Upload
prazetyo-dwi
View
755
Download
39
Embed Size (px)
Citation preview
1
MODUL MATA PELAJARAN
KIMIA ANALISIS I
DI SUSUN OLEH:
Dra. Any Guntarti, M.Si.,Apt
Mustofa Ahda, M.Sc
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2014
2
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT,
sehingga kami dapat menyelesaikan bahan ajar mata kuliah Kimia Analisis 1.
Mata Kuliah Kimia Analisis 1 diberikan di semester 2 dengan bobot 2 sks.Buku ajar
ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil.
Maka pada kesempatan ini selaku pengampu mata kuliah kimia analisis 1 mengucapkan
banyak terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Dr. Dyah Aryani P, Ph.D., M.Si., Apt.
2. Bapak Mustafa Ahda, M.Sc. selaku tim teaching
3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu
terselesainya bahan ajar mata kuliah kromatografi.
Semoga Alloh SWT membalas semua amal ibadah kita dengan pahala yang
setimpal.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, 1 Februari 2014
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul I
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I PENDAHULUAN KIMIA ANALISIS 4
BAB II LAJU DAN KECEPATAN REAKSI 12
BAB III TAHAPAN ANALISIS 23
BAB IV IDENTIFIKASI KATION 27
BAB V IDENTIFIKASI ANION 37
BAB VI STATISTIK DAN ANALISIS 42
BAB VII KSP 52
BAB VIII DASAR-DASAR ANALISIS KUANTITATIF 60
BAB IX GRAVIMETRI 68
BAB X PENGANTAR VOLUMETRI 78
BAB XI ARGENTOMETRI 85
DAFTAR PUSTAKA 91
4
BAB I PENDAHULUAN KIMIA ANALISIS
A. Kompetensi Dasar Mahasiswa dapat mengenal ilmu analisis kualititatif dan kuantitatif
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan ilmu analisis
2. Mampu menjelaskan sejarah
3. Mampu menjelaskan pentingnya analisis kualitatif dan kuantitatif
C. Pokok Bahasan : pendahuluan
Sub Pokok Bahasan :
1. Ruang Lingkup Kimia Analisis
2. Aplikasi Kimia Analsis
3. Pentingnya memahami kimia analisis
4. Kasus kimia Analisis
MATERI : PENDAHULUAN KIMIA ANALISIS
Kimia analisis merupakan cabang ilmu kimia farmasi yang mempelajari tentang
identifikasi (kualitatif) dan banyaknya suatu senyawa dalam suatu sampel sediaan. Kimia
analisis dibantu oleh ilmu lain yaitu ilmu statistik yang bertujuan untuk membantu
menginterprestasikan data-data yang diperoleh selama proses analisis. Sampel disini dapat
berupa senyawa organik dan senyawa organik. Selain itu sediaan sampel secara fisik dapat
dalam bentuk sediaan obat, sediaan makanan, sediaan kosmetika, bahan hayati (darah,
saliva, urin, feses, cairan tubuh lainnya), sampel lingkungan, bahan impurity.
Secara umum kimia analisis dibedakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Kimia
analisis kualitatif dapat diartikan dengan dibantu pertanyaan APA . Sedangkan untuk kimia
analisis kuantitatif dapat dibantu dengan pertanyaan BERAPA.
5
Materi yang akan dibahas dalam mata kuliah kimia analisis 1 (semester 2) yaitu :
No Minggu Ke Materi Dosen
1 1 Pendahuluan Kimia Analisis Any Guntarti
2 2 Laju dan Kecepatan Reaksi Mustafa Ahda
3 3 Tahapan Analisis Any Guntarti
4 4 Identifikasi Kation Any
5 5 Identifikasi Kation Any
6 6 Identifikasi Anion Mustafa
7 7 Statistik Dalam Analisis Mustafa
UTS
8 8 KSP Mustafa
9 9 Dasar- Dasar Analisis Kuantitatif Mustafa
10 10 Gravimetri Mustafa
11 11 Gravimetri Mustafa
12 12 Pengantar Volumetri Any
13 13 Argentometri Any
14 14 Argentometri Any
UAS
Kimia Analisis kuantitatif dapat dibedakan menjadi :
1. Analisis Kuantitatif secara konvensional yang meliputi :
a. Metode Netralisasi (Asidi-Alkalimetri).
b. Metode Oksidimetri (Permanganometri, Iodimetri, Idometri, Bromometri,
Bromatometri, Serimetri, Yodatometri)
c. Metode Argentometri
d. Metode Kompleksometri
e. Metode Khusus ( Nitrimetri, Titrasi Toluen, ....
2. Analisis Instrumental yang terdiri dari :
a. Spektrofotometri (UV, Visibel, Fluorosenci, Serapan Atom)
6
b. Kromatografi (Densitometri, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi/KCKT,
Kromatografi Gas/KG)
Dalam mempelajari kimia analisis kualitatif lebih sulit dibandingkan analisis
kuantitatif. Hal yang harus diperhatikan dalam analisis kualitatif yaitu :
2. Jenis reaksi yang terjadi.
3. Mengetahui dan faham sifat analit/senyawa yang akan dianalisis.
Sedangkan hal yang harus diperhatikan dalam analisis kuantitatif yaitu :
1. Melakukan pengukuran ulang/replikasi.
2. Mengetahui jumlah zat aktif dalam sampel sediaan.
3. Setiap pengukuran pasti ada errornya/kesalahan.
4. Memperhatikan kriteria metode yang dipilih.
5. Dibantu oleh statistik untuk mengambil kesimpulan
Ruang lingkup yang akan dipelajari dalam kimia analisis kualitatif adalah :
1.Analisis Organoleptis yang meliputi warna, bau , rasa.
