Upload
zarah-alifani-dzulhijjah
View
666
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Onkologi
Citation preview
Laporan PBL
Makassar, Maret 2012
SISTEM BLOK ONKOLOGI
MODUL I“ BENJOLAN PADA LEHER “
Oleh :
KELOMPOK VII AIndra Harliwinata 110 208 0045Nur Asti Apriani 110 209 0146Andi Dala Yasinta Nasrullah 110 209 0122Zarah Alifani Dzulhijjah 110 209 0115Irmayanti Mukhtar 110 209 0012Andi Soraya Walyddaini 110 209 0076Wa Ode Faryssa Cakradinata 110 209 0091Ainun Martoni 110 209 0093Wiwi Pratiwi Handayani 110 209 0024Assfahani Sibua 110 209 0038Akhmad Edwin Indra Pratama 110 209 0064Andi Cakra Irwansyah 110 209 0048
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR2012
1
Skenario
Seorang laki-laki 40 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan benjol pada leher bagian
lateral yang dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan ini mula-mula kecil yang kemudian
membesar dengan cepat. Benjolan teraba keras, tetapi tidak nyeri. Penderita mengeluh sakit
kepala.
Kata Sulit
Benjolan :
Kata Kunci
laki- laki 40 tahun
keluhan benjolan pada leher bagian lateral 4 bulan lalu
mula- mula kecil yang kemudian membesar dengan cepat
teraba keras
tidak nyeri
sakit kepala
Pertanyaan :
1. Bagaimana anatomi kelenjar limfe?
2. Bagaimana patomekanisme terjadinya benjolan pada leher lateral?
3. Kenapa benjolan membesar dengan cepat?
4. Kenapa teraba keras?
5. Kenapa tidak nyeri?
6. Adakah hubungan benjolan dengan sakit kepala?
7. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada skenario ini?
8. DD
2
Jawaban :
1. Anatomi leher sebelah lateral:
Pasien pada kasus mengalami benjolan pada lehernya. Sumber benjolan ini bisa
berasal dari jaringan otot, kelenjar thyroid, parathyroid, dan kelenjar getah bening.
Namun karena keterbatasan info sulit untuk menentukan struktur yang menjadi
sumber benjolan pada kasus. Namun secara garis besar, jika suatu benjolan timbul
pada daerah leher sebelah lateral maka organ yang bisa dicurigai mengalami
gangguan adalah:
Kelenjar Getah Bening
Adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Tubuh memiliki kurang lebih sekitar 600
kelenjar getah bening. Gugusan superfisialis berjalan mengikuti vena superficialis,
dan gugusan profunda berjalan mengikutiarteri atau vena profunda.
3
Region I à Kel limf submentale, submandibulare
Region II à 1/3 atas vena jugularis interna, basis kranii sampai tepi atas os hyoid,
berisi kel limf jugulodigastric dan spinal asesoris
Region III à 1/3 tengah v j I, dipisahkan dari 4egion IV melalui m.omohyoid, berisi
kel limf jugularis medius
Region IV à 1/3 bawah v j I, berisi kel limf jugularis inf, skalenius dan
supraklavuikula
Region V à Kel limf yang terdapat pada trigonium servikal posterior
Farynx
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk corong yang besar di
bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke VI. Pada bagian atas, faring
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, pada bagian depan berhubungan dengan
mulut melalui istmus orofaring, sedangkan laring di bawah berhubungan melalui additus
laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada
orang dewasa kurang lebih 14 cm. bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Dinding laring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot
4
dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring
(hipofaring)
Atap nasopharynx sesuai dengan dasar dari corpus ossis sphenoidalis yang mengandung sinus
sphenoidalis. Batas depan dari nasopharynx adalah choana yang merupakan muara dari
cavum nasi. Dinding belakangnya sesuai dengan vertebra sevikalis I dan II. Batas bawahnya
dibentuk oleh palatum molle dan rongga nasofaring terpisah dari orofaring pada waktu
menelan oleh kontraksi otot-otot palatum malle (m.tensor veli palatini dan m.levator veli
palatini) bersama dengan m.constrictor faringis superior.
Nasofaring relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan struktur seperti adenoid,
jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan ressesus faring yang disebut fossa
Rosenmuller. Kantong Rathke yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis
serebri. Torus tubarius merupakan suatu refleksi mukosa faring, di atas penonjolan kartilago
tuba eustachius, koana, foramen jugulare yeng dilalui oleh n. Glosofaring, n.vagus, dan
n.asecorius spinal saraf cranial dan v. jugularis intema, bagian atas petrosus os temporalis dan
foramen laserum serta muara tuba eustachius.
Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya
adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual,
gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa
Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.
Struktur anatomis yang penting dalam klinik :
Pada dinding lateral nasofaring di belakang concha nasi inferior terdapat muara dari
tuba auditiva yang disebut ostium tubae yang dibatasi di dorsal dan kranialnya oleh tonjolan
yang disebabkan oleh m.levator veli palatini yang melekat pada cartilago tubae auditiva dan
disebut torus tubarius atau levatorwurst. Pada bayi muara tuba ini terletak setinggi dasar
cavum nasi sehingga selalu dilewati sekret hidung yang mengalir ke nasofaring karena itu
mudah teejadi infeksi telinga tengah melalui tuba ini pada bayi yang pilek.(2)
Di dorsal torus tubarius terdapat lekukan ke lateral dari rongga nasofaring yang didebut fossa
5
Rosenmuller (recessus faringeus), jaringan limfoid di sekitar muara tuba dan di fossa
Rosenmuller ini disebut tonsil tubaria.
Pada pertemuan antara atap dan dinding dorsal nasofaring terdapat adenoid (tonsillla
faringeal) yang terdiri dari jaringan limfoid berbentuk lipatan-lipatan vertikal.
Pada bagian atas dari dinding dorsal ini kadang-kadang ada suatu cekungan atau kantong
yang disebut bursa faringeal yang jinak meradang menyebabkan penyakit Thornwaldt
(bursitis nasofaringeal) dengan gejala utama postnasal discharge.
Glandula Parotis
Kelenjar parotis adalah kelenjar liur yang berpasangan, berjumlah 2. Kelenjar parotis
merupakan kelenjar liur yang terbesar. Masing-masing beratnya rata-rata 25 gram dan
bentuknya irregular, berlobus, berwarna antara hijau dan kuning (yellowish) terletak dibawah
meatus akustik eksternus diantara mandibula dan otot sternokleidomastoideus.
Kelenjar parotis bentuknya bervariasi, jika dilihat dari lateral 50% berbentuk segitiga,
30% bagian atas dan bawahnya membulat. Biasanya kelenjar parotis berbentuk seperti
piramida terbalik dengan permukaan-permukaannya sebagai berikut: permukaan superior
yang kecil, superficial, anteromedial, dan posteromedial. Bentuk konkav pada permukaan
superior berhubungan dengan bagian tulang rawan dari meatus akustik eksternus dan bagian
posterior dari sendi temporomandibular. Disini saraf auriculotemporal mempersarafi kelenjar
parotis. Permukaan superfisialnya ditutup oleh kulit dan fascia superficial yang mengandung
cabang fasial dari saraf aurikuler, nodus limfatikus parotis superficial, dan batas bawah dari
platisma.
