22

batu bara

  • Upload
    ayu

  • View
    272

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: batu bara
Page 2: batu bara

Asal Usul Batubara

Saat ini, minyak dan gas menjadi salah satu kebutuhan manusia. Contohnya minyak tanah. Minyak tanah sering digunakan untuk keperluan rumah tangga terutama memasak. Selain itu ada gas elpiji yang fungsinya juga bisa untuk memasak dan juga bisa sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Nah, selain minyak tanah dan gas, ada yang namanya batubara. Saat ini batubara menjadi alternatif sumber energi karena minyak dan gas termasuk dalam sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang

nantinya lama kelamaan akan habis. Kira-kira bagaimana ya, awal ditemukannya batubara dan penggunaannya ? Teman-teman mau tahu? Silahkan baca terus kelanjutan artikel ini.

Sejarah Batubara

Beberapa ahli sejarah meyakini bahwa batubara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM. Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM.

Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan batu bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap.

Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi primer.

Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal ini minyak, akan menyulitkan

|

Page 3: batu bara

upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan. Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai alternatif sumber energi primer, disamping faktor-faktor berikut ini:

1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas. Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari 70 negara. Dengan perkiraan tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar ton per tahun untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta ton per tahun untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan batubara diperkirakan dapat bertahan hingga 164 tahun. Sebaliknya, dengan tingkat produksi pada saat ini, minyak diperkirakan akan habis dalam waktu 41 tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun. Disamping itu, sebaran cadangannya pun terbatas, dimana 68% cadangan minyak dan 67% cadangan gas dunia terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia.

2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka memiliki banyak cadangan batubara. Berdasarkan data dari BP Statistical Review of Energy 2004, pada tahun 2003, 8 besar negara-negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika Selatan, dan Ukraina.

3. Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil.

4. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas. 5. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan. 6. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi

sementara. 7. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal. 8. Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan. 9. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah dipahami

dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih dapat dikembangkan dan diaplikasikan.

Pembentukan Batubara

Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang

|

Page 4: batu bara

kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.

Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).

Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).

Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) --dikenal sebagai zaman batu bara pertama-- yang berlangsung antara 360 juta sampai 290

juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik'. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah.

Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit. Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara.

Batubara yang berkualitas tinggi umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang

|

Page 5: batu bara

sedangkan kadarkarbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.

Materi pembentuk batu bara

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Kelas dan jenis batu bara

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.

|

Page 6: batu bara

Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Pembentukan batu bara

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.

Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

Batu bara di Indonesia

Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.

Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.[1]

Endapan batu bara Eosen

|

Page 7: batu bara

Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.

Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia.[2] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.

Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fasa awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin).[2] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[3]

Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau). Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.

Tambang Cekungan Perusahaan

Kadar air

total (%ar)

Kadar air

inheren (%ad)

Kadar abu

(%ad)

Zat terbang (%ad)

Belerang (%ad)

Nilai energi (kkal/kg)(ad)

SatuiAsam-asam

PT Arutmin Indonesia

10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800

Senakin PasirPT Arutmin Indonesia

9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400

Petangis PasirPT BHP Kendilo Coal

11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700

Ombilin OmbilinPT Bukit Asam

12.00 6.50 <8.00 36.500.50 - 0.60

6900

Parambahan OmbilinPT Allied Indo Coal

4.00 -10.00 (ar)

37.30 (ar)

0.50 (ar) 6900 (ar)

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

|

Page 8: batu bara

Endapan batu bara Miosen

Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.

Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.

Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di Indonesia.

Tambang Cekungan Perusahaan

Kadar air

total (%ar)

Kadar air inheren (%ad)

Kadar abu

(%ad)

Zat terbang (%ad)

Belerang (%ad)

Nilai energi (kkal/kg)(ad)

Prima KutaiPT Kaltim Prima Coal

9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)

Pinang KutaiPT Kaltim Prima Coal

13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)

Roto South

PasirPT Kideco Jaya Agung

24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)

Binungan TarakanPT Berau Coal

18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)

Lati TarakanPT Berau Coal

24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)

Air LayaSumatera bagian selatan

PT Bukit Asam

24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)

Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)

|

Page 9: batu bara

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Sumberdaya batu bara

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

|

Page 10: batu bara

Proses Penambangan Batubara

Perusahaan menggunakan metode penambangan terbuka untuk menggali batubara di semua area konsesi. Penambangan dalam masih dalam tahap kajian kelayakan.