Misal :
� Warna : vitamin B1, B2, B6, B12
� Bau : kunyit, kencur, kunci
� Rasa : tanin, alkaloida, saponin
2. Kandungan bahan dalam sampel
Misal :
� Sampel Obat : Vitamin C, Parasetamol, Antalgin, Theofillin, dll
� Sampel Makanan : glukosa, protein, lemak
� Bahan Tambahan Makanan (BTM) : sakarin, Na Benzoat, Na Nitrit
� BTM yang dilarang : Rhodamin, Boraks, Formalin
� Sampel Kosmetika : shampo, kosmetika rambut, antiperspiran, bedak, tabir surya, dll
� Sampel Limbah : Limbah industri, Limbah Rumah Sakit, Limbah Rumah Tangga
� Sampel cairan hayati : darah, urin, feses, saliva, dll
� Dll
7
3. Data Spektrofotometri
Misal
� Panjang gelombang (nm) Ultra Violet, Visibel, fluorosenci
Respon Absorbansi (A), Emisi (I)
Spektrum beta-karoten standart
Spektrum Beta karoten pada paprika warna kuning
8
• Bil gelombang (cm-1) IR
Respon gugus fungsi
Data spektogram IR ekstrak etanol kulit buah manggis
4. Data kromatografi
Misal
• Kromatografi planar : Rf/Rh
Main chemical constituents are - Hydroxyanthraquinone Rhein
(Rf 0.45) � non polar
- Tannin (Rf 0.02) � polar
9
Kromatografi kolom : tR
Data kuantitatif : AUC (Area Under Curva)
10
Kasus-kasus yang Hubungannya dengan Ilmu Kimia Analisis adalah :
1.Tragedi Talidomida
Merupakan senyawa obat turunan amfetamin. Terjadi tragedi sekitar tahun 1955 –
1961. Obat ini digunakan oleh Ibu hamil sebagai anti muntah dan penenang. Karena
penggunaannya terlalu berlebihan, maka banyak bayi lahir cacat bawaan, yaitu tidak punya
tangan dan kaki. Akhirnya pada tahun 1962 amfetamin dilarang digunakan
2. Tragedi Minamata (Jepang) dan Teluk Buyat (Indonesia)
Minamata adalah nama dari sebuah teluk yang ada di Jepang. Nippon Nitrogen
Fertilizer, 1908, cikal bakal Chisso Co Ltd dengan produksi utama pupuk urea menggunakan
merkuri sebagai katalisator dan kemudian membuang limbahnya langsung ke teluk
Minamata. Tahun 1956 kecurigaan mulai muncul setelah direktur RS Chisso melaporkan ke
Pusat Kesehatan Masyarakat Minamata atas masuknya gelombang pasien dengan gejala
sama : kerusakan sistem saraf. Pada tahun 1963 para peneliti dari Universitas Kumamoto
sudah menyebutkan bahwa penyebabnya adalah senyawa metil-merkuri yang ada pada
kerang teluk tersebut dan pada limbah yang ada di sana. Pada tahun 1965, efek dari limbah
merkuri menyebar ke Prefektur Niigata daerah tetengga dari Minamata, dan pada tahun
1968 pemerintah Jepang baru menyadari bahwa sumbernya adalah senyawa metil-merkuri
yang dibuang Chisso. Pada level yang ringan ditemukan orang-orang dengan mulut kebal
sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan
sering sakit kepala. Suatu hal yang sepertinya berupa keluhan biasa-biasa saja, tetapi
membuat hidup sehari-hari menjadi susah.
Pada level berikutnya, mereka yang terserang sistem sarafnya, termasuk otak, tidak
bisa mengendalikan gerakan-gerakan tangan dan kakinya, telinga berdenging sampai tuli,
daya pandang mata menyempit, bicara susah, dan gerakan tubuh secara keseluruhan jadi
sulit. Sebagian lagi pingsan, gila, atau mati dalam sebulan setelah serangan penyakit ini.
Yang mengerikan, banyak bayi-bayi yang dilahirkan dengan cacat bawaan.
Akibat penggunaan logam Hg yang berlebihan dan mencemari lingkungan, sehingga
terjadi bioakumulasi didalam Teluk Minamata dan teluk Buyat. Timbul pencemaran
lingkungan dengan munculnya gejala-gejala keracunan logam Hg.
11
3. Tragedi Napoleon
Seorang Raja dari Negara Perancis, yang awalnya meninggal dengan dugaan
akibat serangan jantung. Kurang lebih 10 tahun, dibongkar makamnya, diambil sampel
rambutnya. Diuji laboratorium kadar As (logam arsen) sangat tinggi. Kesimpulan, Napoleon
meninggal karena diracun.
4. Keracunan Obat, Makanan, Kosmetika, Bahan Tambahan Makanan/BTM.
Misalnya : Keracunan Al (khelating agent) protein
Boraks, Rhodamin, Formalin, merupakan BTM yang dilarang
Sakarin, Benzoat, NaNO2 , merupakan BTM tetapi ada batasannya
Pemutih untuk kosmetika (hidroquinon, Hg)
5. Limbah Lingkungan / Pencemaran
Misalnya : Pencemaran Udara : SO2, CO2, NO2, CH4
Pencemaran Tanah : pestisida, logam berat
Pencemaran Air : limbah organik, unorganik, mikroba.
Pencemaran emisi : radiasi
Pencemaran Bahan Berbahaya (lab., HC, dll)
12
BAB II
LAJU REAKSI
A. Kompetensi Dasar Mahasiswa dapat memehami tentang laju reaksi dalam reaksi kimia
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan definisi laju reaksi
2. Mampu menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
3. Mampu menjelaskan hubungan konsentrasi terhadap laju reaksi
C. Pokok Bahasan : pendahuluan
Sub Pokok Bahasan :
1. Definisi laju reaksi dan
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
3. Hubungan konsentrasi terhadap laju reaksi
MATERI : LAJU REAKSI
Definisi Laju
Reaksi kimia dapat berlangsung secara cepat dan dapat juga berlangsung secara
lambat. Hal ini karena reaksi kimia sangat tergantung pada laju reaksinya. Oleh karena itu
maka memahami laju reaksi suatu reaksi kimia sangat penting. Reaksi kimia sendiri selalu
berkaitan dengan perubahan reaktan menjadi produk. secara singkat apabila senyawa A
berubah menjadi senyawa B dapat dituliskan sebagai berikut :
Reaksi kimia:
A → B
dimana : A sebagai Pereaksi atau reaktan
B sebagai produk
Perubahan senyawa A menjadi B diikuti dengan adanya penurunan konsentrasi A dan
penambahan konsentrasi B. Hal ini sering kita kenal dengan istilah laju. Laju reaksi
didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi reaktan persatuan waktu ataupun penambahan
konsentrasi produk persatuan waktu (Gambar 1).
13
Gambar 1. Perubahan produk dan pereaksi selama waktu t
Misalkan peruaian N2O5 membentuk NO2 dan O2 maka definisi laju reaksinya :
reaksi :
a. Berkurangnya konsentrasi N2O5 dalam satuan waktu
b. Bertambahnya mol NO2 dan O2 dalam satuan waktu
definisi laju reaksi kimia dapat ditentukan dengan persamaan secara matematis yang
ditulis sebagai berikut :
Contoh penerapan definisi laju reaksi sebagai berikut :
Persamaan laju reaksi dapat ditulis
Persamaan Laju Reaksi
Laju reaksi memiliki hubungan kuantitatif dengan perubahan konsentrasi dan persamaan
laju reaksinya dapat dituliskan :
dimana : k sebagai konstanta laju reaksi
x sebagai orde reaksi
14
Contoh penerapan persamaan laju reaksi dalam reaksi peruaian N2O5 ialahH
Reaksi
Persamaan laju reaksi peruaian N2O5 dapat dituliskanH
Persamaan laju reaksi peruaian N2O5 secara lengkap dapat dituliskan sebagai berikutH
sehingga persamaan lajunya dapat dituliskan menjadi
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
a. Luas permukaaan sentuh zat yang bereaksi
Pengaruh luas permukaan sentuh mampu mempengaruhi laju reaksi didasarkan
pada proses tumbukan. semakin besar proses tumbukan terjadi maka laju reaksi
akan meningkat. Hal ini berarti apabila luas permukaan sentuh meningkat maka
ukuran partikel molekul tersebut makin kecil sehingga kemungkinan tumbukan
semakin banyak dan mampu meningkatkan laju reaksi. Kasus pada benda yang
memiliki luas permukaan yang kecil maka proses tumbukan yang terjadi semakin
kecil sehingga laju reaksinya semakin lambat. Ilustrasi pengaruh luas permukaan
sentuh seperti Gambar 2.