Bagian anterior kelenjar berbatasan dengan tepi posterior ramus mandibula dan
sedikit melapisi tepi posterior muskulus masseter. Bagian posterior kelenjar dikelilingi oleh
telinga, prosesus mastoid, dan tepi anterior muskulus stemokleidomastoideus. Bagian dalam
yang merupakan lobus medial meluas ke rongga parafaring, dibatasi oleh prosesus stiloideus
dan ligamentum stilomandibular, muskulus digastrikus, serta selubung karotis. Di bagian
anterior lobus ini terletak bersebelahan dengan bagian medial ptetygoideus. Bagian lateral
hanya ditutupi oleh kulit dan jaringan lemak subkutaneus. Jaringan ikat dan jaringan lemak
dari fasia leher dalam membungkus kelenjar ini. Kelenjar parotis berhubungan erat dengan
struktur penting di sekitarnya yaitu vena jugularis interna beserta cabangnya, arteri karotis
6
eksterna beserta cabangnya, kelenjar limfa, cabang auriculotemporalis dari nervus trigerninus
dan nervus fasialis.
Pendarahan kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna dan cabang-cabang di
dekat kelenjar parotis. Darah vena mengalir ke vena jugularis eksterna melalui vena yang
keluar dari kelenjar parotis.
Nodul kelenjar lime ditemukan pada kulit yang berada di atas kelenjar parotis
(kelenjar preaurikuler) dan pada bagian dari kelenjar parotis itu sendiri. Ada 10 kelenjar
limfatik yang terdapat pada kelenjar parotis, sebagian besar ditemukan pada bagian
superficial dari kelenjar diatas bidang yang berhubungan dengan saraf fasialis. Kelenjar limfe
yang berasal dari kelenjar parotis mengalirkan isinya ke nodus limfatikus servikal atas.
Persarafan kelenjar parotis oleh saraf preganglionic yang berjalan pada cabang
petrosus dari saraf glossopharyngeus dan bersinaps pada ganglion otik. Serabut
postganglionic mencapai kelenjar melalui saraf auriculotemporal.
Kelenjar parotis memiliki saluran untuk mengeluarkan sekresinya yang dinamakan
Stensen’s duct yang akan bermuara di mulut dekat gigi molar 2; lokasi biasanya ditandai oleh
papilla kecil.
Kelenjar Thyroid
Kelenjar tiroid adalah organ yang merupakan salah satu bagian dari sistem
endokrin. Kelenjar tiroid memiliki dua lobus yang satu dan lainnya dihubungkan oleh
isthmus yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher. Secara embriologis kelenjar tiroid
berasal darievaginasi epitel faring yang membawa pula sel-sel dari kantung faring lateral.
Evaginasiini berjalan kebawah dari pangkal lidah menuju menuju leher hingga mencapai
letak anatominya yang terakhir. Sepanjang ke bawah ini sebagian jaringan tiroid
dapattertinggal membentuk kista triglosus, nodula atau lobus piramidalis tiroid.
Dalamkeadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya 10–20 gram. Dipandang
darisudut histologis, kelenjar ini terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-
folikelkecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh suatu jaringan
penyambung.Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubis dan lumennya terisi oleh koloid.
Sel-selepitel folikel merupakan tempat sintesis hormone tiroid dan mengaktifkan
7
pelepasannyakedalam sirkulasi,.dua hormone utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel
adalah tiroksindan triyodotironin. Kelenjar tiroid juga memiliki sel pensekresi hormon lain
yaitu sel C(parafolikular) yang terdapat pada dasar folikel yang berhubungan dengan
membranfolikel. Sel C (parafolikular) mensekresi kalsitonin. Hormon-hormon folikel tiroid
beasaldari iyodinasi residu tirosil dari tiroglobulin. Tiroksin mengandung empat atom
yodium(T4) dan tryodotironin mengandung tiga atom yodium (T3).
2. Patogenesis terjadinya benjolan pada leher lateral?
Berbagai faktor dari lingkungan seperti bahan kimiawi, radiasi dan virus dapat menyebabkan
kerusakan DNA pada sel- sel yang normal. Dalam keadaan yg normal, setiap kerusakan DNA
akan diperbaiki oleh gen repair. Namun, dalam hal ini gen repair gagal memperbaiki DNA
sehingga kerusakan DNA menetap. Kegagalan perbaikan ini disebabkan oleh oleh mutasi
yang juga menyerang gen- gen perbaikan dan gen yang mempengaruhi apoptosis. Kerusakan
gen berlanjut menjadi mutasi sel somatik. Mutasi ini menyebabkan aktivasi onkogen yang
akan meningkatkan pertumbuhan, Inaktivasi gen suppressor tumor, dan mengganti gen yang
8
mengatur apoptosis. Akibat dari aktivasi onkogen dan inaktivasi suppressor tumor, sel
mengalami proliferasi yang tidak terkendali dan penurunan apoptosis karena kerusakan gen
yang mengaturnya. Akibatnya terjadi ekspansi klonal yang ditunjang angiogenesis dan
pertahanan terhadap imunitas, pertambahan mutasi (progresi) dan akhirnya heterogeneitas
dari sel- sel yang akhirnya membentuk neoplasma ganas yang lama kelamaan akan
mengalami invasi dan metastasis.
3. Kenapa benjolan membesar dengan cepat?
Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor
sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menunjukkan kelainan
fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi
mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak
terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan yang progresif.
Biasanya pembesaarn yang cepat terjadi pada tumor- tumor yang sifatnya ganas.
4. Kenapa teraba keras?
Neoplasma terdiri dari sel neoplastik yang berproliferasi dan berhubungan dengan
sistem penyokong yang disebut stroma. Tumor yang sangat keras mengandung stroma
fibrosa yang sangat padat dan kadang- kadang disebut scirrhous. Tumora yang
terutama terdiri atas sel- sel neoplastik dengan stroma yang relatif sedikit akan -
bersifat jauh lebih lunak dan kadang – kadang disebut medularis.
5. Kenapa benjolan tidak nyeri?
Kelenjar limfe tidak terdapat kapsul
Pada saat benjolan membesar, tidak mengganggu sitem saraf di sekitarnya.
Tidak ada tanda peradangan
6. hubungan benjolan dengan sakit kepala?
Sakit kepala dihubungkan dengan terangsangnya struktur peka nyeri yang ada pada
intracranial maupun ektracranial. Sakit kepala bisa merupakan gejala primer dari
tumor yang ada di otak itu sendiri (biasanya ditandai dengan gejla- gejala peningkatan
tekanan intrakranial), penekanan dari tumor itu sendiri (misalnya NPC yang letaknya
dekat dengan basis cranii, atau karena pembesaran nodus limfatik disekitar leher dan
kepala akibat metastasis tumor.:
Nodus spinal asesorius
Kulit kepala bagin parietal, leher belakang, Nodus retrofaring
9
Nodus retrofaring
Nasofaring, cav.nasi post, telinga tengah, tuba eustachius, orofaring, hipofaring,
sinus paranasalis
7. langkah-langkah diagnosis pada skenario ini?
