Upload
duongduong
View
279
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI
TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PUSAT
PELAYANAN TERPADU (PPT) SERUNI KOTA SEMARANG
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
Disusun Oleh :
HARYANTI
61111001
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : 5 (lima) eksemplar
Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada :
Yth. Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami
menyatakan bahwa skripsi saudara/i :
Nama : Haryanti
NIM : 61111001
Fak./Jur. : Dakwah/BPI
Judul : Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban
Perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni Kota Semarang
Dengan ini saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Atas perhatiannya diucapkan
terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Semarang, 28 Juni 2011
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & Tatatulis
Hj. Jauharotul Farida, M.Ag Hj. Mahmudah, M. Pd
NIP. 19640304 199101 2 001 NIP. 19701129 1998032 001
SKRIPSI
BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI TRAUMA REMAJA
KORBAN PERKOSAAN DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) SERUNI KOTA
SEMARANG
Disusun oleh
Haryanti
61111001
telah dipertahankan di depan Penguji
pada tanggal 01 Juli 2011
dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji Sekretaris Dewan Penguji
Drs. H. Anasom, M. Hum Hj. Mahmudah, S. Ag., M. Pd
NIP. 19661225 199403 1004 NIP. 19701129 199803 2001
Anggota
Penguji I Penguji II
Drs. H. Djasadi, M. Pd Baidi Bukhori, S. Ag., M. Si NIP. 19470805 196510 001 NIP. 19730427 199603 1001
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Dra. Hj. Jauharotul Farida, M.Ag Hj. Mahmudah, S. Ag., M. Pd
NIP. 19640304 199101 2 001 NIP. 19701129 1998032 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil
penerbitan maupun yang belum / tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan
daftar pustaka.
Semarang, 01 Juli 2011
Haryanti
NIM. 061111001
MOTTO
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan
Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat (Q.S. Al-Baqarah: 214).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1) Keluarga besar saya; bapak-ibu, om-tante, kakak-adik saya yang senantiasa mencurahkan
cinta dan kasihnya dan yang selalu memberikan keceriaan dalam hidup saya.
2) Sahabat, teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selalu
memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini
Penulis
ABSTRAKSI
Haryanti (61111001), Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban
Perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) SERUNI Kota Semarang, Skripsi Progam Strata 1
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Walisongo Semarang, 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang mendalam tentang pelaksanaan
bimbingan konseling islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI
kota Semarang dan menganalisis nilai-nilai dakwah dalam pelaksanaan bimbingan konseling
Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI kota Semarang. Dari
hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi khasanah ilmu terutama bagi jurusan
bimbingan penyuluhan islam dalam memberikan gambaran yang jelas mengenai bimbingan
konseling islam dalam menangani trauma remaja. Kegunaan bagi PPT SERUNI yaitu dapat
digunakan dalam upaya peningkatan penanganan trauma remaja korban perkosaan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif. Lokasi penelitian di PPT
SERUNI, dengan fokus penelitian pada remaja korban perkosaan. Sumber data dalam penelitian
ini adalah staf, rohaniawan Islam dan konselor di PPT SERUNI dan dokumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sumber tertulis yang berupa buku, sumber arsip, dokumen resmi di
PPT SERUNI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan
dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPT SERUNI dalam menangani trauma remaja korban
perkosaan dengan beberapa tahapan yaitu identifikasi masalah, diagnosis, terapi, evaluasi, dan
follow up. Proses bimbingan dan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban
perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) SERUNI Kota Semarang adalah suatu rangkaian
kegiatan penyampaian atau pemberian nasehat yang Islami oleh pembimbing atau rohaniawan.
Nilai-nilai dakwah terkandung di dalam materi yang disampaikan yaitu berkisar pada
pemahaman akidah, akhlak dan ibadah. Dalam materi akidah yang disampaikan berkisar tentang
keimanan dan ketaqwaan. Materi akhlak yang disampaikan meliputi sifat ikhlas, sabar,
bertawakal, dan ikhtiar. Sedang materi ibadah yang disampaikan meliputi ibadah sholat dan
dzikir. Bimbingan konseling Islam yang diterapkan di PPT SERUNI dalam pelaksanaannya
memiliki fungsi kuratif yang cukup signifikan karena tidak sekedar membantu pemulihan tetapi
juga mempunyai peran psiko-religius selama proses pemulihan berjalan dan diharapkan dapat
mengaktualisasikan dalam kehidupan nyata.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang menciptakan langit dan bumi
serta segala isinya. Atas izin-Nya, hamba masih diberi kesempatan sebagai penghuni dunia yang
fana ini. Semoga Engkau selalu membimbing sisa perjalanan hidup hamba ke jalan yang selalu
Engkau ridhoi. Amin.
Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman
yang diutus untuk menyebarkan Islam di dunia ini. Semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya
serta diakui menjadi umatnya kelak di yaumil akhir.
Penulis yakin, tanpa bantuan dari pihak-pihak terkait, skripsi dengan judul bimbingan
konseling islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota
Semarang, tidak mungkin akan selesai. Sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
bantuan orang lain, secara pribadi ucapan terima kasih penulis ucapkan atas segala bantuan baik
moril maupun spiritual sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis meminta maaf sekiranya tidak dapat menyebut satu persatu semua pihak yang
telah membantu dalam proses penggarapan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih,
utamanya kepada :
1. Bapak Prof. Drs. H. Muhibbin, M. Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Bapak Drs. Muhammad Sulthon, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Ibu Mahmudah, S. Ag., M. Pd dan Bapak Drs. Safrodin, M. Ag, selaku Ketua Jurusan
dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
4. Ibu Dra. Hj. Jauharotul Farida, M. Ag dan Ibu Mahmudah, S. Ag, M. Pd, selaku dosen
pembimbing I dan II, atas waktu yang disediakan selama proses kuliah dan skripsi; yang
telah memberi bimbingan, arahan, dan nasehat sehingga skripsi ini dapat selesai dengan
baik.
5. Bapak Drs. H. Djasadi M. Ag., selaku dosen wali, atas bimbingannya selama masa
perkuliahan.
6. Segenap dosen di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, atas ilmu dan
pengalamannya selama masa perkuliahan.
7. Tim SERUNI Kota Semarang, atas kerjasamanya dalam penelitian dan membantu
jalannya penelitian.
8. Segenap keluarga besar penulis, atas cinta dan kasih sayang yang selalu menyatu dalam
jiwa dan raga.
9. Kepala Sekolah MI Al-Khoiryyah 1 dan Kepala TPQ Al-Madani yang mensupport dan
menasehati dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat saya : Fitri Umi, Harni, Lina, atas kebersamaan dan semangat tiada henti
yang kalian berikan.
11. Teman-teman BPI angkatan 2006 : Evin, Munir, Maskhuri, Nafis, Anwar, Vivi, Nikmah,
Isrohah, galuh, Titi, Ana, Tria, Faris, Mustofa, Hery, Komari, Sidiq, Imam, dan Zaky.
Serta teman-teman kampus IAIN Walisongo yang tidak bisa saya sebutkan disini dan
teman-teman Majelis Remaja Madani Bulustalan.
Semarang, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
NOTA PEMBIMBING ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................ v
PERSEMBAHAN .................................................................................. vi
ABSTRAKSI ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................ 9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 9
1.4. Tinjauan Pustaka ................................................................. 10
1.4. Metodologi Penelitian ......................................................... 13
1.5. Sistematika Penulisan .......................................................... 19
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Bimbingan Konseling Islam ................................................ 22
2.1.1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam .............. 22
2.1.2. Landasan dan Azas Bimbingan Konseling Islam ...... 26
2.1.3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Konseling Islam ........ 29
2.2. Remaja ................................................................................. 35
2.2.1.Pengertian Remaja ...................................................... 35
2.2.2. Perkembangan Remaja ............................................... 37
2.3. Trauma Perkosaan ................................................................ 41
2.3.1. Pengertian Trauma ..................................................... 41
2.3.2. Gejala-gejala Trauma ................................................. 42
2.3.3. Pengertian Perkosaan ................................................. 43
2.3.4. Dampak dari Perkosaan ............................................. 45
2.4. Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban
Perkosaan .......................................................................... 49
2.4.1. Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam ................. 49
2.4.2. Metode Bimbingan Konseling Islam ........................ 51
2.4.3. Materi Bimbingan Konseling Islam .......................... 55
BAB III DISKRIPSI PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
DALAM MENANGANI TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN
DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG
3.1. Gambaran Umum PPT SERUNI Kota Semarang ................ 57
3.1.1. Sejarah Berdirinya PPT Seruni .................................. 57
3.1.2. Visi dan Misi PPT Seruni........................................... 58
3.1.3. Kegiatan Pelayanan PPT Seruni ................................ 58
3.1.4. Tujuan Pelayanan PPT Seruni.................................... 59
3.1.5. Prinsip Pelayanan PPT Seruni.................................... 60
3.1.6. Struktur Keanggotaan PPT Seruni ............................. 61
3.1.7. Data Kasus yang Ditangani PPT Seruni .................... 65
3.1.8. Metode Penanganan Kasus di PPT Seruni ................. 67
3.1.9. Sumber Pendanaan Oprasional PPT Seruni ............... 72
3.2. Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban
Perkosaan di PPT Seruni ................................................... 72
3.2.1. Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam di PPT Seruni
.............................................................................. 73
3.2.2. Metode Bimbingan Konseling Islam di PPT Seruni .. 81
3.2.3. Materi Bimbingan Konseling Islam di PPT Seruni ... 83
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1. Analisis Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja
Korban Perkosaan di PPT Seruni ......................................... 87
4.2. Analisis Nilai-nilai Dakwah dalam Bimbingan Konseling Islam
Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di PPT Seruni 95
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ......................................................................... 97
5.2. Saran .................................................................................... 98
5.3. Penutup ................................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data Korban yang Ditangani PPT Seruni ............................... 65
Tabel 2. Data Korban Perkosaan Berdasarkan Usia ............................. 66
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Keanggotaan PPT Seruni ...................................... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Setiap manusia pasti berhadapan dengan masalah, konflik dan situasi atau
kejadian yang tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan sekitar. Setiap manusia pasti mengalami saat-saat di mana mereka
merasa down (sedih, kecewa, tidak bersemangat, stres, depresi dan lain-lain).
Banyak kejadian dalam hidup ini yang dapat maupun tidak dapat dihindari oleh
manusia dan membuat individu mengalami hal-hal tersebut.
Hampir setiap hari kita mendengar berita kriminal seputar seks yang
dilakukan oleh dan kepada anak di bawah umur sampai remaja baik dalam berita
koran maupun televisi. Perkosaan, pelecehan dan kekerasan seksual, pembunuhan
disertai perkosaan lebih dulu dan lain sebagainya. Sekitar bulan Januari tahun
2010, di Jakarta diberitakan Babe Baekuni yang melakukan sodomi dan
pembunuhan dengan cara mutilasi pada anak jalanan, jumlah korbannya mencapai
10 orang. Kemudian perkosaan berantai di Bali terhadap anak-anak usia Sekolah
Dasar (SD) yang dilakukan oleh Diky Saputra. Di kota Semarang sempat
diberitakan dengan adanya “Kolor ijo” (Aryono) seorang kakek yang mempunyai
perilaku negatif seksual (mengintip orang tidur, mengintip orang mandi, dan
memperkosa anak usia dini) (http://www.lintasberita.com/go/939889).
Data Legal Resources center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi
Manusia (LRC-KJHAM) Jawa Tengah mencatat kasus perkosaan di tahun 2010
2
sebanyak 202 kasus dengan korban 229 orang dan 301 pelaku. Dari 229 korban
tersebut, 187 kasus diantaranya dengan korban anak-anak yang berusia 6-18
tahun. Sedangkan 129 pelaku berusia antara 19-30 tahun (Irene, Wawancara staf
Informasi LRC-KJHAM tanggal 18 April 2011).
Kasus perkosaan di Jateng pada tahun 2010 menurun dari sisi kasusnya
jika dibanding 2009. Pada tahun 2009 kasus perkosaan sebanyak 207 kasus, 224
korban, dan 338 pelaku. Sedangkan di tahun 2008, sebanyak 117 kasus, 153
korban, dan 206 pelaku. Daerah dengan kasus perkosaan tertinggi tahun 2010
adalah kota Semarang dengan 33 kasus, kemudian Boyolali 15 kasus, dan
Wonogiri 12 kasus.
Data di atas merupakan sebagian kecil data yang ditangani, masih banyak
lagi data yang tidak tercatat dari berita televisi dan surat kabar yang setiap hari
beredar, pada penelitian ini penulis memfokuskan pada kasus perkosaan yang
ditangani oleh PPT SERUNI kota Semarang sebagai lembaga yang membantu
menangani masalah kekerasan perempuan.
Data dari SERUNI sebanyak 7 kasus ditangani di tahun 2009, dan pada
tahun 2010 kasus perkosaan yang ditangani sebanyak 6 korban. Artinya, di
SERUNI mengalami penurunan laporan korban perkosaan namun bukan berarti
tindak perkosaan yang terjadi juga semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin
mudahnya akses untuk melaporkan kasus perkosaan. Selain itu juga masih
dianggapnya perkosaan adalah hal yang tabu untuk dibicarakan. Oleh karena itu,
banyak juga korban perkosaan yang menyelesaikan kasusnya secara kekeluargaan.
3
Perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak
bersama, dipaksakan oleh satu pihak pada pihak lainnya (Luhulima, 2000: 24).
Ahli lain menyebutkan perkosaan selalu didorong oleh nafsu seks yang sangat
kuat dan dibarengi oleh emosi yang tidak matang, serta terdapat unsur-unsur
kekejaman dan sifat sadisme (Semium, 2007: 55). Perkosaan selalu dikaitkan
dengan kejahatan secara fisik atau ancaman kejahatan, ditambah dengan
pemaksaan kontak seksual sehingga para korban merasa keselamatan dan
kehidupan mereka terancam (Nugaraha, 2010: 217).
Penulis tidak menemukan keterangan tentang perkosaan dalam Al-Qur’an.
Namun agama Islam mengatur bagaimana menyalurkan hasyrat seksual manusia
secara benar yaitu melalui pernikahan. Hubungan seksual tidak bertentangan
dengan ketuhanan, spiritualitas, ataupun keimanan, oleh karena itu seks harus
disalurkan dengan jalan yang benar yaitu melalui pernikahan. Dalam agama Islam
melarang segala bentuk keintiman antara pasangan yang belum menikah
(Maqsood, 2004: 131).
Dalam suatu hadits Rasulullah bersabda:
ال : اى رسىل اهلل صلً اهلل عليه وسلن قال : و عي ابي عبا س ر ضً اهلل عنهوا
يخلى ى ا حد كن بأ هر ا ة اال هع ذ ي هحر م
Artinya:“Janganlah sekali-kali seorang diantara kalian berduan dengan
seorang wanita yang belum atau tidak sah baginya, kecuali disertai
dengan muhrimny (HR.Bukhari-Muslim)” (Yahya, 676 H: 569).
Allah berfirman dalam Al-Qur’an
4
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina: sesungguhnya zina itu
adalah sesuatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Depag,
2007: QS. Al-Israa’: 32).
Islam mengharuskan pemeluknya, baik laki-laki maupun perempuan untuk
senantiasa menjaga kehormatannya dan tidak menyerahkan kesuciaanya, kecuali
pada pasangan hidupnya yang sah menurut agama. Dalam Al-Qur’an surah An-
Nur ayat 30-31, Allah memerintahkan setiap orang beriman baik laki-laki maupun
perempuan untuk senantiasa menjaga kehormatannya dan menjauhi segala hal-hal
yang dapat membawa kepada ternodanya kesucian. Khusus kepada wanita, Allah
memperingatkan secara panjang lebar kepada mereka tentang pentingnya
kehormatan dan beberapa hal yang harus dilakukan secara praktis agar tetap
terjaga kehormatannya. Ini karena kaum wanita adalah pihak yang paling rawan
kehormatannya. Dalam segala posisi, situasi dan kondisi, timbulnya ancaman
terhadap kesucian mereka lebih besar dari pada laki-laki. Apalagi dampak negatif
dari ternodainya kesucian wanita akan membawa guncangan psikologis yang
hebat (Bukhari, 2006: 145-147).
Bentuk-bentuk penyimpangan seksual dianggap suatu perbuatan yang
kotor dan dibenci oleh masyarakat. Mengingat kultur budaya Indonesia yang
sangat menjujung tinggi keperawanan, perempuan yang diperkosa akan
kehilangan keperawanannya, dianggap hina dan bahkan dikucilkan. Apalagi kalau
perempuan itu mengalami kehamilan, seringkali dianggap aib yang luar biasa.
Sampai saat ini berita-berita seputar seks masih cukup ramai diberbagai
media, dan anak-anak hingga usia remaja dijadikan korban utama pelecehan
seksual. Remaja merupakan sosok manusia yang menarik perhatian orang banyak,
5
karena masa tersebut merupakan periode perkembangan dan kematangan baik
fisik maupun psikisnya, karena itu penulis tertarik untuk meneliti persoalan
remaja.
Remaja menjadi korban utama dalam kejahatan seksual karena mereka
masih lemah secara fisik, masih naif dan mudah dibohongi. Perkosaan pada
remaja merupakan tindakan kriminal, tidak bermoral, dan berkontribusi besar
pada hancurnya masa depan mereka. Jika mereka sudah menjadi korban
perkosaan sejak dini, mereka akan menderita secara fisik dan mental sekaligus.
Ancaman dan kekerasan dalam perkosaan membuat mereka trauma luar
biasa. Mereka menganggap seks sebagai sesuatu yang menjijikkan, mengerikan,
dan menakutkan. Hal ini kalau tidak ditindaklanjuti dengan konseling dengan
seorang ahli, kemungkinan besar seumur hidup korban perkosaan akan antipati
terhadap seks. Konseling merupakan salah satu cara yang tepat untuk membantu
mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan dalam hidup, sekaligus sebagai
upaya peningkatan kesehatan mental. Konseling membantu mengidentifikasi
masalah, mencari solusi atau alternatif yang tepat dan menyadarkan akan adanya
potensi dari setiap manusia untuk dapat mengatasi berbagai permasalahannya
sendiri.
Sebagai umat muslim berkewajiban untuk berperan serta dalam
menanggulangi permasalahan di atas, usaha tersebut dapat direalisasikan melalui
aktivitas dakwah yang pada intinya adalah mengajak berbuat kebaikan dan
mencegah kemungkaran serta mengajak kepada kebanaran. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT yang berbunyi:
6
Artinya: (1) Demi masa, (2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian, (3) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran (Depag, 2007: QS. Al-Ashr: 1-3).
Aktivitas dakwah yang dimaksud adalah sebagai usaha memberi
bimbingan sekaligus konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi
perjalanan hidup. Selain itu juga sebagai motivasi umat untuk selalu melakukan
kebaikan supaya memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Salah satu realisasi dakwah dalam upanya menangai korban perkosaan
dapat ditempuh melalui bimbingan dan konseling Islam. Dengan bimbingan dan
konseling Islami diharapkan dapat membina klien sehingga klien pulih dari
trauma perkosaan yang dialaminya, dan klien dapat kembali ke lingkungan
masyarakat serta dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sesuai
dengan Al-Qur’an dan As-Sunah serta mencegah klien dari prasangka buruk pada
sesama manusia dan Tuhan-Nya.
