View
835
Download
0
Embed Size (px)
1
SDN Kotalama I Malang merupakan sekolah yang menggunakan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2006-2007. Metode pembelajaran yang biasa digunakan di SDN Kotalama I ini adalah metode ceramah dan bersifat klasikal. Hasil observasi awal ditemukan kondisi tentang rendahnya penguasaan materi dan aktivitas belajar siswa di dalam kelas cenderung ramai dan siswa tidak memperhatikan guru yang sedang mengajar. Permasalahan ini dicoba diatasi dengan penerapan pendekatan konstruktivistik melalui model pembelajaran kooperatif yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan menuntut keaktifan siswa. Kegiatan belajarnya dilakukan secara kelompok oleh siswa untuk mengaplikasikan teori yang mereka peroleh dan untuk menemukan konsep serta fakta yang diperoleh dari lingkungan sekitar mereka.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : 1) penerapan pendekatan konstruktivistik dengan model pembelajaran kooperatif pada pelajaran IPS kelas III pokok bahasan lingkungan alam dan buatan. 2) peningkatan aktivitas siswa kelas III SDN Kotalama I Malang. 3) peningkatan penguasaan materi kelas III SDN Kotalama I Malang.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas yang meliputi beberapa tahap yaitu : perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dan pengumpulan data diperoleh dari observasi, wawancara dan tes. Data yang dianalisis pada penelitian ini berupa penguasaan materi yang diperoleh melalui hasil penilaian proses belajar mengajar dan hasil penilaian terakhir pembelajaran yang di dapat dari nilai post-test, dan aktivitas siswa diperoleh dari keaktifan siswa selama melaksanakan kegiatan pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas III B SDN Kotalama I Malang, dengan jumlah siswa sebanyak 25 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2008-2009. jenis data yang dipakai dalam penelitian ini berupa nilai IPS, LKS, soal post-test sebanyak 15 soal, lembar observasi penguasaan materi siswa, lembar observasi aktivitas siswa.
Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan dengan baik sesuai rencana pembelajaran, 2. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan penguasaan materi pada mata pelajaran IPS siswa kelas III SDN Kotalama I Kecamatan Kedungkandang Kota Malang, 3. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran,4. Sesudah diterapkannya metode pembelajaran kooperatif pada siklus I penguasaan materi siswa mendapat nilai rata-rata 67, sedangkan penguasaan materi siswa lebih meningkat pada siklus II dengan nilai rata-rata 88,64.
2
Pembelajaran dengan metode kooperatif perlu diterapkan di kelas, karena dapat meningkatkan penguasaan materi dan meningkatkan aktivitas siswa. Dengan dibentuk kelompok, siswa dapat saling membantu dalam melakukan suatu kegiatan. Ide-ide yang diutarakan siswa dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran yang tepat dan mudah dipahami oleh siswa. Guru hendaknya mengembangkan potensi diri siswa dengan cara mengemukakan pendapat, menyampaikan sanggahan dan lebih aktif dalam jalannya diskusi.
------------------------------------------]
Pendidikan merupakan upaya sadar yang mengangkat harkat dan martabat manusia. Dengan pendidikan seseorang dapat mencapai keinginan dan cita-citanya, atau dengan kata lain pendidikan merupakan faktor penting untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kebodohan yang selama ini melilit sebagian dari kehidupan bangsa kita. Penelitian ini bertujuan : (1) Mendeskripsikan penerapan Pembelajaran Kooperatif model Numberd Heads Together untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada siswa kelas IV SDN Madyopuro 1. (2) Mendeskripsikan apakah penerapan model Kooperatif Numbeered Heads Together dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam kelompok belajar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV SDN Madyopuro 1 Keacamatan Kedungkandang Kota Malang.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sedangkan metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus,masing- masing siklus terdiri dari: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, (4) refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Madyopuro 1. Hasil dari penelitian ini siswa pada pra tindakan yang menunjukkan bahwa rata-rata nilai hasil belajar yang dicapai siswa adalah 46,58 dengan 12 siswa (29,27 %) yang sudah mencapai ketuntasan dan 29 siswa (70,73 %) yang belum mencapai ketuntasan, dapat meningkatkan kemampuan guru dalam merancang serta mengelola pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa, peningkatan hasil belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Madyopuro 1 Setelah Melaksanakan Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together. Peningkatan Keaktifan siswa dalam kelompok pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial setelah penerapan Model Kooperatif Numbered Heads Together siswa kelas IV SDN Madyopuro 1. Bagi guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, disarankan untuk mencoba lebih semaksimal mungkin menerapkan model atau pendekatan tertentu pada proses pembelajaran, yang dapat meningkatkan Hasil belajar dan kemampuan berpikir siswa. Selain itu pendekatan seperti ini harus sering mungkin digunakan meskipun pada materi yang berbeda. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk menggunakan model yang sama dalam pengajaran di sekolah.
3
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCERITAKAN KEMBALI SECARA LISAN
ISI CERPEN MELALUI METODE COOPERATIVE SCRIPT
(PTK PADA SISWA KELAS IX SMP PUI CICURUG KOTA TASIKMALAYA TAHUN
AJARAN 2012-2013 )
Oleh,
RENI SETIAWATI
NIP. 10651031 200604 2 001
SMP PUI CICURUG KOTA TASIMALAYA
JALAN KOLONEL ABDULAH SALEH NO. 42 KOTA TASIKMALAYA
HALAMAN PENGESAHAN
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCERITAKAN KEMBALI SECARA LISAN
ISI CERPEN MELALUI METODE COOPERATIVE SCRIPT
4
(PTK PADA SISWA KELAS IX SMP PUI CICURUG KOTA TASIKMALAYA TAHUN
AJARAN 2012-2013 )
RENI SETIAWATINIP. 10651031 200604 2 001
Disyahkan oleh :Kepala Sekolah SMP PUI Cicurug
Abubakar, S.PdNIP. 19600419 198603 1 009
ABSTRAK
Berbicara merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam proses belajar yang dialami siswa. Dalam menceritakan kembali cerpen yang dibacakan biasa di lakukan di SMP PUI Cicurug Kota Tasikmalaya dengan menggunakan metode cooperative script .
Adapaun tujuan penelitian ini adalah untuk menguji penggunaan pendekatan kontektual dalam pembelajaran berbicara bahasa Indonesia di kelas IX. Metode penelitian yang penulis gunakan untuk mencapai tujuan di atas adalah penelitian tindakan kelas. Pelaksnaan penelitian ini dirancang dengan menggunakan dua siklus. Setiap siklus terdiri tiga tahap yakni : ( 1). Perencanaan tindakan , (2) pelaksanaan tindakan disertai observasi , dan (3) refleksi. Kedua siklus tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Dari
5
penelitian yang penulis analisis diperoleh melalui hasil proses belajar mengajar selama dua siklus . penelitian ini dlaksanakan di kelas IX SMP PUI Cicurug Kota Tasikmalaya.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara menunjukan peningktan mulai dari hasil tes formatif siklus I sampai setalah mendapat perolehan yaitu melalui siklus II. Hal tersebut berarti penggunaan metode kooperative script berhasil meningkatkan keterampilan berbiacara siswa.
Kata kunci : keterampilan berbicara , metode cooperative script
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam menceritakan kembali cerpen yang telah
didengar biasa dilakukan di SMP PUI Cicurug Kota Tasikmalaya, dengan menggunakan
model pembelajaran langsung. Ternyata hasil yang diperoleh dari rata-rata ulangan harian
hanya mencapai 55 . kriteria ketuntasan minimum ( KKM ) yang ditentukan untuk mata
pelajaran Bahasa Indonesia adalah 75. Artinya untuk kelas IX KKM tidak tercapai . Untuk
itu diperlukan usaha guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang akan datang,
sehingga hasil yang dicapai optimal.
Menceritakan kembali secara lisan satu kompetensi dasar yang harus dicapai oleh
siswa sekolah kelas IX. Kemampuan menceritakan kembalai sebuah cerpen merupakan salah
satu jenis kemampuan berbicara yang sangat penting bagi siswa dalam menjalani kehidupan
sehari – hari.
Pebelajaran menceritakan kembali secara lisan cerpen yang sudah diberikan dalam
pembelajaran tersebut, peneliti mengelompokan siswa yang terdiri dari dua orang siswa untuk
6
berpasangan. Satu siswa secara perorangan ditugasi untuk membacakan cerpen, dan satunya
lagi sebagai pendengar . siswa yang berperan sebagai pendengar menceriktakan kembali
cerpen yang telah dibacakan oleh temannya.
1
Hasil refleksi diperoleh data bahwa saelama proses pembelajaran, siswa banyak yang mengeluh dan muncul rasa tidak percaya diri mereka merasa kesulitan dalam mendengarkan cerpen yang di dengar. Ini merupaka gambaran kegagalan proses pembeljaran .salah satu model pembelajaran yang dapat mengatasi kegagalan pembelajaran tersebut yaitu penulis mencoba dengan menggunakan metode cooperative script yaitu secara berpasangan, siswa bergantian membacakan cerpen , dan yang satu lagi mendengarkan,. Selanjutnya siswa yang telah mendengarkan menceritakan kembali apa yang telah di dengar
Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat dipilih salah satunya adalah model
pembelajaran cooperative menurut Karli, Hilda dan Margaretha, S.Y. (2007: 70 )” Model
cooperative learning adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap
atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja
sama yang tertur dalam kelompok.” Pada model pembelajaran cooperative terdapat berbagai
tipe diantaranya Student team achievement division ( STAD), Numberd head together
( NHT) tean games Taurnament (TGT), JIGSAW.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul penelitian tersebut , peneliti mengajukan pertanyaan sebagai
rumusan masalah.
Apakah melalui kemampuan menceritakan kembali secara lisan isi cerpen melalui
metode cooperative script dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa kelas IX SMP PUI
Cicurug Kota Tasikmalaya ?
C. Tujuan Penelitian
7
Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam mendengar cerpen yang telah dibacakan melalui metode cooperative script. Sesuai
dengan rumusan masalah pada penelitian ini., maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah penggunaan metode cooperative script dalam menceritakan kembali
cerpen yang telah dibacakan dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa kelas IX SMP PUI
Kota Tasikmalaya.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi :
1. Guru
- Dapat meningkatkan kualitas PBM
- Dapat mieningkatkan keterampilan dalam menggunakan berbagai metode dan pendekatan
pembelajaran
2. Siswa
- Dapat meingkatkan kemampuan berbicara
- Dapat meningkatkan percaya diri, aktip dan kreatif dalam mengunakan metode
cooperative script
- Dapat meningkatkan suasana belajar yang menyenangkan
3. Sekolah
- Menumbuhkan budaya meneliti
- Sebagai masukan untuk guru dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa melalui
metode cooperative script
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA
8
A. Kajian Teori
Langkah langkah pemberlajaran model belajar kooperatifr menurut
Ibrahim ,Muslimin,et,al, (2000:10) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1Langkah langkah model pembelajaran
Fase Tingkah laku guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan
dan motivasi
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin di
capai pada pelajaran tersebut dan memotivasi.
Fase-2
Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan
demontrasi atau lewat bacaan
Fase-3
Mengorganisasikan
siswa dalam kelompok
kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisisi secara efisien
Fase-4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas - tugas mereka
Fase-5
evaluasi
4
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang yang telah dipelajari atau masing - masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase-6
Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar invidu dua kelompok
Sumber : Ibrahim, Muslimin ,et,al.(2000:10)
9
Roger dan Johnson (Lie, Anita,2003:31) menyatakan bahwa ada 5 unsur model pembelajaran
kerjasama yang harus diterapkan yaitu
1. Saling ketergantungan positif
Dalam interaksi kooperatif ini, guru memberikan motivasi kepada siswa
untuk menciptakan suasana belajar yang saling membutuhkan. Adanya interaksi yang saling
membutuhkan ini disebut saling ketergantungan positif.
2. Tanggung jawab perseorangan
Jika setiap tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. Pengajaran yang efektif dalam model pembelajaran cooperatif
learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing
anggota kelompok harus melaksakan tanggung jawab sendiri sendiri agar tugas selanjutnya
dalam kelompok dapat dilaksanakan
3. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan pembelajaraan untuk membentuk sinergi
yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing, masing.
4. Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu
mengajarkan cara – cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian
mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka.
10
5. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa
bekerja sama lebih efektif.
Selanjutnya untuk memudahkan guru dalam pembentukan kelompok
kooperatif Lie, Anita (2001:41) menjelaskan tentan prosedur pembagian kelompok, yakni :
Kelompok heterogonitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latang belakan sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis.dalam hal kekmapuan akademis , kelompok pembelajaran kooperatif rearning bisasanya terjdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemmpuan akademis kurang.
Menceritakan kembali cerpen, adalah salah satu kompetensi dasar yang harus
di capai oleh siswakelas IX, dalam kurikulum 2009 adalah menceritakan kembali secara lisan
isi cerpen.
Indikatornya adalah :
1. menceritakan kembali isi cerpen yang telah dibaca
2. teknik pembelajaran dengan melakukan tindakan yang menggunakan metode Cooperative
Script bertujuan agar siswa dapat dengan mudah, senang dan bergairah dalam memahami
cerpen.
Cerpen atau cerita pendek adalah cerita yang wujud fisiknya pendek. Cerita
pendek dapat dibaca sekitar 10 menit sampai setengah jam jumlah katanya sekitar 500-5000
kata ( KTSP 2006 : 69 ).
1. Tokoh cerita
“Tokoh cerita adalah pelukisan yang jelas tentang ditampilkan dalam sebuah cerita “ .
( Nurgiantoro , 2000 : 164 )
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan tokoh cerita adalah pelukisan yang jelas, tentang siapa dan bagaimana
11
perwatakannya yang ditampilkan dalam sebuah cerita dan dapat memberikan gambaran yang
jelas kepada pembaca
2. Alur cerita
Nurgiantoro (2000: 142 ) menjelaskan alur cerita merupakan unsur waktu, baik
dikemukakan secara eksplisit atau inflisit. Alur cerita tidak harus disajikan secara urutan
waktu, runtut atau kronilogis yang mulai dengan peristiwa awal , kemudian disusul dengan
peristiwa tengah dan diakhiri dengan peristiwa akhir
3. Latar cerita
Nurgiantoro ,( 2000: 142) menjelaskan latar merupakan landasan tumpu yang
mengarah pada tempat, waktu, dan lingkungan sosial terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan.
4. Konflik
Nurgiantoro (2000 : 122) menjelaskan bahwa konflik mengacu pada pertarungan
antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan ada aksi dan reaksi.
Cooperative Script ( Dansereau Cs. ,1985)
Script Cooperative : metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan
bergantian secara lisan mengihtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
B. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori, maka hipotesis tindakan dalam
penelitian ini adalah penggunaan metode Cooperative script dapat meningkatkan ketuntasan
belajar siswa kelas IX SMP PUI Cicurug kota Tasikmalaya, pada materi menceritakan
kembali secara lisan cerpen yang dibacakan, maka siswa dapat menceritakan isi cerpen
dengan baik.
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP PUI Cicurug Kota
Tasikmalaya yang berjumlah 20 siswa terdiri dari 11 orang laki-laki dan 9 orang perempuan .
B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP PUI Cicurug Kota Tasikmalaya yang beralamat di
jalan Kolonel Abdullah Saleh No. 42 Kota Tasikmalaya
C. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan model Kemmis , S & MC Taggart,R ( 1990 ) :
14 )
9
13
ALUR DALAM PTK
14
Sumber Kemmis,S & Mc Taggart,R (1990: 14)
Tim terdiri dari 3 orang ( 1 peneliti dan 2 orang observer ) . Anggaran tim dapat
dilihat pada tablel 3.1.
Tabel 3.1.Daftar Tim
No Nama Mata pelajaran Keterangan
1 Reni Setiawati Bahasa Indonesia Peneliti
15
2 Hj. Ida Bahasa sunda Observer
3 Ina Sopiani Bahasa Inggris Observer
Pada penelitian tindakan kelas ini membahas materi menceritakamn kembali isi
cerpen yang telah didengar yang dilaksanakan 2 jam pelajaran 1 pertemuan indikator materi
dapat dilihat pada tablel 3.2.
Tabel 3.2Materi dan Indikator Pembelajaran
No Materi / indikator Waktu siklus
1 Menentukan bagian – bagian cerita dengan panduan
tahap tahap dalam alur
2 jam 1
D. Rencana Tindakan
1. Rencana tindakan penelitian menggunakan metode ooperative script dalam tindakan
pembelajaran.
2. Langkah langkah penelitian ini adalah sebagai berikut
a. Menyususn instrumen pembelajaran
b. Menyusun instrument observasi
c. Mengadakan diskusi antar anggota
d. Sosialisasi kepada siswa
e. Melaksanakan tindakan dalam kegiatan pembelajaran
f. Melakukan refleksi
g. Menyusun strategi pembelajaran pada siklus 2 berdasar refleksi siklus I
h. Melaksanakan kegiatan pembelajaran pada siklus II
i. Melakukan observasi
j. Melaksanakan refleksi pada siklus II
3. Monitoring
16
Kegiatan pada tahap ini adalah melakukan monitoring terhadap pelaksanaan tindakan
4. Refleksi
Refleksi dilakukan dengan cara mendiskusiskan masalah dalam kelas penelitian dan
menentukan adanya inplementasi tindakan
5. Data dan cara pengumpulan data
Sumber data dan penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP PUI Cicurug Kota Tasikmalaya
E. Jenis Instrumen Dan Cara Penggunaanya
Jenis instrument yang digunakan adalah ulangan harian, dengan masing-masing
ulangan harian soalnya sebanyak 5 butir soal berbentuk uraian ulangan harian dilaksanakan
setiap akhir siklus
F. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan 2 siklus . siklus I membahas indikator
menentukan bagian bagian cerita dengan panduan tahap tahap dalam alur dengan waktu yang
diperlukan 2 pertemuan. Setelah pembelajaran selesai dilanjutkan dengan ulangan harian
siklius I, setiap pembelajaran selesai dilaksanakan refleksi. Siklus II membahas indikator
menceritakan kembali secara lisan isi cerpen sesuai dengan alur aslinya dengan waktu yang
diperlukan 2 pertemuan. Setelah pembelajaran selesai dilanjutkan dengan ulangan harian
siklus 2. Setiap pembelajaran selesai dilaksanakan refleksi.
G. Cara Pengamatan (Monitoring)
Pengamatan (monitoring dilaksakan pada saat pembelajaran berlangsung. Peneliti
bersama 2 oran g observer berada di dakam kelas. Peneliti melaksanakan pembelajaran,
sedangkan 2 orang observer mengmati pelaksnaan pembelajaran,. Melalui lembar observasi,
17
observer mencatat segala kegiatan yang terjadi saat proses pembelajara n berlangsung. Hal itu
dimaksudkan sebagai bahan dalam melaksanakan refleksi.
H. Analisis Data Dan Refleksi
Analisis data diperoleh dari hasil ulangan harian untuk setiap siklus. Selanjutnya akan
dilihat apakah peningkatan dari siklus I ke siklus II. Refleksi dilaksanakan oleh peneliti
bersama 2 orang observer setiap selesai melaksanakan pe mbelajaran dan dilaksanakan di luar
jam pemlajaran
http://bindokotasmgmp.blogspot.com/2013/01/v-behaviorurldefaultvmlo_2732.html
Dari bahasa yang di bentuk menjadi sebuah kata lalu menjadi kalimat yang mempunyai makna yang terkandung di dalamnya dan Ciri-Ciri yang Terkandung Dalam Gurindam 121. RangkapDi dalam setiap pasal di Gurindam mempunyai dua baris dalam serangkap atau beberapa baris dalam serangkap. Setiap baris ke baris di dalam gurindam 12 membawa makna yang lengkap dan saling berkesinambungan antara baris pertama terhadap baris berikutnya. Baris pertama biasanya dikenali sebagai “syarat” dan baris kedua sebagai “jawab”. Baris pertama atau “syarat” menyatakan suatu pikiran atau peristiwa sedangkan baris kedua atau “jawab” menyatakan keterangan atau menjelaskan apa yang telah dinyatakan oleh baris atau ayat pertama tadi.2. PerkataanJumlah perkataan sebaris tidak tetap.
3. Suku KataJumlah suku kata tidak tetap.4. RimaRima akhir tidak tetap.5. maksud dari setiap pasal gurindamGurindam termasuk ke dalam puisi lama yang banyak terdapat dalam masyarakat Melayu Indonesia. Gurindam yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji (1809-1872). Gurindam ini dinamakan Gurindam Dua Belas karena gurindam tersebut terdiri dari dua belas pasal. Hampir semua lariknya mempunyai rima yang sama dalam satu baitPasal Pertama (1) Gurindam 12Barang siapa tiada memegang agamaSegala-gala tiada boleh dibilang nama• Maksudnya adalah setiap manusia harus memiliki agama karena agama sangat penting bagi kehidupan manusia, orang yang tidak mempunyai agama akan buta arah menjalankan
18
hidupnyaBarang siapa mengenal yang empatMaka yaitulah orang yang ma’rifat• Untuk mencapai kesempurnaan didalam menjalani hidup, manusia harus mengenal empat zat yang menjadikan manusia mula-mulaBarang siapa mengenal Allah SWTSuruh dan tegaknya tiada ia menyalah• Orang yang mengenal Allah SWT, harus melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak akan melanggar aturannyaBarang siapa mengenal diriMaka telah mengenal akan Tuhan yang bahri• Orang yang bergama tidak akan memiliki identitas diri dan tidak akan dekat dengan allah swt. Barang siapa mengenal duniaTahulah ia barang yang terpedaya• Kita dapat mengetahui kebesaran Allah lewat manusia, makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna. Manusia yang berorientasi pada kebahagiaan atau hanya mencari kebahagiaan di dunia saja, sebenarnya ia akan tertipu dan menyadarinya bahwa di dunia itu hanya sesaatBarang siapa mengenal akhiratTahulah ia dunia mudharat• Di dunia ini kita hanya hidup sesaat, setelah kita wafat setiap manusia akan dimintakan pertanggung jawabannya di akhirat nanti.
