150
BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK KESEJAHTERAAN TUNARUNGU INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos.) Oleh: DIYAH KARDINI MAULIDA NIM: 1110051100033 KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN

UNTUK KESEJAHTERAAN TUNARUNGU INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos.)

Oleh:

DIYAH KARDINI MAULIDA

NIM: 1110051100033

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK
Page 3: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK
Page 4: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Lembar Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.

2.

3.

skripsi ini merupakan hasil karyu asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar 51 di universitas Islam Negeri

(UfN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (urN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya asli saya atau merupakan jiplakan

dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

Universitas Islam Negeri UfD Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juh2017

Page 5: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

i

ABSTRAK

Diyah Kardini Maulida 1110051100033

Bahasa Isyarat Indonesia di Komunitas Gerakan Untuk Kesejahteraan

Tunarungu Indonesia

Penyandang tunarungu merupakan kelompok yang menggunakan bahasa

isyarat untuk berkomunikasi. Secara alami, kaum tunarungu memaksimalkan sisa

indra pada tubuh yang masih berfungsi secara maksimal untuk dapat menerima

respon dari luar tubuh mereka. Salah satu bentuk rangsangannya berupa informasi

bahasa yang dapat diterima melalui indra penglihatan. Selain itu, cara pemahaman

bahasa pada tunarungu berbeda dengan cara pemahaman pada orang normal. Salah

satu cara pembelajaran bahasa pada tunarungu adalah dengan memaksimalkan indra

penglihatan sebagai alat dalam menerima rangsangan informasi bahasa dan

penggunaan bahasa isyarat sebagai cara melatih komunikasi bahasanya.

Perbendaharaan kata dalam bahasa tidak dapat dijelaskan melalui pembelajaran

secara audio karena ketidakmampuan tuna rungu dalam mendengar. Rangsangan

informasi tersebut berupa visualiasi kata-kata ke dalam bentuk gambar-gambar

sebagai pengganti cara-cara audio pada orang normal.

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini akan menjawab: “Bagaimana

mengartikan isyarat bahasa kata tulisan ke dalam bentuk simbol?” dan “Adakah

persamaan gerakan dari Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dengan bahasa isyarat

dari negara lain?” Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

semiotika dengan pendekatan kualitatif deskiriptif.

Adapun teori yang digunakan adalah teori Semiotika Ferdinand de Saussure.

Semiologi merupakan sebuah ilmu yang mengkaji tentang kehidupan tanda-tanda di

tengah masyarakat dan menjadi disiplin ilmu psikologi sosial. Tujuannya adalah

untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta dengan kaidah-

kaidah yang mengaturnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa isyarat, peran ekspresi, gerak bibir, bahasa tubuh dan interpreter

sangatlah dibutuhkan. Tetapi selain dari hal-hal tersebut, upaya untuk mendalami dan

mempelajari bahasa isyarat pun menjadi hal yang penting untuk memperlancar

jalannya komunikasi antara individu tunarungu dengan individu normal. Selain itu,

bahasa isyarat dalam satu negara dengan negara lain sangatlah berbeda. Semua itu

tergantung dari latar belakang budaya masing-masing negara. Dengan adanya

BISINDO sebagai salah satu bahasa isyarat yang ada di Indonesia menjadi ciri kahs

tersendiri bagi budaya Indonesia yang tidak terdapat pada isyarat negara lain.

Kata Kunci : Semiotika,Bahasa Isyarat, BISINDO, BSL, Tunarungu dan

Komunikasi.

Page 6: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirohim

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarukatuh

Puji Syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan nikmat serta hidayah-Nya dan shalawat serta salam tak lupa peneliti

panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Penulis bersyukur atas

terselesaikannya skripsi ini setelah peneliti mengenyam pendidikan selama tujuh

tahun di Jurusan Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penulisan skripsi ini peneliti mengalami berbagai kendala dan

kejenuhan. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih

sebesarbesarnya kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

beserta jajarannya.

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan,

M.A., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed Ph.D.,M.A,

Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dra. Hj. Roudhonah, M.Ag.,

serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M.Si.

Page 7: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

iii

3. Kholis Ridho, M.Si dan Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA selaku Ketua dan

Sektertaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik yang telah banyak membantu

peneliti dalam memberi kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ade Rina Farida M.Si., Dosen Pembimbing Akademik mahasiswa

Jurnalistik A angkatan 2010. Beserta seluruh dosen yang telah

memberikan ilmu selama perkuliahan kepada penulis

5. Bapak Dr. Tantan Hermansah M.Si. selaku pembimbing yang telah

membantu peneliti dalam menjalankan skripsi.

6. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang

namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persaty. Terima kasih atas ilmu

dan dedikasi yang diberikan kepada peneliti.

7. Segenap pempinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan peneliti untuk

mendapatkan berbagai referensi dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Orang Tua, Ayahanda Sukardi dan Ibunda Rokayah yang tak pernah lelah

memberikan nasihat, dukungan dan doa yang berlimpah.

9. Kepada seluruh keluarga, Adik Fajar Alfisyahrin, Firkiawan Fathur

Rahman, dan keluarga lainnya yang selalu memberi semangat sehingga

peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

10. Kim Kibum no words can describe how thankful I am to be able known

you as a person yourself.

Page 8: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

iv

11. SHINee, musik dan karya kalian sangat membantu melepas jenuh. Please,

always be my spirit animal.

12. Bapak Bambang Prasetyo selaku Ketua Umum GERKATIN Indonesia

yang banyak sekali membantu dan memberikan kemudahan kepada

peneliti dalam mengurusi data-data yang peneliti perlukan. Kebaikan

bapak tidak akan peneliti lupakan. Serta kepada seluruh narasumber lain

Ibu Wilma Redjeki , Ibu Juniati Effendi, Bapak Tori Hermawan dan

lainnya tanpa kalian penulis tidak bisa mendapatkan data-data yang

lengkap.

13. Teman-teman Jurnalistik A (NAJUA), keluarga kecil dalam berbagi suka

dan duka selama kurang lebih empat tahun, berbagi ilmu, support dan

samasama berjuang untuk mendapatkan gelar sarjana. Jurnalistik A sangat

berkesan dengan adanya kalian semua terimakasih.

14. Teman-teman tercinta Cucu Sulastri, Dennisa P. Rosandria, Mella

Meidawati, Rachamdani Putri, Zahrika Prastamia, Wardhatul Toyyibah

yang selalu mendengarkan keluh kesah peneliti, memberi masukan,

support, saling berbagi pengalaman itu yang membuat peneliti semakin

bersemangat.

15. Sahabat-sahabat tercinta Ade Komariah, Filda Novelia, Gerardin Ferrari,

Imam Rizki Dayan, Isabel Bechayda, Risa Siti Sarah, Risnawati dan Sri

Miyanti yang selalu memberikan support dan saling berbagi pengalaman

selama peneliti kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.

16. Teman-teman KKN yang sama-sama berjuang meraih gelar sarjana.

Page 9: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

v

17. Teman-teman seperjuangan, Jurnalistik B dan Jurnalistik C yang sama-

sama berjuang semoga kita semua sukses.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung,

mendoakan dan meluangkan waktu untuk berbagi infomasi dalam menyusun

skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah

SWT membalas semua kebaikan dan budi baik mereka dengan balasan yang

setimpal.

Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan.

Karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan.

Sehingga skripsi ini menjadi jalan penerang bagi peneliti dan bermanfaat bagi

pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ciputat, Juli 2017

Peneliti

Page 10: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………... ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. v

DAFTAR TABEL ………………………………………………………. ix

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… x

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………. 4

1. Batasan Masalah ……………………………….. 4

2. Rumusan Masalah ……………………………… 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………….. 4

D. Manfaat Penelitian ………………………………….. 5

E. Metodologi Penelitian ………………………………. 5

1. Paradigma Penelitian ……………………………. 5

2. Pendekatan Penelitian …………………………... 6

3. Metode Penelitian ……………………………….. 7

4. Teknik Pengumpulan Data ……………………… 8

5. Teknik Analisis Data …………..………………... 14

6. Subjek dan Objek Penelitian ……………………. 15

Page 11: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

vii

7. Tempat dan Waktu Penelitian …………............... 15

8. Pedoman Penulisan ……………………………... 15

F. Tinjauan Pustaka ……………………………………. 16

G. Sistematika Penulisan ….……………………………. 17

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL DAN LANDASAN TEORI 19

A. Kerangka Konseptual ………………………………. 19

1. Bahasa Sebagai Alat Komunikasi ……………... 19

a. Komunikasi Verbal ………………………... 21

b. Komunikasi Non-Verbal …………………... 22

c. Bahasa Isyarat ……………………………… 23

d. Jenis Bahasa Isyarat ………………………... 26

2. Tuna Rungu …………………………………….. 28

B. Landasan Teori …………………………………….. 30

1. Semiotika ………………………………………. 30

2. Semiotika Struktural …………………………... 34

3. Model Semiotika Ferdinand de Saussure ……... 42

BAB III GAMBARAN UMUM ……………………………… 50

A. GERKATIN …………………………………….. 50

1. Profil Umum GERKATIN …………………. 50

2. Sejarah Berdirinya GERKATIN …………… 54

3. Struktur Organisasi GERKATIN ................ 55

Page 12: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

viii

4. Visi dan Misi GERKATIN ………………… 57

5. Kegiatan dan Program Kerja GERKATIN ... 59

B. Sejarah Singkat Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) ... 61

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA ……… 64

A. Arti Isyarat Bahasa Kata Tulisan ke dalam

Bentuk Simbol ................................................... 64

B. Persamaan Isyarat BISINDO dan Makna dengan Bahasa

Isyarat Negara Lain ........................................... 91

BAB V PENUTUP ………………………………………… 98

A. Kesimpulan …………………………………… 102

B. Saran …………………………………………... 103

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Ringkasan Observasi Penelitian ....................................................... 9

Tabel 2 Keterangan Nrasumber dan Jenis Data ............................................. 12

Tabel 3 Studi Dokumen .................................................................................. 13

Tabel 4 Contoh Isyarat Bahasa Indoneia (BISINDO) .....……………………. 70

Tabel 5 Contoh Bentuk Kalimat Isyarat Pendek dan Penjelasannya

Ketika Berbicara dengan Sesama Tunarungu dan Ketika

Berbicara dengn Individu Normal ................................................... 82

Page 14: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Abjad Huruf dalam Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)… 28

Gambar 2 Bentuk Komunikasi Semiotika Saussure………………... 33

Gambar 3 Teori Ferdinand de Saussure……………………………... 45

Gambar 4 Abjad Huruf dalam Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)… 67

Gambar 5 Contoh Isyarat Keluarga....................................................... 74

Gambar 6 Ekspresi Wajah……………………………………………. 76

Gambar 7 Contoh Pemberian Nama Inisial………………………….. 78

Gambar 8 Komunikasi Antara Tunarungu dan Individu Normal…… 82

Gambar 9 Tata Bahasa dan Artikulasi Isyarat BISINDO

Ketika Bertanya.................................................................. 85

Gambar 10 Tata Bahasa dan Artikulasi Isyarat BISINDO

Ketika Menjawab............................................................... 86

Gambar 11 Tata Bahasa dan Artikulasi Isyarat BISINDO

Ketika Bertanya................................................................. 88

Gambar 12 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Kekuarga... 93

Gambar 13 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Bayi......... 95

Page 15: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

xi

Gambar 14 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Anak........ 96

Gambar 15 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Hamil..... 98

Gambar 16 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Ayah...... 99

Gambar 17 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Ibu......... 100

Page 16: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Bimbingan Skripsi

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian dari GERKATIN

Lampiran 4 Profile GERKATIN

Lampiran 5 Transkrip Wawancara Penulis dengan Ketua Umum Organisasi

GERKATIN

Lampiran 6 Transkrip Wawancara Penulis dengan Wakil Ketua Umum

Organisasi GERKATIN

Lampiran 7 Transkrip Wawancara Penulis dengan Sekrtaris Umum Organisasi

GERKATIN

Lampiran 8 Transkrip Wawancara Penulis dengan Wakil Sekretaris Organisasi

GERKATIN

Lampiran 9 Dokumentasi Foto Wawancara

Page 17: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh

anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar

sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama.1 Sistem bahasa

dibangun oleh sejumlah substansi yang menjadikannya bukan sebagai satu sistem

tunggal. Bahasa biasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk mengungkapkan atau

pun menyampaikan pesan kepada orang lain.

Sebagai alat komunikasi, bahasa mempunyai peranan penting di dalam

kehidupan bermasyarakat. Tanpa bahasa manusia akan sulit untuk menyampaikan ide

dan gagasannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu,

tak mengherankan bahwa terdapat hubungan yang erat antara bahasa dan komunikasi

dalam kehidupan manusia. Sumarsono dalam bukunya yang berjudul Sosiolinguistik

mengemukakan bahwa, “bahasa sering dianggap produk sosial atau produk budaya,

bahkan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan.”2

Dalam penyampaiannya, terdapat dua macam bentuk komunikasi, yaitu komunikasi

verbal dan non verbal. Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi yang

1 Djarwowidjojo S, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2012), h. 16. 2 Sumarsono, Sosiolinguistik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 20.

Page 18: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

2

disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan cara tertulis

atau pun dalam bentuk lisan. Sedangkan komunikasi non verbal adalah kebalikan dari

komunikasi verbal. Komunikasi non verbal merupakan suatu proses komunikasi

dimana cara penyampaiannya tidak menggunakan kata-kata dan suara melainkan

menggunakan body language (bahasa tubuh), ekspresi wajah, atau pun kontak mata.

Komunikasi ini sering disebut dengan bahasa isyarat.3

Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual

melalui bahasa tubuh ataupun gerak bibir. Bahasa isyarat biasanya

mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi gerak tangan, lengan, bibir ataupun

gerak tubuh dan ekspresi mimik wajah untuk mengungkapkan sesustu hal yang ada di

dalam pikiran mereka. Penyandang tunarungu merupakan kelompok yang

menggunakan bahasa ini untuk berkomunikasi.

Ciri utama tuna rungu dalam belajar bahasa adalah dengan membiasakan pola

pikir dalam memahami bentuk makna kata. Makna kata jika pada orang normal dapat

diberi pengertian dengan cara menjelaskan arti dari kata tersebut dalam bentuk audio,

atau melalui cara berbicara dan mendengar secara terus menerus hingga anak

memahami secara pasti makna kata tersebut. Namun hal ini akan berbeda caranya jika

diterapkan pada tuna rungu yang memiliki gangguan atau hambatan pada indra

pendengaran. Secara alami, tuna rungu akan berusaha memaksimalkan sisa indra

pada tubuh yang masih berfungsi secara maksimal untuk dapat menerima respon dari

3 www.pengertianku.net > umum diakses pada 16 September 2015 pukul 20.50 WIB.

Page 19: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

3

luar tubuh mereka, salah satu bentuk rangsangan adalah berupa informasi bahasa

yang dapat diterima melalui indra penglihatan.

Selain itu, cara pemahaman bahasa pada tuna rungu berbeda dengan cara

pemahaman pada orang normal. Perbendaharaan kata dalam bahasa tidak dapat

dijelaskan melalui pembelajaran secara audio karena ketidakmampuan tuna rungu

dalam mendengar. Salah satu cara pembelajaran bahasa pada tuna rungu adalah

dengan memaksimalkan indra penglihatan sebagai alat dalam menerima

rangsangan informasi bahasa, dan penggunaan bahasa isyarat sebagai cara melatih

komunikasi bahasanya. Rangsangan informasi tersebut berupa visualiasi kata-kata

ke dalam bentuk gambar-gambar sebagai pengganti cara-cara audio pada orang

normal.

Bermula dari penjelasan di atas, peneliti mencoba mengangkat

permasalahan tentang bagaimana cara tuna rungu dalam memahami bahasa dalam

berkomunikasi serta mencari persamaan dan perbedaan Bahasa Isyarat Indonesia

(BISINDO) dengan bahasa isyarat dari negara-negara lain. Karena umum

masyarakat ketahui bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok tentang cara

berkomunikasi antara tuna rungu dan orang normal pada umumnya. Serta

bagaimana cara menjembatani kesenjangan komunikasi ini dalam bermasyarakat.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul Bahasa Isyarat Indonesia di Komunitas Gerakan Untuk

Kesejahteraan Tunarungu Indonesia.

Page 20: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

4

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti membatasi masalah dan

memfokuskan penelitian pada Bahasa Isyarat Indonesia di Komunitas Gerakan

Nasional Tunarungu Indonesia.

2. Rumusan Masalah

Dengan demikian, berdasarkan batasan masalah diatas maka rumusan

masalahnya adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana mengartikan isyarat bahasa kata tulisan ke dalam bentuk

simbol?

2) Bagaimana makna dibalik lambang-lambang BISINDO yang

digunakan dalam bahasa isyarat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan demikian, berdasarkan batasan dan rumusan masalah diatas maka

tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui cara mengartikan isyarat bahasa kata tulisan ke

dalam bentuk simbol.

2) Untuk mengetahui bagaimana makna dibalik lambang-lambang

BISINDO yang digunakan dalam bahasa isyarat?

Page 21: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Secara Akademis, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan

dan wawasan berfikir dalam dunia Jurnalistik, khususnya bagi penelitian

semiotika dengan pendekatan kualitatif pada sistem bahasa isyarat alamiah

dasar BISINDO.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan

kepada pemerintah dalam mengaplikasikan sistem bahasa isyarat yang ada

di Indonesia, serta tata cara belajar bahasa isyarat BISINDO kepada para

pelajar yang tertarik mendalami isyarat ini. Peneliti juga mengharapkan

penelitian ini dapat memberi masukan sebagai referensi tambahan terkait

dengan data analisis yang sama.

E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma

konstruktivis. Kaum konstruktivis beranggapan bahwa dunia empiris tidaklah

independen, melainkan apa yang peneliti lihat saat melakukan penelitian

menjadi persepsi dan interpretasi tersendiri bagi peneliti. Konstruktifisme

beranggapan bahwa teori-teori komunikasi lebih dari sekedar hubungan

statistik saja, melainkan juga menjelaskan perilaku komunikasi dengan

mengacu pada alasan-alasan seseorang berbicara dengan orang ataupun

Page 22: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

6

kelompok yang lainnya.4 Penelitian menggunakan paradigma konstruktivis

karena ingin melihat semiotika bahasa isyarat BISINDO diterapkan untuk

kaum tunarungu.

2. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

Bodgan dan Taylor (1975) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.5

Penelitian kualitatif merupakan sebuah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan

manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang

yang bersangkutan dalam bahasa dan peristilahannya.

Pendekatan penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk

membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta

dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Pendekatan ini juga bertujuan

untuk mendapatkan pemahaman bersifat umum yang diperoleh setelah

melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian,

kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-

kenyataan tersebut.6

4 Andi Bulaeng, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer, (Yogyakarta: Andi, 2004), h. 11-12. 5 Eduardus Dosi, Media Massa Dalam Jaringan Kekuasaan, (NTT: Ledalero, 2012), h. 95. 6 Lexy J.Moleong, Metode Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 157.

Page 23: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

7

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan

sejumlah data, baik yang tertulis maupu lisan dari orang-orang serta tingkah

laku yang diamati. Dalam hai ini, individu atau organisasi harus dipandang

sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Artinya, tidak boleh diisolasikan ke

dalam variabel atau hipotesis.7

Eriyanto mengutip pernyataan Cresswell, ada beberapa asumsi dalam

pendekatan kualitatif, yaitu peneliti kualitatif lebih mementinglan proses

daripada hasil, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi, peneliti

merupakan alat utama dalam pengumpulan data dan harus terjun ke lapangan

dan menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian,

interpretasi data dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.8

Metode penelitian yang dipakai adalah metode semiotika Ferdinand de

Saussure. Menurut Saussure semiotika adalah suatu bidang penelitian yang

mengkaji tentang bahasa yang harus dilihat secara “sinkronis” sebagai sebuah

jaringan hubungan yang menjembatani antara bunyi dan makna.9 Selain itu,

Saussure juga menyatakan bahwa bahasa adalah sebuah bentuk dari fenomena

sosial yang ditentukan oleh kebiasaan sosial. Bahasa bersifat otonom:

struktuur bahasa bukan merupakan cerminan dari struktur pikiran atau

7 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian,

(Yogyakarta: AR-RUZZ Media, 2011), h. 22. 8 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 3. 9

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 44.

Page 24: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

8

cerminan dari fakta-fakta. Struktur bahasa adalah milik bahasa itu sendiri

(Grenz, 20001: 180).10

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam

penelitian ini adalah meliputi tiga teknik pengumpulan data yaitu, obsevasi,

wawancara, dan pengumpulan dokumen yang semuanya terkait langsung

dengan subjek penelitian ini:

1) Observasi

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan

hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia

kenyataan yang diperoleh melalui observasi.11

Observasi merupakan

teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan dan

melakukan pencatatan sistematis terhadap fenomena yang diselidiki.

Dengan metode ini peneliti mengamati, merekam hasil wawancara, berfoto

dengan narasumber yaitu Bambang Prasetyo selaku Ketua Umum

GERKATIN, Juniati Effendi Wakil Ketua Umum GERKATIN, Wilma

Redjeki Wakil Sekretaris GERKATIN dan para anggota GERKATIN,

mecatat hal-hal yang berkaitan dengan dampak semiotika pola komunikasi

non verbal BISINDO terhadap pemaknaan bahasa isyarat alamiah pada

tuna rungu di komunitas Gerkatin Jakarta dan mempelajari secara singkat

bahasa isyarat kaum tunarungu BISINDO.

10

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 45. 11 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 309.

Page 25: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

9

TABEL. 01 Ringkasan Observasi Penelitian12

No Waktu Observasi

1 8 November 2016 Izin penelitian

Keadaan lingkungan:

1. Narasumber ramah, santun dan sopan.

2. Perizinan penelitian tidak dipersulit.

3. Komunkasi masih sulit dikarenakan

narasumber adalah tunarungu.

2 11 November

2016

Wawancara

Keadaan lingkungan:

1. Narasumber ramah, santun dan sopan.

2. Narasumber sangat teliti dan sabar

ketika menjelaskan kepada peneliti

karena pergantian komunikasi verbal

dan nonverbal.

3. Wawancara santai dan informatif.

4. Komunikasi lisan dan tulis karena

12

Rangkuman wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Tori Hermawan, Juniati Effendi, dan

Wilma Redjeki pada tanggal 11 November 2016 sampai dengan 27 Januari 2017.

Page 26: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

10

narasumber semuanya tunarungu.