Anamnesis:
Sejak kapan
Dimana lokasinya
Bagaimana perjalanan awal penyakitnya
Keluhan yang menyertai
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat pengobatan
Pemeriksaan fisis:
Inspeksi
Lokasi benjolan
Bentuk dan Ukuran benjolan
Palpasi
Lokasi
Ukuran
Permukaan
konsistensi
Bisa digerakkan
Nyeri atau tidak
Pemeriksaan penunjang:
Radiologi:
Esofagografi,
CT-Scan
USG
Lab:
10
Darah
Bakteriologi
Tumor Marker: Kalsitonon-Tiroglobulin, IgA anti EBV-VCA
Biopsi :
FNAB
8. Differential diagnosis:
A. Nasopharynx Cancer
Anatomi
Nasofaring terletak diantara basis cranial dan palatum mole, menghubungkan
rongga hidung dan orofaring. Rongga nasofaring menyerupai kubus yang tidak beraturan.
Diameter atas-bawah dan kiri-kanan masing-masing sekitar 3 cm, diameter depan-belakang
2-3 cm, dapat dibagi menjadi dinding anterior, superior, inferior, posterior dan 2 dinding
lateral yang simetri bilateral.
Drainase limfatik: area nasofaring sangat kaya akan saluran limfatik, terutama
drainase ke kelenjar limfe faringeal posterior paravertebral servikal, kemudian masuk ke
kelenjar limfe kelompok profunda servikal, terutama meliputi rantai kelenjar limfe jugularis
interna, rantai kelenjar limfe mervi asesorius, rantai kelenjar limfe arteri dan vena
transversalis koli.
Epidemiologi
Kanker nasofaring dapat terjadi pada segala usia tapi umumnya menyerang
usia 30-60 tahun, menduduki 75-90%. Proporsi pria dan wanita adalah 2-3,8:1.
Etiologi
- Kerentanan genetik
Analisa korelasi menunjukkan gen HLA dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E
kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap kanker nasofaring.
- Virus EB
11
Metode imunologi membuktikan virus EB membawa
- Faktor Lingkungan
Zat berikut berkaitan dengan timbulnya kanker nasofaring:
Golongan nitrosamin
Hidrokarbon aromatik
Unsur renik
Gejala Klinis
Nasofaring : obstruksi nasi, epistaksis
Telinga : oklusi tuba, gangguan pendengaran, otalgi, tinnitus
Mata dan syaraf : diplopia (N.VI) , parestesi muka (N.V) Kadang ke N.III dan IV,
lebih lanjut dapat mengenai N.IX, X, XI, sefalgia/hemisefalgia
Leher : Tumor coli lateral (nodus jug.prof.sup disebelah bawah belakang m.
strenokleidomastoideus)
Metastasis jauh : hepar, paru, tulang
Diagnosis
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring,
protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor
:
1. Anamnesis / pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan nasofaring
3. Biopsi nasofaring
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
5. Pemeriksaan radiologi
6. Pemeriksaan neuro-oftalmologi
7. Pemeriksaan serologi
Stadium
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union
Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
12
T0 : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring
T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak
N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional
N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat
digerakkan
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral,
yang sudah melekat pada jaringan sekitar.
M = Metastase, menggambarkan metastase jauh
M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.
Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1 M0
Stadium IV : T4 N0,N1 M0
Tiap T N2,N3 M0
Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari nasofaring
diklasifikasikan sebagai berikut :
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak
dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan
dindinglateral.
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring.
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf kranial
(atau keduanya).
13
Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah
radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.2-13
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat meningkatkan
hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau
adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih
yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.2,3,8-12 Nasofaringektomi
merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya
residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus
Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
B. Limfoma Maligna
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik
dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu
pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang.
Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara
lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi
dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH),
histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan
LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
14
Definisi
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam
kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau
akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).
Epidemiologi
Di negara maju, limfoma relatif jarang, yaitu kira-kira 2% dari jumlah kanker yang
ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan
terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara, dan kulit.
Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada
limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin
pada kelompok penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus
HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh
virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder
(seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang
dan jaringan lain.
Klasifikasi
Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopik dari
kelenjar limfe yang terlibat. Kategori tersebut adalah limfoma penyakit Hodgkin dan non-
Hodgkin.
Gejala Klinis
1. Pembengkakan kelenjar getah bening
Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher, kelenjar ini tidak
lahir multiple, bebas atas konglomerasi satu sama lain. Pada limfoma non-Hodgkin,
dapat tumbuh pada kelompok kelenjar getah bening lain misalnya pada traktus digestivus
atau pada organ-organ parenkim.
2. Demam tipe pel Ebstein
3. Gatal-gatal
4. Keringat malam
5. Berat badan menurun lebih dari 10% tanpa diketahui penyebabnya.
15
6. Nafsu makan menurun.
7. Daya kerja menurun
8. Terkadang disertai sesak nafas
9. Nyeri setelah mendapat intake alkohol (15-20%)
10. Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat,
sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis dan relatif lebih
cepat bermetastasis ke tempat yang jauh.
Diagnosis
1. Ananmnesis
Keluhan terbanyak pada penderita adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher,
aksila, ataupun lipat paha. Berat badan semakin menurun, dan terkadang disertai dengan
demam, sering berkeringat dan gatal-gatal.
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikuler – aksila dan
inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan
untuk menentukan kemungkinan cincin Weldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlibat
perlu diperiksa gastrointestinal sebab sering terlibat bersama-sama.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah yaitu hemogran dan trombosit. LED sering meninggi dan
kemungkinan ada kaitannya dengan prognosis. Keterlibatan hati dapat diketahui dari
meningkatnya alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT.
4. Sitologi biopsi aspirasi
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) sering dipergunakan pada diagnosis pendahuluan
limfadenopati jadi untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi
hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma, dan limfoma maligna. Ciri khas
sitologi biopsi aspirasi limfoma Hodgkin yaitu populasi limfosit yang banyak aspek serta
pleomorfik dan adanya sel Reed-Sternberg. Apabila sel Reed-Sternberg sulit ditemukan
adanya sel Hodgkin berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat dipertimbangkan
sebagai parameter sitologi Limfoma Hodgkin.
Penyulit diagnosis sitologi biopsi aspirasi pada Limfoma non-Hodgkin adalah
kurang sensitif dalam membedakan Limfoma non-Hodgkin folikel dan difus. Pada
Limfoma non-Hodgkin yang hanya mempunyai subtipe difus, sitologi, biopsi aspirasi
dapat dipergunakan sebagai diagnosis definitif.
