64
BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN PEREMPUAN PARLEMEN Strengthening Women’s Participation and Representation in Governance in Indonesia [SWARGA] Project Research Team: PHENI CHALID (Research Adviser) SIGIT ROCHADI (Lead Reseacher) ISNIATI KUSWINI (Researcher) BARETHA RIZKA TANTIYA (Reseach Assistant)

BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN PEREMPUAN PARLEMEN

Strengthening Women’s Participation and Representation in

Governance in Indonesia

[SWARGA] Project

Research Team:

PHENI CHALID (Research Adviser)

SIGIT ROCHADI (Lead Reseacher)

ISNIATI KUSWINI (Researcher)

BARETHA RIZKA TANTIYA (Reseach Assistant)

Page 2: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 2 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

DAFTAR ISI Kata Pengantar

Daftar Isi BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 3

1. Latar Belakang................................................................................. 3 2. Tujuan Survai................................................................................... 5 3. Metode Penelitian........................................................................... 5

BAB II. WILAYAH STUDI DAN PENDIDIKAN RESPONDEN.................................. 9 1. Wilayah Studi.................................................................................. 9 2. Pendidikan Responden.................................................................... 10

BAB III. KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN ALAT KOMUNIKASI…..................... 13 BAB IV. KELEMBAGAAN KAUKUS....................................................................... 30 BAB V. STAKEHOLDERS .................................................................................... 39 BAB VI. REKOMENDASI...................................................................................... 44 BAB VII. STRATEGI IMPLEMENTASI.................................................................... 49 BAB VIII. PENUTUP.............................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 52 LAMPIRAN.............................................................................................................. 53

Page 3: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 3 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kualitas perempuan Indonesia hingga akhir tahun 2014, masih di bawah standar yang

diharapkan. Kenyataan ini ditunjukkan oleh indikator seperti rendahnya Angka Partisipasi

Sekolah (APS) baik kasar maupun murni, kurangnya gizi, rendahnya Angka Kelahiran anak

hidup, masih tingginya angka kematian ibu, masih tingginya angka kekerasan terhadap

perempuan baik domestik maupun publik dan masih rendahnya angka partisipasi kerja

perempuan di sector formal. Kondisi ini membutuhkan kerja keras dari berbagai pihak yang

peduli terhadap masalah ini, terutama perempuan yang menempati posisi strategis untuk

secara serius mencermati ketimpangan yang terjadi. Kaum perempuan yang mengemban

amanah sebagai pembuat kebijakan, perlu berpihak kepada kaumnya guna

mengurangiberbagai keterbelakangan dan ketimpangan. Bias gender dalam pembangunan

dapat menyebabkan dampak yang tidak menguntungkan, karena ketimpangan atau

ketidaksetaraan gender akan menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Merujuk pada Laporan UNDP (2014) tentang Indeks Pembangunan Manusia, Indonesia

berada di posisi 108 dari 187 negara. Posisi ini jauh di bawah Negara-negara ASEAN lainnya,

seperti Singapura (9), Brunei (30), Malaysia (62) dan Thailand (89). Salah satu faktor

penghambat adalah masih tingginya angka kematian ibu (AKI). Menurut Sensus Dasar

Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2010, AKI masih 228/100.000. Sedangkan target

MDG’s sampai Oktober 2015 adalah 102/100.000 kelahiran.

Rendahnya status perempuan Indonesia juga ditunjukkan oleh tingginya angka kekerasan terhadap perempuan. Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), jumlah kekerasan terhadap perempuan terus meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Pada tahun 2012, jumlah kekerasan terhadap perempuan 216.156 kasus dan pada tahun 2013 menjadi 279.688 kasus. Sementara itu, indeks ketimpangan gender (IKG) juga menunjukkan masih rendahnya status perempuan. IKG menggunakan indikator kesehatan, reproduksi dan pemberdayaan perempuan. Pada tahun 2013, IKG Indonesia 0,500 dan berada diperingkat 103 dari 149 negara. Jika dilihat berdasarkan wilayah, maka semua propinsi di Indonesia Timur memiliki IKG yang tinggi artinya sangat timpang. Upaya membangun kualitas perempuan juga dilakukan melalui kebijakan afirmatif. Undang-undang No. 8 Tahun 2012 Pasal 55 dan 56 secara tegas mewajibkan partai politik menyertakan minimum 30 persen dalam daftar calon wakil rakyat. Pada pemilu 2014, perempuan memperoleh 17,32 persen suara atau 97 kursi di Parlemen. Jumlah ini menurun dibandingkan hasil Pemilu 2009 yang mencapai 18,3 persen atau 103 kursi. Pada hal, target kursi yang akan diraih kaum perempuan sebesar 168 kursi. Perjuangan para aktivis perempuan dibantu berbagai lembaga baik nasional maupun internasional untuk menyiapkan kader-kader perempuan terbaik agar bisa duduk di parlemen, kandas oleh praktek politik uang yang massif. Situasi ini menambah rumitnya perjuangan mencapai kesetaraan gender.

Page 4: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 4 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Perempuan dengan posisi strategis sangat potensial berperan dalam perubahan sosial yang

dimulai dari keputusan politik. Posisi strategis sebagai pemegang otoritas akan menempatkan

perempuan pada tingkatan tertinggi dalam pengambilan keputusan. Posisi demikian dapat

menjamin bahwa isu perempuan dan gender diakomodasi dalam proses penyusunan

kebijakan. Perempuan parlemen di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota memiliki

otoritas (privilege) karena mereka mewakili konstituen, pemilih dan yang terpenting adalah

sebagai perwakilan rakyat. Mereka yang memiliki status sebagai legislator memiliki tanggung

jawab untuk menyusun legislasi, anggaran dan menyelenggarakan pengawasan secara

berkesinambungan. Penyusunan agenda strategis dimulai dari para legislator. Sebagai sesama

perempuan (meskipun sebagai wakil rakyat mereka harus meningkatkan kesejahteraan

rakyat secara umum), sudah seharusnya perhatian khusus mereka berikan kepada kondisi

perempuan.

Penguatan perempuan perlu memperoleh perhatian khusus, mengingat perempuan di

Indonesia masih memperoleh berbagai stigma yang memberatkan dan peran yang terbatas.

Bahkan, di sektor publik sekalipun, perempuan pada umumnya mendapatkan pekerjaan semi

domestik seperti pekerja rumah tangga terkait rendahnya pendidikan yang sebagian besar

berasal dari persepsi bahwa perempuan tidak membutuhkan pendidikan tinggi. Secara sosial,

peran perempuan dalam rumah tangga juga relatif terbatas yaitu sebagai pendamping laki-

laki, dianggap tidak berkompeten dalam mengambil keputusan dan sebagainya. Stigma inilah

yang dikonstruksi selama berpuluh tahun, telah melembaga dan mengakar kuat dalam

masyarakat Indonesia.

Upaya keras untuk membangun kualitas perempuan Indonesia telah berlangsung sebelum

Indonesia merdeka. Baik melalui pendidikan, kesehatan maupun perjuangan secara politis

melalui gerakan dan partai-partai politik, hingga akhir tahun 2014 kondisi perempuan

Indonesia secara umum masih tertinggal. Harus diakui bahwa kerja keras berbagai pihak

termasuk pembentukan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan dukungan berbagai

lembaga internasional, sesungguhnya telah membuahkan hasil. Tonggak penting yang

berhasil dicapai adalah keharusan partai-partai politik mencalonkan perempuan minimum 30

persen dari jumlah kursi yang diperebutkan. Kebijakan efirmatif ini membantu penguatan

posisi perempuan, meskipun masih banyak persoalan dalam implementasinya. Salah satu

kelemahan dalam peningkatan kualitas perempuan adalah terfragmentasinya upaya

pengutan tersebut. Kelemahan lainnya adalah miskinnya jaringan penguatan perempuan dan

rendahnya consensus di antara para aktor.

Pembentukan jaringan kerja perempuan parlemen berbasis teknologi diharapkan dapat

menjawab beberapa kelemahan dimaksud. Di masa yang akan datang, perempuan parlemen

diharapkan lebih efektif dalam mendesain agenda bersama, di mana pengalaman,

pengetahuan dan data dapat dibagikan dan didistribusikan di antara mereka tanpa batas.

Karena itu, jaringan kerja tanpa batas hanya dimungkinkan dengan penggunaan dan

memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Kenyataannya, dukungan untuk meningkatkan jaringan kerja perempuan parlemen akan

menemui berbagai tantangan dan hambatan terkait situasi sosial yang dihadapi oleh

Page 5: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 5 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

perempuan parlemen itu sendiri. Kuatnya stigma dan pembagian kerja berbasis gender

menyulitkan terbentuknya jaringan kerja berbasis teknologi. Tantangan lainnya adalah

kurangnya kebijakan afirmasi baik dari eksekutif juga legislatif, anggaran yang tidak

mencukupi dan ketiadaan agenda bersama sesama perempuan parlemen. Terlepas dari itu

semua, dukungan bagi terbangunnya jaringan kerja perempuan parlemen saat ini menjadi

kebutuhan utama.

Agenda kerja akan membantu para perempuan parlemen untuk menyusun kebijakan,

anggaran dan melakukan pengawasan. Dengan demikian, terbangun perjuangan bersama

untuk mengusung isu yang sama. Pembangunan agenda bersama memerlukan interaksi dan

komunikasi antar legislator. Pertemuan secara fisik antar mereka sudah sulit berlangsung,

mengingat tugas-tugas individual mereka sebagai legislator yang mewakili konstituen, daerah

berasal dan partai yang berbeda-beda. Diperlukan institusi, mekanisme dan instrument yang

memfasilitasi mereka sehingga ide-ide dan tindakan untuk memperkuat posisi parlemen bisa

dilakukan bersama tanpa menuntut pertemuan fisik setiap saat. Untuk itu pembangunan

Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen (Women Parliamentary Network) yang

mekanisme kerjanya dengan memanfaatkan teknologi canggih perlu diimplementasikan.

2. Tujuan Survai

Tujuan Baseline survey adalah;

a. Memperlajari antusiasme dan pentingnya membangun Kaukus Perempuan Parlemen

(KPP) dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di DI Yogyakarta, Lampung, Gorontalo dan

Kalimantan Tengah;

b. Mengidentifikasi kepemilikan dan penggunaan perangkat komunikasi dalam menunjang

kinerja perempuan parlemen;

c. Mengidentifikasi kepemilikan dan penggunaan media sosial dan internet serta cara yang

digunakan oleh anggota parlemen perempuan dalam memenuhi data yang diperlukan

dalam menunjang tugas-tugas mereka.

d. Mengidentifikasi peta jaringan kerja perempuan parlemen di eksekutif dan stakeholder

terkait seperti NGO;

e. Mendapatkan gambaran dari eksistensi, struktur dan keterlibatan perempuan parlemen

dalam kegiatan Kaukus Perempuan Parlemen di tingkat provinsi dan kabupaten/kota;

3. Metode

Metode yang digunakan dalam Baseline adalah survei. Survei ini mengumpulkan informasi

tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di masing-masing wilayah studi,

kepemilikan dan penggunaan perangkat komunikasi serta respon mereka terhadap

pembentukan Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen. Berdasarkan definisi dan

tujuan survei, beberapa bagian dari survei ini relatif berbeda dengan survei dengan tujuan

ilmiah yang membutuhkan aturan spesifik terkait sampling dan olah data. Survei dimaksudkan

untuk mempersiapkan policy paper tentang implementasi dan dokumen evaluasi Jaringan

Kerja Perempuan Parlemen, oleh karena itu aturan yang digunakan dalam sampling dan olah

data lebih longgar, namun tidak mengurangi kualitas analisis yang dihasilkan.

Page 6: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 6 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Untuk menjamin pencapaian target kegiatan memungkinkan untuk diukur secara akurat,

maka, data yang dibutuhkan dibagi menjadi tiga komponen dan masing-masing komponen

akan menggunakan variabel yang dibagi menjadi indikator dan daftar pertanyaan dalam

kuesioner. Variabel dan indikator dapat ditambah atau dibagi tergantung dari kebutuhan

data. Metode baseline terdiri dari:

1. Baseline menggunakan metode Survei dan pendekatan kuantitatif untuk

mengumpulkan data. Namun, data yang tidak dapat diperoleh melalui metode ini akan

dikumpulkan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Secara keseluruhan, metode

utama yang digunakan adalah survei.

2. Pengumpulan data menggunakan kuesioner sebagai instrumen dengan tipe pertanyaan

semi terbuka dan tertutup. Jika diperlukan, pedoman pertanyaan dapat dipergunakan

untuk memperoleh data. Pengumpulan data dan analisis akan mengikuti pendekatan

yang digunakan. Dengan demikian, pendekatan kualitatif digunakan untuk

mendapatkan data yang tidak dapat diperoleh dengan kuesioner. Namun demikian,

kuesioner tetap merupakan instrumen utama.

3. Data dianalisis menjadi skor untuk menentukan indikator atau indeks sederhana yang

menggambarkan kebiasaan dan perempuan parlemen dalam berkomunikasi berbasis

teknologi. Hasil Baseline akan menggambarkan situasi pra intervensi Jaringan Kerja

Perempuan sekaligus menjadi tolok ukur (benchmark) untuk mengukur efektifitas

implementasi kegiatan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen.

Metode yang digunakan dalam survei ini dimaksudkan untuk memetakan situasi sebelum

kegiatan Jaringan Kerja Parlemen diimplementasikan dan sebagai tolok ukur untuk mengukur

efektifitas kegiatan pasca intervensi. Oleh karena itu, laporan baseline terdiri dari:

1. Analisis dari temuan lapangan

2. Rekomendasi strategi implementasi Jaringan Kerja Perempuan Parlemen

Terkait substansi utama dari Baseline, laporan akhir sekaligus menjadi policy paper di mana

kondisi pra intervensi menjadi informasi awal bagi strategi implementasi dan dokumen

evaluasi pasca intervensi.

a) Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan tipe pertanyaan

semi tertutup. Tipe pertanyaan ini menyediakan ruang untuk jawaban yang belum

teridentifikasikan dengan memberi kategori “lain-lain” pada setiap pilihan jawaban.

Pengumpulan data juga menggunakan kombinasi kuesioner dan wawancara mendalam.

Wawancara mendalam diterapkan terhadap anggota dewan perempuan yang terpilih

kembali (incumbent) dan baru terpilih.

Kuesioner digunakan untuk mengukur variabel utama dalam survei ini. Varibale tersebut

yaitu: 1) Anggota perempuan parlemen dan teknologi informasi dan komunikasi; 2)

Kaukus dan dukungan bagi kaukus; dan 3) Stakeholder. Variabel tersebut diderivasi

menjadi indikator yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan ilmiah. Contohnya

variabel tersebut terdiri dari lebih dari satu indikator atau indikator terdiri lebih dari satu

atribut. Namun, untuk memberikan informasi dasar terkait pembentukan Kaukus dan

Page 7: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 7 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Jaringan Kerja Perempuan Parlemen, hal tersebut dianggap memenuhi kualifikasi.

Variabel dan indikator dimaksud sebegai berikut:

No Variabel Indikator

1 Anggota Perempuan

Parlemen dan Teknologi

Informasi dan Komunikasi

a. Kepemilikan perangkat komunikasi

b. Penggunaan perangkat komunikasi

c. Visi anggota terhadap jaringan kerja dan

komunikasi berbasis teknologi

d. Cara anggota memperoleh data

2 Institusi dan Dukungan

Terhadap Kaukus

a. Cara Anggota Parlemen berjejaring dengan

sesama anggota

b. Keberadaan Kaukus Perempuan Parlemen

c. Alokasi dan Realisasi Budget Kaukus

d. Dukungan dari Sekretariat Dewan

3 Stakeholders a. Kerjasama dengan NGO

b. Kerjasama dengan Universitas

c. Dukungan dari Badan Pemberdayaan

Perempuan tingkat Provinsi/Kabupaten-Kota

Selanjutnya, ketiga variabel dan 11 indikator digabungkan dalam kuesioner yang meliputi

23 pertanyaan kombinasi semi tertutup dan terbuka. Kuesioner yang disusun disesuaikan

untuk sebanyak mungkin meraih informasi dari perempuan parlemen yang menjadi

responden di provinsi yang dipilih.

Wawancara mendalam juga dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih

mendalam terkait pengalaman responden dan aktivitas Kaukus, mekanisme kerja Kaukus,

dukungan dari Sekretariat Dewan (Sekwan) dan jaringan kerja. Sementara itu, interview

dengan anggota DPRD yang baru bertujuan untuk mempelajari dan memperoleh

pemahaman terhadap tantangan dan kesiapan mereka untuk berpartisipasi di Kaukus

dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen.

Jumlah responden di 4 (empat) provinsi yaitu DIY, Lampung, Gorontalo dan Kalimantan

Tengah adalah 56 orang. Untuk mengumpulkan data lapangan, survei ini menerapkan

teknik sampling sederhana untuk menetapkan responden. Sampling menggunakan daftar

nama dan kontak anggota DPRD yang mengikuti kegiatan Penguatan Kapasitas Dasar bagi

anggota DPRD oleh SWARGA. Peneliti memilih responden untuk dikontak untuk menjadi

responden hingga jumlah kebutuhan responden terpenuhi. Pada dasarnya, seluruh

anggota DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota memenuhi syarat untuk menjadi

responden. Responden kesediaan mereka untuk mengisi kuesioner dan kehadiran

mereka.

Page 8: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 8 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Pada saat peneliti berada di provinsi yang terpilih menjadi lokasi studi, peneliti

menjelaskan tujuan studi kepada responden. Akan sangat membantu jika responden

pernah mengikuti pelatihan dasar yang diselenggarakan SWARGA- UNDP. Pelatihan

Dasar yang diselenggarakan UNDP mencakup sejumlah materi yang membekali mereka

sebagai anggota dewan yang lebih siap dalam menjalankan tugas. Materi mencakup 5

modul utama, yaitu Pemahaman terhadap Gender, Keterampilan Berkomunikasi,

Legislasi, Penganggaran dan Pengawasan. Jika mereka pernah mengikuti pelatihan

tersebut, maka mereka akan lebih memahami maksud dan tujuan survai.