15
Gambar 2. Ilustrasi pengaruh luas permukaan dalam pembentukan produk
b. Konsentrasi zat yang bereaksi
Luas permukaaan sentuh dan konsentrasi reaktan/pereaksi merupakan factor
internal dalam mempengaruhi laju reaksi. konsentrasi reaktan dapat meningkatkan
laju reaksi karena semakin tinggi konsentrasi maka jumlah partikelnya akan semakin
banyak sehingga kemungkinan proses tumbukan akan semakin besar terjadi
sehingga pembentukan produk semakin cepat. Oleh karena itu maka reaksi akan
lebih cepat terjadi.
c. Suhu lingkungan saat bereaksi
Laju reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. suhu dan katalis merupakan
factor eksternal yang mempengaruhi laju reaksi. pengaruh suhu terhadap laju reaksi
karena mampu meningkatkan energy kinetic dari reaktan/pereaksi sehingga molekul
yang mencapai energy aktivasi tumbukannya semakin meningkat dan hal ini
menyebabkan meningkatkan laju reaksinya. Hal ini sesuai seperti apa yang
dikemukakan oleh Arrhenius pada persamaan berikut :
Dimana :
k = konstanta laju
A = faktor frekuensi
Ea = energi aktivasi (J/mol)
R = kostanta gas (8,314 J/K.mol)
T = suhu mutlak (K)
16
d. Katalis yang digunakan dalam reaksi
Penggunaan katalis berfungsi untuk menurunkan energy aktivasi sehingga mampu
memperbanyak terjadinya tumbukan (Gambar 3). Oleh karena itu penggunaan
katalis dapat mempercepat laju reaksi. Pengaruh katalis dalam reaksi :
a. Terlibat dalam jalannya reaksi akan tetapi akan dilepaskan kembali setelah
reaksi
b. Mempercepat laju reaksi
c. Menurunkan energy aktivasi, tetapi tidak menurunkan energy enthalpi
Gambar 3. katalis dalam menurunkan energy aktivasi suatu reaksi
Orde reaksi
Orde reaksi merupakan pangkat konsentrasi yang menunjukkan tinggkat reaksi suatu zat
dan yang perlu diperhatikan bahwa orde reaksi tidak ditentukan berdasarkan koefisien
reaksinya akan tetapi berdasarkan hasil eksperimental.
beberapa jenis orde reaksi yang umum ialahH
a. Orde Nol
Suatu reaksi yang memiliki orde reaksi nol maka laju reaksinya tidak dipengaruhi
oleh konsentrasi (konstan).
Oleh karena itu laju reaksinya digambarkan seperti Gambar 4.
Gambar 4. Laju reaksi dengan orde reaksi nol
17
b. Orde Satu
Laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi/reaktan. Apabila
konsentrasi dinaikkan dua kali maka laju reaksinya akan lebh cepat dua dua kali dari
semula.
Gambar 4. menunjukkan hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi dimana
kenaikan konsentrasi dapat meningkkatkan laju reaksinya (Gambar 5)
Gambar 5. Laju reaksi dengan orde 1
c. Orde Dua
Laju reaksi pada reaksi yang memiliki orde reaksi dua maka kenaikan laju reaksinya
akan sebanding dengan kenaikkan konsentrasinya pangkat dua. apabila
konsentrasinya dinaikkan dua kali maka laju reaksinya akan lebih cepat empat kali
dibandingkan semula.
Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi untuk reaksi yang memiliki orde dua
seperti Gambar 6.
Gambar 6. Laju reaksi dengan orde 2
d. Orde Tiga
Reaksi yang memiliki orde tiga maka laju reaksinya akan sebanding dengan
kenaikkan konsentrasinya pangkat 3.
18
Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi pada reaksi yang memiliki orde 3 seperti
Gambar 7.
Gambar 7. Laju reaksi dengan orde 3
Penentuan Orde Reaksi
Orde reaksi itu tidak ditentukan dari koefisien reaksi, akan tetapi orde reaksi ditentukan dari
hasil eksperimental. Penentuan orde reaksi dapat ditentukan dengan cara membandingkan
antara dua percobaan dan senyawa lain harus dibuat tetap.
Contoh :
Hasil eksperimen suatu peruaian N2O5 sebagai berikut :
Reaksi
Berapa orde reaksi NO dan Br2 dan orde reaksi totalnyaH.?
jadi orde reaksi NO adalah 1
19
Jadi Orde reaksi Br2 adalah 2
Orde reaksi total adalah 1+2 = 3
maka persamaan laju reaksinya dapat dituliskanH
Penentuan orde reaksi dapat juga ditentukan dari hasil integral berdasarkan hasil
eksperimental dengan mengamati perubahan konsentrasi reaktan/pereaksi dan produk
dalam waktu.
Hasil integral beberapa orde sebagai berikut :
Reaksi :
A → B
a. Orde nol
Proses reaksi kimia yang laju reaksinya memiliki orde nol dapat ditentukan proses
laju reaksinya dengan membuat plot grafik antara [At] vs t. Hal ini karena hasil
integralnya memilki persamaan :
Grafik antara [At] vs t, akan membentuk suatu grafik linier seperti Gambar 8.
Gambar 8. ploting [At] vs t
20
b. Orde Satu
Prose reaksi kimia yang laju reaksinya memiliki orde satu maka proses laju reaksinya
dapat ditentukan dengan membuat plot ln [At] vs t. Hal ini karena hasil integralnya
memiliki persamaan :
Grafik antara ln [At] vs t, akan membentuk suatu grafik linier seperti gambar 9.
Gambar 9. Ploting ln[At] vs t
c. Orde dua
Reaksi yang laju reaksinya memiliki orde 2 maka penentuan laju reaksinya dapat
dilakukan dengan membuat plot 1/[At] vs t. Hal ini karena hasil integralnya seperti
persamaan :
Grafik antara 1/[At] vs t, akan membentuk grafik linier seperti gambar 10.