3 15 Januari 2017 Wawancara

Keadaan lingkungan:

1. Narasumber ramah, santun dan sopan.

2. Ramai karena semua staff sedang

berkumpul dan ada tamu dari

komunitas Bravo.

3. Ceria, santai dan peneliti mengamati

serta mempelajari cara komunitas

Bravo dan GERKATIN berkomunikasi.

4. Wawancara singkat dan informatif.

5. Komunikasi lisan dan tulis karena

narasumber semuanya tunarungu.

4 25 – 27 Januari

2017

Keterangan data tambahan

Keadaan lingkungan:

1. Narasumber ramah, santun dan sopan.

2. Peneliti meminta keterangan penelitian

dan wawancara kepada phak

GERKATIN dan berfoto bersama.

Page 27: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

11

3. Komunikasi lisan dan tulis karena

narasumber semuanya tunarungu.

2) Wawancara

Wawancara adalah teknik yang dilakukan sebagai upaya

menhimpun data yang akurat untuk keperluan pemecahan masalah

penelitian. Kemudian data yang diperoleh dengan teknik ini adalah dengan

cara tanya jawab secara lisan dan bertatap muka langsung antara seorang

atau beberapa orang yang diwawacarai dan pewawancara.13

Peneliti

berkesempatan untuk mewawancarai para anggota Gerkatin yang terdiri

dari Bambang Prasetyo Ketua Umum GERKATIN, Juniati Effendi Wakil

Ketua Umum GERKATIN, Tori Hermawan Sekeretaris Umum

GERKATIN, dan Wilma Redjeki Wakil Sekretaris GERKATIN.

Wawancara yang dilakukan bertempat di kantor Komunitas GERKATIN

Jakarta Selatan pada tanggal 25 sampai 27 Januari 2017.

13 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), h. 20.

Page 28: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

12

TABEL. 02 Keterangan Narasumber dan Jenis Data14

No Informan Jenis Data Keterangan

1 Bambang

Prasetyo

Profil GERKATIN, Sejarah

BISINDO dan Contoh peragaan

bahasa isyarat BISINDO

Dua kali

wawancara

2 Juniati Effendi 1. Sejarah dan penjelasan

diterbitkannya buku pedoman

BISINDO Jakarta dan

Yogyakarta

Satu kali

wawancara

3 Tori

Hermawan

1. Sedikit perbedaan tentang

2. komunikasi BISINDO dan SIBI

Satu kali

wawncara

4 Wilma Redjeki Contoh memperagakan

komunikasi BISINDO dan

Perbedaan komunikasi

BISINDO Nasional dengan

BISINDO Jakarta

Satu kali

wawancara

14

Rangkuman wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Tori Hermawan, Juniati Effendi, dan

Wilma Redjeki pada tanggal 11 November 2016 sampai dengan 27 Januari 2017.

Page 29: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

13

3) Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan sebuah teknik untuk mencari dan

mendapatkan data mengenai hal-hal yang tertulis.15

Peneliti

mendokumentasikan hasil wawancara tertulis dengan pihak-pihak terkait

di atas serta mempelajari buku BISINDO khusus Jakarta yang diberikan

oleh narasumber sebagai bahan penelitian.

TABEL. 03 Studi Dokumen16

No. Data Isi

1 Wawancara tertulis Wawancara tentang terbentuknya

GERKATIN, sejarah BISINDO dan

BISINDO Khusus Jakarta, peragaan

contoh-contoh isyarat BISINDO

2 Buku Pedoman Isyarat

BISINDO Khusus Jakarta

untuk Guru dan Murid

Gambar peragaan dasar BISINDO dan

penjelasaanya

3 Brosur Profil umum, Sejarah singkat, visi dan

misi, susunan organisasi serta

15Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Yogyakarta : Rineka Cipta, 1998), h. 9. 16

Rangkuman wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Tori Hermawan, Juniati Effendi, dan

Wilma Redjeki pada tanggal 11 November 2016 sampai dengan 27 Januari 2017.

Page 30: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

14

kegiatan dan program kerja

GERKATIN

5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alur teknik analisis data

kualitatif model interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984).

Ada empat macam kegiatan dalam analisa data kualitatif, yaitu pengumpulan data,

reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan / verifikasi.17

Berikut

penjabara tahap-tahapnya:18

a. Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini dilakukan sebelum penelitian menuju akhir. Peneliti

melakukan ketiga prosses pengumpulan data di atas mulai dari masih

berbentuk konsep (draft) sampai selesai.

b. Tahap Reduksi Data

Tahap ini merujuk pada proses pemilihan, pemokusan,

penyederhanaan, abstraksi dan pentransformasian “data mentah” yang

terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Jadi, peneliti merangkum

dan memilih data-data yang dianggap penting untuk dikumpulkan melalui

wawancara dan analisis.

17 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatf untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h. 163. 18 Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h.

129-133.

Page 31: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

15

c. Tahap Display Data

Setelah direduksi, kemudian data disajikan dalam bentuk uraian

atau penjelasan (teks naratif). Dengan adanya display data, maka data yang

diperoleh akan lebih mudah dikelompokkan dan dipahami.

d. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Tahap ini merujuk kepada jawaban dari pertanyaan yang peneliti

ajukan sebelumnya, kemudian ditarik kesimpulan baru yang didasari oleh

data-data yang sudah didapatkan, berupa pemaparan dan interpretasi

penemuan peneliti.

6. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah GERKATIN sebagai salah satu

komunitas bahasa isyarat BISINDO yang ada di Indonesia. Sedangkan objek

penelitiannya adalah pola komunikasi non-verbal BISINDO terhadap

pemaknaan bahasa isyarat alamiah pada tunarungu.

7. Tempat dan Waktu Penelitian

Kantor komunitas GERKATIN Jakarta Selatan, jalan Ranco Indah

Dalam No. 47 BC – Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Waktu pelaksanaan

penelitian ini dimulai tanggal 25 sampai 27 Januari 2017.

8. Pedoman Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi

Page 32: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

16

dkk yang diterbitkan oleh CeQDA 2015 (Center for Quality Development and

Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Tinjauan Pustaka

Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku

yang membahas tentang media massa, berita dan studi kasus. Oleh karena itu,

untuk menghindari hal-hal yang menjiplak hasil karya orang lain, maka penulis

mempertegas perbedaan antara masing-masing judul yang sedang dibahas yaitu,

sebagai berikut:

1. Wuri Ariyani, “Realisasi Hak Publik Dalam Produksi Berita Bahasa Isyarat

Di Televisi (Studi Kasus Program Berita Indonesia Malam Versi Bahasa

Isyarat di TVRI)”. Skripsi ini disusun di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014, dengan membatasi masalahnya pada

produksi berita Indonesia Malam TVRI versi bahasa isyarat. Dalam penelitian

ini peneliti memaparkan realisasi atau pemenuhan hak tunarungu dalam

mendapatkan informasi melalui perancangan produksi berita versi bahasa

isyarat yang dilakukan pihak TVRI.

2. Hamidah, “Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang Tuna

Rungu (Studi Kasus di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation

Joglo – Kembangan Jakarta Barat)”. Skripsi ini disusun di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014, dengan membatasi

masalahnya pada pola komunikasi penyandang tunarungu melalui komunikasi

antar pribadi yang bersifat nonverbal serta difokuskan kepada penyandang

tunarungu ringan dan tunarungu berat.

Page 33: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

17

3. Nur Fajri Rahmawati, “Semiotika Sosial Hukum Bertabaruj pada Kuku bagi

Wanita Muslimah dalam Program Berita Islami Masa Kini dan Mozaik

Islam di Trans TV”. Skripsi ini disusun di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014, dengan membatasi masalahnya pada

tayangan tentang konstruksi media yang dilakukan dalam episode hukum

bartabaruj pada kuku bagi wanita, yang menurut islam arti bertabaruj adalah

memamerkan kecantikannya (wanita) kepada yang bukan mahramnya.

Penelitian ini difokuskan dalam program Berita Islami Masa Kini dan Mozaik

Islam Trans TV dalam episode hukum bertabaruj pada kuku bagi wanita.

4. Rizqi Nurul Ilmi, “Strategi Komunikasi Guru Dalam Penanaman Nilai-

Nilai Pendidikan Agama Pada Anak Penyandang Tunagrahita Di SLB-C

Tunas Kasih I Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013, dengan membatasi

masalahnya pada ruang lingkup bentuk komunikasi yang digunakan antara

guru dengan murid penyandang tunagrahita dalam penananman nilai-nilai

agama.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, maka peneliti membagi

pembahasannya ke dalam lima bab yang dibagi ke dalam sub-sub bab. Adapun

sistematika penulisan skripsi ini ialah sebagai berikut:

Page 34: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

18

Bab I Pendahuluan

Bab ini akan memaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan dan

rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, metodologi penelitian,

tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Bab ini menjelaskan tentang Bahasa Sebagai Alat Komunikasi,

Komunikasi Verbal dan Komunikasi Nonverbal, Bahasa Isyarat, Jenis Bahasa

Isyarat, Tunarungu, Semiotika, Semiotika Struktural dan Model Semiotika

Ferdinand de Saussure.

Bab III Landasan Umum

Bab ini berisikan mengenai profile Gerakan Kesejahteraan Tunarungu

Indonesia (GERKATIN) Jakarta Selatan. Sedangkan objek penelitiannya adalah

penjelasan singkat sejarah berdirinya Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).

Bab IV Temuan dan Analisis Data

Bab ini peneliti mendeskripsikan tentang Bahasa Isyarat Indonesia di

Komunitas Gerakan Nasional Tunarungu Indonesia.

Bab V Penutup

Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan saran dari peneliti mengenai

hal-hal yang telah dibahas oleh peneliti dalam skripsi ini.

Page 35: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

19

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL DAN LANDASAN TEORI

A. Kerangka Konseptual

1. Bahasa Sebagai Alat Komunikasi

Dalam pengertian populer, bahasa adalah bentuk percakapan;

sementara dalam ruang lingkup wacana linguistik bahasa dapat diartikan

sebagai simbol bunyi bermakna dan berartikulasi yang bersifat arbitrer dan

konvensional.1 Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud

untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan

oleh seseorang bisa dipahami dan dimengerti oleh lawan bicaranya melalui

bahasa yang diungkapkan. Selain itu, bahasa juga memiliki kemampuan untuk

menyatakan lebih daripada apa yang disampaikan.

Bahasa dapat dikatakan sebagai satu-satunya sarana yang

menjembatani komunikasi antar manusia. Karena bahasa adalah milik

manusia, maka bahasa merupakan suatu ciri pembeda utama komunikasi

manusia dengan cara komunikasi makhluk lainnya. Manusia merupakan

makhluk individual dan makhluk soaial. Untuk memenuhi hasrat sebagai

makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa untuk berinteraksi

dengan sesamanya. Untuk itu, bahasa mempunyai fungsi yang amat penting

bagi kehidupan manusia, terutama sebagai fungsi komunikatif.

1 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 274.

Page 36: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

20

Jika kita merujuk pada definisi bahasa di atas, maka penggunaan

bahasa hanya dapat dilakukan jika organ pendengaran dan bicara kita

berfungsi, sehingga informasi yang berupa simbol sandi konseptual secara

vokal dapat tersampaikan kepada penerima pesan. Bahasa juga terbatas

penggunaan pada suatu komunitas di mana bahasa tersebut diangkat untuk

disetujui dan dipahami bersama pengertiannya. Karena itulah kita mengenal

perbedaan bahasa bergantung pada tiap kebudayaan atau kelompok manusia

yang menggunakannya. Bahasa dapat bersifat arbitrer asalkan makna kata

tersebut dapat diterima secara komunitas dan disetujui sebagai bentuk bahasa.

Namun syarat bahasa ternyata tidak hanya terbatas pada penggunaan

organ pendengaran dan bicara saja, jauh sebelum bahasa lisan terbentuk

manusia telah mengenal bentuk bahasa lain, yakni bahasa tubuh dimana

komunikasi menggunakan alat gerak tubuh untuk membentuk simbol tertentu

yang membentuk makna tertentu.

Penggunaan bahasa tubuh tersebut diaplikasikan ke dalam bentuk

bahasa isyarat sebagai bentuk komunikasi kaum tuna rungu. Kaum tuna rungu

tidak mampu memanfaatkan alat bicara mereka sehingga mereka akan

menggunakan alat gerak tubuh yang lain untuk mengekspresikan isi pikiran

dan penerima akan menerima simbol-simbol tubuh tersebut sebagai sebuah

pesan. Bahasa isyarat merupakan alat komunikasi utama pada kaum tuna

rungu dimana ciri bahasa tersebut memanfaatkan indera penglihatan dan alat

gerak tubuh.

Page 37: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

21

a. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan

satu kata atau lebih.2 Artinya, semua usaha yang kita lakukan secara sadar

untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Sedangkan sarana

untuk mengungkapkannya disebut dengan bahasa verbal. Jacobson dalam

buku “Pesan, Tanda dan Makna” karya Marcel Danesi mengungkapkan

bahwa komunikasi verbal jauh dari sekedar pemindahan informasi yang

sederhana.3

Bahasa mampu mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiran

komunikator, baik hal konkret atau pun hal abstrak. Semua hal dapat

dibicarakan melalui komunikasi verbal, baik itu yang terjadi saat ini, di

masa lampau maupun rencana-rencana yang disusun untuk masa

mendatang. Oleh karena itu, komunikasi ini merupakan jenis komunikasi

yang paling sering digunakan oleh manusia.

Dengan adanya bahasa, memungkinkan kita untuk mengungkapkan

hal-hal yang ada di dalam pikiran yang tidak mungkin untuk diungkapkan

dengan lambang lain. Dalam komunikasi verbal, bahasa mempunyai dua

jenis pengertian, yaitu makna denotatif dan makna konotatif.4 Makna

denotatif merupakan jenis bahasa yang mengandung arti sebenarnya

(tercantum di dalam kamus) dan dapat diterima secara umum oleh

2 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, h. 52.

3 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h.123.

4 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, h. 35.

Page 38: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

22

masyarakat yang berbudaya serta berbahasa yang sama. Pesan denotatif

tidak akan menimbulkan interpretasi pada komunikan ketika pesan itu

disampaikan. Sedangkan makna konotatif merupakan jenis bahasa yang

mengandung pengertian emosional atau evaluatif. Hal ini disebabkan

karena orang yang satu dengan yang lainnya dapat menginterpretasikan

pesan konotatif secara berbeda-beda. Maka dari itu, ketika suatu pesan

konotatif tidak dapat terhindari, komunikator harus bisa menjelaskannya

agar semua dapat mengerti dan mengiterpretasikannya secara sama.

b. Komunikasi Nonverbal

Secara sederhana komunikasi nonverbal didefinisikan sebagai

komunikasi tanpa kata-kata atau dengan selain kata-kata yang digunakan.5

Selain itu, komunikasi nonverbal juga merupakan bentuk penyampaian

pesan yang dikemas tanpa kata-kata.6 Jadi bisa dikatakan juga sebagai

pertukaran pesan dengan menggunakan media body language (gerak

tubuh), mimik wajah, kontak mata dan sentuhan.

Malandro dan Barker yang dikutip dari Ilya Sunarwinadi;

Komunikasi Antar Budaya memberikan batasan-batasan komunikasi

nonverbal, yaitu komunikasi nonverbal merupakan komunikasi tanpa kata-

kata, komunikasi nonverbal terjadi bila individu berkomunikasi tanpa

menggunakan suara, komunikasi nonverbal adalah setiap hal yang

5 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h.

308. 6 Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Inerpersonal, (Yogyakarta: KANISIUS, 2003),

h. 26.

Page 39: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

23

dilakukan oleh seseorang yang diberi makna oleh orang lain dan

komunikasi nonverbal adalah studi mengenai ekspresi wajah, sentuhan,

waktu, gerak isyarat, bau, perilaku mata dan lain-lain.7

Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau

diungkapkan karena spontan. Disamping itu, komunikasi nonverbal juga

lebih sulit ditafsirkan karena kabur. Kekaburan ini disebabkan karena

struktur komunikasi nonverbal tidak jelas. Cara mempelajari komunikasi

nonverbal pun lebih sulit daripada mempelajari komunikasi verbal. Sebab

perbendaharaan kata, tata kalimat, dan tata bahasanya sulit ditunjuk.8

c. Bahasa Isyarat

Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi

manual, bahasa tubuh dan gerak bibir, bukannya suara untuk

berkomunikasi. Kaum tunarugu adalah kelompok utama yang

menggunakan bahasa ini. Bahasa isyarat biasanya pengkombinasian dari

bentuk, orientasi dan gerak tangan, lengan, tubuh serta ekspresi wajah

untuk mengungkapkan isi pikiran.9

Bahasa isyarat merupakan jenis komunikasi non verbal karena

merupakan bahasa yang tidak menggunakan suara tetapi menggunakan

bentuk dan arah tangan, pergerakan tangan, bibir, badan serta ekspresi

wajah untuk menyampaikan maksud dan pikiran dari seorang penutur.

Belum ada bahasa isyarat internasional karena bahasa isyarat di tiap

7 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial

Universitas Indonesia, TT), h. 32. 8 Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Inerpersonal, h. 26-27.

9 Bahasa Isyarat, https://id.wikipedia.org/ diakses pada 22 April 2017 pukul 11.14 WIB.

Page 40: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

24

negara belum tentu sama. Ada beberapa bahasa isyarat yang dipakai di

suatu negara tetapi tidak ditemukan di negara lain. Bahasa isyarat biasanya

berkembang sesuai dengan lingkungan dan budaya setempat. Beberapa

bahasa isyarat yang ada adalah American Sign Language (ASL), French

Sign Language (LSF), German Sign Language (DGS), dan Arabic Sign

Language (ArSL).

Para penderita tuna rungu dan tuna wicara di Indonesia

berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat yang mengacu pada dua

sistem yaitu BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) dan SIBI (Sistem

Isyarat Bahasa Indonesia).10

BISINDO dikembangkan oleh orang tuna

rungu sendiri melalui GERKATIN (Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu

Indonesia). SIBI dikembangkan oleh orang normal, bukan penderita tuna

rungu. SIBI sama dengan bahasa isyarat yang digunakan di Amerika yaitu

American Sign Language (ASL).

Isyarat dapat didefinisikan secara sederhana sebagai penggunaan

tangan, lengan, dan kadang-kadang kepala untuk membuat tanda.11

Banyak terdapat persamaan isyarat di berbagai budaya, baik sejauh mana

isyarat itu digunakan maupun penafsiran dalam penggunaan isyarat

tertentu.

Isyarat mencakup keseluruhan lingkup signifikasi. Penggunaan

telunjuk merupakan bentuk manisfestasi dari penunjukan indeksikal untuk

menunjukkan arah dan sumber acuan jarak, meskipun bisa dilakukan oleh

10

Bahasa Isyarat, https://id.wikipedia.org/ diakses pada 22 April 2017 pukul 11.14 WIB. 11

Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, h. 65-66.

Page 41: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

25

bagian tubuh yang lain. Isyarat ikonis biasanya digunakan untuk

mempresentasikan benuk benda. Biasanya komunikasi isyarat ikonis

mengacu pada bentuk benda yang direpresentasikan oleh tangan. Selain

itu, jari juga dapat merepresentasikan isyarat sebuah simbol. Ladzimnya,

isyarat jari digunakan untuk bahasa kaum tunarungu. Ada pula isyarat

simbolis yang biasa digunakan bedasarkan kesepakatan bersama untuk

melalukan protokol interaksi seperti bentuk penyambutan terhadap suatu

hal, penegasan atau pun bentuk penolakan secara halus.12

Saat ini, banyak masyarakat yang telah mengembangkan “bahasa

gerakan” untuk individu-individu yang memiliki keterbatasan dalam

bekomunikasi, baik dalam pendengaran maupun dalam berbicara. Bahasa

ini dikenal dengan nama bahasa isyarat (sign language). Istilah tanda

(sign) digunakan sebagai sinonim dari isyarat (gesture). Bahasa isyarat

mempunyai banyak kesamaan dalam bentuk struktur dengan bahasa vokal.

Gerakan tangan bersifat spasial dan orientatif, serta ekspresi wajah dan

gerakan tubuh menjadi tata bahasa dan kosakata dalam bahasa ini.

Bahasa Isyarat merupakan salah satu bentuk bahasa yang bisa

dipelajari dengan mengutamakan komunikasi menggunakan bahasa tubuh,

ekspresi muka dan beberapa sinyal yang bukan manual dan bukan pula

suara. Bahasa isyarat ini banyak digunakan oleh orang dengan gangguan

12

Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, h. 67.

Page 42: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

26

pendengaran atau penyandang difabel rungu.standar bahasa isyarat yang

digunakan di dunia adalah American Sign Language (ASL).13

Di Indonesia, sistem umum yang digunakan ada dua yakni

BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) yang dikembangkan oleh difabel

rungu sendiri melalui GERKATIN (Gerakan Kesejahteraan Tunarungu

Indonesia) dan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) yang merupakan

hasil rekayasa orang normal yang sama dengan sistem isyarat Amerika

yaitu ASL (American Sign Language).14

d. Jenis Bahasa Isyarat

1. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)

Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) merupakan salah satu

media yang membantu komunikasi sesama kaum tuna rungu di dalam

masyarakat yang lebih luas (Departemen Pendidikan Nasional, 2002).

Wujudnya adalah tatanan yang sistematis tentang seperangkat isyarat

jari, tangan, dan berbagai gerak yang melambangkan kosa kata bahasa

Indonesia.

SIBI juga merupakan salah satu media yang membantu sesama

kaum difabel rungu di dalam masyarakat yang lebih luas. Wujud SIBI

adalah tatanan yang sistematis tentang seperangkat isyarat jari tangan,

dan berbagai gerak yang melambangkan kosakata bahasa Indonesia.

13 Hanny Novitasari Susanto, Aplikasi Pembelajaran Bahasa Isyarat untuk Tunawicara dengan

Standar American Sign Language, Jurnal Ilmiah Universitas Surabaya, (Surabaya: Universitas Suurabaya,

2014), h. 2 e-journal.ubaya.ac.id/ diakses pada 08 November 2016 pukul 10.30 WIB. 14 Martin Luter, dkk, SO-Ice (Sign To Voice) Aplikasi Alat Bantu Komunikasi untuk Tunarungu

Wicara, h. 5 https://repository.telkomuniversity.ac.id diakses pada 08 November 2016 pukul 10.46 WIB.