16
Penyakit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi Limfoma Hodgkin ataupun
Limfoma non-Hodgkin adalah adanya negatif palsu termasuk di dalamnya inkonklusif.
Untuk menekan jumlah negatif palsu dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multipel hole
di beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak
sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.
5. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtipe
histopatologi walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas limfoma Hodgkin ataupun Limfoma
non-Hodgkin.
6. Radiologi
a. Foto thoraks
b. Limfangiografi
c. USG
d. CT scan
7. Laparotomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening
pada iliaka, para aorta dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium.
Terapi
Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyakit
dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting
dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir
ini angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor
yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi. Peranan pembedahan pada
penatalaksanaan limfoma maligna terutama hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi
splenektomi bila ada indikasi.
1. Radiasi
a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
d. Untuk stadium IV secara total body irradiation
2. Kemoterapi untuk stadium III dan IV
Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca radiasi.
Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi.
17
COP (Untuk limfoma non Hodgkin)
C : Cyilopkosphamide 800 mg/m2 hari I
O : Oncovin 1,4 mg/m2 IV hari I
P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d VII lalu tapering off
MOPP (untuk Limfoma Hodgkin)
M : Nitrogen Mustrad 6 mg/m2 hari 1 dan 8
O : Oncovin 1,4 mg/m2 hari I dan VIII
P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d XIV
P : Procarbazin 100 mg/m2 hari I s/d XIV
Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan
kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan
gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang
mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi
kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan
pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut
kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi
adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.
C. Karsinoma Parotis
Definisi
Menurut kamus kedokteran Dorland edisi 29, Tumor didefinisikan sebagai pertumbuhan baru
suatu jaringan dengan multiplikasi sel-sel yang tidak terkontrol dan progresif, disebut juga
neoplasma. Kelenjar Parotis adalah kelenjar air liur terbesar yang terletak di depan telinga.
Epidemiologi
Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, persentasenya kurang dari 3% dari seluruh
keganasan pada kepala dan leher. Keganasan pada tumor kelenajar liur berkaitan dengan
18
paparan radiasi, faktor genetik, dan karsinoma pada dada. Sebagian besar tumor pada kelenjar
liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis
dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic adenomas).
Tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai suatu massa berbentuk
soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena. Pembesaran menyeluruh atau
berulang dari kelenjar yang terkena sepertinya akibat kalkulus atau peradangan dan
pembesaran kelenjar air liur global yang jarang dapat dilihat pada penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus, myxoedema, sindroma Cushing, dan peminum alcohol. Pembesaran
kelenjar parotis juga dapat dilihat pada anorexia nervosa. Pasien dengan tumor jinak atau
keganasan derajat rendah dapat menampilkan gejala pertumbuhan massa yang lambat untuk
beberapa tahun.
Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan perubahan
ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis (N.VII)
umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari
seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk. Tumor ganas pada kelenjar parotis dapat
meluas ke area retromandibular dari parotis dan dapat menginvasi lobus bagian dalam,
melewati ruangan parapharyngeal. Akibatnya, keterlibatan dari saraf kranial bagian bawah
dapat terjadi berupa disfagia, sakit dan gejala pada telinga. Lebih lanjut lagi dapat melibatkan
struktur disekitarnya seperti tulang petrosus, kanal auditorius eksternal, dan sendi
temporomandibular. Tumor ganas dapat bermetastasis ke kelenjar limfe melalui ruangan
parapharyngeal dan ke rangkaian jugular bagian dalam, dan ke pre-post facial nodes.
Menurut Armstrong et al, sebanyak 16 % dari pasien dengan tumor parotis dan 8% pasien
dengan tumor pada submandibula atau sub lingual secara klinis menunjukkan keterlibatan
kelenjar limfe pada penampilannya.
Pemeriksaan
Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai radiasi terdahulu pada daerah kepala-leher,
operasi yang pernah dilakukan pada kelenjar ludah dan penyakit tertentu yang dapat
menimbulkan pembengkakan kelenjar ini (diabetes,sirosis,hepatitis, alkoholisme). Juga obat-
obat seperti opiate, antihipertensi, derivate fenotiazin, diazepam, dan klordiazepoksid dapat
menyebabkan pembengkakan, karena obat-obat ini menurunkan fungsi kelenjar ludah.
19
Dengan inspeksi dalam keadaan istirahat dan pada gerakan dapat ditentukan apakah ada
pembengkakan abnormal dan dimana, bagaimana keadaan kulit dan selaput lendir di atasnya
dan bagaimana keadaan fungsi nervus fasialis. Kadang-kadang pada inspeksi sudah jelas
adanya fiksasi ke jaringan sekitarnya, dan langsung tampak adanya trismus. Penderita juga
harus diperiksa dari belakang, untuk dapat melihat asimetrisitas yangmungkin lolos dari
perhatian kita.
Palpasi yang dilakukan dengan teliti dapat mengarah ke penilaian lokalisasi tumor dengan
tepat, ukuran (dalam cm), bentuknya, konsistensi, dan hubungan dengan sekelilingnya. Jika
mungkin palpasi harus dilakukan bimanual. Palpasi secara sistematis dari leher untuk
limfadenopati dan tumor Warthin yang jarang terjadi juga harus dilakukan. Berikut ini
kelainan patologi yang dapat terjadi :
1. Penyakit dengan metastase ke kelenjar lymph
2. Reactive lymph nodes
3. HIV infection
4. Sarcoidosis
5. Masseteric hypertrophy
6. Prominent transverse cervical process of C1
7. Chronic parotitis
8. Lymphangioma (paediatric)
9. Haemangioma.
Pemeriksaan Pelengkap
Pemeriksaan sitologik (biopsi jarum kecil) sangat penting dalam diagnostic pembengkakan
yang dicurigai tumor kelenjar ludah. Dengan metode ini pada umumnya dapat dicapai
diagnosis kerja sementara. Dan pada mayoritas tumor klinis dan sitologik benigna, tidak
diperlukan lagi pemeriksaan tambahan dengan pencitraan.
20
Foto rontgen kepala dan leher dapat menunjukkan ada atau tidak ada gangguan tulang, tau
mungkin penting juga untuk diagnostic diferensial (batu kelenjar ludah; kelenjar limfe yang
mengalami kalsifikasi). Foto toraks diperlukan untuk menemukan kemungkinan metastasis
hematogen. Dengan ekografi atau CT, tetapi lebih baik lagi dengan MRI dapat diperoleh
gambaran mengenai sifat pembatasan dan hubungan ruang tumornya: ukuran, lokalisasi,
letaknya di dalam atau di luar kelenjar limfe. Adenoma pleomorf dapat dibedakan dari tumor
kelenjar ludah yang lain dengan MRI. Metode ini tidak dapat membedakan antara tumor
benigna dan maligna. Pemeriksaan dengan rontgen kontras glandula parotidea dan glandula
submandibularis (sialografi) diperlukan untuk pemeriksaan lebih lanjut inflamasi (kronik)
atau kalsifikasi dan dapat mempunyai arti untuk diagnosis diferensial.