Tabel 1. Jumlah Responden Masing-Masing Provinsi

Sumber : Puskapol, 2014

Provinsi tersebut menjadi daerah binaan UNDP, sehingga dipilih sebagai sampel. Kuesioner

yang diberikan kepada responden untuk mengetahui informasi dasar, sehingga tidak

memerlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji reliabilitas hanya dilakukan di DIY untuk

mengetahui apakah kuesioner dapat digunakan secara maksimal untuk memperoleh data.

b) Analisis Data

Agar mudah dibaca dan dipahami, data disajikan dengan table frekuensi dan grafik. Analisis

data di sini bukan untuk mencari hubungan antar variabel, melainkan untuk menunjukkan

kecenderungan atas sikap responden atau menunjukkan kepemilikan dan penggunaan alat

komunikasi. Tabel frekuensi dan grafik lebih tepat digunakan untuk menunjukkan besaran

(score) masing-masing atribut dan kemudian variabel. Dengan cara ini tujuan survai mudah

dicapai.

Untuk mengetahui kesiapan antar daerah yang satu dengan yang lain, dilakukan

perbandingan. Masing-masing variabel dilakukan perbandingan antara DIY, Lampung,

Kalimantan Selatan dan Gorontalo. Sebelumnya dilakukan analisis atas masing-masing

daerah, sehingga perbandingan dipengaruhi jumlah responden. Di masing-masing provinsi

data dianalisis dengan persentase, sehingga mudah dibandingkan.

No Provinsi Jumlah Responden

1 Daerah Istimewa Yogyakarta 13

2 Lampung 14

3 Kalimantan Selatan 12

4 Gorontalo 17

Jumlah 56

Page 9: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 9 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

BAB II

WILAYAH STUDI DAN PENDIDIKAN RESPONDEN

1. Wilayah Studi

Studi ini dilakukan di 4 (empat) provinsi yaitu DI Yogyakarta, Lampung, Gorontalo dan

Kalimantan Tengah. Pertimbangan memilih provinsi tersebut selain karena ke-4 provinsi itu

menjadi “daerah kerja” SWARGA-UNDP, juga didasarkan atas pertimbangan kompleksitas

masalah yang menimpa perempuan di 4 provinsi tersebut. DI Yogyakarta telah memiliki

Kaukus Perempuan, infrastruktur komunikasinya sudah sangat maju, merupakan daerah

tujuan belajar dan memiliki organisasi pergerakan perempuan yang cukup beraneka ragam.

DIY bisa menjadi inspirasi provinsi lain. Provinsi Lampung merepresentasikan heterogenitas

yang tinggi baik secara sosial maupun kultural.

Konflik terus berlangsung di provinsi ini dan masalah pemberdayaan perempuan sangat

kompleks mulai dari persoalan domestic sampai trafficking. Sementara itu di provinsi

Gorontalo homogenitasnya sangat tinggi. Selain dikenal sebagai wilayah muslim, Gorontalo

juga merupakan provinsi baru dengan perkembangan masalah-masalah perempuan yang

kompleks, seperti pertumbhan angkatan kerja perempuan, partisipasi perempuan di sektor

publik dan meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk perempuan yang cukup tinggi.

Sedangkan Kalimantan Selatan selain dicirikan oleh persoalan kesehatan perempuan, juga

merupakan salah satu daerah tambang di Indonesia. Isu-isu perempuan pekerja tambang

diharapkan muncul dari provinsi ini. Berbagai karakteristik tersebut mendorong dipilihnya ke

4 provinsi di atas sebagai wilayah studi.

Gambaran dari wilayah studi dapat ditinjau di antaranya melalui Indeks Pembangunan

Manusia/IPM (Human Development Index). Secara sosial, berdasarkan IPM wilayah studi

terbagi menjadi wilayah dengan pencapain IPM tinggi dan rendah. DIY dan Kalimantan Tengah

sebagai daerah peraih IPM tinggi dibandingkan dengan Lampung dan Gorontalo. Gorontalo

merupakan wilayah dengan pencapaian IPM terrendah lima tahun berturut-turut (lihat Tabel

2). Menurut IPM yang dicapai, DIY dan Kalimantan Tengah dapat diklasifikasikan sebagai

provinsi yang memiliki manusia dengan kualitas lebih baik daripada Lampung dan Gorontalo.

Table 2. IPM di Wilayah Studi 2009-2013

Province

2009 2010 2011 2012 2013

DI Yogyakarta 75,23 75,77 76,32 76,75 77,37

Lampung 70,93 71,42 71,94 72,45 72,87

Gorontalo 69,79 70,28 70,82 71,31 -

Central Kalimantan 74.36 74,64 75,06 75,46 75,68

Sumber : BPS, 2014

Page 10: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 10 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Dilihat dari kenyataan bahwa DIY mampu mencapai IPM tertinggi daripada wilayah studi

lainnya, tapi perolehan kursi perempuan justru menggambarkan kondisi sebaliknya.

Perolehan kursi perempuan DIY (10,9%) di tingkat provinsi adalah yang terendah

dibandingkan dengan Lampung (16,47%), Kalimantan Tengah (22,22%) dan Gorontalo

(26,67%) (lihat Tabel. 3).

Tabel 3. Perolehan Kursi Perempuan di Provinsi

Province

Total Kursi Kursi

Perempuan Kursi Laki-laki

DI Yogyakarta 55 6 (10,91%) 49 (89,09%)

Lampung 85 14 (16,47%) 71 (83,53)

Gorontalo 45 12 (26,67%) 33 (73,33%)

Kalimantan Tengah 45 10 (22,22%) 23 (77,7%)

Sumber : Puskapol, 2014

Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Kalimantan Tengah memperoleh kursi terbanyak

dibandingkan wilayah studi lainny. Sementara DIY, Lampung dan Gorontalo mendapatkan

jumlah kursi lebih sedikit (lihat Tabel. 4). Meskipun Baseline tidak mendalami fenomena ini,

namun demikian data tersebut menarik untuk diperhatikan. Masing-masing provinsi memiliki

persoalan tersendiri sesuai dengan karakteristik wilayah. Jumlah perolehan kursi akan

menjadi hambatan bagi anggota perempuan DPRD dalam memperjuangkan isu perempuan

dan gender dalam penganggaran, proses pembuatan kebijakan dan liputan media.

Tabel 4. Perolehan Kursi Perempuan di Kabupaten/Kota di Wilayah Studi

Provinsi

Total Kursi Kursi Perempuan Kursi Laki-laki

DI Yogyakarta 220 36 (16,36%) 184 (83,64%)

Lampung 545 84 (15,41%) 461 (84,59%)

Gorontalo 100 15 (15%) 85 (85%)

Kalimantan Tengah 355 73 (20,56%) 282 (79,44%)

Sumber : Puskapol, 2014

2. Pendidikan Responden

Responden terdiri dari Perempuan Anggota Parlemen atau DPRD tingkat Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan kebiasaan Perempuan Anggota DPRD dalam

menggunakan perangkat komunikasi dan informasi dan bagaimana cara berkomunikasi

dengan sesama kolega anggota Parlemen atau konstituen. Pendidikan juga menjadi indikator

penting. Proses pendidikan mendorong peserta didik untuk menggunakan teknologi dan

internet untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab peserta didik. Oleh karena itu,

semakin tinggi pendidikan formal responden, kebiasaan dalam menggunakan teknologi akan

Page 11: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 11 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

semakin baik. Mencari informasi, mendapatkan dan mengolah data, menulis makalah dan

laporan memerlukan penggunaan teknologi dan internet.

Berdasarkan data yang dihimpun dari 56 responden, 28 orang menyelesaikan pendidikan S1

(Sarjana), dan lebih dari 32% mennyelesaikan pendidikan di jenjang Pasca Sarjana (S2 dan S3).

Peningkatan kualitas pendidikan hampir merata di semua wilayah studi, dengan DIY dan

Lampung yang tertinggi.

Pendidikan formal adalah aspek terpenting untuk memperluas wawasan berpikir. Semakin

tinggi tingkat pendidikan, maka tingkat pengetahuan semakin baik. Secara umum, pendidikan

berkaitan dengan pengetahuan yang beragam dan perkembangan peradaban. Oleh karena

itu, pendidikan menjadi indikator penting bagi pembangunan manusia dan digunakan untuk

melihat sejauh mana pembangunan dicapai dalam masyarakat.

Mengingat pentingnya pendidikan, para pengambil keputusan menempatkan tingkat

pendidikan minimal sebagai satu persyaratan sebagai calon legislatif. Pada Pemilu 1999,

pendidikan minimum untuk caleg adalah SMP/ sederajad. Kemudian meningkat pada Pemilu

2004, 2009 dan 2014 menjadi SMA/ sederajad. Latar belakang ditingkatnya syarat pendidikan

formal caleg bertujuan untuk meningkatkan kualitas anggota legislatif untuk menghasilkan

kebijakan dan pembangunan yang berkualitas. Berdasarkan data tingkat pendidikan aleg,

responden di keempat provinsi dikategorikan berpendidikan tinggi. Di DIY, responden

menyelesaikan pendidikan di jenjang S1 dan S2 sama jumlahnya yaitu 46%. Di Lampung,

pendidikan responden S2 50%, diikuti S1 43%, sementara SMA dan sederajad 7%. Sebaliknya,

di Gorontalo tingkat pendidikan responden adalah tertinggi S1 53%, sementara SMA dan

Pasca Sarjana masing-masing 23%. Data yang kontras diperlihatkan dari Kalimantan Tengah

di bandingkan dengan seluruh wilayah studi, pendidikan responden SMA dan S1 masing-

masing 41,7% dan S2 16,6%. Artinya responden dengan tingkat pendidikan SMA jumlahnya

relatif besar.

8 7

23.5

41.746

43

53

41.746

50

23.5

16.6

0

10

20

30

40

50

60

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Gambar 1Pendidikan Formal Responden

SMA/Sederajad Sarjana (S1) Pascasarjana (S2 dan S3)

Page 12: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 12 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Kesimpulan dari data yang ditampilkan bahwa pendidikan responden relatif tinggi. Dengan

persentase kumulatif pendidikan S1 sebesar 46,4% dan 33,9% S2 atau total 80,3% responden

berpendidikan tinggi, sementara mereka yang berpendidikan rendah hanya berjumlah 19,7%.

Perempuan Anggota DPRD potensial untuk diperkenalkan kepada pengembangan jaringan

kerja berbasis internet dan teknologi. Mereka memiliki kapasitas yang cukup untuk

menggunakan perangkat komunikasi canggih berdasarkan tingkat pendidikan mereka.

Namun demikian, diperlukan kemauan kuat dari responden untuk meningkatkan kapasitas

mereka, oleh karenanya, kebiasaan mereka dalam menggunakan perangkat komunikasi

mereka menjadi lebih bermanfaat untuk mendukung kinerja mereka sebagai anggota

legislatif.

17.9

1.8

46.4

33.9

SMA/Sederajad Diploma Sarjana (S1) Pasca Sarjana (S2 dan S3)

Grafik 2Persentase Kumulatif Pendidikan Formal Responden

Pendidkan Menengah : 19,7% Pendidikan Tinggi : 80,3%

Page 13: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 13 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

BAB III

KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN ALAT KOMUNIKASI

Komunikasi menjadi aspek penting karenanya penting untuk melihat juga kepemilikan

perangkat komunikasi sebagai strategi awal WPN. Berapa jumlahnya, tipe apa saja dan

bagaimana mereka menggunakan perangkat komunikasi tersebut menjadi informasi penting

terkait kebiasaan penggunaan teknologi komunikasi. Responden di seluruh wilayah studi

memiliki lebih dari satu alat komunikasi untuk menunjang kinerja dan memudahkan

komunikasi.

Jenis perangkat yang dimikili oleh responden menggambarkan diferensiasi kebutuhan

berkominunikasi. Ponsel konvensional (non smart-phone) biasanya digunakan untuk

menelpon dan mengirim SMS. Ponsel jenis ini merupakan jenis yang fungsinya sangat terbatas

atau blank spot area. Jenis telpon ini biasanya digunakan oleh responden di wilayah yang

jangkauan sinyalnya terbatas. Di Lampung dan Gorontalo banyak terdapat blank spot area,

oleh karena itu penggunaan ponsel konvensional ini sangat tinggi.

BlackBerry dan smart phone adalah jenis yang sangat populer bagi responden. Mereka

menyatakan bahwa aplikasi BlackBerry Messenger (BBM) adalah yang paling banyak yang

digunakan. Sementara dari Smart Phone yang paling banyak digunakan adalah WhatsApp.

Kedua aplikasi ini dapat digunakan dengan mudah untuk mengirim gambar dan pesan teks,

juga digunakan untuk berkomunikasi dalam grup. Namun, respoden dari Kalimantan Selatan

menyatakan bahwa mereka hanya mengerti sedikit saja kegunaan dan manfaat dari

perangkat komunikasi miliknya. Perangkat komunikasi mereka lebih sering digunakan oleh

anak-anak untuk bersenang-senang, seperti mengganti foto profil. Kalkulator dan jam adalah

aplikasi yang paling sering digunakan oleh reponden.

Komunikasi berbasis teknologi saat ini menggiring pada penggunaan teknologi canggih dalam

komunikasi sehari-hari. Oleh karena itu, tidak terdapat responden yang tidak memiliki

perangkat komunikasi. Komunikasi jarak jauh, pencarian data dan informasi yang cepat dan

akurat juga dapat dilakukan. Perangkat komunikasi canggih sangat membantu dan menolong

responden untuk melakukan komunikasi efektif dan efisien di saat yang bersamaan.

Data menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki lebih dari satu ponsel, nomor

telepon yang berbeda untuk kepentingan personal seperti nomor untuk keluarga atau

kerabat dekat. Nomor telepon lainnya digunakan untuk publik seperti kolega, konstituen dan

sebagainya karena responden memiliki relasi yang beragam dalam kehidupan sosial dan

politik mereka.

Page 14: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 14 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Dalam hal kepemilikan Smart Phone, responden di DIY mencapai persentase tertinggi yaitu,

38,46%, diikuti dengan penggunaan BlackBerry yang mencapai 30,77%. Pengguna iPad dan

telepon biasa masing-masing mencapai 23,08 % dan 7,69 %. Di daerah Lampung, penggunaan

BlackBerry dan Smart Phone memiliki persentase yang sama yaitu, sebesar 28,57 %.

Kepemilikan Black Berry dan telepon seluler biasa masing- masing sebesar 21,43%. Di provinsi

Gorontalo penggunaan telepon biasa dan BlackBerry oleh anggota parlemen persentasenya

sama sebesar 29,41 %. Kepemilikan dan pengunaan iPad sebesar 35,29% dan pengguna smart

phone sebesar 5,88%. Kepemilikan iPad yang cukup tinggi di Gorontalo disebabkan adanya

prestise tersendiri bagi pengguna iPad. Oleh karena itu, kepemilikan iPad belum selalu

dibarengi dengan pemanfaatan dan maksimalisasi fungsi perangkat tersebut.

Situasi di Kalimantan Tengah tidak jauh berbeda dengan daerah lain. Sebagian besar

responden menggunakan alat komunikasi canggih berupa Smart Phone dan BlackBerry

masing-masing sebesar 50% dan 25,5% diikuti penggunaan telepon biasa dan iPad masing-

masing sebesar 16,7 % dan 8,3%

Kepemilikan dan penggunaan alat komunikasi canggih oleh para anggota parlemen

perempuan di daerah, menunjukkan tumbuhnya kesadaran untuk memiliki informasi terbaru,

keinginan untuk cepat mengakses informasi di media massa dan keinginan untuk lebih cepat

dalam mengambil keputusan. Kepemilikan dan penggunaan alat-alat komunikasi oleh

anggota parlemen perempuan tersebut jika dihubungkan dengan tujuan studi ini, maka

terbuka peluang untuk membangun Jaringan Kerja Perempuan Parlemen berbasis teknologi.

Smart phone merupakan perangkat komunikasi yang paling diminati oleh responden. Mudah

digunakan, terkenal dengan berbagai jenis tipe dan harga, dapat digunakan untuk memotret

7.69

21.43

29.41

16.70

30.7728.57

29.41

25.00

38.46

28.57

5.88

50.00

23.08 21.43

35.29

8.30

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 3.Kepemilikan dan Pemanfaatan Perangkat Komunikasi

Ponsel Biasa Black Berry Smart Phone iPad/Tablet

Page 15: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 15 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

diri sendiri atau pengguna yang dikenal sebagai selfie, mudah untuk berbagi file dan

gambar/foto melalui WhatsApp atau aplikasi sejenis merupakan pertimbangan tertinggi

respoden untuk memilih smart phone sebagai perangkat komunikasi utama. Menerima e-mail

dan mengunduh lampiran dalam kapasitas tertentu (misalnya tiga buah file format doc/docx

atau PDF yang terdiri dari 3-5 halaman atau 2-3 buah gambar dalam format JPEG) juga

menjadi fungsi yang paling diminati dari smart phone. Jika responden mengunduh lampiran

yang kapasitasnya lebih besar, mereka cenderung mengunduhnya di laptop atau desktop.

Berbagi file dan gambar sangat bermanfaat selama kampanye untuk melihat draft atau materi

kampanye yang perlu didiskusikan atau disetujui. Setelah responden terpilih sebagai anggota

parlemen, mereka tetap menggunakan smart phone untuk kebutuhan-kebutuhan yang sama

dengan pada saat mereka kampanye.

Perangkat lain yang digunakan responden adalah iPad atau Tablet. Sebagian besar responden

menggunakan perangkat ini untuk menyimpan data yang kapasitasnya lebih besar seperti

draft, bahan bacaan dan foto-foto. Menerima email dan lampirannya juga dilakukan di

perangkat ini. Namun, tidak semua responden yang memiliki iPad atau Tablet

memaksimalkan fungsi penyimpanan data. Menurut Ranny Widayanti, Ketua Kaukus

Perempuan Provinsi DIY, anggota perempuan parlemen tidak sepenuhnya memahami

bagaimana mengoperasikan fungsi utama perangkat komunikasinya, bahkan untuk

mengunduh atau menyimpan konten. Memfoto dan men-upload foto tersebut ke sosial

media adalah aktifitas yang paling sering dilakukan dengan perangkat ini.

