of functional food because : low cholesterol dan natrium so it is good to prevent the increase of cholesterol. The existence of ketotefin can heal asthma. Rabbit meat can be use as an alternative food for protein demand that use to increase the quality of Indonesian human resources.

Keywords : Rabbit, Functional foods, Cholesterol, Ketofenin.

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, fokus pembangunan Indonesia masih tertuju pada sektor pertanian dan peternakan . Penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 200 juta orang dan lebih dari setengahnya berdomisili di pedesaan dengan penghasilan utamanya berasal dari usaha pertanian, baik komoditas pangan, perkebunan maupun peternakan. Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat diikuti dengan peningkatan tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan gizi, baik di tingkat keluarga dan tingkat nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, agribisnis menjadi kegiatan penting termasuk bidang pertanian dan peternakan dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan nasional. Berbagai cara dan upaya dilakukan untuk meningkatkan hasil pangan dengan budidaya tanaman maupun ternak untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat terutama konsumsi protein. Alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein tersebut adalah dengan meningkatkan produksi peternakan, sekaligus memasyarakatkan produk-produknya berupa daging, susu dan telur. Salah satu jenis ternak yang menjadi alternatif untuk dikembangkan sebagai sumber protein adalah kelinci, meskipun sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum begitu terbiasa untuk mengkonsumsi daging kelinci, namun produksi ternak kelinci masih cukup layak untuk dikembangkan. Produksi kelinci ini dapat memberikan kontribusi penting dalam upaya penyediaan protein hewani bagi masyarakat. Ternak kelinci memiliki laju pertumbuhan yang sangat baik, karenanya kelinci potensial sebagai penghasil daging dalam waktu singkat. Daging sebagai salah satu produk yang dihasilkan dari kelinci memiliki kandungan nutrisi yang baik bagi kesehatan manusia, namun masih terdapat hal yang menghambat peningkatan konsumsi masyarakat akan daging kelinci yaitu masalah psikologis dimana masyarakat masih memiliki anggapan bahwa kelinci itu seperti tikus sehingga tidak halal bila dikonsumsi. Selain itu hambatan psikologis lainya adalah bahwa kelinci merupakan hewan peliharaan untuk bermain (fancy animal) sehingga timbul rasa kasihan saat akan memakannya atau dikenal dengan istilah Bunny Syndrome. Namun hal tersebut perlahan-lahan terkikis dengan perkembangan zaman. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan pola pikir masyarakat maka meningkat pula kebutuhan masyarakat akan pangan yang memiliki kualitas baik. Bila pada awalnya konsep gizi pangan manusia adalah pemuasan rasa lapar, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kesadaran masyarakat akan

produk pangan yang tidak hanya sesuai dengan selera dan kandungan gizi semata namun harus juga berguna bagi kesehatan atau memberi manfaat kesehatan, yaitu bagaimana hidup sehat dan mencegah timbulnya penyakit, saat ini masyarakat tidak hanya ingin merasakan kenyang saat makan tetapi juga mengharapkan makanan yang dimakan memberikan efek bagi kesehatan. Dalam rangka meningkatkan kebutuhan akan pangan yang tidak hanya enak, bergizi dan juga menyehatkan, maka tidak salah bila daging kelinci dapat dilirik untuk dijadikan salah satu komoditas unggulan penghasil daging, yang akan memenuhi selera dan kebutuhan masyarakat akan daging berkualitas. Selama ini banyak yang beranggapan bahwa daging kelinci dapat mencegah dan menyembuhkan berbagai penyakit, diantaranya pencegahan kolesterol, penyembuhan asma dan gangguan eosophagus. Karena banyaknya keuntungan mengkonsumsi daging kelinci, maka penulis tertarik untuk mengetahui potensi daging kelinci sebagai pangan fungsional.

1.2 Tujuan Penulisan Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan khalayak bahwa daging kelinci memiliki manfaat sebagai pangan yang berguna bagi kesehatan, atau saat ini populer dengan sebutan pangan fungsional. Diharapkan pula karya tulis ini akan meningkatkan konsumsi dan produksi kelinci dimasa depan yang dapat meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia yang memiliki daya saing dalam pembangunan berkelanjutan.