Pasal Kedua (2) Gurindam 12
Barang siapa mengenal yang tersebutTahulah ia makna takut• Semakin seorang dekat dan mengetahui tentang agamanya pasti manusia tersebut akan takut dan orang tersebut harus menjalani Perintah-perintah-Nya dan wajib kita laksanakan
Barang siapa meninggalkan sembahyangSeperti rumah tiada bertiang• Orang yang tidak sembahyang bagaikan rumah yang tidak mempunyai tiang, shalat merupakan pegangan hidupBarang siapa meninggalkan puasaTidaklah mendapat dua termasa• Orang yang meninggalkan ibadah puasa akan kehilangan dunia dan akhirat, berarti Allah tidak akan menjaga orang ituBarang siapa meninggalkan zakatTiadalah hartanya beroleh berkat• Harta dari orang yang tidak membayar zakat tidak diridhai oleh Allah
19
Barang siapa meninggalkan hajiTiadalah ia menyempurnakan janji• Orang yang tidak naik haji (apalagi jika ia mampu) tidak menyempurnakan janjinya sebagai orang Islam
Pasal Ketiga (3) Gurindam 12
Apabila terpelihara mataSedikitlah cita-cita• mata harus di pergunakan sebaik-baiknya jangan sampai kita meliahat apa yang dilarang oleh allah swtApabila terpelihara kupingKhabar yang jahat tiadalah damping• Telinga harus dijauhkan dari segala macam bentuk gunjingan dan hasutanApabila terpelihara lidahNiscaya dapat daripadanya faedah• Orang yang menjaga omongannya akan mendapatkan manfaat. Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tanganDaripada segala berat dan ringan• Jangan mengambil barang yang bukan hak kitaApabila perut terlalu penuhKeluarlah fi’il yang tidak senonoh• Nafsu harus dijaga supaya tidak melakukan perbuatan yang dilarangAnggota tengah hendaklah ingatDi situlah banyak orang yang hilang semangat• Hidup harus dijalani penuh semangatHendaklah peliharakan kakiDaripada berjalan yang membawa rugi• Jangan merugikan diri dengan melakukan hal-hal yang mubajir dan maksiat. Melangkahlah dijalan yang benar dan di ridhoi
Pasal keempat (4) Gurindam 12
Hati itu kerajaan di dalam tubuhJikalau zalim segala anggota tubuh pun rubuh• Jagalah hati dari perbuatan yang di larang oleh agama
Apabila dengki sudah bertanahDatanglah daripadanya beberapa anak panah
20
• Hati yang dengki hanya akan merugikan diri sendiriMengumpat dam memuji hendaklah pikirDi situlah banyak orang yang tergelincir• Berbicara harus dipikir supaya tidak celaka karenanyaPekerjaan marah jangan dibelaNanti hilang akal di kepala• Amarah adalah perbuatan sia-sia, jaga lah amarah kitaJika sedikitpun berbuat bohongBoleh diumpamakan mulutnya itu pekung• Orang yang pernah berbohong, sedikit apa pun dustanya, akan terus tampak di mata orang lainTanda orang yang amat celakaAib dirinya tiada ia sangka• Orang yang paling celaka adalah orang yang tidak menyadari kesalahannya sendiri sampai harus dikatakan oleh orang lainBakhil jangan diberi singgahItulah perompak yang amat gagah• Sifat pelit akan menguras hartanya sendiri, berarti dengan menjadi dermawan justru harta kita akan bertambahBarang siapa yang sudah besarJanganlah kelakuannya membuat kasar• Jagalah setiap perbuatan kitaBarang siapa perkataan kotorMulutnya itu umpama ketor• Kelakuan dan kata-kata hendaklah selalu halus dan bersih.Di manakah salah diriJika tidak orang lain yang berperi• Jika kita berbuat kesalahan kita harus minta maafPekerjaan takbur jangan direpihSebelum mati didapat juga sepih• Jangan mengambil pekerjaan yang haram
Pasal Kelima (5) Gurindam 12
Jika hendak mengenal orang berbangsaLihat kepada budi dan bahasa• Orang yang mulia dan berbangsa dapat kita lihat dari perilaku dan tutur katanyaJika hendak mengenal orang yang berbahagiaSangat memeliharakan yang sia-sia• Orang yang bahagia adalah orang yang berhemat dan tidak melakukan perbuatan yang sia-sia
21
Jika hendak mengenal orang muliaLihatlah kepada kelakuan dia• Untuk mengetahui apakah orang itu mulia maka lihatlah sikapnya
Jika hendak mengenal orang yang berilmuBertanya dan belajar tiadalah jemu• Orang yang pandai tidak pernah jemu untuk belajar dan memetik pelajaran dari hidupnya di duniaJika hendak mengenal orang yang berakalDi dalam dunia mengambil bekal• Orang yang berakal adalah orang yang teleh mempersipkan bekal waktu hidp di dunia iniJika hendak mengenal orang yang baik perangaiLihat pada ketika bercampur dengan orang ramai• Jika ingin mengetahui sift baik dari seseorang maka lihatlah saat di bergaul dengan masyarakat
Pasal Keenam (6) Gurindam 12
Cahari olehmu akan sahabatYang boleh dijadikan obat• sahabat yang setia dan dapat membantu kitaCahari olehmu akan guruYang boleh tahukan tiap seteru• Carilah guru yang serba tahu dan tidak menyembunyikan hal-hal burukCahari olehmu akan isteriYang boleh menyerahkan diri• Istri yang patut diambil adalah istri yang berbaktiCahari olehmu akan kawanPilih segala orang yang setiawan• Carilah teman yang setia diasaat kita senang maupun susahCahari olehmu akan abdiYang ada baik sedikit budi• pengikut, pembantu, budak yang baik untuk diambil adalah abdi yang berbudi.
Pasal Ketujuh (7) Gurindam 12
Apabila banyak berkata-kataDi situlah jalan masuk dusta• Orang yang banyak bicara memperbesar kemungkinan berdustaApabila banyak berlebih-lebihan sukaItu tanda hampirkan duka
22
• Terlalu mengharapkan sesuatu akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam saat sesuatu itu tidak seperti yang diharapkanApabila kita kurang siasatItulah tanda pekerjaan hendak sesat• Setiap pekerjaan harus ada persiapannyaApabila anak tidak dilatihJika besar bapanya letih• Anak yang tidak di didik semasa kecilnya akan menyebabkan saat anak itu sudah tumbuh dewasa akan membangkan orang tuaApabila banyak mencacat orangItulah tanda dirinya kurang• Jangan suka menghina orang lainApabila orang yang banyak tidurSia-sia sajalah umur• Pergunakan lah waktu sebaik-baiknyaApabila mendengar akan kabarMenerimanya itu hendaklah sabar• Jika menerima kabar duka atau kabar yang kurang menyenangkan maka kita harus sabar dan menerima dengan lapang dadaApabila mendengar akan aduanMembicarakannya itu hendaklah cemburuan• Jangan mudah terpengaruh akan omongan orang lain
Apabila perkataan yang lemah lembutLekaslah segala orang mengikut• Perkataan yang lemah-lembut akan lebih didengar orang daripada perkataan yang kasarApabila perkataan yang amat kasarLekaslah orang sekalian gusar• Perkataan orang yang kasar membuat orang yang berada didekatnya resahApabila pekerjaan yang amat benarTidak boleh orang berbuat onar• Orang yang benar jangan disalahkan (difitnah atau dikambinghitamkan).
Pasal Kedelapan (8) Gurindam 12
Barang siapa khianat akan dirinyaApalagi kepada lainnya• orang yang ingkar dan aniaya terhadap dirinya sendiri tidak dapat dipercayaKepada dirinya ia aniayaOrang itu jangan engkau percaya• jangan percaya terhadap orang yang suka menganiyaya orang lain
23
Lidah suka membenarkan dirinyaDaripada yang lain dapat kesalahannya• Jangan suka menyalahkan orang lain, dan mengganggpa bahwa diri kita paling benarDaripada memuji diri hendaklah sabarBiar daripada orang datangnya kabar• Pujian tidak usah dibuat sendiri tapi tunggulah datangnya dari orang lainOrang yang suka menampakkan jasaSetengah daripadanya syirik mengaku kuasa• Jangan menginginkan imbalan dari setiap jasa yang telah kita perbuat Kejahatan diri disembunyikanKebajikan diri diamkan• Sifat-sifat jelek dalam diri kita jangan ditampakkan, begitu pula kebaikan-kebaikan yang telah kita perbuatKe’aiban orang jangan dibukaKe’aiban diri hendaklah sangka• Jangan membuka aib atau keburukan dari orang lain, kesalahan diri sendiri harus disadari
Pasal ke Sembilan (9) Gurindam 12
Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakanBukannya manusia yaitulah syaitan• Manusia yang sudah mengetahui bahwa pekerjaan yang di larang oleh allah swt, maka manusia tersebut tidak dapat di katakan manusiaKejahatan seorang perempuan tuaItulah iblis punya penggawa• Kejahatan seorang perempuan tua bagaikan pimpinan setanKepada segala hamba-hamba rajaDi situlah syaitan tempatnya manja• Jangan menjilat pada rajaKebanyakan orang yang muda-mudaDi situlah syaitan tempat bergoda• Semasa muda jagalah iman kita jangan sampai tergoda oleh rayuan setanPerkumpulan laki-laki dengan perempuanDi situlah syaitan punya jamuan• Jika terdapat seorang lelaki dan seorang perempuan maka disitu pulalah setan berada untuk menggangu iman orang tersebut
Adapun orang tua yang hematSyaitan tak suka membuat sahabat• Orang yang semasa mudanya tidak menyia-nyiakan waktu dan selalu melangkah di jalan allah swt, maka setan akan menjauhi orang tersebut
24
Jika orang muda kuat berguruDengan syaitan jadi berseteru• orang muda yang gemar belajar dijauhi oleh setan.
Pasal ke Sepuluh (10) Gurindam 12
Dengan bapa jangan derhakaSupaya Allah tidak murka• Jangan durharka terhadap bapa
Dengan ibu hendaklah hormatSupaya badan dapat selamat• Setiap anak harus hormat dan patuh terhadap ibunya karena surga di telapak kaki ibu dan ibu mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan anaknyaDengan anak janganlah lalaiSupaya boleh naik ke tengah balai• Jagalah anak karena anak merupakan titipan tuhanDengan kawan hendaklah adilSupaya tangannya jadi kapil• Bersikap adilah sesama teman
Pasal ke-11 (sebelas) Gurindam 12Hendaklah berjasaKepada yang sebangsa• Bejasa lah bagi negara dan bangsa, optimalkan setiap kemampuan yang kita punya sehingga kita bisa mengharumkan nama bangsaHendak jadi kepalaBuang perangai yang cela• Jadilah pemimpin yang tidak mempunyai sikap tercelaHendaklah memegang amanatBuanglah khianat• Jagalah setiap kepercayaan yang telah diberikan oleh orang lainHendak marahDahulukan hujjah• Amarah sebaiknya ditahan untuk mendahulukan keperluan (hajat).Hendak dimaluiJangan memalui• Jangan mendahulukan diri sendiri, berarti kita harus antriHendak ramaiMurahkan perangai• Bila ingin disukai orang-orang, kita harus membentuk sikap yang menyenangkan
25
Pasal ke-12 (Dua Belas) Gurindam 12
Raja mufakat dengan menteriSeperti kebun berpagarkan duri• Hubungan raja dengan menteri adalah saling menjaga satu sama lain, dan harus bekerjasamaBetul hati kepada rajaTanda jadi sebarang kerja• Raja yang baik atau raja yang mendapat petunjuk dari Allah adalah raja yang adil terhadap rakyatnyaHukum adil atas rakyatTanda raja beroleh inayat• Hukum harus didasari oleh hak asasi manusiaKasihkan orang yang berilmuTanda rahmat atas dirimu• Orang yang berilmu akan dikaruniai oleh Allah dan dihormati orang lainHormat akan orang yang pandaiTanda mengenal kasa dan cindai• Hormatilah setiap manusiaIngatkan dirinya matiItulah asal berbuat bakti• Bila manusia mengingat kematiannya nanti, ia akan lebih berbakti pada AllahAkhirat itu terlalu nyataKepada hati yang tidak buta• . Orang yang tidak buta hatinya tahu kalau akhirat itu benar-benar ada.
Sebab efisien-untuk memberikan tuntunan moral yang berbasis agama pada rakyatnya melalui karyanya . Tanpa meningggalkan keindahannya sebagai karya sastra,-untuk memberikan himbauan dan nasihat tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak, kewajiban orang tua, budi pekerti, dan hidup bermasyarakat yang dapat dijadikan pedoman hidup orang banyakSebab finalAgar syair gurindam ini bisa di aplikasikan untuk kehidupan sehari-hari
http://afriliansastra.blogspot.com/2011/02/menganalisi-gurindam-12-menggunakan.html
Gurindam adalah bentuk puisi lama yang berasal dari kesusastraan Tamil, yakni salah satu daerah yang terletak di India Selatan.
26
Ciri-ciri Gurindam:
1. Tiap bait terdiri atas dua baris.2. Terdiri atas 10-14 sukukata dalam tiap baris.3. Bersajak a-a4. Bait pertama merupakan sebab atau alasan, sedangkan bait kedua merupakan akibat
atau balasan.5. Berisi nasihat, petuah, atau filsafat.
Contoh gurindam:
Jika kena penyakit kikirSanak saudara lari menyingkir
Kurang pikir, kurang siasatTentu dirimu kelak tersesat
Pikir dahulu sebelum berkataSupaya terelak silang sengketa
A.PENGERTIANPuisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan.
Aturan- aturan itu antara lain :
1. Jumlah kata dalam 1 baris2. Jumlah baris dalam 1 bait3. Persajakan (rima)4. Banyak suku kata tiap baris5. Irama
Contoh Puisi LAMA:
Saat di meja makan pertama:muncul seribu bayangan dukabanyak yang berlalu, pagi ituorang masih mabuk dengan impiannyaDari radio keluar berita-berita basi, naiknya harga-hargaBukan itu yang disebut perubahan!“dimanakah sebernarnya keindahan bersemayam?”
27
Saat di meja makan kedua :kesepian menekan tiba-tibaada jerit dari lorong tak bertepimaka hidup hanya sebuah perjalanan lurus, tak berjiwabukan pengembaraan, bukan petualangan:meneruskan yang sudah adapadahal hidup berjalan ke depan
B. MACAM-MACAM PUISI LAMA
1. MANTRAMantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besarYang beralun berilir simayangMari kecil, kemariAku menyanggul rambutmuAku membawa sadap gadingAkan membasuh mukamu
2.GURINDAMGurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
CIRI-CIRI GURINDAM:
a. Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.b. Berasal dari Tamil (India)c. Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatui sebab akibat.
Contoh :Kurang pikir kurang siasat (a)Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )Bagai rumah tiada bertiang ( b )
28
Jika suami tiada berhati lurus ( c )Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
3. SYAIRSyair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
CIRI – CIRI SYAIR :
a. Setiap bait terdiri dari 4 barisb. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku katac. Bersajak a – a – a – ad. Isi semua tidak ada sampirane. Berasal dari Arab
Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)Tersebutlah sebuah cerita (a)Sebuah negeri yang aman sentosa (a)Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)Tanahnya luas lagi subur (a)Rakyat teratur hidupnya makmur (a)Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)Tampan rupawan elok parasnya (a)Adil dan jujur penuh wibawa (a)Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
4.PANTUNPantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
CIRI – CIRI PANTUN :
1. Setiap bait terdiri 4 baris2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran3. Baris 3 dan 4 merupakan isi4. Bersajak a – b – a – b
29
5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata6. Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)Ada mangga ada salak (b)Daripada duduk melamun (a)Mari kita membaca sajak (b)
MACAM-MACAM PANTUN
1. DILIHAT DARI BENTUKNYA
a. PANTUN BIASAPantun biasa sering juga disebut pantun saja.Contoh :
Kalau ada jarum patahJangan dimasukkan ke dalam petiKalau ada kataku yang salahJangan dimasukan ke dalam hati
2. SELOKA (PANTUN BERKAIT)Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
CIRI-CIRI SELOKA:
a. Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua.b. Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketigac. Dan seterusnya
Contoh :Lurus jalan ke Payakumbuh,Kayu jati bertimbal jalanDi mana hati tak kan rusuh,Ibu mati bapak berjalan
30
Kayu jati bertimbal jalan,Turun angin patahlah dahanIbu mati bapak berjalan,Ke mana untung diserahkan
3. TALIBUNTalibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.Jadi :Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh :Kalau anak pergi ke pekanYu beli belanak pun beli sampiranIkan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalanIbu cari sanak pun cari isiInduk semang cari dahulu
4. PANTUN KILAT ( KARMINA )CIRI-CIRINYA :
a. Setiap bait terdiri dari 2 barisb. Baris pertama merupakan sampiranc. Baris kedua merupakan isid. Bersajak a – ae. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Contoh :
Dahulu parang, sekarang besi (a)Dahulu sayang sekarang benci (a)
2. DILIHAT DARI ISINYA
2.1. PANTUN ANAK-ANAKContoh :
31
Elok rupanya si kumbang jatiDibawa itik pulang petangTidak terkata besar hatiMelihat ibu sudah datang
2.2. PANTUN ORANG MUDAContoh :
Tanam melati di rama-ramaUbur-ubur sampingan duaSehidup semati kita bersamaSatu kubur kelak berdua
2.3. PANTUN ORANG TUAContoh :
Asam kandis asam gelugurKedua asam riang-riangMenangis mayat di pintu kuburTeringat badan tidak sembahyang
2.4. PANTUN JENAKAContoh :
Elok rupanya pohon belimbingTumbuh dekat pohon manggaElok rupanya berbini sumbingBiar marah tertawa juga
2.5. PANTUN TEKA-TEKIContoh :
Kalau puan, puan cemaraAmbil gelas di dalam petiKalau tuan bijak laksanaBinatang apa tanduk di kaki
32
http://dahlanforum.wordpress.com/2010/01/11/puisi-lama-mantra-gurindam-syair-pantun/
http://megasuryonop.blogspot.com/2012/03/puisi-lama-mantra-gurindam-syair-pantun.html
1. BAHASA INDONESIA (PENDIDIKAN DASAR) -
MEMBACA - MODEL PEMBELAJARAN
Label Rs 372.414 HAR pAbstrak Kata Kunci: Model Cooperative Script, Kemampuan
Menjelaskan Isi bacaan, SD
Berdasarkan observasi awal pada pembelajaran Bahasa Indonesia kelas III di SDN Bareng 4 Kota Malang, diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan pada aspek menjelaskan kembali isi bacaan di kelas III. Permasalahan tersebut antara kain: (1) rendahnya rata-rata klasikal yang belum mencapai Standar Kelulusan Minimal; (2) pada saat pembelajaran guru tidak menggunakan model tertentu, kegiatan siswa adalah membaca teks bacaan setelah itu menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan bacaan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan penerapan model Cooperative Script untuk meningkatkan kemampuan menjelaskan isi bacaan pada siswa kelas III SDN Bareng 4 Kota Malang; (2) mendeskripsikan tingkat keberhasilan model cooperative script untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menjelaskan isi bacaan pada siswa kelas III SDN Bareng 4 Kota Malang.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dan guru. Langkah PTK ini meliputi 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi, refleksi dan rencana perbaikan. Empat tahap tersebut merupakan langkah berurutan dalam satu siklus dan berhubungan dengan siklus berikutnya. Subyek penelitian ini dengan jumlah 23 siswa. Instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi, wawancara, dan tes, sedangkan analisis
33
data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan deskriptif kuantitatif.
Langkah model Cooperative Script yaitu: (1) siswa berkelompok berpasangan; (2) guru membagikan wacana kepada setiap kelompok; (3) guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar; (4) pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya; (5) sementara penyimak/pengoreksi menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya; (6) bertukar peran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Cooperative Script pada pembelajaran bahasa Indonesia telah berhasil meningkatkan kemampuan menjelaskan isi bacaan yang terus meningkat. Kemampuan siswa mengalami peningkatan pada siklus II, yang paling tampak yaitu sebagian besar siswa hasil belajarnya pada tes lisan meningkat. Hasil belajar pada siklus I memperoleh ketuntasan klasikal yang cukup baik. Pada siklus II memperoleh ketuntasan klasikal yang meningkat jauh lebih baik.
Berdasarkan temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model Cooperative Script dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menjelaskan isi bacaan. Meskipun dapat meningkatkan hasil belajar siswa, diperlukan penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan menjelaskan isi bacaan. Selain itu diperlukan adanya variasi dalam pembelajaran dan cara menyajikan pelajran yang kreatif dan inovatif dengan perencanaan yang lebih matang.
http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=55218
eori Makna
A. Pendahuluan
Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Sebagai suatu
unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan perbagai
pendekatan untuk mengkajinya. Antara pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji
bahasa ialah pendekatan makna. Filsafat Bahasa merupakan salah satu bidang yang
mempelajari tentang makna.
34
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa
saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Beberapa ahli
mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan.
Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam
mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian.1[1] Dalam
hal ini Ferdinand de Saussure mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau
konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.2[2] Dengan kata lain, makna
merupakan istilah yang paling ambigu dan paling kontroversial dalam teori tentang bahasa.
Kekaburan itu sebenarnya dapat dikurangi jika kita mau mempersempit perhatian kita ke arah
makna kata saja. Banyak unsur bahasa lain –selain kata- yang dikatakan mempunyai makna
tertentu. Dari segi definisi semua morfem yang signifikan, dan begitu pula kombinasi tempat
morfem-morfem itu masuk dan berbagai makna itu memegang peranan masing-masing dalam
keseluruhan makna ujaran. Ahli-ahli dalam bidang ini membedakan makna leksikal dan
makna struktural, tetapi pemilihan istilah ini tidak menguntungkan, karena dengan demikian
seolah-olah secara implisit kosakata itu tidak mempunyai struktur. Istilah yang lebih baik
barangkali adalah makna leksikal dan makna gramatikal.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. maksud pembicara;
2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau
kelompok manusia;
3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran
dan semua hal yang ditunjukkannya,dan
4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa.3[3]
Bloomfied mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus
dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya.
Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan
antara bahsa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat
saling dimengerti.4[4]
1[1] Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 79.
2[2] Ibid., hlm. 2
3[3] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 132.
4[4] Ibid., hlm. 50.
35
J.R. Firth dalam tulisannya cenderung mendukung agar makna atau fungsi dipecah
menjadi sejumlah fungsi komponen. Tiap fungsi dianggap sebagai penggunaan sesuatu
bentuk atau unsur bahasa dalam hubungan dengan sesuatu konteks. Dengan demikian, makna
itu harus dianggap sebagai paduan dari hubungan-hubungan yang bersifat kontekstual, dan
fonetik, tata bahasa, leksikografi dan semantik masing-masing menangani komponen
paduannya sendiri dalam konteks.5[5]
B. Perbedaan Makna
Setiap individu selalu memberi makna terhadap aspek-aspek yang dia temui di sekitarnya.
Mulai dari benda-benda yang secara kasat mata dapat disentuh atau dipegang sampai pada
sesuatu yang sifatnya imanen atau transenden. Mulai dari perlengkapan rumah tangga, rumah,
kendaraan, sampai pada relasi sosial seperti rasa cinta, kasih sayang, sampai kebencian dan
permusuhan di antara individu atau masyarakat.
Bagaimanapun individu secara kreatif melalui proses berfikir; mengurangi, menambahkan,
dan menghasilkan makna melalui proses perseptual terhadap objek makna yang dihadapinya.
Dalam memahami makna menurut Joseph DeVito, “Look for meaning in people, not in
words. Meaning change but words are relatively static, and share meanings, not only words,
through communication.”6[6]
Karena hakekatnya pembentukan makna ada pada individu, maka maka semua tindakan
sosial yang dilakukan individu memunculkan pembentukan makna dan pembentukan makna
dikonstruksi oleh setiap individu. Mungkin pembentukan itu sama, berhimpitan, bahkan
bertolak belakang. Sebagian besar sangat ditentukan oleh kapasitas dan kepentingan masing-
masing pihak dalam membentuk makna itu.
Masalahnya manakala sebuah makna itu dimiliki dan digunakan untuk mengendalikan
orang lain bahkan diakumulasikan untuk menananamkan makna terhadap orang lain, seorang
individu harus berhati-hati dengan konstruksi pemaknaan yang dimilikinya.Tengok kasus Bu
Prita. Akibat pemaknaan terhadap statemen atau kata-kata yang tersebar melalui internet,
sebuah lembaga rumah sakit sebagai lembaga pelayanan publik memaknai sebagai
penghinaan, negativitas citra, dan penyerangan. Padahal belum terbukti pula bahwa e-mail
yang disebar di kalangan pertemanan itu secara signifikan menimbulkan pengaruh tersebut.
Namun akibat konstruksi pemaknaan lembaga rumah sakit itu diterima dan dapat dijadikan
5[5] Stephen Ullman, Pengantar Semantik. Terj. Sumarsono (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 66.
6[6] Ibid., hlm. 140.
36
delik aduan hukum, maka seorang ibu menginap dalam rumah tahanan selama dua puluh hari.
Bahkan andai pidananya terbukti, kemungkinan hukumannya bisa lebih dari itu.
Kontras sekali dengan pemaknaan yang dilakukan masyarakat miskin, rendah akses
lembaga kesehatan, dan sudah tidak mampu lagi berfikir rasional untuk menyembuhkan
penyakitnya, seorang Dukun Cilik Ponari dianggap atau dimaknai sebagi individu yang
mampu menolong, menyembuhkan, dan menjawab permasalahan mereka. Andaipun mereka
tidak mendapatkannya, penyakit tetap, dan tidak dilayani secara baik, mereka tidak marah,
komplain, atau mengajukan ketidakpuasan pelayanan pada konsumen. Padahal yakin bahwa
hanya berapa peresen dari mereka yang “merasa” sembuh setelah berdukun pada Ponari.
Sebagian besar tidak ada perubahan yang berarti.
Hakekatnya semua diterima apa adanya. Kontrak sosial di antara kedua belah pihak tidak
harus diselesaikan oleh hukum formal, cukup rasionalisasi interpersonal bahwa berobat
kepada Ponari hanya sekedar usaha, barangkali bisa sembuh.
Pembentukan makna adalah berfikir, dan setiap individu memiliki kemampuan berfikir
sesuai dengan kemampuan serta kapasitas kognitif atau muatan informasi yang dimilikinya.
Oleh karena itu, makna tidak akan sama atas setiap individu walaupun objek yang
dihadapinya adalah sama. Pemaknaan terjadi karena cara dan proses berfikir adalah unik pada
setiap individu yang akan menghasilkan keragaman dalam pembentukan makna.
Keunikan berfikir sebagai proses pembentukan makna dalam diri individu ditentukan oleh
faktor-faktor dalam diri individu tersebut, seperti sistem nilai, kepercayaan, dan sikap.