Page 43: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

27

Kamus SIBI mengacu pada sistem isyarat struktural bukan sistem

isyarat konseptual.15

2. Bahasa Isyarat Konseptual / BISINDO

Bahasa isyarat konseptual merupakan bahasa isyarat yang

resmi digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah. Bahasa isyarat

ini sering digunakan oleh difabel rungu dalam berinteraksi dengan

sesama kelompok mereka. Adapun sistem bahsa isyarat konseptual

adalah BISINDO. BISINDO adalah sistem komunikasi yang praktis

dan efektif untuk penyandang difabel rungu Indonesia yang

dikembangkan oleh difabel rungu sendiri.

BISINDO digunakan untuk berkomunikasi antar individu

sebagaimana halnya dengan bahasa Indonesia pada umumnya. Melalui

BISINDO difabel rungu dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan

leluasa dan mengekspresikan dirinya sebagai warga Negara Indonesia

yang bermartabat sesuai dengan falsafah hidup dan HAM (Hak Asasi

Manusia).16

BISINDO dikembangkan dan disebar luaskan melalui

wadah organisasi GERKATIN (Gerakan untuk Kejejahteraan

Tunarungu Indonesia). Pada saat ini pusat BISINDO sedang mengkaji

15

Ahmad Wasita, Seluk Beluk Tunarungu dan Tunawicara Serta Strategi Pembelajarannya, (Yogyakarta:

Javalitera, 2012), h. 72-73. 16

Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11

November 2016 pukul 14.00 WIB.

Page 44: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

28

penyusunan standar, penyusunan kamus BISINDO, dan buku mata

pelajaran BISINDO.17

.

Gambar. 01 Abjad Huruf Dalam Bahasa Isyarat Indoensia (BISINDO)18

3. Tunarungu

Terdapat berbagai istilah yang berkembang di masyarakat untuk anak

yang mengalami gangguan pendengaran, misalnya terdapat istilah: tuli, bisu,

tunawicara, cacat dengar, kurang dengar atau tunarungu. Namun istilah yang

paling populer di masyarakat dan di dunia pendidikan adalah tunarungu.

Istilah tunarungu diambil dari kata „tuna‟ dan „rungu‟, tuna berarti kurang dan

rungu artinya pendengaran. Istilah yang biasanya digunakan untuk

menjelaskan anak yang mengalami gangguan pendengaran adalah tunarungu

atau dalam keseharian masyarakat biasanya mereka disebut dengan anak tuli.

Seseorang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu atau kurang mendengar.

Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak ada bedanya dengan anak

17

Hanny Novitasari Susanto, h. 2 e-journal.ubaya.ac.id/ diakses pada 08 November 2016 pukul

11.10 WIB. 18

http://www.kompasiana.com/anggakade/kelas-komunikasi-isyarat_54f42421745513942b6c8883 diakses pada 26 Januari 2017 pukul 19.58

Page 45: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

29

normal lainnya, akan tetapi pada saat berkomunikasi baru dapat diketahui

bahwa mereka tunarungu.

Murni Winarsih mengungkapkan bahwa penyandang tunarungu adalah

seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan

mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak

berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat

menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari, yang

berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks terutama pada

kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting.19

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa penyandang

tunarungu adalah seseorang yang tidak mampu mendengar tanpa

menggunakan alat bantu mendengar, yang diakibatkan oleh kerusakan organ

pendengaran, baik disebabkan oleh faktor prenatal, natal, maupun postnatal.

Ketunarunguan berdampak besar dalam kehidupan penyandang tunarungu,

terutama dalam kehidupan sosial, dimana anak tunarungu tidak mampu

berkomunikasi secara lancar dengan orang lain.

Selain itu Efendi juga mengemukakan bahwa penyandang tunarungu

adalah seseorang yang mengalami kerusakan satu atau lebih organ telinga

dalam proses pendengarannya sehingga organ tersebut tidak dapat berfungsi

sebagaimana mestinya.20

Jadi dari pendapat tersebut penyandang tunarungu

adalah mereka yang tidak mampu mendengar secara total atau sebagian

19 Murni Winasih, Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu dalam Pemerolehan Bahasa, (Jakarta:

Depdikbud Dirjendikti, 2007), h. 22. 20

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2007), h. 57.

Page 46: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

30

melalui telinga, kecuali menggunakan Alat Bantu Mendengar (ABM).

Ketidakmampuan mendengar tersebut dapat terjadi disalah satu organ telinga

maupun keduanya, yang disebabkan oleh penyakit, keturunan maupun karena

kecelakaan. Apabila terjadi kerusakan pada organ telinga, tentu saja

mengakibatkan telinga tidak dapat berfungsi secara optimal untuk mendengar.

Dengan demikian ketunarunguan dibagi menjadi dua, yaitu tunarungu

total dan tunarungu sebagian (hard of hearing). Penyandang tunarungu total

adalah seseorang yang mengalami kehilangan pendengaran sehingga

menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai

atau tidak memakai alat bantu dengar. Sedangkan tunarungu sebagian adalah

seseorang yang apabila menggunakan alat bantu dengar sisa pendengarannya

cukup memungkinkan untuk memperoleh informasi bahasa.

B. Landasan Teori

1. Semiotika

Semiotika merupakan bagian kajian ilmu atau metode analisis yang

mengkaji tentang tanda. Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh

komunikasi. Bidang kajian ini mempelajari bagaimana manusia melakukan

hal-hal yang terjadi dan memaknai arti dibalik tanda-tanda tersebut dan

mengkomunikasikan kepada sesamanya. Manusia dengan perantaraan tanda-

tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian semiotika

dibagi menjadi dua, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi.

Semiotika komunikasi menitikberatkan pada teori tentang produksi

tanda yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam

Page 47: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

31

komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran

komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan semiotika

signifikasi menitikberatkan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu

konteks tertentu.21

Semiotika berasal dari bahasa Yunani Semeion yang berarti tanda.

Menurut padangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke

dalam berbagai cabang ilmu dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk

memandang berbagai wacana sosial ke dalam fenomena bahasa.22

Bahasa

dijadikan model dalam berbagai wacana. Bila seluruh praktek sosial bisa

dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semua bisa dipandang sebagai

tanda.

Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yaitu Ferdinand de

Saussure yang berasal dari Eropa (1857-1913) dan Charles Sander Pierce dari

Amerika (1839-1914). Kedua ilmuan ini mengembangkan ilmu semiotika

secara terpisah. Saussure dengan latar belakang ilmu linguistik dan menyebut

ilmu yang sedang dikembangkannya dengan istilaah semiologi. Sedangkan

Pierce dilatarbelakangi dari ilmu filsafat dan menyebutnya dengan semiotika.

Baik semiotika dan semiologi sama-sama bisa saling menggantikan,

karena keduanya mengacu pada ilmu tentang tanda.23

Dalam studi komunikasi

semiotika dapat dipahami sebagai tanda (signs) dan simbol yang merupakan

21 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.15. 22 Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna, (Jakarta: PT.

Serambi Ilmu Semesta, 2011), h. 262. 23 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.12.

Page 48: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

32

tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi.24

Tradisi semiotik

mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili obyek, ide,

situasi, keadaan, perasaan dan sebagainya yang berada diluar diri.25

Adapun

konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika dalam komunikasi adalah

“tanda” yang memiliki arti a stimulus designating something other than itself.

Teori tentang tanda yang menggagas pertamakali adalah filosof dari abad

kesembilan belas yaitu Charles Saunders Peirce serta Ferdinant de Sasuusure

walaupun keduanya memiliki paradigma yang berbeda.26

Para ahli pun tidak

mau dipusingkan oleh kedua istilah tersebut, karena menurut mereka

keduanya sama saja. Alex Sobur mengutip dari Tomy Christomy (2013: 7)

menyebutkan: ada kecenderungan, istilah semiotika lebih populer daripada

istilah semiologi sehingga para penganut Saussure pun sering

menggunakannya.27

Dalam perkembangannya pun, istilah semiotika lebih

sering digunakan oleh para ilmuan sampai saat ini.

Dalam definisi Saussure yang dikutip Sobur, semiologi merupakan

sebuah ilmu yang mengkaji tentang kehidupan tanda-tanda di tengah

masyarakat dan dengan demikian menjadi disiplin ilmu psikologi sosial.

Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda

24 Morissan, Teori Komunikasi Individu hingga Massa , (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,

2013), h. 32. 25 Morissan, Teori Komunikasi Individu hingga Massa, h. 32. 26 Morissan, Teori Komunikasi Individu hingga Massa, h. 33. 27 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 7.

Page 49: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

33

beserta dengan kaidah-kaidah yang mengaturnya.28

Dengan demikian,

pengikut Saussure menegaskan perbedaan semiologi dan semiotika.

Semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses tanda-tanda yang dapat

dijabarkan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima

istilah:29

Gambar. 02. Bentuk Komunikasi Semiotika Saussure30

S ( s, i, e, r, c )

S untuk semiotic relation (hubungan semiotik); s untuk sign (tanda); i

untuk interpreter (penafsir); e untuk effect (pengaruh); r untuk reference

(rujukan); dan c untuk context (konteks) atau conditions (kondisi). Semiotika

berusaha menjelaskan tentang ilmu tentang tanda; secara sistematik

menjelaskan esensi, cirri-ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi

yang menyertainya.

Sementara, istilah semiotika atau semiotik, yang dimunculkan pada

akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik, Charles Sander Pierce,merujuk

28 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 12. 29 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 17. 30

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 17.

Page 50: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

34

kepada “doktrin formal tentang tanda-tanda”.31

Dasar dari semiotika adalah

tidak harus selalu berhubungan dengan konsep tentang tanda (bahasa dan

sistem komunikasi), melaikan juga dunia itu sendiri (sejauh terkait dengan

pikiran manusia selalu terdiri dari tanda-tanda. Jika tidak begitu, manusia

tidak dapat menjalin hubungan dengan realitas. Bahasa merupakan sistem

tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda

nonverbal dapat dipandang sebagai jenis bahasa yang tersusun dari tanda-

tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan hubungan dari keduanya.

Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal

yang tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan ,berita). Karena sistem

tanda sifatnya sangat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda

tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai

kontruksi sosial dimana pengguna tanda tersebut berada.32

a. Semiotika Struktural

Kata struktur dapat diartikan dengan kaitan-kaitan yang tetap dan

teratur antara kelompok-kelompok gejala.33

Adapun strukturalisme

merujuk pada suatu gerakan intelektual yang berpusat di Perancis di tahun

1960 an. Gerakan intelektual ini memahami bahwa fenomena hidup

manusia tidak dapat dipahami kecuali adanya saling keterhubungan antara

31 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 13. 32

Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010) h. 3. 33 Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa mengungkap hakekat bahasa, makna dan tanda,

(Bandung:Rosdakarya, cet-2, 2009), h. 102.

Page 51: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

35

sesamanya dan membentuk struktur melalui sebuah hubungan.34

Dalam

pengertian lain, strukturalisme adalah suatu cara berpikir yang memandang

suatu realitas sebagai suatu kesatuan terdiri dari struktur-struktur yang

saling berkaitan yaitu meliputi transformasi dan keutuhan maupun

penagaturan diri dalam sistem itu sendiri.35

Bagi kaum strukturalis manusia tidak digambarkan sebagai sebagai

pencipta struktur melainkan sebagai hasil dari sebuah struktur. Pemikiran

ini berlawanan dengan aliran eksistensialisme yang menganggap bahwa

manusia itu makhluk bebas.36

Dalam hal tersebut, Ferdinad de Saussure

memandang bahwa struktur semacam itu sebagai institusi sosial yang

berjangka panjang dan dengan demikian hubungan antara bahasa dengan

realitas sifatnya adalah arbiter.37

Lahirnya Strukturalisme melalui pandangan Ferdinand de Saussure

berkaitan dengan strukturalisme pada bidang linguistik. Bahasa menurut

Ferdinand de Saussure tak hanya sebagai karya musik dalam sebuah

permainan simponi melainkan terdiri atas unsur parole (ucapan manusia)

serta hubungan jaringan „sinkronis‟, yaitu hubungan antara bunyi dan

makna. Bagi Saussure, bahasa adalah sebuah keutuhan yang berdiri

sendiri.38

Sehingga dapat dikatakan bahwa Ferdinand de Saussure

merupakan pelopor di bidang pengembangan konsep teori Strukturalisme

34 Simon Blackburn, Kamus Filsafat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) Terjemahan Yudi

Santoso, h. 838. 35 Simon Blackburn, Kamus Filsafat, h. 102. 36 Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa mengungkap hakekat bahasa, makna dan tanda, h. 103. 37 Mariane W Jorgensen dan Louise J.Philips, Analisis Wacana Teori dan Metode, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007), Terjemahan Imam Suyitno dkk (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2007), h. 19. 38 Kaelan M.S, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, (Yogyakarta: Paradigma, 2009), h.

182.

Page 52: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

36

dalam ilmu pengetahuan lain. Salah satu contohnya adalah teori Claude

Levi-strauss di bidang ilmu antropologi budaya dan M.Faucault dengan

sejarah kebudayaannya.39

Konsep yang dikembangkan oleh Saussure berdasar pada makna

yang diperkenalkan dalam teori strukturalisme, yaitu signifiant dan signife,

kemudian langage, parole dan langue serta sinkroni dan diakroni.40

Gagasan tersebut lahir dalam sebuah tulisan karya buku yang berjudul

Course de Linguistique Generale41

yang membuatnya terkenal di sejumlah

ilmuwan terkemuka dalam bidang linguistik.

Pendekatan strukturalisme atas kebudayaan dikenal pada periode

tahun 1950-an, dengan dua tokoh utama yaitu Levi-Strauss dan Roland

Barthes, serta kemudian Charles Sanders Peirce dan Marshall Sahlins.

Namun demikian, akar pendekatan ini sesungguhnya mulai dikembangkan

oleh Ferdinand de Saussure pada periode 1900-an. Oleh sebab itu, kajian

tentang semiotika ini pada dasarnya adalah sebuah upaya untuk menelusuri

kembali pemikiran-pemikiran para tokoh tersebut.

Strukturalisme adalah aliran pemikiran yang secara ilmiah

(objektif, ketat, berjarak), mencari struktur terdalam dari realitas yang

tampak kacau dan beraneka ragam di permukaan. Berikut ini beberapa

gagasan pokok Strukturalisme, yang dipelopori oleh Levi-Strauss dalam

mendekati masalah kebudayaan (Philip Smith, 2001).

39 Kaelan M.S, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, h. 103. 40 K.Bertens, Filsafat Barat abad XX jilid II Perancis, h. 381. 41 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 45.

Page 53: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

37

Pertama, yang dalam menjelaskan apa yang ada di permukaan.

Kehidupan sosial sekilas tampak kacau, tak beraturan, beragam, dan tak

dapat diprediksi, namun sesungguhnya hal itu hanya di permukaan. Di

balik atau di dalamnya, terdapat mekanisme genaratif yang kurang lebih

konstan.

Kedua, yang dalam itu terstruktur. Mekanisme generatif yang ada

di dalam itu tidak hanya eksis dan bersifat potensial, melainkan juga

terorganisasi dan berpola. Kaum strukturalis percaya, bahwa struktur

―yang dalam‖ tersebut terdiri atas blok-blok unsur yang bila

dikombinasikan dapat dipakai untuk menjelaskan yang ada dipermukaan.

Ketiga, kebudayaan itu seperti bahasa. Strukturalisme dipengaruhi

oleh linguistik struktural, yaitu bahasa dianggap sebagai sistem yang

terdiri atas kata-kata, bahkan unsur-unsur mikro seperti suara. Relasi antar

unsur ini memungkinkan bahasa menyampaikan informasi untuk

menandai (to signify). Pendekatan strukturalis atas kebudayaan berfokus

pada identifikasi unsur-unsur yang bersesuaian dan bagaimana cara unsur-

unsur itu diorganisasi untuk menyampaikan pesan.

Keempat, pendekatan struktural cenderung mengurangi,

mengabaikan, dan bahkan menegasi peran subjek. Tekanannya ialah pada

peranan dan pengaruh sistem kultural daripada kesadaran dan perilaku

individual. Para strukturalis menentang eksistensialisme dan fenomenogi

yang dianggap terlalu individualistik dan kurang ilmiah, serta dianggap

Page 54: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

38

melupakan peranan masyarakat dan kebudayaan yang membentuk cara

berfikir dan bertindak individu.

Teori strukturalisme semiotik merupakan penggabungan dua teori

strukturalisme dan teori semiotik. Menurut Alex Sobur (2003: 143)

strukturalisme tidak dapat dipisahkan dengan semiotika, karena karya

sastra merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna.42

Tanpa

memperhatikan sistem tanda-tanda, dan maknanya serta konvensi tanda,

struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal.43

Menurut Alex Sobur dalam buku “Analisis Teks Media, Suatu

Pengantar Untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik, dan Analisis

Framing (2001: 105), juga menyatakan strukturalisme memandang bahwa

keterkaitan dalam struktur itulah yang mampu memberi makna yang tepat.

Inner structure dari suatu karya sastralah yang menjadi objek telaah

strukturalisme. Strukturalisme semiotik adalah strukturalisme yang dalam

membuat analisis pemaknaan suatu karya sastra mengacu pada semiologi.

Semiologi atau semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda dalam bahasa

dan karya sastra.44

Saussure mengedepankan pendekatan sinkronik daripada diakronik

(kesejarahan) atas bahasa. Ini berarti ia ingin memetakan sebuah sistem

bahasa pada suatu momen tertentu, dan tidak mau terjebak dalam

penelusuran sejarah kata. Ia membedakan langue (bahasa, language)

42

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. h. 143. 43

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 143. 44

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik,

dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 105.

Page 55: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

39

dengan parole (ucapan, speech). Parole adalah apa yang diucapkan orang

pada saat dan masa tertentu, sedangkan langue adalah struktur yang ada di

dalam keseluruhan sistem tanda yang mendasari parole. Fokus kajian

Saussure adalah pada langue (struktur). Dengan menekankan sifat arbitrer

penandaan, logika, dan struktur internal bahasa, ia ingin menunjukkan

bahaw bahasa merupakan fenomena yang sui generis. Artinya, bahasa itu

otonom sebab makna diproduksi dalam sistem linguistik melalui sebuah

sistem pembedaan.

Berdasarkan hal tersebut, Amir Pilliang (2003), menyimpulkan

paling tidak ada enam prinsip semiotika struktural yang dikembangkan

oleh Saussure.45

Pertama, prinsip struktural. Saussure memandang relasi

tanda sebagai relasi struktural, yang di dalamnya tanda dilihat sebagai

sebuah kesatuan antara sesuatu yang bersifat material, yang oleh Roland

Barthes sebagai penerus Saussure disebut penanda (signifier) dan sesuatu

yang bersifat konseptual, yang disebut petanda (signified). Dalam kaitan

inilah, semiotika yang dikembangakan Saussure biasa disebut semiotika

struktural (structural semiotics), dan kecenderungan ke arah pemikiran

struktur ini disebut strukturalisme (structuralism).

Strukturalisme dalam semiotika tidak menaruh perhatian pada

relasi kausalitas antara suatu tanda dan causa prima-nya, antara bahasa

dan realitas yang direpresentasikannya, melainkan pada relasi secara total

unsur-unsur yang ada dalam sebuah sistem (bahasa). Sehingga, yang

45

Amir Pilliang, Semiotika dan Hipersemiotika, (Bandung: Pustaka Matahari, 2012), h. 19.

Page 56: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

40

diutamakan bukanlah unsur itu sendiri melainkan relasi diantara unsur-

unsur tersebut. Apa yang disebut makna tidak dapat ditemukan sebagai

bagian intrinsik dari sebuah unsur melainkan sebagai akibat dari relasi

total yang ada dengan unsur-unsur lain secara total.

Kedua, prinsip kesatuan (unity). Sebuah tanda merupakan kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan antara bidang penanda yang bersifat konkrit

atau material (suara, tulisan, gambar, objek) dan bidang petanda (konsep,

ide, gagasan, makna), seperti dua sisi dari selembar kertas yang tidak

mungkin dipisahkan. Meskipun penanda yang abstrak dan nonmaterial

tersebut bukan bagian instrinsik dari sebuah penanda, akan tetapi dianggap

hadir (present) bersama-sama penandanya yang konkrit, dan kehadiranya

adalah absolut. Dengan demikian, ada kecenderungan metafisik

(metaphysics) pada konsep semiotika Saussure, di mana sesuatu yang

besifat non fisik (petanda, konsep, makna, kebenaran) dianggap hadir di

dalam sesuatu yang bersifat fisik (penanda).

Ketiga, prinsip konvensional (conventional). Relasi struktural

antara sebuah penanda dan petanda, dalam hal ini, sangat bergantung pada

apa yang disebut konvensi (convention), yaitu kesepakatan sosial tentang

bahasa (tanda dan makna) di antara komunitas bahasa. Hanya karena

adanya konvensi yang memungkinkan tanda memiliki dimensi sosial, dan

dapat digunakan di dalam wacana komunikasi sosial. Sebab, tanpa

konvensi tidak akan ada komunitas bahasa, dan tidak ada komunikasi.

Tanda disebut konvensional, dalam pengertian, bahwa relasi

Page 57: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

41

antara penanda dan petandanya disepakati sebagai sebuah

konvensi sosial.

Keempat, prinsip sinkronik (synchronic). Keterpakuan kepada

relasi struktural menempatkan semiotika struktural sebagai sebuah

kecenderungan kajian sinkronik (synchronic), yaitu kajian tanda sebagai

sebuah sistem yang tetap di dalam konteks waktu yang dianggap konstan,

stabil, dan tidak berubah. Semiotika struktural, dengan demikian,

mengabaikan dinamika, perubahan, serta transformasi bahasa itu sendiri di

dalam masyarakat. Penekanan semiotika structural pada apa yang disebut

Saussure langue (sistem bahasa), oleh beberapa pemikir Post-strukturalis

dianggap telah melupakannya pada sifat berubah, dinamis, produktif, dan

transformatif dari parole (penggunaan bahasa secara aktual dalam

masyarakat).

Kelima, prinsip representasi (representation). Semotika struktural

dapat dilihat sebagai sebuah bentuk representasi, dalam pengertian dalam

sebuah tanda memrepresentasikan sebuah realitas, yang menjadi rujukan

atau referensinya. Sebuah tanda bunga, misalnya, mewakili sesuatu di

dalam dunia realitas, sehingga hubungan tanda dan realitas lebih bersifat

mewakili. Dengan perkataan lain, keberadaan tanda sangat bergantung

pada keberadaan realitas yang direpresentasikannya. Realitas mendahului

sebuah tanda, dan menentukan bentuk dan perwujudannya. Ketiadaan

realitas berakibat logis pada ketiadaan tanda.