Konseling yang sangat dibutuhkan oleh korban perkosaan, dalam rangka
terhindarnya trauma yang berkepanjangan maka Burks dan Stefflre dalam
bukunya Shertzer and Shelly (1971: 168) mengartikan konseling sebagai:
“counsiling denotes a professional relationship between atrained
counselor and a clien. This relationship is usually person-to person,
althought it may sometimes involue more than two people, it is designed to
help clients to understand and clarify their views of their life space, and to
learn to reach their self. Determined goals through meaningful,well-
informed choices and through resolution of problem of an emotional or
interpersonal nature”.
7
Definisi di atas dapat dikatakan bahwa konseling adalah suatu hubungan
yang profesional diantara konselor dengan seorang klien. Hubungan yang
biasanya orang-per-orang meskipun terkadang juga bisa mencakup lebih dari dua
orang, dirancang untuk membantu klien dalam memahami dan mencerahkan
pandangan mereka tentang diri mereka sendiri.
Sedangkan konseling dalam Islam menurut Ad-Dzaky (2004: 189) adalah
suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran, dan pedoman kepada individu
yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien
dapat mengembangkan potensi akal fikirannya, kejiwaannya, keimanan dan
keyakinannya serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya
dengan baik dan benar secara mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah SAW.
Di kota Semarang terdapat Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), yang
selanjutnya disebutkan PPT, sebagai wadah penyelesaian persoalan kekerasan
perempuan dan anak berbasis gender yakni PPT SERUNI, tugasnya adalah turut
membantu dalam upaya pemulihan kepada perempuan dan anak korban kekerasan
seperti KDRT, ABH, KDP, dan perkosaan. Beberapa layanan yang diberikan di
antaranya adalah layanan medis, layanan hukum dan layanan psiko-sosial. PPT
SERUNI berusaha memberikan layanan kepada klien melalui bimbingan fisik,
psikis, sosial dan latihan ketrampilan. PPT SERUNI dalam menangani korban
perkosaan bersifat holistik dalam arti bantuan layanan merupakan suatu paduan
multi-disiplin (hukum, medis, psikologis).
8
Proses bimbingan konseling di PPT SERUNI dalam menangani korban
perkosaan dengan menggunakan pendekatan motivasi namun juga tidak terlepas
dari pembinaan keagamaan. Motivasi adalah sangat penting dalam segala sesuatu
termasuk untuk proses penyembuhan. Motivasi merupakan aktualisasi daya dan
kekuatan yang ada pada diri klien itu sendiri untuk mendorong, menggerakkan,
membangkitkan dan memberikan harapan suatu perubahan, sehingga klien
mampu mengatasi masalah-masalah yang di rasakan untuk mencapai kesembuhan.
Dengan pendekatan keagamaan ditanamkan syariat-syariat agama agar selalu
berada pada fitrah-Nya.
Perkosaan yang pada umumnya terjadi pada usia anak-anak dan remaja
maka dalam pembahasan ini dikhususkan pada perkosaan terhadap remaja.
Remaja yang masih dianggap belum mampu mengendalikan emosinya, mereka
memerlukan bantuan orang yang ahli untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya, karena perkosaan yang dialaminya mengakibatkan trauma yang luar
biasa. Berkenaan dengan ini penulis meneliti bagaimana PPT SERUNI menangani
trauma remaja korban perkosaan dan kenapa penulis mengadakan penelitian di
PPT SERUNI? PPT adalah lembaga yang dibentuk pemkot Semarang dalam
menangani kasus perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender di kota
Semarang. Yang menjadi ketertarikan penulis adalah bagaimana pelaksanaan
bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di
PPT SERUNI kota Semarang. Sejauh ini penelitian serupa belum pernah
dilakukan.
9
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih lanjut dengan judul “Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani
Trauma Remaja Korban Perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) SERUNI
Kota Semarang”.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam
menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota
Semarang ?
b. Apa nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam pelaksanaan bimbingan
konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di
PPT SERUNI Kota Semarang ?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pelaksanaan bimbingan
konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan
yang diterapkan di PPT SERUNI Kota Semarang.
b. Untuk mengetahui nilai-nilai dakwah dalam pelaksanaan bimbingan
konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di
PPT SERUNI Kota Semarang.
10
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan:
a. Menambah wawasan, literatur bahan kepustakaan pengetahuan tentang
trauma.
b. Menambah khasanah keilmuan yang berkaitan dengan bimbingan dan
konseling Islam.
c. Untuk mengembangkan ilmu dakwah, terutama peranan dakwah.
1.4.2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat:
a. Mengembangkan wacana pemikiran dan peningkatan pelayanan
bimbingan konseling Islam bagi klien di PPT SERUNI.
b. Sebagai bahan referensi bagi pembaca pada umumnya dan bagi
penulis pada khususnya.
1.5. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang bimbingan konseling Islam telah banyak dilakukan,
namun berdasarkan eksplorasi yang penulis lakukan belum ditemukan judul yang
sama dengan judul penelitian yang penulis lakukan. Meski demikian ada beberapa
tinjauan pustaka dan beberapa hasil penelitian yang ada relevansinya dengan
penelitian yang penulis lakukan, penelitian tersebut antara lain:
1.5.1. Penelitian dengan judul “Peran Seruni dalam Menangani Istri Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga (Perspektif Bimbingan Konseling
Islam)”. Penelitian tersebut dilakukan oleh M. Abdul Rokhim (2008).
11
Hasil dari penelitian antara lain bahwa SERUNI dalam menangani
istri korban kekerasan dalam rumah tangga memiliki fungsi prefentif,
kuratif dan development. SERUNI memiliki peranan penting dalam
membantu menyelesaikan masalah keluarga, karena dalam
pendampingan yang dilakukan bukan hanya dalam bentuk konseling,
tetapi ada pendampingan hukum, pelatihan hak-hak istri dan
kampanye kekerasan. Proses konseling menggunakan pendekatan
Islam, menanamkan syari’at agama agar selalu berada dijalan fitrah-
Nya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis
ajukan adalah SERUNI sebagai obyek penelitian. Sedang
perbedaannya adalah penelitian yang penulis ajukan menitik beratkan
pada kondisi psikologi remaja yang mengalami trauma perkosaan di
PPT SERUNI Kota Semarang.
1.5.2. Penelitian dengan judul: “Penanggulangan Budaya Seks Bebas Pada
Remaja Menurut Jefri Al-Bukhori dalam Buku “Sekuntum Mawar
Merah” (Analisis Materi dan Metode Bimbingan Konseling Islam)”.
Yang dilakukan oleh Fitroh Nur Hidayat (2008). Dia meneliti tentang
upaya menanggulangi seks bebas pada remaja menurut Jefri Al-
Bukhori dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Isinya
tentang penanggulangan budaya seks bebas pada remaja menurut Jefri
Al-Bukhari bahwa bimbingan konseling dalam menanggulangi budaya
seks bebas pada remaja yaitu dengan peran aktif orang tua dalam
12
membiasakan anak bergaul dengan orang baik, orang tua harus
memperhatikan serta menciptakan lingkungan rumah tangga yang
harmonis, memberi contoh yang baik dengan pengawasan yang
bijaksana. Materi yang dianggap perlu disampaikan kepada remaja
yaitu tentang pernikahan dan keluarga serta materi-materi keagamaan.
Sedangkan metode yang digunakan yaitu metode langsung dan
metode tidak langsung.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu
remaja sebagai subyek penelitian. Sedangkan perbedaannya pada
pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani remaja
trauma perkosaan di PPT SERUNI kota Semarang.
1.5.3. Penelitian dengan judul: “Materi Bimbingan Konseling Islam dalam
Menangani Klien Gangguan Kejiwaan Hamil Tanpa Nikah (Studi
Kasus di pilar PKBI kota Semarang)”. Penelitian tersebut dilakukan
oleh Tri Rejeki (2009). Meneliti tentang materi bimbingan konseling
Islam dengan menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan
wawancara. Temuan dari penelitian ini adalah kondisi psikologis klien
hamil pra nikah di pilar PKBI kota Semarang mengalami gangguan
kejiwaan akibat hamil pra nikah dan metode konseling yang
diterapkan di pilar PKBI Kota Semarang adalah dengan memberikan
bimbingan dengan mnggunakan metode client centered, terapi shalat
dan zikir.
13
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis
ajukan adalah adanya pembahasan materi yaitu yang berkaitan dengan
gangguan psikologis. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang
penulis ajukan lebih menitik beratkan pada konseling yang di terapkan
di PPT SERUNI kota Semarang guna membantu menangani trauma
remaja korban perkosaan.
1.6. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat sumber data, teknik pengumpulan data, dan
metode analisis data, dengan harapan penulisan skripsi ini dapat dipertanggung-
jawabkan sebagai karya ilmiah, dengan rincian sebagai berikut:
1.6.1. Metode Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang pada hakekatnya
adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan
mereka dan berusaha untuk memahaminya. Penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, motivasi, tindakan, secara
holistik dan dengan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah (Moleong, 2009: 6).
Berkaitan dengan judul penelitian ini, maka diperlukan pendekatan
yang diharapkan mampu memberi pemahaman yang mendalam dan
komprehensif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
14
pendekatan psikologis, yaitu ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui
gejala perilaku yang dapat diamati (Nata: 2009: 50). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan psikologi dikarenakan dengan pendekatan
ini dapat diketahui perkembangan mental yang dialami oleh individu, dengan
pendekatan ini penulis dapat mengetahui bagaimana proses konseling dan
permasalahan klien akan terungkap. Pendekatan psikologi dapat kita gunakan
untuk mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan
serta sebagai pendekatan untuk memasukkan agama kedalam jiwa, sehingga
korban perkosaan mengerti apa yang akan dilakukannya demi untuk hidup
yang bahagia di dunia maupun di akhirat.
1.6.2. Definisi Operasional
1.6.2.1. Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam
Bimbingan konseling Islam sangat diperlukan oleh remaja yang
menjadi korban perkosaan dalam rangka penyembuhan trauma. Bimbingan
konseling Islam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan
mengarahkan jalan yang terbaik, yang mengantarkan pada kebahagiaan di
dunia dan akhirat dengan menumbuhkan sikap konsisten akan ajaran Islam
yang disertai kesehata mental.
Dalam mengembalikan kondisi normal remaja trauma perkosaan dapat
dilakukan bimbingan konseling Islam dengan cara membantu mengetahui dan
memahami keadaan dirinya sesuai dengan hakekatnya atau mengingatkan
kembali akan fitrahnya, karena dalam keadaan tertentu individu tidak
mengenal atau tidak menyadari dirinya yang sebenarnya. Membantu
15
menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, baik - buruknya, kekuatan -
kelemahannya sebagai sesuatu yang telah ditetapkan Allah, tetapi juga harus
berikhtiar. Atau dapat dikatakan membantu individu tawakal atau berserah
diri pada Allah swt. Membantu memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang
dihadapinya saat ini. Dengan memahami keadaan yang dihadapi dan
memahami sumber masalah, individu akan lebih mudah mengatasi
masalahnya tersebut. Membantu individu menemukan alternatif pemecahan
masalah. Secara Islami, pemecahan masalah yang dianjurkan dalam Al-
Qur’an adalah berlaku sabar, membaca dan memahami Al-Qur’an, serta
berzikir atau mengingat Allah SWT.
1.6.2.2. Remaja Trauma Perkosaan
Perkosaan merupakan pengalaman yang sangat tidak menyenangkan
bagi setiap perempuan. Perkosaan yang dialami oleh remaja berpengaruh
sangat serius pada mereka, ketidakmampuan remaja untuk memahami apa
yang sebenarnya terjadi dapat memunculkan gangguan yang akan terbawa
terus ke masa dewasa.
Korban perkosaan di dalam penelitian ini adalah remaja dengan usia
12-18 tahun (SLTP - SLTA). Remaja yang menjadi korban perkosaan
mengalami penderitaan psikis yang berkepanjangan karena ancaman dan
kekerasan dalam perkosaan membuat mereka trauma. Remaja yang
mengalami trauma perkosaan menunjukkan sikap seperti takut, mimpi buruk
yang membuat mereka terus waspada, mereka juga menghindari orang-orang,
tempat, atau benda-benda yang mengingatkan pada kejadian traumatis dan
16
yang pasti mereka menjadi introvert dan hilang rasa percaya dirinya.
1.6.3. Sumber Data Penelitian
Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk
menyusun suatu informasi (Arikunto, 2006: 118). Sedangkan sumber data
dalam penelitian adalah subyek dimana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006:
129). Menurut sumbernya data penelitian dibagi menjadi:
1.6.3.1. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama dengan
pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi (Azwar,
1998: 91). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah konselor atau
rohaniawan. Data primer yang di peroleh adalah data tentang pelaksanaan
bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban
perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang.
1.6.3.2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak
langsung dari subyek penelitian (Azwar, 1998: 91). Sumber data sekunder
dalam penelitia ini adalah para staff PPT SERUNI, dan sebagai sumber
penunjang adalah buku, arsip, dan dokumen resmi yang ada di PPT SERUNI.
Sumber data sekunder penulis gunakan untuk mencari data yang kaitannya
dengan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban
perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang.
17
1.6.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1.6.4.1. Wawancara
Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara langsung
yaitu data yang diperoleh dengan cara tanya jawab secara lisan dan tatap
muka antara pewancara dengan yang diwawancarai (Bachtiar, 1997: 72).
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan
dan yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,
2006: 135). Dalam hal ini yang diwawancarai adalah konselor dan
rohaniawan serta staf-staf yang ada di PPT SERUNI.
1.6.4.2. Observasi
Metode observasi yang digunakan adalah observasi partisipan yaitu
peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang
mereka ucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka secara langsung
(Saerozi, 2008: 44). Metode observasi digunakan untuk mengetahui kegiatan /
proses pelaksanaan bimbingan konseling Islam kepada remaja, khususnya
dalam menangani trauma perkosaan. Metode observasi yang digunakan
melalui pencatatan yang dilakukan berurutan menurut waktu munculnya
peristiwa untuk memperoleh data tentang situasi dan kondisi, sarana dan
prasarana, waktu dan masa konseling, progam atau kegiatan konseling yang
dilakukan oleh petugas / konselor PPT SERUNI.
18
1.6.4.3. Dokumentasi
Menurut Arikunto (2006: 231) dokumentasi adalah metode mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.
Metode ini digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data dan informasi
tertulis dari informan yang berhubungan dengan masalah penelitian yaitu
remaja trauma perkosaan. Data yang diperoleh tersebut untuk memperkuat
apa yang terdapat dalam lapangan saat wawancara dan observasi.
1.6.5. Teknik Analisis Data
Pendekatan dalam penelitian ini bersifat diskriptif analisis yang
merupakan proses pengambilan sebuah penelitian. Dalam penelitian ini maka
akan digambarkan bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam
menangani remaja trauma perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang.
Metode analisis data menurut Saerozi (2008: 55) adalah proses
pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam kategori dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan pola yang dapat dirumuskan sebagai hipotesa
kerja. Adapun metode yang akan digunakan metode analisis kualitatif -
deskriptif. Analisis kualitatif deskriptif bertujuan untuk menggambarkan
secara sistematik bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam
menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang.
Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu mulai dari lapangan atau
fakta empiris dengan cara terjun kelapangan, mempelajari, menganalisis,
menafsirkan dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan.
19
Analisis data di dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan
proses pengumpulan data.
1.7. Sistematika Skripsi
Untuk mempermudah dalam memahami gambaran secara menyeluruh
tentang skripsi ini, maka penulis akan memberikan sistematika beserta penjelasan
secara garis besar. Bahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, yang satu sama
lainnya berkaitan erat.
Adapun sistematika skripsi sebagai berikut:
1.7.1. Bagian pendahuluan skripsi.
Bagian ini terdiri dari halaman judul, nota pembimbing,
pengesahan, pernyataan, motto, persembahan, abstraksi, kata pengatar,
daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar.
1.7.2. Bagian isi skripsi.
Bagian ini terdiri dari 5 bab, yaitu:
Bab 1: Merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan skripsi.
Bab 2: Landasan teori. Pada bab kedua ini terdiri dari empat sub bab,
yaitu:
A. Bimbingan konseling Islam, yang meliputi: pengertian
bimbingan dan konseling Islam, landasan dan asas bimbingan
20
konseling Islam, tujuan dan fungsi bimbingan konseling
Islam.
B. Remaja, yang meliputi pengertian remaja dan perkembangan
remaja.
C. Pengertian Trauma Perkosaan, yang meliputi: pengertian
perkosaan, dampak dari perkosaan, pengertian trauma, dan
gejala-gejala trauma.
D. Bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja
korban perkosaan. Yang meliputi: pelaksanaan bimbingan
konseling Islam, metode bimbingan konseling Islam dan
materi bimbingan konseling Islam.
Bab 3: Gambaran umum obyek penelitian. Pada bab ini meliputi dua sub
bab, yaitu:
A. Pada sub bab pertama menggambarkan kondisi obyektif PPT
SERUNI yang meliputi latar belakang pendirian PPT
SERUNI, visi misi, macam dan jenis pelayanan, tujuan
pelayanan, prinsip pelayanan, struktur organisasi, data kasus
yang ditangani PPT SERUNI, metode penanganan kasus
perkosaan di PPT SERUNI dan sumber pendanaan oprasional
PPT SERUNI.
B. Pada sub bab kedua berisi tentang diskripsi pelaksanaan
bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja
korban perkosaan di PPT SERUNI yang meliputi proses
21
pelaksanaan bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI,
metode bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI, dan
materi bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI.
Bab 4: Analisis. Bab ini berisi dua sub bab yaitu:
A. Pada sub bab pertama menganalisis pelaksanaan bimbingan
konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban
perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang.
B. Pada sub bab ke dua, manganalisis nilai-nilai dakwah dalam
pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani
trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota
Semarang.
Bab 5: Penutup. Bab ini merupakan rangkaian terakhir dari penulisan
skripsi, yang meliputi kesimpulan, yang berisi jawaban dari
pokok permasalahan, saran-saran sebagai rekomendasi peneliti
kepada PPT SERUNI dan semua pihak yang terkait, dan kata
penutup.
1.7.3. Bagian akhir skripsi.
Terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran dan biodata penulis
sebagai bagian akhir dari skripsi yang akan dibuat.
22
BAB II
BIMBINGAN KONSELING ISLAM, REMAJA, DAN TRAUMA
PERKOSAAN
2.1. Bimbingan Konseling Islam
2.1.1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan konseling Islam pada dasarnya berangkat dari konsep
bimbingan dan konseling. Sehingga untuk memahami bimbingan dan
konseling Islam harus mengetahui pengertian bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari istilah Inggris
guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa Inggris kata guidance berarti:
pimpinan, bimbingan, pedoman, petunjuk. Sedangkan kata counseling berarti:
pemberian nasihat, perembukan, penyuluhan (Echols dan Shadily, 1992: 150
dan 283).