Menurut Kaye, keunikan tersebut terlihat nyata ketika individu membangun komunikasi
dengan orang lain. Kaye berpendapat bahwa;7[7]
In a very real sense, communication is about thinking. More precisely, it is concerned with
the construction of meaning. Generally, people act toward others on the basis of how they
construe others’ dispositions and behaviour. These constructions (meaning) are, in turn,
influenced by individual value system, beliefs and attitudes.
R. Brown menjelaskan bahwa makna sebagai sebuah kecenderungan (disposisi) total
untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen
dalam makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat. Selanjutnya Mulyana menyatakan
bahwa, makna muncul dari hubungan khusus antara kata (sebagai simbol verbal) dan
manusia. Makna tidak melekat pada kata-kata namun kata-kata membangkitkan makna dalam
7[7] Ibid., hlm. 39-40.
37
pikiran orang. Jadi, tidak ada hubungan langsung antara suatu objek dan simbol yang
digunakan untuk mempresentasikannya.8[8]
Teori lain yang menjelaskan perbedaan pembentukan makna dalam perilaku komunikasi
interpersonal yaitu Coordinated Management of Meaning Theory. Teori ini dikembangkan
Pearce dan Cronen pada tahun 1980 dengan asumsi bahwa:9[9]
Human beings live in communication
Human beings co-create a social reality
Information transactions depend on personal and interpersonal meaning.
Menurut Teori ini, makna bersifat personal dan interpersional. Makna personal yaitu
makna yang telah diperoleh ketika seseorang membawa pengalaman yang unik ke dalam
interaksi. Sementara makna interpersonal adalah hasil interaksi manakala dua orang setuju
terhadap interpretasi masing-masing pada sebuah interaksi itu. Makna personal dan
interpersonal diperoleh dalam sebuah percakapan dan seringkali makna itu tanpa didasarkan
pada banyak pemikiran.
Jika melihat pada asumsi-asumsi teori-teori tersebut, maka individu dalam rangka
membangun harmonisasi atau juga memecahkan konflik yang dihadapinya, maka berhati-hati
dengan makna personal yang akan diberikan kepada orang lain. Di lain pihak juga lebih
banyak belajar membangun makna interpersonal yang ditanamkan dan hasil kesepakatan
secara sosial. Andaikan Pihak Rumah Sakit yang mengadukan Bu Prita berhati-hati dalam
menanggapi e-mail Bu Prita dan Bu Prita juga menyebarkan kegundahannya dengan cara
yang berbeda, konflik ini tidak akan berkepanjangan. Andaikan pula dalam cerita Dukun
Ponari, masyarakat lebih banyak mendengar dan meminta pendapat tentang keampuha
sebuah “batu”, kemungkinan makna interpersonalnya akan berbeda. Mereka tidak akan
terjebak pada sebuah mitos dan kepercayaan yang merepotkan banyak orang. Wallahu’alam.
C. Pengertian Makna dalam Penggunaan Sehari-hari
Dalam pemakaian sehari-hari, kata “makna” digunakan dalam berbaga bidang maupun
konteks pemakaian. Apakah pengertian khusus kata makna tersebut serta perbedaannya
dengan ide, misalnya, tidak begitu diperhatika. Sebab itu, sudah sewajarnya bila makna juga
disejajarkan pengertiannya dengan arti, gagasan, konsep, pernyataan, pesan, informasi,
maksud, firasat, isi dan pikiran. Berbagai pengertian itu begitu saja disejajarkan dengan kata
8[8] Ibid., hlm. 156.
9[9] Ibid., hlm. 113.
38
makna karena keberadaannya memang tidak pernah dikenali secara cermat dan dipilahkan
secara tepat.
Dari sekian banyak pengertian yang diberikan tersebut, hanya arti yang paling dekat
pengertiannya dengan makna. Meskipun demikian, bukan berarti keduanya sinonim mutlak.
Disebut demikian karena arti adalah kata yang telah mencakup makna dan pengertian.10[10]
Pengertian gagasan pada dasarnya memiliki kesejajaran pengertian dengan pikiran maupunu
ide. Sebab itu, dalam bahasa inggris ketiga kata itu tercakup dalam kata thought. Lebih lanjut,
thought sebagai aktivitas mental meliputi baik konsep maupun pernyataan. Apabila konsep
berkaitan dengan olahan ingatan dan kesimpulan, maka istilah pernyataan berkaitan dengan
proposisi dan statemen.11[11]
Proposisi sebagai istilah juga diberi pengertian berbeda-beda. Sebagai gejala kejiwaan,
proposisi adalah isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan statemen. Sedangkan
Lyons lebih cenderung mengartikan proposisi sebagai perwujudan ekspresi dalam bentuk
kalimat, yang bisa benar atau salah. Selain itu batasan proposisi sebagai konfigurasi makna
yang menjelaskan isi komunikasi dari pembicaraan, terjadi dari predikator yang berkaitan
dengan satu argumen atau lebih. Sehubungan dengan hal ini, proposisi diartikan sebagai
pernyataan dasar yang masih berada dalam abstraksi pikiran penutur. Tatanan “saya lapar”
yang masih berada dalam pikiran adalah contoh proposisi, sedangkan perwujudannya dalam
kalimat, misalnya “Tadi pagi saya tidak sarapan, seharian saya belum makan”, dan sejumlah
wujud kalimat lain yang mewakili proposisi “saya lapar” adalah pernyataan atau statemen.12
[12]
Baik pernyataan, proposisi, maupun gagasan yang mencakup pengertian pikiran dan ide,
konsep, pesan dan maksud pada dasarnya berasal dari sender. Pesan atau massage disebut
berada pada sender karena pesan adalah isi komunikasi dalam sender yang diwadahi oleh
tatanan lambang kebahasaan secara individual. Apabila pesan itu sudah ditransmisikan lewat
signal atau tanda, maka isi pesan itu disebut informasi. Permahaman informasi pada diri
penerima, bisa disebut dengan isi atau content. Menurut Lyons, kegiatan penyusunan pesan
tidak dapat dilepaskan dari enkoding, sedangkan usaha memahami pesan yang dilakukan oleh
10[10] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 15.
11[11] R.A. Hudson, Sociolinguistics (New York: Cambridge University Press, 1982), hlm. 75.
12[12] Aminuddin, Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), hlm. 51.
39
penerima pesan disebut dekoding. Apabila dekoding gagal, informasi dan isi teta tinggal jadi
pesan yang ada pada si penutur. Dengan demikian, komunikasi itu pun belum berhasil.13[13]
D. Pengertian Makna sebagai Istilah
Sedangkan kata makna sebagai istilah mengacu pada pengertian yang sangat luas. Makna
ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para
pemakai bahasa sehingga dapat saling mengerti. Dari batasan pengertian itu dapat diketahui
adanya tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yakni (1) makna adalah hasil hubungan
antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para
pemakai, serta (3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi
sehingga dapat saling mengerti.14[14] Dalam konteks ini terdapat tiga pandangan filosofis
yang berbeda-beda, yaitu realisme, nominalisme, dan konseptualisme. Realisme beranggapan
bahwa terhadap wujud dunia luar, manusia selalu memiliki jalan pikiran tertentu. Terhadap
dunia luar, manusia selalu memberikan gagasan tertentu. Sebab itu, pemaknaan antara
“makna kata” dengan “wujud yang dimaknai” selalu memiliki hubungan yang hakiki.
Pandangan bahwa antara “makna kata” dengan “wujud yang dimaknai” memiliki
hubungan yang hakiki, akhirnya menimbulkan klasifikasi makna kata yang dibedakan antara
yang kongkret, abstrak, tunggal, jamak, khusus, maupun universal. Penentuan bentuk
hubungan itu ternyata tidak selamanya mudah. Batasan antara benda kongkret dan abstrak,
khusus atau universal, seringkali sulit ditentukan. Selain itu, makna suatu kata, acuan atau
denotatumnya dapat berpindah-pindah. Kata mendung, misalnya, selain dapat diacukan pada
benda, juga dapat diacukan ke dalam “suasana sedih”. Pada sisi lain, referen yang sama
dapat ditunjuk oleh kata yang berbeda-beda. Sudin sebagai guru, ayah dari anak-anaknya,
suami maupun tetangga yang baik dapat disebut pak guru, bapak, mas, maupun sebutan
lainnya. Sebab itulah kaum nominalis menolak anggapan bahwa antara kata dengan wujud
luar terdapat hubungan.15[15]
Dalam nominalisme, hubungan antara makna kata dengan dunia luar semata-mata bersifat
arbitrer meskipun sewenang-wenang penentuan hubungannya oleh para pemakai dilatari oleh
adanya konvensi. Sebab itulah, penunjukkan makna kata bukan bersifat perseorangan,
melainkan memiliki kebersamaan. Dari adanya fungsi simbolik bahasa yang tidak lagi diikat
13[13] John Lyons, Introduction to Theoretical Linguistics (London: Cambridgee at The University Press, 1979), hlm. 36.
14[14] Ibid., hlm. 53.
15[15] Ibid., hlm. 111.
40
oleh dunia yang diacu itulah, bahasa akhirnya juga lebih membuka peluang untuk dijadikan
media memahami realitas, bukan realitas yang dikaji untuk memahami bahasa.
Sedangkan dalam konseptualisme, pemaknaan sepenuhnya ditentukan oleh adanya sosiasi
dan konseptualisasi pemakai bahasa, lepas dari dunia luar yang diacunya. Pandangan itu
segera mengundang kritik. Seorang yang haus dan mendengar kata minum, dia pasti bukan
terus tidur atau berlari. Dalam asosiasi kesadarannya pastilah hadir tanggapan dunia luar yang
secara laras memiliki hubungan dengan “air yang dapat diminum”. Dengan demikian, kasus
bahwa makna kata dapat dilepaskan sepenuhnya dari dunia luar dan sepenuhnya tumbuh dari
asosiasi dan hasil konseptualisasi pemakai, tidak dapat berlaku umum. Kata bunga, misalnya,
meskipun referennya dapat dipindahkan dan dimaknai “gadis”, pergeseran itu juga tidak lepas
dari makna dasarnya. Meskipun demikian, untuk simbol seperti hujan, binatang jalang,
seperti yang terdapat dalam bari puisi Chairil misalnya, pandangan konseptualisme ini masih
tepat.16[16]
Selain hubungan antara makna dengan dunia luar, masalah lain yang timbul adalah,
benarlah bentuk kebahasaan menjadi unsur utama dalam mengemban makna. Pertanyaan itu
timbul karena kata berangkat misalnya, yang diucapkan oleh seorang siswa dan ayah yang
mau berangkat ke kantor kepada ibu, acuan maknanya berbeda. Kata berangkat yang
diucapkan seorang siswa kepada ibu di rumah mengacu pada pengertian “berangkat sekolah”,
sementara bagi sang ayah, mengacu pada pengertian “berangkat ke kantor”. Kasus lain,
misalnya kata kopi yang diucapkan di toko kelontong berarti “bubuk, sedangkan di kedai
berarti “minuman”.17[17]
Dari contoh di atas, secara sepintas dapat diambil kesimpulan, bahwa unsur pemakai dan
konteks sosial situasional juga ikut menentukan makna. Dalam kajian teori makna pun,
kenyataan seperti di atas, juga menimbulkan perbedaan pandangan dan pendekatan.
Sehubungan dengan masalah pandangan dan pendekatan itu, Alston menyebutkan ada tiga
pendekatan dalam teori makna yang masing-masing memiliki dasar pusat pandang berbeda-
beda. Tiga bentuk pendekatan yang oleh Harman (1968) dianggap lebih tepat disikapi sebagai
tiga tataran makna, menurut Alston meliputi pendekatan (1) referensial, (2) ideasional dan (3)
behavioral.18[18]
E. Pengertian Makna dalam Pendekatan Referensial
16[16] Aminuddin, Semantik, hlm. 54.
17[17] Ibid., hlm. 54.
18[18] Ibid., hlm. 55.
41
teori referensial merupakan salah satu jenis teori makna yang mengenali atau
menidentifikasi makna suatu ungkapan dengan apa yang diacunya atau dengan hubungan
acuan itu. Istilah referen itu sendiri menurut Palmer(1976:30) “reference deals with the
relationship between the linguistic element, word, sentences, etc, and the nonlinguistic word
of experience” (hubungan antara unsur – unsur linguistic berupa kata – kata, kalimat –
kalimat dan dunia pengalaman yang non linguistik.
Referen atau acuan boleh saja benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen adalah
sesuatu yang ditunjuk oleh lambang. Jadi, kalau seseorang mengatakan sungai, maka yang
ditunjuk oleh lambing tersebut yakni tanah yang berlubang lebar dan panjang tempat
mengalir air dari hulu ke danau atau laut. Kata sungai langsung dihubungkan dengan
acuannya. Tidak mungkin timbul asosiasi yang lain. Bagi mereka yang pernah melihat
sungai, atau pernah mandi di sungai, sudah barang tentu mudah memahami apa yang
dimaksud dengan sungai.
Dialektika peristiwa dan makna merupakan suatu dialektika inti dari makna wacana.
Untuk memaknai apa yng dilakukan pembicara, juga apa yang dinyatakan oleh kalimat.
Makna ujaran pada makna isi preposisi merupakan sisi obyektif dari makna, sedangkan
makna pengujar pada makna referensi kalimat dan kehendak yang diketahui pendengan
merupakan sisi subyektif dari makna.
Dialektika obyektif-subyektif tidaklah memberi penyelesaian makna, oleh karena itu tidak
menyelesaikan struktur wacana. Sisi obyektif wacana itu sendiri dapat diberikan dengan dua
cara. Kita dapat memaknai ‘apa’ dan ‘tentang apa’ wacana itu merupakan ‘referensi’. Ini
merupakan perbedaan yang dapat langsung dihubungkan dengan perbedaan semiotik dan
semantic ‘mengacu’ merupakan apa yang dilakukan kalimat pada situasi tertentu dan menurut
kegunaan tertentu, juga apa yang dilakukan pembicara ketika ia menerapkan kata – katanya
pada kenyataan.
Seseorang mengacu kepada sesuatu, pada saat tertentu merupakan peristiwa ujar. Tetapi
peristiwa ini, menerima strukturnya dari makna sebagai arti. Dengan cara ini dialektika
peristiwa dan makna menerima perkembangan baru dari dialektika arti dan referensi.
Dialketika arti dan referensi inilah yang memberikan hubungan antara bahasa dan kondisi
ontologis yang ada di dunia.
Kita mengandaikan bahwa sesuatu berada dalam susunan, sehingga sesuatu itu bisa
diidentifikasi, tetapi kita memerlukan sebuah referensi. Pengendalian ini diperlukan, sehingga
kita harus menambahkan ketentuan – ketentuan yang spesifik jika kita ingin mengacu ke
sesuatu yang sifatnya fiktif. Kebermaknaan universal dari problem referensi sangatlah luas,
42
wacana mengacu kembali pada pembicaranya, pada saat yang sama hal itu mengacu kepada
dunia. Wacana dalam tindakan dan dalam kegunaan mengacu kembali dan datang lagi
menuju pembicara dan dunia. Ini merupakan criteria pokok dari bahasa sebagai wacana.
Teori referensial atau teori korespondensi merujuk pada segitiga makna (symbol,
reference, dan referent) yang dikemukakan oleh OR. Makna adalah hubungan antara
reference dan referent yang dinyatakan lewat simbol bunyi bahasa baik berupa kata ataupun
prase atau kalimat. Simbol bahasa dan rujukan atau referent tidak mempunyai hubungan
langsung. Teori ini menekankan hubungan langsung antara reference dengan referent yang
ada di alam nyata.
Jika kita memperhatikan ujaran dalam sebuah bahasa, misalnya “Ronald Reagan”, ‘Rudi
Hartono’, ‘ Jakarta’ atau frase nomen seperti “sang mantan wakil presiden RI 1983-1988’,
‘orang pertama yang berjalan dibulan’, maka sudah pasti makna ujaran itu merujuk kepada
benda atau hal yang sama. Nah, itulah teori makna sesuai dengan teori referensi atau
korespodensi. Jika kita menerima bahwa makna sebuah ujaran adalah referennya, maka
setidak – tidaknya kita terikat pula pada pernyataan berikut ini.
1. Jika sebuah ujaran mempunyai makna, maka ujaran itu mempunyai referen.
2. Jika dua ujaran mempunyai referen yang sama, maka ujaran itu mempunyai makna yang
sama pula,
3. Apa saja yang benar dari referen sebuah ujaran adalah benar untuk maknanya.
Referensi
Dalam pendekatan referensial, makna diartikan sebagai label yang berada dalam kesadaran
manusia untuk menunjuk dunia luar. Sebagai label, makna itu hadir karena adanya kesadaran
pengamatan terhadap fakta dan penarikan kesimpulan yang keseluruhannya berlangsung
secara subjektif. Terdapatnya julukan simbolik dalam kesadaran individual itu, lebih lanjut
memungkinkan manusia untuk menyusun dan mengembangkan skema konsep. Kata pohon,
misalnya, berdasarkan kesadaran pengamatan dan penarikan kesimpulan, bukan hanya
menunjuk jenis tumbuh-tumbuhan, melainkan memperoleh julukan sebagai “ciptaan”,
“hidup”, “fana”.
Kesadaran pengamatan dan penarikan kesimpulan dalam pemberian julukan, dan
pemaknaan tersebut, berlangsung melalui bahasa. Akan tetapi, berbeda dengan bahasa
keseharian, bahasa yang digunakan di situ adalah bahasa perseorangan atau private language.
43
Dengan demikian, makna dalam skema konsep bisa berubah ke dunia absur yang mempribadi
dan terasing dari komunikasi keseharian.19[19]
Terdapat bahasa perseorangan yang mempribadi tersebut lebih lanjut menyebabkan
keberadaan makna sangat ditentukan oleh adanya nilai, motivasi, sikap, pandangan, maupun
minta secara individual. Apabila individu adalah juga pengendali institusi, julukan kata
pohon seperti “persatuan” maupun “kehidupan masyarakat” dapat disebarluaskan dan diakui
sebagai milik bersama. Akan tetapi, ada juga kemungkinan, ciri mempribadi itu justru tetap
ingin dipertahankan. Ciri demikian ditandai antara lain oleh adanya kata-kata khas yang
dimaknai secara khusus oleh dua orang yang berteman demikian akrap maupun pada kata-
kata tertentu yang digunakan dalam puisi.20[20]
Julukan dan makna hasil observasi atau kesadaran pengamatan individual, pada dasarnya
masih bertumpu pada makna hasil penunjukan dasar. Apa yang dilakukan individu itu
hanyalah menambahkan atau memberi konotasi. Apabila kata yang masih menunjukkan pada
makna dasar itu bersifat denotatif sehingga menghadirkan istilah makna denotatif, maka kata
yang diberi julukan lain itu mengandung makna konotatif, yakni tambahan makna lain
terhadap makna dasarnya. Penambahan itu pun sebenarnya bukan hanya khas terjadi dalam
kreasi sastra. Sesuai dengan keragaman nilai, motivasi, sikap, pandangan, maupun minat
setiap individu, fakta yang tergambarkan dalam kata akhirnya memperoleh julukan individual
sendiri-sendiri. Kata hujan misalnya, bagi seorang petani dapat diartikan “rahmat”, bagi
penjual es “kegagalan”, dan lain sebagainya.21[21]
Pemberian julukan dan pemaknaan yang tertumpu pada dunia luar itulah yang akhirnya
juga menjadi ciri lain dari pendekatan referensial. Selain itu, meletakkan makna sebagai hasil
kesadaran pengamatan individu dan terlepas dari konteks komunikasi, akhirnya juga
bertentangan dengan keberadaan bahasa sebagai sistem konvensi. Sebab itulah sangat tepat
apabila Jakobson maupun Posner mengungkapkan bahwa bentuk komunikasi dalam puisi
adalah bentuk komunikasi khas dan unik yang memiliki sistemnya sendiri yang bersifat
khusus pula.22[22]
19[19] H. Gilbert Herman, “Three Levels of Meaning”, dalam Semantics: An Interdisciplinary Reader in Philosophy Linguistics and Psychology (New York: Cambridge University Press, 1971), hlm. 56.
20[20] Ibid., hlm. 56.
21[21] Ibid., hlm. 56.
22[22] Roland Posner, Rational Discourse and Poetic Communication: Methods of Linguistic Literary, and Philosophical Analysis (Berlin: Mouton Publishers, 1982), hlm. 113. Lihat pula,
44
F. Pengertian Makna dalam Pendekatan Ideasional
Dalam pendekatan ideasional, makna adalah gambaran gagasan dari suatu bentuk
kebahasan yang bersifat sewenang-wenang, tetapi memiliki konvensi sehingga dapat saling
mengerti. Gambaran kesatuan hubungan antara makna dengan bentuk kebahasaan itu secara
jelas dapat dikaji dalam perumusan Grice: X berarti P dan X memaknakan P seperti yang
dimiliki oleh P.X dalam konsep Grice adalah perangkat kalimat sebagai bentuk kebahasaan
yang telah memiliki satuan gagasan. Kalimat yang berbunyi, X memaknakan P seperti yang
dimiliki P memberikan gambaran tentang keharusan memaknai X sebagai P seperti yang
telah berada dalam konvensi bahwa P adalah P.23[23]
Meletakkan komponen semantik pada adanya satuan gagasan, bukan berarti pendekatan
ideasional mengabaikan makna pada aspek bunyi, kata dan frase. Jerrold J. Katz
mengungkapkan bahwa penanda semantis dari bunyi, kata dan frase sebagai unsur-unsur
pembangun kalimat, dapat langsung diidentifikasi lewat kalimat. Dengan mengidentifikasi
unsur-unsur kalimat itu sebagai satuan gagasan, diharapkan pemaknaan tidak langsung secara
lepas-lepas, tetapi sudah mengacu pada satuan makna yang dapat digunakan dalam
komunikasi. Sehubungan dengan kegiatan berfikir, manusia berpikir menggunakan bahasa
yang juga bisa digunakan dalam komunikasi. Sebab itulah, kegiatan pengolahan pesan lewat
bahasa atau enkoding, penyampaian pesan lewat bahasa atau koding, serta proses memahami
pesan atau dekoding, dapat berlangsung dalam garis linier seperti berikut.
DEKODING
KODING
ENKODING
Komponen pembangun gagasan dalam enkode menurut Jerold Kats bisa saja tidak sama
persis dengan kode. Akan tetapi yang pasti, hubungan linier itu harus diikuti daru, yakni
lingkaran hubungan timbal balik antara penyampai dengan penerima pesan yang ditandai
oleh adanya “saling mengerti”. Grice juga menyebutkan bahwa suatu bentuk kebahasaan itu
Aminuddin, Semantik, hlm. 57.
23[23] Aminuddin, Semantik, hlm. 58.
45
dimaknai P oleh penutur adalah apabila pemaknaan P itu secara laras nantinya juga dimaknai
P oleh pendengarnya.24[24]
Dalam pendekatan ideasional, makna dianggap sebagai pemerkah ide yang memperoleh
bentuk lewat bahasa dan terwujud dalam kode. Dari adanya kegiatan “pembahasan pean” dan
“pengolahan ide”, maka dalam pendekatan ideasional, penguasaan aspek kognitif dan
rekognisi dari pemeran dalam kegiatan komunikasi, sangat penting. Aspek kognisi dan
rekognisi memiliki sasaran, baik pada aspek gramatik, hubungan antara aspek gramatik
dengan unsur semantis, maupun hubungan antara bahasa dengan dunia luar.25[25]
Dari uraian ini dapat diketahui bahwa bahasa memiliki kedudukan sentral. Dengan
demikian, kesalahan penggunaan bahasa dalam proses berpikira menyebabkan pesan yang
disampaikan tidak tepat. Sebaliknya, seandainya penggunaan bahasa dalam proses berpikir
sudah benar, tetapi kode yang diwujudkan mengandung kesalahan, informasi yang diterima
pun dapat menyipang. Pada sisi lain, meskipun pembahasan pesan dan kode sudah benar, bila
terjadi gangguan penerimaan, besar kemungkinan informasi yang diterima tidak sesuai
dengan pesan yang disampaikan.26[26]
G. Pengertian Makna dalam Pendekatan Behavioral
Pendekatan behavioral lebih menekankan pada keberadaan bahasa sebagai media dalam
mengolah pesan dan menyampaikan informasi. Keberatan dari pendekatan behavioral
terhadap dua pendekatan sebelumnya, salah satunya adalah, kedua pendekatan itu telah
mengabaikan konteks sosial dan situasional yang oleh kaum behavioral dianggap berperan
penting dalam menentukan makna. Kritik lain terhadap kedua pendekatan sebelumnya
adalah, pada objek utama kajian yang justru tidak pernah dapat diobservasi secara langsung.