Page 58: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

42

Keenam, prinsip kontinuitas (continuity). Ada kecenderungan pada

semiotika struktural untuk melihat relasi antara sistem tanda dan

penggunaannya secara sosial sebagai sebuah continuum, yaitu sebuah

relasi waktu yang berkelanjutan dalam bahasa, yang di dalamnya berbagai

tindak penggunaan bahasa selalu secara berkelanjutan mengacu pada

sebuah sistem atau struktur yang tidak pernah berubah, sehingga di

dalamnya tidak dimungkinkan adanya perubahan radikal pada tanda, kode,

dan makna. Perubahan kecil pada berbagai elemen bahasa, sebagai akibat

logis dari perubahan sosial itu sendiri. Selanjutnya, menurut Saussure

(Smith, 2001), analisis tentang sistem linguistik dapat diterapkan pada

teori kebudayaan. Ia mengajukan kemungkinan untuk mengembangkan

ilmu yang khusus mempelajari peran penanda sebagai bagian dari

kehidupan sosial. Gagasan inilah yang memungkinkan berkembangnya

Strukturalisme.

b. Model Semiotika Ferdinand de Saussure

Saussure, tokoh besar dan sarjana dari Swiss adalah pendiri dari

ilmu linguistik modern. Saussure terkenal dengan teorinya tentang tanda.46

Sebetulnya, Saussure tidak pernah mencetak pemikirannya menjadi sebuah

buku. Hanya saja, catatan-catatann yang berhasil dikumpulkan oleh para

muridanya menjadi sebuah outline. Karyanya disusun menjadi tiga buah

kumpulan catatan kuliah saat ia mengajar ilmu linguistic umum di

Universitas Janewa tahun 1907, 1908 – 1909, dan 1910 – 1911 yang

46

Indiawan Setyo Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian

Komunikasi, h. 20.

Page 59: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

43

kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Course In General

Linguistic.

Saussure berhasil menyerang pemahaman “Historis” terhadap

bahasa yang setelah itu dikembangkan pada abad 19. Pandangan abad ke-

19 memulai studi bahasa dengan fokus kepada prilaku linguistik nyata.47

Studi ini bermaksud menelusuri perkembangan kata-kata dan ekspresi

sepanjang sejarah. Ia menggunakan pendekatan anti-historis yang melihat

bahasa sebagai sistem yang utuh dan harmonis secara internal (language).

Ia pun mengusulkan nama untuk menggantikan pendekatan “historis”,

yaitu pendekatan “strukturalisme.”48

Ahli linguistik belum melihat bahasa sebagai bagian dari cerminan

proses berpikir manusia., tetapi Saussure berpikir sebaliknya. Ia

menyatakan bahwa “jika bahasa adalah sebuah fenomena sosial, maka

setiap sistem bahasa ditentukan oleh kebiasaan sosial. Bahasa itu bersifat

otonom: struktur bahasa bukan merupakan cerminan dari fakta-fakta.

Struktur bahasa adalah milik bahasa itu sendiri.”49

Saussure memiliki lima pandangan yang menjadi dasar dari

strukturalisme Levi-Strauss, yaitu pandangan tentang:50

47

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 44. 48

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 44. 49

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 45. 50

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 46.

Page 60: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

44

a. Signifier (Penanda) dan Signified (Petanda)

Menurut Saussure tanda mempunyai dua entitas, yaitu

Signifer dan Signifed atau wahana “Tanda” dan “Makna” atau

“Penada” dan “Petanda”. Signifer adalah bunyi yang bermakna

atau coretan yang bermakna (aspek material), yakni apa yang

dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah

gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dan

bahasa. Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental

tersebut dinamakan Signification. Dengan kata lain Signification

adalah upaya dalam memberi makna terhadap dunia.

Ferdinand de Saussure mengungkapkan suatu teori bahwa

setiap tanda ligusitik dibentuk dari dua komponen yang tidak dapat

dipisahkan, yaitu komponen signifiant dan signife.51

Signife

(penanda) dan signifiant (petanda) keduanya merupakan prinsip

yang menunjukkan bahwa bahasa adalah sistem tanda (sign) dan

setiap tanda itu tersusun atas bagian keduanya.52

Suatu penanda

tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak disebuat

tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau

ditangkap lepas dari penanda. Dengan demikian bisa dipahami

bahwa penanda dan petanda merupakan kesatuan.53

51 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 348. 52 Kaelan M.S, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, h. 183. 53 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 47.

Page 61: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

45

Untuk memahami atas konsep tersebut maka disini kami

sajikan mengenai bagan yang dikemukakan oleh Ogden dan

Richads Palmer sebagai berikut:

Gambar. 03 Teori Ferdinand de Saussure.54

Petanda / Signifiant

Penanda / Signifie Acuan / Referen

b. Form (Bentuk) dan Content (Isi)

Istilah form (bentuk) dan content (isi) diistilahkan oleh

Gleason dengan expression dan content, satu berbentuk bunyi dan

yang lainnya berbentuk ide.55

Bahasa merupakan sistem nilai,

bukan koleksi unsur-unsur yang hanya ditentukan lewat materi,

tetapi sistem itu ditentukan oleh perbedaannya. Maksudnya adalah

satu kata bisa dikatakan sama tetapi mungkin setiap individu

mengucapkannya berbeda-beda dan bisa jadi pemaknaannya pun

menjadi berbeda-beda, tetapi kata yang diucapkan tetap sama dan

berasal dari satu kata. Jadi, perbedaan-perbedaan yang memisahkan

54 Okke K.S. Zaimar, Semiotika dalam analisis karya sastra, (Depok:Komodo Baokks, 2014), h.

14. 55

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 47.

Page 62: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

46

satu kata dengan kata lain terutama memisahkannya dari kata-kata

yang paling berdekatan (baik melalui suara maupun konsep), itulah

yang memberikan identitas pada suatu kata.

c. Language (Bahasa) dan Parole (Tuturan)

Saussure meletakkan dasar perbedaan antara language dan

parole yang dianggap cukup penting oleh Recoeur. Roland Barthes

pun mengakui bahwa konsep language/parole yang sangat penting

bagi pemikiran Saussure dan telah membawa suatu pembaharuan

bagi kajian linguistik sebelumnya.

Saussure memulai dengan sifat bahasa yang “berbentuk

jamak dan beragam.”56

Sifat bahasa yang terlihat tidak dapat di

kelompokkan, yang seolah-olah tidak ada satu kesatuan di

dalamnya, baik itu bersifat fisik, fisioloogis, psikis dan sosial.

Padahal menurut Saussure, kekacauan ini bisa terhindarkan bila

semua keberagaman itu bisa disarikan ke dalam suatu objek sosial

sebagai alat komunikasi yang disebut language. Disamping itu

terdapat parole yang mencakup bagian bahasa yang sepenuhnya

bersifat individual.

Saussure membedakan tiga istilah dalam bahasa Prancis:

langage, langue (sistem bahasa) dan parole (kegiatan ujaran) yang

diambil dari buku Saussure sendiri, sebab di bidang kekhususan

bahasa Prancis tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa

56

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 49.

Page 63: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

47

lain. Langage mengacu kepada bahasa pada umumnya yang terdiri

dari langue dan parole.57

Langage adalah kemampuan berbahasa yang ada di dalam

setiap diri manusia yang bersifat pembawaan. Orang bisu pun juga

memiliki langage, namun karena gangguan yang dialaminya pada

bagian tertentu, maka mereka tidak dapat berbicara secara normal.

Langue adalah langage dikurangi parole; suatu institusi

sosial dan sekaligus juga suatu sistem nilai. Langue dimaksudkan

sebagai cabang dari ilmu linguistik yang menaruh perhatian pada

tanda-tanda (sign) bahasa atau kode-kode (code) bahasa yang

disebut dengan fonem. Fonem merupakan satuan bunyi terkecil

yang mampu menunjukkan kontras makna atau dapat membedakan

arti. Selain itu, yang termasuk dalam tanda bahasa juga ada yang

disebut morfem, yaitu satuan bentuk bahasa terkecil yang

mempunyai makna relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian

bermakna yang lebih kecil.58

Menurut Saussure, bahasa bukan

merupakan substansi, melainkan bentuk saja. Jadi, darimana

bahasa itu berdiri tidak mempunyai peranan, yang terpenting

adalah aturan-aturan yang mengkonstitusinya.

Parole merupakan living speech, bahasa yang terlihat

sebagaimana penggunaannya. Parole memperlihatkan faktor

57

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 49. 58

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 50-51.

Page 64: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

48

pribadi dari sang pengguna bahasa itu sendiri dan juga terikat

dengan dimensi waktu pada saat pembicaraan itu berlangsung.

Jadi, parole dapat dilihat sebagai kombinasi yang memungkinkan

orang yang berbicara sanggup mengungkapkan isi pikirannya ke

dalam sebuah kalimat yang dapat dimengerti oleh orang lain.

d. Synchronic (Sinkronik) dan Diachronic (Diakronik)

Sinkronis adalah deskripsi tentang keadaan tertentu suatu

bahasa pada periode waktu tertentu. Jadi, meneliti suatu bahasa

tanpa memikirkan tentang urutan waktu. Bahasa yang diteliti tidak

hanya bahasa modern saja, melainkan juga bahasa pada waktu-

waktu yang telah lampau, dengan catatan ada cukup keterangan

pada naskah yang ingin diteliti. Sedangkan diakronis disebut juga

dengan menelusuri waktu. Hal ini dapat diartikan sebagai

pendeskripsian tentang perkembangan sejarah dari waktu ke waktu.

Menurut Saussure dalam lingustik hendaklah memperhatikan

sinkroni lebih dahulu baru kemudian diakroni. Sinkroni berasal

dari bahasa Yunani yaitu khronos (waktu) dan dua awalan syn

masing-masing berarti “bersama” dan “melalui”.59

Oleh sebab itu

dapat dikatakan sinkroni adalah “bertepatan menurut waktu” dan

59 K. Bertens, Filsafat Barat abad XX jilid II Perancis, h. 385.

Page 65: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

49

diakroni adalah “menelusuri waktu”. Diakroni adalah peninjauan

historis, sedangkan sinkroni adalah sama sekali lepas dari waktu.60

Dari pemaparan tersebut diatas jelaslah bahwa metode

Diakroni lebih fokus pada struktur linguistik bahasa dilihat dari

perkembangan sejarahnya sedangkan Sinkroni mempelajari

struktur bahasa yang tidak terikat oleh sejarahnya atau non sejarah.

Dan analisa sinkroni memberikan deskripsi bahasa dan analisa

bahasa bagaimana kerja dan penggunaannya oleh penutur pada

kurun waktu tertentu.61

e. Syntagmatic (Sintagmatik) dan Associative (Asosiatif)

Hubungan sintagmatik dan asosiatif atau dapat disebut juga

dengan paradigmatik terdapat pada kata-kata sebagai rangkaian

bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep. Jadi, hal ini

berhubungan dengan sebab-akibat penggantian sebuah kata benda

dari suatu kalimat. Sejauh hal tersebut tetap memenuhi syarat

sintagmatik, penggantian itu bersifat fleksibel.

60 K. Bertens, Filsafat Barat abad XX jilid II Perancis, h. 385. 61 Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa, mengungkap hakekat makna dan tanda, h. 112.

Page 66: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

50

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. GERKATIN

1. Profil Umum GERKATIN

Ketunarunguan merupakan suatu bentuk dari hilangnya daya

pendengaran semenjak lahir yang disebabkan oleh takdir ataupun faktor

lainnya, seperti sakit, kecelakaan, ataupun lanjut usia. Tunatungu jelas

menerima ketertinggalan dari segi informasi dan komunikasi dari mulut ke

mulut terlahalang, tetapi walaupun ada diposisi yang cukup tidak

menguntungkan, ada pepatah yang mengatakan “raga boleh cacat asal

jiwanya tidak cacat”. Hal inilah yang membuat tunarungu tetap bersemangat

mengejar segala ketertinggalannya dan sanggup untuk menyetarai orang

yang sehat secara jasmaniah. Melalui akses pendidikan bervisualisasi, antara

lain seperti membaca gerak bibir, menulis, membaca teks berjalan dan

berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat adalah cara-cara untuk

mengejar ketertinggalan dan keterbatasan tersebut.1

Secara medis bisa dikatakan anak berkelainan indra pendengaran

atau tunarungu jika dalam mekanisme pendengaran karena sesuatu dan lain

sebab terdapat satu atau lebih organ mengalami gangguan atau rusak.

Akibatnya, organ tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya untuk

menghantarkan dan mempersepsi rangsang suara yang ditangkap untuk

1 Brosur GERKATIN.

Page 67: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

51

diubah menjadi tanggapan akustik. Secara pedagogis, seorang anak

dapat dikategorikan berkelainan indra pendengaran atau tunarungu, jika

dampak dari disfungsinya organ-organ yang berfungsi sebagai penghantar

dan persepsi pendengaran mengakibatkan ia tidak mampu mengikuti

program pendidikan anak normal sehingga memerlukan layanan pendidikan

khusus untuk meniti tugas perkembangannya.2

Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 2007:

74) mengemukakan bahwa ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori,

yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing).3 Tuli adalah anak

yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat

sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar

adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi

masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa

menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).

Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi

ketunarunguan adalah sebagai berikut.4

a. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau

ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia

normal.

2 Nandiyah Abdullah, Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus, Jurnal ilmiah Universitas Widya

Dharma Klaten (Klaten: Universitas Widya Dharma, 2013), h. 2 jurnal.unwidha.ac.id/ diakses pada 20

April 2017 pukul 20.03 WIB. 3 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 74. 4 Murni Winarsih, Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu dalam Pemerolehan Bahasa, (Jakarta:

Depdikbud Dirjendikti, 2007), h. 23.

Page 68: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

52

b. Kelompok II: kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau

ketunarunguan atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara

cakapan manusia hanya sebagian.

c. Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau

ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia

tidak ada.

d. Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau

ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan

manusia tidak ada sama sekali.

e. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau

ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak

ada sama sekali.

Dampak ketunarunguan yang dialami oleh anak tunarungu secara

umum menurut Sastrawinata (1977: 16-17 )5, yaitu pada segi:

a. Intelegensi

Pada dasarnya kemampuan intelektual anak tunarungu sama seperti

anak yang normal pendengarannya. Anak tunarungu ada yang memiliki

intelegensi tinggi, rata-rata dan rendah. Perkembangan intelegensi anak

tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka yang mendengar. Pada

umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi yang normal atau rata-rata,

tetapi karena perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh

5 Emron Sastawinata, Pendidikan Anak-Anak Tunarungu, (Jakarta: Depdikbud, 1977), h. 16-17.

Page 69: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

53

perkembangan bahasa maka anak tunarungu akan menampakkan intelegensi

yang rendah karena mengalami kesulitan memahami bahasa.

b. Segi Bahasa dan Bicara

Kemampuan berbicara dan bahasa anak tunarungu berbeda dengan

anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat

kaitannya dengan kemampuan mendengar. Perkembangan bahasa dan bicara

pada anak tunarungu sampai masa meraban tidak mengalami hambatan

karena meraban merupakan kegiatan alami pernafasan dan pita suara.

Setelah masa meraban, perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu

terhenti. Pada masa meniru, anak tunarungu terbatas hanya pada peniruan

yang sifatnya visual yaitu gerak dan isyarat. Perkembangan bicara

selanjutnya pada anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan

intensif, sesuai dengan taraf ketunarunguan dan kemampuan-kemampuan

yang lain. Karena anak tunarungu tidak mampu mendengar bahasa, maka

kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik atau

dilatih secara khusus. Akibat dari ketidakmampuannya dibandingkan dengan

anak yang mendengar pada usia yang sama, maka dalam perkembangan

bahasanya akan jauh tertinggal.

c. Segi Emosi dan Sosial

Ketunarunguan dapat mengakibatkan terasingnya individu tunarungu

dari pergaulan sehari-hari, yang berarti mereka terasing dari pergaulan atau

aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat dimana ia hidup. Keadaan ini

menghambat perkembangan kepribadian anak menuju kedewasaan.

Page 70: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

54

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tuna rungu adalah salah satu sebutan

bagi kaum difabel yang memiliki keterbatasan dalam hal pendengaran. Anak

tunarungu lebih banyak menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi.

Sedangkan lingkungan pada umumnya merupakan kumpulan masyarakat yang

lebih banyak memahami bahasa lisan dari pada bahasa isyarat. Hal ini

menyebabkan anak tunarungu kesulitan memahami ungkapan lisan dari

lingkungannya dan begitu pun sebaliknya.

2. Sejarah Berdirinya GERKATIN

Sebelumnya ada beberapa komunitas organisasi tunarungu Indonesia

yang bersifat kedaerahan yang telah terbentuk terlebih dahulu. Hanya saja,

komunitas tersebut bersifat kedaerahan, seperti yang terbentuk tahun 1960

yaitu, untuk daerah bandung bernama Serikat Kaum Tuli Bisu Indonesia

(SEKATUBI), di daerah Semarang ada Persatuan Tunarung Semarang

(PTRS), sedangkan di Yogyakarta bernama Perhimpunan Tunarungu

Indonesia (PERTRI), dan di Surabaya bernama Perkumpulan Kaum Tuli

Surabaya (PEKATUR).6

Sehubungan dengan banyaknya komunitas kaum tunarungu yang

bersifat kedaerahan, maka beberapa pemimpin organisasi tunarungu

berkesepakatan untuk mengadakan Kongres Nasional I pada tanggal 23

Februari 1981 di Jakarta. Pertemuan Kongres Nasional I itu menghasilkan

keputusan yang salah satunya adalah menyempurnakan nama organisasi

6 Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11

November 2016 pukul 14.00 WIB.

Page 71: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

55

menjadi satu, yaitu Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia

(GERKATIN) atau dalam bahasa Inggrisnya menjadi Indonesian Association

for the Welfare of the Deaf (IAWD). Dalam perkembangan selanjutnya,

GERKATIN/IAWD telah terdaftar sebagai anggota World Federation of the

Deaf (WFD) atau Federasi Tunarung se-Dunia sejak tahun 1983 yang

bermarkas di Helsinki (Finlandia).7 Srtuktur organisasi:

1. Tingkat Nasional, terdiri dari Dewan Pembina Organisasi, Dewan

Pertimbangan Organisasi, dan Dewan Pengurus Pusat.

2. Tingat Daerah / Provinsi, terdiri dari Dewan Pembina Daerah, Dewan

Pertimbangan Organisasi, dan Dewan Pengurus Daerah dengan jumlah

30 dari 34 provinsi.

3. Tingkat Cabang, terdiri dari Dewan Pembina Cabang, Dewan

Pertimbangan Organisasi Cabang, Organisasi Cabang dan Dewan

Pengurus Cabang dengan jumlah 69 dari 276 kota / kabupaten.8

3. Struktur Organisasi GERKATIN

Struktur Organisasi GERKATIN Periode 2015 - 2020

Dewan Pembina Pusat : Direktur ODK Kemensos R.I.

: Ketua Umum DNKS

: Ketua Umum PPDI Pusat

Dewan Pertimbangan Organisasi Pusat

Ketua : Ir. H. Aprizar Zakaria

Sekretaris : Rama Syahti

7 Brosur GERKATIN.

8 Brosur GERKATIN, h. 1-2.

Page 72: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

56

Dewan Pengurus Pusat

Ketua Umum : Bambang Prasetyo

Wakil Ketua Umum : Juniati Effendi

Sekretaris Umum : Tori Hermawan

Wakil Sekretaris Umum : Wilma Redjeki

Bendahara Umum : Dita Indriyanti

Wakil Bendahara Umum : Achmad Iwan

Koordinator Bidang-Bidang

1. Aksesibilitas : Irdanelly

2. Kesejahteraan

2.1 Tenaga Kerja : Andrew Sihombing

2.2 Kesenian dan Kebudayaan : Nasruddin

2.3 Kesehatan : Myrna Mustika Sari

3. Kepemudaan : Dimas Hendrayanto

4. Olahraga : Kumala Manurung

5. Pendidikan : Panji Surya Sahetapy

6. Organisasi : Budi Heryawan

7. Humas dan Publikasi : Fedayen Alquasi

8. Advokasi dan HAM : Lidya Miranita

9. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

: Wilma Redjeki

10. Hubungan Internasional : Iwan Sartyawan

11. Teknologi Infokom : Abdul Abbas

Page 73: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

57

12. Pendataan : Phieter Angdika

13. Penguatan Kapasitas : Muh. Insnaini

14. Ekonomi Kreatif / Wiraswasta : Tori Hermawan

15. Peduli Lanjut Usia : Hendra Pangestu

Koordinator Penghubung Antar Wilayah

1. Wilayah Sumatera dan Kepulauan Riau : Ferinaldi

2. Wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat : Billy Permana

3. Wilayah Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa Timur

: Yuyun Maskurun

4. Wilayah Bali, NTB dan NTT : Andri Donasi

5. Wilayah Kalimantan : Yusna

6. Wilayah Sulawesi : Yassin

7. Wilayah Papua : Ibo Hemi

4. Visi dan Misi GERKATIN

a. Visi GERKATIN9

1) Mencapai kesetaraan kesempatan dalam semua aspek kehidupan

dan penghidupan.

2) Menciptakan organisasi tunarungu yang madani.

3) Menjadi organisasi Nasional yang bermitra dengan Pemerintah dan

non pemerintah untuk mewujudkan tercapainya kesetaraan dalam

kesempatan, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi

tunarungu dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

9 Brosur GERKATIN.

Page 74: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

58

b. Misi GERKATIN10

1) Memberdayakan tunarungu agar dapat turut berperan aktif selaku

insane pembangunan yang berintegrasi, mandiri dan produktif di

era globalisasi.

2) Meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat umum

melalui media sosial dan informasi tentang kemampuan tunarungu

menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi.

3) Meningkatkan peran tunarungu dalam kehidupan bemasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

4) Meningkatkan fungsi Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)

sebagai bahasa utama diantara para tunarungu maupun diantara

tunarungu dengan non tunarungu dalam berkomunikasi.

c. Tujuan dari Visi dan Misi GERKATIN

1) Menggali dan meningkatkan potensi Sumber Daya Manusia

(SDM) tunarungu Indonesia.

2) Berperan aktif membantu melaksanakan usaha-usaha Pemerintah

dalam program pembangunan kesejahteraan sosial bagi tunarungu

Indonesia.

3) Memngupayakan pemenuhan hak-hak tunarungu Indonesia.

4) Untuk mencapai tujuannya, GRKATIN membentuk lembaga atau

badan usaha demi menunjang kesejahteran tunarungu Indonesia.

10

Brosur GERKATIN.