Tumor Jinak Kelenjar Liur
A. Pada Anak-Anak
Tumor kelenjar jinak yang paling sering pada anak-anak adalah hemangioma kelenjar
parotis. Kulit terletak di bawah massa mempunyai perubahan warna kebiru-biruan, dan
kemungkinan terdapat fluktuasi dalam ukuran dari massa bila anak menangis. Tumor ini akan
menunjukkan peningkatan ukuran yang sedikit demi sedikit selama empat sampai enam bulan
pertama kehidupan, tetapi mulai tampak resolusinya pada usia dua tahun. Yang mirip dengan
hemangioma adalah limfangioma, yang juga timbul pada daerah kelenjar parotis. Adenoma
pleomorfik merupakan tumor ketiga terbanyak yang ditemui, dan paling sering tumor padat,
ditemukan pada anak-anak. Tumor jinak lain termasuk neurofibroma dan lipoma. Tumor
kelenjar liur pada anak-anak paling sering mengenai kelenjar parotis, sedang daerah
submandibula dan kelenjar liur minor jarang terjadi.
B. Pada Dewasa
1. Adenoma Pleomorfik
Tumor campur jinak ini menyebabkan 75 % kelenjar parotis, baik jinak maupun ganas pada
dewasa. Kelainan ini paling sering pada daerah parotis, dimana tampak sebagai
pembengkakan tanpa nyeri yang bertahan untuk waktu lama di daerah depan telinga atau
daerah kaudal kelenjar parotis. Tumor ini tidak menimbulkan rasa nyeri atau kelemahan saraf
fasialis. Pada daerah parotis, meskipun diklasifikasikan sebagai tumor jinak, dalam
21
ukurannya tumor dapat bertambah besar dan menjadi destruktif setempat. Reseksi bedah total
merupakan satu-satunya terapi. Perawatan sebaiknya dilakukan untuk mencegah cedera pada
saraf fasialis dan saraf dilindungi walaupun jika letaknya sudah berdekatan dengan tumor.
Tumor dapat berkembang pertama kali pada lobus profunda dan meluas ke daerah
retromandibula. Pada keadaan ini saraf fasialis dilindugi secara hati-hati dan di retraksi
dengan lembut sehingga tumor dapat diangkat dari lokasinya yang dalam ke ruang
parafaringeal. Kadang-kadang adenoma pleomorfik lobus profunda tampak di dalam mulut.
Hal ini dapat kita sadari dengan adanya deviasi palatum mole dan arkus tonsilaris ke garis
tengah oleh massa lateral dari daerah tonsil. Reseksi sebaiknya dilakukan melalui leher
daripada melalui dalam mulut. Ketika mengangkat tumor parotis, seluruh lobus superficial,
atau bagian kelenjar lateral dari saraf fasialis, diangkat sekaligus untuk keperluan biopsy,
dipotong dengan mempertahankan saraf fasialis. Pemeriksaan patologis dari pemotongan
beku tidak dapat memberikan asal tumor yang sebenarnya dan operasi radikal mungkin
dibutuhkan jika hasil pemotongan permanen sudah diperoleh. “Pelepasan” adenoma
pleomorfik pada lobus superficial kelenjar parotis tidak dianjurkan karena kemungkinan
kekambuhan yang tinggi.
Secara histologi, adenoma pleomorfik berasal dari bagian distal saluran liur, termasuk
saluran intercalated dan asini. Campuran dari epitel, mioepitel dan bagian stroma diwakilkan
dengan namanya: tumor campur jinak. Dari ketiga jenis diatas dapat lebih mendominasi
dibandingkan jenis lain namun ketiga jenis tersebut harus ada untuk mengkonfirmasi
diagnosis.
Pada saat operasi massa tumor tampak berkapsul, tetapi pemeriksaan patologis
menunjukkan perluasan keluar kapsul. Jika seluruh tumor dengan massa kelenjar parotis yang
normal mengelilingi tumor direseksi, insidens kekabuhannya kurang dari 8 persen.
Seadandainya adenoma pleomorfik kambuh, terdapat kemungkinan cedera yang besar pada
paling sedikit satu dari bagian saraf fasialis ketika tumor direseksi ulang.
Meskipun tumor ini dianggap jinak, terdapat kasus kekambuhan yang berkali-kali
dengan pertumbuhan yang berlebihan di mana tumor meluas dan mengenai daerah kanalis
eksterna dan dapat meluas ke rongga mulut dan ruang parafaringeal. Tumor yang kambuh
dapat mengalami degenerasi maligna, tetapi insidens ini kurang dari 6 persen. Terapi iradiasi
22
terhadap tumor yang kambuh berulang kali dan tidak dapat direseksi diberikan pengobatan
paliatif.
Diagnosis banding untuk adenoma pleomorfik adalah neoplasma maligna: karsinoma
kistik adenoid, adenokarsinoma polimorfik derajat rendah, neoplasma adnexa dalam, dan
neoplasma mesenkimal. Komplikasi yang jarang dari adenoma pleomorfik adalah perubahan
ke arah ganas yaitu karsinoma ex-pelomorfik adenoma (carcinoma ex-pleomorphic adenoma)
atau nama lainnya tumor campur jinak yang bermetastasis (benign metastazing mixed
tumors).
Prognosis adenoma pleomorfik adalah sempurna, dengan angka kesembuhan
mencapai 96 %.
2. Limfomatosum Adenokistoma Papilar (Tumor Warthin)
Tumor jinak kelenjar liur lain yang relative sering. Tumor ini paling sering terjadi
pada pria usia 50-60 tahun dan ada hubunganya dengan faktor resiko merokok. Tumor ini
juga merupakan tumor yang paling sering terjadi bilateral. Tumor ini dikenali berdasarkan
histologinya dengan adanya struktur papil yang tersusun dari lapisan ganda sel granular
eusinofil atau onkosit, perubahan kistik, dan infiltrasi limfostik yang matang.
Tumor ini berasal dari epitel duktus ektopik. CT-Scan dapat menunjukkan suatu massa
dengan batas jelas pada bagian postero-inferior dari lobus superficial parotis. Jika
pemeriksaan radiosialografi dilakukan maka dapat dilihat peningkatan aktivitas yang
berhubungan dengan adanya onkosit dan peningkatan isi dari mitokondrianya. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histology.
Terapi terdiri dari reseksi bedah dengan melindungi saraf fasialis. Tumor ini
berkapsul dan tidak mungkin kambuh. Error! Bookmark not defined.
Tumor jinak kelenjar liur lain yaitu:
1. Adenoma oksifil (sel asidofilik)
2. Adenoma sel serosa
3. Onkositoma
23
Terapi serupa pada adenoma pleomorfik.