Pernyataan dalam kajian ideasional yang berkaitan dengan keselarasan pemahaman antara
penutur dengan pendengar dalam memaknai kode misalnya, dalam pendekatan behavioral
dianggap kajian spekulaitf karena pengkaji tidak pernah mampu meneliti karakteristik idea
atau pikiran penutur-pendengar, sejalan dengan aktivitas pengolahan pesan dan
pemahamannya. Sebab itulah, kajian makna yang bertolak dari pendekatan behavioral,
mengkaji makna dalam peristiwa ujaran yang berlangsung dalam situasi tertentu. Satuan
24[24] Ibid., hlm. 59.
25[25] Ibid., hlm. 60.
26[26] Ibid., hlm. 60.
46
tuturan atau unit terkecil yang mengandung makna penuh dari keseluruhan “peristiwa ujaran”
yang berlangsung dalam “situasi tertentu” disebut “tindak tutur”.27[27]
Penentuan makna dalam “tindak tutur” menurut beberapa ahli harus bertolak dari berbagai
kondisi dan situasi yang melatari pemunculannya. Unit ujaran yang berbunyi “masuk!”
misalnya, dapat berarti “di dalam garis” bila muncul misalnya dalam permainan bulu tangkis,
“berhasil” bagi yang main lotere, dan lain sebagainya. Makna keseluruhan unit ujaran itu
dengan demikian harus disesuaikan dengan latar situasi dan bentuk interaksi sosial yang
mengondisinya.
H. Teori-Teori Tentang Makna
1. Teori Image Makna
Menurut teori ini makna diterangkan berdasarkan gambar yang terbayang dalam akal
penutur atau pendengar. Dalam pengaplikasiannya, teori ini menghadapi beberapa masalah:28
[28]
a. Bentuk gambar yang terbayang pada penutur dan pendengar.
b. Satu ungkapan mempunyai lebih dari satu gambar.
c. Satu gambar mempunyai lebih dari satu ungkapan.
d. gambar bergantung kepada pengalaman.
2. Teori Analisa Komponen
Teori ini pada awalnya digunakan oleh ahli antropologi dalam menentukan istilah
hubungan kekeluargaan. Teori ini diaplikasikan dalam linguistik untuk menjelaskan makna
perkataan. Menurut teori ini, makna perkataan dianalisis bukan secara satu unit, tetapi dalam
hubungan komponen yang kompleks. Komponen tersebut dinamakan sebagai komponen
semantik yang terdiri dari perbendaharaan kata suatu bahasa. Dalam pengaplikasiannya, teori
ini juga menghadapi masalah:
a. Komponen semantik untuk sesuatu perkataan mempunyai makna tersendiri dan perlu
diuraikan.
b. Uraian makna dalam teori ini tertumpu pada perkataan dan tidak pada tanda.
c. Makna yang tepat sulit diperoleh kerana terikat dengan ciri hiponim.29[29]
27[27] Dell Hymes, “Models of the Interaction of Language and Social Life”, dalam Directions in Sociolinguistics (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1972), hlm. 56.
28[28] http://luluvikar.wordpress.com/2010/12/29/makna-dan-teori-tentang-makna-tugas/
29[29] Ibid.
47
3. Teori Ideasional Ihwal Makna
Teori ini disandarkan pada Locke, Berceley, dan Hume. Mereka berpendapat bahwa
istilah “ide” digunakan untuk mengacu kepada representasi mental atau aktivitas mental
secara umum. Setiap ide selalu dipahami tentang sesuatu yang eksternal dan internal, nyata
atau imajiner. John Locke menganggap semua ide sebagai sensasi objek yang bisa
dibayangkan atau refleksi objek yang tidak dapat dibayangkan. David Hume berpendapat
bahwa pikiran adalah jenis entitas yang dibayangkan. Hume juga berpendapat bahwa setiap
kata-kata yang tidak dapat mengungkapkan pengalaman masa lalu adalah tidak berarti.30[30]
Berikut beberapa konsep dasar dari teori ini:31[31]
a. Makna itu ditempelkan saja kepada kata (terpisah dari kata). Makna datang dari tempat
lain yaitu dari pikiran dalam bentuk ide atau gagasan. Manusia memiliki sejumlah gagasan
yang tersembunyi, kecuali jika dikomunikasikan lewat bahasa. Jadi bahasa adalah penanda
gagasan.
b. Yang mendasari teori ini adalah asumsi bahwa bahasa adalah instrumen untuk
melaporkan pikiran yang terdiri atas antrian gagasan yang disadari. Gagasan ini bersifat
personal, maka diperlukan sistem bunyi dan penanda yang membangun pemahaman
intersubjektivitas. Bila seseorang menggunakan sistem tersebut, maka gagasannya akan
membangunkan gagasan yang sesuai pada orang lain.
c. Bahasa yang bersifat personal itu memiliki makna setelah dihubungkan dengan sensasi
personal, maka dari itu disebut private language. Maka makna bahasa menjadi sangat
pribadi, sehingga tidak dapat diajarkan pada orang lain. Bila demikian, ketika kita
berkomunikasi lewat bahasa, sesungguhnya sebagian dari makna yang kita sampaikan itu
tidak dapat dimengerti oleh lawan bicara.
4. Truth- Conditional Theory
Teori ini mendefinisikan Makna sebagai kondisi dimana suatu ekspresi itu mungkin
saja benar atau juga salah. Teori ini dipelopori oleh Frege dan beberapa filusuf seperti Alfred
Tarski dan Donald Davidson. Gottlob Frege berpendapat bahwa nama yang ada setidaknya
memerlukan dua masalah dalam menjelaskan maknanya. Pertama, misalkan arti dari sebuah
nama dalam hal ini misalnya Sam, yang berarti seseorang di muka bumi ini yang bernama
Sam, namun jika objek dari nama itu tidak ada yaitu Pegasus, maka menurut teori ini bahwa
nama itu tidak berarti. Kedua, misalkan dua nama yang berbeda merujuk pada object yang
30[30] Ibid.
31[31] Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Bandung: Rosda, 2008), hlm. 60-62.
48
sama. Hesperus dan Phosphorus adala nama yang diberikan kepada benda-benda angkasa
yang berbeda, kemudian menunjukkan bahwa keduanya adalah sama (planet Venus). Jika
kedua kata itu berarti sama maka tidak akan menghasilkan kalimat yang berbeda dari makna
aslinya. Dengan kata lain, dua nama untuk orang yang sama akan memiliki pengertian yang
berbeda.
5. Referensi Teori Makna
Teori ini dikenal juga secar kolektif sebagai Eksternalism semantic, berpendapat
bahwa makna setara dengan hal-hal di dunia yang benar-benar berhubungan dengan tanda-
tanda. Ada dua sub sepsis dari eksternalism yaitu social dan lingkungan. Yang pertama
sangat erat hubungannya dengan Tyler Burge dan yang kedua dengan Hilary Putnam dan
Kripkeand Saul.32[32]
I. Macam-macam dan jenis Makna
1. Makna Emotif
Makna emotif menurut Sipley adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi
pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap sesuatu yang dipikirkan atau
dirasakan. Dicontohkan dengan kata kerbau dalam kalimat Engkau kerbau., kata itu tentunya
menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar. Dengan kata lain,kata kerbau tadi
mengandung makna emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan sikap atau poerilaku malas,
lamban, dan dianggapsebagai penghinaan. Orang yang dituju atau pendengarnya tentunya
akan merasa tersimggung atau merasa tidak nyaman. Bagi orang yang mendengarkan hal
tersebut sebagai sesuatu yang ditujukan kepadanya tentunya akan menimbulkan rasa ingin
melawan. Dengan demikian, makna emotif adalah makna dalam suatu kata atau kalimat yang
dapat menimbulkan pendengarnya emosi dan hal ini jelas berhubungan dengan perasaan.
Makna emotif dalam bahasa indonesia cenderung mengacu kepada hal-hal atau makna yang
positif dan biasa muncul sebagai akibat dari perubahan tata nilai masyarakat terdapat suatu
perubahan nilai. 33[33]
2. Makna Konotatif
Makna konotatif berbeda dengan makna emotif karena makna konotatif cenderung
bersifat negatif, sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat positif. Makna
konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau
didengar. Misalnya, pada kalimat Anita menjadi bunga desa. Kata bunga dalam kalimat
32[32] http://luluvikar.wordpress.com/2010/12/29/makna-dan-teori-tentang-makna-tugas/
33[33] Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 101.
49
tersebut bukan berarti sebagai bunga di taman melainkan menjadi idola di desanya sebagai
akibat kondisi fisiknya atau kecantikannya. Kata bunga yang ditambahkan dengan salah satu
unsur psikologis fisik atau sosial yang dapat dihubungkan dengan kedudukan yang khusus
dalam masyarakat, dapat menumbuhkan makna negatif.34[34]
3. Makna Kognitif
Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa
yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat
dijelaskan berdasarkan analisis komponenya. Kata pohon bermakna tumbuhan yang memiliki
batang dan daun denga bentuk yang tinggi besar dan kokoh. Inilah yang dimaksud dengan
makna kognitif karena lebih banyak dengan maksud pikiran.35[35]
4. Makna Referensial
Referen menurut Palmer adalah hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-
kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik. Referen atau acuan dapat
diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen adalah sesuatu
yangditunjuk oleh suatu lambang. Makna referensial mengisyaratkan tentang makna yamg
langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.36
[36]
Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna yang
langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Dapat juga
dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat
hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat
dijelaskan melalui analisis komponen.
5. Makna Piktorikal
Makna piktorikal menurut Shipley adalah makna yamg muncul akibat bayangan
pendengar ataupembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca. Makna piktorikal
menghadapkan manusia dengan kenyataan terhadap perasaan yang timbul karena pemahaman
tentang makna kata yang diujarkan atau ditulis, misalnya kata kakus, pendengar atau pembaca
akan terbayang hal yang berhubungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kakus,
seperti kondisi yang berbau, kotoran, rasa jijik, bahkan timbul rasa mual karenanya.37[37]
34[34] http://luluvikar.wordpress.com/2010/12/29/makna-dan-teori-tentang-makna-tugas/
35[35] Ibid., hlm. 109.
36[36] Ibid., hlm. 125.
37[37] Ibid., hlm. 122.
50
http://jagadkawula.blogspot.com/2012/11/teori-makna.html
urindam(berasal dari bahasa Tamil”india”)
Yang berarti ”Perhiasan/Bunga”. Satu bait terdiri dari dua baris, memiliki irama yang sama dan merupakan kesatuan utuh. Baris pertama merupakan syarat baris kedua merupakan jawabannya. Gurindam berisi petuah/nasihat.http://lusianasianturi.blogspot.com/2013/02/teori-puisi_9.html
Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul " Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar IPA dengan Metode Pembelajaran Discovery Pada Siswa Kelas V Di SDN Pagak 04 Kecamatan Pagak Kabupaten Malang Tahun Pelajaran 2007/2008 ".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar helakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran discovery terhadap motivasi belajar siswa mata pelajaran IPA pada siswa kelas V di SDN Pagak 04 di Kecamatan Pagak Kabupaten Malang Tahun pelajaran 2007/2008?
2. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran discovery mata pelajaran IPA pada siswa kelas V di SDN Pagak 04 di Kecamatan Pagak Kabupaten Malang Tahun pelajaran 2007/2008?
C. Tujuan Penelitian Contoh Proposal PTK
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran discovery mata pelajaran IPA pada siswa kelas V di SDN Pagak 04 Kecamatan Pagak Kabupaten Malang Tahun pelajaran 2007/2008.
2. Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran discovery mata pelajaran IPA pada siswa kelas V di SDN Pagak 04 Kecamatan Pagak Kabupaten Malang Tahun pelajaran 2007/2008.
D. Manfaat PenelitianPenulis mergharapkan dengan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi : 1. Guru Memberikan informasi tentang metode pembelajaran yang sesuai dengan materi IPA. 2. Siswa Meningkatkan motivasi dan prestasi pada mata pelajaran-pelajaran IPA3. Sekolah Memberikan masukan bagi sekolah sebagai pedoman untuk mengambil kebijakan di sekolah tersebut.
E. HipotesisTindakan
51
Hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan adalah sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran disvovery dapat meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran IPA pada siswa kelas V di SDN Pagak 04 di Kecamatan Pagak Kabupaten Malang Tahun pelajaran 2007/2008.
2. Penerapan pembelajaran discovery dapat meningkatkan prestasi belajar siswa mata pelajaran IPA pada siswa kelas V di SDN Pagak 04 di Kecamatan Pagak Kabupaten Malang Tahun pelajaran 2007/2008
F. Ruang Lingkup PenelitianRuang lingkup dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah masalah peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa.
2. Penelitian tindakan kelas ini dikenakan pada siswa kelas V3. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Pagak 04 Kecamatan Pagak
Kabupaten Malang.4. Dalam penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2007/2008.5. Penelitian tindakan kelas ini dibatasi pada kompetensi dasar menyimpulkan hasil
penyelidikan tentang perubahan sifat benda, baik sementara maupun tetap.
G. Definisi Operasional Variabel Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:1. Metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah : Suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belaiar sendiri 2. Motivasi belajar adalah:Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah. lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. 3. Prestasi belajar adalah:Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.
H. Kajian PustakaI. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitianti
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas(PTK) yang bersifat reflektif, partisipatif, kolaboratif, dan spiral, bertujuan untuk melakukan perbaikan –perbaikan terhadap sistim, cara kerja, proses, isi, dan kompetensi atau situasi pembelajaran. PTK yaitu suatu kegaitan menguji cobakan suatu id eke dalam praktik atau situasi nyata dalam harapan kegiatan tersebut mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar ( Riyanto, 2001)
52
b. Kehadiran Peneliti
Pada penelitian ini, peneliti sebagai guru dan merencanakan kegiatan berikut :
1. Menyusun angket untuk pembelajaran dan menyusun rencana program pembelajaran2. Mengumpulkan data dengan cara mengamati kegiatan pembelajaran dan wawancara
untuk mengetahui proses pembelajaran yangdilakukan oleh guru kelas3. Melaksanakan rencana program pembelajaran yang telah dibuat 4. Melaporkan hasil penelitian
c. Lokasi PenelitianPenelitian dilaksanakan di…….d. Data dan sumber
1. Data dalam penelitian ini adalah kemampuan berfikir siswa yang diperoleh dengan mengamati munculnya pertanyaan dan jawaban yang muncul selama diskusi berlangsung dan diklasifikasikan menjadi C1 – C 6. Data untuk hasil penelian diperoleh berdasarkan nilai ulangan harian (test).
2. Sumber data penelitian adalah siswa kelas……. Sebagai obyek penelitian
e. Prosedur pengumpulan dataPengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :1. WawancaraWawancara awal dilakukan pada guru dan siswa untuk menentukan tindakan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi awal siswa2. AngketAngket merupakan data penunjang yang digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan respon atau tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif3. ObservasiObservasi dilaksanakan untuk memperoleh data kemampuan berpikir siswa yang terdiri dari beberapa deskriptor yang ada selama pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Obsevasi dilakukan oleh 3 orang observer.4. TestTest dilaksanakan setiap akhir siklus, hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil yang diperoleh siswa setelah pemberian tindakan. Test tersebut berbentuk multiple choise agar banyak materi tercakup5. Catatan lapanganCatatan lapangan digunakan sebagai pelengkap data penelitian sehingga diharapkan semua data yang tidak termasuk dalam observasi dapat dikumpulkan pada penelitian inif. Analisis data1. Kemampuan BerfikirKualitas pertanyaan dan jawaban siswa dianalisis dengan rubric. Kemudian untuk mengetahui peningkatan skor kemampuan berfikir, pertanyaan dan janwaban yang telah dinilai dengan rubric pada siklus I dibandingkan dengan pertanyaan dan jawaban yang telah dinilai dengan rubric pada siklus II.Rumus untuk mencari skor klasikal kemampuan bertanya siswa Skor riil X 4
53
Skor maksKeterangan:Skor riil : skor total yang diperoleh siswaSkor maksimal : Skor total yang seharusnya diperoleh siswa4 : Skor maksimal dari tiap jawaban( pedoman penskoran lihat lampiran )
2. Hasil BelajarHasil belajar pada aspek kognetif dari hasil test dianalisis dengan teknik analisis evaluasi untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa.
Caranya adalah dengan menganalisis hasil test formatif dengan menggunakan criteria ketuntasan belajar. Secam Aswirara individu, siswa dianggap telah belajar tuntas apabila daya serapnya mencapai 65 %, Secara kelompok dainggap tuntas jika telah belajar apabila mencapai 85 % dari jumlah siswa yang mencapai daya serap minimal 65 % (Dedikbud 2000 dalam Aswirda 2007)
g. Tahap-tahap penelitian Contoh Proposal PTK
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan proses pembelajaran yang dilakukan adalah model pembelajaran kooperatif……… Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus . Setiap siklus tediri dari perencanaan, tindakan, penerapan tindakan, observasi, refleksi.Siklus I1. PerencanaanSebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan persiapan. Kegiatan pada tahap ini adalah :
Penyusunan RPP dengan model pembelajaran yang direncanakan dalam PTK. Penyusunan lembar masalah/lembar kerja siswa sesuai dengan indikator pembelajaran
yang ingin dicapai Membuat soal test yang akan diadakan untuk mengetahui hasil pemebelajaran siswa. Membentuk kelompok yang bersifat heterogen baik dari segi kemampuan akademis,
jenis kelamin,maupun etnis. Memberikan penjelasan pada siswa mengenai teknik pelaksanaan model pembelajaran
yang akan dilaksanakan
2. Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan penelitian guru menjadi fasilitator selama pembelajaran, siswa dibimbing
54
untuk belajar IPA secara kooperatif learning dengan model……Adapun langkah – langkah yang dilakukan adalah(sesuaikan dengan scenario pembelajaran)
Kegiatan penutup
Di akhir pelaksanaan pembelajaran pada tiap siklus, guru memberikan test secara tertulis untuk mengevalausi hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung.3. ObservasiPengamatan dilakukan selama proses proses pembelajaran berlangsung dan hendaknya pengamat melakukan kolaborasi dalam pelaksanaannya.4. RefleksiPada tahap ini dilakukan analisis data yang telah diperoleh. Hasil analisis data yang telah ada dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang ingin dicapai.
Refleksi daimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah atau belum terjadi, apa yang dihasilkan,kenapa hal itu terjadi dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil refleksi digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya unttuk menghasilkan perbaikan pada siklus II Silus IIKegiatan pada siklus dua pada dasarnya sama dengan pada siklus I hanya saja perencanaan kegiatan mendasarkan pada hasil refleksi pada siklus I sehingga lebih mengarah pada perbaikan pada pelaksanaan siklus I.
DAFTAR RUJUKAN Contoh Proposal PTK
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka CiptaJudul:
MENINGKATKAN KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA (KEM) DENGAN MENGGUNAKAN METODE KLOS SISWA KELAS XI IPA 2 SMA NEGERI
BAB IPENDAHULUAN
PTK Bahasa Indonesia SMA
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan pengalaman peneliti pembelajaran membaca baik yang dialami sendiri maupun yang diketahui selama ini, model pembelajarannya selalu mengacu pada apa yang ada pada buku paket. Teknik pengajaran membaca yang ada umumnya membaca pemahaman. Banyak teknik pengajaran yang selama ini tidak dipergunakan untuk melatih keterampilan membaca. Teknik-teknik itu antara lain teknik uji rumpang. Kenyataan yang terjadi di
55
samping kemampuan dan keterampilan yang kurang pada siswa, pengajaran membaca selalu mengacu pada teknik yang ada pada buku tersebut. Dengan demikian para siswa beranggapan pengajaran membaca tujuannya semata-mata menjawab pertanyaan, mencari kata istilah yang sulit dan lain-lain. Hal ini dihadapi para siswa dengan proses yang amat lain. PTK Bahasa Indonesia SMA
Perihal lain yang selalu muncul pada pembelajaran membaca yaitu guru Bahasa Indonesia pada umumnya hanya mengutamakan penyelesaian target materi dalam kurikulum yang orientasinya mengacu pada usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal, walaupun hal ini tidak selalu benar sebab soal-soal sering kurang mengacu pada keterampilan berbahasa baik keterampilan menyimak, berbicara,membaca, maupun menulis.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya guru Bahasa Indonesia memahami dan menguasai teknik pengajaran membaca. Belum lagi memilih bahan bacaan yang seharusnya dalam pengajaran membaca guru dituntut mampu memilih bahan bacaan yang sesuai dengan tujuan dan tingkat perkembangan siswa, kompetensi siswa, minat dan tingkat kecakapan baca.
Peneliti berusaha mengungkap kecepatan efektif membaca ( KEM ) siswa, karena penulis sangat prihatin dengan KEM siswa di negara kita. Kalau di negara-negara maju seperti Amerika, seorang setara SMA di negara kita (Senior High School) dalam keadaan normal sudah memiliki kecepatan membaca minimal kurang lebih 250 kata permenit, dengan pemahaman isi bacaan minimal 70 %. Jika dihitung kecepatan efektif membacanya (KEM) = 250 kpm x 70 % = 175 kpm. (Harjasujana,200:88). Kalau di Amerika siswa setingkat SMA memiliki KEM terendah ± 175 kpm, maka di Indonesia masih tidak sedikit siswa SMA KEM tertinggi ± 175 kpm. Dari pengalaman peneliti membelajarkan siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 3 Sidoarjo, ternyata hal tersebut di atas juga terjadi. Dengan KEM ± 175 kpm, lalu bagaimana bisa menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diharapkan melalui berbagai media cetak dalam waktu yang relatif singkat.
Berdasarkan uraian singkat di atas, peneliti mengambil tindakan, yaitu “Meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca Dengan Menggunakan Metode Klos Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 3 Sidoarjo”.Peneliti memilih metode klos untuk meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) karena metode klos dapat dipakai untuk mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan
56
untuk melatih keterampilan dan kemampuan membaca
1.2 Perumusan dan Pemecahan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini diajukan rumusan masalah yaitu bagaimana penggunaan metode Klos bisa meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) siswa kelas XI IPA 2 SMAN 3 Sidoarjo
1.2.2 Pemecahan Masalah
Dengan rendahnya Kecepatan Efektif Membaca Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 3 Sidoarjo Tahun Pelajaran 2006/2007 penulis mengambil tindakan yaitu meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca dengan menggunakan Metode Klos yang langkah-langkahnya sebagai berikut : Tahap awal merupakan pra tindakan yaitu identifikasi metode klos dan Kecepatan Efektif Membaca (KEM), langkah kedua pelaksanaan tindakan yang terdiri dari tiga siklus. Siklus I penerapan metode klos, siklus II sebagai implementasi pelaksanaan metode klos, dan siklus III sebagai pemantapan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitan tindakan kelas ini adalah :Untuk meningkatkan kecepatan efektif membaca (KEM) siswa kelas XI IPA 2 SMAN 3 Sidoarjo dengan menggunakan metode klos .
1.4 Lingkup Penelitian
Lingkup yang menjadi batasan materi dalam penelitian ini adalah Kecepatan Efektif Membaca (KEM) pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan kompetensi dasar membaca cepat. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA 2, SMA Negeri 3 Sidoarjo Tahun Pelajaran 2006/2007.
1.5 Definisi Operasional
Kesamaan arti sangat diperlukan dalam penelitian. Sejalan dengan itu diperlukan pendefinisian istilah sebagai berikut :
1.5.1 Kecepatan Efektif Membaca (KEM) PTK Bahasa Indonesia SMA
Kecepatan Efektif Membaca (KEM) adalah sebuah istilah untuk mencerminkan kemampuan membaca yang sesungguhnya yang dicapai oleh pembaca, karena KEM merupakan
57
perpaduan antara kecepatan membaca dan kemampuan memahami bacaan. KEM dapat ditentukan dengan jalan memperkalikan kecepatan membaca dengan prosentase pemahaman isi bacaan (Harjasujana,2000:109).