Gambar 10. Ploting 1/[At] vs t
21
Hasil grafik tersebut kemudian dicari harga korelasinya (r), dimana harga r
yang mendekati 1 atau -1 yang dipilih bahwa reaksi tersebut mengikuti orde yang
harga r mendikati 1 atau -1. Ringkasan tentang laju reaksi dan waktu paruh seperti
tabel berikut :
Contoh Soal
1. Tentukan orde reaksi total dan laju reaksinya berdasarkan data dan reaksi berikut.
Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g) → 2NOBr(g)
No. (NO) mol/l (Br2) mol/l Kecepatan Reaksi
mol / 1 / detik
1. 0.1 0.1 12
2. 0.1 0.2 24
3. 0.1 0.3 36
4. 0.2 0.1 48
5. 0.3 0.1 108
2. Pada penentuan kecepatan reaksi :
As. Salisilatawal (M) As. Asetat anhidrat awal (M) Kecepatan reaksi (M/s)
0.1 0.20 0.02
0.2 0.20 0.08
0.3 0.20 0.18
0.3 0.40 0.36
0.3 0.60 0.54
22
Data di atas tentukan:
a. orde reaksi x
b. orde reaksi y
c. orde reaksi total
d. persamaan laju reaksi
e. ketetapan laju reaksi
3. Tentukan orde dan persamaan laju reaksinya dari data berikut ini.
23
BAB III
TAHAPAN DALAM ANALSIS
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami tahapan dalam analisis kualitatif dan
kuantitatif
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan teknik pengambilan sampel
2. Mampu menjelaskan teknik preparasi sampel sebelum analisis
3. Mampu menjelaskan kesalahan-kesalahan dalam proses analisis
4. Mampu menjelaskan kriteria suatu metode.
C. Pokok Bahasan : Tahapan Analisis
Sub Pokok Bahasan :
1. Cara Pengambilan
2. Preparasi sampel
3. Kesalahan dalam analisis
4. Kriteria suatu metode analisis
MATERI : TAHAPAN ANALISIS
Dalam suatu analisis, tahapan sangatlah menentukan keberhasilan tujuan
analisisnya. Oleh karena mahasiswa perlu memahami dan merencanakan bagaimana
tahap-tahap dalam analisis. Dalam analisis kuantitatif, tahapan analisisnya yaitu :
1.Pengambilan sampel
Pengambilan sampel merupakan masalah yang sangat penting dalam analisis kimia.
Sebab untuk mengetahui kadar suatu senyawa tertentu dalam sejumlah bahan/obat yang
diambil dari bahan/obat yang diselidiki, yang disebut SAMPEL. Cara pengambilan sampel
padat berbeda dengan cara pengambilan zat cair, dan berbeda pula dengan gas.
Berdasarkan prinsip tersebut dikenal 2 macam cara pengambilan sampel dalam analisis
yaitu :
24
a. Random / acak : Cara pengambilan sampel ini dilakukan terhadap bahan
yang serba homogen atau dianggap serba sama. Misalnya : larutan sejati,
batch tablet, ampul dan sebagaimana.
b. Representatif : Jika yang diambil sampelnya tidak homogen. Dalam hal ini
pengambilannya harus dilakukan pada tempat yang berbeda (atas,
bawah, tengah, samping, dsb). Kemudian dicampur secara homogem,
kemudian sampel diambil secara random untuk dianalisis. Cara ini
biasanya dilakukan untuk sampel nabati, misalnya : serbuk opium, daun
digitalis.
2. Mengubah analit
Mengubah analit disesuaikan dengan tujuan analisisnya. Yaitu mengubah analit
berdasarkan sifat kimia yang digunakan. Misalnya senyawa bentuknya garam, ingin
digunakan dalam bentuk bebasnya (apakah asam atau basa), maka diawali dengan proses
salting out. Sehingga akan sesuai dengan metode yang dipilih.
3.Pengukuran
Pengukuran disini merupakan hasil pengolahan data yang diperoleh dari proses
percobaan di laboratorium. Pengukuran harus memenuhi syarat kaidah pengukuran secara
kuantitatif. Alat yang digunakan, timbangan yang digunakan, dll.
4. Perhitungan
Dalam kimia analisis untuk menampilkan hasil akhir dibantu dengan ilmu statistika,
yang mempunyai tujuan untuk menginterprestasikan data yang diperoleh. Walaupun
berbeda tetapi jika uji statistik menyatakan tidak berbeda, maka yang dipilih sesuai dengan
kesimpulan uji statistik.
validasi analisis
Penimbangan
Tujuan penimbangan dalam kimia analisis adalah untuk mengetahui kuantita bahan
dalam analisis. Neraca analitik mempunyai ketelitian baca : 0,1 mg. Daya muat 100 – 200 g.
Ada 4 sikap menimbang menimbang
1. Skip nol (a)
25
2. Sikap setimbang (b)
3. Sikap setimbang + 1 mg (c)
4. Sikap nol (d)
Kepekaan : b – c = e
Sikap nol rata-rata : a + d / 2 = f
Berat sampel = berat (g) + (b-f/e) mg
Syarat-syarat neraca yang baik :
1.Akurat/teliti.
2.Stabil.
3.Peka (pada muatan rata-rata harus menunjukkan berat sampai 0,1 mg)
Cara Preparasi sampel sebelum dianalisis
1.Mengetahui Senyawa aktif yang dianalisis
a. Tunggal, atau campuran.
b. Kenali sifat fisika kimia
2. Jenis sampel, apakah bentuk sediaan cair, padat, gas, semi padat.
3. Perkiraan Kadar.
4. Pemilihan Metode.
Faktor-Faktor dalam pemilihan metode :
1. Tujuan analisis
2. Macamnya bahan yang akan digunakan
3. Jumlah bahan
4. Validasi yang diinginkan
5. Lamanya waktu yang diinginkan
6. Peralatan yang tersedia
26
Kesalahan dalam analisis kuantitatif 1.Kesalahan random / indeterminate error
Kesalahan ini biasanya merupakan kesalahan kecil sehingga nilai rata-rata yang
diperoleh tidak begitu menyimpang jauh dari nilai sesungguhnya (true value) Kesalahan ini
akan diperkecil dengan melakukan pengukuran yang berulang-ulang. Kesalahan random
dapat digambarkan sebgai kurva normal. Kesalahan random tidak bisa dihindari tetapi dapat
diminimalkan.
2. Kesalahan sistematik / determinate error
Kesalahan ini berbeda dengan kesalahan random, kesalahan ini bersifat
ajeg/konstan yang menyebabkan penyimpangan tertentu dari rata-rata. Diantaranya :
kesalahan personal dan operasi, kesalahan alat dan pereaksi, kesalahan metode. Untuk
menghindari kesalahan ini dapat dengan : kalibrasi, penetapan blangko, penetapan kontrol,
penetapan satu seri PK, PK dengan berbagai metode.
3. Gross error
- diulang
- dideteksi dari awal
Sumber Kesalahan
1. Sampling
2. Penimbangan
3. Alat
4. Personil
5. Prosedur
6. Metoda
Kriteria Suatu Metoda 1.Tepat (Precise) : Dalam satu seri pengukuran dapat diperoleh hasil yang satu sama lain
hampir sama. Dalam hal ini seringkali ada 2 istilah yaitu (a) Keterulangan (repeatibility) yaitu
ketepatan pada kondisi percobaan yang sama baik orangnya, alatnya, tempat, dan
waktunya dan (b) Ketertiruan (reproducibility) yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang
berbeda baik orangnya, peralatan, tempat, dan waktunya.