Page 75: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

59

d. Landasan Hukum Visi dan Misi GERKATIN

1) Hasil Kongres Nasional I GERKATIN, tahun 1981;

2) Akta Notaris Anasrul Jambi Nomor 12 tertanggal 05 Maret 1985;

3) Pengesahan dari Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 192/D, III.2/VII/2009 tertanggal 30 Juli 2009;

4) Pengesahan dari Kementrian Hukum dan HAM RI Nomor Register

AHU-166.AH.01.06 Tahun 2010 tertanggal 20 Desember 2010;

dan

5) Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Hak

Disabilitas11

.

5. Kegiatan dan Program Kerja GERKATIN

a. Kegiatan yang telah dilaksanankan

1) Mengadakan PORTRIN (Pekan Olahraga Tuna Rungu Indonesia)

tiap tiga tahun sekali.

2) Menjadi tuan rumah pertemuan Delegasi Pengurus Tuna Rungu se-

Asia Pasifik ke-16 di Jakarta tahun 2004.

3) Menjadi tuan rumah Pekemahan Kepemudaan Tuan Rungu se-Asia

Pasifik ke-empat di Jakarta dan Sukabumi tahun 2008.

4) Menyelenggarakan RAKERNAS I GERKATIN tahun 2009 di

Jakarta dan RAKERNAS II GERKATIN tahun 2013 di Denpasar,

Bali.

11

Brosur GERKATIN.

Page 76: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

60

5) Mengadakan Kongres Nasional GERKATIN I sampai IX setiap

empat tahun sekali.

6) Mengajar kemahiran Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) yang

telah menjadi kurikulum di Universitas Indonesia.

7) Menerbitkan pertama kali buku dengan judul “Berkenalan dengan

Bahasa Isyarat Indoneisa (BISINDO)” dan buku kamus bahasa

isyarat Jakarta, Yogyakarta serta yang lain menyusul.

8) Memberikan bantuan beasiswa dari KEMENDIKNAS untuk anak

Sekolah Dasar atau Sekolah Menegah Pertama yang memiliki

orangtua tunarungu pada tahun 2011 sebanyak 150 orang sebesar

750.000 ribu rupiah dan 1.000.000 juta rupiah untuk 250 anak dai

orangtua tunarungu tahun 2013.

9) Sosialisasi CRPD / UU No. 19 Tahun 2015.

10) Workshop Pekanbaru tahun 2015.

11) Pelatihan Guru Anak Tuna Rungu di Jakarta tahun 2016.

b. Program Kerja GERKATIN12

1) Aksesibilitas

2) Kesejahteraan, kesehatan dan tenaga kerja

3) Kewanitaan

4) Seni budaya

5) Pendidikan

6) Advokasi

12

Brosur GERKATIN.

Page 77: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

61

7) Hubungan masyarakat

8) Kepemudaan dan olahraga

9) Organisasi

10) Hubungan internasional

11) Ekonomi kreatif

12) Bahasa Isyarat Alamiah Indonesia (BISINDO)13

B. Sejarah Singkat Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)

BISINDO adalah sistem komunikasi yang praktis dan efektif untuk

penyandang tunarungu Indonesia yang dikembangkan oleh tunarungu sendiri.

BISINDO digunakan untuk berkomunikasi antar sesama tunarungu atau kaum

tunarungu dengan masyarakat luas seperti halnya berkomunikasi dengan bahasa

sehari-hari. Dengan BISINDO, penyandang tunarungu dapat mengungkapkan

pikiran dan perasaan secara leluasa dan mengekspresikan dirinya sebagai insan

manusia dan warga negara Indonesia yang bermatabat sesuai dengan falsafah

hidup dan HAM.

Munculnya BISINDO berawal dari terbentuknya Sistem Bahasa Isyarat

Indoneisa (SIBI) yang dikarenakan pada saat itu penyandang tunarungu masih

dalam suasana kenanak-kanakan atau belum dewasa secara pemikiran dan belum

mengenal apa itu bahasa isyarat. Maka munculah kamus SIBI yang dibuat oleh

non tunarungu yang diantaranya adalah guru bahasa isyarat, pemerhati (mecakup

budaya dan bahasa) tunarungu. Kamus SIBI berhasil dibuat pada tahun 1995 dan

segera diresmikan serta disebarluaskan di seluruh Sekolah Luar Biasa (SLB)

13

Brosur GERKATIN.

Page 78: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

62

tingkat nasional. Setelah kamus SIBI tersebar luas, kaum tunarungu masih buta

bagaimana cara mempelajarinya dikarenakan tidak adanya training khusus dalam

mempelajari kamus SIBI. Hal ini menyebabkan para pengajar tunarungu kesulitan

untuk mempelajarinya.

Setelah kurang lebih berjalan hampir satu dasawarsa atau sepuluh tahun,

hal tersebut masih sama seperti pada awalnya. Tuli dewasa mulai berontak dan

tidak menyetujui adanya kamus SIBI. Mereka berfkir bahwa kamus SIBI adalah

produk campuran luar negeri 80% dan 20% Bahasa Indonesia.

“Tuli yang sudah dewasa berontak ga setuju dengan SIBI dan ada

keinginan bikin kamus sendiri BISINDO secara alamiah. SIBI adalah

produk campuran dari luar negeri yang menggunakan satu tangan untuk

komunikasinya. Komunikasi SIBI Cuma bisa dilakukan untuk komunikasi

jarak dekat dalam susunan internasional. Kalau BISINDO, ada budaya

tersendiri menggunakan dua tangan. Pihak GERKATIN bukan menolak

isyarat SIBI (abjadnya), tabjadnya bisa diterima tapi komunikasi tingkat

internasional isyaratnya berbeda karena orang tunarungu dbagi bahasa

isyaratnya menjadi dua. Misalkan „saya mau pergi ke pasar‟ terdapat lima

suku kata dan SIBI memperagakannya sesuai denga jumlah suku katanya,

sedangkan BISINDO isyaratnya bisa dipersingkat menjadi tiga suku kata

„saya ke pasar‟ yang penting inti dari kalimatnya itu sama.14

14

Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11

November 2016 pukul 14.00 WIB.

Page 79: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

63

BISINDO berontak dengan adanya sistem SIBI tetapi pemerintah keberatan

dengan hal tersebut dan tidak bisa menghapus kamus SIBI dari peredaran. Hal ini

dikarenakan sudah adanya surat keputusan dan terlanjuur sudah dibuat

menjadikan kamus SIBI harus tetap dijalankan. Sampai sekarang para tunarungu

yang berusaha untuk memperjuangkan BSISNDO belum mendapat pengakuan

dari pemerintah Indonesia. BISINDO muncul tahun 2002/2003 sedangkan SIBI

sudah kebih dulu muncul tahun 1995.

Keberadaan SIBI dan BISINDO sebenarnya saling berkesinambungan dan

saling membutuhkan serta saling melengkapi satu sama lain. SIBI dengan konsep

structural dan BISINDO dengan konsep kontekstualnya. SIBI itu penting untuk

pelajaran akademis karena tata bahasanya teratur. Sedangkan BISINDO tidak

terdapat tata bahasa di dalamnya karena menggunakan bahasa isyarat alamiah dan

tunarungu lebih paham itu. Maka dari itu terjadilah dualisme isyarat di Indonesia.

BISINDO ini dikembangkan dan disebarluaskan melalui wadah organisasi

GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia). Pada saat ini

pusat BISINDO sedang mengkaji penyusunan standar, penyusunan kamus

BISINDO, dan buku mata pelajaran BISINDO. Harapan kami kelak BISINDO

dapat dipelajari oleh masyarakat umum, diajarkan di sekolah umum, perguruan

tinggi, dan sebagai pengantar Sekolah Luar Biasa.15

15 wismasastra.wordpress.com/2009/05/25/apa-bahasa-itu-sepuluh-pengertianbahasa-menurut-para-

ahli,diakses pada 04 November 2016 pukul 18.25 WIB.

Page 80: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

64

BAB IV

HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Arti Isyarat Bahasa Kata Tulisan ke dalam Bentuk Simbol

Semiotika merupakan bagian kajian ilmu atau metode analisis yang mengkaji

tentang tanda. Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Bidang

kajian ini mempelajari bagaimana manusia melakukan hal-hal yang terjadi dan

memaknai arti dibalik tanda-tanda tersebut dan mengkomunikasikan kepada

sesamanya. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi

dengan sesamanya. Kajian semiotika dibagi menjadi dua, yaitu semiotika komusikasi

dan semiotika signifikasi.

Semiotika komunikasi menitikberatkan pada teori tentang produksi tanda

yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi,

yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan

(hal yang dibicarakan). Sedangkan semiotika signifikasi menitikberatkan pada teori

tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.1

Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan yang melibatkan

dua orang atau lebih dengan tujuan agar komunikator dan komunikan bisa dengan

seketika berkomunikasi dan memberi umpan balik satu sama lain. Hal ini menjadi

berbeda ketika berkomunikasi dengan tuna rungu dikarenakan jenis komunikasinya

1 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.15.

Page 81: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

65

berbeda dengan jenis komunikasi pada umumnya. Karena penyandang tuna

rungu memiliki keterbatasan dalam hal pendenganran yang menyulitkan untuk

penyandang tuna rungu memberikan respon cepat terhadap makna pesan yang

diterima dalam sebuah informasi.

Dalam berkomunikasi, penguasaan bahasa sangat penting bagi seorang

individu untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan yang ingin diperolehnya selain

sebagai alat utama dalam berkomunikasi. Namun hingga saat ini pengertian teori

mengenai bahasa belum ada yang baku, banyak pendapat mengenai teori bahasa yang

berbeda-beda bergantung pada latar belakang keilmuan yang dirumuskan oleh para

ilmuwan. Menuru ilmu linguistik, sebagai ibunya bahasa, definisi bahasa adalah “ a

system of communication by symbols, i.e., through the organs of speech and hearing,

among human beings of certain group or community, using vocal symbols processing

arbitrary conventional meanings (Sebuah sistem komunikasi dengan menggunakan

tanda-tanda yang sudah melalui tahap pemrosesan dari organ-organ tubuh penghasil

suara; mulut dan pendengaran, hal ini terjadi diantara sekelompok manusia atau

masyarakat tertentu, dengan mengaplikasikan pengolahan tanda/simbol bunyi yang

diambil dari kata-kata konvensional).“ 2 Sedang menurut pada ahli antropologi,

“Sandi konseptual sistem pengetahuan yang memberikan kesanggupan kepada

penutur-penuturnya guna menghasilkan dan memahami ujaran.3

2 A.Chaedar Alwasilah, Linguistik. Suatu Pengantar (Bandung: Angkasa, 1990), h. 82. 3 Roger M. Keesing, Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer (Jakarta: Erlangga, 1992),

h.79.

Page 82: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

66

Jika kita merujuk pada definisi bahasa di atas, maka penggunaan bahasa

hanya dapat dilakukan jika organ pendengaran dan berbicara kita berfungsi, sehingga

informasi yang berupa simbol sandi konseptual secara vokal dapat tersampaikan

kepada penerima pesan. Bahasa juga terbatas penggunaan pada suatu komunitas

dimana bahasa tersebut diangkat untuk disetujui dan dipahami bersama

pengertiannya. Karena itulah kita mengenal perbedaan bahasa bergantung pada tiap

kebudayaan atau kelompok manusia yang menggunakannya. Bahasa dapat bersifat

arbitrer atau mana suka, asalkan makna kata tersebut dapat diterima secara komunitas

dan disetujui sebagai bentuk bahasa.

Namun syarat bahasa ternyata tidak hanya terbatas pada penggunaan organ

pendengaran dan bicara saja, jauh sebelum bahasa lisan terbentuk manusia telah

mengenal bentuk bahasa lain, yakni bahasa tubuh dimana komunikasi menggunakan

alat gerak tubuh untuk membentuk simbol tertentu yang membentuk makna tertentu.

Penggunaan bahasa tubuh tersebut diaplikasikan ke dalam bentuk bahasa

isyarat sebagai bentuk komunikasi kaum tuna rungu. Kaum tuna rungu tidak mampu

memanfaatkan alat bicara mereka sehingga mereka akan menggunakan alat gerak

tubuh yang lain untuk mengekspresikan maksud mereka, dan penerima akan

menerima simbol-simbol tubuh tersebut sebagai sebuah pesan. Bahasa isyarat

merupakan alat komunikasi utama pada kaum tuna rungu dimana ciri bahasa tersebut

memanfaatkan indra penglihatan dan alat gerak tubuh.

Page 83: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

67

Gambar. 04 Abjad Huruf Dalam Bahasa Isyarat Indoensia (BISINDO)4

Bahasa isyarat berkembang dan memiliki karakteristik yang berlainan pada

tiap negara. Di Indonesia, ada BISINDO yang dikenal oleh kaum tuna rungu sebagai

bahasa ibu yang sedari mereka lahir sudah digunakan dan diterapkan sebagai alat

komunikasi dengan sesamanya atau dengan masyarakat luas. BISINDO menjadi cara

berkomunikasi yang praktis dan efektif untuk penyandang tuna rungu Indonesia yang

dikembangkan oleh tuna rungu sendiri. Dengan BISINDO, penyandang tuna rungu

dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara leluasa dan mengekspresikan

dirinya sebagai insan manusia dan warga negara Indonesia yang bermatabat sesuai

dengan falsafah hidup dan HAM.

Kemunculan BISINDO didasari oleh lahirnya isyarat SIBI yang dibuat oleh

orang dengar. Hal ini menyebabkan tunarungu yang belum mengenal bahasa isyarat

kesulitan dalam menyerap sistem yang dibuat oleh sistem SIBI. Setelah

diresmikannya dan disebarluaskan pada tahun 1995, karena tidak adanya training

4 http://www.kompasiana.com/anggakade/kelas-komunikasi-

isyarat_54f42421745513942b6c8883 diakses pada 26 Januari 2017 pukul 19.58

Page 84: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

68

khusus dalam mempelajari sistem isyarat SIBI, tunarungu tetap masih belum

memahami serta kesulitan dalam mengaplikasikannya ke kehidupan sehari-hari.

“Tuli yang sudah dewasa berontak ga setuju dengan SIBI dan ada

keinginan bikin kamus sendiri BISINDO secara alamiah. SIBI adalah produk

campuran dari luar negeri yang menggunakan satu tangan untuk

komunikasinya. Komunikasi SIBI Cuma bisa dilakukan untuk komunikasi

jarak dekat dalam susunan internasional. Kalau BISINDO, ada budaya

tersendiri menggunakan dua tangan. Pihak GERKATIN bukan menolak

isyarat SIBI (abjadnya), tabjadnya bisa diterima tapi komunikasi tingkat

internasional isyaratnya berbeda karena orang tunarungu dbagi bahasa

isyaratnya menjadi dua. Misalkan „saya mau pergi ke pasar‟ terdapat lima

suku kata dan SIBI memperagakannya sesuai denga jumlah suku katanya,

sedangkan BISINDO isyaratnya bisa dipersingkat menjadi tiga suku kata

„saya ke pasar‟ yang penting inti dari kalimatnya itu sama.”5

Menurut Bambang Prasetyo selaku ketua umum Gerakan untuk Kesejahteraan

Tunarungu Indonesia atau biasa disebut GERKATIN, ada banyak kesulitan-kesulitan

tuna rungu dalam berkomunikasi dengan orang normal pada umumnya, terutama pada

anak-anak dan tuna rungu yang tidak berkesempatan untuk mengenyam bangku

pendidikan.

“Kalau anak-anak kan sudah biasa sejak lahir menggunakan isyarat

alamiah BISINDO, jadi mereka agak keteteran ketika masuk ke sekolah

formal soalnya beda banget belajarnya. Kan tuna rungu itu kurang dalam hal

pendengaran dan pencernaan pesan jadi ya kalau sudah balik ke rumah lagi itu

sudah ga dipakai soalnya sudah balik ke habitat aslinya. Sedangkan kalau

yang ga mengenyam pendidikan atau orang-orang tua susah nerima dan

mudah tersinggung. Mereka tahu itu ya itu yang dipakai.”6

5 Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11 November

2016 pukul 14.00 WIB.

6 Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11 November

2016 pukul 14.00 WIB.

Page 85: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

69

Lain halnya dengan tuna rungu yang mengecap pendidikan sekolah bahkan

sampai ke perguruan tinggi. Pola pikirnya sudah lebih jauh terbuka, tidak mudah

tersinggung dan lebih mudah untuk berbaur dalam ruang lingkup masyarakat yang

lebih besar dan beragam. Karena keterbukaan dalam hal komunikasi dan informasi

tuna rungu yang mengecap pendidikan formal lebih tangguh dan kompeten ketika

memasuki dunia pekerjaan. Tetapi di luar sikap kompeten itu sendiri, masih banyak

orang yang merendahkan kemampuan tuna rungu hanya karena memiliki keterbatasan

dan kekurangan. Banyak yang masih menaruh sikap curiga kaarena khawatir akan

kaum tuna rungu yang tidak mampu melakukan pekerjaan yang diberikan.

Terlepas dari beberapa kekurangan yang ada, isyarat BISINDO tentunya

mempunyai kelebihannya tersendiri. Isyarat BISINDO yang tidak memerlukan kata-

kata baku berimbuhan memang menjadi lebih ringkas dan mempersingkat waktu

yang ada serta lebih ekspresif dan cocok digunakan diberbagai kegiatan yang

membutuhkan intepretasi bahasa isyarat. Hal ini membuat bahasa isyarat BISINDO

jadi terlihat lebih menarik minat masyarakat umum yang bukan tuna rungu untuk

mempelajarinya lebih jauh.

Isyarat BISINDO memungkinkan cara komunikasi isyaratnya berbeda di tiap-

tiap daerah. Sedangkan fokus isyarat Jakarta berdasar dari bahasa isyarat yang paling

banyak digunakan di daerah Jakarta.

“Memang bahasa isyarat BISINDO berbeda di tiap daerah karena tiap-

tiap daerah punya kebudayaan isyaratnya masing-masing. Kalau isyaratnya

sama, itu boleh dimasukkan ke dalam isyarat BISINDO nasional. Kalau

berbeda jadinya Cuma bisa dimasukkan ke dalam isyarat BISINDO daerahnya

masing-masing. Takutnya kalau dimasukkan ke dalam isyarat BISINDO

Page 86: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

70

nasional nati terjadi kerancuan yang mana yang mau dipakai. Begitu pula

dengan isyarat internasional, ada patennya jadi sudah ga bingung lagi

kitanya.”7

TABEL. 04 Contoh Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)8

Contoh Isyarat Yang Berbeda (Indonesia)

Ya (menyatakan setuju) Tiap-tiap daerah berbeda-beda

menyatakannya.

Misal:

Jakarta : mengangguk;

Daerah lain ada yang

melotot sambil

mengangguk, ada yang

sambil membusungkan dada

dan menatap ke atas kepala

lawan bicara atau ada pula

yang merem sambil

mengangguk-anggukan

kepalanya.

Contoh Isyarat Yang Sama (Indonesia)

Ayah Karena ayah / bapak identik

mempunyai kumis maka isyaratnya

jari telunjuk ditaruh diantara atas

bibir dan di bawah hidung

membentuk arah horizontal.

7 Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11 November

2016 pukul 14.00 WIB. 8 TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 74.

Page 87: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

71

Ibu Karena ibu identik dengan memakai

sanggul jadi satu tangan ditaruh di

belakang kepala sambil membentuk

setengah lingkaran dari atas ke

bawah.

Anak

Tangan diarahkan ke samping badan

sejajar dengan pinggang (hal ini

dilakukan untuk mengisyaratkan

bahwa anak itu kecil dan usianya

yang berjarak dengan orang tua).

Anak Laki-laki

Terdapat dua gerakan tangan

1. Isyarat Anak

Tangan diarahkan ke samping

badan sejajar dengan pinggang

(hal ini dilakukan untuk

mengisyaratkan bahwa anak

itu kecil dan usianya yang

berjarak dengan orang tua).

2. Isyarat Laki-laki

Tangan membentuk gerakan

seperti sedang hormat untuk

menunjukkan bahwa laki-laki

identik dengan pemimpin.

Anak Perempuan

Terdapat dua gerakan tangan

1. Isyarat anak

Tangan diarahkan ke samping

badan sejajar dengan pinggang

(hal ini dilakukan untuk

mengisyaratkan bahwa anak

Page 88: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

72

itu kecil dan usianya yang

berjarak dengan orang tua).

2. Isyarat Perempuan

Tangan merujuk kearah

telinga (tempat dimana

biasanya perempuan memakai

anting).

Kakak

Tangan disejajarkan dengan kepala

dan diangkat sekitar 45 derajat kearah

atas kepala.

Kakak Laki-laki Terdapat dua gerakan tangan

1. Isyarat Kakak

Tangan disejajarkan dengan

kepala dan diangkat sekitar 45

derajat kearah atas kepala.

2. Isyarat Laki-laki

Tangan membentuk gerakan

seperti sedang hormat untuk

menunjukkan bahwa laki-laki

identik dengan pemimpin.

Kakak Perempuan

Terdapat dua gerakan tangan

1. Isyarat Kakak

Tangan disejajarkan dengan

kepala dan diangkat sekitar 45

derajat kearah atas kepala.

2. Isyarat Perempuan

Tangan merujuk kearah

telinga (tempat dimana

biasanya perempuan memakai

anting).

Page 89: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

73

Adik

Tangan disejajarkan dengan bahu dan

dilekukkan 90 derajat kearah bawah.

Adik Laki-laki

Terdapat dua gerakan tangan

1. Isyarat Adik

Tangan disejajarkan dengan

bahu dan dilekukkan 90

derajat kearah bawah.

2. Isyarat Laki-laki

Tangan membentuk gerakan

seperti sedang hormat untuk

menunjukkan bahwa laki-laki

identik dengan pemimpin.

Adik Perempuan

Terdapat dua gerakan tangan

Isyarat Adik

Tangan disejajarkan dengan

bahu dan dilekukkan 90

derajat kearah bawah.

Isyarat Perempuan

Tangan merujuk kearah

telinga (tempat dimana

biasanya perempuan memakai

anting).

Page 90: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

74

Gambar 05. Contoh Isyarat Keluarga9

Ciri-ciri tuna rungu dalam berkomunikasi biasanya diawali dengan berisyarat

menggunakan bahasa indonesia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat

Indonesia pada umumnya. Selain itu, isyarat yang digunakan berasal dari kata dasar

yang memungkinkan tuna rungu maupun orang normal memahami makna dari pesan

yang disampaikan. Bahasa isyarat juga harus mementingkan situasi sosial dan budaya

yang terdapat di Indonesia dan menyesuaikan dimana tuna rungu itu tinggal. Hal ini

9 TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 74 - 75.

Page 91: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

75

disebabkan oleh banyaknya perbedaan budaya dan adat istiadat yang ada di

Indonesia. Bagi tuna rungu BISINDO, yang terpenting adalah suatu bahasa dapat

dicerna dan dimengerti dengan baik pemaknaannya. Karena tidak jarang

keterbelakangan dalam perkembangan sistem teknologi dan informasi menghambat

tuna rungu untuk berkembang dan mendapatkan informasi serta perlakuan yang layak

sebagai bagian dari Negara serta kurangnya orang normal memahami bahasa isyarat.