Menurut Walgito (2005: 5) bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam
menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar
individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya.
Ahli lain mengatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang
diberikan kepada seseorang agar berkembang potensi - potensi yang dimiliki
di dalam dirinya sendiri dalam mengatasi persoalan - persoalan, sehingga
dapat menentuka sendiri hidupnya secara bertanggung jawab tanpa harus
23
bergantung kepada orang lain (Gunarsa, 2007: 12). Seperti yang dikutip oleh
Winkel (2006: 29) dari pendapat Rochman Natawidjaja, bahwa bimbingan
adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya,
sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai
dengan tuntunan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
Dengan memperhatikan rumusan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa bimbingan merupakan pemberian bantuan yang diberikan kepada
individu atau kelompok dalam mengatasi berbagai kesulitan di dalam
kehidupannya secara mandiri, dengan tujuan agar individu atau kelompok itu
dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dalam berbagai literatur, bimbingan diuraikan bersamaan dengan
konseling dalam bermacam - macam pengertian. Secara etimologis, istilah
konseling berasal dari bahasa latin yaitu “consilium” yang berarti “dengan”
atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”.
Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan”
yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan” (Prayitno dan Amti, 1999:
99). Dari pengertian tersebut konseling dapat diartikan sebagai proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh
seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami
sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi klien (Priyatno dan Amti, 1999: 105).
24
Menurut Mappiare (1996: 1) konseling (counseling), kadang disebut
penyuluhan karena keduanya merupakan bentuk bantuan. Ia merupakan suatu
proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi
layanan. Ia sekurang - kurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima
layanan, yaitu orang yang sebelumnya merasa ataupun nyata - nyata tidak
dapat berbuat banyak dan setelah mendapat layanan menjadi dapat melakukan
sesuatu.
Dengan demikian, konseling adalah suatu proses pemberian bantuan
kepada individu yang sedang mengalami konflik, hambatan, dan kesulitan
dalam kehidupannya dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi
individu supaya individu tersebut dapat mengatasi permasalahanya.
Mengenai hubungan antara bimbingan dan konseling terdapat banyak
pandangan, salah satunya memandang konseling sebagai teknik bimbingan,
sebagaimana dikemukakan oleh Arthur J. Jones yang dikutip oleh Walgito
(2005: 7), bahwa konseling sebagai salah satu teknik dari bimbingan,
sehingga dengan pandangan ini maka pengertian bimbingan adalah lebih luas
dibandingkan dengan pengertian konseling, dan konseling merupakan bagian
dari bimbingan.
Pendapat lain menyatakan, bimbingan memusatkan diri pada
pencegahan munculnya masalah, sementara konseling memusatkan diri pada
pencegahan masalah yang dihadapi individu. Dalam pengertian lain,
bimbingan sifat atau fungsinya preventif, sementara konseling bersifat kuratif
atau korektif. Dengan demikian bimbingan dan konseling berhadapan dengan
25
obyek garapan yang sama, yaitu problem atau masalah. Perbedaannya terletak
pada titik berat perhatian dan perlakuan terhadap masalah tersebut (Faqih,
2001: 2).
Dalam penelitian ini, bimbingan dan konseling yang dimaksud adalah
yang Islami. Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT untuk menjadi
petunjuk dan pengarah manusia hingga mereka dapat keluar dari kegelapan
kekafiran dan kebodohan menuju cahaya Islam. Pemikiran Islam, baik yang
tampak pada sumber aslinya (Al-Qur‟an dan Sunnah) maupun pada sumber
lainnya, banyak menyinggung masalah bimbingan dan konseling
(pengarahan) atas diri manusia.
Berdasarkan uraian diatas, maka bimbingan Islam adalah proses
pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat (Faqih, 2001: 4). Sedangkan konseling Islam adalah
suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada
individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya
seorang klien dapat mengembangkan potensi akal fikirannya, kejiwaannya,
keimanan dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan
kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang berparadigma
kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW (Adz-Dzaky, 2004: 189).
Dengan demikian bimbingan konseling Islam adalah suatu aktifitas
dalam membina dan menumbuhkan sikap konsisten akan ajaran Islam disertai
dengan kesehatan mental. Selain itu, bimbingan konseling Islam adalah
26
konsep yang mampu mengarahkan manusia menuju jalan yang terbaik, yang
mengantarkan pada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Bimbingan konseling Islam sangat diperlukan oleh remaja yang
menjadi korban perkosaan dalam rangka penyembuhan trauma. Bimbingan
konseling Islam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan
mengarahkan kepada pembebasan dan pelepasan segala ketakutan,
kecemasan serta kegelisahannya.
2.1.2. Landasan dan Azas Bimbingan Konseling Islam
Yang menjadi landasan utama bimbingan dan konseling Islam adalah
Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Sebab keduanya merupakan sumber pedoman
kehidupan umat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini (Depag, 2007: Q.S. Al-Jatsiyah: 20)
Rasulullah bersabda:
مىيز عهً واستىا ابابكز انمسهمىن يع با حيه انغد عمز سمع اوه مانك ابه اوس عه
نزسىنه راهلل ختا فا بعد اما فقال بكز ابً قبم تشهد وسهم عهيه اهلل صهً اهلل رسىل
رسىنكم به اهلل هدي انذي وهذانكتاب عىدكم انذي عهً انذي وسهم عهيه اهلل صهً
نه رسى به اهلل تهتدواواوماهدي وبه فخذ
Dari Anas bin Malik, sesungguhnya dia pernah mendengar Umar pada
pagi itu, ketika orang-orang Islam membaiat Abu Bakar, dan Umar
berada di atas mimbar Rasulullah saw, meminta kesaksian sebelum
Abu Bakar. Umar lantas berkata: “ seterusnya (Ama Ba‟du), maka
Allah swt telah memilih untuk Rasul-Nya saw sesuatu yang ada pada
dirinya atas sesuatu yang ada pada diri kalian. Ini adalah kitab yang
dengannya Allah swt telah menunjukkan Rasul kalian. Maka
27
pegangilah ia tentu kalian akan mendapat petunjuk. Dan sejatinya
dengannya Allah swt menunjukkan Rasul-Nya (Terjemahan Shahih
Bukhari, 1993: 373)
Landasan operasional bimbingan konseling Islam adalah terdapat
dalam Al-Qur‟an surat An-Nahl ayat 125:
Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk (Depag, 2007: QS. An-Nahl: 125)
Ayat diatas menjelaskan bahwa adanya pijakan tentang bagaimana
proses konseling itu agar dapat berlangsung baik dan ayat tersebut berisi
tentang teori atau metode dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik
menuju kepada perbaikan, perubahan, dan pengembangan yang positif dan
membahagiakan (Adz-Dzaky, 2004:191).
Al-Qur‟an dan Al-Hadits merupakan landasan naqliyah. Adapun
landasan lain yang sifatnya aqliyah yaitu filsafat dan ilmu, dalam hal ini
filsafat Islam dan ilmu atau landasan ilmiah yang sejalan dengan ajaran Islam.
Landasan filosofis Islam yang penting artinya bagi bimbingan konseling
Islam antara lain: falsafah tentang dunia manusia (citra manusia), falsafah
tentang dunia dan kehidupan, falsafah tentang pernikahan dan keluarga,
falsafah tentang pendidikan, falsafah tentang masyarakat dan hidup
kemasyarakatan, falsafah tentang upaya mencari nafkah atau falsafah kerja.
28
Sedangkan ilmu-ilmu yang membantu dan dijadikan landasan gerak
operasional bimbingan konseling Islam itu antara lain:
1. Ilmu jiwa (psikologi)
2. Ilmu hukum Islam (syari‟ah)
3. Ilmu kemasyarakatan (sosiologi, antropologi sosial dan sebagainya)
(Faqih, 2001: 5-6)
Dari uraian diatas, Al-Qur'an dan Hadits merupakan basis utama
dalam gerak langkah bimbingan dan konseling Islam. Adapun asas-asas atau
prinsip - prinsip bimbingan konseling Islam terdiri dari:
a. Azas tauhid rububiyyah dan uluhiyyah. Artinya konselor dalam
membantu klien hendaknya mampu membangkitkan potensi iman klien,
dan harus dihindari mendorong klien kearah kemusyrikan.
b. Azas penyerahan diri, tunduk dan tawakal kepada Allah SWT. Artinya
dalam layanan bimbingan hendaknya menyadarkan klien bahwa
disamping berusaha maksimal disertai dengan do‟a, serta menyerahkan
hasil sepenuhnya kepada Allah SWT.
c. Azas syukur. Artinya dalam layanan bimbingan hendaknya diingat
bahwa kesuksesan usaha adalah atas pertolongan dan izin Allah, oleh
sebab itu konselor dan klien harus bersyukur atas sukses yang
dicapainya.
d. Azas sabar. Artinya pembimbing bersama-sama klien dalam
melaksanakan upaya perbaikan atau pengembagan diri harus sabar dalam
29
melaksanakan tuntunan Allah dan menunggu hasilnya sesuai izin Allah
SWT.
e. Azas hidayah Allah SWT. Artinya kesuksesan dalam membimbing pada
dasarnya tidak sepenuhnya hasil upanya pembimbing, tetapi ada sebagian
yang masih tergantung pada hidayah Allah SWT.
f. Azas zikrullah. Artinya guna memelihara hasil bimbingan agar lebih
istiqamah, sebaiknya klien banyak berzikir kepada Allah baik dalam hati,
ucapan dan perbuatan (Sutoyo, 2007: 22-23).
Dalam membantu remaja korban perkosaan berlandaskan pada Al-
Quran dan Sunnah Rasul sebagai rujukan utama karena Alquran adalah
sumber bimbingan, nasehat, dan obat untuk menanggulangi permasalahan-
permasalahan. Prinsip dalam membantu remaja korban perkosaan adalah
lillahita‟ala, yang maksudnya yaitu mengembalikan semua permasalahan
kepada Allah yang disertai dengan sikap tawakal dan syukur pada Allah
SWT.
2.1.3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Konseling Islam
Tujuan bimbingan dirumuskan oleh Gunarsa (2007: 23), yaitu
membantu pertumbuhan dan dalam situasi sesat, membantu seseorang agar
bisa berfungsi untuk menyesuaikan diri dengan peran yang tepat. Gunarsa
(2007: 24-26) juga mengutip perkataan George dan Cristiani, tujuan utama
konseling adalah:
1. Menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku.
2. Meningkatkan ketrampilan untuk menghadapi sesuatu.
30
3. Meningkatkan kemampuan dan menentukan keputusan.
4. Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan.
5. Menyediakan fasilitas untuk mengembangkan kemampuan klien.
Sedangkan menurut Walgito (2005: 7) tujuan proses konseling adalah
pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien dengan kemampuannya sendiri.
Jadi, Tujuan pokok dari kegiatan bimbingan konseling Islam adalah
pemberian bantuan kepada individu agar mampu memecahkan kesulitan yang
dialami dengan menggunakan kemampuannya sendiri atas dorongan dari
kemauan dan ketakwaan kepada Tuhan (Arifin, 1997: 43).
Secara umum tujuan bimbingan konseling Islam adalah membantu
individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya (insan kamil) agar
mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Secara khusus adalah membantu
individu atau kelompok sebagai Mursyad bih (klien) keluar dari masail
(masalah-masalah yang dihadapi), sehinga memiliki kemampuan untuk
mengembangkan diri, memahami diri, menerima serta mengerahkan diri ke
arah yang optimal (Arifin, 1997: 2).
Seperti juga pendapat Adz-Dzaky (2004: 221), bahwa tujuan umum
bimbingan konseling Islam itu dapat dirumuskan sebagai membantu individu
mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan khususnya yaitu:
1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan
kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai
31
(muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan
pencerahan taufik dan hidayah (mardhiyah).
2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan
tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri,
lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial dan
alam sekitarnya.
3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga
muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-
menolong dan rasa kasih sayang.
4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga
muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada
Tuhan-Nya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan
menerima ujian-Nya.
5. Untuk menghasilkan potensi Illahiyah, sehingga dengan potensi itu
individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan
benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup,
dan dapat memberikan manfaat dan keselamatan bagi lingkungannya
pada berbagai aspek kehidupan.
Melihat pentingnya bimbingan dan konseling Islam, maka tujuanya
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tujuan khusus dan tujuan umum.
Tujuan umum bimbingan konseling Islam adalah untuk membantu individu
mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat. Tujuan khusus bimbingan konseling Islam
32
adalah untuk membantu agar tidak menghadapi masalah, membantu individu
mengatasi masalah yang sedang dihadapi dan membantu individu memelihara
dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar
tetap baik atau lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi
dirinya dan orang lain (Faqih, 2001: 36-37).
Melihat tujuan di atas, maka bimbingan dan konseling Islam memiliki
orientasi dunia dan akhirat. Dengan bimbingan konseling Islam diharapkan
remaja korban perkosaan kembali percaya diri, dapat konsisten dalam
menjalankan perintah Allah yang disertai dengan kesehatan jiwa.
Dari tujuan bimbingan konseling Islam tersebut, dapat dirumuskan
fungsi (kelompok tugas atau kegiatan sejenis) bimbingan dan konseling Islam
yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Preventif
Fungsi preventif atau pencegahan dalam Konseling Islam
diharapkan dapat menghasilkan atau terhindarnya klien dari berbagai
permasalahan yang mungkin timbul yang dapat mengganggu,
menghambat, atau menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian
tertentu dalam proses perkembangan yang sedang atau sudah dialami
oleh klien (Hallen, 2002: 60). Adapun usaha yang dapat ditempuh
dalam fungsi preventif ini di antaranya melalui bimbingan dan
penyuluhan tentang perlindungan diri, sehingga remaja yang belum
mengalami atau menjadi korban dapat mengantisipasi adanya
kejahatan perkosaan. Program pencegahan ini dikembangkan melalui
33
sikap positif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, hidup
dan kehidupan, keterampilan hidup serta kemampuan pemecahan
masalah.
2. Fungsi Kuratif
Fungsi kuratif ini untuk membantu individu memecahkan
masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya, baik secara sifat
maupun bentuknya (Faqih, 2001 : 6). Langkah dalam fungsi kuratif ini
adalah memotivasi korban perkosaan dengan mengatasi rasa takut
yang menciptakan tekanan, kepanikan, tidak ada kepercayaan diri, dan
kecemasan dengan cara membangun rasa percaya diri sehingga
individu percaya pada diri sendiri serta menumbuhkan pikiran positif
agar mendominasi pikiran si korban bahwa dirinya berharga, dirinya
kuat, dan merasa aman, bisa menangani semua rintangan yang
menghadang untuk menuju penyembuhan diri, dan tahu masa depan
pasti akan memberi kesempatan.
3. Fungsi Development
Fungsi development atau pengembangan adalah membantu
individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang
telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak
memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah bagi klien (Faqih,
2001: 37). Dengan fungsi ini, klien yang sudah sembuh atau baru
dalam tahap penyembuhan dapat mengembangkan diri dari gangguan
traumatis, atau paling tidak klien tidak lebih parah kondisinya dalam
34
gangguan traumatis. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan mengajak
klien berpikir lebih dalam berbusana, atau dengan jalan menyarankan
pada diri klien supaya tidak terpengaruh dan tidak mudah percaya
kepada orang lain.
Sedangkan fungsi bimbingan konseling secara umum adalah sebagai
fasilitator dan motivator dalam upaya mengatasi dan mencegah problema
kehidupan klien dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Fungsi ini
dijabarkan:
Tugas kegiatan bersifat preventif (pencegahan) terhadap acaman
gangguan mental, spiritual dan environment (lingkungan) yang
menghambat, mengancam atau yang menentanng proses perkembangan
hidup klien, juga dijabarkan dalam kegiatan pelayanan yang bersifat
represif (kuratif atau penyembuhan) terhadap segala bentuk penyakit
mental spiritual atau fisikal client degan cara melakukan referral
(pelimpahan) kepada para ahlinya, misalnya ahli kedokteran jiwa
(psychiater), ahli jiwa (psycholog) atau ahli kedokteran umum (dokter
kesehatan), ahli psychotherapy dan sebagainya (Arifin, 1997: 23)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa bimbingan dan
konseling Islam mempunyai fungsi untuk membantu individu dalam
menghadapi masalah, keluar dari masalah dan tidak menimbulkan masalah
yang baru. Dengan kata lain, mampu membantu remaja korban perkosaan
mengatasi masalahnya dan menemukan pola hidup yang baru yang lebih baik,
yaitu dengan pola orientasi kehidupan dunia dan akhirat.
35
2.2. Remaja
2.2.1. Pengertian Remaja
Secara etimologi, remaja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin (Depdiknas, 2002:
944). Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan masa remaja,
antara lain: puberteit, adolescentia dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering
dikatakan dengan pubertas atau remaja. Dalam berbagai macam kepustakaan
istilah - istilah tersebut tidak selalu sama uraiannya. Apabila melihat asal kata
istilah-istilah tadi, maka akan diperoleh:
a. Puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa Latin:
pubertas. Pubertas berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi
oleh, sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian.
b. Adolescentia berasal dari kata Latin: adulescentia. Dengan
adulescentia dimaksudkan masa muda, yakni antara 17 dan 30 tahun
(Gunarsa, 2007: 4).
Secara terminologi, para ahli merumuskan masa remaja dalam
pandangan dan tekanan yang berbeda, di antaranya:
1. Menurut Papalia (2004: 387), remaja (adolescence) dinyatakan
sebagai:
“developmental transition between childhood and adulthood entailing
major physical, cognitive, and psychosocial changes”.
2. Menurut Shertzer and Stone (1971: 2), menyatakan
“ the adolescence as used in this context reveres to the transitional
periode between childhood and maturity. It is also used to denote the
phsical, psychological, and social development that take place”.
36
3. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health
Organization) remaja adalah
suatu masa ketika: (a) individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia
mencapai kematangan seksual; (b) individu mengalami perkembangan
psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; (c)
terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2005: 9).
4. Menurut Piaget yang dikutip oleh Ali moh dan Moh Asrori (2009: 9),
yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia
dimana individu menjadi terintegrsi ke dalam masyarakat dewasa,
suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah
tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau sejajar.
5. Menurut Rofiq (2005: 57), masa remaja adalah masa Time Transition
(perpidahan) dari masa anak ke masa dewasa. Periode ini oleh para
ahli psikologi digambarkan sebagai periode yang penuh dengan
tekanan dan ketegangan (stress and strain), karena pertumbuhan
kematangannya baru hanya pada aspek fisik sedang psikologisnya
masih belum matang.
Dalam Islam, masa remaja berarti mulainya masa akil baligh. Keadaan
fisik, kognitif, dan psikososial remaja berbeda dengan keadaan pada tahap
perkembangan lain. Karena sudah baligh, mereka menanggung kewajiban
beribadah wajib. Kewajiban menunaikan ibadah ini ditunjang oleh perubahan
raga yang makin menguat dan besar, sekresi hormon baru, dan perubahan
taraf berfikir mereka. Namun kematangan organ internal tubuh mereka tidak
37
serta merta membuat mereka lebih matang perasaan dan pemikirannya
(Mahfiana, 2009: 13).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa dari segi psikologis, remaja berada dalam masa peralihan dari masa
anak-anak menuju dewasa. Mereka dalam masa kematangan fisik namun
secara psikis meraka masih belum matang. Sehingga mereka memerlukan
orang lain dalam membentuk jati diri mereka atas tujuan hidup mereka.