Secara umum, di seluruh wilayah studi penggunaan BlackBerry and smart phone (masing-

masing 28,6%) lebih tinggi dibandingkan dengan perangkat komunikasi lainnya. Data ini

menunjukkan bahwa responden memiliki kecenderungan pola komunikasi berbasis teks yang

cukup tinggi. Penggunaan ponsel biasa (19,6%) merupakan upaya konfirmasi terhadap berita

19.6

28.6 28.6

23.2

Ponsel Biasa BlackBerry Smart Phone iPad/Tablet

Grafik 4Persentase Kumulatif Kepemilikan dan Pemanfaatan Perangkat

Komunikasi

Page 16: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 16 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

atau pembicaraan via teks yang memerlukan penjelasan tambahan karena keterbatasan

ruang penulisan teks. Ponsel biasa meskipun dari segi fitur sangat terbatas tapi memiliki

keunggulan untuk menelepon karena baterai ponsel jenis ini lebih tahan lama dibandingkan

batere BlackBerry dan smart phone. Juga pada saat berada di wilayah dengan jangkauan

sinyal yang lemah, dimana BlackBerry dan smart phone tidak dapat berfungsi secara baik,

ponsel biasa justru sebaliknya. Oleh karena itu, responden pada umumnya memiliki dan

menggunakan telepon biasa dan BlackBerry atau smart phone atau bahkan ketiganya. Variasi

kepemilikan ponsel ini untuk mengatasi hambatan komunikasi jarak jauh terutama yang

dapilnya berada di pelosok.

Perangkat iPad atau Tablet yang dimiliki dan digunakan dengan jumlah cukup tinggi di

kalangan responden (23,2%). Meskipun belum maksimal pemanfaatannya, namun dari data

terlihat bahwa pengguna iPad dan Tablet merupakan target potensial untuk diarahkan

bagaimana cara memanfaatkan perangkat ini untuk mencari data terkait isu perempuan,

kaukus dan data yang terkait untuk menunjang argumentasi.

Surat elektronik (electronic mail atau e-mail) sudah merupakan fenomena umum dalam

berkomunikasi. Hampir setiap individu terdidik memilikinya. Email memiliki beberapa

kelebihan, seperti cepat sampai tujuan, dapat mengirim surat yang sama ke beberapa orang

sekaligus dan tidak memerlukan biaya. Kelebihan-kelebihan inilah yang menarik pengguna

email untuk memanfaatkannya dalam berbagai keperluan, baik pendidikan, kesehatan, politik

maupun bisnis. Sulit menemukan individu terdidik yang bekerja di perguruan tinggi dan

0

23.08 23.53

0.00

7.69

14.2917.65

41.70

61.54

42.86

23.53 25.00

30.77

21.43

29.41

33.30

0

10

20

30

40

50

60

70

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 5. Kepemilikan dan Pemanfaatan Email

Tidak Memiliki Memiliki tapi Tidak Pernah Menggunakan

Jarang Menggunakan Sering Menggunakan

Page 17: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 17 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

lembaga pendidikan lainnya maupun lembaga pemerintahan yang tidak berkomunikasi

dengan email.

Namun demikian, dalam penelitian ini ternyata ditemukan sejumlah anggota parlemen di

daerah yang tidak memiliki email, memiliki tetapi tidak pernah menggunakannya yang tidak

berbeda dengan tidak memiliki. Fenomena ini tidak membedakan kemajuan daerah. Di

keempat daerah studi yang kemajuan dan infrastruktur komunikasi berbeda jauh seperti di

DIY dan Kalimantan Tengah, sama-sama terdapat sejumlah anggota dewan yang tidak

memiliki dan menggunakan email.

Anggota Parlemen Daerah Istimewa Yogyakarta sangat jarang menggunakan email, meskipun

mayoritas responden memilikinya (61,54%), diikuti dengan pengguna aktif sebesar 30,77%

dan pengguna pasif sebesar 7,69%. Di dua daerah yaitu Lampung dan Gorontalo terdapat

masing-masing 23 % lebih responden yang tidak memiliki email. Sedangkan pengguna aktif di

kedua provinsi itu masing-masing mencapai 21,43 % dan 29,41%. Di Kalimantan Tengah

pengguna pasif lebih besar daripada pengguna aktif yang memiliki angka 41,70% dan 33,3%.

Data di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden di setiap daerah memiliki e-mail

namun jarang menggunakannya. Berdasarkan data kumulatif dari seluruh wilayah studi,

dapat disimpulkan bahwa terlihat mereka yang tidak menggunakan e-mail sejumlah 32,1%,

sedangkan responden yang jarang menggunakan email 37,5% atau 69,9% responden yang

dikategorikan pasif dalam menggunakan email. Hal ini sangat disayangkan mengingat email

sangat penting sebagai sarana komunikasi. Dengan email, surat menyurat dan

12.5

19.6

37.5

28.6

1.8

Tidak Memiliki Memiliki TapiTidak Pernah

Menggunakan

JarangMenggunakan

SeringMenggunakan

Tidak Menjawab

Grafik 6.Persentase Kumulatif Kepemilikan dan Pemanfaatan Email

Pengguna Pasif : 69,9% Pengguna Aktif : 28,6%

Page 18: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 18 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

pengiriman/penerimaan dokumen dapat dilakukan dengan cepat. Penggunaan email mampu

mengatasi hambatan ruang dan waktu apalagi di kota-kota besar yang menghadapi masalah

kemacetan lalu lintas. Bagi anggota Dewan, penggunaan email sangat bermanfaat untuk

mendukung kinerja.

Namun demikian, pengguna yang jarang menggunakan e-mail merupakan potensi yang dapat

menjadi target WPN karena responden dapat dilatih untuk membiasakan diri memanfaatkan

email. Mengingat berbagai kelebihan, disarankan agar UNDP mendorong para anggota

parlemen perempuan untuk menggunakan email dalam menjalankan aktivitasnya.

Fenomena baru yang berkembang sejak tahun 2006 adalah penggunaan media sosial dalam

berkomunikasi. Media sosial seperti facebook dan twitter, dengan cepat mampu menggeser

friendster. Penggunaan facebook dan twitter memiliki beberapa kelebihan seperti mudah

penggunaannya, mempertemukan dengan kawan-kawan lama yang sama-sama

menggunakan facebook dan twitter, terdapat aplikasi chat yang memudahkan pengguna yang

sedang online untuk melakukan chating, bisa dibuat group untuk mereka yang memiliki ikatan

tertentu, baik itu bisnis, jaringan politik, alamater dan sebagainya. Selain itu media sosial

tersebut juga membuka forum atau ruang untuk berdiskusi, di mana pernyataan seseorang

(status) akan dengan cepat direspon oleh orang lain. Tidak mengherankan jika media sosial

DIY Lampung GorontaloCentral

Kalimantan

Tidak Memiliki 0.00 0.00 0.00 8.30

Facebook 30.49 36.71 35.42 33.30

Blackberry/WhatsApp Group 36.59 46.84 35.42 50.00

Twitter 7.32 5.06 4.17 8.40

Path 7.32 3.80 10.42 0.00

Instagram 9.76 3.80 14.58 0.00

Mailing List 8.54 3.80 0.00 0.00

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

Pe

rse

nta

se

Grafik 7Kepemilikan Akun Sosial Media dan Akun yang Sering Digunakan

Page 19: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 19 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

ini kemudian digunakan sebagai pembangun solidaritas, penggerak massa dan keperluan lain

dalam mempengaruhi opini publik maupun memobilisasi massa.

Menjelang pemilihan umum 2014 yang lalu, hampir semua kandidat memanfaatkan facebook

dan twitter untuk membangun opini dan mempengaruhi perilaku politik massa. Pandangan

politik termasuk janji politik kandidat, dikemukakan di media sosial. Media sosial menjadi

ajang mempromosikan diri. Foto, logo partai, nomor urut kandidat dan cara memilih,

dikemukakan secara jelas di media sosial.

Memperhatikan manfaatnya yang begitu besar, dapat dipahami jika semua anggota parlemen

di daerah memiliki dan menggunakan media sosial. Mereka yang tidak memiliki di semua

daerah hanya 1,9 persen. Anggota dewan yang tidak memiliki dan menggunakan media sosial

ada di provinsi Kalimantan Tengah. Di DIY, responden sering menggunakan facebook dan

BBM/WhatsApp sebesar 30,49% dan terendah pengguna Twitter dan Path sebesar 7,32%. Di

daerah Lampung, pengguna facebook dan BBM/WhatsApp sebesar 36,71% dan 46,48%.

Kondisi yang tidak berbeda jauh berlangsung di Daerah Gorontalo dan Kalimantan Tengah.

Data di atas dapat diintepretasi bahwa mayoritas responden telah akrab dengan media sosial

terutama Facebook dan BBM/WhatsApp. Seperti yang ditunjukkan oleh beberapa peristiwa

sosial, ekonomi dan politik beberapa tahun terakhir seperti pemilihan anggota DPR, Pemilihan

Presiden , pemihakan publik terhadap KPK, media sosial berperan penting dalam membentuk

opini dan sikap publik. Oleh karena itu, memiliki dan menggunakan media sosial bagi anggota

parlemen perempuan merupakan keniscayaan. Kondisi ini memungkinkan untuk

dibangunnya WPN berbasis teknologi komunikasi.

Data kumulatif menunjukkan bahwa sebagian responden di seluruh wilayah studi

menggunakan sosial media. Yang paling sering digunakan adalah BBM/WhatsApp sebagai

media komunikasi kelompok berbasis teks (BBM/WhatsApp Group) (46,4%). Sementara itu

Facebook (23,2%) dan Twitter (16,1%) merupakan media sosial kedua dan ketiga yang paling

1.8

12.5

23.2

46.4

16.1

Not Answer Don't have SocmedAccount

Facebook BBM/WhatsApp Twitter

Grafik 8. Persentase Kumulatif Kepemilikan Akun Sosial Media dan Akun

yang Sering Digunakan Responden

Page 20: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 20 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

sering digunakan. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

responden aktif dan familiar dengan interaksi dunia maya.

Pengarahan pada interaksi di dunia maya yang lebih menjurus untuk memberikan manfaat

yang lebih besar pada tugas dan fungsinya sebagai anggota legislatif perlu mendapat

perhatian dari SWARGA. Mencari informasi pada laman (fan page) seperti Indonesia Budget

Center dan sejenisnya dan informasinya dapat dibagikan dalam group. Seperti yang

diungkapkan dalam wawancara dengan Rany Widayati Ketua Kaukus Perempuan Parlemen

Provinsi DIY, ia seringkali membutuhkan informasi yang bersumber dari NGO tapi tidak tahu

di mana mencarinya dan apa kata kunci yang tepat karena seringkali tidak mengetahui nama

NGO dan isu yang dimaksud. Keinginan untuk mencari data berdasarkan kata kunci seringkali

terkendala waktu yang sangat sempit.

Sosial media dan internet hampir menjadi kelaziman bagi masyarakat dengan indikasi

menjamurnya warung internet (warnet). Keberadaan internet telah membangkitkan revolusi

dalam komunikasi. Interaksi antar individu maupun kelompok, tidak lagi dibatasi ruang dan

waktu. Peristiwa-peristiwa di Negara lain yang letaknya jauh, dapat dengan cepat diketahui

oleh masyarakat di Negara lain. Tidak sedikit dari peristiwa-peristiwa itu yang mempengaruhi

perilaku warga di Negara lain, seperti yang terjadi di Tunisia, Mesir, Suriah dan kawasan Timur

Tengah lainnya. Dengan adanya internet, emosi warga juga dibangkitkan. Melalui tayangan

visual, seakan peristiwa di Negara lain berlangsung di depan mata.

Penggunaan internet juga telah membangun ikatan emosi global. Tidak hanya sebagai fasilitas

komunikasi, internet juga dapat digunakan sebagai wadah untuk mencari informasi terkini.

Jaringan internet dapat digunakan untuk mencari beberapa informasi seperti berita terkini,

pembelanjaan online, membaca email dan pencarian data di web. Perilaku responden dalam

penggunaan internet di masing-masing daerah memiliki perbedaan. Di Daerah Istimewa

Yogyakarta, Lampung, dan Kalimantan Tengah kecenderungan responden cukup tinggi

dalam pencarian online-news sebesar masing-masing 28,60%, 44,40% dan 75,00%. Sebaliknya

di daerah Gorontalo, responden lebih memiliki kecenderungan memanfaatkan internet untuk

mencari data dengan proporsi sebesar 37,80% seperti data berikut:

Page 21: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 21 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Mayoritas anggota parlemen perempuan kurang memiliki kesadaran untuk mencari data

atau informasi dalam mendukung pekerjaan dengan memanfaatkan jaringan internet. Hal ini

ditunjukkan oleh persentase pengguna internet untuk pencarian data dan email yang di

bawah 50% pada di tiap-tiap daerah. Sangat disayangkan bahwa kesadaran penggunaan

internet masih sebatas mencari informasi dibandingkan mendukung kerja anggota.

Data kumulatif menunjukkan bahwa tren penggunaan internet paling tinggi untuk membaca

berita online (57,1%), sedangkan kesadaran untuk mencari data masih terbilang sangat

15.509.70

5.400.00

17.30

2.80

9.50 8.30

28.60

44.40

35.10

75.00

14.3018.10

12.208.30

24.50 25.00

37.80

8.30

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 9.Pemanfaatan Internet oleh Responden

Infotainment Toko Online Berita Online Membaca Email Mencari Data

3.6

10.7 8.9

57.1

14.3

5.4

Tidak Menjawab Infotainment Toko Online Berita Online Membaca Email Mencari Data

Grafik 10.Persentase Kumulatif Pemanfaatan Internet oleh Responden

Page 22: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 22 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

rendah (5,4%). Pencarian data merupakan indikator perilaku responden dalam menjalankan

peran, tugas dan fungsinya sebagai anggota legislatif. Keengganan dalam mencari data

menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi WPN. Namun demikian, jika dilihat data

per daerah, tiga provinsi yaitu DIY, Lampung dan Gorontalo kecenderungan responden untuk

mencari data cukup tinggi, kecuali Kalimantan Tengah. Oleh karena itu, data ini semakin

menguatkan bahwa responden membutuhkan dan berupaya mencari data terlepas apakah

mereka berhasil atau gagal dalam mendapatkan data yang dibutuhkan.

Penggunaan data akurat sangat diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Akurasi data akan

menuntun pada pengambilan keputusan yang tepat dan akurat. Oleh karena itu ketersediaan

data sangat penting apalagi bagi pengambil keputusan seperti anggota Dewan. Dengan

kemajuan teknologi komunikasi dan jaringan komunikasi internasional (internet), kebutuhan

akan data lebih mudah dipenuhi. Meskipun informasinya tidak selalu mutakhir, namun

internet membantu dalam mencari data secara cepat. Meskipun demikian, ada beberapa

jenis data yang tetap harus dicari secara manual, membaca buku dan artikel. Bagi anggota

Dewan di daerah, pemenuhan kebutuhan data dilakukan dengan browsing internet. Ini

berlangsung di DIY, Kalimantan Tengah dan Gorontalo. Sedangkan di Provinsi Lampung,

diskusi di sosial media dan meminta data kepada lembaga pemerintah, merupakan pilihan

utama para responden dalam memenuhi kebutuhan data. Di semua daerah, diskusi dengan

NGO dan membeli buku (kecuali Kalimanatan Tengah) juga menjadi cara untuk memenuhi

kebutuhan data. Beragamnya cara yang ditempuh para anggota Dewan di daerah dalam

memenuhi data ini selain menunjukkan kebutuhan akan data akurat dan tepat, begitu tinggi,

juga menunjukkan pendidikan anggota dewan yang tinggi dan jaringan kerja dengan NGO

yang baik.

Di DIY, SKPD menyediakan data langsung di Komisi terkait dan kemudian Komisi akan

mendistribusikan kepada anggota sehingga minimnya tingkat kebutuhan data bagi responden

lebih disebabkan oleh sistem distribusi data internal yang telah tertata dengan baik.

DIY Lampung GorontaloCentral

Kalimantan

Membeli Buku 7.69 14.29 29.41 0.00

Meminta Data Pemerintah 0.00 21.43 17.65 25.00

Meminta Asisten untuk Mencari Data 7.69 7.14 11.76 8.30

Diskusi dengan NGO 7.69 14.29 5.88 8.30

Browsing 53.85 7.14 29.41 50.00

Diskusi di Social Media 7.69 35.71 5.88 8.30

Diskusi di Mailing-List 15.38 0.00 0.00 0.00

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

Pe

rse

nta

se

Grafik 11.Cara Responden Mendapatkan dan Memenuhi Kebutuhan Data

Page 23: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 23 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Sementara permintaan data di Lampung (21,43%), di Gorontalo (17,43%) dan Kalimantan

Tengah (25%) disebabkan untuk kepentingan pembahasan anggota belum mendapatkan data

pada saat diperlukan.

Di Gorontalo, data pemerintah yang diminta oleh responden terutama di tingkat

kabupaten/kota pada umumnya adalah data tercetak. Responden masih kesulitan dalam

membaca data digital karena belum terbiasa memanfaatkan gadget untuk data (smart phone

dengan kapasitas hingga 32 GB atau iPad). Meskipun responden memiliki perangkat tersebut,

pemanfaatannya relatif minim. Jika data sudah ada di dalam gadget pun responden kesulitan

untuk membuka kembali file karena lupa diletakkan di folder mana. Biasanya lupa nama

folder penyimpanan atau tidak mengetahui bagaimana mencari bahkan tidak tahu cara

membukanya sama sekali. Beberapa responden bahkan menyatakan perangkat canggih

tersebut dimiliki karena melihat rekan mereka juga memiliki. Karena kurang dapat

memanfaatkan maka gadget pada akhirnya digunakan anak mereka untuk mengunduh dan

bermain game.

Browsing data di internet relatif tinggi terutama di dua wilayah studi yaitu DIY 53,85% dan

Gorontalo 29,41%. Sementara Kalimantan Tengah dari kecenderungan penggunaan internet

untuk kebutuhan juga tidak mencapai 9% (Lihat Tabel. 5). Namun demikian angka ini cukup

baik karena terlihat adanya upaya untuk menggunakan internet untuk mendapatkan data.

Minimnya penggunaan internet di Kalimantan Tengah disebabkan karena alasan teknis akses

dan jaringan internet yang tidak merata di semua kabupaten/kota. Artinya, terlepas dari

kekurangan responden, sajian data di atas memberi informasi yang cukup baik bahwa

internet telah dimanfaatkan dengan baik oleh para anggota perempuan DPRD. Selain itu,

internet telah menjadi sumber data bagi anggota dewan dalam menjalankan tugasnya

meskipun belum maksimal. Untuk keperluan studi ini, khususnya pembentukan jaringan kerja

anggota parlemen perempuan, dapat memanfaatkan secara optimal internet dan alat-alat

komunikasi canggih lainnya.