Gambar berikut memperlihatkan operasi penambangan pada tambang PT Indominco Mandiri berikut dengan pengoperasian Terminal Batubara Bontang.

|

Page 11: batu bara

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA

PENGUJIAN PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA PERINGKAT RENDAH DENGAN PROSES UBC SKALA PILOT

Latar Belakang

Penelitian penurunan kadar air dalam batubara telah banyak dilakukan sejak tahun 1920-an, salah satu di antaranya adalah teknologi Upgraded Brown Coal (UBC) yang merupakan teknologi peningkatan kualitas (upgrading) batubara peringkat rendah melalui penurunan kadar air. Dalam proses UBC, batubara dibuat slurry dengan menggunakan minyak tanah yang dicampur dengan minyak residu kemudian dipanaskan pada temperatur 150°C dan tekanan sekitar 3,5 atm. Batubara hasil proses dipisahkan, dikeringkan dan dibuat briket, sedangkan minyak tanah digunakan kembali untuk proses selanjutnya. Penambahan minyak residu diperlukan untuk menutup pori-pori batubara yang terbuka sehingga air yang telah keluar tidak akan terserap kembali.

Untuk mengetahui apakah teknologi ini tepat diterapkan pada batubara peringkat rendah Indonesia, maka telah dibangun pilot plant proses UBC di Palimanan, Cirebon, dengan kapasitas 5 ton/hari dan telah dilakukan uji coba sejak bulan Oktober tahun 2003, meng-gunakan batubara Binungan, Kalimantan Timur. Hasil menunjukkan bahwa pilot plant UBC Palimanan telah dapat dioperasikan dengan kapasitas baru mencapai 75%. Dari hasil proses dapat diketahui bahwa batubara produk UBC mempunyai kandungan air total sebesar 4,81%, yang berarti terjadi penurunan sebesar 72,61% yang asalnya sebesar 17,56% dan nilai kalor dari 5400 kkal/kg (adb) naik menjadi 6567 kkal/kg (adb) yang berarti terjadi kenaikan sebesar 23,35%. Namun untuk mendapatkan hasil yang optimal masih perlu dilakukan beberapa modifikasi peralatan baik utama maupun pendukung.

Tujuan Penelitian

Pada anggaran tahun 2004, penelitian dilakukan untuk meningkatkan kapasitas unjuk kerja peralatan dengan melakukan modifikasi sistem pemipaan dan peralatan di beberapa bagian pada setiap seksi (section) untuk mendapatkan hasil yang optimal. Selanjutnya pengujian upgrading batubara dengan menggunakan batubara yang berasal dari Binungan, Taban, Samaranggau, Banko dan Bunyu (Kalimantan Timur) dengan kadar air total masing-masing 17,8%, 33,8%, 32,1%, 25,32 dan 37,87%. Ke lima batubara tersebut diuji (test) dalam beberapa kali percobaan (run).

|

Page 12: batu bara

Metodologi Penelitian

– Melakukan modifikasi feeding pada seksi 100,– Melakukan modifikasi pemipaan pada seksi 200,– Melakukan modifikasi decanter pada seksi 300,– Melakukan modifikasi dryer pada seksi 400,– Melakukan modifikasi peralatan briket pada seksi 500,– Melakukan modifikasi pada utility, – Melakukan pengujian UBC menggunakan batubara Binungan, Taban, Samaranggau, Banko dan Bunyu,– Melakukan analisis batubara raw dan hasil proses UBC, dan– Melakukan evaluasi kinerja peralatan dan hasil proses.

Hasil

Hasil menunjukkan bahwa penggerusan batubara (seksi 100) untuk semua contoh batubara yang diuji mempunyai unjuk kerja yang baik pada kecepatan hammer mill 40 Hz dengan kecepatan alir batubara pada belt conveyor 500 kg/jam. Dari 3 variabel temperatur yang dicoba yaitu 145,150 dan 155°C pada proses slurry dewatering (seksi 200), dengan kecepatan umpan batubara 200 kg/jam, menunjukkan bahwa makin tinggi temperatur proses makin tinggi persen penurunan kadar air dalam batubara. Batubara Binungan persen penurunan kadar air 95,33%, batubara Taban 97,04%, batubara Samaranggau 96,76%, batubara Banko 95,85% dan batubara Bunyu 95,48%. Untuk batubara hasil proses UBC Taban dan Samaranggau, dan Banko dari aging test diketahui bahwa kadar air mencapai kestabilan pada hari ke 30. UBC batubara Taban stabil pada 5,96% sedangkan batubara Banko pada 5,60%, dan batubara Samaranggau pada 8,48%.