1.3 Identifikasi Masalah Sejauh mana daging kelinci dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional bagi masyarakat yang akan menunjang peningkatan daya saing bangsa dalam pembangunan berkelanjutan.

II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Kelinci Tak ada yang tahu sejak kapan kelinci mulai diternakkan. Konon, di Afrika beberapa abad yang lalu disebut sebagai yang pertama kali dimulainya pemanfaatan kelinci sebagai hewan peliharaan. Kemudian terus berkembang ke kawasan Mediterania sekitar 1.000 tahun yang lalu. Dari hasil peternakan di Mediterania itulah kelinci kemudian mulai menyebar ke daratan Eropa. Kemudian setelah bangsa Eropa memutuskan bermigrasi ke berbagai benua baru yang ditemukan, maka hewan kelinci turut menyebar ke berbagai pelosok dunia. Termasuk di dalamnya penyebaran ke Benua Amerika, Australia dan wilayah-wilayah lain di dunia. Namun menurut Katradisastra, 1993 domestikasi kelinci pertama kali dilakukan oleh bangsa romawi yang menginginkan sumber pangan yang mudah. Domesitikasi dilakukan dari kelinci-kelinci hutan yang liar, proses domestikasi ini pun untuk selanjutnya menyebar ke wilayah eropa tengah dan wilayah eropa timur. Kelinci yang terdapat dan dikenal sekarang ini merupakan domestikasi dari kelinci liar. Dari fosil yang ditemukan membuktikan bahwa kelinci yang berasal dari ordo Lagomorpha telah ada sejak 45 juta tahun yang lalu pada periode Eosen (Ensminger, 1991). Kelinci liar (Orytolagus cuniculus) yang berasal dari Eropa inilah yang didomestikasi sehingga menjadi jinak dan kini telah tersebar di seluruh dunia. Melalui seleksi, kelinci ini telah menghasilkan berbagai varietas, tipe, ukuran dan dapat dimanfaatkan sebagai binatang piaraan maupun binatang ternak (Sarwono, 2001). Indonesia sendiri khususnya di Jawa, kelinci konon dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai ternak hias mulai sekitar tahun 1835. Keberadaan kelinci di Indonesia sempat tidak jelas sejak kedatangan Jepang tahun 1942. Kemudian berlanjut dengan zaman revolusi kemerdekaan sampai tahun 1950-an. Catatan yang ada hanya menjelaskan tentang keberadaan kelinci yang tidak punah pada zaman itu karena ternyata banyak dikembangbiakkan oleh para peternak di daerah pegunungan yang relatif aman. Selanjutnya baru pada tahun 1980-an pemeliharaan kelinci sebagai sumber daging mulai digalakkan pemerintah dengan tujuan pemenuhan peningkatan gizi masyarakat. Namun pola pengembangan tersebut tidaklah berjalan mulus. Hal tersebut terjadi karena hanya sebagian kecil peternak kelinci yang bertujuan untuk berdagang dan sisanya hanya untuk kesenangan saja.