12.516.1

8.9 8.9

33.9

16.1

3.6

Membeli Buku Meminta DataPemerintah

Memintaasisten untukMencari Data

Diskusidengan NGO

Browsing Diskusi diSosial Media

Diskusi diMailing-List

Grafik 12.Persentase Kumulatif Cara Responden Mendapatkan dan

Memenuhi Kebutuhan Data

Page 24: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 24 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Data kumulatif menunjukkan bahwa browsing data merupakan cara yang paling banyak

digunakan oleh sebagian responden (5,4%) untuk memenuhi kebutuhan data (33,9%) diikuti

oleh meminta data pemerintah dan diskusi di sosial media (masing-masing 16,1%). Data ini

mengindikasikan bahwa sedapat mungkin responden mendapatkan data yang diperlukan

melalui internet, kemudian jika tidak diperoleh barulah mengajukan permintaan data kepada

pemerintah dan bertanya atau berdiskusi di sosial media (besar kemungkinan di

BBM/WhatsApp Group). Jika tidak mendapatkan responden akan membeli buku, atau

meminta bantuan mencarikan data kepada asisten, termasuk berdiskusi kepada NGO jika

memiliki kontak kepada aktivis. Berdasarkan data kumulatif ini dapat dilihat adanya

kecenderungan bahwa responden mengandalkan internet untuk memenuhi kebutuhan data.

Bagi anggota Dewan, selain pendidikan, kemampuan menguasai bahasa asing khususnya

bahasa Inggris sangat penting. Dengan mahir berbahasa Inggris, wawasan dan jaringan kerja

akan bertambah luas. Kesempatan untuk mengakses informasi global pun juga bertambah

luas. Manfaat yang tidak kalah penting adalah kesempatan untuk membangun kerjasama

dengan institusi-institusi internasional maupun negara lain, sangat besar. Apalagi, di era

globalisasi ini dipahami bahwa kerjasama antar negara dan antar institusi sangat penting, baik

kerjasama dalam meningkatkan kemajuan maupun mencegah kejahatan internasional. Untuk

menghadapi kerjasama semacam itu, nampaknya kemampuan bahasa inggris anggota Dewan

belum memberi harapan. Hal itu dikarenakan hanya sekitar 8 persen anggota legislator

perempuan di seluruh daerah studi yang mahir berbahasa Ingrris. Di semua daerah studi,

legislator perempuan hanya berkomunikasi aktif dalam Bahasa Indonesia, di DIY

persentasenya mencapai 30,77%, di Lampung 50%, di Gorontalo 47,06 persen dan di

Kalimantan Tengah 66,7% persen.

30.77

50.0047.06

66.70

38.4642.86 41.18

33.30

23.08

7.14 5.887.69

0.00 0.00 0.000.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 13.Kemampuan Berbahasa Inggris Responden

Tidak DapatBerbahasa Inggris

Pemula

Cukup Baik

Lancar

Page 25: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 25 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Secara kumulatif, kemampuan berbahasa Inggris responden dapat diklasifikasikan rendah

yaitu 81,5% yang dapat dikategorikan tidak berbahasa Inggris dan hanya 10,7% saja yang

dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Oleh karena itu, penting untuk dihindari

penggunaan instruksi, petunjuk penggunaan dan istilah-istilah berbahasa Inggris. Jika

terpaksa perlu disandingkan dengan padanan dalam Bahasa Indonesia.

Minimnya kemampuan berbahasa Inggris responden di satu sisi menjadi peluang bagi WPN

untuk memasukkan konten-konten atau materi yang bahasa asalnya adalah Bahasa Inggris

dan diterjemahkan dan dipublikasi ke dalam jaringan WPN perempuanparlemen.org yang

telah tersedia. Informasi tentang kegiatan anggota perempuan di daerah lain, bahkan di

negara lain dapat menjadi informasi yang bermanfaat.

48.2

39.3

8.91.8 1.8

Tidak DapatBerbahasa Inggris

Pemula Cukup Baik Lancar Tidak Menjawab

Grafik 14.Persentase Kumulatif Kemampuan Berbahasa Inggris Responden

Tingkat Keterampilan Rendah : 81,5%

Tingkat Keterampilan Tinggi: 10,7%

7.69 7.14 7.14

8,30

7.69

0.00 0.00

8.30

23.08

42.86

35.29

66.7061.54

50.0047.06

16.70

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

DIY Lampung Gorontalo CentralKalimantan

Grafik 15.Persepsi Responden Terhadap Penggunaan Internet

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju

Sangat Setuju

Page 26: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 26 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Tetapi dalam hal penggunaan internet sebagai sarana komunikasi yang efektif, responden di

semua daerah menyepakatinya. Di DIY para responden bahkan sangat setuju (61,5%), diikuti

responden di Lampung dan Gorontalo yang masing-masing mencapai 50% dan 47%.

Sedangkan responden yang menyatakan “setuju” tertinggi di Kalimantan Tengah (66,7%),

Lampung 42,86 persen, Gorontalo 35,29 persen dan terendah di DIY dengan 23,08 persen.

Data di atas menunjukkan pemahaman responden akan manfaat internet. Bagi UNDP, tentu

lebih mudah memberi arahan dan memotivasinya lebih lanjut akan peran penting internet

bagi pembentukan jaringan kerja perempuan parlemen.

Secara kumulatif, responden yang menyatakan kesetujuan untuk menggunakan internet

sebagai sarana komunikasi sangat tinggi yaitu 41,2% menyatakan setuju dan 44,5% yang

menyatakan sangat setuju. Artinya dapat dinyatakan bahwa sebagian besar (85,7%)

responden memiliki persepsi positif terhadap internet. Oleh karena itu, meskipun akan

menemui tantangan yang cukup besar terkait kebiasaan dan sinyal di wilayah blank spot,

namun dengan sikap positif para responden, WPN mendapatkan dukungan dari responden.

1.85.4

1.85.4

41.144.5

TidakMenjawab

Sangat tidaksetuju

Tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju

Grafik 16.Persentase Kumulatif Persepsi Responden Terhadap Penggunaan

Internet

Page 27: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 27 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Semua responden memiliki sikap positif terhadap rencana pembentukan Jaringan Kerja

Anggota Parlemen Perempuan. Sebesar 53,85% legislator perempuan DIY “setuju” dan

38,46% “sangat setuju” dengan penggunaan internet untuk pembentukan Jaringan Kerja

Anggota Parlemen Perempuan. Di Provinsi Lampung persentasenya masing-masing mencapai

50% “setuju”, 28,57% “sangat setuju” dan di Gorontalo masing-masing mencapai 47% baik

untuk yang “setuju” maupun “sangat setuju”. Situasi yang sama di gambarkan di Provinsi

Kalimantan Tengah proporsi “setuju” dan “sangat setuju” sebesar 58,3% dan 33,3% dikuti

dengan responden yang menyatakan “kurang setuju” sebesar 8,3%.

7.69

21.43

5.880,00

0.00 0.00 0.00

8.30

53.8550.00

47.06

58.30

38.46

28.57

47.06

33.30

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 17.Persepsi Responden Terhadap Penggunaan Internet untuk Membangun WPN

Sangat TidakSetujuTidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju

Sangat Setuju

8.9

1.8 0

51.8

37.5

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

Grafik 18.Persentase Kumulatif Persepsi Responden Terhadap Penggunaan

Internet untuk Membangun WPN

Tidak Setuju : 10,7% Setuju : 89,3%

Page 28: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 28 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Data di atas menunjukkan dua hal penting. Ditinjau dari dua kuandran jawaban skala sikap

responden yang menunjukkan sikap setuju terhadap penggunaan internet adalah 89,3%

sedangkan yang mengindikasikan ketidaksetujuan 10,7%. Pertama, para legislator

perempuan di daerah memiliki sikap positif terhadap rencana pembentukan WPN, terlepas

apakah mereka memiliki pemahaman yang utuh mengenai rencana kegiatan tersebut atau

tidak. Kedua, legislator perempuan di daerah juga menyambut positif digunakannya internet

untuk pembentukan WPN. Tentu hal ini ada sisi positif dan negatifnya. Sisi positifnya adalah

perkenalan, diskusi, dan pertukaran gagasan berlangsung secara cepat dan menyebar luas.

Sedangkan sisi negatifnya, adalah bahwa komunikasi tidak tatap muka hanya terbatas pada

kesediaan para anggotanya untuk aktif menggunakan internet dan mengakses situs WPN.

Karena itu, bagi anggota yang tidak aktif akan tertinggal informasi dan pembahasan, di satu

sisi sejumlah anggota telah berganti topik pembicaraan atau diskusi dan sisi lain sebagian

anggota masih membahas isu yang lama.

Berjejaring dengan konstituen dan masyarakat umum sangat penting bagi anggota parlemen.

Kemenangan anggota parlemen dalam memperoleh kursi tidak luput dari peran konstituen

dan masyarakat umum. Prestasi yang baik dengan serangkaian kegiatan-kegiatan anggota

parlemen menjadi tolok ukur keberhasilannya sebagai wakil rakyat. Namun, hal ini tidak luput

dari berbagai hambatan. Beberapa hambatan yang dihadapi oleh responden dalam

mengkomunikasikan serangkaian kegiatan di antaranya sedikitnya kesempatan bertemu

langsung, sulitnya mengumpulkan stakeholder, belum ada jaringan dengan media massa, dan

kelemahan responden dalam meng-upload data atau laporan ke dalam internet.

Masing-masing daerah memiliki hambatan yang berbeda-beda. Di Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Kalimantan Tengah hambatan responden dalam mengkomunikasikan hasil

38.4635.71

41.18

25.00

0.00 0.00

11.76

33.30

23.08

7.14

23.53

8.30

38.46

28.57

11.76

33.30

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

DIY Lampung Gorontalo CentralKalimantan

Grafik 19.Hambatan Responden dalam Menjalin Hubungan dengan Konstituen

dan Publik

Kesulitan untukmengadakanpertemuan

Kesulitan dalammengatur pertemuandengan stakeholder

Kurangnya komunikasidengan media

Kesulitan dalamMeng-upload data keinternet

Page 29: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 29 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

kerja adalah kurangnya keterampilan dalam meng-upload laporan ke internet, ditunjukkan

dengan angka sebesar 38,46 dan 33,30%. Sedangkan Lampung dan Gorontalo hambatan

terbesar adalah mengadakan pertemuan langsung dengan konstituen masing-masing

sebesar 35,71% dan 41,18%.

Secara umum, responden mengalami kesulitan dalam mengadakan pertemuan tatap muka

yang ditunjukkan dalam data kumulatif (35,7%) dan kesulitan untuk mengatur pertemuan

dengan stakeholder (10,7%) juga dirasakan oleh responden. Responden juga mengalami

kesulitan dalam meng-upload data ke internet (21,4%) dan menjalin komunikasi dan

kerjasama dengan media (16,1%). Data ini mengindikasikan bahwa responden sedang

mencari jalan keluar atas hambatan komunikasi dan upaya menyampaikan informasi kepada

publik. Secara tidak langsung, responden menyadari bahwa hambatan pertemuan tatap muka

mulai dirasakan dan internet menjadi satu media untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Meskipun cara mengoperasikan dan prosedur upload materi masih menjadi hambatan,

mengajarkan prosedur meng-upload data dan informasi terkait kinerja responden menjadi

sangat penting untuk dilaksanakan dalam WPN.

Kesulitandalam

menyelenggarakan pertemuan

Kesulitandalam

mengaturpertemuan

denganstakeholder

Kurangnyakomunikasi

kepada media

Kesulitandalam meng-

upload data keinternet

Lain-lainTidak

menjawab

Persentase 35.7 10.7 16.1 21.4 3.6 12.5

35.7

10.7

16.1

21.4

3.6

12.5

Grafik 20. Persentase Kumulatif tentang Hambatan Responden dalam Menjalin

Hubungan dengan Konstituen dan Publik

Page 30: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 30 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

BAB IV

KELEMBAGAAN KAUKUS

Kaukus Perempuan Parlemen yang dalam studi ini disebut sebagai Kaukus, merupakan

institusi penting dalam melihat pola jaringan dan komunikasi antar anggota perempuan

parlemen dan lintas pelaku lainnya seperti NGO dan perguruan tinggi. Cara berkomunikasi

ini penting untuk memetakan pola berhubungan dan metode berjajaring para responden di

internal maupun eksternal. Arus informasi dan aktifitas untuk menunjang peran dan kinerja

responden dapat dioptimalkan dengan memanfaatkan kelembagaan Kaukus. Karena itu

Kaukus dijadikan unit analisis dalam studi ini. Selain sebagai wadah aktifitas sosial dan politik

para anggota, Kaukus sangat strategis dalam implementasi kegiatan WPN.

Berdasarkan temuan lapangan, komunikasi di antara responden dilakukan dengan

menggunakan BBM Group. Jenis komunikasi teks ini dianggap mudah, praktis dan cepat

diterima, efisien dan efektif pada saat yang bersamaan. Komunikasi teks jenis ini berlangsung

di seluruh wilayah studi. Di Kalimantan Tengah, penggunaan BBM Group dilanjutkan dengan

bertelepon langsung karena keterbatasan ruang penulisan teks. Oleh karena itu, pesan yang

ingin disampaikan mungkin saja kurang dapat dipahami secara utuh oleh responden. Fasilitas

lain seperti mailing-list (milis) dan telekonferensi tidak digunakan di seluruh wilayah studi. Di

DIY dan Lampung, penggunaan e-mail untuk mengirimkan undangan dan hasil pertemuan,

rapat dan informasi tertulis lainnya sudah menjadi hal yang biasa di kalangan responden.

36.4

0

12.515.4

36.4

12.5

50

15.418.2 18.8

12.5

46.2

0

50

18.8

7.7

0

18.8

0

7.79.1

0

6.3 7.7

Ponsel Biasa Black Berry Smart Phone Tablet/iPad

Grafik 21.Cara Berkomunikasi Responden dengan Menggunakan Teknologi

Rapat

Menelepon

Diskusi melalui Grup BBM/WhatsApp

Menyusun agenda rapat dan diskusi via email

Menyusun agenda rapat dan diskusi via mailing-list

Tidak menjawab

Page 31: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 31 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Para responden lazim mengadakan pertemuan kecil sebelum mengikuti rapat komisi maupun rapat pleno. Mereka perlu menyamakan pandangan, gagasan dan saling bertukar gagasan atau menyusun strategi untuk menghambat atau memperjuangkan suatu ide. Karena itu, komunikasi antar anggota parlemen berlangsung secara intensif. Legislator perempuan di keempat daerah mengandalkan BlackBerry/WA dan telepon langsung ke teman bicara. Penggunaan BBM/WA oleh legislator perempuan DIY sangat menonjol (61,54%). Sementara itu di Kalimantan Tengah, para legislator perempuan lebih banyak bertelepon secara langsung (50%). Di daerah lain, cara yang digunakan beranekaragam seperti Anggota parlemen menggunakan cara tersendiri untuk berkomunikasi, baik sesama komisi, atau anggota lainnya. Cara berkomunikasi antara responden sangat tergantung karakteristik masing-masing daerah. Alat komunikasi yang digunakan untuk mencari informasi antara lain dengan e-mail, mailing list. Di provinsi Lampung dan Kalimantan Tengah, proporsi melakukan pertemuan langsung dengan sesama anggota parlemen masih cukup tinggi rata-rata 25% yang menandakan pertemuan tatap muka masih menjadi kebiasaan dalam berkomunikasi.

Terhadap data di atas dapat diberikan intepretasi bahwa proporsi bertemu langsung antar anggota parlemen untuk melakukan pembicaraan sudah mulai menurun. Meskipun bertemu langsung masih sangat penting dalam mengambil keputusan akhir, tetapi informasi awal dilakukan melalui media komunikasi. Di sini dapat digarisbawahi pentingnya media komunikasi bagi anggota parlemen.

7.69

28.57

5.88

25.00

15.38

28.5729.41

50.00

61.54

28.57

29.41

8.30

15.38

7.1411.76

16.70

0.00

7.14

0.00 0.000.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 22. Cara Responden Berkomunikasi dengan Sesama Anggota

Rapat Menelepon BlackBerry/WhatsApp Email Mailing-List

Page 32: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 32 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Secara kumulatif, data menunjukkan bahwa komunikasi berbasis pesan teks (32,1%) dan

telepon (30,3%) relatif memiliki preferensi yang sama kuat. Pertemuan tatap muka berupa

rapat (17,9%) juga masih menjadi metode yang penting dalam komunikasi. Jika ditinjau dari

data ini dapat dilihat sebagai bahwa komunikasi sehari-hari dilakukan dengan komunikasi teks

dan jika ada yang perlu diperjelas mereka akan menelepon. Jika ada hal penting yang harus

diputuskan dilanjutkan dengan rapat. Meskipun menyusun agenda bersama melalui diskusi

dan milis frekuensinya masih terbatas, namun metode ini perlu diperkenalkan kepada

responden.

Kehadiran kaukus menjadi sangat penting sebagai wadah berjejaring dan berbagi informasi

antar sesama anggota parlemen perempuan. Situasi menggambarkan bahwa di lokasi studi

Kaukus sudah terbentuk. Namun sangat disayangkan, Kaukus belum memiliki agenda

bersama untuk mengakomodasi isu-isu perempuan. Berdasarkan informasi dari responden,

kaukus perempuan baru terbentuk di tingkat provinsi dan belum menyerap ke

Kabupaten/Kota. Keinginan seluruh responden dalam berbagai latar belakang partai politik

adalah untuk mendukung keberadaan kaukus. Mereka mempertimbangkan bersama-sama

17.9

30.432.1

12.5

1.75.4

Meeting Menelepon BlackBerryMessenger or

WhatsApp

Menyusun agendarapat dan diskusi

via email

Menyusun agendarapat dan diskusi

via mailing-list

Tidak menjawab

Grafik 23.Persentase Kumulatif Cara Berkomunikasi dengan Sesama Anggota

46.15

21.43

5.88

83.30

0.00 0.00 0.008.30

53.85

78.57

94.12

8,40

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

DIY Lampung GorontaloCentral Kalimantan

Grafik 24.Keberadaan Kaukus

Kaukus sudah terbentuk

Kegiatan Kaukus telahtersusun

Agenda bersama Kaukus telahtersusun

Page 33: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 33 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

dalam memformulasikan agenda dan menegakkan hak perempuan. Seluruh responden juga

berkeinginan untuk mengadakan kunjungan antar Negara yang memiliki kaukus yang sudah

berjalan dengan baik.