Unjuk kerja proses pemisahan batubara dan minyak (seksi 300), kecepatan alir slurry tidak memberikan kecenderungan tertentu. Kecepatan alir slurry batubara Binungan, Taban, Samaranggau, Banko dan Bunyu masing-masing adalah 2,02 m3/jam, 3,28 m3/jam, 1,25 m3/jam, 1,92 m3/jam dengan perolehan batubara masing-masing 95,5%, 96,1%, 93,1%, 94,5% dan 90,9%. Sedangkan pada seksi 400, untuk proses pengeringan cake batubara untuk menghasilkan produk UBC halus, pada kecepatan rata-rata antara 68 kg/jam dan 128 kg/jam dengan konsumsi uap antara 33 l/jam dan 45,7 l/jam menghasilkan batubara dengan kandungan minyak dalam produk UBC lebih kecil dari 1%.

Batubara hasil proses UBC mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi daripada batubara asal. Batubara Binungan dari 5324 kkal/kg naik menjadi 6805 kkal/kg, Batubara Taban dari 5431

|

Page 13: batu bara

kkal/kg naik menjadi 6625 kkal/kg, batubara Samaranggau dari 5048 kkal/kg menjadi 6310 kkal/kg, batubara Banko dari 5441 kkal/kg naik menjadi 6919 kkal dan batubara Bunyu dari 4697 kkal/kg naik menjadi 5752 kkal/kg. Khusus untuk batubara Bunyu, masih perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengingat hasil proses belum optimal.

Dari analisis petrografi diketahui bahwa reflektansi vitrinit (Rvmax) batubara hasil proses UBC naik menjadi 0,43% dari batubara asal yang mempunyai nilai Rvmax 0,38%.

Dari hasil uji pembakaran diketahui bahwa batubara produk proses UBC mempunyai kecenderungan terhadap terjadinya spontaneous combustion yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan batubara asalnya. Sedangkan dari hasil pengujian dengan metoda diferential thermal gravimetry-thermal analyzer (DTG-TA), nilai Tig yang menunjukkan temperatur penyalaan batubara, semua batubara setelah proses UBC nilai Tig sedikit naik. Sedangkan Tmax yang menunjukkan reaktifitas batubara, harga Tmax batubara Binungan turun, sedangkan batubara Taban dan Samaranggau menunjukkan sedikit kenaikan. Rmax yang menggambarkan tingkat pembakaran maksimum, semua batubara hasil proses UBC menunjukkan adanya kenaikan.

Kesimpulan

Kinerja peralatan pilot plant UBC telah dapat dioperasikan pada kapasitas penuh (100%) dengan kecepatan umpan batubara ke seksi 200 yang merupakan peralatan utama proses pengeringan (slurry dewatering) mencapai 200 kg/jam. Namun demikian, modifikasi di beberapa bagian masih perlu dilakukan, misalnya decanter dan mesin briket. Dengan demikian pilot plant UBC, Palimanan, telah dapat digunakan sebagai alat pengujian untuk mendapatkan data dalam rangka perencanaan pembangunan pabrik UBC dengan skala yang lebih besar. (Datin Fatia Umar).

LITBANG TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA

|

Page 14: batu bara

Kegiatan Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara meliputi litbang, perekayasaan dan pelayanan jasa di bidang karakterisasi, teknologi pengolahan, konversi dan pembakaran batubara.

Litbang ini dilakukan secara terpadu dengan kelompok-kelompok litbang lain yang ada di tekMIRA dengan sasaran utama mendukung program pemerintah dalam mengurangi subsidi BBM/kayu bakar melalui diversifikasi energi, peningkatan penggunaan batubara dalam negeri, penghematan dan peningkatan devisa melalui ekspor serta peningkatan PNBP seperti terlihat dalam Gambar 1.

Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara telah dirintis sejak awal tahun 1970-an, dan terus berkembang mengingat batu bara yang semula hanya dibakar untuk diambil panasnya, kemudian diproses untuk mendapatkan batubara dengan kualitas yang lebih baik atau bahan yang lebih bersih dan ramah terhadap lingkungan.