Ruang parafaringeus merupakan daerah asal primer untuk tumor jinak. Paling sering
adalah tumor kelenjar liur yang timbul dari lobus profunda kelenjar parotis dan meluas ke
dalam ruang parafaringeal. Tumor yang berasal neurogenik seperti schwanoma mungkin
berasal pada daerah ini dari saraf vagus atau jaras simpatetik servikalis. Tumor ini nampak
sebagai massa lunak yang menekan dinding faring lateral ke arah medial. Tumor ini
sebaiknya dilakukan pendekatan melalui leher daripada dalam mulut karena adanya
pembuluh darah yang besar dan saraf kranialis yang penting pada ruang ini. Arteriogram
pendahuluan tidak hanya menunjukkan efek tumor pada lokasi dari arteri karotis interna tapi
juga berguna dalam mendeteksi tumor kemodektoma atau tumor neurogenik dalam ruangan
ini.
Tumor yang paling sering pada ruang parafaringeal adalah adenoma pleomorfik.
Kedua yang tersering adalah karsinoma adenokistik maligna. Kelompok terbesar dari tumor-
tumor lain adalah yang berasal dari neurogenik, seperti schwanoma dan neuroma. Beberapa
tumor dari ruangan parafaringeal sebaiknya ditangani, melalui pendekatan trans-servikal
eksternal. Tindakan ini akan memberikan control yang lebih baik terhadap pembuluh darah
utama pada daerah ini. Juga mencegah metastasis tumor, yang dapat terjadi pada pendekatan
melalui transoral. Karena edema pasca operasi yang luas dapat terjadi, sering dibutuhkan
trakeostomi.
Tumor Ganas Pada Kelenjar Liur
A. Tumor Ganas Kelenjar Liur pada Anak
A.1 Karsinoma mukoepidermoid
Tumor ganas parotis pada anak jarang. Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma
mukoepidermoid, biasanya derajatnya rendah. Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari
keganasan kelenjar liur yang diakibatkan oleh radiasi. Insidens kejadian paling tinggi didapat
pada usia antara dekade 30-40. Hampir 75% pasien mempunyai gejala pembengkakan yang
asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil lainnya dengan paralisis nervus
fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar duktus saliva. Tumor ini
tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %. Penentuan
24
derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan
tinggi.
Tumor derajat rendah menyerupai adenoma pleomorfik (berbentuk oval,batas tegas, dan
adanya cairan mukoid). Tumor derajat menengah dan derajat tinggi ditandai dengan adanya
proses infiltratif. Pasien-pasien usia muda biasanya berderajat rendah.
Pada keadaan tertentu,bahkan setelah dilakukan reseksi adekuat, jika terdapat bukti
penyakit metastasis, terapi radiasi pasca-operasi disarankan. Perlu dipertimbangkan secara
hati-hati untuk memberikan radiasi pada anak untuk mendapatkan gambaran komplikasi
potensial yang akan datang. Pada keadaan tertentu seperti jika timbul invasive pada saraf atau
pembuluh darah, atau timbulnya penyakit metastasis perlu dilakukan radiasi.
A.2 Adenokarsinoma
Merupakan keganasan parotis kedua paling sering pada anak-anak. Tumor ini terdapat pada 4
% dari seluruh tumor parotis dan 20 % dari tumor saliva minor. Sebagian besar pasien tanapa
gejala (80%), 40 % dari tumor ditemukan terfiksasi pada jaringan diatas atau dibawahnya, 30
% pasien berkembang metastasis ke nodus servikal, 20 % menderita paralisis nervus fasialis,
dan 15 % merasa sakit pada wajahnya.
Tumor ini berasal dari tubulus terminal dan intercalated atau strained sel duktus.
Jenis jenis yang lain adalah jenis keganasan yang tidak berdiferensiasi yang secara
keseluruhan mempunyai angka harapan hidup yang buruk. Kanker sel asini dan karsinoma
adenokistik pada awalnya hampir mempunyai perjalanan penyakit yang jinak, dengan
harapan hidup yang lama, hanya menunjukkan kekambuhan terakhir pada daerah yang
pertama kali timbul atau distal dari daerah tersebut atau metastasis paru. Terapi tetap reseksi
adekuat,total, regional.
B. Tumor Ganas Kelenjar Liur pada Dewasa
Dengan bertambahnya usia, kemungkinan bahwa massa dalam kelenjar liur menjadi ganas
bertambah besar, pada umumnya yang sering terjadi pada orang dengan usia 40 tahun adalah
25 % tumor parotis, 50 % tumor submandibula, dan satu setengah sampai dua pertiga dari
seluruh tumor kelenjar liur minor adalah ganas.
25
Berdasarkan derajat keganasannya, tumor kelenjar liur dapat dibagi menjadi derajat tinggi,
sedang, dan rendah.
1. Tumor ganas derajat tinggi
Yang termasuk derajat tinggi yaitu:
1. Karsinoma mukoepidermoid
2. Karsinoma sel skuamosa
3. Adenokarsinoma yang tidak berdiferensiasi
4. Karsinoma adenokistik (silindroma)
Karsinoma adenokistik (silindroma) merupakan tumor kelenjar liur spesifik yang termasuk
tumor dengan potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor
parotis, 15 % tumor submandibular, dan 30 % tumor kelenjar liur minor. Sebagian dari pasien
merasa asimptomatik, walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di
bawahnya. Keterlibatan tulang terdapat pada 1,5 kasus, 25 % terdapat rasa sakit di wajah, 20
% terdapat keterlibatan nervus fasialis, dan metastasis limfatik terjadi sebanyak 15 %. Tumor
ini ditandai dengan penyebaran perineural awal. Asal tumor ini dipikirkan dari sel mioepitel.
Terdapat 3 pola pertumbuhan yaitu: cribriform, solid, dan tubular. Tumor ini berbeda dari
tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh
kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita
dengan karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun,
angka harapan hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20
persen.
Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu
struktur vital yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis.
Agar eksisi yang sempurna pada tumor-tumor ganas ini, bagian saraf fasialis yang berdekatan
dengan tumor harus dieksisi. Pencangkokan saraf untuk mengembalikan kontinuitas saraf
dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat mengembalikan fungsi saraf fasialis
tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka prognosisnya buruk.
26
2. Tumor ganas derajat sedang dan rendah
Yang termasuk jenis tumor derajat ini adalah karsinoma mukoepidermoid dan karsinoma sel
asini. Jika tumor-tumor ini terjadi pada daerah kelenjar parotis,dilakukan parotidektomi total
dan saraf fasialis dilindingi jika perlindingan ini tidak membahayakan reseksi total dari
keganasan. Invasi langsung pada saraf akan menghalangi perlindungan bagian saraf tersebut.
Potongan beku harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya invasi saraf, dan invasi ini
selalu terjadi pada bagian kranial. Jika memungkinkan dilakukan cangkok saraf pada waktu
reseksi bedah.