Pada saat pengumpulan data dilaksanakan, kelembagaan kaukus telah berdiri di 3 provinsi

yaitu DIY (46,15%), Lampung (21,43%) dan Kalimantan Tengah (83,30%). Kaukus di Gorontalo

baru saja terbentuk, karena itu hanya sedikit dari responden yang menjawab keberadaan

kaukus (5,8%). Setelah pengumpulan data dilakukan dan kegiatan dengan Biro Pemberdayaan

Perempuan (BPP) Provinsi Gorontalo berakhir, para anggota perempuan DPRD Provinsi dan

Kabupaten/Kota Gorontalo melakukan pertemuan untuk membentuk sekaligus memilih

pengurus kaukus. Rencana pembentukan kaukus di Gorontalo dimulai sejak tahun 2011 tapi

baru terealisasi pada akhir tahun 2014.

Di DIY kepengurusan Kaukus sudah terbentuk, namun pada saat pengumpulan data dilakukan

pengurus belum dilantik sehingga pengurus kaukus menyatakan bahwa status kaukus DIY

sudah terbentuk hanya tinggal menunggu pengesahan pengurus baru. Di Lampung, secara

kelembagaan kaukus sudah terbentuk, tapi sedang mempersiapkan pembentukan pengurus

baru sehingga belum ada kegiatan. Di Kalimantan Tengah juga belum ada kegiatan maupun

pengurus kaukus, meskipun sebagian besar responden menjawab bahwa di Kalimatan Tengah

kaukus sudah terbentuk dan dalam jumlah yang relatif kecil menjawab bahwa telah ada

agenda bersama kaukus (8,30%) namun belum didapatkan informasi yang lebih mendalam

tentang agenda tersebut.

Berdasarkan data tersebut, Kaukus mengalami kevakuman kegiatan, ketiadaan konsolidasi

internal dan belum adanya perumusan agenda bersama. Namun demikian, data berikut

menunjukkan tingkat antusiasme responden dalam menghidupkan Kaukus sebagai wadah

kegiatan dan konsolidasi anggota.

35.7

1.85.4

1.7

55.4

Kaukus telahterbentuk

Aktifitas Kaukustelah tersusun

Agenda BersamaKaukus telah

tersusun

Kegiatan danagenda bersama

Kaukus telahdiimplementasikan

Tidak menjawab

Grafik 25.Persentase Kumulatif Keberadaan Kaukus

Page 34: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 34 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Dukungan terhadap keberadaan dan terbentuknya Kaukus terdiri dari berbagai aspek. Di DIY,

Kaukus ditentukan oleh keberadaan para penggerak di internal Kaukus yang menyuarakan

pentingnya Kaukus sebagai wadah konsolidasi dan interaksi perempuan anggota legislatif

(38,46%). Motor penggerak inilah yang menghimpun dukungan terhadap pembentukan,

penyusunan pengurus dan merancang agenda kegiatan Kaukus. Antusiasme dan kecukupan

anggota perempuan di parlemen (masing-masing 15,38%) juga berkontribusi terhadap

cepatnya penyusunan Pengurus Kaukus baru. Segera setelah pelantikan anggota DPRD

Provinsi, pengurus melakukan konsolidasi untuk memilih pengurus Kaukus yang baru dan

berkomunikasi kepada NGO untuk bekerjasama melaksanakan kegiatan yang berkaitan

dengan pelantikan pengurus Kaukus.

Di Lampung terdapat perbedaan kecenderungan dengan di DIY. Meskipun terdapat inisiator

di internal Kaukus (21,43%) dan jumlah anggota untuk membentuk Kaukus (14,29)%

dikategorikan cukup memadai, namun antusiasme anggota terhadap Kaukus termasuk

rendah (7,14%). Oleh karena itu, dapat dipahami jika sampai waktu pengumpulan data

pengurus belum terbentuk dan kegiatan Kaukus belum terselenggara karena anggota masih

disibukkan dengan urusan kedewanan. Demikian pengaruh tingkat antusisme anggota cukup

memberikan pengaruh terhadap kegiatan Kaukus ke depan.

Di Gorontalo informasi tentang Kaukus masih sangat minim walaupun responden mengakui

bahwa mereka mendengar istilah Kaukus namun informasi tentang Kaukus sangat minim.

7.69

0.00 0.00 0.000.00

7.14

0.00 0.00

15.387.14

11.76

16.7015.38 14.29

0.00

50.00

38.46

21.43

11.76

16.7023.08

50.00

70.59

16.60

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 26.Dukungan Terbentuknya Kaukus

Dukungan NGO support Dukungan Ketuan DPRD

Dukungan SEKWAN Ketersediaan alokasi anggaran

Antusiasme Perempuan Anggota DPRD Jumlah anggota memadai

Keberadaan inisiator Kaukus Tidak menjawab

Page 35: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 35 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Menurut Suharsi Igrisa incumbent dari DPRD Provinsi, sejak 2011 mereka berencana untuk

membentuk Kaukus Perempuan Parlemen yaitu Kaukus Perempuan Parlemen Gorontalo yang

meliputi anggota di tingkat Povinsi dan Kabupaten/Kota. Penggerak Kaukus terkonsentrasi di

tingkat Provinsi yaitu Suharsi Igrisa (Golkar), Espin Tulie (PDIP) dan Yeyen Saptiani Sidiki

(Golkar). Mereka menyadari pentingnya Kaukus dalam memperjuangkan isu perempuan dan

anggaran responsif gender tapi pengetahuan tersebut belum merata di setiap anggota

terutama tingkat kabupaten/kota. Rusovanny Halalutu dari Biro Pemberdayaan Perempuan

juga menyatakan bahwa Perencanaan dan Anggaran Responsif Gender (ARG) harus

diimplementasikan dan dialokasi dalam setiap penganggaran berdasarkan ketentuan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 67 Tahun 2011. Pemerintah Daerah berkewajiban

menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender yang

dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, Rencana

Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. Analisis gender diharapkan menggunakan metode

alur kerja analisis gender (Gender Analysis Pathways). Pada umumnya, anggota perempuan

di DPRD kurang memahami ketentuan dan metode analisis tersebut secara konkrit, padahal

peluang untuk memperjuangkan isu perempuan sangat terbuka dengan adanya dukungan

peraturan pemerintah.

Rusovanny menyatakan bahwa pemahaman ARG secara mendetail merupakan pengetahuan

penting yang harus dimiliki oleh seluruh anggota perempuan di DPRD tingkat provinsi dan

kabupaten/kota. Jika pemanfaatannya efektif, persoalan perempuan contohnya peningkatan

kesehatan dan menurunnya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dicapai

selain dari jalur yang biasa dilakukan oleh stakeholder NGO juga melalui kebijakan

penganggaran. HDI di Gorontalo lima tahun berturut-turut menempati posisi kelima terendah

bersama Provinsi Papua. Kondisi ini dapat diperbaiki secara bertahap diantaranya melalui

politik anggaran.

Di Kalimantan Tengah, keberadaan Kaukus lebih ditentukan pada kuota kecukupan anggota

parlemen perempuan (50%). Dengan jumlah perempuan di DPRD provinsi 10 orang dan 73

orang di tingkat kabupaten/kota merupakan faktor utama dari terbentuknya Kaukus.

Sementara faktor lain seperti antusiasme anggota dan adanya motor penggerak Kaukus

(masing-masing 16,70%) memberikan harapan bahwa Kaukus akan aktif dengan adanya

stimulus kegiatan.

Page 36: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 36 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Kaukus pada dasarnya belum banyak diketahui oleh responden yang diindikasikan besarnya

jumlah responden yang tidak menjawab (42,1%). Jika mereka mengerti Kaukus, hal tersebut

lebih disebabkan oleh adanya inisiator atau penggerak Kaukus (21,4%) yang menjelaskan

kepada anggota lainnya. Kecukupan anggota untuk membentuk Kaukus (17,9%) juga cukup

memberikan kontribusi bagi potensi terbentuknya kaukus. Oleh karena itu, penting untuk

mengidentifikasi dan mendekati inisiator Kaukus. Para inisiator selain menjadi penggerak

dalam Kaukus, secara tidak langsung akan menjadi pendukung WPN.

Fasilitas yang dimiliki Kaukus adalah ruang kantor dan belum memiliki fasilitas kerja. Trend ini

merata di 3 wilayah studi (DIY, Gorontalo dan Kalimantan Tengah). Kaukus untuk periode

2014-2019 belum memiliki infrastruktur baik dari sisi pengurus dan fasilitas. Namun, untuk

DukunganNGO/CSO

DukunganKetuanDPRD

DukunganSekwan

Ketersediaan alokasianggaran

Antusiasme

Perempuan Anggota

DPRD

Anggotamemaham

i peranKaukus

Jumlahanggota

memadai

Keberadaan inisiator

Tidakmenjawab

Persentase 1.8 3.6 1.8 0 8.8 3.6 17.9 21.4 41.1

1.83.6

1.80

8.8

3.6

17.921.4

41.1

Grafik 27.Persentase Kumulatif Dukungan Terbentuknya Kaukus

30.77

0.00

23.08

12.50

69.23

100.00

82.3587.50

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

DIY Lampung Gorontalo CentralKalimantan

Grafik 28.Fasilitas Kaukus

Ruangan kantor

Komputer/Laptop

Printer

Koneksi internet

Tidak menjawab

Page 37: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 37 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

beraktifitas seperti mengadakan rapat atau pertemuan rutin Kaukus memiliki ruang kerja

yang dapat dioptimalkan. Sementara itu, di Lampung Kaukus tidak memiliki ruang kantor.

Ketersediaan ruang kantor merupakan fasilitas minimal Kaukus untuk melaksanakan

kegiatan.

Berdasarkan data kumulatif, fasilitas Kaukus di semua daerah belum memadai, hanya

memiliki ruang kantor yang belum ada fasilitasnya. Sebagian besar tidak menjawab karena

belum mengetahui fasilitas yang dimiliki Kaukus. Jawaban hampir merata di seluruh wilayah

studi, baik yang dikategorikan wilayah dengan kategori infrastruktur baik maupun minim. Dari

data ini dapat disimpulkan bahwa fasilitas Kaukus di daerah masih sangat terbatas bahkan

cenderung minim.

Anggaran Kaukus merupakan faktor yang cukup berpengaruh dalam melaksanakan kegiatan.

Kaukus belum memiliki anggaran hingga pengumpulan data dilakukan. Alokasi anggaran

untuk kegiatan Kaukus baru ditemui di DIY (23,80%). Alokasi anggaran berasal dari Sekretariat

Dewan (Sekwan) Provinsi DIY untuk mengadakan kegiatan seminar yang dilanjutkan dengan

pelantikan Pengurus Kaukus 2014-2019. Renny Frahesty dan Nining dari NGO NARASITA

menyatakan bahwa antara Narasita, Kaukus atau perempuan legislatif di lingkungan DPRD

DIY (provinsi dan kabupaten/kota) telah lama menjalin kerjasama untuk melaksanakan

kegiatan Kaukus. Persoalan yang menyangkut persiapan teknis, membuat proposal

pengajuan, membuat dan mengirimkan undangan kepada peserta hingga membuat laporan

keuangan dilakukan oleh Narasita. Nining, Sekretaris Narasita menyatakan bahwa hampir

seluruh kegiatan seperti seminar, diskusi dan workshop secara teknis dilakukan oleh Narasita.

Pengurus dan anggota Kaukus tidak terlibat persiapan dan pengelolaan kegiatan teknis tapi

lebih pada substansi dan berkomunikasi terkait alokasi anggaran kepada Sekretariat Dewan.

5.3 0 0 1.8 1.8

91.1

Graph 28.Persentase Kumulatif Fasilitas Kaukus

Page 38: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 38 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Renny Frahesty ketua Narasita juga menyatakan bahwa persoalan teknis seperti mengirim

undangan pun harus dilakukan dengan beberapa cara. Pertama dengan mengirimkan email

bagi yang memiliki dan sms. Tantangan yang harus dihadapi adalah anggota belum tentu

membaca email sehingga undangan harus dikirimkankan juga via sms. Setelah itu dilanjutkan

dengan mengirimkan sms untuk mengkonfirmasi kehadiran dan mengingatkan jadwal

kegiatan berulang-ulang. Hal-hal teknis ini harus dilakukan untuk menjamin anggota

menghadiri kegiatan tersebut.

Di Lampung dan Kalimantan Tengah responden menyatakan bahwa anggaran belum

dialokasikan bagi Kaukus dari. Sementara dari Gorontalo menyatakan bahwa anggaran belum

dialokasikan atau tidak mengetahui sama sekali terkait anggaran Kaukus.

Data kumulatif dari seluruh wilayah studi menunjukkan bahwa sebagian besar anggaran bagi

Kaukus belum dialokasikan (73,2%). Responden yang tidak menjawab juga cukup tinggi yaitu

21,4%. Dalam jumlah yang kecil yaitu sumber keuangan Kaukus berasal dari kontribusi

anggota dan APBD dikumulatifkan sejumlah 5,6%. Data ini menunjukkan bahwa hingga

pengumpulan data dilakukan, Kaukus belum memiliki sumber dana untuk membiayai

kegiatannya.

53.85

100.00

47.06

100.00

23.08

0.00 0.00 0.00

23.08

0.00

52.94

0.000.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 29. Sumber Anggaran Kaukus

Belum dialokasikan

Kontribusi anggota

APBD

Tidak menjawab

73.2

1.8 3.6

21.4

Belum dialokasikan Kontribusi anggota APBD Tidak menjawab

Grafik 30. Persentase Kumulatif Sumber Anggaran Kaukus

Page 39: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 39 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

BAB V

STAKEHOLDERS

Mitra kerja sangat penting dalam mendukung kerja anggota parlemen perempuan karena

dapat dijadikan fungsi, sebagai akomodasi isu-isu di daerah. Anggota parlemen biasanya

memiliki beberapa mitra kerja, seperti beberapa NGO perempuan, Badan Pemberdayaan

Perempuan, dan Universitas. Namun sangat disayangkan, Keberadaan NGO, Badan

Pemberdayaan Perempuan serta keberadaan institusi dan Universitas belum memiliki

kontribusi terhadap dukungan keberadaan kaukus di empat daerah. Bagi incumbent, BPP

dapat dijadikan rekan kerja dalam aktivitas kaukus seperti persediaan alokasi dukungan

anggaran. Kerjasama NGO dalam mengangkat isu perempuan sudah terlihat baik, Daerah

Istimewa Yogyakarta bentuk kerjasama NGO dalam mengangkat kasus perempuan melalui

Publikasi Web sebesar 38,46%.

Kondisi ini menggambarkan NGO dan anggota parlemen perempuan sudah bisa menghasilkan

kerjasama yang baik. Sedangkan daerah Lampung lebih mengandalkan berdiskusi melalui

workshop dan seminar, angka menunjukkan persentase sebesar 28,57%. Kondisi Kalimantan

Tengah justru berbeda, responden memilih tidak menjawab dengan persentase sebesar 75%.

Berdasarkan informasi responden, di Kalimantan Tengah tidak terdapat NGO yang aktif dalam

mengangkat isu-isu daerah terutama perempuan. Di Gorontalo kegiatan diskusi terhitung

minim yaitu 5,8% dan advokasi terhadap isu perempuan baru mencapai 17,6%. Hal ini

menunjukkan bahwa jaringan kerja legislator daerah dengan NGO lemah.

Beberapa NGO yang disebutkan di beberapa daerah yang dijadikan Mitra Kerja anggota

parlemen diantaranya:

1. Narasita

2. UNDP

3. Rifka Annisa

4. Forum Perempuan Parlemen

5. Damar (Lampung)

23.0828.57

5.88

25.00

7.69 7.1417.65

0.00

23.08 21.43

0.00 0.00

38.46

0.000.00 0.007.69

42.86

76.47 75.00

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 31.Kerjasama Responen dengan NGO

Diskusi Advokasi Publikasi di media Publikasi di Web Tidak menjawab

Page 40: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 40 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

6. Srikandi Demokrasi Indonesia

7. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (Kalimantan Tengah)

Data kumulatif mengindikasikan bahwa tidak lebih dari 50% responden yang bekerja sama

dengan NGO. Sebesar 51,8% responden tidak menjawab. Data ini mengindikasikan lemahnya

relasi antara anggota perempuan DPRD dengan NGO. Diskusi (19,6%) dan publikasi di media

massa (10,7%) merupakan kegiatan yang lebih sering dilakukan dapat disebabkan karena

pada saat pengumpulan data kegiatan di DPRD belum terlalu padat dan masih terfokus pada

prose penyusunan Alat Kelengkapan Dewan sehingga Rapat Dengar Pendapat/RDP-RDPU

belum intesif dilaksanakan. Namun demikian, bukan tidak mungkin demikianlah pola

hubungan antara NGO dan responden sebagaimana yang digambarkan oleh data, lebih

bersifat informal.

3.6

19.6

8.9 10.75.4

51.8

Rapat DengarPendapat

Diskusi Advokasi Publikasi dimedia

Publikas di web Tidak menjawab

Grafik 32.Persentase Kumulatif Kerjasama Responden dengan NGO

DIY Lampung GorontaloCentral

Kalimantan

Rapat Dengar Pendapat 0.00 7.14 5.88 0.00

Diskusi 15.38 35.71 0.00 25.00

Riset 23.08 0.00 0.00 0.00

Affirmative action 30.77 0.00 11.76 0.00

Publikasi bersama di media 15.38 7.14 0.00 0.00

Publikasi bersama di web 15.38 0.00 0.00 0.00

Tidak menjawab 23.08 50.00 82.35 75.00

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

Per

sen

tase

Grafik 33.Kerjasama antara Responden dengan Perguruan Tinggi

Page 41: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 41 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Mitra kerja anggota parlemen lainnya adalah institusi pendidikan. Mitra Kerja ini sangat

dibutuhkan untuk memberikan input-input dalam pelaksanaan kebijakan. Kerjasama dengan

institusi pendidikan dilaksanakan dalam bentuk rapat dengar pendapat, diskusi rutin,

menyelenggarakan kajian akademik, melakukan tindakan affirmasi kepada perempuan,

kerjasama publikasi media massa,dan kerjasama dalam publikasi web. Di Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Gorontalo persentase yang cukup tinggi adalah dengan melakukan tindakan

affirmasi sebesar 30,77% dan 11,76%. Namun berbeda di Daerah Lampung dan Kalimantan

Tengah, kedua daerah lebih mengandalkan diskusi untuk mengangkat kasus perempuan

kondisi ini ditunjukkan dengan angka 35,71% (Lampung) dan 25% (Kalimantan Tengah).