Faktor krusial yang menyebabkan tuna rungu dan orang normal sulit dalam

berkomunikasi adalah masih kurangnya penyuluhan dari pihak pemerintah tentang

pembelajaran bahasa isyarat.

Berdasarkan ciri utama kaum tuna rungu dalam berkomunikasi, yakni

menggunakan bahasa isyarat, maka dapat disimpulkan bahwa cara utama kaum tuna

rungu dalam memahami makna bahasa adalah dengan memahami hal-hal yang

mereka lihat. Seringnya mereka terbiasa melihat bentuk simbol isyarat secara

berulang akan membentuk makna bahasa dalam diri mereka dan jika simbol tersebut

digunakan dalam satu komunitas kaum tuna rungu yang sama maka hal itu sudah

menjadi bentuk bahasa. Perbedaan bentuk makna bahasa pada orang normal ternyata

juga terjadi pada kaum tuna rungu. Antara komunitas kaum tuna rungu satu dengan

kaum tuna rungu lainnya juga terjadi perbedaan istilah dalam penggunaan bahasa

isyarat, hal ini terjadi karena adanya perbedaan budaya dimana tuna rungu tersebut

tinggal. 10

10

Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11 November

2016 pukul 14.00 WIB.

Page 92: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

76

Proses pemahaman bahasa bagi tuna rungu harus dimulai sejak dini. Peran

orang tua dan masyarakat sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap proses

perkembangan bahasa bagi tuna rungu. Minimnya pengetahuan terhadap kondisi tuna

rungu mengakibatkan tuna rungu terlambat dalam mendalami bahasa.

Simbol-simbol visual yang akan dijadikan referensi untuk diajarkan pada tuna

rungu harus disesuaikan dengan ciri budaya dimana tuna rungu tersebut tinggal.

Penggunaan gambar yang akan digunakan untuk menjelaskan makna kata juga harus

disesuaikan dengan karakteristik budaya tuna rungu tersebut. Hal ini dimaksudkan

untuk memudahkan identifikasi tuna rungu dengan hal-hal yang dilihatnya dan yang

alami di lingkungan tempat tinggalnya.

Gambar. 06 Ekspresi Wajah11

11

http//:www.google.com/ekspressi-wajah diakses pada 28 Juli 2017 pukul 13.28 WIB.

Page 93: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

77

Gambar-gambar di atas merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan

simbol dari suatu isyarat. Hal tersebut dapat mempermudah orang normal dalam

belajar dan memahami bahasa isyarat. Dengan menggunakan media audio visual

dengan diberi penjelasan tentang apa yang dimaksud olaeh tuna rungu dalam

menyampaikan pesan. Begitu pula sebaliknya, mereka (tuna rungu) dapat mencerna

pesan ketika lawan bicara mengekspresikan ke dalam bentuk mimik wajah maupun

olah tubuh.

Hal ini sama seperti yang sudah dipaparkan di atas bahwa bahasa isyarat

mempunyai nilai ekspresif yang lebih tinggi. Ini disebabkan oleh keterbatasan tuna

rungu dalam hal menangkap, mencerna dan mendengar suatu informasi yang telah

didapatkan. Ekspresi wajah sangat dibutuhkan untuk mengetahui apa yang

dikemukakan tuna rungu tersebut, baik itu terhadap sesama maupun masyarakat yang

non tuna rungu.

Page 94: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

78

Selain dari bentuk mimik dan ekspresi wajah juga biasanya tuna rungu

memberikan inisial panggilan untuk membedakan satu dengan yang lainnya yang

mewakili ciri khas orang yang diberi nama tersebut. Biasanya sebelum memberikan

nama inisial, tidak lupa pula tuna rungu tersebut menanyakan persetujuan tentang

inisial nama yang diberikan. Karena memang sifat dasar yang mudah tersinggung

bahkan terhadap hal-hal yang dianggap oleh masyarakat biasa, ketika orang yang

bersangkutan tidak menyetujuinya maka lebih baik bagi mereka untuk mencarikan

inisial yang lain.

“Nama identitas biasanya diberikan hanya kepada lawan bicara teman

dekat bukan kepada orang lain yang tidak dikenal. Biasanya itu spontan saja

tercetus pada saat ngobrol.”12

Gambar. 07 Contoh Pemberian Nama Inisial13

Gempal

Nama ini diberikan karena anak ini

mempunyai pipi yang gemuk.

Mata Empat

Nama ini diberikan karena laki-laki

ini memakai kacamata. Jadi, seolah

ia mempunyai mata yang berjumlah

12

Wawancara pribadi dengan Tori Hermawan, Sekretaris Umum BISINDO pada tanggal 11 November

2016 pukul 14.00 WIB. 13

http//:www.google.com/ diakses pada 28 Juli 2017 pukul 13.28 WIB.

Page 95: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

79

empat.

Keribo

Nama ini diberikan karena laki-laki

ini mempunyai rambut keriting ikal.

Gondrong

Nama ini diberikan karena laki-laki

ini mempunyai rambut yang cukup

panjang.

Cara berkomunikasi antara tuna rungu dengan tuna rungu dan tuna rungu

dengan orang dengar pun berbeda. Berkomunikasi dengan penyandang tuna rungu

memerlukan teknik khusus yaitu dengan menggunakan bahasa nonverbal khususnya

bahasa isyarat. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari

sesuatu yang abstrak. Pada umumnya orang yang memiliki ketunarunguan akan sulit

untuk mencerna pesan yang disampaikan orang lain karena minimnya bahasa yang

dikuasai.

“Secara IQ, mereka sama dengan orang normal, hanya saja terbatas

dalam hal berkomunikasi denganorang lain karena miskin bahasa. Maksud

dari miskin bahasa yaitu apabila pesan yang disampaikan kurang jelas atau

Page 96: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

80

pun kosakatanya terlalu rumit atau terbolak balik mereka akan menjadi sulit

untuk mencernanya”14

.

Tunarungu, ketika berkomunikasi dengan sesama tuna rungu maka akan

timbul rasa aman dan nyaman karena mempunyai keadaan yang sama. Komunikasi

sesama tuna rungu akan lebih leluasa dan dapat saling mengerti satu sama lain akibat

dari penggunaan bahasa yang sama. Sesama tuna rungu akan menunjukkan intetaksi

sosial yang aktif dan lebih kompleks karena terjadinya kontak sosial dan interaksi

komunikasi menjadi satu kesatuan di dalamnya. Sedangkan ketika tuna rungu

berinteraksi dengan orang dengar, terjadi sedikit perubahan. Interaksi sosialnya tidak

jauh berbeda tetapi tentu saja terdapat kesulitan-kesulitan dan hambatan dalam

prosesnya. Bentuk komunikasi yang terjadi melalui perantara pesan, baik itu secara

fisik maupun non fisik.

Ketika berinteraksi dengan orang dengar, tak jarang orang dengar

membutuhkan interpreter untuk mengetahui maksud dari pesan yang disampaikan

oleh orang tuna rungu. Selain itu juga ketika tuna rungu tidak atau pun sulit

memahami pesan yang disampaikan orang dengar maka orang yang memiliki panca

indera sempurna seringkali menggunakan alat tulis sebagai media berkomunikasi.

Hal yang acapkali terjadi ialah pendeskriminasian oleh orang dengar terhadap

tuna rungu. Alamiahnya, tuna rungu cenderung memiliki sensitifitas atau perasaan

mudah tersinggung dibandingkan orang dengar. Jadi, untuk terjalinnya komunikasi

yang lebih efektif maka harus ada sikap saling mengharga satu sama lain.

14

Wawancara pribadi dengan Wilma Rezeki, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11 November 2016 pukul

14.00 WIB.

Page 97: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

81

Pada komunikasi bahasa isyarat BISINDO, yang peneliti alami selama

meneliti tentang cara berkomunikasinya seringkali sesama individu tuna rungu

berkomunikasi dengan cara menunjukkan ekspresi muka yang ekspresif, gerakan

tangan yang sigap dan banyak gerakan mulut seperti berbicara pada umumnya tetapi

tidak menggunakan suara. Hal ini tidak hanya berlaku untuk sesama individu tuna

rungu tetapi juga bagi individu dengar yang sudah bisa atau pun ikut mempelajari

bahasa isyarat BiISINDO. Tetapi bagi yang tidak terbiasa seperti peneliti, individu

tuna rungu memberikan suatu toleransi dengan menggunakan suara yang cukup

lantang agar individu normal yang belum bisa atau pun masih awam terhadap bahasa

isyarat dapat berkomunikasi dengan mudah dan berjalan lancar.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak tuna rungu

adalah individu yang mengalami gangguan pendengaran dan hal ini tampak dalam

wicara dan bunyi-bunyian. Hal ini menyebabkan individu tuna rungu mengalami

kesulitan dalam mencerna informasi bahasa melalui pendengaran yang berakibat pada

miskinnya kosakata dan memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi

Page 98: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

82

Gambar 08. Komunikasi Antara Tunarungu dan Individu Normal15

TABEL. 05 Contoh Bentuk Kalimat Isyarat Pendek dan Penjelasannya

Ketika Berbicara Dengan Sesama Tunarungu dan Ketika Berbicara Dengan

Individu Normal Berdasarkan Gambar Di Atas16

Contoh Kalimat Tuna rungu x Tuna

rungu

Tuna rungu x Individu

Normal

Dia suka anggur Tidak menemukan

kesulitan.

Penjelasan:

Hal ini disebabkan karena

cara berkomunikasinya

sama dan sudah terbiasa

berkomunikasi dengan cara

berekspresi dan

menggunakan bahasa tubuh

/ gestur untuk menegaskan

isi pesan.

Menemukan kesulitan

Penjelasan:

Hal ini disebabkan karena

tidak terbiasa melihat dan

berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa

isyarat. Ketika bahasa

isyarat dilihat untu pertama

kali tanpa bantuan suara,

itu cukup membingungkan

dan menjadi mudah

dipahami, ketika dibantu

15

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 41. 16

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014), h. 41.

Page 99: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

83

dengan tambahan suara.

Untuk kata DIA yang

merujuk pada subjek,

secara pribadi peneliti

memahami kata tersebut.

Tetapi, lain halnya dengan

dua kata selanjutnya, yaitu

SUKA dan ANGGUR

peneliti sulit untuk

menafsirkan apa yang

individu tuna rungu

maksudkan kalau hanya

dengan gerak tubuh.

Tetapi, ketika individu tuna

rungu mencontohkan

dengan menggunakan

gerak tubuh dan suara,

maka kalimat yang

dimaksud menjadi

dimengerti.

Dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat, peran ekspresi,

gerak bibir, bahasa tubuh dan interpreter sangatlah dibutuhkan. Sebab keterbatasan

cara berkomunikasi dan mengungkapkan isi pikiran hal-hal inilah yang digunakan

untuk mempertegas dan mepertajam maksud dari isi pesan yang hendak diutarakan.

Sebagian besar individu tuna rungu, selain menggunakan alat dengar untuk

mepermudah jalannya komunikasi juga memperhatikan dengan seksama gerak bibir

lawan bicara. Ketika makna isi pesan masih juga kurang dipahami, lawan bicara akan

menggunakan alat tulis sebagai media bantu. Tidak heran itu menjadi hal penting

yang harus dibawa kemana pun. Selain itu juga pemilihan diksi pada kalimat haruslah

Page 100: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

84

yang mudah dicerna dengan tidak menggunakan kalimat-kalimat yang sulit dipahami

atau terlalu berbelit-belit.

Pada bahasa isyarat BISINDO, komunikasi terjadi dengan menggunakan kata-

kata dasar yang tidak berpola dan artikulasi tidak digunakan. Walaupun terkesan

berantakan, tetapi nyatanya cara komunikasi tersebut lebih mudah ditangkap oleh

individu tuna rungu. Dalam mengungkapkan atau berbicara, isyarat BISINDO tidak

menggunakan kata bantu untuk memperjelas kalimat. Isyarat BISINDO hanya

menggunakan subjek-predikat-objek (SPO) pada susunan kalimatnya.

Untuk individu normal pada awalnya atau individu awam akan sulit mengerti

ketika tidak menggunakan elemen-elemen bantuan yang telah dikatakan di atas. Ini

terjadi ketika individu tuna rungu hanya menggunakan gerak tubuh dan ekspresi

dalam penampaian pesannya. Setelah dijelaskan dengan bantuan interpreter atau pun

individu tuna rungu menambahkan suara atau berbicara sekaligus memperagakannya,

hal ini tentunya akan lebih mudah dimengerti.

Page 101: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

85

Contoh kalimat dan penjelasan tata bahasa serta artikulasi isyarat BISINDO:17

Gambar. 09 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Ketika Bertaya18

Terjemahan bahasa Indonesia: “Semangka itu punya siapa?”

Penjelasan:

Pada gambar delapan, kalimat “Semangka itu punya siapa?” bisa dilihat

bahwa antara kalimat dan bahasa isyaratnya terbolak-balik tetapi makna dari kalimat

tetap sama dan semuanya menggunakan kata-kata dasar.

1. Gambar yang tertera di atas ada empat buah secara menyamping. Bisa

dilihat pada gambar pertama, peraga mengarahkan jari telunjuknya pada

sesuatu yang menunjukkan kata “itu” sebagai objek dari benda yang

ditanyakan.

2. Gambar setelahnya terdapat huruf N yang berarti noun atau kata benda,

tangan membentuk lingkaran besar yang menujukkan arti “semangka”.

17

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 45. 18

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014), h. 45.

Page 102: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

86

3. Gambar ketiga menunjukkan predikat dari verb atau kata kerja yang

menanyakan kepemilikan suatu benda. Peraga mengarahkan tangan dari

arah mulut ke bagian dada dengan membentuk setengah lingkaran satu

kali untuk memperagakan potongan kalimat dari kata “punya”.

4. Gambar terakhir atau gambar yang paling kanan menunjukkan (KT) kata

tanya yang merupakan kata keterangan kepemilikan atau subjek dari

kepemilikan suatu benda yang peraga tunjuk pada awal gambar. Peraga

menaruh ibu jarike arah dalam bawah dagu sejajar dengan muka serta

ditambahkan tanda panah untuk mempertegas menanyakan siapa yang

memiliki benda tersebut.

Gambar. 10 Tata Bahasa dan Artikulasi Isyarat BISINDO Ketika

Menjawab19

Terjemahan bahasa Indonesia: “Semangka itu punya dia.”

Penjelasan:

19

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014), h. 45.

Page 103: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

87

Pada gambar Sembilan, penjelasan masih sama seperti gambar delapan, hanya

berbeda kalimat. Gambar sembilan merupakan jawaban pertanyaan dari gambar

delapan. Kalimat “Semangka itu punya dia.” Dari satu buah kalimat ini bisa dilihat

bahwa antara kalimat dan bahasa isyaratnya terbolak-balik tetapi makna dari kalimat

tetap sama dan semuanya menggunakan kata-kata dasar.

1. Gambar yang tertera di atas ada empat buah secara menyamping. Bisa

dilihat pada gambar pertama, peraga mengarahkan jari telunjuknya

pada sesuatu yang menunjukkan kata “itu” sebagai objek dari benda

yang ditanyakan.

2. Gambar setelahnya terdapat huruf N yang berarti noun atau kata

benda, tangan membentuk lingkaran besar yang menujukkan arti

“semangka”.

3. Gambar ketiga menunjukkan predikat dari verb atau kata kerja yang

menanyakan kepemilikan suatu benda. Peraga mengarahkan tangan

dari arah mulut ke bagian dada dengan membentuk setengah lingkaran

satu kali untuk memperagakan potongan kalimat dari kata “punya”.

4. Gambar terakhir subjek dari pemilik semangka yang disebut dengan

Promina (PRO) atau kata ganti (orang ketiga). Tangan peraga

membentuk seperti huruf b dengan memasukkan tiga jari setelah

telunjuk dan menarruh ibu jari di atas jari tengah serta mengeluarkan

jari telunjuk dan sejajar ke depan pandangan mata untuk memperagkan

isyarat dari kata “dia” (pemilik dari buah semangka

Page 104: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

88

Gambar. 11 Tata Bahasa dan Artikulasi Isyarat BISINDO Ketika

Bertaya20

Terjemahan bahasa Indonesia: “Bagaimana cara makan anggur?”

(Subjek “kamu” dihilangkan. Predikat “makan” menunjukkan objek atau cara

yang tak terperinci.)

Penjelasan:

Pada gambar sepuluh masih sama tentang cara bertanya tetapi penjelasannya

sedikit berbeda dari gambar delapan dan sembilan. Bisa dilihat pada arti dari isyarat

gambar menggunakan artikulasi dan tata bahasa Indonesia baku. Tetapi dalam

penjelasan pada gambar peraga BISINDO tetap menggunakan kata-kata dasar yang

tidak lengkap ketika diperhatikan. Pada kalimat tertera tulisan “Bagaimana cara

memakan anggur?” yang secara tidak langsung kalimat itu berarti kita bertanya

kepada seseorang. Tetapi, disini subjek (kamu) dari siapa yang peraga tanya tidak

disebutkan dan tidak ada keterangannya. Subjek tidak dimasukkan ke dalam kalimat

20

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014), h. 45.

Page 105: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

89

karena pada pertanyaan sudah diwakilkan dalam kalimat tanya tersebut. Selain iu,

predikat dari kata “makan” yang merupakan kata dasar dari “memakan”

menunjukkan objek/cara yang tidak terperinci tetapi masih bisa dimengerti.

1. Pada gambar pertama, peraga memperlihatkan isyarat dari kata “anggur”

terlebih dahulu sebagai objek atau benda utama yang ditanyakan. Hal ini

dilakukan bertujuan untuk mempersingkat, memperjelas dan mempertegas

tentang apa yang ditanyakan oleh peraga. Kedua jari tangan peraga

dimainkan membentuk bulatan kecil. Bulatan kecil dibentuk dengan

menyatukan ibu jari dan telunjuk membentuk sebuah bulatan untuk

menunjukkan bentuk dari buah anggur. Posisi tangan kanan sedikit lebih

tinggi dari tangan kiri. Tiga jari sisanya pada tangan kiri sedikit

membentuk lengkungan ke arah dalam untuk menunjukkan banyaknya

buah dalam satu ikat anggur dan tiga jari sisa pada tangan kanan berarti

dalam satu batang terdapat banyak cabang yang memungkinkan adanya

anggur disetiap ruas-ruas batang.

2. Gambar kedua peraga memberi isyarat dari kata “makan” sebagai kata

kerja atau sebagai predikat tentang apa yang akan dilakukan pada anggur

tersebut. Jari tangan peraga membentuk seperti kerucut dan diarahkan ke

mulut sambil sedikit membuka mulut ketika akan memasukkan sesuatu ke

dalamnya.

3. Gambar ketiga mengisaratkan kata “cara” yang sekaligus juga mewakili

kata “bagaimana” sebagai kata tanya (KT) dalam isyaratnya. Kedua

Page 106: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

90

tangan diarahkan sejajar ke depan badan sambil menggerakkan telapak

tangan berulang ke atas dan ke bawah untuk mengisyaratkan bahwa

peraga sedang bertanya.

Selain itu, Bambang Prasetyo juga menambahkan cara mempermudah

komunikasi antara tuna rungu dan individu normal, yaitu dengan cara berkumpul

setiap hari minggu di acara Car Free Day. Komunitas tuna rungu beserta kelompok

orang-oranng yang peduli akan kesetaraan antara individu tuna rungu dan individu

normal mengajak orang-orang yang datang untuk bergabung dan belajar secara gratis.

“Pemasaran / pembelajaran BSINDO ada setiap hari minggu di acara

car free day jam 06.00 – 07.00 WIB di depan Hotel Mandarin. Tujuannya

untuk merekrut orang-orang agar tertarik belajar dan menjadi interpreter

rungu BISINDO secara alamiah”.21

Tujuan diadakannya setiap minggu tidak lain untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat bahwa tuna rungu atau orang-orang berkebutuhan khusus itu ada dan

untuk tidak mengabaikan eksistensi tuna rungu sebagai bagian dari masyarakat

Indonesia.

Selain itu, Bambang Prasetyo selaku Ketua Umum GERKATIN juga

menambahkan bahwa BISINDO sudah mulai diterapkan di Universitas Indonesia di

Fakultas Ilmu Budaya dan dimasukkan ke dalam kurikulum belajar mahasiswa sastra

mata kuliah “Kemahiran Berbahasa Isyarat”. Tidak ketinggalan pula BISINDO juga

diajarkan di UIN Jakarta Fakultas Kedokteran sebagai pengenalan dasar tentang

isyarat-isyarat pada ilmu kedokteran yang memungkinkannya dipakai ketika

21

Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11 November 2016 pukul

14.00 WIB.

Page 107: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

91

menangani pasien. Semua mahasiswa yang mendapatkan mata kuliah bahasa isyarat

BISINDO berasal dari individu-individu dengar atau normal.

B. Persamaan dan Makna Isyarat BISINDO dengan Bahasa Isyarat Negara

Lain

Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual,

bahasa tubuh dan gerak bibir, bukannya suara untuk berkomunikasi. Kaum tunarugu

adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini. Bahasa isyarat biasanya

pengkombinasian dari bentuk, orientasi dan gerak tangan, lengan, tubuh serta ekspresi

wajah untuk mengungkapkan isi pikiran.22

Bahasa isyarat merupakan jenis komunikasi non verbal karena merupakan

bahasa yang tidak menggunakan suara tetapi menggunakan bentuk dan arah tangan,

pergerakan tangan, bibir, badan serta ekspresi wajah untuk menyampaikan maksud

dan pikiran dari seorang penutur. Ada beberapa bahasa isyarat yang dipakai di suatu

negara tetapi tidak ditemukan di negara lain. Serta ada pula bahasa isyarat yang

mempunyai arti dan gerakan yang sama walaupun antar Negara mempunyai bahasa

yang jauh berbeda satu sama lain. Bahasa isyarat biasanya berkembang sesuai dengan

lingkungan dan budaya setempat. Salah satu bahasa isyarat yang memiliki gerakan

dan arti yang sama dengan bahasa isyarat BISINDO adalah British Sign Language

(BSL).

22

Bahasa Isyarat, https://id.wikipedia.org/ diakses pada 22 April 2017 pukul 11.14 WIB.