Sebenarnya kelinci-kelinci sendiri terdiri dari berbagai macam ras dan jenisnya. Ada ras Alaska yang berasal dari Jerman. Kemudian ras Angora yang sebenarnya berasal-usul kurang jelas. Menurut ceritanya, ras Angora ini pertama kali ditemukan oleh pelaut Inggris yang kemudian membawanya ke wilayah Prancis sekitar tahun 1723. Jenis ras yang lain adalah American Chincilla yang kemudian dibedakan lagi atas tiga tipe, yaitu tipe standar, besar dan giant alias raksasa. Khusus untuk yang bertipe giant ini bila dewasa bisa berbobot mencapai 6-7 kg. Sedangkan jenis ras Champagne d Argent, yang asli berasal dari Prancis, mempunyai ciri-ciri bulunya berwarna putih perak. Atau jenis ras yang lain seperti Carolina yang merupakan persilangan antara kelinci spesies New Zealand white dan New Zealand red. Ras Caroline ini sangat terkenal di Eropa sebagai kelinci penghasil daging. Ada lagi jenis ras Dutch yang terkenal di seluruh dunia sebagai jenis kelinci peliharaan. Warna bulunya khas, kerena mempunyai bulu melingkar seperti pelana berwarna putih dari pinggang terus ke leher sampai ke kaki bagian depan. Sebenarnya banyak lagi jenis ras kelinci yang lain, seperti ras Himalayan, Flemish giant, Havana, Lop yang berciri khas mempunyai kuping yang terkulai ke bawah, Polish, Rex, Satin, Silver, Simonoire, Siamese Sable dan banyak lagi yang lain lengkap dengan ciri khas masing-masing. Di Indonesia sendiri sebenarnya ada jenis kelinci lokal tersendiri. Tapi dimungkinkan jenis kelinci lokal yang ada di Indonesia adalah jenis kelinci berketurunan ras Dutch. Ras ini dikenal sebagai ras asli dari Negeri Belanda, jadi mungkin saja dahulu orang-orang Belanda yang bermigrasi ke Indonesia sempat membawa kelinci ini dari kampung halamannya dan mengembang biakkannya disini. Ras kelinci Dutch ini punya ciri bentuk tubuh yang kerdil, sehingga lazim disebut kelinci mini, merupakan kelinci terkecil di dunia. Biasanya jenis ini dipelihara hanya untuk hiasan dan cocok untuk mainan anak-anak. Dengan bentuk tubuh pendek, kepala agak bulat, bentuk telinga tegak dan mempunyai panjang hanya sekitar lima sentimeter. Biasanya kelinci ini berbulu sangat bagus dan berwarna putih. Sedangkan ciri lainnya mempunyai mata berwarna merah (Sulung Prasetyo, 2002).

2.2 Klasifikasi Kelinci Menurut sistem binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut :

Ordo

Lagomorphoa

Famili

Leporidae

Sub Family Leporine

Genus

- Lepus (Genuine Hare)

- Orictalagos (European Rabbit)

- Sylvilagus (Cooton Tail Rabbit)

- Pronolagus (Red Hare)

- Bunolagus (Bushman Hare)

- Pentalagus (Riu-Kiu Rabbit)

- Caprolagus (Brietle Rabbit)

- Poelagus (African Rabbit)

- Nesolagus (Sumatera Rabbit)

- Romerolagus (Volcano Rabbit)

- Brachyalgus (Dwarft Rabbit)

Sumber : H. R Kartadisastra, 1993 2.3 Produksi Daging Kelinci Dalam perkembangannya, kelinci yang memiliki pertumbuhan yang cepat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging dan kulit bulu berkualitas (Walsingham, 1972). Untuk tujuan pedaging kelinci yang populer digunakan adalah New Zealand White, Californian dan Flemish giant. Kelinci pedaging ini dapat mencapai berat 2 kg pada umur 8 minggu dengan persentase karkas rata-rata 50-60% per ekor Secara garis besar produksi daging kelinci dapat dibandingkan dengan sapi potong.