Masing-masing daerah memiliki persentase terbesar dengan “tidak menjawab”. Kondisi ini

menggambarkan masih rendah kerjasama dengan institusi pendidikan. Padahal, institusi

pendidikan terutama universitas dapat dijadikan wadah untuk mendorong dan

meminimalisasi kasus-kasus kekerasan pada perempuan di daerah. Kajian akademik penting

untuk dilakukan untuk memetakan langkah dan keputusan yang perlu diambil sebagai

anggota parlemen dalam memformulasikan kebijakan pro-perempuan.

Pola hubungan antara responden dengan perguruan tinggi atau universitas belum terbangun

dengan baik. Responden yang tidak menjawab cukup tinggi (58,9%) dapat dilihat bahwa

kecenderungan ini dapat saja disebabkan karena kegiatan responden di DPRD belum sangat

intens sehingga kegiatan yang menonjol baru sebatas diskusi. Relasi antara responden dengan

perguruan tinggi perlu lebih didorong mengingat perguruan tinggi merupakan sumber

informasi dan dapat memberikan input kepada responden dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya.

8.9

17.8

05.4 5.4 3.6

58.9

Rapat DengarPendapat

Diskusi Riset Affirmativeaction

Publikasibersama di

media

Publikasibersama di

web

Tidakmenjawab

Grafik 34.Persentase Kumulatif Kerjasama antara Responden dengan

Perguruan Tinggi

Page 42: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 42 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Dukungan BPP terhadap kaukus sangat penting mengingat BPP merupakan mitra kerja

internal dalam mendukung kegiatan kaukus perempuan parlemen. Namun kenyataanya, di

DIY (46,15%), Lampung (71,43%), Kalimantan Tengah (100%), keberadaan BPP belum

mendukung sepenuhnya kegiatan kaukus. Di Gorontalo, dari sisi data terdapat adanya

dukungan bagi Kaukus. Responden sejumlah 23,5% menyatakan adanya dukungan alokasi

anggaran dari BPP. Jawaban tersebut muncul karena proses pengumpulan data di Gorontalo

dilakukan setelah diadakannya Workshop Nasional Kaukus Perempuan Parlemen Tingkat

Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diselenggarakan oleh SWARGA di Jakarta 3-4 Desember

2015. Staff BPP yang mewakili BPP Provinsi Gorontalo langsung menindaklanjuti dengan

mengadakan pertemuan bagi Perempuan Parlemen untuk membentuk Kaukus pada tanggal

15 Januari 2015 yang bersumber dari anggaran di BPP untuk seminar.

Menurut Rusovanny, berhubung hampir semua daerah yang hadir pada Workshop

menyatakan akan membentuk Kaukus paling lambat awal bulan Maret 2015, oleh karena itu,

BPP segera mengkomunikasikan kepada Anggota Legislatif Perempuan di Provinsi dan

Kabupaten/Kota untuk memfasilitasi pertemuan pembentukan Kaukus. Fasilitasi tersebut

kemudian dinilai oleh responden sebagai bentuk dukungan kepada Kaukus meskipun secara

kelembagaan Kaukus Perempuan Parlemen pada saat saat pengumpulan data belum secara

resmi belum terbentuk.

46.15

71.43

17.65

100.00

7.690.00

5.880.00

7.690.00

5.880.…

23.08

0.00

23.53

0.00

15.38

28.57

47.06

0.00

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan

Grafik 35. Dukungan Badan Pemberdayaan Perempuan Terhadap Kaukus

Belum ada Berpartisipasi dalam kegiatan Kaukus

Memfasilitasi kegiatan Kaukus Mengalokasikan anggaran

Tidak menjawab

Page 43: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 43 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Berdasarkan data kumulatif, belum terdapat dukungan bagi Kaukus menurut sebagian besar

responden (55,4%), jumlah ini bertambah dengan mereka yang tidak menjawab (30,4%).

Hanya sedikit dari yang menyatakan bahwa BPP memberikan dukungan kepada Kaukus.

Hanya dalam jumlah yang kecil dukungan diberikan kepada Kaukus dalam bentuk BPP

berpartisipasi dalam kegiatan, memfasilitasi kegiatan dan mengalokasikan anggaran. Jika

dikalkulasi secara kumulatif hanya 14,2%. Untuk merespon situasi ini, SWARGA perlu

melakukan pendekatan kepada BPP di tingkat provinsi agar BPP dapat mendukung kegiatan

melalui anggaran yang dapat dialokasikan. Pendekatan ini penting dilakukan karena

komunikasi antar DPRD dan BPP adakalanya terkendala status kelembagaan. BPP di Gorontalo

karena berstatus Biro Pemberdayaan Perempuan secara kelembagaan berada di bawah

struktur Sekretaris Daerah (Sekda). Seperti di Gorontalo, struktur kelembagaan BPP tersebut

bagi perempuan aleg kurang diperhitungkan, padahal BPP Gorontalo memiliki alokasi untuk

Kaukus. Selain BPP, Sekwan (Sekretariat Dewan Provinsi dan Kabupaten/Kota) juga potensial

dalam mendukung kegiatan Kaukus, karena Sekwan secara kelembagaan memiliki

kewenangan alokasi anggaran bagi kegiatan DPRD. Dalam situasi ini SWARGA sangat

prospektif untuk mengajak perempuan aleg, BPP dan Sekwan untuk duduk bersama

mendiskusikan kegiatan Kaukus dan dukungan yang dapat diberikan kepada Kaukus.

55.4

3.5 3.67.1

30.4

Belum ada Berpartisipasi dalamkegiatan Kaukus

Memfasilitasikegiatan Kaukus

Mengalokasikananggaran

Tidak menjawab

Grafik 36. Persentase Kumulatif Dukungan Badan Pemberdayaan Perempuan

Terhadap Kaukus

Page 44: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 44 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

BAB VI

REKOMENDASI

Rekomendasi dalam survai ini mengikuti variabel dan bobot variabel yang mencerminkan

urgensi bagi WPN. Berdasarkan urgensi dan tujuan penelitian, secara berurutan variabel

tersebut adalah pertama, Variabel Perempuan Anggota Legislatif dan Perangkat Komunikasi.

Kedua, Institusi dan Dukungan Terhadap Kaukus. Ketiga, Stakeholder. Komposisi bobot ketiga

variabel tersebut secara persentase yaitu 50-30-20 persen dari keseluruhan total nilai

variabel, dimana masing-masing pembobotan menunjukkan tingkat urgensi terhadap hasil

survai.

Latar belakang responden akan menjadi bagian penting untuk menganalisis variabel pertama

dikaitkan dengan pembentukan WPN. Temuan dari Variabel Kedua dan Ketiga juga akan

dianalisis dalam konteks WPN, namun fungsi variabel tersebut berbeda. Variabel pertama

menggambarkan kondisi pihak yang akan diintervensi secara langsung atau direct benefiary

dalam WPN. Variabel Kedua sebagai variabel pendukung implementasi WPN dimana Kaukus

memiliki fungsi fasilitasi. Variabel Ketiga juga merupakan pihak pendukung beneficiary

(support entities) dengan bobot yang lebih rendah daripada Variabel Kedua. Oleh karena itu

rekomendasi akan diklaster dimulai dari hasil analisis variabel dengan bobot tertinggi ke yang

terendah, alur data dan temuan.

1. Perempuan Anggota Legislatif dan Cara Mereka Memanfaatkan Perangkat Informasi

dan Komunikasi

a. Pola Pemanfaatan dan Aplikasi yang Paling Populer di Kalangan Perempuan

Parlemen

Berdasarkan temuan penelitian, perempuan aleg yang menjadi responden survei ini

sebagian besar berpendidikan tinggi atau mereka yang menyelesaikan pendidikan S1

dan S2/S3 sebesar 80,3%, sementara pendidikan menengah dalam survai ini

dikategorikan menyelesaikan pendidikan SMA/sederajad dan D III sebesar 19,7%.

Latar belakang pendidikan ini sedikit banyak mempengaruhi mereka dalam

penggunaan teknologi setidaknya pengalaman selama masa masa kuliah.

Hampir seluruh anggota perempuan parlemen di lokasi studi yang memiliki HP

canggih atau android. Berdasarkan data kumulatif, kepemilikan HP berbasis android

yaitu smart phone dan iPad/Tablet adalah 80,4% (masing-masing BlackBerry 28,6%,

smart phone 28,6% dan iPad/Tablet 19,6%). Perangkat ini merupakan perangkat

komunikasi yang dimiliki dan sering digunakan. Mereka terbiasa dengan komunikasi

berbasis teks yang menjadi unggulan perangkat komunikasi berbasis android, tapi

mereka belum terbiasa untuk memanfaatkan perangkat tersebut untuk mendukung

tugasnya sebagai anggota parlemen. Lebih lanjut, anggota perempuan parlemen juga

Page 45: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 45 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

tidak memanfaatkan email secara maksimal, berdasarkan temuan lapangan,

pengguna email aktif hanya sejumlah 28,6% dibandingkan pengguna pasif 69,4%.

Terkait dengan kondisi ini, SWARGA perlu mendesain pengadaan jaringan dan aplikasi

yang reliable dan mudah penggunaannya untuk mendukung kinerja dan tugas-

tugasnya. Jaringan tersebut sebaiknya didukung dengan aplikasi yang disesuaikan

dengan kebiasaan sehari-hari mereka dalam memanfaatkan perangkat

komunikasinya. Anggota perempuan parlemen terbiasa mengakses berita online

(57,1%). Oleh karena itu, penting untuk mendesain aplikasi yang sesuai dengan

kebiasaan mereka yaitu menyediakan data yang diberi pengantar sebagai informasi.

Jadi seolah-olah mereka sedang membaca berita. Untuk lebih detail, mereka dapat

melihat lanjutan dan men-download lampirannya (attachment) jika ada. Data detail

dapat diformat dalam bentuk PDF dan sejenisnya misalnya UU dan Peraturan-

peraturan (lebih lanjut, jenis data yang direkomendasikan akan dibahas dalam sub

bab tersendiri).

Pemanfaatan email juga penting untuk didorong oleh SWARGA mengingat meskipun

penggunanya relatif sedikit, tapi email sangat penting untuk untuk menunjang kinerja

anggota dewan. Pelatihan penggunaan email dan fungsi-fungsi yang terdapat pada

domain email seperti yahoo, gmail dan sebagainya perlu diperkenalkan dan dilatihkan

kepada anggota perempuan aleg dan tenaga ahli/pendukung.

Pemanfaatan alat komunikasi yang dimiliki perempuan anggota legislatif selain

menelepon dan mengirim pesan teks dapat dilihat melalui data dalam tabel berikut.

Dilihat dari data, dapat dinyatakan bahwa semakin canggih alat komunikasi yang

dimiliki, semakin besar kecenderungan perempuan aleg untuk mengakses berita.

Oleh karena itu, konten dalam WPN sebaiknya mengikuti model tampilan alur berita,

sehingga membaca konten WPN hampir sama dengan pola membaca berita.

Tabel 6. Pemanfaatan Alat Komunikasi

Perangkat Komunikasi

Pemanfaatan (%)

Infotainment Online

Toko Online

Berita Online

Membaca Email

Mencari Data

Tidak Menjawab

Ponsel Biasa 27.2 9.1 36.4 0 9.1 18.2

BlackBerry 18.7 12.5 56.3 12.5 0 0

Smart Phone

0 6.3 68.7 25.0 0 0

Tablet/iPad 0 7.7 61.5 15.4 15.4 0

Page 46: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 46 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Berkaitan dengan dengan penggunaan yang berbeda untuk masing-masing perangkat

berbasis android yang mereka miliki, sebaiknya perlu dipertimbangkan lampiran-

lampiran seperti Draft, Undang-Undang atau Peraturan yang menjadi kebutuhan

mereka. Biasanya, file Undang-undang, peraturan seperti UU No. 17/2003 Tentang

Keuangan Daerah dan sebagainya, cara men-download dan menyimpan di

perangkatnya masing-masing (biasanya iPad dan Tablet) menjadi kesulitan bagi

perempuan aleg. Oleh karena itu, perlu diberikan pelatihan penyimpanan file di

perangkatnya, kegiatan seperti memberi nama folder, lokasi folder serta cara cepat

menemukan kembali file tersebut pada saat diperlukan sangat penting bagi

perempuan aleg. Infomasi tentang kapasitas perangkat yang dimiliki juga perlu

diberikan dalam pelatihan tersebut.

Informasi terkait konten yang diperlukan perempuan aleg yang berkaitan langsung

dengan fungsinya seperti misalnya UU, Peraturan dan isu terkait penganggaran,

legislasi dan pengawasan yang dikelompokkan menurut fungsi, isu dan wilayah. Jadi

masing-masing anggota dapat melihat perkembangan didaerahnya juga di wilayah

lain.

WPN juga diharapkan mengikuti kebiasaan perempuan aleg dalam berkomunikasi

berbasis teks antar sesama anggota yang digunakan dalam androidnya seperti BBM

dan WhatsApp. Kedua jenis komunikasi berbasis teks ini dapat digunakan untuk

komunikasi grup. Jika set-up atau format komunikasi interaktif antar anggota per-

daerah (dapat dibagi per provinsi/kabupaten atau satuan grup yang disepakati) dapat

diakses semudah mereka berkomunikasi dengan BBM dan WhatsApp, WPN dapat

memfasilitasi terbentuknya pola komunikasi yang spesifik dan khusus bagi

terbentuknya jaringan kerja perempuan aleg. Untuk mewadahi jaringan ini perlu

dipikirkan desain komunikasi in-group terdaftar seperti halnya BBM dan WhatsApp

yang bersifat grup tertutup (close group). Format ini bertujuan untuk menjamin

keamanan dan kenyamanan anggota dalam berkomunikasi.

Perempuan aleg juga memanfaatkan kepemilikan perangkat komunikasinya untuk

mengakses sosial media. Sosial media dimanfaatkan sebagai kegiatan mengisi waktu

luang hingga kepentingan kampanye. Kegiatan yang sering dilakukan adalah meng-

upload foto atau mengganti foto profil, memperbaharui status dan memberi

komentar. Beberapa anggota juga memanfaatkan sosial media untuk berkampanye.

SWARGA perlu mengarahkan pemanfaatan sosial media kepada perempuan aleg

untuk memelihara komunikasi dengan konstituen yang diperoleh selama masa

kampanye. Penting juga untuk memberikan pengetahuan tentang konten/status

yang mengundang simpati atau kontroversi.

Cara berkomunikasi perempuan aleg secara umum masih menggunakan komunikasi

verbal baik pada mereka yang berpendidikan menengah maupun tinggi. Data

tersebut dapat diihat pada Tabel 3. Namun demikian, komunikasi verbal lebih sering

Page 47: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 47 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

terjadi pada anggota yang berpendidikan SMA/Sederajad baik secara langsung/tatap

muka juga pembicaraan telepon. Sedangkan pada perempuan aleg berpendidikan

tinggi (Diploma, Sarjana dan Pasca Sarjana) cara komunikasi berkombinasi hampir

seimbang antara verbal dan tulisan berbasis teknologi. Penggunaan email juga

semakin meningkat seiring dengan tingkat pendidikan.

Tabel 7. Tingkat Pendidikan dan Cara Berkomunikasi Perempuan Anggota

Parlemen

Pendidikan Formal

Cara Berkomunikasi (%)

1 2 3 4 5 6

SMA/Sederajad 30 40 10 10 0 10

Diploma 0 0 5.9 0 0 0

Sarjana (S1) 15.4 34.6 26.9 15.4 0 7.7

Pasca Sarjana (S2-S3)

17.8 30.4 32.1 12.5 1.8 5.4

Keterangan :

1. Rapat/Bertatap muka langsung 2. Pembicaraan melalui telepon 3. Diskusi dengan BBM/WhatsApp 4. Membuat agenda pertemuan dan diskusi via email 5. Membuat agenda bersama dan diskusi melalui mailing-list (milis) 6. Tidak menjawab

Kecenderungan komunikasi ini penting untuk menjadi catatan bahwa mendorong

pemanfaatan email dan alat komunikasi sangat potensial dan penting untuk

dilaksanakan. Pelatihan WPN langsung kepada anggota justru sangat penting karena

potensi ini melekat pada diri responden. Meskipun pelatihan serupa juga penting

diberikan kepada asisten. Intervensi berupa pelatihan yang terkait pada m

aksimalisasi perangkat, aplikasi dan jaringan yang dilakukan kepada masing-masing

anggota sebaiknya mempertimbangkan juga tingkat pendidikan. Meskipun komposisi

tingkat pendidikan parempuan anggota parlemen dalam studi ini secara kumulatif

adalah pendidikan tinggi 80,3% dan menengah 19,7%, oleh karena itu, tantangan

untuk mengembangkan WPN ditentukan dari anggota itu sendiri. Namun demikian,

bukan berarti mereka yang berpendidikan SMA/Sederajad tidak memiliki keinginan

untuk memanfaatkan perangkat komunikasi, meskipun metode pelatihannya perlu

disesuaikan dengan tingkat pemahaman mereka.

Pelatihan yang diberikan kepada perempuan aleg yang berpendidikan

SMA/Sederajad harus lebih banyak menggunakan penjelasan verbal, mencontohkan

Page 48: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 48 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

secara langsung pada perangkat miliknya. Penjelasan secara langsung lebih efektif

daripada misalnya menjelaskan sepintas dan setelah itu memberikan manual atau

buku panduan. Penjelasan sebaiknya diberikan secara mendetail tentang tahapan

penggunaan dan jenis informasi yang dicari, misalnya untuk mencari Draft Perda atau

data di web pemerintah dan NGO, atau berkomunikasi

Bagi anggota dengan pendidikan lebih tinggi penjelasan akan relatif lebih mudah

karena lebih familiar dengan perangkat berbasis android. Penjelasan berupa tips

mencari data secara cepat dilengkapi dengan shortcut yang mudah sesuai dengan

fungsi anggota akan menarik minat anggota. Terlebih lagi, persepsi anggota terhadap

penggunaan internet dalam membangun WPN secara kumulatif sangat baik dilihat

dari dari data yaitu 89,3% setuju dan berarti hanya 10,7% yang menyatakan

ketidaksetujuan. Oleh karena itu, terlepas dari tantangan yang sangat besar, WPN

juga mendapatkan dukungan dari anggota. Keberadaan internet sangat penting

dalam komunikasi masa depan juga disadari oleh anggota. Keinginan untuk

berkomunikasi secara lebih efektif dan cepat juga didorong pengalaman anggota

dalam menghadapi kesulitan dalam menjalin hubungan dengan konstituen dan

publik.

b. Kendala Pengoperasian Perangkat Komunikasi dan Konten WPN

Tantangan dan kendala yang dihadapi oleh perempuan parlemen merupakan

informasi penting untuk konten WPN. Perempuan aleg mengalami kesulitan

mengadakan pertemuan tatap muka (35,7%), mengatur pertemuan dengan

stakeholder (10,7%), juga mengalami kesulitan dalam meng-upload data ke

internet (21,4%) dan menjalin komunikasi dan kerjasama dengan media (16,1%).