2.2.2. Perkembangan Remaja
Perkembangan dapat diartikan sebagai the progressive and continuous
change in the organism from birth to death (suatu perubahan yang progresif
dan kontinu dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati). Perkembangan
dapat juga diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu
atau organisme menuju tingkat kedewasaannya dan kematangannya
(maturation) yang berlangsung secara sistematis (saling kebergantungan atau
saling mempengaruhi antara bagian-bagian organism dan merupakan suatu
kesatuan yang utuh), progresif (bersifat maju, meningkat dan mendalam baik
secara kuantitatif maupun kualitatif) dan berkesinambungan (secara
beraturan, berurutan, bukan secara kebetulan) menyangkut fisik maupun
psikis (Hartati, 2005: 13).
Perkembangan berkaitan erat dengan pertumbuhan. Dengan adanya
pertumbuhan maka pada saatnya anak akan mencapai kematangan. Perbedaan
antara pertumbuhan dengan kematangan adalah pertumbuhan menunjukan
perubahan biologis yang bersifat kuantitatif sedangkan kematangan
38
menunjukan perubahan yang bersifat kualitatif. Pertumbuhan dan kematangan
merupakan proses yang saling berkaitan dan keduanya merupakan perubahan
yang berasal dari dalam diri anak (Ali M, 2009: 11).
Untuk mendapatkan gambaran pertumbuhan manusia dari masa
kanak-kanak hingga remaja, Sujanto (1996: 1) membagi tahapan sebagai
berikut: Pertama, masa Kanak-kanak, yaitu sejak lahir sampai 5 tahun Kedua,
masa Anak, yaitu umur 6 sampai 12 tahun Ketiga, masa Pubertas, yaitu umur
13 tahun sampai kurang lebih 18 tahun bagi anak putri dan sampai umur 22
tahun bagi anak putra Keempat, masa Adolesen, sebagai masa transisi ke
masa dewasa.
Menurut Mappiare (1982: 24–25) sebagaimana mengutip Elizabeth
B.Hurlock bahwa jika dibagi berdasarkan bentuk-bentuk perkembangan dan
pola-pola perilaku yang nampak khas bagi usia-usia tertentu, maka rentangan
kehidupan terdiri atas sebelas masa yaitu: masa Prenatal: Saat konsepsi
sampai lahir. Masa neonatal: Lahir sampai akhir minggu kedua setelah lahir.
Masa bayi: Akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua. Masa kanak-
kanak awal: Dua tahun sampai enam tahun. Masa kanak-kanak akhir: Enam
tahun sampai sepuluh atau sebelas tahun. Pubertas / preadolescence: Sepuluh
atau dua belas tahun sampai tiga belas atau empat belas tahun. Masa remaja
awal: Tiga belas atau empat belas tahun sampai tujuh belas tahun. Masa
remaja akhir: Tujuh belas tahun sampai dua puluh satu tahun. Masa dewasa
awal: Dua puluh satu tahun sampai empat puluh tahun. Masa setengah baya:
39
Empat puluh sampai enam puluh tahun. Masa tua: Enam puluh tahun sampai
meninggal dunia.
Dalam pembagian usia menurut Sujanto dan Hurlock di atas, terlihat
jelas rentangan usia remaja antara 13-21 tahun; yang dibagi pula dalam masa
remaja awal usia 13/14 tahun sampai 17 tahun, dan remaja akhir 17 tahun
sampai 21 tahun. Y. Byl yang dikutip Ahmadi (2004: 47) membagi fase anak
sebagai berikut: Fase bayi 0,0 - 0,2. Fase tetek 0,2 - 1,0. Fase pencoba 1,0 -
4,0. Fase menentang 2,0 - 4,0. Fase bermain 4,0 - 7,0. Fase sekolah 7,0 - 12,0.
Fase pueral 11,0 - 14,0. Fase pubertas 15,0 - 18,0.
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, ada 3 tahap perkembangan
remaja:
1. Remaja awal (early adolescence). Seorang remaja pada tahap ini masih
terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya
sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu.
Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan
jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja
oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-
lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap "ego"
menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang
dewasa.
2. Remaja madya (middle adolescence). Pada tahap ini remaja sangat
membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang
menyukainya. Ada kecenderungan "narcistic", yaitu mencintai diri sendiri,
40
dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan
dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak
tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau
sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya.
Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipoes complex (perasaan
cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat
hubungan dengan kawankawan dari lain jenis.
3. Remaja akhir (late adolescence). Tahap ini adalah masa konsolidasi
menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu:
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
dalam pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang
lain.
e. Tumbuh "dinding" yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2003: 24-25).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
secara teoritis dan empiris dari segi psikologis, rentangan usia remaja berada
dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22
tahun bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal dan remaja akhir, maka remaja
41
awal berada dalam usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan remaja dalam
usia akhir dalam rentangan usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun.
2.3. Trauma Perkosaan
2.3.1. Pengertian Trauma
Trauma psikologi atau biasa disebut PTSD (Post Traumatic Stress
Disorder) menurut Reenberg (2006: 49) adalah suatu kondisi yang dialami
seseorang yang pernah mengalami kejadian fisik atau psikologis yang extrim
yang dianggap sebagai kesedihan utama. Dalam kamus psikologi, trauma
adalah pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan
yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun
psikologis (Sudarsono, 1997: 231).
Menurut ahli lain, trauma merupakan reaksi fisik dan psikis yang
bersifat stres buruk akibat suatu peristiwa, kejadian atau pengalaman
spontanitas atau mendadak (tiba-tiba) yang membuat individu terkejut, kaget,
menegangkan, shock, tidak sadarkan diri, dan sebagainya yang tidak mudah
hilang begitu saja dalam ingatan manusia. Sedangkan James Drever
mengatakan trauma adalah setiap luka, kesakitan atau shock yang terjadi pada
fisik dan mental individu yang berakibat timbulnya gangguan yang serius.
Menurut Sarwono, trauma adalah sebagai pengalaman yang tiba-tiba,
mengejutkan, dan meninggalkan bekas (kesan) yang mendalam pada jiwa
seseorang yang mengalaminya (http:safwankita.wordpress.com 2010/10/31/
trauma-deteksi-diri-penanganan-awal-di-realitas-sosial//).
42
Dari pendapat-pendapat yang berbeda ini, dapat dikatakan bahwa
trauma merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan atau buruk yang
datang secara spontanitas (tiba-tiba) yang mempengaruhi kehidupan individu
dan mengganggu kejiwaan individu sehingga membuat individu tidak dapat
mengendalikan dirinya. Hidup mereka juga tidak lagi normal seperti
biasanya, mereka tidak sepenuhnya lepas dari pengalaman traumatis.
2.3.2. Gejala-gejala Trauma
Seseorang mengembangkan trauma adalah akibat respon terhadap
sebuah kejadian yang mengerikan, baik yang dialami sendiri atau dialami
orang lain yang disaksikan. Tidak semua orang yang mendapat pengalaman
traumatis akan mengembangkan trauma. Karena masing-masing orang
memiliki daya tahan yang berbeda-beda. Beberapa orang mengalami gejala
trauma segera setelah pengalaman buruk itu terjadi. Sementera yang lainnya
ada yang baru mengalaminya setelah beberapa bulan dan bahkan beberapa
tahun. Ada yang cepat kembali ke keadaan normal, mengalaminya sekali-kali,
dan ada juga yang menderita karenanya selama bertahun-tahun (Christian,
2005: 59).
Seseorang yang mendapat pengalaman traumatis akan
memperlihatkan beberapa gejala dan kombinasinya seperti:
1. Memutar kembali peristiwa traumatis; seseorang yang mengalami
trauma sering merasa peristiwanya terulang kembali. Hal ini disebut
flashback, atau menghidupkan kembali peristiwa. Gejala ini sering
43
menyebabkan seseorang kehilangan ”saat sekarang” dan bereaksi
seolah-olah mereka mengalaminya seperti awal trauma terjadi.
2. Penghindaran; seseorang yang mengalami trauma berusaha untuk
menghindari segala sesuatu yang mengingatkan mereka kembali pada
kejadian traumatis. Mereka mungkin akan menghindari orang-orang,
tempat, benda-benda yang mengingatkan termasuk juga bersikap
dingin untuk menghindari rasa sakit, perasaan yang berlebihan.
Membekukan pikiran dan perasaan disebut juga ”disasociation” dan
merupakan karakteristik trauma.
3. Pelampiasan; seseorang yang menderitaan trauma kadang
mengkonsumsi obat-obatan penenang atau alkohol atau rokok untuk
menghindari ingatan-ingatan dan perasaan yang berhubunga dengan
trauma (http://www.hipnoterapi.asia/trauma.htm//).
4. Kekebalan emosional; merasa terpisah, kurang-nya emosi (terutama
yang positif), dan kehilangan minat pada kegiatan.
5. Peningkatan sensifitas; kesulitan tidur dan konsentrasi, gampang
marah, selalu waspada/tegang, mudah terpicu berlebihan (Christian,
2005: 59).
2.3.3. Pengertian Perkosaan
Perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak
bersama, dipaksakan oleh satu pihak pada pihak lainnya (Luhulima, 2000:
24). Menurut Dr. Nina Surtiretna (2006: 94) perkosaan adalah bersetubuh
dengan cara memaksa atau melakukan tindak kekerasan dan bertentangan
44
dengan kehendak sang korban. Sedangkan menurut Dr. Boyke (2010: 217)
perkosaan adalah tindak kejahatan terhadap orang lain biasanya dilakukan
oleh laki-laki, yang berusaha melakukan hubungan seksual dengan orang lain,
biasanya seorang perempuan dan bertentangan dengan kehendak korbannya.
Korban perkosaan mengalami penyiksaan fisik yang berbekas berupa luka,
goresan, memar, atau tanda-tanda lain disekitar tubuh terutama disekitar
daerah kemaluan korban.
Perkosaan disebut juga tindakan pseudo-seksual, yaitu merupakan
perilaku seksual yang tidak selalu dimotivasi dorongan seksual sebagai
motivasi primernya, melainkan berhubungan dengan penguasaan dan
dominasi, agresi dan perendahan pada satu pihak (korban) oleh pihak lainnya.
Pada banyak kasus perkosaan, ekspresi kemarahan, keinginan menguasai dan
melumpuhkan, serta keinginan menghukum dan merendahkan lebih dominan
daripada dorongan seksualnya sendiri, yang semuanya dimanifestasikan
dalam tindakan agresi seksual (Luhulima, 2000: 24).
Ahli lain menyebutkan perkosaan selalu didorong oleh nafsu seks
yang sangat kuat dan dibarengi oleh emosi yang tidak matang, serta terdapat
unsur-unsur kekejaman dan sifat sadisme (Semium, 2007: 55).
Mitos-mitos yang dinyakini berkenaan dengan perkosaan adalah: (1)
korban mem„provokasi‟ atau mengundang kejadian perkosaan itu, yang
artinya perempuan baik-baik tidak akan mengalami perkosaan; (2) perempuan
dapat menghindari terjadinya perkosaan; (3) hanya perempuan-perempuan
tertentu yang akan diperkosa (misalnya perempuan muda dan cantik,
45
perempuan yang mengundang); (4) perkosaan hanya terjadi didaerah asing
dan di malam hari; (5) perkosaan dilakukan oleh orang sakit atau kriminal;
(6) laki-laki baik-baik tidak akan memperkosa kecuali karena adanya
undangan atau ranyuan dari perempuan itu sendiri; (7) perempuan sering
mengaku diperkosa untuk membalas dendam, mendapat santunan, atau
karena ia mempunyai karakteristik kepribadian ingin mencari perhatian dan
histrionik; (8) perkosaan terjadi karena pelaku tidak dapat mengendalikan
impuls-impuls seksualnya (Luhulima, 2000: 25).
Namun realita menunjukkan bahwa perkosaan dapat dilakukan pada
siapa saja, dan oleh siapa saja, baik oleh orang yang dikenal maupun oleh
orang yang tidak dikenal. Tidak jarang perkosaan dilakukan oleh orang yang
dikenal dan dalam hubungan dekat dengan korban (ayah, pacar, suami,
saudara, dan lain sebagainya). Perkosaan yang dilakukan oleh orang yang
dikenal korban biasanya terjadi secara berulang, tetapi jarang dilaporkan
karena posisi korban yang serba salah. Sementara perkosaan oleh kelompok
lebih sering korban tidak mengenal pelaku.
2.3.4. Dampak dari Perkosaan
Perkosaan adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan bagi
setiap wanita. Perkosaan yang dialami oleh remaja berpengaruh sangat serius,
di satu sisi remaja mengalami hal-hal yang menakutkan dan menjadi teror
sepanjang hidupnya. Di sisi lain, remaja mengalami perasaan nikmat yang
mengakibatkan kecanduan terhadap seksual. Masalah seksual tabu untuk
dibicarakan, remaja tidak memahami apa yang terjadi padanya secara sehat.
46
Ketidakmampuan remaja untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dapat
memunculkan gangguan yang akan terbawa terus ke masa dewasa. Reaksi
yang ditampilkan setelah kejadian perkosaan menurut Luhulima (2000: 25)
adalah:
1. Fase akut (segera setelah serangan terjadi): korban menghayati shock
dan rasa takut yang sangat kuat, kebingungan dan disorganisasi (tidak
mengerti apa yang sesungguhnya terjadi), serta rasa lelah dan
kelemahan intens. Karena itu, korban tidak dapat menjelaskan secara
rinci dan tepat apa yang telah terjadi, misalnya siapa dan bagaimana
cirri-ciri pelaku secara detail, apa saja yang dilakukan pelaku dan
sebagainya.
2. Fase kedua (adaptasi awal): korban menghayati berbagai emosi
negatif seperti pemberontakan, rasa marah, ketakutan, terhina, malu,
mual dan jijik yang pada saat berikutnya dapat ditanggapi dengan
represi dan pengingkaran (upaya untuk menutup pengalaman
menyakitkan, menolak mengingat lagi) atau meminimalisasi
(menganggap yang terjadi bukan sesuatu yang serius, tidak separah
yang dibayangkan). Karena itu ada sebagian korban yang tampil
tenang dan dingin tanpa penghayatan emosi. Namun ada korban yang
menampilkan ekspresi emosi sangat kuat (banyak menangis dan
eksplosif).
3. Fase reorganisasi jangka panjang: fase ini dapat berlangsung bertahun-
tahun, ditandai dengan upaya korban untuk keluar dari trauma yang
47
dialami, dan sungguh-sungguh menerima apa yang terjadi sebagai
suatu fakta yang memang terjadi. Namun tidak jarang korban masih
menampilakan ciri-ciri depresi, mengalami mimpi-mimpi buruk atau
kilas balik kejadian, korban mengalami hambatan dalam hubungan
dengan lawan jenis. Tidak jarang pula terjadi gangguan dalam fungsi
dan aktivitas seksual, misalnya ketakutan pada seks, hilangnya gairah
seksual, dan ketidakmampuan menikmati hubungan seksual.
Remaja yang menjadi korban perkosaan akan mengalami penderitaan
fisik dan psikis sekaligus. Penderitaan fisik berupa kerusakan organ intim,
penularan penyakit seksual, dan hamil diluar nikah. Sedangkan Penderitaan
psikis biasanya korban akan merasa malu luar biasa karena dianggap sebagai
aib keluarga dan dijadikan bahan pembicaraan masyarakat, bahkan korban
perkosaan akan mengalami trauma luar biasa. Bahkan mereka dapat
menganggap seks adalah sesuatu yang menjijikan, mengerikan, dan
menakutkan. Selain itu individu yang pernah menjadi korban perkosaan,
berpotensi menjadi kecanduan terhadap seks (Magdalena, 2010: 24-25).
Beberapa hal yang dapat terjadi pada remaja korban perkosaan adalah:
1. Remaja mengembangkan pola adaptasi dan keyakinan-keyakinan
keliru sesuai dengan sosialisasi yang diterimanya. Misalnya remaja
menganggap wajar perilaku orang dewasa sedemikian rupa, meniru
tindakan yang dilakukan padanya. Yang sering terjadi adalah self-
blame, yaitu merasa bersalah, merasa menjadi penanggungjawab
kejadian yang dialaminya, menganggap dirinya aneh dan terlahir sial
48
(misal: sudah dikutuk untuk selalu mengalami hal buruk dan
menyusahkan orang lain dan sebagainya).
2. Remaja merasa dikhianati. Bila pelaku perkosaan adalah orang dekat
dan dipercaya, apalagi orang tua sendiri, remaja akan
mengembangkan perasaan dikhianati dan akhirnya menunjukan
ketakutan dan ketidakpercayaan kepada orang lain dan kehidupan
pada umumnya. Hal ini berdampak pada kemampuan sosialisasi,
kebahagiaan dan hampir semua dimensi kehidupan psikologis pada
umumnya.
3. Stigmatisasi: di satu sisi masyarakat yang mengetahui sejarah
kehidupan remaja akan melihatnya dengan kaca mata berbeda,
misalnya dengan rasa kasihan sekaligus merendahkan atau
menghindarinya. Di sisi lain remaja mengembangkan gambaran
negatif tentang diri sendiri. Remaja merasa malu dan rendah diri, dan
yakin bahwa yang terjadi pada dirinya adalah karena ada sesuatu yang
memang salah dengan dirinya.
4. Traumatisasi seksual: pemaparan pengalaman seksual terlalu dini,
juga yang terjadi secara salah, dapat berdampak pada munculnya
trauma seksual. Trauma seksual dapat berupa inhibisi seksual, yakni
hambatan untuk dapat tertarik dan menikmati seks, atau berupa
dishinbisi seksual, yakni obsesi dan perhatian berlebihan pada aktifitas
atau hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seks (Luhulima, 2000:
41-42).
49
2.4. Bimbingan Konseling Islam dalam menangani trauma remaja koban
perkosaan
2.4.1. Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam
Trauma merupakan gangguan psikis karena suatu peristiwa yang
datangnya spontanitas dan meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa
sehingga dapat menjadikan stres serta mempengaruhi kehidupannya. Remaja
yang menjadi korban perkosaan mengalami penderitaan fisik dan psikis
sekaligus. Gejala-gejala yang ditunjukkan remaja korban perkosaan biasanya
berupa mimpi buruk, menjadi introvert, ketakutan, kecemasan, merasa
bersalah, menganggap hina dirinya sendiri serta hilangnya kepercayaan pada
diri sendiri dan orang lain.
Oleh karena itu betapa pentingnya bimbingan konseling Islam bagi
remaja yang menjadi korban perkosaan dalam rangka penyembuhan trauma.
Adapun proses bimbingan konseling Islam yang dapat dilakukan dengan
pendekatan keagamaan, yaitu sebagai berikut:
1. Membantu mengetahui dan memahami keadaan dirinya sesuai dengan
hakekatnya atau mengingatkan kembali akan fitrahnya, karena dalam
keadaan tertentu individu tidak mengenal atau tidak menyadari dirinya
yang sebenarnya.