1.5.2 Metode Klos
Metode Klos berasal dari kata ”Clozure” yaitu suatu istilah dari ilmu jiwa Gestalt, yang mempunyai pengertian bahwa pada dasarnya orang melihat bagian-bagian itu sebagai suatu keseluruhan. Dalam teknik klos, pembaca diminta untuk memahami wacana yang tidak lengkap, karena bagian tertentu telah dihilangkan, akan tetapi pemahaman pembaca tetap sempurna (Kamidjan,1996:66)
1.6 Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
Bagi siswa : hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa dan terjadi kemajuan belajar pada mata pelajaran lain
Bagi peneliti (guru) : dapat meningkatkan profesionalisme dan bisa digunakan untuk pengembangan profesi dalam perolehan angka kredit untuk naik ke golongan IV b
Bagi guru lain : memberikan motivasi dan referensi model-model pembelajaran yang inovatif.
Bagi sekolah : dengan adanya guru-guru (para peneliti) melakukan penelitian tindakan kelas berarti proses pembelajaran di kelas sangat berkualitas sehingga terjadi perubahan positif mengarah pada sekolah unggul.
BAB IILANDASAN TEORI
PTK Bahasa Indonesia SMA
Keterampilan membaca sebagai salah satu aspek dari empat aspek keterampilan berbahasa biasanya tanggung jawabnya diserahkan pada guru bahasa Indonesia. Hal itu perlu diluruskan kalau ada anggapan demikian. Setiap guru dalam mata pelajaran apa pun harus turut bertanggung jawab atas kemampuan para siswanya, sebab faktor sangat dominan untuk menentukan keberhasilan belajar belajar siswa adalah kemauan dan kemampuan membaca yang dimiliki oleh siswa itu sendiri.
58
Setiap keterampilan yang dimiliki oleh siswa itu erat sekali hubungannya dengan keterampilan lainnya dengan beraneka ragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya melalui suatu hubungan urutan yang teratur, mulai lingkungan keluarga sebelum masuk sekolah anak belajar menyimak dan berbicara, setelah sekolah baru belajar membaca dan menulis.
Dari jaman ke jaman model membaca selalu dipengaruhi perkembangan peradaban manusia dan ilmu pengetahuan. Pada antara tahun 1950 an dan tahun 1960 an model membaca dipengaruhi definisi dan penjelasan membaca, pada tahun 1970 an timbul model-model dan teori membaca yang bertitik tolak dari pandangan ahli psikologi perkembangan, psikologi kognitif, proses informasi psikolinguistik, sedangan tahun 1980 an proses membaca dipengaruhi psikologi eksperimental.
Membaca merupakan suatu keterampilan yang pemilikan keterampilannya memerlukan suatu latihan yang intensif, dan berkesinambungan (Akhmad Slamet Harjasujana,1997:103). Aktivitas dan tugas membaca merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan karena kegiatan ini akan menentukan kualitas dan keberhasilan seorang siswa sebagai peserta didik dalam studinya. Seorang guru di sekolah hendaknya dapat memberi motivasi siswa dalam dua segi, yakni kemampuan membaca. Hal ini seorang guru bahasa Indonesia perlu memilih suatu metode yang tepat untuk mencapai tujuan seperti yang tercantum dalam kurikulum SMA.
Agar dapat tercapai tujuan pembelajaran tersebut guru harus dapat menentukan metode yang dianggap lebih mudah pelaksanaannya dari metode atau alat lain misalnya dengan menggunakan metode klos.
Menurut Subyakto (1988:148), Membaca dengan cepat cenderung berpikir bahwa hanya seorang pembaca cepatlah seorang pembaca yang efektif dan efisien. Dengan demikian seorang pelajar yang membaca dengan lambat tidak dapat menyelesaikan tugasnya pada waktu yang ditentukan
2.1 Kecepatan Efektif Membaca (KEM)
Kecepatan Efektif Membaca (KEM) sebuah istilah untuk mencerminkan kemampuan membaca yang sesungguhnya yang dicapai oleh pembaca. Dua unsur penyokong kegiatan/proses membaca, yakni unsur visual (kemampuan gerak motoris mata dalam
59
melihat dan mengidentifikasi lambang-lambang grafis) dan unsur kognisi (kemampuan otak dalam mencerna dan memahami lambang-lambang grafis) sudah terliput dalam rumus KEM. Oleh karena itu KEM dapat ditentukan dengan jalan memperkalikan kecepatan rata-rata baca dengan prosentase pemahaman isi bacaan (Harjasujana, 2000:109).
Untuk mencapai KEM yang tinggi diperlukan pelatihan dan pembiasaan. KEM seseorang dapat dibina dan ditingkatkan melalui proses berlatih. Ada dua faktor utama yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi KEM, yakni faktor dalam (internal) dengan faktor luar (eksternal). Yang dimaksud dengan faktor dalam adalah faktor yang berada di dalam diri pembaca itu sendiri, yaitu : intelegensi, minat, dan motivasi, sikap baca, kompetensi kebahasaan, tujuan baca, dll. Yang dimaksud faktor luar adalah faktor-faktor yang berada di luar pembaca. Faktor ini dapat dibedakan ke dalam dua hal, yakni faktor-faktor yang berkenaan dengan bacaan (keterbacaan dan organisasi bacaan) dan sifat-sifat lingkungan baca (guru, fasilitas, model pembelajaran, metode membaca, dll) (Harjasujana, 2000:110).
Berdasarkan hasil studi para ahli di Amerika, kecepatan yang memadai untuk siswa tingkat akhir Sekolah Dasar kurang lebih 200 kpm, siswa tingkat Lanjutan Pertama antara 200-250 kpm, siswa tingkat Sekolah Lanjutan Atas antara 250-325 kpm, dan tingkat mahasiswa antara 325-400 kpm. Dengan pemahaman isi bacaan minimal 70%. Dengan uraian tersebut dapat dikelompokkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) masing-masing jenjang yaitu tingkat SD = 200x 70% = 140 kpm, tingkat SMTP/SMP = 200 x 70% sampai dengan 250 x 70% = 140-175 kpm, tingkat SMTA/SMA = 250 x 70% sampai dengan 350 x 70% = 175-245 kpm, dan tingkat Perguruan Tinggi 350 x 70% sampai dengan 400 x 70% = 245-280 kpm. (Harjasujana,200:108-109).
BAB IIIMETODE PENELITIAN
PTK Bahasa Indonesia SMA
3.1 Pendekatan dan Jenis PenelitianPendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena penelitian ini dilaksanakan berangkat dari permasalahan pembelajaran di kelas, kemudian ditindak lanjuti dengan penerapan suatu tindakan pembelajaran kemudian direfleksi, dianalisis dan dilakukan penerapan kembali pada siklus-siklus berikutnya, setelah dilaksanakan revisi berdasarkan temuan saat refleksi.
60
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan, yaitu peneliti berusaha untuk menerapkan suatu tindakan sebagai upaya perbaikan untuk mengatasi masalah yang ditemukan. Karena penelitian dilaksanakan dengan setting kelas, maka disebut penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research)
3.2 Model PenelitianPenelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, model Stephen Kemmis dan Mc Taggart (dalam Suranto,200:49), model ini menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dari rencana, tindakan, pengamatan, refleksi, dan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu rancangan pemecahan masalah.
Untuk lebih lengkap PTK Bahasa Indonesia SMA silahkan anda download dibawah ini, mudah mudahan dengan adanya PTK bahasa indonesia ini anda dapat terbantu dalam memnyusun PTK.
http://www.sarjanaku.com/2011/10/ptk-bahasa-indonesia-sma-kelas-xi.html
Contoh Proposal PTK Pendidikan Posted on 11 Januari 2008 by Pakde sofa
A. Judul Penelitian
Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara
bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan Timur
oleh Yones P
B. Bidang Kajian
Penelitian ini meliputi Bidang Kajian sebagai berikut:
1 Keterampilan Berbicara dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP.
2 Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.
C. Pendahuluan
Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya
melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah
61
keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan
mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan
situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu
membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau
ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain itu, keterampilan
berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mereka
memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada
orang lain secara runtut dan sistematis. Bahkan, keterampilan berbicara juga akan
mampu melahirkan generasi masa depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan
terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur
pada saat dia sedang berbicara.
Namun, harus diakui secara jujur, keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP,
khususnya keterampilan berbicara, belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini tidak lepas
dari proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah gagal dalam
membantu siswa terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Yang lebih memprihatinkan,
ada pihak yang sangat ekstrim berani mengatakan bahwa tidak ada mata pelajaran
Bahasa Indonesia pun siswa dapat berbahasa Indonesia seperti saat ini, asalkan mereka
diajari berbicara, membaca, dan menulis oleh guru (Depdiknas 2004:9).
Sementara itu, hasil observasi empirik di lapangan juga menunjukkan fenomena yang
hampir sama. Keterampilan berbicara siswa SMP berada pada tingkat yang rendah; diksi
(pilihan kata)-nya payah, kalimatnya tidak efektif, struktur tuturannya rancu, alur
tuturannya pun tidak runtut dan kohesif.
Demikian juga keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMPN 3 Tarakan, Kalimantan
Timur. Berdasarkan hasil observasi, hanya 20% (8 siswa) dari 40 siswa yang dinilai sudah
terampil berbicara dalam situasi formal di depan kelas. Indikator yang digunakan untuk
mengukur keterampilan siswa dalam berbicara, di antaranya kelancaran berbicara,
ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata.
Paling tidak, ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa
dalam berbicara, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasuk faktor
eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga
dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang
62
menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan
keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia di tengah-tengah
masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau
ada tokoh masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum
memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak
terbiasa untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur.
Dari faktor internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber pembelajaran
yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat
keterampilan berbicara bagi siswa SMP. Pada umumnya, guru bahasa Indonesia
cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan miskin inovasi sehingga
kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung monoton dan membosankan.
Para peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang
bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbicara
sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang
berbicara. Akibatnya, keterampilan berbicara hanya sekadar melekat pada diri siswa
sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif belaka, belum manunggal secara emosional
dan afektif. Ini artinya, rendahnya keterampilan berbicara bisa menjadi hambatan serius
bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya.
Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia telah
menyimpang jauh dari misi sebenarnya. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa (talk
about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using language). Dengan
kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa (form-focus). Guru bahasa
Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa, dibandingkan
mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata (Nurhadi, 2000).
Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin
keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP akan terus berada pada aras yang rendah.
Para siswa akan terus-menerus mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan
perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi) yang tepat, menyusun struktur kalimat
yang efektif, membangun pola penalaran yang masuk akal, dan menjalin kontak mata
dengan pihak lain secara komunikatif dan interaktif pada saat berbicara.
63
Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan berbicara
yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif,
dan menyenangkan. Siswa tidak hanya diajak untuk belajar tentang bahasa secara
rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih dalam konteks dan
situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, menarik, dan
menyenangkan. Dengan cara demikian, siswa tidak akan terpasung dalam suasana
pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan. Pembelajaran keterampilan
berbicara pun menjadi sajian materi yang selalu dirindukan dan dinantikan oleh siswa.
Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk mengatasi faktor internal yang diduga
menjadi penyebab rendahnya tingkat kemampuan siswa klas VII-A SMPN 3 Tarakan,
Kalimantan Timur, dalam berbicara, yaitu kurangnya inovasi dan kreativitas guru dalam
menggunakan pendekatan pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan
berbicara berlangsung monoton dan
membosankan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan
situasi pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah
pendekatan pragmatik. Melalui pendekatan pragmatik, siswa diajak untuk berbicara
dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip pemakaian
bahasa secara komprehensif.
Dalam pendekatan pragmatik, guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan situasi yang
kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran
terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks
komunikasi alamiah senyatanya.
Prinsip-prinsip pemakaian bahasa yang diterapkan dalam pendekatan pragmatik, yaitu (1)
penggunaan bahasa dengan memperhatikan aneka aspek situasi ujaran; (2) penggunaan
bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesantunan; (3) penggunaan bahasa
dengan memperhatikan prinsip-prinsip kerja sama; dan (4) penggunaan bahasa dengan
memperhatikan faktor-faktor penentu tindak komunikatif.
Melalui prinsip-prinsip pemakaian bahasa semacam itu, pendekatan pragmatik dalam
pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan mampu membawa siswa ke dalam
64
situasi dan konteks berbahasa yang sesungguhnya sehingga keterampilan berbicara
mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan
afektif.
Melalui penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara,
para siswa SMP akan mampu menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan
emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka mampu berkomunikasi dan
berinteraksi sosial secara matang, arif, dan dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih
untuk mengemukakan gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, serta mampu
menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam
dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Yang tidak kalah penting, para siswa juga akan mampu berkomunikasi secara efektif dan
efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, mampu
menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan
bahasa negara, serta mampu memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan
tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
D. Perumusan dan Pemecahan Masalah
1.Perumusan Masalah
1.1 Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan pendekatan
pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMP?
1.2 Apakah penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran bahasa Indonesia
dapat meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP?
2. Pemecahan Masalah
3. Tujuan Penelitian
3.1 untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menggunakan
pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMP;
1. untuk memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa SMP setelah pendekatan
pragmatik digunakan dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.
65
4. Manfaat Penelitian
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
4.1 Para guru bahasa Indonesia dapat mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan
dalam menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara,
khususnya bagi siswa SMP;
4.2 Keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMPN 3 Tarakan, Kalimantan Timur, yang
menjadi subjek penelitian ini mengalami peningkatan yang signifikan;
4..3 Para guru bahasa Indonesia SMP diharapkan menggunakan pendekatan pragmatik
dalam menyajikan aspek keterampilan berbicara, bahkan guru bahasa Indonesia di
tingkat satuan pendidikan yang lebih rendah, seperti SD/MI, atau yang lebih tinggi, seperti
SMA/SMK/MA, diharapkan juga menggunakan hasil penelitian ini dalam upaya
melakukan inovasi pembelajaran Bahasa Indonesia.
E. Kajian Teori dan Pustaka
Untuk mengkaji penggunaan pendekatan pragmatik dalam meningkatkan keterampilan
berbicara bagi siswa SMP digunakan teori yang berkaitan dengan keterampilan berbicara
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP dan teori yang berkaitan dengan
pendekatan pragmatik sebagai inovasi tindakan yang dilakukan dalam upaya
meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP.
I.1 Keterampilan berbicara dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Saat ini,
arah pembinaan bahasa Indonesia di sekolah dituangkan dalam tujuan pengajaran
bahasa Indonesia yang secara eksplisit dinyatakan dalam kurikulum. Secara garis besar,
tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia adalah agar anak-anak dapat berbahasa
Indonesia dengan baik. Itu berarti agar anak-anak mampu menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis dengan baik menggunakan media bahasa Indonesia (Samsuri,
1987 dan Sadtono, 1988).
Melalui harapan tersebut, pengajaran bahasa Indonesia dikelola agar anak-anak memiliki
keterampilan-keterampilan praktis berbahasa Indonesia, seperti
1. Menulis laporan ilmiah atau laporan perjalanan
66
2. Membuat surat lamaran pekerjaan
3. Berbicara di depan umum atau berdiskusi
4. Berpikir kritis dan kreatif dalam membaca
5. Membuat karangan-karangan bebas untuk majalah, koran, surat-surat pembaca,
brosur-brosur, dan sebagainya. Apa pun bahan atau aturan-aturan bahasa yang
diberikan kepada anak-anak, dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan praktis
semacam itu.
Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22
tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah,
khususnya tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa
Indonesia SMP/MTs secara eksplisit dinyatakan bahwa bahasa memiliki peran sentral
dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa
diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain,
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis
dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara
lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
manusia Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan
kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan
pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami
dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia semacam itu diharapkan:
1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil
karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;
67
2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa
peserta didik
dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
1. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan
kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta
didiknya;
2. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program
kebahasaan dan kesastraan di sekolah;
3. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan
sesuai dengan
keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia; dan
(6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan
sesuai dengan
kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Adapun tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan:
1. berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik
secara lisan maupun tulis;
2. menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara;
3. memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan;
4. menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial;
68
5. menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
1. menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia. Sedangkan, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa
Indonesia mencakupi komponen- kemampuan berbahasa dan kemampuan
bersastra yang meliputi aspek-aspek:
(1) mendengarkan;
(2) berbicara;
(3) membaca; dan
(4) menulis.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa keterampilan berbicara
merupakan salah salah satu aspek kemampuan berbahasa yang wajib dikembangkan di
SMP. Keterampilan berbicara memiliki posisi dan kedudukan yang setara dengan aspek
keterampilan mendengarkan, membaca, dan menulis.
Sementara itu, standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan berbicara dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP/MTs kelas VII semester berdasarkan Standar Isi
dalam lampiran Peraturan Mendiknas Nomor 22/2006 Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Keterampilan Berbicara Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs
Kelas VII Semester I Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Berbicara
2. Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan berbicara dan
menyampaikan pengumuman
2.1 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan
kata dan kalimat efektif
2.2. Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan
kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana
69
Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa
pada semester I, siswa kelas VII SMP diharapkan mampu mengembangkan dua
kompetensi dasar, yaitu:
(1) menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan
kata dan kalimat efektif; dan
(2) menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kalimat-
kalimat yang lugas dan sederhana. Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk
mengembangkan kompetensi dasar siswa kelas VII semester I dalam menceritakan
pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat
efektif.
Fokus penelitian ini relevan dengan kegiatan pembelajaran aspek keterampilan berbicara
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP yang diarahkan agar siswa memiliki
kemampuan untuk:
1. berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku secara
lisan;
2. menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa
negara;
1. memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan;
2. menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kridalaksana, ed. 1996:144) dijelaskan bahwa
berbicara adalah “berkata; bercakap; berbahasa, atau melahirkan pendapat (dengan
perkataan, tulisan, dsb.) atau berunding”. Sementara itu, Tarigan (1983:15) dengan
menitikberatkan pada kemampuan pembicara
70
menyatakan bahwa berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atas kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, seta menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan. Sedangkan, sebagai bentuk atau wujudnya, berbicara
dinyatakan sebagai suatu alat untuk mengomunikasikan gagasangagasan yang disusun
serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Hal senada juga dikemukakan oleh Mulgrave (1954:3-4). Dia menyatakan bahwa
berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau katakata untuk
mengekspresikan pikiran. Selanjutnya, dinyatakan bahwa berbicara merupakan sistem
tanda yang dapat didengar dan dilihat yang memanfaatkan otototot dan jaringan otot
manusia untuk mengomunikasikan ide-ide. Berbicara juga
dipahami sebagai bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikis,
neurologis, semantik, dan linguistik secara ekstensif sehingga dapat digunakan sebagai
alat yang sangat penting untuk melakukan kontrol sosial.
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa berbicara pada
hakikatnya merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-
bunyi bahasa. Dalam konteks demikian, keterampilan berbicara bisa dipahami sebagai
keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan jeda.
Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, aktivitas berbicara dapat diekspresikan
dengan bantuan mimik dan pantomimik pembicara.
Merujuk pada pendapat tersebut, keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan
keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
menceritakan, mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan kepada orang lain.
I.2 Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Menurut
Halliday (1975) siswa itu belajar berbahasa, belajar melalui bahasa, dan belajar tentang
bahasa. Pengembangan bahasa pada anak memerlukan kesempatan menggunakan
bahasa. Oleh karena itu, kita membutuhkan lingkungan pendidikan yang memberikan
71
kesempatan yang banyak atau kaya bagi siswa untuk menggunakan bahasa di dalam cara-
cara yang fungsional (Gay Su Pinnel dan Myna L. Matlin, 1989:2).
Guru yang memberi siswa kesempatan mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam
konteks nyata dan situasi yang kompleks akan meningkatkan pembelajaran karena
mereka (guru) memberi siswa pelatihan di dalam keterampilan yang terintegrasi dengan
literasi tingkat tinggi. Komunikasi adalah inti pengajaran language arts, sementara itu
tugas-tugas komunikasi yang
kompleks adalah inti kemahirwacanaan tingkat tinggi (high literacy) (CED, 2001).
Selanjutnya, guru yang memberi pengalaman kepada siswa dengan pembelajaran terpadu
melalui lingkungan mahir literasi (literate environment) ternyata dapat meningkatkan
pembelajaran karena mereka (siswa) menggunakan proses-proses yang saling berkaitan
antara membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan untuk komunikasi alamiah
senyatanya (authentic commmunication) (Salinger, 2001).
Namun, secara jujur harus diakui bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP belum
berlangsung seperti yang diharapkan. Pembelajaran Bahasa Indonesia lebih cenderung
bersifat teoretis dan kognitif daripada mengajak siswa untuk belajar berbahasa Indonesia
dalam konteks dan situasi yang nyata. Akibatnya, apa yang diperoleh siswa di kelas dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia tidak bisa diterapkan secara praktis dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain, pembelajaran Bahasa Indonesia terlepas dari konteks
pengalaman dan lingkungan siswa. Hal ini bisa menimbulkan dampak yang cukup serius
terhadap keterampilan siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam peristiwa dan
konteks komunikasi.
Apa yang kita amati dari hasil pembelajaran di sekolah dasar dan menengah di Indonesia
adalah ketidakmampuan anak-anak menghubungkan antara apa yang dipelajari dengan
bagaimana pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sehari-hari
(Direktorat SLTP, 2002). Apa yang anak-anak peroleh di sekolah, sebagian hanya hafalan
dengan tingkat pemahaman yang rendah. Siswa hanya tahu bahwa tugasnya adalah
mengenal fakta-fakta, sementara keterkaitan antara fakta-fakta itu dengan pemecahan
masalah belum mereka kuasai.
72
Dalam konteks demikian, diperlukan upaya serius melalui penggunaan pendekatan yang
inovatif dan kreatif agar pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP bisa berlangsung dalam
suasana yang kondusif, interaktif, dinamis, terbuka, menarik, dan menyenangkan. Melalui
proses pembelajaran semacam itu, siswa diharapkan dapat menumbuhkembangkan
kemampuan intelektual, sosial, dan
emosional, sehingga mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar sesuai dengan konteks dan sitiuasinya.
Hal itu sejalan dengan pernyataan dalam lampiran Peraturan Mendiknas RI Nomor 22
tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
khususnya yang berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran Bahasa Indonesia tingkat SMP/MTs. Dalam lampiran tersebut secara eksplisit
ditegaskan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang
keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya,
dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan
kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa
Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Salah satu
pendekatan pembelajaran yang diduga mampu menciptakan suasana yang kondusif;
interaktif,
dinamis, terbuka, inovatif, kreatif, menarik, dan menyenangkan adalah pendekatan
pragmatik.
Pendekatan pragmatik termasuk salah satu pendekatan komunikatif yang mulai
digunakan dalam pengajaran bahasa sejak munculnya penolakan terhadap paham
behaviorisme melalui metode Drill-nya. Pendekatan komunikatif dalam pengajaran
73
bahasa dirintis oleh Michael Halliday dan Dell Hymes. Hymes menciptakan istilah
communicative competence, yaitu kompetensi berbahasa yang
tidak hanya menuntut ketepatan gramatikal, tetapi juga ketepatan dalam konteks sosial
(Zahorik dalam Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa Indonesia
2004:4).
Proses pemerolehan bahasa mempersyaratkan adanya interaksi yang bermakna dalam
bahasa sasaran. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemerolehan
bahasa dapat dipilah menjadi dua golongan, yaitu faktor eksternal dan faktor internal
(Chaika, l982). Faktor eksternal berkaitan dengan lingkungan bahasa seseorang,
sedangkan faktor internal berkaitan dengan keadaan intern di dalam diri pelahar bahasa.
Faktor eksternal masih dipilah menjadi dua macam lagi, yaitu lingkungan bahasa makro
dan lingkungan bahasa mikro. Lingkungan makro terdiri atas:
1. kealamiahan bahasa,
1. peranan anak-anak dalam berkomunikasi,
2. tersedianya sumber yang dapat membetulkan untuk menjelaskan makna, dan
3. ketersediaan model atau contoh yang bisa ditiru.
Lingkungan mikro adalah keadaan lingkungan kelas tempat anak-anak belajar,
yaitu bagaimana guru bisa menciptakan kelas agar anak-anak bisa belajar
keterampilan berbahasa, bukan hanya tahu tentang bahasa saja. Dari berbagai
penelitian tentang pengajaran bahasa disimpulkan bahwa keterampilan berbahasa
anak, khususnya keterampilan berbicara, dikembangkan melalui tiga cara, yaitu:
(1) anak-anak mengembangkan bahasa keduanya dengan memproduksi ujaran
dalam bahasa target secara lebih sering, lebih tepat, dan dalam variasi yang luas;
(2) Anak-anak mengembangkan bahasa keduanya dengan cara mengolah input
dari ujaran orang lain; dan
74
(3) anak-anak mengembangkan bahasa keduanya melalui pelibatan diri dalam
tugas atau interaksi yang menuntut adanya kemampuan kreatif berkomunikasi
dengan orang lain (Ellis, 1986).