Pembedahan leher radikal bukan merupakan bagian rutin dari reseksi awal untuk
keganasan parotis tetapi dibutuhkan jika teraba adanya metastasis servikal atau jika terdapat
kekambuhan tumor ganas pada daerah parotis. Pembedahan leher radikal digabung dengan
reseksi parotis radikal yang luas. Jika pada waktu operasi ditemukan bahwa salah satunya
berhubungan dengan tumor ganas parotis, prosedur yang lebih disukai adalah parotidektomi
total denga pengangkatan sekitarnya, jaringan lunak yang berdekatan. Saraf fasialis
dilindungi jika tidak membahayakan reseksi tumor. Cangkok saraf fasialis dilakukan jika
mungkin, khususnya jika jaras saraf harus direseksi. Jika mungkin, bagian dari mata
dilindungi, karena ini akan menyebabkan sejumlah masalah yang besar pasca-operasi. Nodus
digastrikus bagian atas dan nodus-nodus di daerah kelenjar parotis diangkat pada waktu
prosedur operasi awal. Jika nodus-nodus ini menunjukkan keganasa, dianjurkan pembedahan
leher radikal komplit atau pengobatan radiasi pasca-operasi.
Karsinoma mukoepidermoid derajat tinggi dan karsinoma sel skuamosa merupakan
tumor yang kemungkinan besar dapat menimbulkan metastasis servikal. Terdapat insiden
sebesar 40 % adanya metastasis untuk karsinoma sel skuamosa dan 16 % untuk karsinoma
mukoepidermoid derajat tinggi. Karsinoma adenokistik, adenokarsinoma, dan karsinoma
asini dapat bermetastasis langsung ke leher tetapi kemungkinan besar menyebar oleh karena
perluasan langsung. Tumor ini juga kemungkinan besar menimbulkan metastasis secara
hematogen ke paru-paru. Dilakukan reseksi untuk tumor-tumor parotis ini dan nodus
subdigastrikus. Jika pada saat itu ditemukan terdapat metastasis, dapat dilakukan pembedahan
leher total.
27
Paralisis saraf fasialis merupakan tanda prognosis buruk, hal ini juga merupakan
indikasi dari kemungkinan terbesar adanya metastasis servikal dan merupakan indikasi untuk
dilakukan pembedahan leher radikal.
Untuk terapi pasca-operasi dianjurkan terapi radiasi untuk kebanyakan tumor parotis
ganas. Terapi radiasi tambahan dapat menurunkan angka kekambuhan total. Terapi radiasi
bukan merupakan terapi pengganti untuk reseksi bedah yang adekuat dan tidak menurunkan
angka kekambuhan jika batas tumor positif.
Prognosis untuk dewasa dengan tumor parotis ganas tergantung dari stadium dan
ukuran tumor pada saat ditemukan, ada atau tidaknya paralisis saraf fasialis, dan
menunjukkan metastasis servikal. Patologi spesifik dari tumor penting dalam memastikan
harapan hidup dan prosedur operasi yang luas diperlukan. Keluhan awal dari nyeri dalam
beberapa penelitian menunukkan tanda prognosis yang buruk.
Klasifikasi TNM dari Tumor Kelenjar Liur
Tumor Primer (T)
T1 Diameter tumor terbesar 2 cm atau kurang tanpa perluasan lokal yang berarti (*)
T2 Diameter tumor terbesar lebih dari 2 cm tapi tidak lebih dari 4 cm tanpa perluasan lokal
yang berarti
T3 Diameter tumor terbesar lebih dari 4 cm tapi tidak lebih dari 6 cm tanpa perluasan lokal
yang berarti
T4a Diameter tumor terbesar lebih dari 6 cm tanpa perluasan lokal yang berarti
T4b Berbagai ukuran tumor dengan perluasan lokal yang berarti (*)
(*) Perluasan lokal yang berarti dijelaskan sebagai tumor yang melibatkan kulit, jaringan
lunak, tulang, atau saraf lingual atasu fasialis
2.1 Karsinoma sel asini
28
Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita
dibanding pria. Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus
servikal pada 15% kasus. Tanda patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini
dipikirkan dari komponen serosa asinar dan sel duktus intercalated.
2.2 Karsinoma sel skuamosa
Umumnya terjadi pada pria usia tua dan ditandai dengan pertumbuhan cepat. Insiden
metastasis ke nodus limfatikus sebanyak 47 %. Tumor ini biasanya terdapat pada kelenjar
parotis. Tumor ini dipikirkan berasal dari sel duktus ekskretorius.
2.3 Karsinoma duktus saliva
Tumor ini jarang, menyerupai kanker duktus mammae. Duktus Stensen lebih sering terkena
dibandingkan dengan duktus Wharton. Tumor ini memiliki kecenderungan untuk terjadi
berulang pada tempat yang sama (35%) dan dapat berkembang ke metastasis jauh (62%),
dengan hanya 23 % pasien yang dapat hidup selama 3 tahun.
2.4 Karsinoma mioepitel
Tumor ini jarang. Tumor ini unik karena terdapat diferensiasi mioepitel dengan struktur
immunohisto-kimia dan struktur ultra yang unik. Diobati dengan radiasi pasca operasi dan
kemoterapi jika diindikasikan.
2.5 Onkositoma maligna
Serupa dengan variasi benigna kecuali ditandai dengan adanya metastasis jauh, metastasis ke
nodus servikal, dan pembuluh darah, saraf, atau invasi ke limfatik.
2.6 Lesi limfoepitel maligna
Tumor ini jarang, ditandai dengan adanya area jinak dan ganas pada satu tumor. Bagian
maligna mewakili kanker anaplastik yang berasal dari duktal. Metastasis ke nodus limfatikus
telah berulang kali ditemukan.
2.7 Limfoma maligna
29
Limfoma maligna primer dari kelenjar saliva jarang, pada umumnya di dapat pada lelaki usia
tua. Hal ini juga diamati pada sekitar 5-10% pasien dengan tumor Warthin kelenjar parotis.
Terapi optimal adalah biopsy dengan terapi radiasi pada daerah itu. Prognosis lebih baik
untuk limfoma kelenjar saliva daripada limfoma nodus dengan penampilan histology yang
mirip.
2.8 Metastasis ke Kelenjar Parotis dari tempat lain
Kelenjar parotis dapat menjadi tempat metastasis dari keganasan yang berasal dari kulit,
ginjal, paru, payudara, prostat, dan saluran pencernaan.
Kompikasi sesudah parotidektomi
A. Sindroma Frey
Gustatory sweating saat parotidektomi terdapat pada 50 % pasien. Terjadi re-inervasi silang
pada system persarafan otonom kelenjar parotis yang terjadi setelah dilakukan parotidektomi.