2. Membantu menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, baik-
buruknya, kekuatan-kelemahannya sebagai sesuatu yang telah ditetapkan
Allah, tetapi juga harus berikhtiar. Atau dapat dikatakan membantu
individu tawakal atau berserah diri pada Allah swt.
50
3. Membantu memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang dihadapinya saat
ini. Dengan memahami keadaan yang dihadapi dan memahami sumber
masalah, individu akan lebih mudah mengatasi masalahnya tersebut.
4. Membantu individu menemukan alternatif pemecahan masalah. Secara
Islami, pemecahan masalah yang dianjurkan dalam Al-Qur‟an adalah
berlaku sabar, membaca dan memahami Al-Qur‟an, serta berzikir atau
mengingat Allah swt.
5. Membantu individu mengembangkan kemampuan untuk mengantisipasi
masa depan, sehingga mampu memperkirakan kemungkinan yang akan
terjadi berdasarkan keadaan sekarang. Pengalaman masa lalu merupakan
cermin untuk meneropong masa depan; mana yang baik (membawa
manfaat) dan mana yang tidak baik (membawa mudarat) (Faqih, 2001: 37 -
43).
Dengan bimbingan konseling Islam diharapkan remaja korban
perkosaan dapat pulih dari rasa trauma yang dialami serta membantunya
dalam menghadapi masalah. Selain itu, dengan bimbingan konseling Islam
diharapkan remaja korban perkosaan dapat konsisten dalam menjalankan
perintah Allah.
Remaja korban perkosaan mengalami keterguncangan jiwa, yang
semuanya itu tampak dari perilakunya yang didominasi dengan perasaan
khawatir, putus asa ataupun perilaku menyimpang lainnya maka dapat
dilakukan konseling Islam dengan langkah-langkah:
1. Membangun hubungan yang kuat dan baik yang didasari dengan saling
51
menghargai, membuka diri dan juga saling percaya antar konselor dengan
klien.
2. Konselor membantu klien dalam mengenali permasalahan yang sedang
dihadapi dan menelaah pikiran klien dalam menyikapi permasalahannya
dan penyebab permasalahan tersebut, hingga klien dapat menyadari hal
tersebut. Proses pengakuan atau kesadaran klien akan permasalahan yang
sedang dihadapi, dapat membantu klien dalam menjernihkan jiwanya yang
sedang bimbang dan penuh dengan keterguncangan.
3. Menawarkan tobat. Hal ini dilakukan setelah klien mencapai kesadarannya
dan dapat menyelesaikan permasalahannya dengan segala penyebab dan
hasilnya. Karena tobatlah yang mampu menyucikan jiwanya dan
membebaskannya dari perasaan bersalah.
4. Mengajarkan kembali akan ajaran-ajaran agama yang benar kepada klien,
menerangkan tujuan dari eksistensinya di dunia dan membantunya dalam
membentuk pikiran, nilai dan kecenderungan yang sejalan dengan nilai-
nilai syar‟i (Az-Zahrani, 2005: 34-35).
2.4.1. Metode Bimbingan Konseling Islam
Sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam mengadakan
bimbingan konseling Islam bagi penyembuhan trauma remaja korban
perkosaan maka diperlukan metode yang dapat digunakan demi terlaksananya
bimbingan yang baik. Metode bimbingan konseling Islam dapat
diklasifikasikan berdasarkan dari segi komunikasi. Pengelompokannya yaitu:
pertama, metode komunikasi langsung atau disebut metode langsung, dan
52
kedua, metode komunikasi tidak langsung atau metode tidak langsung, maka
untuk lebih jelasnya akan dikemukakan secara rinci metode bimbingan dan
konseling Islam ini menurut Faqih sebagai berikut:
1. Metode langsung. Metode langsung (metode komunikasi langsung)
adalah metode dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung
(bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya dengan
menggunakan metode individual:
a. Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog langsung
tatap muka dengan pihak yang dibimbing.
b. Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing mengadakan
dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien
sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan
lingkungannya.
c. Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing / konseling
jabatan, melakukan percakapan individual sekaligus mengamati
kerja klien dan lingkungannya.
2. Metode tidak langsung. Metode tidak langsung (metode komunikasi
tidak langsung) adalah metode bimbingan/ konseling yang dilakukan
melalui media komunikasi masa. Hal ini dapat dilakukan secara
individual maupun kelompok bahkan massal.
a. Metode individual, yakni melalui surat menyurat dan telepon, dan
sebagainya.
53
b. Metode kelompok/massal yakni melalui papan bimbingan, melalui
surat kabar/majalah, brosur, radio (media audio), dan televisi
(Faqih, 2001: 55).
3. Metode kelompok. Metode kelompok adalah pembimbing melakukan
komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. Hal ini dapat
dilakukan dengan diskusi kelompok, karyawisata, sosiodrama dan
psikodrama (Faqih, 2001: 54).
Berbagai macam metode memiliki kekhususan dan pengaruh terhadap
jiwa yang berbeda-beda. Seorang konselor harus mampu memilih metode
yang sesuai dengan keadaan klien, dimana metode yang diambil bersumber
dari Al-Qur‟an dan Sunnah, serta mengambil model yang diterapkan oleh
Rasulullah (Az-Zahrani, 2005: 37). Islam banyak mempergunakan metode
konseling diantaranya sebagai berikut:
1. Metode keteladanan
Digambarkan dengan suri teladan yang baik, sebagaimana firman
Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah
(Az-Zahrani, 2005: 26).
2. Metode penyadaran
Menggunakan ungkapan-ungkapan nasihat dan juga janji dan
ancaman. Allah berfirman dalam surat al-Hajj ayat 1-2:
54
Artinya: (1.) Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian
yang sangat besar (dahsyat). (2.) (ingatlah) pada hari (ketika) kamu
melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui
anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala
wanita yang hamil, dan kamu Lihat manusia dalam Keadaan mabuk,
Padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu
sangat kerasnya (Az-Zahrani, 2005: 27).
3. Metode penalaran logis
Berkisar tentang dialog dengan akal dan perasaan individu,
sebagaimana firman Allah dalam surah al-Hujaraat ayat 12:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-
sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang
(Az-Zahrani, 2005: 27).
4. Metode kisah
Al-qur‟an merangkum banyak kisah para nabi serta dialog yang terjadi
antara mereka dengan umatnya. Kisah-kisah ini bisa dijadikan contoh
dan model yang mampu menjadi penjelas akan perilaku yang
55
diharapkan, hingga bisa dibiasakan, dan juga perilaku yang tercela
hingga bisa dihindarkan (Az-Zahrani, 2005: 27).
2.4.2. Materi Bimbingan Konseling Islam
Materi bimbingan Islam pada dasarnya bersumber pada Al-Qur‟an
dan Hadits. Materi yang disampaikan bertujuan untuk memberikan bimbingan
atau pengajaran ilmu yang bersumber pada ayat Al-Qur‟an dan Hadits. Materi
bimbingan baik dari Al-Qur‟an maupun Hadits yang sesuai untuk
disampaikan kepada pasien diataranya mencakup akidah, akhlaq, ukhuwah,
pendidikan, dan amar ma‟ruf nahi mungkar. Sebagaimana yang dikemukakan
Sanwar (1985: 74), materi bimbingan merupakan ajakan, gerakan, dan ide
gerakan untuk mencapai tujuan. Isi ajakan itu dimaksudkan agar manusia mau
menerima dan memahami serta mengikuti ajaran tersebut sehingga ajaran
Islam ini benar - benar diketahui, dipahami, dihayati, dan selanjutnya
diamalkan sebagai pedoman hidup dalam kehidupanya. Semua ajaran Islam
tertuang dalam wahyu yang diterima oleh Rasul yang perwujudannya
terkandung dalam Al-Qur‟an dan Sunnah (Abidin, 2003: 60). Materi pokok
bimbingan yang diberikan meliputi:
1. Materi Aqidah
Aqidah yang bersifat keyakinan batin menyangkut masalah-masalah yang
erat hubungannya dengan rukun iman. Hal ini menjadi landasan yang
fundamental dalam keseluruhan aktifitas seorang Muslim, baik
menyangkut sikap, mental, maupun tingkah lakunya.
56
2. Materi Ibadah
Tujuan utama pemberian materi praktek ibadah adalah untuk mengetahui
kemampuan dan keaktifan klien dalam mengaplikasikan meteri ibadah
yang telah diterima. Materi ini tepat sekali disampaikan karena dapat
dijadikan sebagai evaluasi terhadap kemampuan dan keaktifan klien dalam
menjalankan ibadah, seperti shalat, dzikir, dan doa sehari-hari. Sekaligus
menjadi barometer sejauhmana pelaksanaan ibadah yang selama ini
dilakukan, selanjutnya diperbaiki jika ada kekeliruan oleh pembimbing.
3. Materi Akhlak
Materi akhlak yang diberikan berkaitan dengan dua hal yaitu akhlak selaku
hamba kepada Tuhannya dan akhlak sebagai manusia terhadap manusia
yang lain. Akhlak selaku hamba pada Allah dalam beribadah harus
dilandasi sikap khusyu‟ dan ikhlas semata-mata hanya karena Allah.
Sedang akhlak yang berkaitan dengan sesama manusia bertujuan agar
seseorang memiliki budi pekerti yang luhur dan rasa sosial yang tinggi
agar mereka selalu menghormati orang tua dan mengasihi yang lebih
muda, suka menolong, tidak melanggar norma-norma agama maupun
norma yang berlaku di masyarakat.
57
BAB III
PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM
MENANGANI TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PPT
SERUNI KOTA SEMARANG
3.1. GAMBARAN UMUM PPT SERUNI KOTA SEMARANG
3.1.1. Sejarah berdirinya PPT SERUNI
SERUNI (Semarang tErpadu Rumah perlindungan Untuk membangun
Nurani dan cinta kasih Insani) yang artinya adalah lembaga pelayanan
terpadu penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis
gender di kota Semarang. PPT SERUNI merupakan bukti komitmen
Pemerintah kota Semarang atas perhatian serta keseriusannya dalam
penanganan dan penghapusan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
yang terjadi di kota Semarang.
Sekretariat PPT SERUNI berada di Gedung Dewan Riset Daerah
(DRD) Jawa Tengah lantai 1, terletak di jalan Imam Bonjol No. 185 kota
Semarang. Pembentukan Tim Terpadu PPT SERUNI oleh Pemerintah kota
Semarang bersama dengan lembaga swadaya masyarakat dan unsur yang
terkait, dengan tujuan memberikan pelayanan terpadu penanganan tindak
kekerasan terhadap perempuan dan anak yang meliputi aspek medis, hukum,
psikis, rumah aman, sosial, dan spiritual.
PPT SERUNI yang berfungsi sejak tanggal 1 Maret 2005, merupakan
hasil dari kesepakatan bersama peserta Pelatihan dan Rapat Lintas Sektor
58
yang diselenggarakan oleh Tim TOT Pendidikan HAM, Berperspektif Gender
Jawa Tengah bekerjasama dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
perempuan (KOMNAS PEREMPUAN), yang kemudian didukung
kelanjutannya oleh Pemerintah kota Semarang dengan SK Walikota Nomor:
463.05/112 tanggal 4 Mei 2005 yang diperbarui No. 463/A.023 tanggal 2
Februari 2009.
PPT SERUNI merupakan suatu lembaga sosial yang bergerak di
bidang pelayanan penanganan kekerasan perempuan dan anak berbasis
gender di kota Semarang. Selain itu, SERUNI juga melakukan sosialisasi di
kelurahan-kelurahan se kota Semarang tentang perlindungan anak,
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan tentang penghapusan tindak
pidana perdagangan orang (Trafiking) melalui media radio secara on air di
radio Imelda FM Semarang rutin 2x dalam sebulan. Sebagai lembaga sosial,
PPT SERUNI bekerjasama dengan berbagai unsur Pemerintah Kota, LSM,
Akademisi, Aparat Penegak Hukum, Rumah Sakit, Organisasi Wanita,
Organisasi Sosial, dan pribadi-pribadi yang peduli di kota Semarang (Brosur
SERUNI, Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan
dan Anak Berbasis Gender).
3.1.2. Visi dan Misi PPT SERUNI
Visi: Tercapainya keterpaduan pelayanan penanganan kekerasan terhadap
perempuan dan anak berbasis gender guna tercapainya penghapusan
kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota Semarang.
59
Misi:
a. Membangun dan mengembangkan sistem pelayanan terpadu
penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang berbasis
gender di kota Semarang.
b. Mendorong mewujudkan kebijakan dan program pembangunan yang
ber-perspektif gender untuk perempuan dan anak.
c. Mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam penghapusan
kekerasan terhadap perempuan dan anak (Brosur SERUNI, Pelayanan
Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Berbasis Gender).
3.1.3. Kegiatan Pelayanan PPT SERUNI
PPT SERUNI mempunyai kegiatan pelayanan diantaranya :
a. Pelayanan.
b. Advokasi.
c. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.
d. Hubungan masyarakat (Humas) dan Komunikasi, Informasi &
Edukasi (KIE).
e. Penelitian dan pengembangan.
3.1.4. Tujuan Pelayanan PPT SERUNI
Layanan PPT SERUNI bertujuan meningkatkan kepedulian
perempuan dan anak korban kekerasan dengan mendirikan “Pelayanan
terpadu penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis
gender” di Kota Semarang yaitu:
60
a. Memberikan pendampingan kepada perempuan dan anak korban
kekerasan berbasis gender agar mendapat bantuan atau solusi yang
tepat, yang memungkinkan perempuan dan anak dapat hidup layak.
b. Membantu mencegah timbulnya kekerasan terhadap perempuan dan
anak di masyarakat dengan mengadakan sosialisasi dan penyuluhan
hukum tentang masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak serta
keadilan gender dan penanganannya.
c. Mengembangkan kemitraan dan jaringan dengan LSM, kelompok
keAgamaan, Organisasi Sosial Wanita dan Dunia Usaha yang peduli
terhadap masalah perempuan dan anak.
d. Menyediakan tempat pengaduan maupun kunjungan ke tempat korban
(sistem jemput bola) (Standar Operasional Pelayanan (SOP)
SERUNI).
3.1.5. Prinsip Pelayanan PPT SERUNI
a. Keadilan
Keadilan adalah dasar untuk tidak membedakan perlakuan layanan
dalam upaya memenuhi hak korban kekerasan terhadap perempuan
dan anak, yaitu keadilan, kebenaran, dan pemulihan.
b. Keterbukaan
Keterbukaan adalah kesediaan para pihak untuk memberikan
informasi tentang kinerja, tindakan layanan, perkembangan kasus
serta data lain yang dibutuhkan dalam upaya pemenuhan hak korban,
termasuk di dalamnya pengelolaan pendanaan.
61
c. Keterpaduan
Keterpaduan adalah mensinergikan layanan terkait untuk pemulihan
perempuan dan anak korban kekerasan.
d. Kesetaraan
Kesetaraan adalah penghormatan atas kesetaraan fungsi, peran dan
kedudukan masing-masing lembaga dalam upaya pelayanan terhadap
perempuan dan anak korban kekerasan (Brosur SOP SERUNI,
Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Anak Berbasis Gender).
3.1.6. Struktur Keanggotaan Tim Pelayanan Terpadu PPT SERUNI
Sumber: SOP (Standar Oprasional Pelayanan) SERUNI
Penanggung Jawab Penasehat
Ketua
Sekretariat
Koordinator
Devisi
Devisi
Pelayanan
Medis
Devisi
Layanan
Psikologis
& Spiritual
Devisi
Layanan
Hukum
Devisi
Layanan
Sosial
62
Keterangan:
1. Tugas Ketua
a. Bertanggung jawab atas pelaksanaan progam kerja Tim Pelayanan
Terpadu.
b. Mengagendakan rencana dan evaluasi kerja jaringan.
c. Mengkoordinasi kerja - kerja Tim Pelayanan Terpadu antar divisi dan
anggota.
d. Mempertanggungjawabkan kerja - kerja Tim Pelayanan Terpadu
secara keseluruhan dalam penanganan korban kekerasan berbasis
gender dan anak di kota Semarang kepada Walikota Semarang.
e. Memimpin setiap pertemuan Tim Pelayanan Terpadu.
f. Membangun jejaring dengan pihak lain.
2. Tugas Sekretariat
a. Alamat keluar masuk surat menyurat yang berkaitan dengan jaringan
Tim Pelayanan Terpadu di kota Semarang.
b. Dokumentasi arsip atau file kerja jaringan Tim Pelayanan Terpadu
kota Semarang.
c. Koordinasi jadwal kegiatan dan penanganan kasus.
d. Dokumentasi dan kompilasi data kasus kekerasan berbasis gender dan
trafficking.
e. Fasilitasi rapat koordinasi rutin dan pertemuan - pertemuan yang
diadakan Tim Pelayanan Terpadu.
63
f. Pusat informasi tentang profil dan kegiatan Tim Pelayanan Terpadu
yang dapat diakses oleh masyarakat.
3. Tugas Koordinator Divisi
a. Bertanggungjawab atas perencanaan progam divisinya masing -
masing.
b. Bertanggungjawab atas pelaksanaan progam di divisinya masing -
masing dan pelaksanaan kegiatan yang ditugaskan.
c. Bertanggungjawab atas pembuatan laporan kegiatan kepada
koordinator.
d. Bertanggungjawab atas pelaksanaan evaluasi setiap akhir kegiatan.
e. Mengkoordinasi implementasi peran antar anggota dalam divisinya
masing - masing.
4. Kewenangan Koordinator Divisi
a. Mengeluarkan keputusan penting atas nama divisi, untuk pelaksanaan
progam kerja divisi.
b. Menyusun perencanaan progam kerja divisi dan menyerahkannya ke
koordinator.
c. Menyusun laporan pertanggungjawaban kegiatan divisi dan
menyerahkannya ke koordinator.
5. Tugas Anggota
a. Menjalankan peran penanganan korban kekerasan berbasis gender dan
trafficking sesuai fungsi kelembagaan masing-masing anggota.
64
b. Membuat catatan kasus yang ditangani dan melaporkannya 1 bulan
sekali kepada sekretariat.
c. Mengkoordinasikan kasus yang diterima / ditangani dengan
sekretariat.
d. Merujukkan kasus kepada lembaga penyedia layanan lainnya sesuai
kebutuhan korban sesuai SOP (Standar Oprasional Pelayanan) Tim
Pelayanan Terpadu.
e. Menunjuk salah satu perwakilan tetap lembaga sebagai kontak person
dalam jaringan Pelayanan Terpadu kota Semarang.
f. Mengikuti rapat / pertemuan / kegiatan Tim Pelayanan Terpadu
g. Mensosialisasikan dan mengkoordinasikan progam kerja Tim
Pelayanan Terpadu pada anggota lembaganya yang relevan, untuk
kepentingan regenerasi.