Hal itulah yang kemudian menjadi cacatan penting dalam penelitian pengajaran bahasa,
yaitu pengikutsertaan anak-anak dalam latihan komunikasi itu amat penting. Anak-anak
dengan tingkat pembangkitan input yang tinggi (high input generating) memperoleh
kemampuan berbahasanya dari bertanya, menjawab, menyanggah, dan beradu argumen
dengan orang lain. Anak-anak yang lambat belajar, berarti ia juga pasif dalam berlatih
berbahasa nyata atau pasif dalam berkomunikasi menggunakan bahasa.
Inti dari temuan itu adalah bahwa keaktifan anak-anak di kelas dalam pembelajaran
bahasa perlu dilakukan melalui aktivitas berlatih berujar secara nyata. Penelitian-
penelitian itu pada akhirnya menghasilkan sejumlah hipotesis baru tentang pembelajaran
bahasa. Secara umum ada korelasi antara perilaku aktif ini dengan perolehan belajar
anak. Dengan kata lain, hasil penelitian dalam bidang pengajaran bahasa menyarankan
adanya program pengajaran bahasa yang menekankan pada pembangkitan input anak-
anak (latihan bercakap-cakap, membaca, atau menulis yang sebenarnya).
Pembelajaran kompetensi komunikatif yang menjadi muara akhir pencapaian
pembelajaran bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri:
1. makna itu penting, mengalahkan struktur dan bentuk;
2. konteks itu penting, bukan item bahasa;
3. belajar bahasa itu belajar berkomunikasi;
4. target penguasaan sistem bahasa itu dicapai melalui proses mengatasi hambatan
berkomunikasi;
5. kompetensi komunikatif menjadi tujuan utama, bukan kompetensi kebahasaan;
6. kelancaran dan keberterimaan bahasa menjadi tujuan, bukan sekedar ketepatan
bahasa. Siswa didorong untuk selalu berinteraksi dengan siswa lain (Brown,
2001:45).
75
Penggunaan pendekatan paragmatik dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga dilandasi
oleh semangat pembelajaran kontruktivistik yang memiliki ciri-ciri:
perilaku dibangun atas kesadaran diri;
1. keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman;
2. hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri, berdasarkan motivasi intrinsik;
3. seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
bagi dirinya;
4. pembelajaran bahasa dilakukan dengan pendekatan komunikatif, yaitu siswa
diajak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam konteks nyata;
5. siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam
mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung
jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, membawa skemata masing-
masing ke dalam proses pembelajaran;
6. pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri,
dengan cara memberi makna pada pengalamannya. Oleh karena ilmu
pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara
manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah
stabil, selalu berkembang (tentative & incomplete);
7. siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi;
8. hasil belajar diukur dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber;
9. pembelajaran terjadi di berbagai konteks dan setting (Zahorik dalam Kurikulum
2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa Indonesia 2004:21-22).
Penggunaan pendekatan pragmatik dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga didasari
oleh prinsip bahwa guru mengajarkan bahasa Indonesia sebagai sebuah keterampilan,
antara lain pengintegrasian antara bentuk dan makna, penekanan pada kemampuan
berbahasa praktis, dan interaksi yang produktif antara guru dengan siswa. Prinsip
76
pertama menyarankan agar pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diperoleh,
berguna dalam komunikasi sehari-hari (meaningful). Dengan kata lain, agar dihindari
penyajian materi (khususnya kebahasaan) yang tidak bermanfaat dalam komunikasi
sehari-hari, misalnya, pengetahuan tata bahasa bahasa Indonesia yang sangat linguistis.
Prinsip kedua menekankan bahwa melalui pengajaran bahasa Indonesia, siswa
diharapkan mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa Indonesia, baik lisan
maupun tulis, serta mampu mengungkapkan gagasan dalam bahasa Indonesia, baik
secara lisan maupun tertulis. Penilaian hanya sebagai sarana pembelajaran bahasa,
bukan sebagai tujuan.
Prinsip ketiga mengharapkan agar di kelas terjadi suasana interaktif sehingga tercipta
masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang produktif. Tidak ada peran guru yang
dominan. Guru diharapkan sebagai “pemicu” kegiatan berbahasa lisan dan tulis. Peran
guru sebagai orang yang tahu atau pemberi informasi pengetahuan bahasa Indonesia
agar dihindari.
Ciri lain yang menandai adanya penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran
keterampilan berbicara adalah penggunaan konteks tuturan. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik memperoleh gambaran penggunaan bahasa Indonesia dalam konteks dan
situasi yang nyata.
Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana pemerjelas suatu maksud. Sarana itu
meliputi dua macam, yaitu:
1. berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud; dan
2. berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian. Konteks yang berupa
bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud disebut koteks (co-text),
sedangkan konteks yang berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian
disebut konteks (contex) (Rustono 1999:20). Makna sebuah kalimat baru dapat
dikatakan benar apabila diketahui siapa pembicaranya, siapa pendengarnya, kapan
diucapkan, dan lain-lain (Lubis 1993:57).
Menurut Alwi et al. (1998:421), konteks terdiri dari unsur-unsur, seperti situasi,
pembicara, pendengar, waktu, tempat adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan
77
sarana. Bentuk amanat sebagai unsur konteks, antara lain dapat berupa surat, esai, iklan,
pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya.
Di dalam peristiwa tutur, ada sejumlah faktor yang menandai keberadaan peristiwa itu.
Menurut Hymes (1968) (melalui Rustono 1999:21), faktor-faktor itu berjumlah delapan,
yaitu:
1. latar atau scene, yaitu tempat dan suasana peristiwa tutur;
1. participant, yaitu penutur, mitra tutur, atau pihak lain;
2. end atau tujuan;
3. act, yaitu tindakan yang dilakukan penutur di dalam peristiwa tutur;
4. key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang digunakan di dalam
mengekspresikan tuturan dan cara mengekspresikannya;
1. instrument, yaitu alat elalui telepon atau bersemuka;
2. norm atau norma, yaitu aturan permainan yang harus ditaati oleh setiap peserta
tutur; dan (8) genre, yaitu jenis kegiatan, seperti wawancara, diskusi, kampanye,
dan sebagainya. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa ciri-ciri konteks itu mencakupi delapan hal, yaitu penutur, mitra
tutur, topik tuturan, waktu dan tempat bertutur, saluran atau media, kode (dialek atau
gaya), amanat atau pesan, dan peristiwa atau kejadian. Di dalam novel, konteks tuturan
tampak pada dialog antartokoh yang memenuhi ciri-ciri konteks sebagaimana
dikemukakan oleh Hymes (1968).
Menurut Rustono (1999:26), situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan.
Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan
situasi tutur merupakan sebabnya. Di dalam komunikasi, tidak ada tuturan tanpa situasi
tutur. Memperhitungkan situasi tutur amat penting di dalam pragmatik. Maksud tuturan
yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya.
Penentuan maksud tuturan tanpa mengalkulasi situasi tutur merupakan langkah yang
tidak akan membawa hasil yang memadai. Pertanyaan apakah yang dihadapi itu berupa
78
fenomena pragmatis atau fenomena semantis dapat dijawab dengan kriteria pembeda yang
berupa situasi tutur. Komponen-komponen situasi tutur menjadi kriteria penting di dalam
menentukan maksud suatu tuturan.
Menurut Leech (1983:13-15), situasi tutur mencakupi lima komponen, yaitu penutur dan
mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau
aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Komponen situasi tutur yang pertama
adalah penutur dan mitra tutur. Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang
menyatakan tuturan tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur
adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam peristiwa tutur. Di
dalam peristiwa komunikasi, peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih
berganti. Yang semula berperan sebagai penutur pada tahap berikutnya dapat menjadi
mitra tutur, demikian pula sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan penutur dan mitra
tutur antara lain usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
tingkat keakraban. Komponen situasi tutur yang kedua adalah konteks tuturan. Di dalam
tata bahasa, konteks tuturan mencakupi semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan
dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan
tuturan lain yang biasa disebut dengan ko-teks, sedangkan konteks latar sosial lazim
dinamakan konteks. Di dalam pragmatik, konteks berarti semua latar belakang
pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks berperan
membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.
Komponen situasi tutur yang ketiga adalah tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai
oleh penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadi hal yang
melatarbelakangi tuturan. Semua tuturan orang normal memiliki tujuan. Hal ini berarti
tidak mungkin ada tuturan yang tidak mengungkapkan suatu tujuan. Di dalam peristiwa
tutur, berbagai tuturan dapat diekspresi untuk
mencapai suatu tujuan.
Komponen situasi tutur yang keempat adalah tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau
aktivitas. Komponen ini mengandung maksud bahwa tindak tutur merupakan tindakan
juga tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang. Yang berbeda adalah
bagian tubuh yang berperan. Jika mencubit yang berperan adalah tangan dan menendang
79
yang berperan adalah kaki, pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan. Tangan,
kaki, dan alat ucap adalah bagian tubuh manusia.
Komponen situasi tutur yang kelima adalah tuturan sebagai produk tindak verbal.
Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia dibedakan menjadi dua,
yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Mencubit dan menendang adalah tindakan
nonverbal, sedangkan berbicara atau bertutur adalah tindakan verbal, yaitu tindak
mengekspresikan kata-kata atau bahasa. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan
itu merupakan produk tindak verbal. Komponen lain yang dapat menjadi unsur situasi
tutur antara lain waktu dan tempat pada saat tuturan itu diproduksi. Tuturan yang sama
dapat memiliki maksud yang berbeda akibat perbedaan waktu dan tempat sebagai latar
tuturan.
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan
pendekatan pragmatik sebagai inovasi dalam pengajaran keterampilan berbicara di SMP
dimaksudkan untuk melatih dan membiasakan siswa untuk berbicara sesuai dengan
konteks dan situasi tutur senyatanya sehingga siswa dapat memperoleh manfaat praktis
untuk diterapkan dalam peristiwa komunikasi sehari-hari.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi masalah atau refleksi awal terhadap
rendahnya tingkat keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMP Negeri 3 Tarakan
Kalimantan Timur. Berdasarkan refleksi awal ditemukan penyebab rendahnya tingkat
keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMP Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur,
yaitu penggunaan pendekatan pembelajaran yang tidak mampu membawa siswa ke dalam
situasi penggunaan bahasa secara nyata atau terlepas dari konteks dan situasi tuturan.
Akibatnya, proses pembelajaran berlangsung monoton dan membosankan. Oleh karena
itu, diperlukan pendekatan pembelajaran yang diduga mampu membawa siswa ke dalam
situasi penggunaan bahasa secara nyata sehingga siswa memperoleh manfaat praktis
untuk diterapkan dalam peristiwa komunikasi seharihari. Berdasarkan penggunaan
pendekatan pragmatik yang ditawarkan sebagai solusi, dirumuskan masalah yang akan
diteliti, yaitu:
1. Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan pendekatan
pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMP; dan
80
2. Apakah penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
dapat meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP.
Selanjutnya, dirumuskan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara
bagi siswa SMP; dan
2. untuk memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa SMP setelah pendekatan
pragmatik digunakan dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia.
Berdasarkan rumusan tujuan, dilakukan kajian teori sehingga pendekatan yang
ditawarkan sebagai solusi dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Teori yang digunakan adalah teori yang berkaitan dengan aspek keterampilan berbicara
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP dan teori yang berkaitan dengan
pendekatan pragmatik sebagai inovasi tindakan yang dilakukan dalam upaya dalam
meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMP.
Dari hasil kajian teori dirumuskan hipotesis tindakan, yaitu penggunaan pendekatan
pragmatik dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMP. Berdasarkan rumusan
hipotesis tindakan, dilakukan perencanaan tindakan yang akan dilakukan untuk
meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP klas VII-A SMPN Negeri 3
Tarakan Kalimantan Timur. Langkah selanjutnya adalah melaksanakan tindakan sesuai
dengan rencana dengan melibatkan seorang kolaborator untuk melakukan observasi
terhadap tindakan yang dilakukan.
Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan dan observasi, dilakukan analisis data yang
diperoleh dari hasil keterampilan berbicara siswa klas VII-A SMP Negeri 3 Tarakan
Kalimantan Timur. Data tersebut dibandingkan dengan indikator keberhasilan
penggunaan pendekatan pragmatik, yaitu 70% (28 siswa) dari 40 siswa klas VII-A SMP
Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur terampil berbicara berdasarkan aspek kelancaran
berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan
kontak mata. Bersama kolaborator, peneliti melakukan refleksi terhadap hasil analisis
81
data. Jika hasil analisis data belum menunjukkan hasil yang signifikan, dilakukan refleksi
untuk memperbaiki langkah-langkah yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya.
Langkah selanjutnya adalah menyusun replanning (rencana tindakan) untuk siklus II
berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan bersama kolaborator. Pada siklus II, peneliti
melakukan tindakan sesuai dengan replanning yang telah disusun dengan melibatkan
kolaborator untuk mengamati efektivitas pelaksanaan tindakan. Selanjutnya, dilakukan
analisis terhadap data keterampilan berbicara
siswa klas VII-A SMP Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur dibandingkan dengan
indikator keberhasilan untuk direfleksi bersama kolaborator. Jika hasilnya belum
signifikan, dilakukan replanning untuk siklus III. Jika penggunaan pendekatan pragmatik
sudah menunjukkan hasil yang signifikan dengan indikator
keberhasilan, tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. Ini artinya, penggunaan
pendekatan pragmatik dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMP seperti
yang telah dirumuskan dalam hipotesis tindakan.
F.1. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian adalah SMP Negeri 3 Tarakan
Kalimantan Timur. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII-A SMPN 3 Tarakan yang
terdiri atas 40 siswa, dengan rincian 18 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan.
F.2 Pemecahan Masalah
Seperti telah peneliti kemukakan bahwa masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah
rendahnya tingkat keterampilan berbicara, khususnya keterampilan siswa kelas VII-A
SMP Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur, dalam menceritakan pengalaman yang paling
mengesankan dengan pilihan kata yang tepat dan kalimat yang efektif.
Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan refleksi awal, siswa kelas VII-A SMP Negeri 3
Tarakan Kalimantan Timur yang dinilai sudah mampu menceritakan pengalaman yang
paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif baru sekitar
20% (8 siswa) dari 40 siswa. Data ini masih jauh dari standar ketuntasan belajar minimal
secara nasional, yaitu 75%.
82
Materi pembelajaran berseumber dari standar isi dalam lampiran Peraturan Mendiknas
No. 22/2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa
Indonesia SMP/MTs seperti pada tabel 7.1 berikut ini. Tabel 7.2 Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Menceritakan
Pengalaman yang Paling Mengesankan dengan Menggunakan Pilihan Kata dan Kalimat
Efektif
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Berbicara
2. Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan berbicara dan
menyampaikan pengumuman
2.1 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan
kata dan kalimat efektif.
Masalah rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam menceritakan pengalaman yang
paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif akan
dipecahkan dengan menggunakan pendekatan pragmatik melalui enam langkah, antara
lain sebagai berikut:
7.2.1 Siswa memilih dan mencatat pengalaman mengesankan yang ingin diceritakan.
7.2.2 Siswa mencatat identitas penutur dan mitra tutur, yaitu orang-orang yang terlibat
dalam pengalaman yang akan diceritakan.
7.2.3 Siswa mencatat konteks tuturan, yaitu latar belakang pengetahuan yang dimiliki
penutur dan mitra tutur.
7.2.4 Siswa mencatat tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penutur
berdasarkan pengalaman yang akan diceritakan.
7.2.5 Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan verbal berdasarkan hal-hal yang telah
dicatat sebelumnya. Bentuk tindakan verbal berupa tindak tutur yang dihasilkan oleh alat
ucap, berupa kata-kata dan kalimat.
83
7.2.6 Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan nonverbal untuk memperjelas
tindakan verbal yang telah dilakukan. Tindakan nonverbal berupa tindak tutur yang
dihasilkan melalui kontak mata, mimik, gerak tangan, atau gerak anggota badan yang
lain. Secara garis besar, alur penggunaan pendekatan pragmatik yang digunakan untuk
memecahkan masalah rendahnya tingkat keterampilan siswa kelas VII-A SMP Negeri 3
Tarakan Kalimantan Timur.
Melalui alur penggunaan pendekatan pragmatik tersebut, siswa diharapkan dapat
menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan pilihan kata yang
tepat dan kalimat yang efektif sesuai konteks dan situasi tutur. Artinya, pilihan kata dan
struktur kalimat yang digunakan dalam berbicara sangat ditentukan oleh konteks dan
situasi tutur yang telah ditentukan oleh siswa. Pendekatan ini memberikan keleluasaan
kepada siswa untuk memilih dan menentukan pengalaman yang hendak diceritakan,
sedangkan guru hanya memberikan rambu-rambu sebagai pedoman bagi siswa dalam
berbicara.
F.3 Rencana Tindakan
Rencana tindakan yang akan dilakukan dalam menggunakan pendekatan pragmatik
untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas VII-A SMP Negeri 3 Tarakan Kalimantan
Timur dalam menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan pilihan kata
dan kalimat yang efektif, antara lain sebagai berikut.
F.3.1
Guru menyusun silabus berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar
keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP Kelas VII semester I
seperti yang tercantum dalam Standar Isi (lampiran Permendiknas No. 22/2006). Dalam
silabus dicantumkan nama sekolah, identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran,
kelas/semester, komponen, aspek, dan standar kompetensi), kompetensi dasar, materi
pokok, kegiatan belajar, indikator, penilaian (teknik, bentuk, dan contoh instrumen),
alokasi waktu, dan sumber/media belajar.
F.3.2
84
Guru mengembangkan silabus Menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
memuat komponen: nama sekolah, identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran,
kelas/semester, komponen, aspek, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, alokasi
waktu), tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran,
langkahlangkah kegiatan pembelajaran, sumber belajar, penilaian dan pedoman
penilaian.
F.3.3
Guru melaksanakan tindakan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang telah disusun. Pada tahap ini, peneliti melibatkan kolaborator untuk mengamati
pelaksanaan tindakan.
F.3.4
Peneliti menganalisis data hasil keterampilan siswa dalam berbicara mengenai
pengalaman mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.
F.3.5
Hasil analisis data dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui efektiktivitas
penggunaan pendekatan pragmatik. Langkah selanjutnya adalah melakukan refleksi
berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator. Jika penggunaan
pendekatan pragmatik dinilai belum memberikan hasil yang signifikan, kolaborator
memberikan masukan dan bersama-sama dengan peneliti melakukan langkah-langkah
perbaikan untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
F.3.6
Peneliti melakukan replanning untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada
siklus berikutnya berdasarkan hasil refleksi bersama kolaborator.
F.3.7
Peneliti melaksananakan tindakan pada siklus II sesuai dengan rencana tindakan yang
telah disusun.
85
F.3.8
Peneliti menganalisis data hasil keterampilan siswa dalam menceritakan pengalaman
mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.
F.3.9
Hasil analisis data dibandingkan dengan hasil tes siklus I untuk mengetahui efektiktivitas
penggunaan pendekatan pragmatik. Langkah selanjutnya adalah melakukan refleksi
berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator. Jika penggunaan
pendekatan pragmatik dinilai sudah memberikan hasil yang signifikan sesuai dengan
indikator keberhasilan, penelitian dinyatakan selesai dan tinggal melakukan tindakan
pemantapan kepada siswa (subjek penelitian). Namun, jika hasil analisis data belum
menunjukkan hasil yang signifikan, peneliti kembali melakukan refleksi bersama
kolaborator untuk merencanakan tindakan perbaikan (replanning) yang akan
dilaksanakan pada siklus berikutnya.
F.4 Tahap Pelaksanaan
Tahap-tahap yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan terinci sebagai berikut.
F.4.1 Tahap Persiapan Tindakan
Pada tahap persiapan tindakan, peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan silabus,
RPP, instrumen, sumber belajar, dan media belajar yang digunakan untuk mendukung
efektivitas pelaksanaan tindakan.
F.4.2 Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai rencana yang
tersusun dalam RPP. Secara garis besar, tindakan yang dilaksanakan pada setiap siklus
sesuai dengan yang tersusun dalam RPP antara lain sebagai berikut.
F.4.2.1 Tindakan Awal
F.4.2.1.1
86
Apersepsi: peneliti mengaitkan materi pembelajaran tentang dengan pengalaman siswa.
F.4.2.1.2
Motivasi: peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar gemar menceritakan
pengalaman yang mengesankan kepada orang lain.
F..4.2.2Tindakan Inti
F.4.2.2.1
Siswa menyimak contoh cerita pengalaman yang mengesankan yang disampaikan oleh
peneliti.
F..4.2.2.2
Siswa melakukan tanya jawab dengan guru dan teman sekelas untuk menentukan
langkah-langkah menceritakan pengalaman mengesankan berdasarkan contoh cerita
yang disimak.
F..4.2.2.3
Siswa memilih dan mencatat pengalaman mengesankan yang ingin diceritakan.
F..4.2.2.4
Siswa mencatat identitas penutur dan mitra tutur, yaitu orang-orang yang terlibat dalam
pengalaman yang akan diceritakan.
F..4.2.2.5
Siswa mencatat konteks tuturan, yaitu latar belakang pengetahuan yang dimiliki penutur
dan mitra tutur.
F..4.2.2.6
Siswa mencatat tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penutur berdasarkan
pengalaman yang akan diceritakan.
87
F..4.2.2.7
Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan verbal berdasarkan halhal yang telah
dicatat sebelumnya.
F..4.2.2.8
Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan nonverbal untuk memperjelas tindakan
verbal yang telah dilakukan.
F.4.2.3Tindakan Akhir
F..4.2.3.1
Siswa bersama peneliti menyimpulkan cara menceritakan pengalaman mengesankan
dengan pilihan kata yang tepat dan kalimat yang efektif.
F..4.2.3.2
Siswa bersama peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui kesan siswa ketika
menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan pendekatan
prgmatik.
F.4.3 Pelaksanaan Pengamatan
Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti sebagai kolaborator melakukan
pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh kolaborator dalam lembar observasi, di
antaranya:
1. respon siswa,
2. perubahan yang terjadi selama proses pembelajaran;
1. keterampilan guru dalam menggunakan pendekatan pragmatik, baik dalam
tindakan awal, tindakan inti, maupun tindakan akhir; dan
1. kesesuaian antara rencana dan implementasi tindakan.
88
F.4.4 Analisis dan Refleksi
Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang diperoleh berdasarkan unjuk kerja yang
dilakukan siswa ketika menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan pilihan kata
dan kalimat yang efektif. Unsur-unsur yang dianalisis, yaitu kelancaran berbicara,
ketepatan pilihan kata, keefektifan kalimat, kelogisan penalaran, dan kemampuan
menjalin kontak mata. Berdasarkan hasil analisis data akan diketahui unsur-unsur mana
saja yang masih menjadi hambatan siswa dalam menceritakan pengalamannya yang
mengesankan.
Hasil analisis data tersebut juga sangat penting dan berharga sebagai bahan untuk
melakukan refleksi bersama kolaborator. Pada saat melakukan refleksi, kolaborator
memberikan masukan kepada peneliti berdasarkan hasil pengamatan yang telah dicatat
untuk melakukan langkah-langkah perbaikan pada siklus berikutnya.
Penelitian tidak perlu dilakukan lagi pada siklus berikutnya jika hasil analisis data
menunjukkan pengingkatan yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan
penelitian yang telah ditetapkan, yaitu 70% (28 siswa) dari 40 siswa klas VII-A SMP
Negeri 3 Tarakan Kalimantan Timur terampil berbicara berdasarkan aspek kelancaran
berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan
kontak mata.
F.5 Cara Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang valid, data dikumpulkan melalui cara/teknik berikut ini:
F.5.1 Tes
Teknik tes digunakan untuk mengetahui tingkat keterampilan siswa dalam menceritakan
pengalaman yang mengesankan kepada orang lain. Aspek-aspek yang dinilai, yaitu
kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan
(penalaran), dan kontak mata.