Seekor kelinci mampu melahirkan anak 4-6 kali dalam setahun dengan rata-rata jumlah anak yang disapih sebanyak 8 ekor. Apabila 4 ekor induk kelinci dipelihara bersama-sam dengan seekor pejantan, maka akan dihasilkan sejumlah daging yang lebih besar daripada rata-rata produksi tahunan dari ternak potong. Dalam 1 tahun sepasang kelinci dewasa akan melahirkan 4 kali dengan 6 ekor anak perkelahiran, jika 50 % anaknya adalah betina dan melahirkan satu tahun sebayak 3 kali akan diperoleh keturunan sebanyak 108 ekor, yang bila tiap ekor kelinci beratnya 2 kilogram akan diperoleh 109 kilogram daging kelinci setahun (Rismunandar, 1990). Menurut Erseminger dalam Kusmayadi ,2005 tingkat produktivitas ternak kelinci dalam menghasilkan daging lebih tinggi dibandingkan dengan ternak sapi, 1 unit kelinci yang terdiri dari 4 ekor induk dengan berat 10 lb (45,39 kg) dengan masa kehamilan 31 hari akan menghasilkan 175 ekor kelinci muda dengan berat masing-masing 4 lb (1,82 kg), berarti 700 lb (317,73 kg) berat hidup dimana 58 % dari berat tersebut akan diperoleh 400 lb (181,56 kg) daging selama 12 bulan, sedangkan dari seekor ternak sapi akan diperoleh 1000 lb (453,9 kg) untuk memperoleh berat daging yang sama memerlukan waktu 18 bulan, karena masa bunting yang lebih lama (283 hari) dan jumlah anak perkelahiran hanya 1 ekor. Berdasarkan klasifikasi karkas kelinci kelinci umur kurang dari sepuluh minggu atau dikenal dengan sebutan Fryer akan menghasilkan karkas sebesar 50 sampai 59 persen yang dibagi kedalam tiga kelas yaitu Prime (57,1 %), Choice (55,9 %), dan Commercial (52,2 %). Sedangkan karkas dari kelinci berumur lebih dari sepuluh minggu atau dikenal dengan Roaster akan menghasilkan karkas sebesar 55 60 %. Karkas adalah berat tubuh dari ternak potong sekitar 15-30 menit setelah pemotongan dikurangi kepala, kaki, ekor, kulit, darah serta organ-organ internal yaitu hati, jantung, ginjal, paru, saluran pencernaan dan urogenital (Blasco dkk, 1996). Karkas kelinci dapat direcah menjadi 7 potong atau 12 potong. 7 potong terdiri bagian paha belakang, 1 bagian punggung dan pinggang, 2 bagian bahu, potong bagian kaki depan. Sedangkan recahan 12 potong terdiri dari ; 4 kaki belakang, 5 bagian punggung dan pinggang, 1 bagian rusuk depan potong bagian kaki depan. dari 2 dan 2 bagian dan 2

2.4 Daging Kelinci

Daging kelinci warnanya putih, berserat halus seperti daging ayam, dan memiliki rasa selezat daging ayam (Rismunandar, 1990). Daging kelinci memiliki kandungan protein tinggi, rendah lemak dan rendah kholesterol, sehingga dapat disebut sebagai daging sehat (Yono dan Ridwan, 2004; Kusmayadi, 2005). Daging kelinci diketahui memilki kandungan kolesterol yang rendah sehingga baik bagi kesehatan dan juga dapat digunakan dalam program diet. Karakteristik daging kelinci diantaranya ; serat halus dan pendek, warna sedikit pucat, lemak rendah, glikogen tinggi, kalori rendah, kolesterol rendah, Natrium rendah, mudah dikunyah, kadar air rendah, asam lemak tak jenuh dalam daging kelinci lebih banyak dibanding daging lainnya dan asam lemak jenuhnya lebih sedikit (Rismunandar, 1990). Seperti kita ketahui bahwa asam lemak tidak jenuh tidak akan membentuk kolesterol dibandingkan dengan asam lemak jenuh.

Tabel 1. Indeks Kolesterol Daging

Ternak

Indeks kolesterol

Sapi

95

Domba/kambing

320

Babi

105

Ayam

90

kelinci

50

Sumber 2001

:

calvert,

1978

dalam

Seno

subroto,

Kandungan lemak yang rendah dan menyehatkan karena dapat menurunkan konsentrasi kolesterol serum darah. Dalam situs www.mycustompak.com memuat bahwa dalam 85 gram daging kelinci mengandung kalori 167, protein 24.7 gram, lemak total 6.8 gram. Di samping itu, daging kelinci merupakan sumber yang bagus dari Selenium (32.7mcg), Vitamin B12 (7.0 mcg), zat besi (1.9 mg) dan Zn (1.9 mg).