6. Kewenangan Anggota
a. Mengajukan permohonan rapat berkaitan dengan pelaksanaan peran
dan tanggungjawabnya dalam Tim Pelayanan Terpadu.
b. Mengajukan rapat anggota kepada penanggungjawab berkaitan
dengan pelanggaran terhadap prinsip, etika / kode etik dan SOP
7. Tugas dan Kewenangan FullTimer (Tenaga Pendamping)
a. Bertanggungjawab kepada penanggungjawab sekretariat Tim
Pelayanan Terpadu kota Semarang.
b. Membantu penanggungjawab sekretariat dalam menjalankan kegiatan
/ progam sekretariat / fungsi sekretariat Tim Pelayana Terpadu.
65
c. Menjaga dan merawat peralatan / perlengkapan / sarana pelayanan /
penanganan Tim Pelayanan Terpadu.
d. Membantu sekretariat mengkoordinasikan penanganan kasus oleh
anggota Tim Pelayanan Terpadu.
e. Membantu sekretariat mendokumentasikan penanganan kasus oleh
anggota Tim Pelayanan Terpadu.
f. Membantu sekretariat memfasilitasi pelaksanaan rapat-rapat Tim
Pelayanan Terpadu.
g. Menerima pengaduan / pelaporan kasus kekerasan berbasis gender
serta trafficking di sekretariat Tim Pelayanan Terpadu (Standar
Oprasional Pelayanan (SOP) SERUNI).
3.1.7. Data Kasus yang Ditangani PPT SERUNI
Tabel I
Data Korban yang ditangani SERUNI
3 Tahun Terakhir
Jenis Kasus Tahun
2007
Tahun
2009
Tahun
2010
KDRT 61 80 96
KDP 3 7 4
Perkosaan 2 7 6
Traffiking 0 0 1
ABH 0 0 59
Pencabulan 0 0 0
Jumlah Korban 66 94 166
Sumber: Data Rekapitulasi Kasus SERUNI
66
Table II
Data Kasus Perkosaan yang ditangani SERUNI
Berdasarkan Usia
Umur Tahun
2007
Tahun
2009
Tahun
2010
0-10 tahun 0 3 2
10-20 tahun 2 4 3
20-30 tahun 0 0 1
Lebih dari 30 tahun 0 0 0
Jumlah Korban 2 7 6
Sumber: Data Base SERUNI di BaPerMas
Berdasarkan data diatas kasus perkosaan yang ditangani SERUNI
setiap tahun meningkat. Dan kasus perkosaan yang ditangani rata – rata
berusia dibawah umur antara 10 tahun sampai 20 tahun.
Melihat usia korban perkosaan yang belum matang, mereka belum
mampu memahami keadaan atau peristiwa yang dialaminya, sehingga
sebagian korban menunjukkan perubahan dalam kehidupannya dan berusaha
untuk melupakannya.
Ibu Atik selaku sekertaris SERUNI memberikan gambaran bahwa
“Kondisi psikologis korban perkosaan itu sangat beragam, ada yang terus
menangis dan tidak mau bertemu dengan orang lain, bahkan ada yang sampai
muntah-muntah ketika mengingat kejadian dan ketika bersaksi di pengadilan”
(Wawancara tanggal 18 November 2010).
Ibu Hanum selaku konselor juga memberikan gambaran bahwa
“Korban perkosaan tidak gampang untuk mau bertemu dengan orang, tidak
gampang mau menceritakan kepada orang, korban merasa malu, merasa jijik,
jadi apa bentuk trauma yang ditunjukkan oleh korban sudah tidak dapat
67
dikatakan lagi, beragam, yang dari trauma akut sampai yang biasa”.
(Wawancara tanggal 14 April 2011).
3.1.8. Metode Penanganan Kasus di PPT SERUNI
Dalam rangka memberikan pelayanan secara maksimal, SERUNI di
dalam menangani remaja korban perkosaan menggunakan beberapa metode,
metode tersebut adalah:
1. Pelayanan Hotline Service 24 jam
Pelayanan Hotline Service 24 jam berupa telepon kantor
handphone, SMS dan E-mail. Hotline dibuka bagi para klien yang
hendak berkonsultasi (konseling) atau mengadukan kasus yang
dialaminya. SERUNI membuka konsultasi melalui media massa
(radio dan surat kabar) dan melakukan investigasi kasus perkosaan
secara menyeluruh agar kasus yang dialami klien terselesaikan
dengan baik.
2. Pendampingan Litigasi dan Non Litigasi
Masih lemahnya perlindungan dan penegakan hukum bagi
perempuan serta sikap yang tidak responsive dari aparat penegak
hukumnya sendiri (Polisi, Jaksa, dan Hakim). Selain itu masih
lemahnya kesadaran perempuan atas hak-haknya dan terbatasnya
akses informasi mengenai institusi lembaga yang bisa membantu
dalam menangani kasusnya, maka upaya - upaya pembelaan
terhadap perempuan dalam kekerasan rumah tangga menjadi mutlak
diperlukan. Hal ini dilakukan dengan harapan akan menjadi tindakan
68
aksi yang merupakan manifestaasi atas hak - haknya untuk
diperlakukan secara adil sebagai manusia yang bermartabat. Bentuk
kegiatan ini adalah pembelaan hukum, membangun jaringan kerja
penanganan kasus dan pengorganisasian basis-basis komunikasi
(Standart Oprasional Pelayanan (SOP) SERUNI).
SERUNI dalam menangani remaja korban perkosaan mempunyai
beberapa program agar keberhasilan tercapai dengan sukses yaitu:
a. Program Penanganan Tahap Awal Bagi Korban
Secara empirik, kasus - kasus perkosaan dapat terungkap
setelah adanya informasi berupa laporan dari masyarakat atau
pengaduan dari keluarga atau para korban sendiri. Mengingat
perlunya korban perkosaan untuk segera mendapatkan pertolongan
darurat berupa pelayanan pemeriksaan medis dan proses pengobatan
kalau diperlukan. Maka optimalisasi dalam hal tersebut menjadi
signifikan. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah penanganan
medis kepada korban oleh SERUNI dan jika dibutuhkan penanganan
lebih lanjut secara medico psikososial serta Visum et Repertum
(VER) dilakukan oleh tenaga profesional medis dan psikolog yang
dirujuk ke PTT RS Bhayangkara atau PPKPA RS Tugurejo
Semarang (Standar Oprasional Pelayanan (SOP) SERUNI).
b. Program Penanganan Tahap Lanjut
Penanganan terhadap remaja korban perkosaan tidak seketika
berhenti meski telah ada proses medis dan yuridis ditempuh, maka
69
dilanjutkan bantuan terapi intensif dalam kurun waktu tertentu
tergantung derajat traumatis yang dialami korban. Progam ini terdiri
dari dua kegiatan yakni: penanganan pasca traumatis secara
psikoterapi dan penanganan pasca traumatis secara psikososial oleh
tenaga-tenaga ahli seperti psikolog, psikiater, dan rohaniawan. Pada
saat yang sama dilakukan kegiatan penyediaan rumah sementara
(rumah aman / shelter) (Standar Oprasional Pelayanan (SOP)
SERUNI).
SERUNI dalam memberikan layanan konseling terhadap remaja
korban perkosaan dan keluarganya yaitu berupa:
1. Pendampingan proses hukum.
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 16 November 2010
dengan Ibu Dewi, salah satu staff SERUNI diperoleh informasi
bahwa “Bantuan atau pendampingan hukum diberikan mulai dari
tingkat kepolisian sampai kepengadilan. Pendampingan dilakukan
dalam setiap tahapan proses hukum untuk memastikan terpenuhinya
hak-hak korban”.
2. Pendampingan Medis.
Pelayanan medis diberikan kepada korban karena mereka
mengalami kekerasan fisik atau mengalami gangguan psikis dari
dampak perkosaan, seperti korban mengalami depresi, trauma dan
tekanan psikologis lainnya. Sebagaimana seperti yang dikatakan
Andi selaku fulltimer Seruni bahwa “Korban perkosaan diberikan
70
layanan medis dan pendampingan pemeriksaan di RS Tugurejo
untuk mendapatkan visum serta proses pengobatan kalau diperlukan”
(Wawancara tanggal 18 April 2011).
3. Pendampingan Psikologis.
Ibu Dewi selaku staff SERUNI mengatakan “Korban
perkosaan diberikan penanganan secara psikoterapi dengan tujuan
untuk membantu dalam pemulihan pasca traumatis” (Wawancara
tanggal 16 November 2010).
Terapi pasca traumatis penting di dalam proses penyembuhan
dan pemulihan remaja korban perkosaan karena akan membantu
perkembangan psikis korban ke arah yang lebih baik.
4. Pendampingan Spiritual
Pendampingan spiritual diberikan kepada remaja korban
perkosaan supaya mereka mendapat ketenangan batin dan membantu
mempercepat proses penyembuhan traumatis. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Matori selaku rohaniawan Agama Islam
di PPT SERUNI bahwa “Agama itu paripurna, bukan hanya di sini
dan sekarang, tetapi nanti dan di akhirat. Maka pemahaman agama
itu penting. Bimbingan keagamaan di PPT SERUNI membantu
pemulihan kondisi psikis klien menjadi lebih baik dan klien menjadi
lebih dekat dengan Allah SWT” (Wawancara tanggal 25 April
2011).
71
5. Rumah Aman (shelter)
Ibu Hanum selaku konselor menyatakan “Untuk korban
perkosaan yang terancam keselamatan jiwanya dan membutuhkan
tempat tinggal sementara secara rahasia disediakan rumah aman
(shelter). Klien yang ada di shelter diberikan kegiatan rehabilitatif,
yaitu berupa konseling yang secara kontinyu dilakukan oleh
pendamping. Selain itu, juga diadakan kegiatan yang bersifat
rekreatif-edukatif, yang bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan,
kepenatan serta kesedihan sehingga remaja korban perkosaan
termotivasi untuk terus optimis dalam merencanakan masa depan,
menambah pengetahuan terkait masalah yang dihadapi dan
pengembangan kepribadian” (Wawancara tanggal 19 April 2011).
Layanan dan pendampingan secara terus-menerus dilakukan SERUNI
dengan tujuan korban akan terkuatkan dan mampu memperjuangkan hak-
haknya serta dapat mengambil pilihan-pilihan untuk mengatasi
permasalahannya.
Sebagaimana yang diungkapkan Zudy selaku fulltimer SERUNI
mengatakan bahwa “Klien yang ditangani SERUNI akan selalu didampingi
dalam setiap tahapannya mulai dari medis dan hukum, bahkan pendampingan
home visit juga dilakukan (kunjungan ke sekolah maupun ke rumah)”
(Wawancara tanggal 19 April 2011).
72
3.1.9. Sumber Pendanaan SERUNI
Dalam rangka untuk menunjang Pelayanan Terpadu dalam
memberikan pendampingan dan penanganan kasus remaja korban perkosaan,
SERUNI memerlukan beberapa hal, salah satunya adalah dana. Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan wawancara dengan Ibu Atik
selaku Sekertaris SERUNI diperoleh informasi bahwa sumber dana
operasional SERUNI didapat dari APBD kota Semarang yang diberikan
setiap tahun. Dan untuk mendapatkan dana itu, sebelumnya SERUNI
mengajukan permohonan dana sesuai dengan kebutuhan masing-masing
divisi kepada Pemerintah Kota Semarang (Wawancara tanggal 18 November
2010).
3.2. BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI
TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PPT SERUNI
Bimbingan konseling Islam yang dilaksanakan di PPT SERUNI
merupakan bentuk bimbingan yang dilakukan oleh Rohaniawan yang
diberikan kepada korban dan keluarga korban. Dalam kegiatan bimbingan
konseling Islam atau pendampingan rohani Islam, SERUNI bekerja sama
dengan tokoh Agama yaitu dengan Bapak Drs. H. Matori.
Menurut Ibu Atik selaku sekertaris PPT SERUNI, menyatakan bahwa
keberadaan rohaniawan sangat membantu klien untuk membantu
mengembalikan kondisi psikologisnya kepada kondisi yang lebih baik, dan
ini merupakan salah satu bentuk upaya penyembuhan secara holistik. Jadi
73
klien tidak hanya dibantu dari segi medis saja tetapi juga dari segi hukum
serta pemulihan psikisnya.
Bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI dijelaskan sebagai
berikut:
3.2.1. Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam di PPT SERUNI
Proses pelaksanaan bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI
adalah suatu rangkaian pemberian nasehat-nasehat Islami (Ajaran Islam) oleh
rohaniawan. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di PPT SERUNI
dilakukan pada saat klien pertama kali masuk atau melapor dan dilanjutkan di
hari berikutnya selama klien masih dalam perawatan atau pemulihan.
Menurut Bapak Matori dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam
dengan beberapa tahap yaitu:
Pada tahap pertama, rohaniawan didampingi oleh konselor atau
psikolog untuk dikenalkan kepada klien. Kemudian rohaniawan melakukan
pendekatan dengan klien untuk mengambil simpati (hati) klien sehingga klien
akan menaruh kepercayaan penuh kepada rohaniawan. Rohaniawan juga
menciptakan hubungan yang erat dengan klien. Menurut Bapak Matori,
pendekatan tersebut dilakukan agar klien mau mengutarakan keluhan-
keluhannya dan rohaniawan mengetahui keadaan psikologis klien
(Wawancara tanggal 25 April 2011).
Proses bimbingan dan konseling dilakukan di dalam ruang konseling.
Klien masuk dan duduk, kemudian konselor membuka pembicaraan dengan
perkenalan diri. Perkenalan ini berfungsi untuk mengurangi rasa tegang.
74
Setelah perkenalan, kemudian rohaniawan bertanya kepada klien tentang apa
yang dialaminya dan apa yang dirasakan, sedang rohaniawan sendiri
mendengarkan dengan sungguh-sungguh semua yang diceritakan klien
(Observasi tanggal 18 April 2011).
Pada tahap ini rohaniawan mendengarkan dengan seksama dan hanya
sedikit memberikan nasehat dan motivasi. Namun jika klien mampu diajak
berdialog, rohaniawan berdialog lebih dalam dengan memberikan nasehat-
nasehat sekaligus klien dimintai komentarnya mengenai ajaran-ajaran Islam
yang disampaikan.
Pada proses konseling kedua, rohaniawan menanyakan kembali
kondisi klien sekaligus menanyakan komentar atas nasehat-nasehat yang telah
diberikan sebelumnya. Jika ada yang belum jelas, klien bertanya dan
rohaniawan menerangkan kembali. Tetapi jika tidak ada pertanyaan,
rohaniawan menekankan kembali kepada klien tentang pentingnya
menjalankan perintah agama. Rohaniawan juga memberikan motivasi dan
nasehat agama untuk selalu ingat pada Allah SWT (Wawancara tanggal 25
April 2011).
Proses tersebut berlangsung terus dan disesuaikan dengan
perkembangan kondisi klien. Proses ini berakhir hingga dinyatakan klien
sudah pulih dan tidak perlu lagi melakukan konseling. Menurut Bapak
Matori, klien yang dibimbing oleh rohaniawan adalah klien yang sudah dalam
kondisi normal, artinya sudah bisa diajak komunikasi dengan baik
(Wawancara tanggal 25 April 2011).
75
Sebagai ilustrasi penulis memaparkan beberapa contoh kasus
perkosaan. Disini peneliti mengambil 3 sampel kasus yang diambil
berdasarkan usia remaja yaitu antara umur 11 tahun sampai 20 tahun,
diantaranya yaitu:
1. Kasus Pertama
Seorang guru BP melapor adanya perkosaan yang dialami
oleh anak didiknya yang bernama Fifi (nama samaran), usia 14
tahun, berasal dari pedurungan, sekolah di salah satu SMA di
Semarang kelas 10. Fifi menceritakan pada teman deketnya perihal
keluhan-keluhan pada kelaminnya. Oleh temannya, Fifi diantar ke
guru BP. Korban menceritakan kalau dirinya telah disetubuhi oleh
guru olah raganya Anton (nama samaran). Fifi merasa takut untuk
menceritakan musibah yang dialaminya pada orang lain, dia
merasa malu. Oleh karena itu, pihak sekolahan memotivasi serta
ikut mendampingi dalam proses pelaporan kepada pihak yang
berwajib (Ibu Hanum, Wawancara tanggal 14 April 2011).
Dalam penyelesaian kasus ini, SERUNI menggunakan
pendekatan langsung, yaitu bimbingan konseling diberikan secara
langsung terhadap Fifi. Dalam pendekatan individual konselor
melakukan dialog langsung kepada klien, memberikan penjelasan-
penjelasan, memberikan pemecahan masalah yang dihadapinya.
Pendekatan tersebut dapat digambarkan: Pertama, konselor
berusaha memahami masalah klien dan mencari informasi yang
76
berisi bukti-bukti empirik. Kedua, konselor menganalisis hasil
penelitian, lalu menawarkan beberapa alternatif terapi kepada klien.
Konselor bersama klien mendiskusikan masalah dan alternatif yang
akan dipilih klien disesuaikan dengan kultur, sosial, budaya dan
preferensi klien. Ketiga, klien memilih alternatif terapi berdasarkan
informasi dari konselor dan menjalaninya. Konselor memantau
perubahan klien ke arah yang lebih baik ( Ibu Hanum, Wawancara
tanggal 14 April 2011).
Dalam kasus perkosaan yang di alami oleh Fifi, SERUNI
setelah mendapatkan laporan langsung melakukan pendampingan
medis untuk mendapatkan visum dan penanganan lanjut dari rumah
sakit perihal keluhan pada vaginanya. Ada hambatan-hambatan
dalam penanganan litigasi, korban yang telah melaporkan kasusnya
di kepolisian menarik kembali laporannya karena diancam oleh
pelaku, bahkan korban juga diberi uang untuk mencabut laporannya
di kepolisian. Dalam kondisi seperti itu, SERUNI mulai masuk
pendampingan dan menempatkan korban pada shalter, dengan tujuan
menjaga keselamatan dan merubah kesadarannya, diharapkan korban
melaporkan kembali ke kepolisian (Ibu Dewi, Wawancara tanggal
15 April 2011).
Dalam kasus perkosaan, ada pendampingan psikologis dan
pendampingan rohani. Fifi yang setelah diperkosa mengalami trauma
77
berupa ketakutan, kecemasan, dan keadaan jiwa yang tidak menentu.
Adapun bimbingan rohani yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Rohaniawan menumbuhkan sikap optimis dalam diri klien dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
b. Menumbuhkan harapan bahwa kehidupan yang lebih baik masih
bisa dimiliki.
c. Rohaniawan menganjurkan untuk lebih mendekatkan diri pada
Allah SWT dalam bentuk sholat, puasa, dan dzikir.
Sebagaimana dikatakan Bapak Matori bahwa “Ketika
seseorang itu diperkosa, seorang konselor itu tidak boleh memfonis
dia salah, jelek, atau buruk, tetapi kita harus membangkitkan dan
menumbuhkan optimisme pada diri korban. Adanya musibah yang
menimpa seseorang itu bukan berarti sudah habis masa depannya,
sudah habis surganya, tetapi itu adalah alat untuk memperbaiki diri”
(Wawancara tanggal 25 April 2011).