2. Teliti (accurate) : nilai rata-rata sangat dekat dengan nilai sesungguhnya (true value)
x = ц
3. Selektif : Untuk senyawa campuran
4. Sensitif : Untuk kadar rendah
5. Spesifik : Hanya senyawa tertentu
6. Praktis :Mudah dan murah
27
BAB IV PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI KATION
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami pemisahan dan identifikasi kation golongan I, II. III
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.Mampu menjelaskani pemisahan kation gologan I
2. Mampu menjelaskani pemisahan kation gologan II
3.Mampu menjelaskani pemisahan kation gologan III
4.Mampu menjelaskani pemisahan kation gologan IV
5.Mampu menjelaskani pemisahan kation gologan V
C. Pokok Bahasan : Penggolongan dan Identifikasi Golongan
Sub Pokok Bahasan :
1.Pemisahan golongan I dan identifikasinya
2.Pemisahan golongan II dan identifikasinya.
3.Pemisahan golongan III dan identifikasinya.
4.Pemisahan golongan IV dan identifikasinya.
5.Pemisahan golongan V dan identifikasinya.
MATERI : IDENTIFIKASI KATION
Dalam analisis kualitatif kation dan anion, ada tiga skala yaitu Zat yang dirujuk dalam
konstituen mayor apabila kandungan zat yang dirujuk > 1 %, konstituen minor apabila zat
yang dirujuk 0,01 – 1 %, sedangkan yang termasuk trace elemen < 0,01 %. Istilah tersebut
sangatlah kasar, yang harus diingat adalah konsentrasi ion-ion tidak berubah. Untuk pilihan
analisis biasanya menggunakan analisis makro dan semimikro. Tehnik penggunakan
semimikro mempunyai keuntungan, yaitu :
1.Lebih hemat dalam skala laboratorium.
2. Kecepatan reaksi lebih tinggi dengan penggunaan bahan yang kecil.
3. Ketajaman pemisahan lebih efisien.
4. Pengguaan H2S yang lebih sedikit.
5. Ruangan lebih hemat/kecil.
6. Bahan-bahan untuk latihan kuantitas yang lebih sedikit.
28
Analisis kualitatif menggunakan 2 macam uji, yaitu uji kering dan uji basah.
A. Uji kering
Uji ini jarang digunakan, tetapi seringkali uji kering ini memberikan manfaat dalam
waktu yang singkat dalam skala tertentu. Jenis-jenis uji reaksi kering :
1. Uji pemanasan
zat ditaruh dalam tabung reaksi kecil, dipanasi dalam sebuah nyala Bunsen. Hasil
pengamatan dapat berupa peristiwa sublimasi, penguapan, pelelehan, penguraian,
perubahan warna, keluarnya gas tertentu yang dapat dikenali.
2. Uji Pipa Tiup
Dengan menggunakan nyala Bunsen, dapat diamati suatu nyala mereduksi dan nyala
mengoksidasi.
3. Uji Nyala
Dapat dipelajari dari sturuktur nyala Bunsen tak terang. Struktur nyala Bunsen tak
terang terdiri dari 3 bagian. Yaitu (1) kerucut biru dalam ADB , yang terdiri dari sebagian
besar dari gas yang terbakar (2) ujung terang D, (3) selubung luar ACBD, disini terjadi
pembakaran sempurna.
Bagian-bagian utama nyala, menurut Bunsen, dinyatakan seperti dalam gambar dibawah ini
Zona temperatur bawah (a) dimanfaatkan untuk menguji zat-zat yang atsiri (mudah
menguap).
Bagian terpanas nyala (b) yang digunakan sebagai pelelehan dan terletak kira-kira
sepertiga ketinggian nyala dan sama jauh dari selubung dalam dan selubung luar.
Zona mengoksidasi bawah (c) terletak pada batas luar b ,digunakan untuk mengoksidasi
yang larut dalam manik boraks, Na2CO3.
Zona pengosida atas (d) terdiri dari ujung tidak terang dari nyala , banyak oksigen di zona
ini, tidak sepanas di zona c., semua proses oksidasi dapat dilakukan disini.
29
Zona mereduksi atas (e) adalah ujung kerucut biru dalam, kaya akan Karbon yang dapat
memijar, digunakan untuk mereduksi kerak menjadi logam.
Zona mereduksi bawah (f) terletak pada pinggir dalam dari selubung disebelah kerucut
biru, disini gas –gas pereduksi bercampur dengan oksigen dari udara, kurang kuat bila
dibandingkan dengan e dalam hal mereduksi
.
5. Uji Manik Boraks
Sehelai kawat platinujm digunakan untuk uji manik boraks. Ujung kawat dibelokkan
menjadi suatu lingkaran kecil. Lingkaran dipanasi dalam nyala Bunsen sampai membara,
kemudian dengan cepat dibenamkan dalam bubuk boraks Na2B4O7.10H2O. Zat padat yang
menempel ditaruh dalam bagian yang terpanas; maka garam akan membengkak ketika
melepaskan air kristalnya dan akan menyusut sebesar lingkaran dalam kawat platina.
Bentuk manik mirip kaca, tembus cahaya, tidak berwarna, terbentuk Natrium metaborat dan
anhidrida borat. Reaksi :
Na2B4O7 2NaBO2 + B2O3
Manik yang kharasteristik berwarna, dihasilkan dengan garam Cu, Fe, Cr, Mn, Co
dan Ni. Manik borat berwarna karena terbentuknya borat berwarna. Misal garam Cu dalam
nyala mengoksid diperoleh :
Na2B4O7 2NaBO2 + B2O3
CuO + B2O3 Cu (BO2)2
6. Uji Manik Fosfat
Manik fosfat dibuat sama dengan manik boraks, hanya disini digunakan garam
Natrium amonium hidrogen fosfat tetrahidrat : Na(NH4)HPO4.4H2O. Manik tidak
berwarna,tembus cahaya, mengandung natrium metafosfat :
Na(NH4)HPO4 NaPO3 + H2O + NH3
Bereaksi dengan oksida logam untuk membentuk metafosfat, yang seringkali
berwarna. Manik fosfat biru diperoleh dengan garam Co.
NaPO3 + CoO NaCoPO4
7. Uji Manik Natrium Karbonat
Uji manik ini disiapkan dengan melelehkan sedikit Na2CO3 pada lingkaran kawat
platina pada nyala Bunsen, dihasilkan pantulan putih tidak tembus cahaya. Jika
30
pantulan ini dibasahi, dibenamkan ke dalam sedikit KNO3, dan sedikit serbuk Mn,
kemudian seluruhnya dipanasi dalam nyala mengoksid, akan terbentuk warna hijau
dari Na manganat.