Sampai dengan akhir tahun 1980 sebagian besar kegiatan litbang teknologi pengolahan dan pemanfaatan batubara masih dalam skala laboratorium. Namun sesudah itu kegiatan litbang sudah mengarah kepada aplikasi dengan membangun berbagai pilot plant yang diharapkan dapat mengetahui optimalisasi proses, pengujian produk pada pengguna dan kelayakan ekonomi dari proses tersebut.

Untuk mempercepat implementasi hasil litbang teknologi pengolahan dan pemanfaatan batubara pada skala industri, tekMIRA sedang dan akan membangun beberapa pilot plant di

|

Page 15: batu bara

Palimanan Cirebon dalam suatu Pusat Teknologi Batubara Bersih yang disebut Clean Coal Technology Centre atau disingkat Coal Centre.

Kegiatan unggulan Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara terdiri dari peningkatan kualitas batubara peringkat rendah melalui proses Upgraded Brown Coal (UBC), pengembangan briket, gasifikasi, pencairan dan pembuatan kokas. Sedangkan hasil yang sudah dapat diimplementasikan diantaranya penggunaan briket untuk peternakan ayam, pemindangan ikan, ekstraksi daun nilam dan penggunaan batubara sebagai bahan bakar langsung pada industri bata, genteng, kapur dan industri gula merah.

Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara didukung oleh fasilitas :

Laboratorium penelitian dan penerapan. Laboratorium pengujian sifat kimia dan fisika yang telah terakreditasi berdasarkan

ISO 17025. 51 orang tenaga fungsional terdiri dari peneliti, perekayasa dan teknisi dari berbagai

keahlian berdasarkan disiplin ilmu, yang berbeda-beda antara lain : kimia dan fisika batubara, pengolahan batu bara dan teknologi pemanfaatan batu bara.

Untuk lebih mempercepat program Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara telah dilakukan kerjasama dengan berbagai institusi litbang baik di dalam negeri maupun luar negeri, antara lain :

Pembangunan pilot plant briket bio batubara kerjasama dengan NEDO-METI, (Jepang).

Pembangunan pilot plant peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan proses UBC kerjasama dengan Kobe Steel (Jepang), JCOAL (Jepang) dan BPPT.

Pencairan batubara Indonesia kerjasama dengan NEDO (Jepang) dan BPPT. Daur ulang minyak bekas dengan menggunakan batubara sebagai absorban,

kerjasama dengan KOBE Steel (Jepang) dan LEMIGAS. Proses pengeringan teh dengan batubara melalui gasifikasi kerjasama dengan PPTK

Gambung. Pengujian sifat kimia dan fisika batubara kerjasama dengan PT. Surveyor Indonesia,

PTBA dan perusahaan batubara lainnya.

Pembangunan dan kegiatan litbang pilot plant briket biobatubara dan pilot plant UBC dilakukan di SENTRA TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA DI PALIMANAN CIREBON.

Karya Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara yang meliputi teknologi pengolahan, teknologi konversi dan teknologi pembakaran yang diaplikasikan, diantaranya :

1. Teknologi Pengolahan

|

Page 16: batu bara

Peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan proses Upgraded Brown Coal (UBC).

Percobaan penerapan teknologi coal water fuel sebagai bahan bakar boiler pada industri tekstil.

Pengembangan metode penurunan kadar natrium batubara Lati, Berau, Kalimantan Timur.

Pengembangan metode pencampuran batubara (coal blending) Kalimantan Tengah untuk pembuatan kokas metalurgi.

Pencucian batubara. Desulfurisasi limbah batubara dengan flotasi kolom.

2. Teknologi Konversi

Pengembangan briket kokas dari batubara dan green coke. Proyek pencairan batubara 2002 : uji tuntas (due diligence) pre-FS Batu Bara Banko. Pengembangan briket bio coal Palimanan. Pemanfaatan produk gasifikasi batubara untuk pengeringan teh di Gambung

Ciwidey, Jawa Barat. Briket kokas untuk pengecoran logam.

3. Teknologi Pemanfaatan Batubara

3.1. Bahan Bakar Langsung

Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara dengan unggulan zeolit.

Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk industri rumah tangga, pembakaran bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang.

Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga dengan bahan bakar batubara/briket bio batubara.

Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala komersial dengan batubara halus menggunakan pembakar siklon.

Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara. Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan kombinasi bahan bakar

batubara - kayu. Pembakaran bata-genteng dengan batubara.

3.2. Non Bahan Bakar

|

Page 17: batu bara

Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan karbon aktif.

Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara peringkat rendah sebagai penyerap.

|