Page 108: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

92

Seperti yang diketahui, BISINDO merupakan salah satu jenis bahasa isyarat

alamiah yang di pakai oleh kaum tunarungu di Indonesia. BISINDO yang merupakan

bahasa alamiah dari kaum tunarungu Indonesia yang di setiap daerah-daerahnya dapat

ditemukan berbagai perbedaan sesuai dengan budaya dan adat istiadat dari masing-

masing daerah yang tersebar di Indonesia.23

BISINDO dapat disebut sebagai bahasa

isyarat alamiah karena itu terbentuk dengan sendirinya melalui polah individu

tunarungu itu sendiri dan berkaitan dengan di mana individu tersebut tinggal. Dengan

adanya BISINDO, kaum tunarungu dapat dengan leluasa berkomunikasi antar

sesamanya untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan yang hendak disampaikan.

Sedangkan British Sign Language (BSL) merupakan bentuk bahasa isyarat

umum yang ada di Inggris. BSL juga mempunya bentuk gramatikalnya tersendiri,

karena tidak terkait maupun terantung dengan bahasa Inggris lisan. BSL diakui oleh

pemerintah sebagai bahasa kaum minor pada tahun 2003. Hal ini menyebabkan

kebutuhan dana meningkat untuk percontohan orang-orang yang menderita

tunarungu. Selain itu juga, saat ini BSL sudah sejajar tingkatannya dengan bahasa

Nasional minoritas lainnya.24

Sign Supprorted English (SSE) merupakan bentuk lain dari bahasa isyarat

yang digunakan di Inggris. SSE bukan merupakan bahasa sendiri melainkan

menggunakan tanda yang sama dengan BSL, namun keduanya digunakan dalam

23

Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo, Ketua Umum BISINDO pada tanggal 11 November

2016 pukul 14.00 WIB.

24 https://www.british-sign.co.uk/what-is-british-sign-languge/ diakses pada 11 Juli 2017 pukul 13.42

WIB.

Page 109: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

93

urutan yang sama dengan bahasa Inggris lisan, terutama di sekolah dan untuk bekal

ketika berkomunikasi dengan orang dengar.25

Walaupun Indonesia dan Inggris mempunyai bahasa yang jauh berbeda, tetapi

keduanya mempunyai beberapa bentuk isyarat dan arti yang sama. Kedua Negara pun

sama-sama memiliki dua jenis bahasa isyarat yang berbeda yang digunakan. Pada

Indonesia terdapat Sistem Isyarat Indonesia (SIBI) dan BISINDO, sedangkan di

Inggris disebut BSL dan SSE. Beberapa contoh gerakan dan makna isyarat yang sama

antara BISINDO dan BSL:

Gambar. 12 Tata Bahasa dan Artikulasi Isyarat BISINDO Keluarga

BISINDO26

BSL27

25 https://www.british-sign.co.uk/what-is-british-sign-languge/ diakses pada 11 Juli 2017 pukul 13.42

WIB. 26

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 70. 27

https://youtu.be/Qo-TlkjFlz0 How To Sign Family Using Britsh Sign Language (BSL Dictionary BH),

diakses 11 Juli 2017 pukul 08.39 WIB.

Page 110: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

94

Penjelasan:

Kedua gerakan isyarat sama-sama membentuk arah yang dimulai dari kiri ke

kanan dan memutar beberapa kali.

Sedikit perbedaan antara keduanya adalah pada isyarat BISINDO hanya

menggunakan satu jari (telunjuk) untuk membentuk lingkaran. Sedangkan

pada BSL menggunakan kelima jari untuk membentuk lingkarannya.

Kedua gambar di atas merujuk pada teori strukturalisme poin keempat yang

dipelopori oleh Levi-Strauss. Pada isyarat BISINDO dan BSL sama-sama

menegaskan peranan subjek yang memperagakan isyarat keluarga, walaupun

dengan latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda dan menjadikannya

ciri khas dari cara berfikir dan bertindak dari individu rungu untuk

berkomunikasi dan menyampaikan pesan yang dimaksud.28

28

K.Bertens, Filsafat Barat abad XX jilid II Perancis, h. 381.

Page 111: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

95

Gambar. 13 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Bayi

BISINDO29

BSL30

Penjelasan:

Pada isyarat BISINDO maupun BSL dalam mengisyaratkan kata bayi adalah

dengan membengkokkan kedua lengan tangan dan menaruhnya di depan dada

dan digoyangkan dariberulang dari arah kiri kea rah kanan.

Kedua gambar di atas merujuk pada teori strukturalisme poin keempat yang

dipelopori oleh Levi-Strauss. Pada isyarat BISINDO dan BSL sama-sama

menegaskan peranan subjek yang memperagakan isyarat bayi, walaupun

dengan latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda dan menjadikannya

29

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 70. 30

https://youtu.be/Qo-TlkjFlz0 How To Sign Family Using Britsh Sign Language (BSL Dictionary BH),

diakses 11 Juli 2017 pukul 08.41 WIB.

Page 112: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

96

ciri khas dari cara berfikir dan bertindak dari individu rungu untuk

berkomunikasi dan menyampaikan pesan yang dimaksud.31

Selain itu, gerakan seperti mengayunkan sesuatu secara berulang tidak akan

mempunyai makna di dalamnya ketika individu rungu maupun normal tidak

dapat membayangkan atau pun melihat secara nyata bagaimana biasanya

seseorang biasa menggendong bayi.32

Gambar. 14 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Anak

BISINDO33

BSL34

Penjelasan:

Pada gambar keduanya, tangan diletakkan lurus di depan dan kelima jari

ditelungkupkan dan diletakkan sejajar ukuran dada.

31

K.Bertens, Filsafat Barat abad XX jilid II Perancis, h. 381. 32

Amir Pilliang, Semiotika dan Hipersemiotika, (Bandung: Pustaka Matahari, 2012), h. 19. 33

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 70. 34

https://youtu.be/Qo-TlkjFlz0 How To Sign Family Using Britsh Sign Language (BSL Dictionary BH),

diakses 11 Juli 2017 pukul 08.43 WIB.

Page 113: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

97

Amir Pilliang (2003) menyimpulkan bahwa setidaknya ada enam prinsip

semiotika structural yang dikemukakan oleh Saussure. Pada poin kedua,

Pilliang menjelskan tentang tanda yang merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan dari penanda.35

Meskipun letak tangan pada kedua gambar

bersifat abstrak, tetapi bentuk gerakan tangan tidak dapat dihilangkan atau

dipisahkan dari arti yang ingin dikemukakan oleh peraga. Serta dibantu oleh

gerakan mulut yang mengindikasikan bahwa arti dari gambar tangan pada

gambar menunjukkan kata “anak.” Sebab, jika salah satu hilang atau sengaja

dihilangkan maka akan timbul makna lain seperti tinggi badan seseorang.

35

Amir Pilliang, Semiotika dan Hipersemiotika, (Bandung: Pustaka Matahari, 2012), h. 19.

Page 114: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

98

Gambar. 15 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Hamil

BISINDO36

BSL37

Penjelasan:

Kedua tangan menghadap ke depan dan seolah membentuk setengah lingkaran

dan tambahan pada isyarat gambar BSL adalah untuk menekankan bahwa

yang dimaksud adalah wanita yang sedang hamil ialah dengan

menggelembungkan mulut (seolah mulut dipenuhi oleh udara) dan

mengucapkan kata pregnant yang merupakan arti dari kata hamil dalam

bahasa Indonesia.

Kedua gambar di atas merujuk pada teori strukturalisme poin keempat yang

dipelopori oleh Levi-Strauss. Pada isyarat BISINDO dan BSL sama-sama

menegaskan peranan subjek yang memperagakan isyarat bayi, walaupun

36

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 70. 37

https://youtu.be/Qo-TlkjFlz0 How To Sign Family Using Britsh Sign Language (BSL Dictionary BH),

diakses 11 Juli 2017 pukul 08.45 WIB

Page 115: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

99

dengan latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda dan menjadikannya

ciri khas dari cara berfikir dan bertindak dari individu rungu untuk

berkomunikasi dan menyampaikan pesan yang dimaksud.38

Gambar. 16 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Ayah

BISINDO39

BSL40

Penjelasan:

Pada BISINDO, isyarat ayah identik dengan budaya Indonesia dengan

seorang ayah yang biasanya mempunyai kumis maka isyaratnya jari telunjuk

ditaruh diantara atas bibir dan di bawah hidung membentuk arah horizontal.

Pada BSL, isyarat ayah mengetuk dua jari (telunjuk dan tengah) secara

berulang.

38

K.Bertens, Filsafat Barat abad XX jilid II Perancis, h. 381. 39

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 74. 40

https://youtu.be/Qo-TlkjFlz0 How To Sign Family Using Britsh Sign Language (BSL Dictionary BH),

diakses 26 Juli 2017 pukul 01.40 WIB

Page 116: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

100

Pada isyarat BISINDO ayah terdapat pada kata-kata sebagai rangkaian bunyi-

bunyi maupun kata-kata sebagai konsep. Hal ini berhubungan dengan sebab-

akibat penggantian sebuah kata benda dari suatu kalimat. Sejauh hal tersebut

tetap memenuhi syarat sintagmatik, penggantian itu bersifat fleksibel.

Gambar. 17 Tata Bahasa dan Artikulasi BISINDO Isyarat Ibu

BISINDO41

BSL42

Penjelasan:

Pada BISINDO, isyarat ibu identik dengan budaya Indonesia dengan karena

ibu identik dengan memakai sanggul jadi satu tangan ditaruh di belakang

kepala sambil membentuk setengah lingkaran dari atas ke bawah.

41

TP, Bahasa Isyarat Jakarta, Buku Pedoman Siswa I Tingkat I, (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia, 2014), h. 74. 42

https://youtu.be/Qo-TlkjFlz0 How To Sign Family Using Britsh Sign Language (BSL Dictionary BH),

diakses 26 Juli 2017 pukul 01.48 WIB

Page 117: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

101

Pada BSL, isyarat ibu membuka telapak tangan kanan dan mengetukkan

beberapa kali pada tiga jari sebelah kiri (telunjuk, tengah dan manis) secara

berulang.

Pada isyarat BISINDO ibu terdapat pada kata-kata sebagai rangkaian bunyi-

bunyi maupun kata-kata sebagai konsep. Hal ini berhubungan dengan sebab-

akibat penggantian sebuah kata benda dari suatu kalimat. Sejauh hal tersebut

tetap memenuhi syarat sintagmatik, penggantian itu bersifat fleksibel.

Jadi, cara agar sebuah pesan dapat disampaikan dan tersampaikan dengan

sempurna tanpa mengurangi makna dari isi pesan dari individu tuna rungu kesesama

tuna rungu maupun antara tuna rungu dan individu normal haruslah menggunakan

sebuah media bantuan. Media bantuan ini bisa berupa dengan cara manual tulis atau

pun dengan bantuan interpreter atau peraga bahasa isyarat untuk memperlanjar

jalannya komunikasi.

Selain itu, bahasa isyarat merupakan jenis komunikasi non verbal karena

merupakan bahasa yang tidak menggunakan suara tetapi menggunakan bentuk dan

arah tangan, pergerakan tangan, bibir, badan serta ekspresi wajah untuk

menyampaikan maksud dan pikiran dari seorang penutur. Belum ada bahasa isyarat

internasional karena bahasa isyarat di tiap negara belum tentu sama. Ada beberapa

bahasa isyarat yang dipakai di suatu negara tetapi tidak ditemukan di negara lain.

Bahasa isyarat biasanya berkembang sesuai dengan lingkungan dan budaya setempat.

Page 118: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

102

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada komunikasi bahasa isyarat BISINDO individu tuna rungu

berkomunikasi dengan cara menunjukkan ekspresi muka, gerakan tangan

dan banyak gerakan mulut dengan atau tanpa suara. Hal ini tidak hanya

berlaku untuk sesama individu tuna rungu tetapi juga bagi individu dengar

yang sudah bisa atau pun ikut mempelajari bahasa isyarat BiISINDO. Selain

itu, peran ekspresi, gerak bibir, bahasa tubuh dan interpreter sangatlah

dibutuhkan. Sebab keterbatasan cara berkomunikasi dan mengungkapkan isi

pikiran hal-hal inilah yang digunakan untuk mempertegas dan mepertajam

maksud dari isi pesan yang hendak diutarakan.

2. Terdapat persamaan antara bahasa isyarat BISINDO yang berasal dari

Indonesia dengan bahasa isyarat dari negara Inggris, yaitu British Sign

Language. Walaupun kedua bahasa tersebut jauh berbeda tetapi bentuk

simbol dan gerakan tangannya hampir sama dan juga arti dari bahasa

isyaratnya pun sama. Selain itu, terdapat juga isyarat yang berbeda pada

isyarat ibu dan ayah yang menjadikan isyarat BISINDO pada keduanya

menjadi ciri khas budaya Indonesia yang tidak ditemukan pada isyarat BSL

Page 119: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

103

2. Saran

Saran peneliti untuk penelitian ini adalah:

1. Untuk kelancaran komunikasi antara individu tuna rungu dan individu

normal, sebaiknya pelajaran bahasa isyarat harus dimasukkan ke

dalam pelajaran wajib yang tidak hanya dipelajari oleh individu tuna

rungu saja, melainkan untuk individu-individu normal wajib

mengetahui dasar-dasar komunikasi bahasa isyarat.

2. Harus adanya penyebaran rata pelajaran bahasa isyarat di semua

universitas-univesitas yang ada di Indonesia.

3. Harus diterapkannya kesetaraan dalam mendapatkan penididkan

maupun pekerjaan yang layak antara individu tuna rungu dan individu

normal.

4. Bukan hanya di dalam undang-undang usaha pemerintah untuk

melakukan penyetaraan serta menerapkan perlindungan untuk tuna

rungu, melainkan harus lebih banyak penyebaran informasinya

sehingga masyarakat dapat lebih banyak tahu dan bisa menghargai

tuna rungu serta bahasa isyaratnya.

Page 120: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Nandiyah. (Mengenal Anak Brkebutuhan Khusus, Jurnal Ilmiah

Universitas Widya Dharma Klaten). Diakses tanggal 24 April 2017 dari

jurnal.unwidha.ac.id/ , 2.

Alwasilah, Chaedar.A. Beberapa madhab dan dikotomi teori linguistic. Bandung:

Angkasa, 1985.

______. Linguistik. Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa, 1990.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Yogyakarta : Rineka Cipta, 1998.

Bachtiar, Wardi. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos, 1997.

Bahasa Isyarat. Diakses pada 22 April 2017 dari https://id.wikipedia.org/

Bertens, K. Filsafat Barat abad XX jilid II Perancis. Jakarta:Gramedia,

1985.

Blackburn, Simon. Kamus Filsafat. Terjemahan Yudi Santoso. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2013.

Brosur GERKATIN.

Bulaeng, Andi. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta: Andi,

2004.

Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra,

2010.

______. Pesan, Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2004.

Dosi, Eduardus. Media Massa Dalam Jaringan Kekuasaan. NTT: Ledalero,

2012.

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2007.

Ekspressi Wajah. http//:www.google.com/ekspressi-wajah diakses pada 28 Juli

2017 pukul 13.28 WIB.

Emzir. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2010.

Page 121: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS,

2001.

Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu,

2009.

Google. http//:www.google.com/ diakses pada 28 Juli 2017 pukul 13.28 WIB.

Haenudin. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu (Peserta Didik

Berkebutuhan Khusus Dengan Hambatan Pendengaran). (Jakarta: PT

Luxima Metro Media, 2013.

Hardjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal dan Inerpersonal. Yogyakarta:

KANISIUS, 2003.

Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatf untuk Ilmu-Ilmu Sosial,

Jakarta: Salemba Humanika, 2010.

Hidayat, Asep Ahmad. Filsafat Bahasa mengungkap hakekat bahasa, makna dan

tanda. Bandung: Rosdakarya, 2009.

How To Sign Family Using British Sign Language (BSL Dictionary BH).

https://youtu.be/Qo-TlkjFlz0 How To Sign Family Using Britsh Sign

Language (BSL Dictionary BH), diakses 11 Juli 2017 pukul 08.39 WIB.

Jorgensen, Mariane W. dan Philips, Louise J. Analisis Wacana Teori dan Metode.

Terjemahan Imam Suyitno dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Keesing, Roger M. Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta:

Erlangga, 1992.

Kelas Komunikasi Isyarat. http://www.kompasiana.com/anggakade/kelas-

komunikasi-isyarat_54f42421745513942b6c8883 diakses pada 26 Januari

2017 pukul 19.58

Martin Luter, dkk. (SO-Ice (Sign To Voice) Aplikasi Alat Bantu Komunikasi untuk

Tunarungu Wicara). Diakses tanggal 08 November 2016 dari

https://repository.telkomuniversity.ac.id , 5.

Moleong, Lexy J. Metode Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.

Morissan. Teori Komunikasi Individu hingga Massa. Jakarta:Kencana Prenada

Media Group, 2013.

Page 122: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

M.S, Kaelan. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta:

Paradigma, 2009.

Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2005.

Pengertian Komunikasi Menurut Para Ahli. Diakses pada 22 April 2017 dari

www.e-jurnal.com/

Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya

Makna. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2011.

Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan

Penelitian. Yogyakarta: AR-RUZZ Media, 2011.

Sastawinata, Emron. Pendidikan Anak-Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud,

1977.

Sepuluh Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli. Diakses pada 18 Januari 2017

dari www.pengertianku.net

Sobur, Alex. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana

Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2001.

______. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.

Soenjono, Djarwowidjojo. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012.

Somantri, T. Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama,

2007.

Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods. Bandung: Alfabeta,

2011.

Sumarsono. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Sunarwinadi, Ilya. Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: Pusat Antar Universitas

Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia, TT.

Somad, Permanarian dan Hernawati, Tati. OrtopedagogikAnak Tunarungu.

Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti, 1995.

Susanto, Hanny Novitasari. (Aplikasi Pembelajaran Bahasa Isyarat untuk

Tunawicara dengan Standar American Sign Language,Jurnal Ilmiah

Page 123: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Universitas Surabaya). Diakses tanggal 08 November 2016 dari e-

journal.ubaya.ac.id/ , 2.

TP. Bahasa Isyarat Jakarta Kamus Pendamping untuk Buku Pedoman Siswa 1

Tingkat 1. Jakarta: LRBI Departemen Linguistik FIB UI, 2014.

Wasita, Ahmad. Seluk Beluk Tunarungu dan Tunawicara Serta Strategi

Pembelajarannya. Yogyakarta: Javalitera, 2012.

Wibowo, Indiawan Setyo Wahyu. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi

Penelitian Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013.

Winasih, Murni. Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu dalam Pemerolehan

Bahasa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti, 2007.

Wawancara pribadi dengan Bambang Prasetyo Ketua Umum BISINDO pada

tanggal 11November 2016.

Wawancara pribadi dengan Juniati Effendi Wakil Ketua Umum BISINDO pada

tanggal 25 Januari 2017 pukul 12.30 WIB

Wawancara pribadi dengan Tori Hermawan Sekretaris Umum BISINDO pada

tanggal 11 November 2016 pukul 15.15 WIB.

Wawancara pribadi dengan , Wilma Redjeki, Wakil Sekretaris Umum BISINDO

pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 10.44 WIB.

What Is British Sign Language. https://www.british-sign.co.uk/what-is-british-

sign-languge/diakses pada 11 Juli 2017 pukul 13.42 WIB.

Zaimar, Okke K.S. Semiotika dalam analisis karya sastra. Depok:Komodo

Baokks, 2014.

Page 124: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

LAMPIRAN 1

Wawancara Penelitian

Pewawancara : Diyah Kardini Maulida

Narasumber : Bambang Prasetyo, Wilma Redjeki dan Tori

Hermawan

Pelaksanaan Wawancara : Hari : Jumat, 11 November 2016

Pukul : 13.00 WIB

Tempat : Kantor GERKATIN

Apa itu BISINDO? (gambaran umum mengenai BISINDO mencakup

sejarah berdiri serta visi dan misinya).

(Jawaban terlampir pada BAB III).

Apa itu GERKATIN? (gambaran umum mengenai organisasi GERKATIN

mencakup profil umum, sejarah berdirinya, visi dan misi, serta susunan

organisasinya).

1. Tingkat Nasional, terdiri dari Dewan Pembina Organisasi, Dewan

Pertimbangan Organisasi, dan Dewan Pengurus Pusat.

Page 125: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

2. Tingak Daerah / Provinsi, terdiri dari Dewan Pembina Daerah, Dewan

Pertimbangan Organisasi, dan Dewan Pengurus Daerah dengan jumlah 30

dari 34 provinsi.

3. Tingkat Cabang, terdiri dari Dewan Pembina Cabang, Dewan

Pertimbangan Organisasi Cabang, Organisasi Cabang dan Dewan

Pengurus Cabang dengan jumlah 69 dari 276 kota / kabupaten.1

Apa saja bidang pekerjaan dari para pengurus GERKATIN di sini?

Semua pengurus selain menjabat sebagai petinggi GERKATIN mereka juga

mempunyai pekerjaan sendiri di luar GERKATIN. Beberapa ada yang bekerja di

bagian keuangan di kafe internasional, operasional internet dan masih banyak

macamnya sesuai dengan kapasitas pendididikannya masing-masing. Setiap hari

sabtu mereka berkumpul di sini untuk membahas dan membuat program

GERKATIN mencakup ruang lingkup nasional.

BISINDO merupakan jenis komunikasi alamiah yang menyebabkan isyarat

di setiap tempat berbeda satu dengan yang lainnya, bagaimana cara

tunarungu beradaptasi dengan kondisi seperti ini?

Memang bahasa isyarat BISINDO berbeda di tiap daerah karena tiap-tiap daerah

punya kebudayaan isyaratnya masing-masing. Kalau isyaratnya sama, itu boleh

dimasukkan ke dalam isyarat BISINDO nasional. Kalau berbeda jadinya Cuma

bisa dimasukkan ke dalam isyarat BISINDO daerahnya masing-masing. Takutnya

kalau dimasukkan ke dalam isyarat BISINDO nasional nati terjadi kerancuan yang

1 Brosur GERKATIN, h. 1-2

Page 126: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

mana yang mau dipakai. Begitu pula dengan isyarat internasional, ada patennya

jadi sudah ga bingung lagi kitanya.