MnO + Na2CO3 + O2 Na2MnO4 + CO2
Manik berwarna kuning diperoleh dengan senyawa Cr, yang disebabkan produksi Na
kromat.
2Cr2O3 + 4Na2CO3 + 3O2 4Na2CrO4 + 4CO2
8. Uji spektroskopi
Terbentuknya nyala yang berwariasi karena adanya monokromator. Dipelajari di
Mata kuliah Spektroskopi
B. Uji Basah
Uji ini dibuat zat dalam larutan-larutan. Suatu reaksi berlangsung (a) terbentuk
endapan, (b) pembebasan gas, (c) perubahan warna,. Mayoritas reaksi analisis kualitatif
dengan menggunakan reaksi basah.
Diiantara alat yang digunakan untuk reaksi basah yaitu : tabung reaksi, gelas piala,
labu erlenmeyer, batang pengaduk, pipet tetes, pipet volume, pipet ukur, dll. Proses yang
melibatkan reaksi basah adalah :
- Pelarutan
- Pengendapan
- Penyaringan
- Pencucian
- Reaksi warna.
-
Untuk analisis kualitatif golongan kation, dibagi dalam lima golongan berdasarkan
sifat-sifat kation tersebut terhadap beberapa reagensia, disebut reagensia golongan secara
sistematik. Hal ini akan memberikan informasi ada dan tidaknya kation dan dapat juga untuk
memisahkan golongan selanjutnya.
Reagensia golongan yang digunakan secara umum untuk klasifikasi kation yaitu :
asam klorida (HCl), asam sulfida (H2S), ammonium sulfida (NH4)2S dan ammonium karbonat
(NH4)2CO3. Klasifikasi ini didasarkan apakah kation dapat bereaksi dengan reagensia-
reagensia ini, dengan membentuk endapan atau tidak.
31
Jadi klasifikasi disini secara umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida
, sulfida, dan karbonat dari kation tersebut. Kelima golongan kation dan ciri-ciri khas
golongan-golongan ini adalah:
Golongan 1
Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida. Yaitu : Pb/timbel,
Hg/merkuri, Ag/perak.
Golongan II
Golongan kation ini tidak bereaksi dengan HCl tetapi membentuk endapan dengan asam
Sulfida (hidrogen sulfida) dalam suasana asam mineral encer.
Ion –ion golongan ini IIA : Hg(II), Cu, Bi, Cd, tidak dapat larut dalam amonium polisulfida.
Ion-ion golongan IIB : As (III,IV), Sb (III, IV), Pb (II, III, IV), larut dalam amonium polisulfida.
Golongan III
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan HCl encer dan H2S dalam suasana asam mineral
encer. Tetapi membentulk endapan dengan larutan amonium sulfida dalam suasana netral
atau amoniakal.
Ion-Ion golongan III A : Fe (II. III)., Cr (III), Al.
Ion–ion Golongan III B: Co (II), Ni (II), Zn dan Mn
Golongan IV
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan kation pada golongan I, II, III. Kation golongan IV
membentuk endapan dengan amonium karbonat dengan adanya amonium klorida, dalam
suasana netral atau sedikit asam.
Ion-ion golongan IV : Ca. Ba, Sr
Golongan V
Disebut golongan sisa, yaitu kation-kation yang tidak bereaksi dengan reagensia
sebelumnya.
32
Ion-ion golongan V : Mg, Na, K, NH4
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mempelajari reaksi ion :
1. Stabilitas reagensia yang digunakan
2. Hati-hati karena reagensia bersifat racun.
3. Reagensia yang sangat beracun, diberi tanda khusus (RACUN/BAHAYA)
4. Reagensia dalam bentuk Molaritas (M)
Penjelasan Per Golongan Kation.
Kation Golongan I
33
Kation Golongan II
34
Kation Golongan III
35
Kation Golongan IV
36
Kation Golongan V
Untuk uji analisis secara lengkap tiap ion dapat dilihat buku :
Vogel Analisis anorganik kualitatif mikro dan semimikro
37
BAB V
PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI ANION
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami proses pemisahan dan identufukasi anion
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.Mampu menjelaskan tentang proses pemisahan dan identifikasi anion
2.Mampu menjelaskan penggolongan anion dan memahami dasar identifikasinya
C. Pokok Bahasan : Pengantar Volumetri
Sub Pokok Bahasan :
1. Pembagian golongan anion
2. Pemisahan dan identifikasi anion
MATERI : PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI ANION
Penggolongan Anion
Identifikasi anion merupakan salah satu analisis kualitatif untuk melihat ada tidaknya
suatu anion tertentu dalam suatu sampel. Identifikasi merupakan hal penting yang harus
dilakukan pertama karena ini mendukung untuk analisis kuantitatif dalam menentukkan
jumlah kadar senyawa yang terdapat dalam suatu sampel. Diagram mengenal adanya anion
dan kation dalam suatu senyawa seperti gambar 1.
Gambar 1. Ilustrasi Identifikasi anion dalam suatu senyawa
38
Materi identifikasi anion ini tidak hanya sebagai dasar analisis kualitatif saja
melainkan dapat juga digunakan sebagai proses pemisahan anion. Oleh karena itu, Materi
identifikasi anion ini akan dikelompokkan menjadi sekitar 5 golongan agar mudah
memahami dasar pemisahan anion yang saling bercampur dalam satu sampel.
Penggolongan anion berdasarkan ketidaklarutan suatu garam menjadi 5 golongan
a. Golongan I : Garam Ca tidak larut
b. Golongan II : Garam Ba tidak larut
c. Golongan III : Garam Zn tidak larut
d. Golongan IV : Garam Ag tidak larut
e. Golongan V : Garam sisanya.
Pembagian anion berdasarkan pembentukan garam yang tak larut merupakan cara
memudahkan memahami prinsip pemisahan anion misalnya garam Ca tak larut hanya akan
terjadi bila Ca bereaksi dengan anion-anion seperti :
Sedangkan Golongan II yang membentuk garam Ba tak larut biasanya Ba2+ akan
bereaksi membentuk endapan seperti :
Golongan III merupakan anion yang jika bereaksi dengan Zn2+ akan membentuk
endapan garam Zn tak larut contoh garam Zn tak larut adalah
Sedangkan untuk golongan IV ialah anion yang membentuk garam Ag tak larut jika
bereaksi dengan Ag+, Contohnya seperti berikut :
39
Sedangkan anion golongan lima merupakan anion sisanya yang tidak membentuk
garam tak larut dengan Ca2+, Ba2+, Zn2+ dan Ag+ contohnya sebagai berikut :
Pemisahan dan identifikasi anion
Pembagian golongan seperti ini membantu proses pemisahan dan identifikasi anion
dalam suatu sampel. Berikut ini contoh kasus dalam identifikasi anion dan proses
pemisahannya. Metode pemisahan ini dilakukan karena dalam suatu campuran bisa jadi
hasil satu dengan yang lain dapat menganggu hasil analisis. Metode pemisahan dalam
identifikasi dapat dilakukan dengan mengendapkan salah satunya dan melarutkan yang
satunya dengan agen pengendap. Gambar . merupakan ilustrasi proses pemisahan anion
dalam suatu campuran.