Data ini mengindikasikan bahwa perempuan aleg sedang mencari jalan keluar atas

hambatan komunikasi dan upaya menyampaikan informasi kepada publik. Secara

tidak langsung, mereka menyadari bahwa hambatan pertemuan tatap muka mulai

dirasakan dan internet menjadi satu media untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Oleh karena itu, SWARGA perlu memberikan pelatihan memaksimalkan pemanfaatan

internet dan meng-upload data ke internet.

Memberikan pemahaman komunikasi untuk bertatap muka dengan stakeholder

dengan memanfaatkan Skype atauYahooMessenger. Komunikasi ini memang

terbatas pada komunikasi di wilayah perkotaan mengingat ketersediaan jaringan

internet. Oleh karena itu, SWARGA juga perlu mengadakan semacam Roadshow WPN

atau pelatihan di kalangan perguruan tinggi dimana fasilitas internet tersedia untuk

menginisiasi pertemuan virtual atau teleconference. Simulasi antara stakeholder

perguruan tinggi dengan perempuan aleg penting untuk dilakukan. Hasil

teleconference dapat ditayangkan dan menjadi konten web setelah diproses terlebih

dahulu agar sesuai dengan kebutuhan web.

Page 49: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 49 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Kendala yang dihadapi perempuan aleg menjadi strategi dan peluang besar bagi

WPN. Kesadaran bahwa perubahan komunikasi global yang tidak dapat dihindari

harus ditransformasikan kepada anggota. Dengan demikian, WPN akan disikapi oleh

perempuan aleg sebagai jalan keluar dari persoalan komunikasi yang dihadapi. Oleh

karena itu, pelatihan prosedur meng-upload materi, data dan informasi menjadi

sangat penting untuk dilaksanakan dalam WPN. Kegiatan ini tidak hanya menjadi

bertujuan memberi informasi kepada publik dan stak eholder tapi juga menyerap

informasi dan aspirasi. Sebagian besar tujuan tersebut dapat dilakukan melalui

internet. Meskipun kendala jaringan akan terjadi di daerah pelosok, tapi perlu

diberikan kesadaran bahwa semakin sering menjalin hubungan antar anggota,

bertukar pengalaman, selain menambah relasi, juga berdampak pada semakin

meningkatnya kapasitas. Perempuan aleg dapat diberi gambaran tentang anggota

legislatif yang menguasai informasi akan semakin cepat untuk dapat membuat

keputusan strategis, strategis artinya sejalan dengan kepentingan masyarakat dan

konstituen juga bagi perempuan aleg yang bersangkutan. Oleh karena itu, jenis-jenis

informasi yang diharapkan tersedia sebaiknya dikelompokkan dan diberi judul yang

mudah terlihat dan diakses oleh anggota. Informasi tersebut misalnya tentang :

a) Undang-undang dan peraturan yang dikelompokkan berdasarkan fungsi anggota.

Format konten ini diberi penjelasan awal misalnya terdiri dari (contoh): UU No.

17/2003 Tentang Keuangan Daerah, PP No. 58/2005 Tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah, Permendagri No. 13/2006 Tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah dan seterusnya. Dikelompokkan berdasarkan tingkatan: pusat

dan daerah.

b) Dokumen tingkat pusat dan daerah.

Dokumen Pusat : RKA-KL, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK (LHP).

Dokumen-dokumen daerah: Ranperda, Perda, RPJMD, RPKD, KUA, PPAS, RAPBD,

LAKIP dan sebagainya. Dokumen perlu dibahas dulu apakah menjadi data yang

terbuka untuk umum atau data yang hanya dapat diakses oleh anggota saja.

Pemanfaatannya perlu dibahas secara komprehensif dan disepakati terlebih

dahulu.

WPN dapat menyediakan data yang dibutuhkan bagi mereka misalnya dengan

menyediakan informasi tentang Anggaran Responsif Gender, Gender Analysis

Pathways, Indeks Pembangunan Manusia (IPM Indonesia per Provinsi), Indeks

Domokrasi Indonesia (IDI). Memanfaatkan data yang dirilis UNDP juga

bermanfaat selain untuk memberikan pengetahuan tambahan kepada

perempuan aleg sekaligus diseminasi kontribusi output UNDP terhadap

pembangunan di Indonesia.

Page 50: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 50 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

c) Isu terklaster dan terbaru seperti pelaksanaan UU Desa, Rekrutmen Tenaga

Pendamping Desa untuk mengelola Dana Desa, dan Pengawasan pelaksanaan UU

Desa.

Isu spesifik perempuan di masing-masing daerah juga penting untuk masuk dalam

konten seperti:

Tabel 8. Isu Perempuan Masing-Masing Provinsi Studi

Provinsi Isu-Isu Perempuan

Lampung 1. Kawin lari (adat Lampung)

2. Pernikahan di bawah usia

3. Kesehatan reproduksi

4. Rendahnya pendidikan kaum perempuan

Gorontalo 1. Rendahnya gizi ibu dan angka kamatian ibu yang

tinggi

2. Masih kuatnya asumsi bahwa perempuan hanya di

sektor domestik

3. Angka partisipasi sekolah perempuan yang rendah

Kalimantan Tengah 1. Tingginya HIV yang diidap kaum perempuan

2. Pertambangan yang merusak lingkungan dan

banyaknya perempuan luar daerah yang masuk ke

sektor pertambangan

Yogyakarta 1. Pekerja Seks Komersial Terselubung

2. Alih fungsi kos (kos-kosan)

3. Perdagangan perempuan

d) Alamat Web Pemerintah seperti Kementerian dan Lembaga-lembaga Pemerintah

sehingga memudahkan pengguna untuk mencari web pemerintah. Alamat web

ditempatkan di lokasi yang mudah terlihat dan mudah diakses.

e) Profil, kegiatan dan alamat web organisasi pemerintah, non pemerintah dan

lembaga internasional yang memiliki kegiatan serta visi misi yang beririsan atau

sejalan dengan isu perempuan seperti: Komnas Perempuan

(www.komnasperempuan.or.id), UNDP, IRI, PATTIRO, LBH APIK, jariungu.com link

yang mengenalkan caleg dan anggota legislatif serta memberikan rekomendasi

bagi caleg yang layak dipilih dan sebagainya. Link NGO yang fokus pada bidang

tata kelola (governence) dan perempuan harus masuk ke dalam web.

Page 51: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 51 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

f) Informasi kegiatan kaukus di tingkat pusat dan daerah sehingga masing-masing

kaukus dapat melihat perkembangan di daerah. Informasi tentang Kaukus

Perempuan Parlemen di luar negeri juga penting untuk menginspirasi kegiatan

kaukus di Indonesia.

g) Konten hiburan juga perlu dimasukkan ke dalam WPN, konten seperti fashion dan

kuliner dapat digunakan sebagai promosi bagi produk daerah. Selain itu, konten

ini akan menjadi penarik minat perempuan aleg, pada umumnya perempuan

memiliki minat yang cukup tinggi terhadap kuliner dan fashion.

h) Kegiatan SWARGA dan kegiatan Kaukus sangat penting di upload dalam web

mengingat perempuan aleg suka mengunggah foto mereka ke sosial media yang

aktif digunakan. Memberikan caption pada foto informasi nama, lokasi dan

tempat kegiatan penting untuk menarik perhatian anggota.

i) Kegiatan Kaukus di negara lain sebagai perbandingan jika memungkinkan.

Hal penting dalam merencanakan konten WPN adalah bahasa yang digunakan harus

mempertimbangkan kemampuan berbahasa perempuan aleg. Secara kumulatif, kemampuan

berbahasa Inggris responden dapat diklasifikasikan rendah yaitu 81,5% dikategorikan tidak

berbahasa Inggris dan hanya 10,7% saja yang dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris.

Oleh karena itu, hindari instruksi, petunjuk penggunaan dan istilah-istilah berbahasa Inggris

terutama yang tidak umum atau teknis. Jika terpaksa dilakukan, perlu disandingkan dengan

padanan dalam Bahasa Indonesia.

Minimnya kemampuan berbahasa Inggris responden di satu sisi menjadi peluang bagi WPN

untuk memasukkan konten-konten atau materi yang bahasa asalnya adalah Bahasa Inggris

dan diterjemahkan dan dipublikasi ke dalam jaringan WPN perempuanparlemen.org yang

telah tersedia. Informasi tentang kegiatan anggota Kaukus Perempuan Parlemen di daerah

lain, bahkan di negara lain dapat dijadikan format berita atau story yang berisi tantangan dan

rintangan dalam menjalankan kegiatan dan agenda Kaukus. Format infomasi ini diharapkan

dapat menginspirasi anggota Kaukus.

2. Kaukus Perempuan Parlemen

Para responden di semua wilayah antusias dalam membangun Kaukus. Ada 55% responden

yang tidak menjawab “keberadaan Kaukus”, tetapi mereka sangat mendukung pembentukan

kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen. Angka 55% itu merujuk pada belum adanya

kaukus saat penelitian ini dilakukan.

Memperhatikan hal ini maka di Propinsi dan Kabupaten/Kota yang belum dibentuk Kaukus,

segera dibentuk Kaukus dan WPN, khususnya Provinsi Kalimantan Tengah, Lampung dan

Gorontalo.

Kaukus Perempuan Parlemen (Kaukus) merupakan elemen penting dalam implementasi WPN

karena menjadi wadah bagi kegiatan perermpuan aleg dan WPN. Informasi dan konsolidasi

perempuan aleg di harapkan dilakukan di Kaukus.

Page 52: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 52 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Data berikut menggambarkan bahwa Kaukus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota baru

sebagian terbentuk (35%) sementara 55,4% tidak menjawab status kaukus di wilayahnya.

Data ini mengindikasikan bahwa selain belum terbentuk, perempuan aleg pun belum familiar

dengan Kaukus sehingga SWARGA perlu memberikan pemahaman yang konkrit tentang

definisi Kaukus dan perbedaannya dengan organisasi lain serta kegiatan yang sebaiknya

dilakukan Kaukus. Signifikansi Kaukus dalam WPN sangat besar karena berbagai rencana

kegiatan dukungan SWARGA kepada perempuan aleg dikoordinasikan dan disinkronisasi

melalui Kaukus.

Terlepas dari kevakuman Kaukus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Kaukus berpotensi

untuk diaktifkan karena keberadaan inisiator tokoh perempuan di legislatif yang dapat

menjadi inisiator Kaukus (21,4%), jumlah anggota memadai (17,9%) dan antusiasme anggota

dalam membentuk kaukus (8,8%). Fasilitas Kaukus pun baru berupa ruang kantor (5,3%).

Jadi belum banyak dilakukan oleh Kaukus, kecuali di DIY. Kaukus telah terbentuk dan telah

menjalin kerjasama dengan NGO Narasita dalam melaksanakan kegiatannya. Di tiga daerah

lainnya, Kaukus sangat memerlukan intervensi SWARGA dalam hal:

a) Menginisiasi Kaukus untuk menggunakan informasi terkait isu perempuan, anak,

kesehatan, lingkungan atau yang menjadi ciri khas di daerah masing-masing untuk

menyusun agenda bersama diawali pertemuan dengan inisiator-inisiator Kaukus.

Para inisiator diharapkan menjadi jembatan antara SWARGA dan anggota Kaukus

lainnya. Bagi Kaukus yang kepengurusannya telah terbentuk SWARGA perlu

memberikan gambaran kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kaukus. Jenis-jenis

kegiatan yang dilakukan dengan tatap muka, dan kegiatan yang dapat dilakukan

dengan komunikasi menggunakan teknologi komunikasi berikut cara-caranya.

b) Mengintegrasikan Kaukus dengan kegiatan pelatihan yang akan diselenggarakan

oleh SWARGA untuk WPN dan training.

c) Menginisiasi pemanfaatan fasilitas yang dimiliki Kaukus untuk WPN misalnya

mendesain kantor menjadi data base aleg perempuan, isu perempuan atau isu

daerah yang dapat digunakan dalam pembahasan masing-masing komisi atau Alat

Kelengkapan Dewan (AKD) dengan bermodalkan desktop atau laptop dan jaringan

internet.

3. Stakeholder

Stakeholder adalah pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung diharapkan

mendukung WPN dan Kaukus. Temuan penting dalam studi ini adalah bahwa mayoritas

anggota parlemen (perempuan) di daerah bukan aktivis perempuan, bahkan tidak berafiliasi

dengan salah satu gerakan perempuan. Ini membuktikan bahwa gerakan perempuan

berperan kecil dalam menghantarkan anggotanya ke parlemen. Jika logika ini berjalan, maka

ada kekuatan lain yang menghantarkan mereka. Mengingat peranan partai politik yang lemah

dan negatif di mata public, dapat dipastikan bahwa uang dan sedikit modal sosial berperan

dalam menghantarkan seseorang menjadi anggota parlemen dalam Pemilu 2014.

Ketika mereka diminta menyebutkan NGO sebagai partner, sebesar 51,8% tidak menjawab,

dan sebagian besar kesulitan dan menuliskan UNDP. Ini membuktikan bahwa kehadiran

Page 53: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 53 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

SWARGA-UNDP sangat dirasakan oleh mereka. Tidak sedikit dari mereka yang hanya

menuliskan UNDP. Jika ada aktifitas perempuan aleg yang dilakukan dengan NGO adalah

diskusi 19,6%, publikasi 10,7% dan Rapat Dengar Pendapat 3,6%, maka SWARGA dapat

meningkatkan intensitas kegiatan terutama untuk publikasi hasil dengan memberi pelatihan

meng-upload hasil pembahasan atau advokasi antara Perempuan aleg dan NGO dan

stakeholder lainnya ke web. Terkait dengan publikasi, penting juga untuk mendorong

perempuan parlemen untuk melakukan pendekatan kepada media dengan cara:

a) Membuat daftar kontak pribadi wartawan dan alamat redaksi media di gadget

miliknya;

b) melatih mereka membuat press release 1,5 halaman;

c) membuat daftar pendek isu-isu yang sedang hangat di wilayahnya dan memiliki

kemungkinan dimintai pendapatnya oleh wartawan terkait isu tersebut. List ini untuk

berjaga-jaga apabila ada wartawan yang bertanya tentang isu tersebut mereka lebih

siap untuk menjawab.

Temuan ini juga memperlihatkan bahwa jejaring kerja mereka di luar parlemen sangat lemah.

Atas temuan itu dan mengingat peranan partner kerja di luar parlemen sangat penting dalam

memasok isu-isu perempuan, membangun kesamaan opini dan memberi dukungan dari luar

parlemen, maka SWARGA-UNDP perlu mempertimbangkan untuk mempertemukan para

legislator perempuan ini dengan aktivis perempuan baik di pusat maupun di daerah.

Pertemuan dalam dikemas dalam berbagai bentuk, seperti diskusi, penyegaran fungsi-fungsi

parlemen maupun dalam jaringan kerja perempuan parlemen dan luar parlemen.

Kerjasama dengan perguruan tinggi rata-rata kurang dalam kualitas dan intensitas (58,9%

tidak menjawab terkait pengalaman kerjasama dengan kalangan perguruan tinggi).

Fenomena ini terjadi di semua daerah penelitian. Atas temuan ini, SWARGA UNDP dapat

membantu mendekatkan perguruan tinggi dengan legislator perempuan, dengan mendukung

dilakukannya kajian akademik atas isu-isu tertentu, diskusi, mengundang dalam rapat dengar

pendapat, dan mengundang akademisi untuk aktif berpartisipasi dalam web. Kerjasama

dengan perguruan tinggi tertinggi adalah diskusi (17,8%) sementara Rapat Dengar Pendapat

baru 8,9%. Hal ini perlu dilihat bahwa komunikasi antara perempuan aleg dengan stakeholder

masih relatif rendah sehingga SWARGA perlu menjembatani kesenjangan komunikasi ini.

Contohnya rancangan kegiatan di Gorontalo dapat diset diskusi ringan dengan format coffee

morning talk antara SWARGA, Kaukus dan BPP disiarkan di radio lokal sebelum siaran Berita

Duka Cita pk. 07.00 waktu setempat. Berdasarkan informasi partner SWARGA di Gorontalo,

Faini Basuungi, acara tersebut merupakan acara radio yang paling diminati pendengar

Gorontalo. Oleh karena itu, siaran sebelum dan sesudah berita Duka Cita berpotensi

mendapatkan pendengar yang cukup luas.

Peranan Badan Pemberdayaan Perempuan di daerah-daerah belum terlihat nyata sebagai

partner kerja para legislator perempuan. Lembaga ini oleh para legislator diharapkan

mempunyai program pemberdayaan perempuan yang sinkron dengan gagasan legislator.

Page 54: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 54 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Nomenklatur anggaran sering menjadi penghambat, sehingga diperlukan keterlibatan BPP

dalam kegiatan-kegiatan yang membicarakan isu-isu perempuan.

BPP belum memberikan komitmen dukungan bagi Kaukus (55,4%), jumlah ini bertambah

dengan mereka yang tidak menjawab terhadap adanya dukungan terhadap Kaukus (30,4%).

Hanya dalam jumlah yang kecil BPP memberikan dukungan kepada Kaukus dengan

berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan Kaukus, memfasilitasi kegiatan dan

mengalokasikan anggaran. Jika dikalkulasi secara kumulatif hanya 14,2%. Berdasarkan data

tersebut, SWARGA perlu melakukan pendekatan kepada BPP di tingkat provinsi terutama di

Gorontalo, Kalimantan Tengah dan Lampung agar BPP dapat mendukung kegiatan melalui

anggaran yang dapat dialokasikan.