Contoh isyarat internasional:

a. Anak perempuan : V (merujuk kepada alat vital)

b. Anak laki-laki : jari telunjuk digoyangkan (merujuk pada

alat vital)

c. Perempuan dewasa : telapak tangan depan diarahkan ke area

payudara sambil

membentuk gerakan berputar

Kerena anak perempuan kecil belum mempunyai payudara jadi menujuk kearah

kemaluan sebab itu sebagai tanda dan tidak akan berubah. Sedangkan kalau sudah

dewasa, karena sudah mempunyai payudara jadi berubah isyaratnya. Hal ini tidak

boleh dikatakan pelecehan seksual, karena memang bahasa isyaratnya

begitu.keterbukaan informasi menjadikannya tidak akan salah paham karena

sudah menjadi isyarat dan budaya tersendiri.

Contoh isyarat yang berbeda (Indonesia):

a. Ya (menyatakan setuju) : tiap daerah berbeda-beda menyatakannya.

Misal „Jakarta‟

- mengangguk; daerah lain ada yang melotot

sambil

mengangguk, ada yang sambil

membusungkan dada dan menatap ke atas

kepala lawan bicara atau ada pula yang

Page 127: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

merem sambil mengangguk-anggukan

kepalanya.

Contoh isyarat yang sama (Indonesia):

a. Ibu : karena ibu identik dengan memakai sanggul jadi

satu tangan

ditaruh di belakang kepala sambil membentuk

setengah lingkaran

dari atas ke bawah.

b. Ayah / bapak : karena ayah / bapak identik mempunyai kumis

maka isyaratnya

jari telunjuk ditaruh diantara atas bibir dan di bawah

hidung

membentuk arah horizontal.

Bagaimana pendapat anda pada orang berkebutuhan khusus?

Wilma:

Pandangan saya terhadap orang berkebutuhan khusus, khususnya anak-anak

penderita tuna rungu sama seperti anak normal pada umumnya. Hal yang

membedakannya hanya terletak pada hal hambatan pendengaran. Jika tuna rungu

ini masih memiliki pendengaran yang cukup bagus, maka komunikasinya juga

bagus. Tapi sebaliknya, jika daya dengarnya kurang atau tidak bisa mendengar, itu

butuh teknik-teknik tertentu seperti menulis untuk memaksudkan apa yang

Page 128: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

disampaikan atau bisa juga menggunakan interpreter pada tuna rungu yang tidak

bisa dengar sama sekali.

Adakah komplain dari tunarungu berkenaan dengan kesulitan mereka

untuk mengerti dan menafsirkan pesan yang di dapat?

Banyak yang komplain karena anak tunarungu kecil tidak belajar bahasa SIBI.

Ada orang luar (pelajar SIBI) bahwa BISINDO menjelekkan SIBI, yang belajar

SIBI ngotot nanya, “mana kamus BISINDO saya mau belajar! Kamus BISINDO

aja belum ada.” Jadi ada pertentangan , “kita diajarkan SIBI oleh guru kenapa

dijelekkan? Kamus BISINDO saja belum dibuat.” Pertentangan dimana-mana

pasti ada, dikarenakan dalam prosesnya memakan waktu dan dana yang besar. Di

Amerika aja makan waktu setengan abad untuk buat kamus budaya alamiah.

Kamus yang dibuat orang denger emang mudah dipahami tapi ga diterima,

maunya kamus budaya alamiah.

Contoh:

a. Minum : mengepalkan tangan sambil dan diletakkan di depan

mulut.

b. Minum teh : tangan diangkat ke atas dan ke bawah seolah sedang

mencelupkan teh.

c. Minum kopi : tangan melakukan gerakan berputar horizontal seakan

sedang mengaduk

kopi.

d. Minum susu : empat jari dikepal dan ibu jari diletakkan ke arah depan

mulut dengan membentuk arah horizontal ke dalam.

Page 129: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Dari pihak BISINDO sendiri belum ada persiapan untuk penerbitan kamus, semua

masih dalam tahap perumusan pembuatan. Itu diadakan oleh Lembaga Riset

Bahasa Indonesia (LRBI) di Universitas Indonesia selaku badan riset dan

penelitian. LRBI dan GERKATIN bekerjasama dan dapat bantuan dari yayasan

NIPPON Foundation Jepang untuk proses pembuatan dan penelitian bahasa

isyarat tingkat nasional. Maka dari itu semua masih dalam tahap proses dan baru

menghasilkan satu bahasa isyarat khusus daerah Ibukota Jakarta.

BISINDO belum mempunyai kamus dan sedang dalam proses pembuatan,

bagaimana cara belajarnya untuk memenuhi standar kurikulum sekolah?

Pemasaran / pembelajaran BSINDO ada setiap hari minggu di acara car free day

jam 06.00 – 07.00 WIB di depan Hotel Mandarin. Tujuannya untuk merekrut

orang-orang agar tertarik belajar dan menjadi interpreter rungu BISINDO secara

alamiah. Kalau untuk kegiatan akademis di Universitas Indonesia berlaku untuk

tiga sks. Setiap tahunnya ada di mata kuliah ganjil dan genap dengan total belajar

enam bulan dalam pelajaran “Kemahiran Berbahasa Isyarat” selama dua setengah

jam per pertemuan. Total kelas ada tiga dan dalam satu kelas terdapat dua

instruktur serta 30 pelajar. Semua pelajar serta pengajarnya adalah orang dengar.

Mereka senag mempelajari BISINDO karena isyaratnya sangat ekpresif bisa

digunakan dalam permainan dan sekaligus menambah wawasan terhadap

psikologi tunarungu. Mereka harus tahu budaya tuli seperti apa dan bagaimana

menghadapinya. Rata-rata tuli mudah tersinggung jadi mereka para interpreter

diberi wawasan agar nantinya tidak kaget dengan sikap orang tuli dan budayanya.

Beda halnya dengan tuli yang mengenyam dunia pendidikan. Mereka cenderung

Page 130: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

tidak mudah tersinggung kerena sudah diberi wawasan tentang alamiahnya

manusia. Jadi, jangan sampai memandang negatif tuli yang belum aau tidak

mengenyam dunia akademis, karena itulah alamiahnya budaya tuli. Selain itu,

BISINDO juga diajarkan di UIN Jakarta Fakultas Kedokteran sebagai pengenalan

dasar tentang isyarat-isyarat pada ilmu kedokteran yang memungkinkannya

dipakai ketika menangani pasien

Kurikulum seperti apa yang nantinya akan dibentuk oleh GERKATIN

terkait kamus BISINDO?

Kurikulum belum ada secara nasional, kalau di tingkat SIBI saya gatau. Saya juga

belum pernah ngecek ke SLB – SLB gimana kurikulumnya. BISINDO di tingkat

universitas ada tiga sks di semester ganjil dan genap tapi itu juga masih minim.

Sistem mana yang lebih mendekati dan lebih mudah dimengerti tunarungu,

SIBI atau BISINDO? (terkait dualisme bahasa yang diterapkan di

Indonesia).

Buat orang tuli komunikasi lebih paham komunikasi alamiah. Kalau komunikasi /

ngomong sama orang bule lebih baik pakai bahasa isyarat internasional. Tapi kita

ga bisa pakai isyarat dua tangan (BISINDO) dengan mereka karena mereka taunya

bahasa isyarat itu satu tangan. Maka dari itu GERKATIN harus siap, walaupun

ada budaya dua tangan, itu disimpan dulu dan diganti dengan isyarat satu tangan.

Sebaliknya, orang asing mau tau isyarat dua tangan seperti apa dan biasanya

mereka lebih senang karena itu hal baru buat mereka. Biasanya itu buat

perbandingan dan survey. Ketika mereka balik ke negaranya, mereka akan

Page 131: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

menunjukkan itu (isyarat dua tangan) dan bahwa di Indonesia ada budaya isyarat

seperti itu karena itu menarik perhatian mereka.

Apa saja keunggulan dari belajar bahasa isyarat BISINDO?

1. Ringkasan isyarat lebih ringkas

2. Dapat mempersingkat waktu

3. Mimik muka lebih ekspresif

4. Menarik perhatian (karena lebih ekpresif dan memakai dua isyarat tangan)

5. Daya tangkap dan ketajaman dalam mencerna lebih baik

6. Cocok digunakan interpreter dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan interpretasi

7. BISINDO sebagai media dan akses komunikasi tunarungu dalam segala

aspek kehidupan dan penghidupannya

Adakah media yang digunakan dalam komunikasi tahap awal bagi

penyandang di dalam oraganisasi GERKATIN Jakara Selatan ini? (untuk

memudahkan tahap awal pembelajaran).

Bambang:

Pada tiap acara car free day. Mereka datang dari berbagai wilayah dan

menggunakan bahasa isyarat, yaitu seperti bagaimana mengisyaratkan warna atau

nama identitas (nickname) untuk lawan bicaranya. Mengenai nama identitas untuk

lawan bicara, hal ini diberikan atas persetujuan lawan bicara tersebut. Tidak boleh

memaksa jika mereka tidak suka dan lebih baik diganti dengan apa yang mereka

setujui.

Tori:

Page 132: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Nama identitas biasanya diberikan hanya kepada lawan bicara teman dekat bukan

kepada orang lain yang tidak dikenal. Biasanya itu spontan saja tercetus pada saat

ngobrol.

Dimana letak perbedaan signifikan terkait dari penggunaan bahasa isyarat

BISINDO?

Bambang:

Perbedaan

SIBI BISINDO

Pengetahuan dan perbedaan bahasa Penerapan dan pemahaman

Pedoman penyusunan dalam satu

kalimat

Mempersingkat waktu

Tujuan dapat berbahasa Indonesia yang

baik dan benar

Dapat mengakses informasi

Hanya digunakan di lingkungan SLB

masing-masing

Lingkungan penggunaan di masyarakat

tuli masing-masing

Kelemahan

SIBI BISINDO

Ringkasan isyarat terlalu panjang Tata bahasa dan kalimat berantakan

Banyak menyita waktu Artikulasi bahasa tidak berperan atau

tidak berfungsi

Kaku atau tidak ada ekspresi

Melelahkan mata (terlalu lama dan

membuat tunarungu menjadi cepat

mengantuk)

Kurang konsentrasi

Page 133: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Keunggulan

SIBI BISINDO

Tunarungu dapat menysun tata kalimat

dengan baik dan sempurna

Ringkasan isyarat lebih ringkas

Meringankan tugas guru dalam

mengajar pelajaran Bahasa Indonesia

Dapat mempersingkat waktu

Mimik muka lebih ekspresif

Menarik perhatian (karena lebih

ekpresif dan memakai dua isyarat

tangan)

Daya tangkap dan ketajaman dalam

mencerna lebih baik

Cocok digunakan interpreter dalam

berbagai kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan interpretasi

BISINDO sebagai media dan akses

komunikasi tunarungu dalam segala

aspek kehidupan dan penghidupannya

Permasalahan pada SIBI:

1. Memiliki banyak kosakata yang sama dan mengandung satu pengertian

yang sama

2. Banyak memiliki kalimat berimbuhan

3. Satu kata isyarat memiliki satu morfom/arti

Page 134: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Akibatnya:

Muncul dua pandangan yang berbeda dalam penggunaan bahasa isyarat di

Indonesia, yaitu SIBI dan BISINDO.

Tori:

Kalau BISINDO itu merupakan bahasa ibu tunarungu sedangkan SIBI adalah

adopsi isyarat asing, yaitu ASL (American Sign Language) yang dibuat oleh orang

normal yang mengutip budaya asing sedangkan BISINDO merupakan budaya asli

Indonesia.

Mengapa terjadi dualisme pembelajaran bahasa isyarat di Indonesia?

Tori:

Lahirnya SIBI untuk memudahkan tunarungu dalam belajar dan sebagai ajang

proyek untuk cari uang. Kebetulan itu disetujui oleh pemerintah dan bisa

dilaksanakan sedangkan BISINDO belum dapat dukungan pemerintah. SIBI

dipakai sebagai pelajaran di SLB-SLB, tapi dalam pergaulan sehari-hari rata-rata

anak tunarungu menggunakan BISINDO. Hal ini diakibatkan karena SIBI

bahasanya teratur dan sulit dicerna sedangkan BISINDO itu simpel. Hal ini yang

menyebabkan dualisme sampai sekarang.

Bambang:

Waktu saya konsultasi dengan pusat bahasa di Rawamangun tahun 2011

keputusannya adalah akan menyatukan SIBI dan BISINDO. Jadi, akan diambil

kelebihan masing-masing, disatukan dan diberi nama lain memungkinkan

Indonesia jadi mempunyai satu bahasa isyarat saja.

Page 135: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Bagaimana menurut anda tentang adanya konsep bahasa isyarat di TVRI?

Bambang:

Konsep bahasa isyarat di TVRI adalah konsep dari Departemen Sosial.

GERKATIN sebagai wakil dari bahasa isyarat BISINDO dan Pusat Bahasa

sebagai perwakilan dari isyarat SIBI dipanggil oleh Depsos. Jadwal siarannya

bergantian dua hari sekali. Sekarang sudah berkurang menjadi hari minggu saja

dengan sistem minggu ganjil SIBI dan minggu genap BISINDO.

Wima:

Iya sekarang siarannya jadi hari minggu saja.

Terkait dengan adanya UU No. 8 Tahun 2016, adakah keuntungannya untuk

GERKATIN sendiri dalam memberdayakan BISINDO sebagai bahasa

isyarat dari tunarungu?

UU sudah ada tapi tidak menyebutkan apakah itu isyarat SIBI atau BISINDO

karena UU sifatnya harus netral. Di dalam UU No. 8 Tahun 2016 hanya

menjabarkan kegunaan bahasa isyarat dan hak-hak yang harus didapatkan

tunarungu sendiri.

Page 136: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

LAMPIRAN 2

Draft Wawancara

Pewawancara : Diyah Kardini Maulida

Narasumber : Juniati Effendi

Pelaksanaan Wawancara : Hari : Minggu, 15 Januari 2017

Pukul : 14.30 WIB

Tempat : Kantor GERKATIN

Apa maksud dibuatnya bahasa isyarat BISINDO khusus daerah Jakarta?

Supaya siswa yang belajar punya pegangan pedoman ketika mereka belajar di

dalam kelas atau pun di luar kelas.

Kronologi dibuatnya seperti apa?

Waktu itu kita sedang menghadiri konferensi di Jepang karena banyak

perdebatan tentang beragamnya bahasa isyarat ditiap daerah, akhirnya hasil

kesepakatan konferensi adalah dibuatnya pedoman bahasa isyarat untuk daerah.

Jakarta dan Yogyakarta membuat buku pedoman karena berdasarkan mayoritas

bahasa dan kebudayaan yang digunakan masyarakat Indonesia.

Terkait isyarat BISINDO khusus Jakarta, apakah isyarat ini dibuat karena

bahasa daerah orang Jakarta mendekati bahasa Indonesia secara nasional?

Page 137: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Iya. Kalau orang Jakarta ngomong itu mendekati bahasa nasional jadi untuk

mempermudah orang agar familiar sama bahasanya. Tapi selain itu juga ada

perbedaannya, seperti kebiasaan-kebiasaan warga Jakarta, gesture, cara

bicaranya, tentang budaya-budaya dan adat istiadat dan ruang lingkpnya.

Pedoman bahasa isyarat Jakarta juga harus diperkenalkan untuk tunarungu serta

orang-orang normal belajar. Jadi, mendekati tapi tidak sama, karena bahasa

isyarat tunarungu merupakan bahasa alamiah kami. Kalau dibandingkan dengan

lingkup nasional. Yang Jakarta lebih spesifik.

Kalau dalam program siaran Berita Indonesia Malam di TVRI, pihak

BISINDO menggunakan jenis isyarat nasional atau isyarat khusus Jakarta?

Kenapa?

Kalau itu mempunyai arti sama ya dipakai, kalau tidak ya dipilih yang mana

yang lebih cocok dan sopan. Kan dipilih yang mudah dimengerti dan sopan juga

buat yang nonton karena itu siaran TV nasional. SIBI juga termasuk bahasa

isyarat nasional karena belajar bahasa Indonesia seperti sekolah pada umumnya.

Tapi buat yang ga sekolah atau pun karena kita terbiasa menggunakan BISINDO

di luar sekolah, jadi agak sulit untuk dimengerti.

Apakah isyarat BISINDO khusus Jakarta juga digunakan dan dipelajari

dalam kegiatan belajar mengajar selain mempelajari isyarat BISINDO

nasional?

Iya dipelajari, ada dua pedoman yang sudah dibuat menjadi buku pelajaran, yaitu

pedoman bahasa isyarat Jakarta dan Yogyakarta. Itu dibuat berdasarkan

mayoritas yang digunakan masyarakat Indonesia. Untuk daerah lain belum, tapi

Page 138: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

mereka pakai isyarat daerah masing-masing. Isyarat BISINDO sudah mulai

diterapkan dibeberapa Universitas di Jakarta (UI, UNJ; SIBI, UIN; Fakultas

Kedokteran tapi hanya untuk pengenalan dan sosialisasi saja), di Yogyakarta dan

sudah mulai ada di Makassar dan Kediri, serta Bandung yang menggunakan

pedoman isyarat Jakarta.

Kalau iya, berarti para peraga di TVRI juga mempelajarinya?

Iya belajar. Kalau peraga di TV itu dibimbing sama yang alamiah. Jadi kalau ada

kata yang mereka gatau bentuk isyaratnya atau yang tunarungu asli itu merasa si

peraga kurang pas cara menginterpretasikan kata-katanya kedalam bentuk isyarat

mereka (tunarungu alamiah) akan ngasih tau gimana benarnya atau baiknya

untuk diinterpretasikan ke dalam bentuk isyarat.

Bagaimana cara membedakan apakah peraga menggunakan isyarat

BISINDO nasional atau isyarat BISINDO khusus Jakara?

Iya sama tapi tergantung apakah itu pantas atau tidak untuk dipakai pada siaran

televisi.karena ada yang bombing, jadi kalau yang bombing bilang kurang pas

atau ga cocok atau kurang sopan ya interpreter harus ganti sesuai arahannya

karena biar gimana pun juga itu bahasa alamiah dia sebagai tunarungu.

Perbedaan signifikan antara isyarat BISINDO Nasional dengan BISINDO

khusus Jakarta?

Kalau lingkup nasional lebih ekspresif dibandingkan dengan daerah yang lebih

terikat dan spesifik dan kental akan budaya.

Page 139: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

DEWAN PENGURUS PUSATGERAKAN UNWK KESEJAⅡ Ш RAAN IUNA RI「NGU INDONESIA

(DPP GERKATIN)

惚T唱溜 0鰊辮 胤 誦 硼 壼魃I圧)SMSi 08176733250,081807900275

o―mail i gcFkatinpllsJ(Dvahoo oom

NomorLampiranPerihal

NamaTempat/TanggalLahirPekerjaan

Al amat

:02/SP DPP GERKATIN¨IX/1ヽろ/17

:Surat Perllyataan

Jakarta, 7 Aprrl2017

Kepada Yth,Dekan Fakultas Ilrnu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jl Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat

Jakarta - Selatan

Asalamu'alaikum Wr Wb.

Dewan Pengurus Pusat Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia

(DPP GERKATIN) menerangkan bahwa.

Diyah Kardini Maulida

Jakarta, 27 Septemb er 1992

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jurusan Jurnalistik

Jl. Arimbi I RT 02101 No. 46 Pondok Benda Pamulang

Adalah benar Mahasiswi dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN SyarifHidayatullah telah melaksanakan tugas penelitian/ mencari data dalam rangka penulisan skripsi berjudul" Dampak Semiotika Pola Komunikasi Non Verbal BISINDO terhadap Pemakaian Bahasa Isyarat

Alamiah pada Tunarungu di Komunitas GERKATIN DKI Jakarta " selama 3 (tiga) hari pada tanggal

25-27 Januarr20lT

Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Wassalmu'Alaikum Wr Wb.

Tembusan:

1 Wakil Dekan Bidang Akademik

2 Ketua Jurusan/Program Studi Jurnalistik.

Page 140: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

LAMPIRAN 3

Biodata Narasumber

Nama : Bambang Prasetyo

Tanggal Lahir : 16 April 1959

Alamat : Jalan Kelapa Tiga RT 003 / 03 Jagakarsa, Jakarta Selatan

Pendidikan : Strata 1

Agama : Islam

No. Telp : 0817 - 6733 - 250

Email : [email protected]

Jabatan di Gekatin : Ketua Umum

Page 141: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Biodata Narasumber

Nama : Juniati Effendi

Tanggal Lahir : 17 Januari 1960

Alamat : Taman Palem Lestari Blok B6 Nomor 17 RT 005 / 013,

Cengkareng

Barat

Pendidikan : Strata 1

Agama : Katholik

No. Telp : 081 8 - 0790 - 0275

Email : [email protected]

Jabatan di Gekatin : Wakil Ketua

Page 142: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Biodata Narasumber

Nama : Tori Hermawan

Tanggal Lahir : 12 Juli 1971

Alamat : Jalan Teluk Peleng Nomor 36B RT 004 / 08 Pasar

Minggu, Jakarta

Selatan

Pendidikan : Strata 1

Agama : Islam

No. Telp : 0812 - 9371 - 0181

Email : -

Jabatan di Gekatin : Sekretaris Umum

Page 143: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Biodata Narasumber

Nama : Wilma Redjeki

Tanggal Lahir : 01 April 1966

Alamat : Taman Minggu Indah Blok i 1 Nomor 1 RT 003 / 003

Jurangmangu

Barat, Pondok Aren

Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama Bhakti Mulia Wonosobo

Agama : Katholik

No. Telp : 0856 - 8182 - 500

Email : [email protected]

Jabatan di Gekatin : Wakil Sekretaris

Page 144: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

LAMPIRAN 4

Daftar Riwayat Hidup

Curiculum vitae

Nama : Diyah Kardini Maulida

Tanggal Lahir : 27 September 1992

Alamat : Jl. Arimbi I No. 46 RT 02 / 01 Benda Pamulang, 15415,

Tangerang Selatan, Banten.

Pendidikan : TK – Islam Al-Mursyidiyah, SD Negeri Pondok Benda I, SMP

Negeri 2 Pamulang dan SMA Negeri 2 Pamulang

Agama : Islam

Judul Skripsi : Bahasa Isyarat Indonesia di Komunitas Gerakan Untuk

Kesejahteraan Tunarungu Indonesia

No. Telp : 0858-8390-9015

Email : [email protected]/ [email protected]/

[email protected]

Page 145: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

FOTO DOKUMENTASI

Wawancara dengan para pengurus GERKATIN Jakara Selatan

Page 146: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK
Page 147: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Abjad Huruf BISINDO

Abjad Angka BISINDO

Page 148: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK
Page 149: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK
Page 150: BAHASA ISYARAT INDONESIA DI KOMUNITAS GERAKAN UNTUK

Daftar Simbol Gerakan