Misal Proses identifikasi tanpa pemisahan
Apabila dalam suatu sampel diduga mengandung suatu anion SO42- dan CO3
2- maka
bagaimana proses identifikasinyaH?
Kasus ini identifikasi tanpa pemisahan maka sampel ditambahkan agen pengendap
yaitu Ca dan Ba. Hal ini Ca akan membentuk endapan tak larut seperti golongan I dan Ba
juga akan membentuk endapan tak larut seperti golongan II. Kelemahan tidak dipisahkan
ternyata baik Ba dan Ca akan mengendapkan anion SO42- dan CO3
2- dengan endapan putih
semua. Untuk membedakan endapan anion apa perlu uji selanjutnya dengan penambahan
asam akan timbul gas CO2 yang menandakan endapan tersebut berasal dari anion CO32-.
Hal ini akan menjadi masalah jika dalam identifikasi anion S2- dan CO32- yang mana
Ag akan membentuk endapan hitam seperti Ag2S dan endapan putih Ag2CO3. Warna yang
terbentuk menjadi tidak murni hitam atau putih. Oleh karena itu, proses pemisahan lebih
baik dilakukan supaya endapan yang terbentuk bisa dipastikan. Proses pemisahannya
dengan mengendapkan CO32- dengan Ca sehingga membentuk endapan tak larut seperti
golongan I.
Misal proses identifikasi dengan pemisahan
kasus I
Apabila dalam suatu sampel diduga mengandung suatu anion S2- dan CO32- maka
bagaimana proses pemisahan dan identifikasinyaH?
40
Kasus II
Apabila suatu sampel diduga terdapat kandungan anion berupa Cl dan CO32- maka
bagaimana metode pemisahan dan identifikasinyaH?
Kasus ini akan menganalisis kandungan anion Cl yang merupakan golongan 4 dan
anion CO32- yang merupakan golongan 1 maka pertama ditambahkan larutan Ca2+ dengan
skema identifikasinya sebagai berikut :
Sampel X (Uji kualitatif S2-dan CO3
2-
ditambahkan Ca dalam keadaan Alkalis/netral
Golongan I
endapan CaCO3
Golongan IV
Tapisan
ditambah HCl akan
muncul gas (+) CO32-
ditambah Pb asetat
muncul endapan hitam
( + ) S
Sampel X (Uji kualitatif Cl dan CO32-
ditambahkan Ca dalam keadaan Alkalis/netral
Golongan I
endapan CaCO3
Golongan IV
Tapisan CaCl2
ditambah HCl akan
muncul gas (+) CO32-
ditambah AgNO3
dalam asam muncul
endapan putih ( + ) Cl
41
Contoh soal :
1. Apabila suatu sampel diduga mengandung CO32- dan SO4
2- Bagaimana metode
pemisahasan dan identifikasinyaH?
2. Apabila suatu sampel diduga mengandung Br- dan I-, Bagaimakah metode
pemisahan dan identifikasinya..?
3. Apabila suatu sampel diduga mengandung CN-, SO42- dan NO2
-, Bagaimana metode
pemisahan dan identifikasinyaH?
4. Apabila sampel diduga mengandung CNS-, CO32- dan I-, Bagaimana metode
pemisahan dan identifikasinyaH?
42
BAB VI
STATISTIKA
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami penghitungan statistika dalam kimia analisis
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.Mampu menjelaskan tentang mean, SD, dan CV
2.Mampu menjelaskan proses uji t dalam analisis
3.Mampu menjelaskan proses penolakan data dan menuliskan hasil akhir
4. Mampu menjelaskan proses penentuan regresi linier
C. Pokok Bahasan : Pengantar Volumetri
Sub Pokok Bahasan :
1. mean, SD, dan CV
2. Aplikasi Uji t
3. Menolak data dan menyatakan hasil akhir data
4. Regresi linier
MATERI: STATISTIKA
Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana proses perencanaan,
pengumpulan, dilanjutkan menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data.
Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data.
Statistik dibagi menjadi dua yaitu :
• Statistika deskriptif berkenaan bagaimana digambarkan atau disimpulkan, baik
secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara
grafis (dalam bentuk tabel atau grafik), untuk mendapatkan gambaran sekilas
mengenai data tersebut, sehingga lebih mudah dibaca dan bermakna.
• Statistika inferensial berkenaan dengan permodelan data dan melakukan
pengambilan keputusan berdasarkan analisis data, misalnya melakukan pengujian
hipotesis, melakukan estimasi pengamatan masa mendatang (estimasi atau
prediksi), membuat permodelan hubungan (korelasi, regresi, ANOVA, deret waktu),
dan sebagainya.
43
Ilmu statistika sangat penting karena pengukuran suatu sampel harus memiliki
presisi dan akurasi yang baik. presisi ialah ketepatan pengulangan atau repeatability, adalah
sejauh mana pengulangan pengukuran dalam kondisi yang tidak berubah mendapatkan
hasil yang sama sedangkan akurasi ialah kedekatan pengukuran kuantitas terhadap nilai
yang sebenarnya. ilustrasi akurasi dan presisi seperti Gambar 1, 2 dan 3.
Gambar 1. Ilustrasi Akurasi dan Presisi
Gambar 2. Ilustrasi presisi suatu data
Gambar 3. Ilustrasi tentang akurasi dan presisi; a) Akurasi dan Presisi baik, b) akurasi jelek
dan presisi baik, c) Akurasi bagus dan Presisi jelek, d) Akurasi dan Presisi jelek
44
Pengujian-pengujian dalam statistika
A. Rata-rata (mean)
Metode statistik tidak lepas dari hal mencari rata-rata suatu data. Rata-rata atau
means dapat dihitung secara langsung terhadap suatu himpunan data. Rumus
matematis rata-rata sebagai berikut :
misal :
Lima mahasiswa Farmasi UAD mendapatkan nilai kimia analisis sebagai berikut :
Berapakah rata-rata nilai kimia analisis di Farmasi UAD ?
Kelima nilai anak tersebut ialah : 56, 62, 52, 48, 68 kg.
B. Standar Deviasi
Standar Deviasi atau simpangan baku merupakan suatu nilai yang menunjukkan
tingkat variansi suatu kelompok data. kuadrat dari simpangan baku dinamakan
varians. simbul simbul simpangan baku untuk data sampel “S” dan untuk data
populasi “µ “ (tho).