Daging kelinci mempunyai serat yang halus dan sedikit pucat, sehingga daging kelinci dapat digolongkan ke dalam golongan daging berwarna putih sepeti halnya daging ayam (kusmayadi, 2005) daging sapi, domba, kambing, babi, kuda termasuk kedalam golongan daging merah, sedangkan unggas dan kelinci termasuk golongan daging berwarna putih (lawrie, 1995). Daging kelinci mempunyai kandungan lemak yang rendah dan kandungan glikogen yang tinggi (Forest et al., 1975 dalam Kusmayadi, 2005). Menurut Lawrie (1995), bahwa daging putih memiliki serat yang lebih besar mengandung lebih sedikit mioglobin, mitokondria dan enzim respirasi yang berhubungan dengan aktivitas otot yang singkat dan cepat dengan frekwensi istirahat lebih sering serta kandungan glikogen yang tinggi, sedangkan daging merah memiliki proporsi besar, serat yang sempit, kaya mioglobin, mitokondria, enzim respirasi yang berhubungan dengan aktivitas otot yang tinggi dan kandungan glikogen yang rendah.

Tabel 2. Komposisi Dibanding Daging Ternak Lainnya.

Daging

Kelinci

Komposisi

Kelinci

Ayam

Babi

Domba

Sapi

Air

71.5

75.8

74

70.6

71.9

Protein

21.9

20.9

21.8

20.2

22.5

Lemak

5.5

2.8

4.0

8.3

5.1

Energi

137

449

123

156

136

Kolesterol

53

105

63

74

58

Natrium

63

90

63

70

67

Sumber : Chan et al, 1995 dalam Kusmayadi 2005 Berdasarkan beberapa penelitian, daging kelinci mampu menurunkan resiko kolesterol dan penyakit jantung. Rendahnya kandungan kolesterol dan natrium membuat daging kelinci sangat dianjurkan sebagai makanan untuk pasien penyakit jantung, usia lanjut, dan mereka yang bermasalah dengan kelebihan berat badan. Daging kelinci ternyata berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit asma (H. R. Kartadisastra, 2004). Menurut Dian Kesuma, Denny Christianto dan

Daendy Novasetia AS, mahasiswa Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang (2004) daging dan hati kelinci juga dapat menyembuhkan penyakit asma karena mangandung kitotefin dan asam lemak omega tiga dan sembilan. Asma terjadi karena alergi yang mengakibatkan pecahnya membran sel mastosit sehingga saluran pernafasan menyempit. Zat yang terkandung dalam daging dan hati kelinci dapat menstabilkan membran sel mastosit yang pecah tersebut. (Balitnak Ciawi, 2006). Kandungan ketotifen dalam daging kelinci menjadi alternatif bagi pengobatan penderita asma. Senyawa molekul yang terdapat dalam daging ini mampu menyembuhkan penyakit asma. Bagian paling mujarab terletak pada hati kelinci. Untuk mempertahankan kadar gizi dan kandungan ketotifen ini, paling baik dimasak dengan cara direbus.

2.5 Pangan Fungsional Berdasarkan peraturan badan POM (Pengawas obat dan Makanan) Republik Indonesia tahun 2005 yang dimasud dengan pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan yang dimaksud pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Sedangkan menurut International Food Information Council, pangan fungsional adalah pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat gizi dasar yang terkandung di dalamnya. Saat ini masyarakat tak lagi memandang pangan hanya dari kandungan zat gizi di dalamnya seperti protein, lemak dan sebagainya. Namun, juga mulai memperhatikan zat-zat nongizi yang banyak memberikan manfaat bagi kesehatan (Astawan dalam Majalah Nakita, 2003) Keberadan pangan fungsional tidak terlepas dari perubahan konsep gizi pangan manusia, bila pada awalnya konsep pangan manusia adalah pemuasan rasa lapar dan pencegahan pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan telah berubah manjadi bagaimana hidup sehat dan mencegah timbulnya penyakit. Dalam konsumsi pangan, konsumen tidak hanya menilai dari citarasa dan nilai gizinya, tetapi juga pengaruh pangan terhadap kesehatan maka dari itu lahirlah konsep pangan fungsional (Deddy Hartadi, 2002). Kelebihan dari pangan fungsional adalah kemampuannya untuk mencegah timbulnya suatu penyakit. Secara umum tiga fungsi pangan fungsional adalah sensory yaitu warna dan penampilan

menarik dengan cita rasa enak, nutricial yaitu bernilai dan juga physiological memberikan pengaruh fisiologis positif (Dadan, 2002).