2. Kasus Kedua
Alia (nama samaran), remaja berusia 15 tahun, berasal dari
Semarang Utara. Alia dibujuk dan dirayu oleh tetangganya Joni
(nama samaran) untuk mau diajak kerumah saudaranya.
Sesampainya di sebuah rumah kosong Alia diajak berhubungan
badan. Kejadian terungkap karena orang tuanya curiga dengan sikap
dan perilaku Alia yang sekarang berubah. Setelah dibujuk ibunya,
Alia menceritakan kalau dirinya sudah tidak perawan lagi. Alia
78
sekarang lebih pendiam, lebih suka di rumah, dan hampir tidak
pernah bermain dengan teman-teman sekolahnya lagi. Orang tua
Alia melaporkan ke kepolisian dan meminta bantuan SERUNI untuk
membantu kasusnya secara hukum dan psikologi korban (Ibu
Hanum, Wawancara tanggal 14 April 2011).
Sebagaimana diterangkan diatas, kasus Alia mempunyai
permasalahan yang sama dengan Fifi, akan tetapi dalam
permasalahan Alia ini tidak terlihat adanya kekerasan ataupun
ancaman pasca pelaporan ke kepolisian. Ketika ada kasus perkosaan,
maka konselor melakukan pendekatan dengan korban. Hal ini sudah
merupakan bagian dari proses. Jika konselor tidak dapat mendekati
korban, maka pihak SERUNI melakukan kontak dengan unsur lain,
misalnya aparat setempat kemudian konselor melakukan konseling
kepada korban dan keluargaya sampai memberi penguatan dan
pemulihan korban (Ibu Atik, Wawancara tanggal 15 April 2011).
Karena orang tua korban khawatir dengan kondisi korban dan
meminta SERUNI melakukan pendampingan psikologis, maka kita
melakukan pendampingan dengan tujuan mengembalikan
kepercayaan diri korban. Adapun langkah – langkah yang dilakukan
antara lain:
a. Rohaniawan menumbuhkan sikap realistis dalam bentuk
menerima peristiwa buruk yang telah terjadi.
79
b. Memotivasi dalam mengembalikan rasa percaya dirinya agar
dapat mengembangkan diri dan dapat mengaktualisasikan diri
dalam perilaku yang positif.
c. Meminta klien untuk selalu berdoa pada Allah, mengampuni
segala dosa dan kesalahannya.
Selain itu, rohaniawan juga memberikan bimbingan kepada
keluarganya untuk tetap sabar dan selalu memotivasi dan
membesarkan hati anaknya.
Bapak Matori memberikan keterangan bahwa “Dalam proses
konseling yang kita bongkar adalah psikologi dia, kejiwaan dia,
bagaimana bisa menerima keadaan yang sudah terjadi, melihat
kedepan, tidak meratapi dan sebagainya tetapi bagaimana mencari
solusinya, kita tidak berputus asa tetapi bagaimana kita punya asa”
(Wawancara tanggal 25 April 2011).
3. Kasus Ketiga
Zul (nama samaran), usia 12 tahun, tinggal di daerah
mangkang, di perkosa oleh Bapaknya sendiri Joko (nama samaran).
Pada saat itu, Joko yang pengangguran sedangkan Istrinya Sari
(nama samaran) bekerja sebagai buruh pabrik. Rumah dalam
keadaan sepi hanya ada Zul dan Bapaknya. Zul di panggil oleh
bapaknya ke dalam kamar dan di paksa melakukan hubungan intim.
Bapaknya mengancam akan memukul dan membunuhnya jika
menceritakan pada orang lain. Hal ini berulang hingga beberapa kali
80
(3 - 4 kali). Pada suatu hari, Zul menangis dan tidak mau ditinggal
pergi ibunya. Setelah dibujuk, Zul menceritakan kalau bapaknya
sering menyuruhnya tiduran dan melakukan hubungan intim
padanya. Sari kecewa dengan perbuatan suaminya itu, hingga
terjadilah pertengkaran. Dengan didampingi masyarakat Sari
melapor ke Polisi (Ibu Hanum, Wawancara tanggal 14 April 2011).
Melihat kasus perkosaan yang dialami oleh Zul mengakibatkan
dampak psikologis pada korban dan ibunya. Dalam kasus perkosaan
ini, korban diperlakukan secara khusus misalnya dalam kesaksian
ada yang mendampingi atau diwakilkan karena korban ketakukan
kalau melihat pelaku. Tim psikologis, dimintai pendapatnya oleh
hakim apakah korban siap ditemukan dengan pelaku atau belum.
Kalau belum siap, kesaksian cukup dengan BAP dan korban tidak
harus hadir di pengadilan. Dalam kasus perkosaan tindak pidana
harus ditangani dengan cepat, selama jangka waktu 40 hari harus
sudah masuk persidangan, tidak menunggu korban sampai sembuh.
Selain pendampingan pada Zul, konseling juga diberikan pada
ibunya (Sari). Karena secara psikologis Sari merasa khawatir
terhadap perkembangan anaknya selain itu juga sakit hati, kecewa,
terhadap suaminya dan ingin menggugat cerai. Bimbingan yang
diberikan pada Sari adalah:
a. Bahwa musibah yang dialami keluarganya, hendaknya dianggap
sebagai cobaan, dan setiap musibah pasti ada hikmahnya.
81
b. Menerima kenyataan dan pasrah terhadap nasib yang sedang
dialami supaya terhindar dari stress.
c. Diminta lebih khusu’ dalam menjalankan ibadah, khususnya
sholat baik fardhu maupun sunnah. Selesai sholat dianjurkan
untuk berdoa dan berdzikir.
Dalam memberikan bimbingan pada anak (Zul), Rohaniawan
lebih banyak dengan melalui cerita, memotivasi dan selalu
mengingatkan untuk mematuhi orang tuanya, dan mengingatkan
untuk mencintai Allah SWT dan Rosul-Nya, serta selalu
menjalankan perintahnya. Hal ini dimaksudkan agar anak menjadi
tenang hatinya dan mengerti bahwa yang terjadi adalah ujian dari
Allah.
Sebagaimana seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Matori
tanggal 25 April 2011 bahwa “Dalam bimbingan kita harus tepat
sasaran, apa yang kita sampaikan sesuai dengan daya tangkap klien,
jadi kita menyampaikan nasehat dengan bahasa yang mudah
dipahami, dimengerti, dan menggunakan kata – kata yang mampu
menyentuh hati agar klien termotivasi untuk menjalani nasehat yang
kita sampaikan”.
3.2.2. Metode Bimbingan Konseling Islam di PPT SERUNI
Dalam suatu bimbingan konseling metode penyampaian menjadi
bagian yang sangat penting, karena metode ini terkait dengan bagaimana
seorang rohaniawan atau konselor menyampaikan materi, memberikan
82
pemahaman kepada yang dibimbing. Keberhasilan rohaniawan atau konselor
dapat dinilai apakah metode yang digunakan tepat atau tidak, klien
memahami materi atau tidak. Inilah fungsi dari metode bimbingan konseling
Islam. Metode dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam yang
diterapkan, yaitu;
a. Metode Dialogis
Rohaniawan berdialog langsung secara individual dengan klien yaitu
tentang masalah yang dihadapi. Rohaniawan menjelaskan materi
yang berhubungan dengan psikologi Agama. Materi yang
disampaikan berdasarkan pada aqidah dan akhlak.
b. Metode Tanya Jawab (kuisioner)
Setelah Rohaniawan menjelaskan materi, rohaniawan memberikan
pertanyaan kepada klien serta memberikan kesempatan pada klien
untuk bertanya pada saat bimbingan berlangsung.
c. Metode Persuasif
Metode yang dimaksud di sini adalah upaya menjalin hubungan baik
dengan klien, memahami kondisi klien. Pada metode ini
diaplikasikan dengan sikap empati dan kasih sayang. Metode ini
merupakan penentu dari proses selanjutnya. Jika klien sudah
menaruh kepercayaan kepada rohaniawan, maka rohaniawan akan
mudah menggali data – data yang dibutuhkan. Klien juga akan
terdorong untuk menceritakan dan mengungkapkan apa yang
83
dirasakannya, maka secara psikologis beban yang dideritanya terasa
berkurang.
Bapak Matori selaku rohaniawan SERUNI tanggal 25 April 2011
mengatakan bahwa “Dalam menyampaikan materi kepada klien dengan cara
berdialog langsung, hal ini supaya jelas sasaran yang kita garap. Tanya Jawab
juga terjadi ketika proses bimbingan berlangsung. Selain itu proses
bimbingan juga bersifat persuasif, maksudnya seorang konselor atau
rohaniawan harus mampu menjalin hubungan baik dengan klien”.
3.2.3. Materi Bimbingan Konseling Islam di PPT SERUNI
Materi yang dimaksud adalah pesan – pesan yang disampaikan
pembimbing kepada remaja trauma perkosaan yang mengandung nilai – nilai
ajaran Islam. Dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam
menangani trauma remaja korban perkosaan terdapat materi diantaranya
yaitu:
1. Pemahaman Akidah
Meteri akidah yang diberikan bukanlah materi akidah yang lengkap,
materi yang disampaikan berkaitan dengan iman dan takwa kepada
Allah SWT. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Matori tanggal 25
April 2011 bahwa “Pembinaan akidah disampaikan karena melihat
kondisi klien yang psikisnya terganggu sehingga dengan pemahaman
akidah ini bisa membantu klien untuk lebih percaya kepada Allah
SWT dan menyerahkan semuanya kepada Allah” (Wawancara
tanggal 25 April 2011).
84
2. Pembinaan Akhlak
Materi akhlak yang disampaikan meliputi ikhlas, bersabar,
bertawakal dan ikhtiar. Rohaniawan menjelaskan bahwa musibah
yang diberikan Allah SWT bukan merupakan kebencian kepada
hambanya. Musibah merupakan peringatan Allah SWT sebagai
wujud kasih sayang-Nya. Oleh karena itu kita harus ikhlas
menerimanya dan bersabar menghadapinya. Selain itu, dengan
bertawakal dan berikhtiar, berupaya untuk mengobati trauma yang
dialaminya, yang nantinya akan membawa pengaruh pada diri klien.
Dengan demikian klien akan terbebas dari rasa gelisah. Hal ini
diungkapkan oleh Bapak Matori tanggal 25 April 2011.
3. Ibadah
Bimbingan ibadah meliputi shalat dan berdoa atau dzikir.
Rohaniawan menjelaskan bahwa materi ibadah penting untuk
mendekatkan diri pada Allah karena klien merasa putus asa,
kepercayaan diri hilang, dan kurang dapat menguasai perasaan dalam
dirinya. Dengan arahan – arahan tersebut diharapkan sedikit – demi
sedikit dapat menghilangkan perasaan diatas.
Materi – materi bimbingan disampaikan kepada klien dengan cara
nasehat. Pemberian bimbingan konseling keagamaan di PPT SERUNI
dilakukan supaya klien yang mendapat cobaan dari Allah SWT hingga
mengalami trauma, kecemasan, ketakutan, dan keadaan jiwa yang tidak
85
menentu, dapat memberikan ketenangan jiwa klien dan merangsang
kesembuhan klien dari trauma yang dialaminya.
Remaja korban perkosaan dibimbing dengan pengetahuan Agama
Islam yang telah disesuaikan dengan hati nuraninya. Sebagaimana wawancara
tanggal 25 April 2011 dengan Bapak Matori, beliau mengatakan “Materi
konseling yang kita sampaikan disesuaikan dengan kadar daya tangkap
konseli (klien), jadi tidak terlalu banyak materi keagamaan yang kita
sampaikan, namun materi Agama kita fulgarkan sehingga inti sari Agama itu
masuk kedalam psikologinya dimana Agama itu sesuai dengan hati
nuraninya.”
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 25 April 2011 dengan Bapak
Matori diperoleh informasi bahwa “Konseling keagamaan diberikan pada
remaja korban perkosaan dengan harapan klien akan mendapatkan
ketenangan batin dan membantu dalam rangka penyembuhan trauma”.
Bimbingan dan konseling Islam dilakukan SERUNI agar klien yang
mendapat musibah dari Allah yang mengalami kecemasan, ketakutan, dan
keadaan jiwa yang tidak menentu, pada saat itu bimbingan keagamaan
memberikan relaksasi sehingga akan memberi ketenangan dan ketentraman
jiwa klien.
Manfaat adanya bimbingan keagamaan terlihat pada kondisi psikologi
klien. Ibu Atik selaku Sekertaris SERUNI mengungkapkan bahwa “Klien
setelah mengikuti bimbingan keagamaan termotivasi untuk sembuh dan
berinteraksi dengan orang lain secara positif. Dapat dilihat kondisi klien yang
86
lebih stabil pada proses bimbingan dan konseling tahap berikutnya”
(Wawancara tanggal 18 November 2010).
87
BAB IV
ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI
TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PPT SERUNI KOTA
SEMARANG
Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar ataupun kecil harus
diselesaikan, sebab setiap permasalahan akan berdampak pada psikis seseorang.
Gangguan psikis yang sering dialami oleh remaja korban perkosaan adalah rasa
ketakutan, kecemasan, hilangnya kepercayaan diri, dan menjadi remaja yang
introvert terutama bagi remaja yang lemah imannya akan muncul keinginan untuk
mengakhiri hidupnya dengan jalan yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. Kerena
kuat-lemahnya iman seseorang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan psikisnya.
Oleh karena itu bimbingan dan konseling Islam sangat diperlukan dalam
mengarahkan kepada hal-hal yang positif atau amar ma’ruf, kaitannya dengan
dakwah secara psikologis adalah berupaya membangun manusia seutuhnya,
membangun ruhaniah manusia menuju kesejahteraan batiniah dan meningkatkan
jasmaniah sebagai sarana untuk memperoleh kesejahteraan dunia.
4.1. Analisis Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja
Korban Perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang
Bimbingan dan konseling Islam sebagaimana telah diuraikan dalam bab
sebelumnya merupakan bagian dari proses dakwah. Artinya, bimbingan dan
konseling Islam sebagai ilmu dakwah terapan bertanggung jawab secara praktis
terhadap pembentukan pribadi, keluarga dan masyarakat. Hal ini terjadi karena
88
sebenarnya dakwah adalah aktivitas praktis, aktivitas yang langsung dihadapkan
pada realitas di lapangan, bukan sekadar pendekatan teoritis yang tidak sesuai
dengan realitas sehingga jika terjadi ketimpangan dan kerancuan dalam
pembentukan psikologi seseorang agar sesuai dengan nilai-nilai Agama maka
harus menilik bagaimana kerangka berpikir serta berjalannya aktivitas dakwah
(Musnamar, 1995 : 23).
Esensi dakwah (Arifin, 1997: 6) terletak pada ajakan, dorongan (motivasi)
rangsangan, serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran Islam
dengan penuh kesabaran demi keuntungan dirinya sendiri, bukan untuk
kepentingan juru dakwah (rohaniawan atau konselor). Berdakwah bukan hanya
sebatas menyampaikan semata. Esensi dakwah Islamiyah yang penulis sampaikan
dalam analisis ini berpijak dari pengertian dakwah yang luas, penulis berusaha
mencari pengertian yang relevan dengan obyek penelitian ini. Dakwah sebagai
proses “transformasi” yang dapat mengubah kondisi seseorang dari kondisi fisik
maupun mental dari yang kurang baik menjadi baik, dari kondisi baik menjadi
lebih baik. Proses transformasi di sini dimaksudkan sebagai proses penerapan
nilai-nilai Islam dalam kehidupan sedangkan dakwah sebagai aktivitas yang
membahasakan kalam Allah memberikan arti bahwa landasan gerak dan tujuan
dari aktivitas dakwah adalah Al-Qur'an (Sanwar, 1985 : 12).
Berkaitan dengan ruang lingkup dan luasnya tanggung jawab dakwah,
apalagi ditengah keanekaragaman masyarakat dan perkembangan zaman menuntut
adanya upaya untuk menciptakan konsep dakwah yang relevan dengan
keanekaragaman mad’u. Bimbingan dan konseling Islam sebagai salah satu
89
disiplin ilmu yang bersentuhan langsung dengan dakwah juga menuntut
perubahan yang sama dalam era globalisasi dan modernisasi yang ditandai dengan
perubahan yang berlangsung cepat, terutama didorong oleh kemajuan teknologi
dan penyempitan ruang dan waktu.
Bimbingan dan konseling Islam juga diterapkan dalam membantu klien
SERUNI selaku lembaga sosial yang menangani penghapusan kekerasan terhadap
perempuan dan anak berbasis gender. Langkah-langkah yang dilakukan PPT
SERUNI adalah pertama mengidentifikasi masalah yang dihadapi Klien dengan
melalui wawancara konseling. Setelah masalah klien teridentifikasi kemudian
mendiagnosis permasalahan untuk menentukan terapi yang akan diterapkan dalam
membantu klien. Setelah klien melakukan terapi, PPT SERUNI mengevaluasi
pelaksanaan terapi dan melakukan follow up kepada klien.
Penerapan bimbingan dan konseling Islam di PPT SERUNI guna
membantu proses penyembuhan dan pemulihan serta menuntun kearah yang lebih
baik dan lebih dekat dengan Allah SWT. Bimbingan dan konseling Islam kepada
klien remaja korban perkosaan ditangani oleh pembimbing atau rohaniawan.
Rohaniawan memberikan bimbingan dengan menggunakan berbagai pendekatan
dan penanaman akidah, akhlak, serta ibadah kepada klien melalui nasehat-nasehat.
Bimbingan dan konseling Islam di PPT SERUNI merupakan suatu upaya
dalam membantu menangani trauma remaja korban perkosaan agar lebih tenang,
ikhlas, sabar, dan tabah dalam menghadapi musibah yang dialaminya. Dalam bab
ini penulis akan menganalisis dari segi pemberian bimbingan, metode, dan
materinya;
90
1. Pembimbing (Rohaniawan)
Tenaga pembimbing atau rohaniawan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah seseorang yang memberikan bimbingan keagamaan
kepada remaja trauma perkosaan. Pada dasarnya pembimbing sudah
mengusai materi yang akan disampaikan dan mengetahui metode mana
yang akan digunakan, yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan klien.
Karena pembimbing sudah banyak pengalaman tentang persoalan-
persoalan yang dihadapi remaja trauma perkosaan.
Dalam pemberian layanan bimbingan keagamaan kepada remaja
trauma perkosaan dibutuhkan seorang yang professional, dalam artian
harus benar-benar dapat menyikapi berbagai persoalan klien. Karena
pembimbing bukan hanya memberikan bimbingan saja akan tetapi
berperan juga sebagai konselor. Dimana klien bisa berkonsultasi mengenai
semua apa yang dirasakannya.
Sebagai pembimbing selayaknya mempunyai kepribadian perfect
(sempurna), sejalan dengan Al qur'an dan Hadist. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh pembimbing dalam bimbingan dan konseling Islam itu dapat
dibedakan atau dikelompokkan sebagai berikut:
(1) kemampuan progesional (keahlian)
(2) sifat kepribadian yang baik (akhlaqul karimah)
(3) kemampuan kemasyarakatan (berukhuwah Islamiyah)
(4) ketakwaan pada Allah (Musnamar, 1995 : 42)
91
Adz-Dzaky (2004: 299) mengemukakan bahwa seorang konselor
islam harus memiliki kualifikasi-kualifikasi yang meliputi, aspek
spriritualitas, moral, serta keilmuan dan skill, pengetahuan mengenai diri
sendiri, kesehatan, psikologi, kejujuran, kesabaran, kehangatan, dapat
dipercaya dan mempunyai kesadaran holistic (memperhatikan dimensi
kemanusiaan).