F.5.2 Nontes
Teknik nontes yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
89
F.5.2.1 Observasi (pengamatan): teknik ini digunakan oleh kolaborator untuk
mengobservasi pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti.
F..5.2.2 Wawancara: teknik ini digunakan oleh peneliti dan kolaborator untuk
mengetahui respon siswa secara langsung dalam berbicara dengan menggunakan
pendekatan pragmatik. Wawancara terutama dilakukan kepada siswa yang menonjol
karena kelebihan atau kekurangannya. Pelaksanaan wawancara dilakukan di luar
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pedoman wawancara.
F.5.2.3 Jurnal: teknik ini digunakan oleh peneliti setiap kali selesai mengimplementasikan
tindakan. Jurnal tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi diri bagi peneliti untuk
mengungkap aspek:
1. respon siswa terhadap penggunaan pendekatan pragmatik;
2. situasi pembelajaran; dan
3. kekurangpuasan peneliti terhadap pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan.
Selain peneliti, siswa juga membuat jurnal setiap kali mengikuti kegiatan
pembelajaran yang digunakan untuk mengungkapkan:
(1) respon siswa (baik yang positif maupun negatif) terhadap penggunaan pendekatan
pragmatik;
(2) metode pembelajaran yang disukai siswa; dan
(3) kemampuan peneliti dalam menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan.
F..6 Teknik Analisis Data
Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik tabulasi data secara kuantitatif
berdasarkan hasil tindakan yang dilaksanakan pada setiap siklus. Hasil tindakan pada
setiap siklus dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui persentase
peningkatan keterampilan siswa kelas VII-A SMPN 3 Tarakan dalam menceritakan
pengalaman yang mengesankan.
90
Pada setiap siklus dideskripsikan jumlah skor yang diperoleh semua siswa, daya serap,
dan rata-rata skor untuk aspek kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi),
struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Selain itu, juga dideskripsikan
jumlah skor, jumlah nilai, rata-rata nilai, dan tingkat daya serap, dan ketuntasan belajar
siswa pada setiap siklus.
http://massofa.wordpress.com/2008/01/11/contoh-proposal-ptk-pendidikan/
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
A. IDENTITAS
Nama Sekolah : SMA N 1 Baregbeg
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII / 2
Aspek : Berbicara
Alokasi waktu : 2 X 45 Menit
B. STANDAR KOMPETENSI
14. Mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan puisi lama
C. KOMPETENSI DASAR
14.1 Membahas ciri dan nilai-nilai yang terkandung dalam gurindam
D. INDIKATOR
Mengidentifikasi ciri-ciri gurindam
Membacakan gurindam
Mendiskusikan ciri-ciri dan nilai-nilai yang terkandung dalam gurindam
Membicarakan pesan-pesan yang terkandung dalam gurindam
E. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan belajar mengajar siswa dapat:
Mengidentifikasi ciri-ciri gurindam
Membacakan gurindam
Mendiskusikan ciri-ciri dan nilai-nilai yang terkandung dalam gurindam
Membicarakan pesan-pesan yang terkandung dalam gurindam
91
F. KARAKTER YANG DIHARAPKAN
Religius
Disiplin
Kesopanan
Berani
Komunikatif
Cermat
Aktif
Mandiri
Kerjasama
Kreatif
Kritis
G. DESKRIPSI MATERI PEMBELAJARAN
Berikut beberapa hal tentang gurindam:
1. Perihal gurindam
Gurindam adalah bentuk puisi lama yang berisi nasihat, petuah, ajaran moral, kebaikan, dan
budi pekerti. Ciri-ciri gurindam adalah sebagai berikut:
a. Setiap bait terdiri atas dua baris atau larik.
b. Biasanya menggunakan pola rima sama atau lurus (a-a).
c. Umumnya tiap baris terdiri atas 4-6 kata (8-12 suku kata).
d. Baris pertama dan kedua biasanya membangun hubungan sebab-akibat.
e. Umumnya mengandung petuah, nasihat, atau amsal (ucapan yang mengandung kebenaran).
Gurindam ditulis dengan menggunakan media bahasa. Artinya, di dalam sebuah gurindam
terdapat pilihan kata-kata (diksi) yang digunakan untuk menciptakan gurindam tersebut.
Kata-kata yang digunakan dalam gurindam pasti memiliki makna tertentu, baik yang bersifat
denotatif maupun konotatif. Makna kata dalam gurindam terkait dengan isi gurindam itu
sendiri.
2. Diksi Gurindam
Gurindam adalah karya sastra Melayu Lama. Diksi atau pilihan katanya pun adalah kata-kata
yang biasa dipakai pada saait itu, yang tentu berbeda dengan diksi masa kini. Oleh karena itu,
ada beberapa diksi atau susunan kalimat yang tidak sesuai dengan ejaan tata bahasa pada saat
92
ini. Untuk memahaminya, dapat menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk mencari
makna kata-kata tersebut.
3. Mengaitkan isi Gurindam dengan Kehiduoan Masa Kini
Isi gurindam ada rekevansinya dengan kehidupan sehari-hari kita pada zaman sekarang.
Contoh gurindam
”Gurindam Dua Belas” karya Raja Ali Haji berikut ini. Persilakan temanmu membacadengan menggunakan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat!
Inilah Gurindam Dua Belas Namanya
-Ini Gurindam Fasal yang PertamaBarang siapa yang tiada memegang agamaSekali-kali tiada boleh dibilangkan namaBarang siapa mengenal yang empatMaka yaitulah orang yang makrifat
-Ini Gurindam Fasal yang KeduaBarang siapa mengenal yang tersebutTahulah ia makna takutBarang siapa meninggalkan sembahyangSeperti rumah tiada bertiang
-Ini Gurindam Fasal yang KetigaApabila terpelihara mataSedikitlah cita-citaApabila terpelihara kupingKhabar yang jahat tiadalah damping
-Ini Gurindam Fasal yang KeempatHati itu kerajaan di dalam tubuhJikalau zalim segala anggotapun rubuhApabila dengki sudah bertambahDatanglah dari padanya beberapa anak panah
H. STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Model Pembelajaran : Communicative learning
2. Pendekatan : 4 pilar pembelajaran
3. Metode Pembelajaran : Problem Solving
I. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
1. Kegiatan awal
93
a. Siswa menjawab salam (religius)
b. Siswa berdoa (religius)
c. Siswa merespon pertanyaan guru tentang kehadiran (disiplin)
2. Kegiatan inti
Tahap Eksplorasi
a. Siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru tentamg materi sebelumnya yang berkaitan
dengan materi gurindam.(berani, sungguh-sungguh, komunikatif).
b. Siswa memperhatikan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran yang harus dicapai
selama dan setelah mengikuti pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Tahap Elaborasi
a. Guru membentuk kelompk siswa dengan jumlah yang sama atau hampir sama. Kelompok.
Guru membuat sesi diskusi dan disesuaikan waktunya.
b. Guru memberikan salah satu contoh gurindam yang kemudian menyuruh siswa untuk
mengidentifikasi ciri-ciri dan nilai-nilai yang terkandung dalam gurindam. Kemudian guru
menyuruh siswa untuk membacakan gurindam.
c. Siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi. Kemudian guru menugaskan siswa untuk
membicarakan hasil diskusi dan menyampaikan pesan-pesan yang terdapat dalam gurindam.
Tahap Konfirmasi
a. Siswa dan guru menyimpulkan hasil diskusi (kreatif, kritis)
b. Guru menugaskan masing-masing siswa untuk merumuskan hasil diskusi dalam buku kerja
siswa.
3. Kegiatan akhir
a. Siswa merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup yang dapat dipetik dari pembelajaran.
J. ALAT DAN SUMBER BAHAN
1. Sumber buku :
Judul Buku : Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia XII SMA
Pengarang : Tim Edukatif
Penerbit : Erlangga
Tahun : 2008
2. Alat Bantu
3. Media : contoh teks drama
K. PENILAIAN
1. Tehnik : tes lisan
94
2. Bentuk instumen : observasi, demonstrasi
3. Kisi-kisi
No Indikator Pencapaian Kompetensi Penilaian
Teknik Bentuk
1. Mengidentifikasi ciri-ciri
gurindam
Lisan Observasi
Membacakan gurindam Lisan Demonstrasi
Mendiskusikan ciri-ciri dan nilai-
nilai yang terkandung dalam
gurindam
Lisan Diskusi
Membicarakan pesan-pesan yang
terkandung dalam gurindam
Lisan Diskusi
4. Instrumen
a. Identifikasilah ciri-ciri gurindam dan nilai-nilai yang terkandung dalam gurindam (nilai,
budaya, agama, estetika, moral)!
”Gurindam Dua Belas” karya Raja Ali Haji Fasal ketiga. Apabila terpelihara mataSedikitlah cita-citaApabila terpelihara kupingKhabar yang jahat tiadalah damping
1. Gurindam Fasal yang ketiga ini mengandung pesan moral agar kita bisa menjaga dua indra kita yaitu mata dan telinga. Mata adalah alat penglihatan, jika diliarkan ia bisa menghadirkan banyak kejelekan. Salah satunya hadirnya banyak keinginan. Melihat baju-baju bagus di supermarket tergiur, dll. Sebaliknya jika dijaga sebaik-baiknya kita bisa menjaga kita dari banyak keinginan.Begituhalnya menjaga telinga. Jika kita menjaganya dengan baik kita akan terjauhi dari kabar yang jelek (jahat)
5. Penskoran
No
Nama
Identifikasi
Gurindam
(60-90)
Pembacaan
Gurindam
(60-90)
Temuan
Nilai-nilai
(60-90)
Mengetahui, Ciamis, Oktober 2012
95
Kepala SMAN 1 Baregbeg
Sudarman, S.Pd., M.Pd195907101986031013
Guru Mata Pelajaran
Shinta Rini, S.Pd197912092003122004
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
A. IDENTITAS
Nama Sekolah : SMA N 1 Baregbeg
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII / 2
Aspek : Berbicara
Alokasi waktu : 2 X 45 Menit
B. STANDAR KOMPETENSI
14. Mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan puisi lama
C. KOMPETENSI DASAR
14.2 Menjelaskan keterkaitan gurindam dengan kehidupan sehari-hari
D. INDIKATOR
Mengaitkan isi gurindam dengan kehidupan masa kini.
Menyimpulkan pesan-pesan yang terdapat dalam gurindam
E. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan belajar mengajar siswa dapat:
Mengaitkan isi gurindam dengan kehidupan masa kini.
Menyimpulkan pesan-pesan yang terdapat dalam gurindam
F. KARAKTER YANG DIHARAPKAN
Religius
Disiplin
Kesopanan
96
Berani
Komunikatif
Cermat
Aktif
Mandiri
Kerjasama
Kreatif
Kritis
G. DESKRIPSI MATERI PEMBELAJARAN
Berikut beberapa hal tentang gurindam:
1. Perihal gurindam
Gurindam adalah bentuk puisi lama yang berisi nasihat, petuah, ajaran moral, kebaikan, dan
budi pekerti. Ciri-ciri gurindam adalah sebagai berikut:
a. Setiap bait terdiri atas dua baris atau larik.
b. Biasanya menggunakan pola rima sama atau lurus (a-a).
c. Umumnya tiap baris terdiri atas 4-6 kata (8-12 suku kata).
d. Baris pertama dan kedua biasanya membangun hubungan sebab-akibat.
e. Umumnya mengandung petuah, nasihat, atau amsal (ucapan yang mengandung kebenaran).
Gurindam ditulis dengan menggunakan media bahasa. Artinya, di dalam sebuah gurindam
terdapat pilihan kata-kata (diksi) yang digunakan untuk menciptakan gurindam tersebut.
Kata-kata yang digunakan dalam gurindam pasti memiliki makna tertentu, baik yang bersifat
denotatif maupun konotatif. Makna kata dalam gurindam terkait dengan isi gurindam itu
sendiri.
2. Diksi Gurindam
Gurindam adalah karya sastra Melayu Lama. Diksi atau pilihan katanya pun adalah kata-kata
yang biasa dipakai pada saait itu, yang tentu berbeda dengan diksi masa kini. Oleh karena itu,
ada beberapa diksi atau susunan kalimat yang tidak sesuai dengan ejaan tata bahasa pada saat
ini. Untuk memahaminya, dapat menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk mencari
makna kata-kata tersebut.
3. Mengaitkan isi Gurindam dengan Kehiduoan Masa Kini
Isi gurindam ada rekevansinya dengan kehidupan sehari-hari kita pada zaman sekarang.
Contoh Gurindam Dua belas karya Haji Ali
97
-Ini Gurindam Fasal yang KesebelasHendaklah berjasaKepada yang sebangsaHendaklah jadi kepalaBuang perangai yang cela
Ini Gurindam Fasal yang KeduabelasRaja mufakat dengan mentriSeperti kebun berpagarkan duriBetul hati kepada rajaTanda jadi sebarang kerja
H. STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Model Pembelajaran : Communicative learning
2. Pendekatan : 4 pilar pembelajaran
3. Metode Pembelajaran : Problem Solving
I. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
1. Kegiatan awal
a. Siswa menjawab salam (religius)
b. Siswa berdoa (religius)
c. Siswa merespon pertanyaan guru tentang kehadiran (disiplin)
2. Kegiatan inti
Tahap Eksplorasi
a. Siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru tentamg materi sebelumnya yang berkaitan
dengan materi gurindam.(berani, sungguh-sungguh, komunikatif).
b. Siswa memperhatikan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran yang harus dicapai
selama dan setelah mengikuti pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Tahap Elaborasi
a. Guru membentuk kelompk siswa dengan jumlah yang sama atau hampir sama. Kelompok.
Guru membuat sesi diskusi dan disesuaikan waktunya.
b. Guru memberikan salah satu contoh gurindam yang kemudian menyuruh siswa untuk
mengidentifikasi ciri-ciri dan nilai-nilai yang terkandung dalam gurindam. Kemudian guru
menyuruh siswa untuk membacakan gurindam.
c. Siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi. Kemudian guru menugaskan siswa untuk
membicarakan hasil diskusi dan menyampaikan pesan-pesan yang terdapat dalam gurindam.
98
Tahap Konfirmasi
c. Siswa dan guru menyimpulkan hasil diskusi (kreatif, kritis)
d. Guru menugaskan masing-masing siswa untuk merumuskan hasil diskusi dalam buku kerja
siswa.
3. Kegiatan akhir
b. Siswa merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup yang dapat dipetik dari pembelajaran
J. ALAT DAN SUMBER BAHAN
1. Sumber buku :
Judul Buku : Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia XII SMA
Pengarang : Tim Edukatif
Penerbit : Erlangga
Tahun : 2008
2. Alat Bantu : -
3. Media : contoh teks gurindam
K. PENILAIAN
1. Teknik : tes lisan
2. Bentuk instumen : observasi, demonstrasi
3. Kisi-kisi
No Indikator Pencapaian Kompetensi Penilaian
Bentuk Bentuk
1. Mengaitkan isi gurindam dengan
kehidupan masa kini.
Lisan Observasi
2 Menyimpulkan pesan-pesan
yang terdapat dalam gurindam
Lisan Observasi
4. Instrumen
5. Bentuk soal
a. Simpulkan pesan-pesan yang terdapat dalam gurindam dengan kehidupan masa kini!
-Ini Gurindam Fasal yang KesepuluhDengan bapa jangan durhaka
99
Supaya Allah tidak murkaDengan ibu hendaklah hormatSupaya badan dapat selamat
6. Jawaban :Dalam gurindam ini penyair menyampaikan amanat pada kita untuk menghormati bapak inu kita. Agar kita tak mendurhakai keduanya. Sikap hormat pada orang tua tentu saja masih relevan dengan kehidupan kita saat ini. Orantua yang sudah membesarkan kita, member kita kasih sayang berlimpah jasa-jasanya tak mungkin bisa kita balas seluruhnya. Memhormati dan membuat bangga mereka adalah sebuah keharusan.
7. Penskoran
No Nama Kaitan gurindam dengan
kehidupan (60-90)
Nilai-nilai dalam
gurindam
(60-90)
Mengetahui,
Kepala SMAN 1 Baregbeg
Sudarman, S.Pd., M.Pd195907101986031013
Ciamis, Oktober 2012
Guru Mata Pelajran
Shinta Rini, S.Pd197912092003122004
ketika siswa (peserta didik) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam benak mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan linkungan sekitarnya. Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.
100
Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa. 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
A. Pengertian Cooperative Script
Aprudin, S.Pd.I~Model belajar Cooperative Script adalah model belajar dimana siswa bekerja secara berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Jadi model pembelajaran Cooperative Script merupakan penyampaian materi ajar yang diawali dengan pemberian wacana atau ringkasan materi ajar kepada siswa yang kemudian diberikan kesempatan kepada siswa untuk membacanya sejenak dan memberikan/memasukkan ide-ide atau gagasan-gagasan baru kedalam materi ajar yang diberikan guru, lalu siswa diarahkan untuk menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dalam meteri yang ada secara bergantian sesama pasangan masing-masing.
B. Langkah-langkah Model Pembelajaran Cooperative Script
1. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan
2. Guru membagi wacana/materi untuk dibaca dan dibuat ringkasannya.
3. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapada
yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannnya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
kedalam ringkasannya. Sedangkan peserta didik yang lain berperan :
a. Menyimak/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
b. Membantu mengingat, menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan dengan materi
sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Dan lakukan
kembali kegiatan seperti diatas (langkah pada kegiatan 4)
101
6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan materi pelajaran.
7. Penutup
C. Kelebihan Model Pembelajaran Cooperative Script
Model pembelajaran Cooperative Script baik digunakan dalam pembelajaran untuk menumbuhkan
ide-ide atau gagasan baru, daya berfikir kritis serta mengembangkan jiwa keberanian dalam
menyampaikan hal-hal baru yang diyakininya benar. Sehubungan dengan itu maka kelebihan dari
model pembelajaran Cooperative Script adalah sebagai berikut;
1. Model pembelajaran Cooperative Script mengajarkan siswa untuk percaya kepada guru dan lebih
percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi dari sumber lain dan
belajara dari siswa lain.
2. Model pembelajaran Cooperative Script mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara
verbal dan membandingkan dengan ide temannya. Ini secara khusus bermakna ketika dalam proses
pemecahan masalah.
3. Model pembelajaran Cooperative Script membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan
siwa yang kurang pintar dan menerima perbedaan yang ada.
4. Model pembelajaran Cooperative Script merupakan suatu strategi yang efektif bagi siswa untuk
mencapai hasil akademik dan social termasuk meningkatkan prestasi, percaya diri dan hubungan
interpersonal positif antara satu siswa dengan siswa yang lain.
5. Model pembelajaran Cooperative Script banyak menyediakan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan jawabannya dan menilai ketepatan jawaban.
6. Model pembelajaran Cooperative Script mendorong siswa yang kurang pintar untuk tetap berbuat
7. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran Cooperative Script membantu memotivasi siswa dan
mendorong pemikirannya.
8. Dapat meningkatkan atau mengembangkan keterampilan berdiskusi.
9. Memudahkan siswa melakukan interaksi social
102
10. Menghargai ide orang lain.
11. Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
D. Kekurangan Model pembelajaran Cooperative Script
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan Model
pembelajaran Cooperative Script ini. Adapun yang menjadi kekurangan dari Model pembelajaran
Cooperative Script ini adalah :
1. Beberapa siswa mungkin pada awalnya takut untuk mengeluarkan ide, takut dinilai teman dalam
kelompoknya.
2. Tidak semua siswa mampu menerapkan Model pembelajaran Cooperative Script . Sehingga banyak
tersita waktu untuk menjelaskan mengenai model pembelajaran ini.
3. Penggunaan Model pembelajaran Cooperative Script harus sangat rinci melaporkan setiap
penampilan siswa dan tiap tugas siswa, dan banyak menghabiskan waktu untuk menghitung hasil
prestasi kelompok.
4. Sulit membentuk kelompok yang solid yang dapat bekerja sama dengan baik.
5. Penilaian terhadap murid sebagai individual menjadi sulit karena tersembunyi di dalam kelompok.
Sumber :
Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan : Media Persada.
Read more: http://007indien.blogspot.com/2012/10/model-pembelajaran-cooperative-script.html#ixzz2VD6CsuSL
MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mandiri
103
Mata Kuliah Model-Model Pembelajaran Matematika
Pada Jurusan Tadris Matematika Semester V
Disusun Oleh
Ijah Nurhadijah
1410150139
Dosen Pengampu:
Widodo Winarso, M.Pdi
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
104
Pengembangan dalam dunia pembelajaran yang bergulir dari masa kemasa memperkaya
khanzah pembelajaran itu sendiri. Sebagai dunia yang dinamis dan terus berubah, pembelajaran
semakin menyempurnakan diri sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada saat ini. Pembelajaran
semakin mengarah pada era kemandirian belajar, didukung dengan sarana telekomunikasi yang
semakin baik akan lebih mendekatkan ruang, menghemat waktu, proses pembelajaran semakin
fleksibel bagi semua orang.
Belajar adalah suatu proses yang menyebabkan terjadinya suatu pembaharuan dalam
tingkah laku, berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung kepada beberapa faktor yang dibedakan
menjadi dua faktor. Faktor tersebut antara lain, faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi intelegensi, motivasi, kebiasaan, kecemasan, minat, dan sebagainya. Sedangkan faktor
eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, keadaan sosial
ekonomi, dan sebagainya (Ahmadi, 2004 : 138).
Memenuhi tuntutan perkembangan jaman yang semakin maju, aspek pendidikan
diharuskan membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk menjadi lebih aktif dan kreatif.
Keaktifan siswa hendaklah melibatkan siswa itu sendiri agar secara langsung belajar dan menemukan
sebuah jawaban. Seringnya rasa malu siswa yang muncul untuk berkomunikasi membuat kondisi
kelas tidak aktif. Hal seperti ini menyebabkan rendahnya prestasi siswa. Guru hendaknya memancing
keaktifan siswa melalui model-model pembelajaran yang sesuai.
Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan terutama ditentukan oleh proses belajar
mengajar yang dialami siswa. Siswa dalam belajar diharapkan mampu mengalami perubahan baik
dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sikap-sikap yang harus diambil guru dalam proses
pembelajaran hendaknya sesuai dan mampu membangkitkan minat belajar siswa.
Matematika disebut sebagai ratunya ilmu. Jadi, matematika merupakan kunci utama dari
pengetahuan-pengetahuan lain yang dipelajari di sekolah. Tujuan dari pendidikan matematika pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah menekankan pada penataan nalar dan
pembentukan kepribadian (sikap) siswa agar dapat menerapkan atau menggunakan matematika
dalam kehidupannya (Soedjadi, 2003 : 42).
Hasil penelitian Suryadi (1999) pada Pembelajaran MTK menyimpulkan bahwa salah satu
model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa adalah cooperative
learning. Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu
siswamemahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan
berfikir kritis, bekerjasama, dan membantu teman. Model cooperative learning dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, (2000) dalam
105
Isjoni (2009 : 27), yaitu : 1) Hasil Belajar Akademik, 2) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu, 3)
Pengembangan Keterampilan Sosial.
Slavin (1994:175) mengatakan bahwa salah satu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan daya ingat siswa adalah pembelajaran dengan model cooperative script. Dengan
meningkatkan daya ingat siswa pada materi yang telah di peroleh sebelumnya, dapat pula
mempermudah meningkatkan kreativitas siswa karena kreativitas siswa merupakan kemampuan
membuat kombinasi baru berdasarkan data dan informasi yang sudah ada. Cooperative script adalah
model pembelajaran dimana siswa bekerja berpasangan dan mengikhtisarkan bagian-bagian dari
materi yang dipelajari.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dalam makala ini akan membahas salah satu
cara pembelajaran matematika yaitu dengan menggunakan “Model Pembelajaran Cooperative
Script”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Model Pembelajaran Cooperative Script?