Page 55: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 55 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

BAB VII

STRATEGI IMPLEMENTASI PEMBENTUKAN WPN

WPN dapat dibangun dalam dua bentuk yaitu organisasi yang anggotanya bertatap muka,

berinteraksi secara langsung dengan melakukan pertemuan, rapat-rapat dan kegiatan lain di

suatu tempat atau organisasi yang anggotanya tidak bertatap muka secara langsung

melainkan melalui media komunikasi. Pola pertama sudah sangat umum dipahami, berupa

organisasi, ada pengurus dan anggota, berinteraksi di lokasi tertentu secara tatap muka. Pola

kedua sering dikenal sebagai cybercommunity (masyarakat maya), yaitu masyarakat di dunia

maya yang anggota-anggotanya berada di berbagai tempat, bahkan tidak saling mengenal

secara pribadi dan berkomunikasi melalui media. WPN yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah WPN pola kedua.

Untuk membangun WPN seperti itu, sejumlah langkah yang perlu dilakukan adalah:

1. Web dan Fitur

a. UNDP perlu membangun web (world electronic base) tentang WPN

b. Fitur yang perlu dimiliki oleh Web WPN adalah:

a) Home (tentang WPN: apa itu WPN, apa visi dan misinya)

b) Isu-Isu Utama (memiliki tautan antara lain Trafficking, Kesehatan

Reproduksi, Kekerasan Terhadap Perempuan dan Perempuan Parlemen)

c) Galeri (memuat foto-foto kegiatan WPN di daerah dan acara-acara yang

diselenggarakan SWARGA UNDP)

d) Publikasi (memuat paper tentang masalah-masalah keperempuanan atau

berita)

e) Link (antara lain Komnas Perempuan, NGO, Kaukus, Kementerian terkait)

f) Forum (sebagai forum diskusi)

g) Beberapa konten tentang kegiatan Kaukus Perempuan Parlemen di wilayah

intervensi SWARGA yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan

sebaliknya, konten tentang kegiatan Kaukus di negara lain dalam versi

Bahasa Indonesia.

2. Administrator

a. Web perlu dioperasikan oleh seorang administrator, minimum berpendidikan S1,

lancar berbahasa inggris, memahami isu-isu keperempuanan, memiliki

pengalaman di NGO perempuan atau pernah berjejaring dengan NGO

perempuan dan parlemen, memiliki jejaring luas dengan anggota parlemen dan

NGO.

b. Tugas utama administrator:

1) Mengelola web: meng-upload berita-berita, menjawab pertanyaan,

menjadi moderator dalam diskusi di WPN, mencari berita/informasi yang

relevan dengan kebutuhan WPN;

Page 56: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 56 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

2) Menghubungi anggota-anggota parlemen terutama yang datanya telah

dimiliki oleh SWARGA UNDP untuk bergabung dalam WPN;

3) Menyampaikan laporan situasi dan perkembangan WPN kepada Pimpinan

Project SWARGA UNDP dua hari sekali;

4) Mencari narasumber yang dapat memberikan masukan mengenai

masalah-masalah keperempuanan.

3. Mekanisme Kerja WPN

a. Administrator berkoordinasi dengan SWARGA untuk mendiskusikan konten

dan daftar stakeholder yang diharapkan berpartisipasi dalam web seperti

legislator, aktivis perempuan, NGO, kementerian terkait, akademisi dan

pemerhati isu perempuan di tanah air untuk bergabung;

b. Administrator mengumpan (mem-feeding) isu-isu keperempuanan dan

meminta tanggapan para follower untuk menanggapinya;

c. Administrator menyajikan suatu isu di suatu daerah dan meminta follower

untuk menyampaikan tanggapannya;

d. Administrator juga dapat menelepon akademisi, aktivis untuk meminta

pendapat dan menuliskannya;

e. Administrator menggaris bawahi suatu isu keperempuanan yang dianggap

penting, serius, mendesak untuk dibahas baik yang diperoleh dari narasumber

tertentu maupun dari media massa;

f. Administrator menyampaikan aktivitas di lembaga tertentu (khususnya yang

dilakukan anggota Dewan yang berhubungan dengan masalah

keperempuanan);

g. Administrator mencegah dan menghapus pendapat yang menyerang,

menghakimi, mengandung SARA dan porno;

h. Administrator mencegah jangan sampai WPN digunakan sebagai media

kampanye yang tidak berkaitan dengan penguatan hak-hak perempuan.

4. Peralatan

a. Minimum 1 buah PC lengkap dengan jaringan computer

b. Meja dan kursi kerja

c. Ruang kerja yang memadai (minimum 2x2 meter)

d. Alat tulis lengkap

e. Buku dan majalah yang tentang keperempuanan

5. Output

Oleh karena WPN merupakan forum diskusi, bertukar gagasan dan menimba inspirasi,

maka output tidak berupa suatu program atau kesimpulan diskusi. Output yang

diharapkan adalah berjalannya diskusi dan saling mendapatkan informasi antara

pihak-pihak yang berkaitan dengan penguatan hak-hak perempuan.

Page 57: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 57 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

BAB VIII

PENUTUP

Kegiatan menunjang tujuan SWARGA dalam memperkuat kelembagaan maupun personal

anggota Kaukus Perempuan Parlemen telah dimulai dengan berbagai kegiatan, salah satunya

melalui penelitian Baseline Survai ini. Pelaksanaan pengambilan data responden Anggota

DPRD perempuan dari Lampung, Yogyakarta, Kalimantan Tengah dan Gorontalo dapat

memberi gambaran mengenai tantangan dan potensi memperkuat jaringan Kaukus

Perempuan dengan menggunakan alat teknologi informasi.

Hasil temuan Baseline Survey menunjukkan bahwa:

1. Terdapat familiarity pemanfaatan teknologi informasi melalui aplikasi dari

mobilephone dengan kepemilikan smartphone pada mayoritas legislator perempuan

2. Terdapat intensitas tinggi dalam penggunaan internet baik dalam berkomunikasi

secara social maupun individu antar legislator perempuan

3. Ada harapan tinggi dari legislator perempuan terkait pembentukan jaringan legislator

perempuan yang efektifi dan berbasis internet

4. Masih ada hambatan dalam pemanfaatan internet dalam menunjang peningkatan

kapasitas legislator perempuan terkait pemanfaatan maksimal dalam menunjang

kinerjany, antara tidak aktif memanfaatkan e-mail, Facebook, dan tidak mampu

mengunduh informasi untuk publikasi di internet.

5. Secara kelembagaan mayoritas belum resmi memiliki Kaukus Perempuan Parlemen

baik infrastkruktur maupun suprastruktur

6. Ketiadaan lembaga Kaukus menjadi sebab belum adanya kerjasama antar lembaga

atau institusi lain di luar parlemen seperti Badan Pemberdayaan Perempuan,

universitas maupun NGO.

Secara keseluruhan temuan baseline survey menggambarkan adanya modalitas legislator

perempuan dalam hal kepemilikan alat komunikasi, jumlah legislator perempuan, institusi

parlemen maupun institusi di luar parlemen yang potensial menjadi mitra untuk peningkatan

dan penguatan kapasitas legislator perempuan dalam mengemban tugas sebagai penentu

kebijakan yang mendukung hak-hak perempuan. Modalitas legislator perempuan inilah yang

menjadi tonggak jaringan perempuan parlemen yang akan dibentuk.

Page 58: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 58 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

DAFTAR PUSTAKA

BPS, 2014. Indeks Pembangunan Manusia. Jakarta: BPS

BPS, 2013. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: BPS.

Neuman, Lawrence. 2013. Social Research Methode: Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Pearson Education.

Puskapol, 2013. Potret Keterpilihan Perempuan di Legislatif Pemilu 2009. Depok: Puskapol Fisip UI.

UNDP, 2015. Human Development Report 2014 Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerabilities and Building Resilience. New York: UNDP.

Page 59: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 59 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

LAMPIRAN

1. Tabel Temuan dan Rekomendasi

No. Temuan Rekomendasi 1. 80,4% responden memiliki

telepon cerdas, 100% responden memiliki telepon lebih dari 1 (satu), ada nomor khusus untuk konstituen dan kolega ada nomer khusus untuk orang dekat.

Telepon cerdas (smart phone atau ponsel berbasis android) yang dimiliki oleh responden merupakan potensi dasar dalam implementasi WPN. Jumlah persentase kepemilikan ponsel berbasis androin responden menjadi alasan utama dibentuknya WPN. Perempuan aleg dapat dimotivasi untuk memaksimalkan fungsi ponsel cerdasnya.

2. Penggunaan telepon cerdas sebagian besar untuk berbicara dan mengirim/menerima sms

Anggota DPRD (Perempuan) perlu diberikan pelatihan untuk memanfaatkan fitur-fitur di telepon cerdas secara optimal, terutama penggunaan media sosial, email, akses berita sosial, ekonomi dan politik.

3. Telepon cerdas sangat menunjang pekerjaan anggota parlemen, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal karena jaringan internet yang terbatas, fasilitas internet di kantor yang masih kurang dan skill para anggota Dewan dalam mengoperasikan telepon cerdas yang masih terbatas.

Perlu dibangun jaringan internet yang memadai, demikian pula perlu diadakan fasilitas internet di kantor DPRD dan anggota DPRD perempuan perlu diberikan pelatihan menggunakan telepon cerdas yang optimal.

4. 85,7% responden memiliki media sosial BBM/WA (46,4%), FB (23,2%) dan Twitter (16,1%)

a. Para anggota DPRD perempuan yang belum memiliki media sosial perlu dimotivasi dan dijelaskan pentingnya media sosial dalam berkomunikasi.

b. Perlu diberikan penjelasan dan

dimotivasi untuk menggunakan FB dan twitter yang jumlah temannya dan atau followernya mencapai 5000 lebih.

5. 85,7% responden memiliki email, tetapi hanya 28,6% yang aktif

Mengingat pentingnya email dalam komunikasi, anggota Dewan perlu dibantu untuk membiasakan diri berkomunikasi melalui email.

6. 85,6% responden setuju dan sangat setuju penggunaan

Perlu meyakinkan pemerintah daerah akan pentingnya membangun jaringan internet yang kuat di kantor DPRD.

Page 60: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 60 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

internet dalam menunjang aktivitas mereka.

7. 57% menggunakan internet untuk mengakses berita, 14,3% untuk membaca berbagai informasi dan 5,4% mencari data.

Internet mempunyai fungsi yang sangat luas. Karena itu, anggota Dewan perlu diberikan informasi berbagai manfaat yang diperoleh melalui internet. Pelatihan mengakses internet dan meng-upload informasi, foto, video ke internet.

8. Pemenuhan data para anggota Dewan, 33,9% dilakukan dengan browsing internet, sisanya membeli buku, meminta asisten mencari dan meminta data pada eksekutif.

a. Upaya untuk memenuhi data yang diperlukan tergantung pada jenis data dan actual atau tidaknya data.

b. Perlu penjelasan kepada anggota Dewan akan pentingnya data, bekerja dengan data, agar anggota Dewan selalu mempunyai data dan internet dapat dijadikan sumber data.

9. Jaringan kerja legislator perempuan di daerah adalah Narasita, UNDP, Rifka Annisa, Forum Perempuan Parlemen Damar (Lampung), Srikandi Demokrasi Indonesia, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (Kalimantan Tengah)

Legislator perempuan perlu didorong untuk bermitra dengan berbagai gerakan perempuan di tanah air (jika perlu difasilitasi oleh SWARGA-UNDP) yang ada di tingkat nasional untuk memperoleh informasi sejarah pergerakan perempuan, memperoleh informasi terkini tentang isu-isu perempuan dan dengan gerakan perempuan di tingkat nasional. Perlu pula didorong untuk bermitra dengan Komnas Perempuan dan Komnas Anak serta gerakan perempuan di Negara lain.

10. Kerjasama dengan NGO: lebih dari 50% responden “tidak menjawab”, tetapi berbagai bentuk kerjasama dilakukan seperti diskusi (19,6%), publikasi di media (10,7%), advokasi (8,9%), publikasi di web (5,4%) dan RDPU (3,6%).

a. Anggota dewan (perempuan) perlu diberi pemahaman pentingnya kerjasama dengan NGO baik lokal maupun nasional, memperkuat mitra terutama media massa.

b. Anggota Dewan juga perlu diberi

pelatihan mempublikasi informasi/kegiatan di web.

11. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi: 58,9% tidak menjawab. Tetapi berbagai bentuk kerjasama dilakukan seperti diskusi, advokasi, publikasi (media dan web) dan RDPU.

a. Anggota dewan (perempuan) perlu diberi pemahaman pentingnya kerjasama dengan PT seperti diskusi, publikasi di media dan web serta RDPU atas masalah-masalah actual di masyarakat khususnya yang berhubungan dengan pemberdayaan perempuan.

b. Legislator perempuan juga perlu

didorong untuk bekerjasama dengan PT

Page 61: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 61 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

dalam menyusun naskah akademik

Raperda khususnya yang berhubungan

dengan masalah perempuan.

12. Peranan BPP: 55,4% responden menyatakan “tidak ada dukungan dari BPP” dan 30% tidak menjawab.

a. Anggota Dewan perlu didorong memasukkan nomenklatur berbagai kegiatan pemberdayaan perempuan di RAPBD dan memperjuangkannya menjadi APBD.

b. Penguatan/Pemberdayaan Perempuan

secara teknis menjadi ranah eksekutif, implementasinya perlu pengawasan DPRD khususnya anggota Dewan (perempuan).

13. Kaukus Perempuan yang sudah berjalan hanya di DI Yogyakarta.

Para anggota parlemen perempuan di daerah perlu didorong untuk segera membentuk Kaukus Perempuan baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.

14. Struktur organisasi belum terbentuk karena kendala politis.

Seiring dengan mencairnya ketegangan KMP dan KIH, maka UNDP perlu mendorong agar organisasi secara formal segera dibentuk dilengkapi dengan susunan pengurus.

15. Kegiatan Kaukus: belum optimal membahas dan memperjuangkan posisi kaum perempuan, masih ada kegiatan seremonial seperti arisan.

a. Kegiatan seremonial tidak perlu dihilangkan, karena mempunyai fungsi integratif.

b. Kaukus perlu diajak bermitra, UNDP

perlu menginisiasi kegiatan yang melibatkan Kaukus-Kaukus dengan gerakan perempuan di tanah air, UNDP juga bisa mendorong agar kegiatan Kaukus focus pada penguatan perempuan.

c. UNDP dapat berperan memasok ide,

mengemas isu-isu perempuan menjadi serangkaian kegiatan mulai dari seminar sampai rancangan peraturan daerah.

2. Tabel Implementasi WPN

a) Antusiasme legislator perempuanuntuk mendirikanKaukus Perempuan dan

Page 62: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 62 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

jaringan, namun:

1. KetiadaanKaukus dan kurang paham tentang kaukus

- Mengadakan pertemuan dengan existing Kaukus sebagai organisasi dan menyampaikan pengalaman best praktis

2. Memformalkan Kaukus bagi yang belumberdiri dan Menghidupkan kembaliKaukus yang sudahada

- Mendorong terlaksananya sinergi lebih efektif antara legislator perempuan kaukusdan BPP, universitas, NGO dsb

- Praktek langsung didahului dengan assessment, kemudian pendampingan keberlanjutan, dan pendampingan pendirian/pengesahanKaukus

3. Ketiadaan anggaran dan fasilitas untuk Kaukus

- Mengadakan pelatihan/bimbingan teknis terkait pengelolaan anggaran bidang program perempuan (mempertemukan stakeholder terkait: Sekretaris Derah/Sekda, Sekretaris Dewan/Sekwan)

- Bisa juga dengan mengundang perencana anggaran (offline meeting dan online meeting)

-

b) Kepemilikan Alat Komunikasi Untuk menunjang Pekerjaan sebagai

Legislator

1. Pengenalan fungsi intensif Alat Komunikasi dan internet

- Pemberian informasi adanya website dan link di internet yang terkait dengan bidang komisi-nya, misalnya: Departemen Pendidikan dan dinas pendidikan kemendiknas.go.id

- Pengenalan jaringan di internet parlemen di Indonesia maupun di luar negeri www.ipu.org, dpr.go.id dsb

- Pengenalan jaringan internet sebagai alat publikasi individu blog yang memberi ruang data pribadi anggota legislator perempuan : jariungu.com, linked

2. Pengenalan internet sebagai resource data

- Pelatihan workshop (offline) menggunakan aplikasi yang

Page 63: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 63 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

tersedia dari internet (mendownload upload data) dari internet spt academia.edu, sharedoc.

- Langsung dipraktekkan online-nya (saat pelatihan)

c) Kapasitas legislator, Kepemilikan dan pemakaian internet dan media sosial :

1. Pelatihan Pemanfaatan Aplikasi Mobilephone

- Membuat account email di HP - Mengaktifkan account FB di HP - Mengaktifkanapplikasisocmed yang tersedia twitter, integrated link (FB,Website dsb) - Menggunakan PC untuk

2. Praktekdan Pemanfaatan langsung aplikasi internet

- Pembuatan FB grup - Pembuatan Blog Kaukus - Menlink-Kan WA/BBM grup

dengan FB dan Web WPN

3. Pembentukan WPN berbasis internet, Model WPN website dengan spesifikasi

Mobile friendly website artinya WPN dapat diakses dari HP manapun yang dimiliki oleh legislator: Smartphone, Blackberry maupun HP biasa dengan WAP aplikasi HP

Website WPN memiliki domain internal dengan storage data 1 terra (1000 Giga) storage untuk menyimpan data dan informasi permanent link untuk mendownload data

d) Hubungan legislator dengan stakeholder: konstituen, media dan organisasi

kemasyarakatan

1. Dengan konstituen: ketiadaan waktu dan tempat untuk bertemu muka

- Diperkenalkan metode online meeting dengan Skype, YahooMessenger ataupun LINE

2. Belum optimal kerjasama dengan Universitas dan organisasi perempuan

- Diselenggarakan seminar atau acara public maupun workshop terkait topic kerjasama NGO

Page 64: BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33532/1/PHENI... · tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di

Page | 64 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

dan legislator perempuan

3. Belum optimal kerjasama dengan media

- Pelatihan media dan fasilitasi pertemuan meet the press antara Legislator perempuan berkunjung ke media atau acara publik offline meeting

- Launching Kaukus Perempuan