gizi

tinggi, yaitu

III METODE PENULISAN

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara study literatur. Dimana penulis menggali berbagai hal mengenai potensi daging kelinci sebagai pangan fungsional dengan mengumpulkan data dari literatur berupa buku-buku, jurnal, berbagai informasi dari berbagai media seperti surat kabar dan internet. Data-data yang telah terkumpul kemudian di rangkum, dipilah-pilah dan dikumpulkan dan dikelompokan berdasarkan materi yang akan dijabarkan sehingga menjadi sebuah karya tulis. Setiap informasi atau data yang masuk diharapkan memiliki hubungan dengan materi yang akan disampaikan. Kesimpulan yang diambil berdasarkan pada analisis terhadap literatur yang tersedia. Dalam penarikan sebuah kesimpulan harus sesuai dengan hal-hal yang diharapkan dari penulisan karya tulis ini. Saran dan rekomendasi yang diberikan berdasarkan kepada logika penulis mengenai keadaan yang ada dilapangan.

IV PEMBAHASAN

Daging kelinci memilki banyak manfaat namun sampai saat ini belum dikembangkan sebagai suatu industri peternakan yang akan menunjang pemenuhan kebutuhan protein bagai masyarakat. Telah dikatahui bahwa rendahnya konsumsi protein suatu negara berhubungan dengan kualitas bangsa dan generasi penerusnya. Bila dibandingkan dengan negara-negara luar sepertinya Indonesia tertinggal dalam hal pemanfaatan daging kelinci sebagai bahan pangan, meskipun pada tahun 1980an telah ada program Binpres yang dicanangkan olah pemerintah untuk meningkatkan produksi dan konsumsi kelinci namun banyak hal yang menghambat proses tersebut. Hal yang mendasari adalah masalah psikologis bagi sebagian masyarakat Indonesia adalah alasan psikologis yaitu daging kelinci berasal dari kelinci yang mirip dengan tikus sehingga dianggap haram, selain itu juga merebaknya Bunny Syndrome atau sindrome kasihan melihat daging kelinci karena berfikir bahwa sangat sayang dan kasihan hewan peliharaan tersebut dipotong untuk diambil dagingnya. Menurut MUI (Majelis Ulama Indonesia) dalam keputusan Fatwa MUI bahwa daging kelinci adalah halal untuk dikosumsi, sehingga tidak perlu lagi timbul keragu-raguan untuk mengkonsumsi daging kelinci. Pemeliharaan kelinci sebagai penghasil daging tidak kalah menguntungkan dengan memelihara sapi, karena dalam satu tahu sepasang kelinci akan menghasilkan 24 ekor anak yang yang bila segala hal diperhitungkan dengan baik dan pemeliharaan pun baik akan mampu manghasilkan 132 kelinci dalam waktu satu tahun. Dimana akan menghasilkan daging sebanyak 109 Kilogram. Berdasarkan beberapa penelitian, daging kelinci mampu menurunkan resiko kolesterol dan penyakit jantung. Kandungan lemak yang rendah dan menyehatkan karena dapat menurunkan konsentrasi kolesterol serum darah. Rendahnya kandungan kolesterol dan natrium membuat daging kelinci sangat dianjurkan sebagai makanan untuk pasien penyakit jantung, usia lanjut, dan mereka yang bermasalah dengan kelebihan berat badan(H. R. Kartadisastra, 2004). Daging kelinci ternyata berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit asma (H. R. Kartadisastra, 2004). Daging dan hati kelinci juga dapat menyembuhkan penyakit asma karena mangandung kitotefin dan asam lemak omega tiga dan sembilan apalagi bila memasaknya dengan cara direbus saja. Asma terjadi karena alergi yang mengakibatkan pecahnya membran sel mastosit sehingga saluran