Serat parasimpatis, yang dirangsang oleh bau dan rasa dari makanan sekarang menginervasi
kelenjar keringat dan pembuluh darah melalui asetilkolin, lalu mengakibatkan keringatan dan
kemerahan pada kulit di atas area tersebut.22
B. Paralisis/Paresis nervus fasialis
Kejadian paralisis/paresis nervus paresis setelah operasi tumor saliva jinak biasanya kecil
(<5%).>22.24
Terapi tambahan
Karena banyaknya sub tipe histology dari keganasan parotis, pernyataan umum yang
berkaitan dengan kegunaan terapi tambahan tidak dapat dibuat. Jika dapat di bedah,
pembedahan adalah modalitas utama dalam pengobatan untuk sebagian besar tumor ganas
kelenjar parotis. Indikasi umum untuk terapi radiasi pasca operasi yaitu:
1. Diameter terbesar tumor > 4 cm
2. Tumor derajat tinggi
30
3. Invasi tumor ke struktur lokal, limfatik, saraf, dan pembuluh darah
4. Tumor berada sangat dekat dengan saraf
5. Tumor berasal dari dalam atau luar lobus dalam
6.Tumor muncul kembali setelah dilakukan reseksi ulang
7. Batas yang positif dari pemeriksaan akhir patologi
8. Keterlibatan nodus limfatikus regional
Tidak ada kemoterapi yang telah terbukti efektif sebagai modalitas terapi tunggal.
Untuk beberapa sub tipe histology, beberapa ahli menyarankan kombinasi antara kemoterapi
dan radiasi. Saat ini, penggunaan immunoterapi sedang dalam tahap percobaan.
Prognosis
Sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang dari 1% kasus.
Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul residif lokal. Hal ini
terutama dapat terjadi jika hanya dikerjakan enukleasi sederhana. Pada operasi ulang terdapat
kemungkinan yang lebih besar kerusakan saraf penting seperti nervus fasialis dan dalam
beberapa kasus residif demikian adalah maligna.
Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histology, perluasan lokal dan
besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika sebelum penanganan tumor
maligna telah ada kehilangan fungsi saraf, maka prognosisnya lebih buruk. Ketahanan hidup
5 tahun kira-kira 5%, namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya.
D. Karsinoma Thyroid
Tumor/kanker tiroid merupakan neoplasma sistem endokrin yang terbanyak dijumpai.
Berdasarkan dari “Pathological Based Registration” di Indonesia kanker tiroid merupakan
kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke sembilan.
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
Tumor epitel maligna
31
Karsinoma folikulare
Karsinoma papilare
Campuran karsinoma folikulare-papilare
Karsinoma anaplastik ( undifferentiated )
Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma Tiroid medulare
Tumor non-epitel maligna
Fibrosarkoma
Lain-lain
Tumor maligna lainnya
Sarkoma
Limfoma maligna
Haemangiothelioma maligna
Teratoma maligna
Tumor sekunder dan unclassified tumors
Rosai J membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare, karsinoma
folikulare, “hurthle cell tumors“ , “clear cell tumors“, tumor sel skuamous, tumor musinus,
karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan “undifferentiated carcinoma “
Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4 tipe
yaitu : karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma
anaplastik.
Klasifikasi Klinik TNM
T-Tumor Primer
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak didapat tumor primer
T1. Tumor dengan ukuran terbesar 2cm atau kurang masih terbatas
pada tiroid
32
T2 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 4 cm
masih terbatas pada tiroid
T3 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid atau
tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal
(misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut
: jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus recurren
T4b Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri karotis
T4a* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid#
T4b* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar kapsul
tiroid
N Kelenjar Getah Bening Regional
Nx Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai
N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1a Metastasis pada kelenjar getah bening cervical Level VI
(pretrakheal dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan Delphian)
N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral atau
kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior
M Metastasis jauh
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
33
Terdapat empat tipe histopatologi mayor :
- Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)
- Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hürthle cell carcinoma)
- Medullary carcinoma
- Anaplastic/undifferentiated carcinoma
Stadium klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 th
Stadium I Tiap T Tiap N M0
Stadium II Tiap T Tiap N M1
Papilare atau Folikulare umur > 45tahun dan Medulare
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1a M0
Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0
T4a N0,N1 M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1
Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)
34
Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC TiapT TiapN M1
Prosedur diagnostik
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
1. Pengaruh usia dan jenis kelamin
Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas
50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih tinggi.
2. Pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala
Radiasi pada masa kanak-kanan dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih
33 – 37%
3. Kecepatan tumbuh tumor
Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat
Nodul ganas membesar dengan cepat
Nodul anaplastik membesar sangat cepat
Kista dapat membesar dengan cepat
4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher.
Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak sesak, perubahan suara dan nyeri dapat
terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor.
5. Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga.
Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare.
6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik
Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan konsistensi
bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi
(PA) nya.
Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.
Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang belakang,
klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati,
ginjal dan otak.
35
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk keganasan
tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.
Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid
Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.
2. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya
metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ”soft
tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk
melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.
Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke
esofagus.
Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang
bersangkutan.
3. Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis
belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat
dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum
halus.
4. Pemeriksaan sidik tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid
yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut
nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot
nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan
nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu
penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya.
36
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah
dikerjakan
5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor
kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog
sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare
hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena
gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma
folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang
hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.
6. Pemeriksaan Histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan
tindakan lobektomi atau isthmolobektomi
Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:
Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun
Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak
Disfagia, sesak nafas perubahan suara
Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras
Ada pembesaran kelenjar getah bening leher
Ada tanda-tanda metastasis jauh.
Penatalaksanaan nodul tiroid
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut
suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau
inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi
37
dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan
pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
- Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
- Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
- Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum
Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku
seperti diatas.
2. Hasil FNAB benigna.
38
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi,
bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut
tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi
dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional.
Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau inoperabel. Bila
inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksterna atau dengan
khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 50-60mg/m2 luas permukaan tubuh
( LPT )
Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening terhadap
jaringan sekitar.
Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan “ Functional RND”
Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar.
Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius dilakukan TT
+ RND modifikasi 1.
Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND modifikasi 2.
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh
Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau buruk.
Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin.
Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131 kemudian dinilai dengan
sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi supresi / subtitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid normal yang
akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio jaringan tiroid itu bisa
dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan jaringan radioaktif .
Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin.
39
Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.
Follow up
a. Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi Baik
Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh.
Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131 kemudian
dilanjutkan dengan terapi substitusi /supresi dengan Thyrax sampai kadar TSHs ≤
0,1
Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi substitusi/supresi.
Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik seluruh
tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4 minggu
sebelum pemeriksaan.
Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna I131 dilanjutkan terapi
substitusi/supresi.
Bila tidak ada metastasis terapi substistusi /supresi dilanjutkan dan pemeriksaan sidik
seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 -3 tahun dan bila 2 tahun berturut –
turut hasilnya tetap negatif maka evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.
Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin dapat dipakai
sebagai petanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor.
b. Karsinoma Tiroid Jenis Medulare
Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi leher sentral,
dilakukan pemeriksaan kalsitonin.
Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi,
Bila kadar kalsitonin ≥ 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI untuk mencari
rekurensi lokal atau dilakukan SVC ( Selecture Versus Catheterition ) pada tempat-
tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati.
Ada 3 rangkaian yang diteruskan :
40
1. Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan
kemudian diperkirakan kadar kalsitenin
2. Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi
3. Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel atau inoperabel. Bila operabel
dilakukan eksisi, bila inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya paliatif
41