2. Apa prinsip-prinsip dari Model Pembelajaran Cooperative Script ?
3. Apa kelemahan-kelemahan dari Model Pembelajaran Cooperative Script?
4. Bagaimana langkah-langkah diri Model Pembelajaran Cooperative Script?
5. Bagaimana cara mengaplikasikan Model Pembelajaran Cooperative Script pada pembelajaran
matematika di sekolah?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makala ini adalah agar kita dapat mengetahui definisi dari Model
Pembelajaran Cooperative Script, prinsip dari Model Pembelajaran Cooperative Script, kelemahan-
kelemahan dari Model Pembelajaran Cooperative Script, langkah-langkah diri Model Pembelajaran
Cooperative Script, serta bagaimana cara mengaplikasikan Model Pembelajaran Cooperative Script
pada pembelajaran matematika di sekolah. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
membantu kita sebagai calon pendidik matematika sebagai salahsatu alternatif atau referensi untuk
kita mengajar kelak. Kitasebagai pendidik menjadi termotivasi untuk selalu menyajikan sistem
pembelajaran yang tepat dan menyenangkan karena siswa lebih tertarik dan mudah dalam
106
memahami materi, sehingga prestasi dan hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika lebih
meningkat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Pembelajaran Cooperative Script
Metode Cooperative Script ini berasal dari kata Methodos, Cooperative dan Script, yang
memiliki arti masing-masing diantarannya: Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang
berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut
masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Ada juga pengertian tentang metode yaitu cara kerja yang sistematis untuk mencapai suatu maksud
tujuan. Cara yang teratur dalam menjelaskan suatu fenomena dengan menggunakan landasan teori.
Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Ada juga yang mengartikan metode
yaitu: Cara yang telah di atur dan berfikir baik-baik untuk mencapai tujuan.
Cooperative berasal dari kata Cooperate yang artinya bekerja sama, bantuan-membantu,
gotong royong. Sedangkan kata dari Cooperation yang memiliki arti kerja sama, koperasi
persekutuan. Script ini berasal dari kata Script yang memiliki arti uang kertas darurat, surat saham
sementara dan surat andil sementara. Jadi pengertian dari Cooperative skripsi adalah naskah tulisan
tangan, surat saham sementara. Jadi pengertian dari Cooperative adalah Strategi belajar dimana
siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki kemampuan yang berbeda. Metode Cooperative
Script menurut Departemen Nasional yaitu dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian
secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian materi yang dipelajari. Jadi pengertian dari Metode
107
Cooperative Script adalah Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara
lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi Pendidikan Agama Islam yang dipelajari(Online,
Media pembelajaran dikaitkan-dengan metode cooperative script : 2012).
Miftahul A’la (2011: 97), model pembelajaran cooperative script di sebut juga Skrip
kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajarinya dalam ruangan kelas. Cooperative
script merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan daya ingat siswa (Slavin 1994:175).
Hal tersebut sangat membantu siswa dalam mengembangkan serta mengaitkan fakta-fakta dan
konsep-konsep yang pernah didapatkan dalam pemecahan masalah. Pembelajaran cooperative
script merupakan salah satu bentuk atau model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
cooperative script dalam perkembangannya mengalami banyak adaptasi sehingga melahirkan
beberapa pengertian dan bentuk yang sedikit berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Beberapa pendapat para ahli mendefinisikan model pembelajaran cooperative script yaitu :
1. Model pembelajaran cooperative script menurut Dansereau dalam Slavin (1994) adalah skenario
pembelajaran kooperatif. Artinya setiap siswa mempunyai peran dalam saat diskusi berlangsung.
2. Pembelajaran Cooperative Script menurut Schank dan Abelson dalam Hadi(2007:18) adalah
pembelajaran yang menggambarkan interaksi siswa sepertiilustrasi kehidupan sosial siswa dengan
lingkungannya sebagai individu,dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih
luas.
3. Brousseau (2002) dalam Hadi (2007:18) menyatakan bahwa modelpembelajaran cooperative script
adalah secara tidak langsung terdapat kontrakbelajar antara guru dengan siswa dan siswa dengan
siswa mengenai caraberkolaborasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang diungkapkan diatas,antara satu dengan yang
lainnya memiliki maksud yang sama yaitu terjadisuatu kesepakatan antara siswa dengan guru dan
siswa dengan siswa untukberkolaborasi memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan
cara-carayang kolaboratif seperti halnya menyelesaikan masalah yang terjadidalam kehidupan sosial
siswa.
B. Prinsip Model Pembelajaran Cooperative Script
Model pembelajaran cooperative script ini memiliki konsep dari the acleratedlearning,
active learning, dan cooperative learning. Maka prinsip-prinsip dalam model pembelajaran ini sama
108
dengan prinsip-prinsip yang ada pada model pembelajaran cooperative learning, prinsip-prinsipnya
yaitu :
1. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam dan berenag bersama.
2. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab
terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Siswa harus berpandanagn bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama .
4. Siswa harus berbagi tugas dan berbagi tanggung jawab, sama besarnya diantara para anggota
kelompok.
5. Siswa akan diberi suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi
seluruh anggota kelompok.
6. Siswa berbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerja sama selama
belajar.
7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang dipelajari dalam
kelompok kooperatif (Online, “karakteristik dan prinsip cooperative learning” : 2009)
C. Kelebihan Dan Kelemahan Dari Model Pembelajaran Cooperative Script
1. Kelebihan model pembelajaran cooperative script diantanya adalah sebagai berikut, Miftahul A’la
(2011: 98):
a. Melatih pendengaran, ketelitian/kecermatan.
b. Setiap siswa mendapatkan peran.
c. Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Istarani (2011), Model pembelajaran Cooperative Script baik digunakan dalam
pembelajaran untuk menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru (dalam pemecahan suatu
permasalahan), daya berfikir kritis serta mengembangkan jiwa keberanian dalam menyampaikan
hal-hal baru yang diyakininya benar.Model pembelajaran ini mengajarkan siswa untuk percaya
kepada guru dan lebih percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi dari
sumber lain dan belajar dari siswa lain. Siswa dilatih untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan
membandingkan dengan ide temannya, sehingga dapat membantu siswa belajar menghormati siswa
yang pintar dan siwa yang kurang pintar dan menerima perbedaan yang ada.
Model pembelajaran Cooperative Script merupakan suatu strategi yang efektif bagi siswa
untuk mencapai hasil akademik dan sosial termasuk meningkatkan prestasi, percaya diri dan
hubungan interpersonal positif antara satu siswa dengan siswa yang lain.Model pembelajaran
Cooperative Script banyak menyediakan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan
jawabannya dan menilai ketepatan jawaban, sehingga dapat mendorong siswa yang kurang pintar
109
untuk tetap berbuat (meningkatkan kemampuan berpikir kreatifsiswa). Model pembelajaran ini
memudahkan siswa melakukan interaksi sosial, sehingga mengembangkan keterampilan berdiskusi,
dan siswa bisa lebih menghargai orang lain.
2. Kelemahan model pembelajaran cooperative script diantanya adalah sebagai berikut,Miftahul A’la
(2011: 98):
a. Hannya digunakan untuk mata pelajaran tertentu.
b. Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hannya sebatas pada
dua orang tersebut).
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan
Model pembelajaran Cooperative Script ini. Tidak semua siswa mampu menerapkan Model
pembelajaran Cooperative Script, sehingga banyak tersita waktu untuk menjelaskan mengenai
model pembelajaran ini. Beberapa siswa mungkin pada awalnya takut untuk mengeluarkan ide,
takut dinilai teman dalam kelompoknya.Penggunaan Model pembelajaran Cooperative Script harus
sangat rinci melaporkan setiap penampilan siswa dan tiap tugas siswa, dan banyak menghabiskan
waktu untuk menghitung hasil prestasi kelompok.Model pembelajaran ini sulit membentuk
kelompok yang solid yang dapat bekerja sama dengan baik.Penilaian terhadap murid atau siswapun
secara individual menjadi sulit karena tersembunyi di dalam kelompok.
D. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Cooperative Script
Riayanto (2009:280), Langkah-langkah untuk menerapkan model pembelajran coopertive
script adalah sebagai berikut :
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagiakan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang
berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya, sementara pendengar :
a. Menyimak/mengoreksi/melengkapi ide-ide pokok yang kurang lengkap.
b. Membantu mengingat/menghafal ide/ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau
dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula berperan sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya.
Kemudian lakukan seperti kegiatan tersebut kembali..
6. Merumuskan kesimpulan bersama-sama siswa dan guru.
110
7. Penutup.
E. Aplikasi Model Pembelajaran Cooperative Script Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Berikut ini akan disajikan salahsatu cara mengaplikasikan model pembelajaran cooperative
script pada pembelajaran matematika pada materi “Trigonometri” SMA/MA di kelas X. Disini penulis
memodifikasi penggunakan model pembelajaran cooperative script tipe 3 dan memadukannya
dengan model pembelajaran numbered head together (NHT), dengan tujuan agar guru bisa
mengontrol sejauh mana pemahaman masing-masing siswa tentang materi. NHT merupakan salah
satu pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk menigkatkan penguasaan akademik.
Dalam model NHT setiap siswa akan diberikan nomer kemudian guru akan memanggil salah satu
nomer siswa dengan nomer yang dipanggil melaporkan hasil kerjasamanya. Agar sistem belajar lebih
menarik dansiswa lebih termotivasidiadakan sistim kompetisi antar kelompok, yaitu menjawab
latihan-latihan soal. Cara ini dimaksudkan agar dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenagkan dan tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Langkah-langkah aplikasi dari model
pembelajaran cooperative script adalah sebagai berikut :
1. Guru memulai pelajaran dengan mengucapkan salam dan kemudian meminta salah satu seorang
murid untuk memimpin do’a. Kemudian guru memberikan topik pembelajaran yang akan dipelajari,
yaitu tentang materi trigonometri dan memberikan sedikit pemjelasan tentang materi tersebut
sebagai pengantar kepada siswa.
2. Guru menuliskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam materi pembelajaran ini yaitu
berupa Standar Kopetensi (SK) dan Kompetensi Dasar. Misalnya :
3. Guru
membagi peserta didik dalam 2 tipe kelompok yaitu tipe A dan tipe B. Masing-masing kelompok
dalam tiap-tipe beranggotakan 4 orang (A-1= 4 orang, A-2 = 4 orang dst, B-1= 4, B-2 = 4 orang,
dst). Apabila menggunakan model pembelajaran cooperative script, guru tersebut alangkah lebih
N
OSTANDAR KOMPETENSI (SK) KOMPETENSI DASAR (KD)
1 Menggunakan perbandingan fungsi,
persamaan, dan identitas
trigonometri dalam pemecahan
masalah.
Melakukan manipulasi aljabar dalam
perhitungan teknis yang berkaitan
dengan perbandingan, fungsi,
persamaan, dan identitas
trigonometri.
111
baiknya/harus terlebih dahulu mengenal karakteristik dari masing-masing siswa, agar dalam
pembagian kelompok dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa sehingga mereka bisa saling
melengkapi dan membantu satu sama lain. Hal ini juga dapat mengakibatkan interaksi sosial antar
siswa menjadi semakin baik, bukan hanya kepada orang itu-itu saja.
4. Masing-masing kelompok tipe A dan B mengerjakan (mempelajari) kegiatan yang berbeda (Tipe A
mempelajari dan mengerjakan perbandingan trigonometri dan fungsi trigonometri, Tipe B
mempelajari dan mengerjakanidentitas trigonometri). Mereka bersama-sama dengan kelompok
yang beranggotakan 4 orang tersebut mempelajari (mendiskusikan) materi yang mereka dapatkan
sesuai tipe masing-masing, dan bersama-sama memecahkan materi yang belum mereka pahami.
Guru disini bertindak sebagai fasilitator.
5. Setelah siswa-siswa tersebut sudah selesai mendiskusikan dan memahami tentang materinya
masing-masing, kemudian guru mengelompokkan kembali dengan memasangkan 1 peserta didik
dari kelompok tipe A dengan 1 peserta didik dari kelompok tipe B, jadi mereka akan berpasang-
pasangan antara tipe A dengan tipe B (satu kelompok). Kemudian guru membagiakan nomer kepada
setiap siswa secara acak.
6. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang
berperan sebagai pendengar.
7. Seorang peserta didik bertugas sebagai pembicara, yaitu menyampaikan dan menjelaskan tugas dan
hasil tugasnya selengkap mungkin dan seorangnya lagi dari peserta didik sebagai pendengar yaitu
bertugas menyimak/mengoreksi/menunjukan ide-ide pokok pembahasan yang kurang lengkap.
8. Bertukar peran, yang semula sebagi pembicara berperan sebagai pendengar dan yang semula
sebagai pendengar berperan sebagai pembicara
9. Guru meminta salah satu pasangan untuk memperesentasikan hasil kegiatannya/diskusinya dengan
memanggil dari salah satu nomer siswa secara acak.
10. Diskusi kelas, semua siswa menanggapi hal-hal yang masih kurang jelas dan materi yang belum
dimengerti dan guru disini bertindak sebagai pemenengah untuk menjelaskan hal-hal yang masih
salah atau kurang tepat dan belum jelas kepada siswa.
11. Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi, yaitu penjelasan kembali materi yang masih
dianggap meragukan dan kurang jelas.
12. Untuk lebih memahami materi lebih baik lagi dan mngetahui kemampuan masing-asing siswa
dalam materi trigonometri , guru memberikan latihan soal untuk dijawab dan didiskusikan oleh
masing-masing kelompok yang beranggotakan dua orang tersebut. Masing-masing orang siswa harus
bisa mengerjakan soal tersebut bukan hannya salah satu dari anggota kelompoknya saja, anggota
yang bisa menjelaskan kepada anggota yang belum paham. karena guru akan memanggil nomer
112
secara acak, bagi siswa yang disebut nomernya harus mengerjakan soal tersebut dan
menerangkannya didepan kelas. Bagi siswa yang tidak bisa menjawab atau jawaban salah, maka
akan mendapatkan bintang merah yang artinya kelompok tersebut terancam kekalahan, dan apabila
jawaban yang disampaikan benar maka kelompok tersebut akan mendapatkan bintang kuning.
Kelompok yang mendapatkan bintang kuning yang paling banyak, maka kelompok tersebut menjadi
juara dan mendapat bingkisan (penghargaan kelompok) yang telah disediakan oleh gurunya, dan
sebaliknya apabila kelompok tersebut mendapatkan bintang merah terbanyak maka kelompok
tersebut kalah dan mendapatkan suatu hukuman, yaitu membersihkan kelas selama 3 hari berurut-
urut (menggantikan tugas piket). Jawaban yang salah langsung akan dijelaskan oleh guru tersebut.
Sesuai dengan pengalaman penulis yang pernah menjadi seorang siswa, pemberian hadiah dan
hukuman ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk aktif dan bersemangat dalam kegiatan
pembelajaran, karena siswa cenderung tertarik pada hal-hal yang sifatnya kompetisi. Mungkin dalam
satu kali pertemuan tidak akan cukup, ini bisa dilakukan dua kali pertemuan, pertemuan pertama
untuk pembahasan materi dan pertemuan kedua untuk latihan-latihan.
13. guru membimbing peserta didik menyusun kesimpulan dari materi trigonometri yang telah
disampaikan dengan menggunakan model cooperative script.
14. Guru memberikan evaluasi, soal dikerjakan masing-masing oleh siswa dan tidak boleh saling
membantu.
15. Guru mengucapkan alhamdulillah kemudian memberika kata mutiara “Semua orang terlahir genius
(Howard Gardner). Karena itu tak pantas bagi kita merasa rendah diri atau merendahkan orang lain”.
Kemudian memberikan salam.
Demikian merupakan salah satu cara atau kegiatan untuk mengaplikasikan model
pembelajaran cooperative script yang disajikan oleh penulis. Pada dasarnya tujuan dari
pembelajaran cooperatif script yaitu untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep,
kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat
yang bahagia dan memberikan kontribusi.
113
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Model pembelajaran Cooperative Script merupakan salahsatu cara atau strategi seorang
guru dalam menyampaikan materi pelajaran, yang diawali dengan membagi siswa kedalam
kelompok secil (satu kelompok terdiri dari dua orang/berpasangan), kemudian membagi materi ajar
kepada siswa untuk dipelajari dan membuat ringkasan materi tersebut. Disini siswa dilatih untuk
memberikan masukkan ide-ide atau gagasan baru kedalam materi ajar yang diberikan untuk
mengomunikasikannya kepada teman sekelompoknya secara bergantian, siswa akan saling
melengkapi satu sama lain. Dalam model pembelajaran ini mengikutsertakan semua siswa, sehingga
semua siswa akan ikut berperan aktif dalam pembelajaran, dan diharapkan bisa membuat siswa
bersemangat dalam belajar sehingga siswadapat memahami pelajaran dengan lebih mudah. Dalam
cooperative scrip ini mengandung suatu unsur kerjasama dalam kelompok yang membuat siswa
berperan aktif dalam pembelajaran, bukan guru. Guru bertindak sebagai fasilitator untuk
mengarahkan dan motivator bagi siswa.
114
DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, yatim. 2009. “Paradigma Baru Pembalajaran”. Jakarta : Kencana prenada media grup.
Drs. H. Isjoni, Msi. 2009. Cooperative Learning. Bandung: ALFABETA.
Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan : Media Persada. Dikutip dari
http://007indien.blogspot.com/2012/10/model-pembelajaran-cooperative-script.html . 05
Desember 2012, 19.43 (online).
Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practice . Third
Edition.Massachusetts: Allyn and Bacon.
Slavin, Robert E. 2008. “Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik (diterjemahkan dari Cooperative
Learning: theory, research and practice)”. Bandung : Nusa Media.
A’la, Miftahul. 2011. “Quantum Teaching”. Yogyakarta : Diva press.
Tampomas, Husain. 2003. “Sukses Ulangan dan Ujian Trigonomerti untuk SMU dan Sederajat”. Jakarta :
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Muniroh, Khayyizatul. 2010. “Implementasi Pembelajaran Dengan Model Cooperative Script sebagai
Usaha Untuk Meningkatkan Kreativitas Dalam Pemecahan masalah Matematika Siswa Kelas VIII MTs
Wahid Hasyim Sleman. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta (skripsi-khayyizatul muniroh.pdf.
online).
Anas Sudijono. 2003. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo. Dikutip dari
ttp://pecintailmuallah.blogspot.com/2012/05/media-pembelajaran-dikaitkan-dengan.html. 05
Desember 2012, 20.21 (Online).
http://ijahnurhadijah.blogspot.com/2013/03/model-pembelajaran-cooperative-script.html
115
Model pembelajaran Cooperative Script baik digunakan dalam pembelajaran untuk
menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru, daya berfikir kritis serta mengembangkan jiwa
keberanian dalam menyampaikan hal-hal baru yang diyakininya benar. Dari teori model
pembelajaran cooperative script ini dapat diambil apa yang menjadi kelebihan dan
kelemahannya.
Menurut Istarani (2011: 16), kelebihan model pembelajaran cooperative script
adalah :
1. Model pembelajaran Cooperative Script mengajarkan siswa untuk percaya kepada guru dan lebih percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain.
2. Model pembelajaran Cooperative Script mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya. Ini secara khusus bermakna ketika dalam proses pemecahan masalah.
3. Model pembelajaran Cooperative Script membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siwa yang kurang pintar dan menerima perbedaan yang ada.
4. Model pembelajaran Cooperative Script merupakan suatu strategi yang efektif bagi siswa untuk mencapai hasil akademik dan sosial termasuk meningkatkan prestasi, percaya diri dan hubungan interpersonal positif antara satu siswa dengan siswa yang lainmeningkatkan keterampilan manajemen waktu dan sikap positif terhadap sekolah.
5. Model pembelajaran Cooperative Script banyak menyediakan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan jawabannya dan menilai ketepatan jawaban.
6. Cooperative script suatu strategi yang dapat digunakan secara bersama dengan orang lain seperti pemecahan masalah
7. Cooperative script mendorong siswa lemah untuk tetap berbuat, dan membantu siswa pintar mengidentifikasi celah-celah dalam pemahamannya
8. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran Cooperative Script membantu memotivasi siswa dan mendorong pemikirannya.
9. Dapat memberikan kesempatan pada para siswa belajar keterampilan bertanya dan mengomentari suatu masalah
10. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan diskusi11. Memudahkan siswa melakukan interaksi sosial12. Menghargai ide orang lain yang dirasa lebih baik.13. Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
Selanjutnya yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran cooperative script,
yaitu :
1. Beberapa siswa mungkin pada awalnya takut untuk mengeluarkan ide, takut dinilai teman dalam kelompoknya.
2. Tidak semua siswa mampu menerapkan Model pembelajaran Cooperative Script . Sehingga banyak tersita waktu untuk menjelaskan mengenai model pembelajaran ini.
116
3. Penggunaan Model pembelajaran Cooperative Script harus sangat rinci melaporkan setiap penampilan siswa dan tiap tugas siswa, dan banyak menghabiskan waktu untuk menghitung hasil prestasi kelompok.
4. Sulit membentuk kelompok yang solid yang dapat bekerja sama dengan baik.5. Penilaian terhadap murid sebagai individual menjadi sulit karena tersembunyi di dalam
kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, kelebihan dan kelemahan tersebut diketahui yang menjadi
acuan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe cooperative script adalah
bagaimana kelebihan tersebut dapat digali dan diterapkan semaksimal mungkin sehingga
dapat menutupi kelemahan yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif tipe
cooperative script.
http://dormatio.blogspot.com/2013/05/kelebihan-dan-kelemahan-model.html
Model belajar Cooperative Script adalah model belajar dimana siswa bekerja secara berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Jadi model pembelajaran Cooperative Script merupakan penyampaian materi ajar yang diawali dengan pemberian wacana atau ringkasan materi ajar kepada siswa yang kemudian diberikan kesempatan kepada siswa untuk membacanya sejenak dan memberikan/memasukkan ide-ide atau gagasan-gagasan baru kedalam materi ajar yang diberikan guru, lalu siswa diarahkan untuk menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dalam meteri yang ada secara bergantian sesama pasangan masing-masing.
Langkah-langkah 1. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan2. Guru membagi wacana/materi untuk dibaca dan dibuat ringkasannya.3. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara
dan siapada yang berperan sebagai pendengar.4. Pembicara membacakan ringkasannnya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-
ide pokok kedalam ringkasannya. Sedangkan peserta didik yang lain berperan : a. Menyimak/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkapb. Membantu mengingat, menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan dengan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya.
Dan lakukan kembali kegiatan seperti diatas (langkah pada kegiatan 4)6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan materi pelajaran.7. Penutup
Keunggulan Model pembelajaran Cooperative Script baik digunakan dalam pembelajaran untuk menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru, daya berfikir kritis serta mengembangkan jiwa keberanian dalam menyampaikan hal-hal baru yang diyakininya benar. Sehubungan dengan itu maka kelebihan dari model pembelajaran Cooperative Script adalah sebagai berikut;
117
1. Model pembelajaran Cooperative Script mengajarkan siswa untuk percaya kepada guru dan lebih percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi dari sumber lain dan belajara dari siswa lain.
2. Model pembelajaran Cooperative Script mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya. Ini secara khusus bermakna ketika dalam proses pemecahan masalah.
3. Model pembelajaran Cooperative Script membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siwa yang kurang pintar dan menerima perbedaan yang ada.
4. Model pembelajaran Cooperative Script merupakan suatu strategi yang efektif bagi siswa untuk mencapai hasil akademik dan social termasuk meningkatkan prestasi, percaya diri dan hubungan interpersonal positif antara satu siswa dengan siswa yang lain.
5. Model pembelajaran Cooperative Script banyak menyediakan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan jawabannya dan menilai ketepatan jawaban.
6. Model pembelajaran Cooperative Script mendorong siswa yang kurang pintar untuk tetap berbuat
7. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran Cooperative Script membantu memotivasi siswa dan mendorong pemikirannya.
8. Dapat meningkatkan atau mengembangkan keterampilan berdiskusi.9. Memudahkan siswa melakukan interaksi social10. Menghargai ide orang lain.11. Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
Kelemahan Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan Model pembelajaran Cooperative Script ini. Adapun yang menjadi kekurangan dari Model pembelajaran Cooperative Script ini adalah :
1. Beberapa siswa mungkin pada awalnya takut untuk mengeluarkan ide, takut dinilai teman dalam kelompoknya.
2. Tidak semua siswa mampu menerapkan Model pembelajaran Cooperative Script . Sehingga banyak tersita waktu untuk menjelaskan mengenai model pembelajaran ini.
3. Penggunaan Model pembelajaran Cooperative Script harus sangat rinci melaporkan setiap penampilan siswa dan tiap tugas siswa, dan banyak menghabiskan waktu untuk menghitung hasil prestasi kelompok.
4. Sulit membentuk kelompok yang solid yang dapat bekerja sama dengan baik.5. Penilaian terhadap murid sebagai individual menjadi sulit karena tersembunyi di dalam
kelompok.
http://esempen2palki.blogspot.com/2012_12_01_archive.html