pernafasan menyempit. Zat yang terkandung dalam daging dan hati kelinci dapat menstabilkan membran sel mastosit tersebut. Kandungan ketotifen dalam daging kelinci menjadi alternatif bagi penderita asma. Senyawa molekul yang terdapat dalam daging ini mampu menyembuhkan penyakit asma. Bagian paling mujarab terletak pada hati kelinci. Untuk mempertahankan kadar gizi dan kandungan ketotifen ini, paling baik dimasak menggunakan sistem rebus. Berdasarkan konsensus ILSI tahun 1996 dalam Deddy, 2002, pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Sehingga daging kelinci dapat digolongkan sebagai pangan fungsional, hal yang mendasari pemikiran bahwa daging kelinci adalah pangan fungsional adalah daging kelinci rendah kadar kolesterolnya yang akan mengahambat dan mencegah timbulnya penyakit seperti penyakit jantung, selain itu pula kandungan kitotefin yang ada dalam daging kelinci terbukti dapat mengurangi dan bahkan menyembuhkan penyakit asma. Namun untuk menjadikan daging kelinci suatu pangan fungsional sudah tentu perlu dilakukan perbaikan dalam proses from farm to table sehingga menghasilkan daging kelinci yang tidak hanya enak dan bergizi tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan. Bila dalam proses from farm to table semuanya berjalan dengan baik maka daging kelinci dapat dijadikan alternatif bagi penyediaan daging, yang selama ini masih dikuasai oleh daging sapi, ayam, dan domba.

V KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan : 1. Daging kelinci fungsional, karena : merupakan contoh bahan pangan

Rendahnya kandungan kolesterol dan natrium sehingga baik untuk mencegah peningkatan kolesterol. Adanya kandungan ketotefin dalam daging kelinci diketahui dapat menyembuhkan asma. 2. Daging kelinci dapat dijadikan alternatif bagi pemenuhan kebutuhan akan protein yang berguna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

4.2 Saran 1. Perlunya dikembangkan penelitian mendalam mengenai kandungan-kandungan dalam daging kelinci yang bermanfaat bagi kesehatan. 2. Perlu ditingkatkan produksi ternak kelinci sebagai penghasil protein untuk kemajuan generasi penerus bangsa yang memiliki daya saing dalam pembangunan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made. [Online]. Available Maret 2007)

2002. Sehat dengan Pengan at : http//:www.nakia.com\artikel2php3

Fungsional. (diakses 22

BPPOM. 2005. Fungsional. BPPOM. Jakarta

Ketentuan

Pokok

Pangan

Blasco, A., Ohayoun, J., dan Maesoro, G. 1993. Harmonization of Criteria And Terminology In Rabbit Meat Research. World Rabbit Sci. Vol 1 (1)

Deddy, M. 2002. Pangan Fungsional : Trend dan Prospect. Fateta IPB. Bogor.

Ensminger, M.E. 1991. Animal Science Interstate Printers And Publisher.Inc. Denville, Illinois.

9th

Edition.

The

H, R, 1997. Ternak Kelinci Panen. Kanisius. Yogyakarta.

:

Teknologi

Kartadisatra. Pasca

H, 1994. Yogyakarta.

R, Kelinci Unggul.

Kartadisatra. Kanisius.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Daging Kelinci. Komisi Fatwa MUI. Jakarta

1983.

Memakan

Rismunandar. 1990. Meningkatkan dengan beternak Kelinci. Sinar Baru. Bandung

Konsumsi

Protein

Seno, 2001. Semarang

Beternak

Kelinci.

Aneka

S. Ilmu.

Sulung, P. 2002. Antara Hobi dan Bisnis ; Ternak Kelinci Bisa Menghasilkan Devisa. Online]. Available at : http//:www.sinar-harapan-online.com\ternak kelinci\html (diakses 22 Maret 2007)