2. Metode bimbingan dan konseling Islam di PPT SERUNI
Dalam suatu bimbingan dan konseling metode penyampaian
menjadi bagian yang sangat penting, karena metode terkait dengan
bagaimana seorang pembimbing menyampaikan materi, memberikan
pemahaman kepada yang dibimbing. Keberhasilan pembimbing dapat
dinilai apakah metode yang digunakan tepat atau tidak, klien memahami
materi atau tidak. Inilah fungsi dari metode bimbingan dan konseling
Islam.
Adapun metode yang digunakan oleh pembimbing dalam
membantu remaja trauma perkosaan yaitu dengan menggunakan metode
langsung, dimana pembimbing berdialog langsung kepada klien secara
tatap muka. Pembimbing dalam memberikan layanan, harus memahami
kondisi klien, menjalin hubungan baik, dan saling percaya.
Pembimbingpun juga memberikan kesempatan kepada klien untuk
bertanya pada saat proses bimbingan berlangsung agar tercapai
pemahaman yang diinginkan.
92
Dengan adanya pelayanan bimbingan secara langsung ini, klien
dengan mudah mengungkapkan segala permasalahannya, baik yang
bersifat pribadi maupun umum, karena pembimbing adalah orang yang
dapat dipercaya dan dapat menyimpan rahasia. Selain itu, klien menyakini
bahwa pembimbing dapat membantu mengatasi permasalahan klien
(remaja trauma perkosaan).
Lingkungan juga menjadi faktor yang menentukan. Dukungan
yang diberikan oleh rohaniawan, konselor, dan semua pihak yang ada di
sekelilingnya merupakan suatu bentuk suasana lingkungan yang kondusif
bagi klien. Adanya perhatian dari rohaniawan atau konselor di SERUNI
semakin memudahkan klien untuk keluar dari masalahnya. Hal ini
merupakan bentuk riil dukungan dari pihak SERUNI.
3. Materi bimbingan dan konseling Islam di PPT SERUNI
Dalam memberikan pelayanan, pembimbing tidak terlepas dari
materi yang disampaikan, karena isi materi sangat menentukan membantu
penguatan kejiwaan klien. Adapun materi yang disampaikan oleh
pembimbing antara lain dalam hal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT, ikhlas, sabar, bertawakal, ikhtiar dan berdo’a. Materi tersebut
diberikan dengan tujuan dan harapan agar klien meningkatkan
ketaqwaannya, lebih sabar dan ikhlas dalam menerima ketentuan Allah
supaya jiwanya menjadi tenang. Oleh karena itu materi merupakan hal
yang sagat urgen dalam keberhasilan bimbingan dan materi tersebut sudah
disampaikan dengan baik oleh pembimbing.
93
Setelah kita lihat contoh kasus perkosaan yang dialami oleh remaja pada
bab tiga, tiap-tiap korban mengalami keguncangan jiwa atau mentalnya terutama
ketakutan, kecemasan, menjadi introvert dan hilangnya kepercayaan dirinya. Hal
ini terjadi pada korban dan keluarganya dan manifestasinya pun berfariasi dari
yang ringan sampai yang berat tergantung pada temperamen orang yang sedang
mengalaminya. Dengan kondisi semacam itu maka perlu adanya bimbingan
kerohanian atau keagamaan. Dengan tujuan agar klien mendapatkan keikhlasan,
kesabaran, dan mampu mengaktualisasikan dirinya kembali secara positif.
Hal ini sejalan dengan teori Latif (2006) yang menyatakan bahwa
bimbingan dan konseling Islam mempunyai tujuan membantu menyembuhkan
klien dari segi rohaninya dengan memberi motivasi dan semangat untuk mereka,
menyadarkan bahwa datangnya musibah berasal dari Allah. Selain itu
Rohaniawan juga mengajak klien (mad’u) untuk lebih mendekatkan diri pada
Allah SWT. Ini berarti bahwa rohaniawan memiliki peran dan tanggung jawab
sebagai orang yang merawat dan membimbing mereka secara psikologis.
Dari hasil penelitian, ternyata bimbingan dan konseling islam yang
dilakukan di PPT SERUNI terhadap remaja trauma perkosaan adalah dengan:
1. Menumbuhkan sikap optimis dalam diri klien dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
2. Menumbuhkan harapan bahwa kehidupan yang lebih baik masih bissa
dimiliki.
3. Menumbuhkan sikap realistis dalam bentuk menerima peristiwa buruk
yang telah terjadi.
94
4. Memotivasi dalam mengembalikan rasa percaya dirinya agar dapat
mengaktualisasikan dirinya kembali.
5. Menumbuhkan rasa sabar, ikhlas pada diri klien dan keluarganya
6. Menumbuhkan rasa tenang dan menghilangkan rasa agelisah pada diri
klien.
7. Memberikan sugesti pada diri klien dengan materi yang disampaikan.
Ditinjau dari segi kesehatan mental (jiwa), materi akidah seperti dzikir dan
do’a berperan dalam pembinaan, karena dzikir dan do’a berhubungan langsung
dengan sifat mengingat dan mengungkapkan perasaan, serta orang yang dalam
ketakutan, kecemasan akan memperoleh ketenangan batin dan jiwa, karena orang
yang semakin banyak berdzikir dan berdo’a seamkin tinggi ketenangan jiwanya
dan semakin tinggi ketaqwaan dan keimanannya.
Dengan pemberian bimbingan dan konseling keagamaan diharapkan klien
akan mengerti bahwa semua yang dihadapinya tidak lain merupakan cobaan dari
Allah dan harus kita terima dengan lapang dada, karena Allah SWT telah
merencanakan sesuatu yang terbaik untuk umatnya dan Allah dalam memberikan
cobaan pasti sudah diperhitungkan sesuai dengan kemampuan umatnya, maka dari
itu sudah seharusnya klien ikhlas dengan apa yang sudah digariskan oleh Allah
SWT. Disinilah bentuk dakwah yang direalisasikan melalui bimbingan konseling
Islam di PPT SERUNI, dimana pembimbing dapat melakukan suatu pendekatan
yang tepat, yaitu suatu upaya mengajak dari tingkah laku yang tidak baik menjadi
baik, dan yang baik menjadi lebih baik dan mampu menjaganya.
95
Dari uraian diatas nampak bahwa bimbingan konseling Islam dijadikan
salah satu metode atau sarana pemulihan trauma karena pendekatan Agama adalah
pendekatan yang humanistik, untuk itu bimbingan konseling Islam sangat
diperlukan di PPT SERUNI guna menyadarkan klien akan fitrahnya sebagai
makhluk ciptaan Allah SWT dan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Yang mana hasil penulisan ini sejalan dengan teorinya Faqih yang
menyatakan bahwa dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah,
berarti yang bersangkutan dalam hidupnya akan berperilaku tidak keluar dari
ketentuan dan petunjuk Allah, dengan hidup seperti itu maka akan tercapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4.2. Analisis Nilai Dakwah dalam Bimbingan Konseling Islam dalam
Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di PPT SERUNI Kota
Semarang.
Praktek dakwah yang dilakukan oleh PPT SERUNI dalam menangani
trauma remaja korban perkosaan direalisasikan melalui bimbingan dan konseling
oleh pembimbing atau rohaniawan. Penerapan nilai-nilai dakwah dalam
menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI berupa penanaman
nilai-nilai akidah, akhlaq dan ibadah serta materi-materi lain yang disesuaikan
dengan kondisi klien dan tentunya materi tersebut sesuai dengan ajaran Islam (Al-
qur’an dan Hadist).
Al-qur’an dan Hadist merupakan dasar utama dalam menjalankan
bimbingan dan konseling Islam, karena Al-qur’an adalah sebuah petunjuk dan
penawar bagi orang-orang yang beriman. Selain itu juga bisa digunakan sebagai
96
penawar hati yang gundah, cemas, serta penyakit-penyakit lain yang bersarang
pada jiwa manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Q. S. Al-Isra’ ayat 82.
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Depaq, 2007:
Q. S. Al- Isra’: 82)
Nilai-nilai akidah diberikan dengan tujuan agar klien meyakini
sepenuhnya kepada Allah dan memelihara keimanannya. Selain itu, berkaitan
dengan ibadah, pembimbing mendorong klien untuk selalu beribadah seperti
sholat, dzikir, dan berdoa atau yang lainnya. Serta pembimbing menumbuhkan
sikap ikhlas dalam menerima musibah yang dialaminya dan tetap
mengaktualisasikan dirinya secara positif.
Materi-materi tersebut disampaikan dengan harapan klien dapat
meningkatkan ketaqwaannya pada Allah dalam menghadapi musibah dan selalu
ikhlas menerima ketentuan Allah, selalu berdoa, berdzikir, dan memohon
ampunan pada Allah agar hati menjadi tenang. Materi-materi yang disampaikan
kepada klien diberikan dengan cara nasehat, mendorong, dan mengajak klien
supaya dapat bersikap dan berperilaku dalam menghadapi masalah yang
dialaminya.
Jadi nilai-nilai dakwah dalam bimbingan dan konseling Islam di PPT
SERUNI pada pola kehidupan spiritual yang ditekankan oleh pembimbing dalam
menangani trauma remaja korban perkosaan melalui pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling keagamaan.
97
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat penulis ambil berdasarkan uraian di atas
adalah sebagai berikut:
1. PPT SERUNI dalam menangani kasus remaja korban perkosaan dengan
memberikan pelayanan secara holistic, yang artinya pelayanan di berbagai
segi kehidupan yaitu pelayanan medis, hukum, psikologi, psikososial, dan
pelayanan rohani. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu identifikasi
masalah, diagnosis, terapi, evaluasi dan follow up.
2. Proses bimbingan dan konseling Islam dalam menangani trauma remaja
korban perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) SERUNI Kota
Semarang adalah suatu rangkaian kegiatan penyampaian atau pemberian
nasehat yang Islami oleh pembimbing atau rohaniawan. Materi yang
disampaikan berkisar pada pemahaman akidah, akhlak dan ibadah. Dalam
materi akidah yang disampaikan berkisar tentang keimanan dan ketaqwaan.
Materi akhlak yang disampaikan meliputi sifat ikhlas, sabar, bertawakal,
dan ikhtiar. Sedang materi ibadah yang disampaikan meliputi ibadah sholat
dan dzikir. Materi-materi itu disampaikan dengan nasehat secara langsung
kepada klien dengan berdialog, tanya jawab, dan dengan persuasif.
98
3. Bimbingan konseling Islam yang diterapkan di PPT SERUNI dalam
pelaksanaannya memiliki fungsi kuratif yang cukup signifikan karena tidak
sekedar membantu kesembuhan tetapi juga mempunyai peran psiko-
religius selama proses penyembuhan dan diharapkan dapat
mengaktualisasikan dalam kehidupan nyata.
5.2. Saran-Saran
Mengingat proses bimbingan dan konseling Islam dalam menangani
trauma remaja korban perkosaan sudah berjalan dengan baik, maka penulis
memberikan saran-saran:
1. Untuk konselor atau rohaniawan
a. Rohaniawan lebih meningkatkan proses tersebut sehingga
maksimal bahkan sempurna.
b. Rohaniawan harus menunjukan sikap empati dan Islami kepada
klien agar lebih mudah membangun hubungan komunikasi dan
klien dapat menerima materi-materi yang disampaikan.
c. Menjadi ahli kesehatan Islam sangat sedikit jumlahnya, maka
umat Islam sebagai kaum mayoritas di Indonesia harus dapat
memenuhi kebutuhan dalam bidang kesehatan ini.
2. Bagi PPT SERUNI
a. Hendaknya meningkatkan usaha pemenuhan sarana dan
prasarana atau fasilitas bimbingan dan konseling Islam.
99
b. PPT SERUNI hendaknya meningkatkan aktifitas dakwah Islam
tidak hanya melalui tenaga rohaniawan tetapi juga sosialisasi-
sosialisasi pencegahan yang Islami.
5.3. Penutup
Syukur Alhamdulillah atas rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga penyusunan
skripsi tentang bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban
perkosaan di PPT SERUNI dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis berusaha semaksimal mungkin, namun karena keterbatasan
kemampuan penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, banyak kekurangannya. Meskipun demikian, penulis berharap penelitian
yang dilakukan dapat bermanfaat bagi semua, khususnya bagi penulis sendiri.
Penulispun mengharapkan berbagai saran dan kritik demi sempurnanya skripsi ini.
Semarang, 01 Juli 2011
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2003. Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama Vol. IV No. 1, Yogysksrts, PPM
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Adz-Dzaky, Bakran Hamdani HM. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam, Jogyakarta: Fajar
Pustaka Baru.
Al-Bukhari, Jefri. 2006. Sekuntum Mawar untuk Remaja, Jakarta: Pustaka al-Mawardi.
Ali, Mohhammad dan Sarori Mohammad. 2004. Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Arifin, M.. 1997. Psikologi Dakwah, Bumi Aksara, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian “Suatu Pendekatan Praktek” Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Azwar, Saifudin, 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakhtiar, Wardi. 1997. Metodologi Penelitian Dakwah, Jakarta: Logos Wacana.
Brosur SERUNI, Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Berbasis Gender
Bukhari, Shahih. 1993. Terjemah Jilid IX, Semarang: CV. Asy-Syifa’ .
Christian, M. 2005. Jinakkan Stress (Kiat Hidup Bebas Tekanan)., Bandung: Nexx Media
Depag, RI. 2007. Al-Qur’an Terjemah. Semarang: CV. Thoha Putra.
Depdiknas., 2002., Kamus Besar Indonesia., Jakarta: Balai Pustaka.
Dokumen SERUNI (Standar Operasional Pelayanan (SOP) SERUNI)
Echols dan Shadily, 1993. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia.
Faqih, Ainur Rakhim. 2001. Bimbingan Konseling Islam, Yogyakarta: UII Pers.
Greenberg, Jerrold S. 2006. Comprehensive Stress Management, New York: McGraw-Hill
Campanies.
Gunarsa, Ny. Singgih D. dan Gunarsa, Singgih D. 2007. Psikologi untuk Membimbing,
Jakarta: Gunung Mulia.
Hallen, A. 2002,. Bimbingan dan Konseling dalam Islam., Jakarta: Ciputat Press.
Hidayat, Nur Fitroh. 2008. Penanggulangan Budaya Seks Bebas pada Remaja menurut Jefri
Al-Bukhari dalam Buku “Sekuntum Mawar untuk Remaja” (Analisis Materi dan
Metode Bimbingan Konseling Islam). (Tidak di Publikasikan. Skripsi Fakultas
Dakwah IAIN Walisongo Semarang).
Http://www.Hipnoterapi.asia/trauma.htm// diakses Tanggal 03 September 2010.
Http://safwankita.Wordpress.com/2010/10/31/trauma-deteksi-diri-penanganan-awal-di-
realitas-sosial// diakses Tanggal 28 Nopember 2010.
Http://Lintasberita.com/go/939889. diakses Tanggal 28 Nopember 2010.
Luhulima, Sudiarti. 2000. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan terhadap
Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: PT. Alumni
Magdalena, Merry. 2010. Melindungi Anak dari Seks Bebas, Jakarta: PT. Grasindo.
Mahfianan, L. dkk. 2009. Remaja dan Kesehatan Reproduksi., Yogyakarta: STAIN Ponorogo
Press.
Mappiare, Andi. 1996. Pengantar Konseling dan Psikoterapi., Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Maqsood, Waris Ruqayyah. 2004. Menyentuh Hati Remaja: Bimbingan Islam untuk
Mengatas Problem-problem Remaja, Bandung: Al-Bayan PT. Mizan Pustaka.
Monk F. J. dan A. M. P. Knoers. 2006. Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif (edisi Revisi), Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Musnamar, T. 1995. Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam., Yogyakarta:
UII Press.
Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nugroho, Boyke Dian. 2010. It’s All About Sex: A-Z tentang Seks, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Papalia, Diane E. 2004. Human Development., America: The McGraw-Hill Companies.
Prayitno dan Erman Amti,. 1999. Dasar – Dasar Konseling Islam., Jakarta: Rineka cipta.
Rejeki, Tri. 2009. Materi Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Klien Gangguan
Kejiwaan Hamil Tanpa Nikah (Studi Kasus di PILAR_PKBI kota Semarang).
(Tidak di Publikasikan. Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang).
Rokhim, M. Abdul. 2008. Peran Seruni dalam Menangani Istri Korban Kekerasan dalam
Rumah Tangga (Perspektif Bimbingan Konseling Islam). (Tidak di Publikasikan.
Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang).
Saerozi. 2008. Metodologi Penelitian Dakwah (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif),
Semarang: Bagian Penerbitan LABDA Fakultas Dakwah IAIN Walisongo.
Sarwono, Sarlito Wirawan., 2005., Psikologi Remaja., Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Semium, Yustinus. 2007. Kesehatan Mental 2, Yogyakarta: Kanisius.
Shertzer, Bruce and Shelley Stone C. 1971. Fundamentals Of Guidance, Boston: Houghton
Mifflin Company.
Sudarsono, 1997. Kamus Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sujanto, Agus., 1996., Psikologi Perkembangan., Jakarta: Rineka Cipta.
Surtiretna, Nina. 2006. Remaja dan Problema Seks. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sutoyo, Anwar. 2007. Bimbingan dan Konseling Islami, Semarang: Cipta Prima Nusantara.
Sutopo, H. B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam
Penelitian, Surakarta: Univesitas Sebelas Maret Press.
Wawancara: Ibu Dewi Tian Tari. 10 Nopember 2010.
Wawancara: Ibu Irene Koernia Arifajar: 18 April 2011.
Wawancara: Ibu Sri Gudiarti (Atik): 18 November 2010.
Wawancara: Ibu Rumiati Hanum: 14 April 2011.
Wawancara: Bapak Matori: 25 April 2011.
Wawancara: Mas Prazudhi K. A.: 19 April 2011.
Wawancara: Mas Andy Marga Kusuma: 18 April 2011.
Walgito, Bimo. 2005. Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Yogyakarta: C.V Andi
Offset.
Winkel S. J., dan Sri Hastuti. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,
Yogyakarta: Media Abadi.
Yahya, Imam Abu Zakaria. 1987. Darul Qutub Al-Alamiyah. Libanon.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Haryanti
Nim : 061111001
Tempat, Tanggal Lahir : Grobogan, 17 Maret 1986
Umur : 25 Tahun
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Bulustalan V / 716 Semarang
JENJANG PENDIDIKAN
1. SDN Jatilor Godong : 1998
2. MTS YATPI Godong : 2001
3. SMK LPI Semarang : 2004
4. Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang: 2011
PENGALAMAM ORGANISASI
1. Pengurus Yayasan Al-Madani Semarang Sampai Sekarang
2. Anggota TPQ Al-Khoiryyah Semarang Sampai Sekarang