Secara matematis perhitungan varians dan simpangan baku sebagai berikut :
sehingga rumus varians dapat dituliskan :
C. CV
Koefisien korelasi atau simpangan baku nisbi (sbn) biasanya digunakan dalam
membandingkan kesaksamaan beberapa hasil sehingga aturan CV dalam analisis
tidak boleh lebih dari 5%. Persamaan dalam menentukan besarnya CV sebagai
berikut :
100x
x
SCV =
45
CV = koefisien variasi
S = simpangan standar
= rata-rata
D. Uji t
Pengujian statistik dimaksudkan untuk menganalisis suatu data.
Uji t satu sampel
Uji t satu sampel digunakan untuk membandingkan rerata sampel dengan nilai rerata
populasi atau nilai standar tertentu. Persaamaan dalam menentukan t hitungnya
sebagai berikut :
Dimana x : nilai rerata sampel
Mo : nilai rerata populasi (standar)
S : simpangan baki sampel
N : populasi sampel
Contoh kasus :
Mahasiswa Farmasi UAD melakukan penelitian kadar nikotin terhadap suatu sampel.
Batas kadar nikotin yang diharuskan sebesar 20 mg/g. Hasil analisis kadar nikotin
yang diperoleh sebesar :
20, 19, 18, 21, 24, 22, 20
Apakah kadar nikotin dalam sampel tersebut diluar ambang batas yang ditetapkan ?
Bila menggunakan α = 5%
x
46
Jawab
Cari t hitungnya dahulu dan dibandingkan t tabel
Kesimpulan
Apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak artinya berbeda signifikan
Apabila t hitung < t tabel maka Ho diterima artinya tidak berbeda
Uji t dua sampel
a. Uji t berpasangan
Statistika tentang uji t berpasangan ialah membandingkan hasil yang
diperoleh antara sesudah dan sebelum perlakuan dan masih dalam satu sampel
yang sama.
Biasanya uji t ini untuk membandingkan hasil yang diperoleh berbeda
atau tidak setelah adanya perlakuan. Jika adanya perbedaan hasil maka
perlakuan yang dilakukan berpengaruh terhadap perubahannya. Persamaan
yang digunakan dalam uji t berpasangan ialah :
Dimana :
d : merupakan rata-rata selisih pengukuran
Sd : standar deviasi selisih pengukuran
Contoh kasunya :
Mahasiswa meminum obat pelangsing untuk mengurangi berat badannya. Hasil
sebelum dan sesudah minum dilakukan penimbangan dan hasilnya sebagai
berikut :
No Sebelum Sesudah
1 77 76
2 78 78
3 82 80
4 92 90
5 84 83
Kesimpulan :
Apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak artinya berbeda signifikan
Apabila t hitung < t tabel maka Ho diterima artinya tidak berbeda
47
b. Uji t dua sampel bebas
Uji t dua sampel bebas data dilakukan pertama dengan menguunakan uji F
terlebih dahulu untuk melihat kehomogenitas variansi kedua sampel. Uji F
dirumuskan dengan :
Dimana
S2 merupakan varian sampel 1 dan 2
Kesimpulan
Jika F hitung < F table maka varians homogeny (Ho diterima)
Bila kedua sampel tersebut homogeny kemudian dilakukan uji t dengan rumus :
Bila kedua sampel tersebut heterogen kemudian uji t dirumuskan dengan :
Kesimpulan :
E. Menolak data
Penolakan data berfungsi untuk melihat data yang termasuk pencilan. Hal ini sangat
penting karena dalam analisis pasti ada data yang mungkin menjadi pencilan.
Metode penolakan data langkah-langkahnya adalah :
48
Penolakan data dapat menggunakan 2 metode
a. Menggunakan d
Kemudian untuk membuktikan penolakan data :
b. Menggunakan SD
Kemudian untuk membuktikan penolakan data :
Cara menghitung penolakan data :
a. Hasil yang menyimpang dipisahkan
b. Sisa data dihitung rata-rata dan SD nya
c. Kemudian hitung lagi proses penolakan data menggunakan d atau SD
Contoh kasus :
Penentapan kadar NaCl dalam sampel sebagai berikut :
95,72; 95,81; 95,83; 95,92; 96,18 mg/g.
Apakah ada data yang ditolak ? jika menggunakan batas kepercayaan (p) = 95%
49
F. Menyatakan hasil akhir
Menyatakan data dalam bentuk hasil akhirnya menjadikan hal penting dalam
analisis. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan interval data dalam suatu populasi
yang disampling dalam proses analisis. Persamaan dalam menyatakan hasil akhir
ialahH
a. Menggunakan SD
Menyatakan hasil akhirnya menjadi :
b. Menggunakan CV
Menyatakan hasil akhirnya menjadi :
c. Menggunakan t table dengan dipengaruhi oleh α (derajat kebebasan)
G. korelasi (r)
Penentuan korelasi (r) dalam analisis menjadi sangat penting karena korelasi
berhubungan saling kebergantungan antara dua variable yang dapat mencapai nilai
mendekati dari -1 dan +1.
50
Gambar 4. a) korelasi positif, b) korelasi negative, c) dan d) korelasi nol
Tanda positif (+) berlaku untuk hubungan searah atau hubungan positif
sedangkan tanda negative (-) berlaku untuk hubungan tak searah atau negative.
Apabila nilai korelasi itu nol (0) maka ini menandakan bahwa kedua data tersebut
tidak memiliki korelasi (gambar). Menghitung harga r dapat diperoleh dengan rumus :
Hasil harga r yang diperoleh perlu dilakukan pengujian tentang korelasi yang
ada menunjukkan gemaris yang berguna. Oleh karena itu, pembuktian koefisien
korelasi memang benar-benar berarti maka perlu dilakukan pengujian yaitu uji t
dengan uji t dua arah. Persamaan uji t tersebut ialahH
Hasil uji t hasil hitungan ini kemudian dibandingkan dengan nilai dalam tabel
uji pada tingkat kepercayaan yang diinginkan, jika nilai t hitung lebih besar dari nilai t
tabel maka kita simpulkan ada korelasi yang berarti dalam dua data tersebut.
( ) ( )2
222 .
.
∑ ∑∑ ∑
∑ ∑ ∑−−
−=
yynxxn
yxxynr
51
Selain itu, dalam analisis regresi linier nilai korelasi suatu data tersebut dapat
digunakan apabila nilai korelasi terhitung lebih besar dibandingkan nilai kritik
koefisiensi pada tabel batas kepercayaan 95% atau 99% seperti tabel berikut :
N α : 0,95 α : 0,99 N α : 0,95 α : 0,99
5 0,75 0,87 18 0,44 0,56
6 0,71 0,83 20 0,42 0,54
7 0,67 0,80 25 0,38 0,49
8 0,63 0,77 30 0,35 0,45
9 0,60 0,74 40 0,30 0,39
10 0,58 0,71 50 0,27 0,35
12 0,53 0,66 60 0,25 0,33
14 0,50 0,62 80 0,22 0,28
16 0,47 0,59 100 0,20 0,25
52
BAB VII
HASIL KALI KELARUTAN
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami hasil kali kelarutan dan proses pembentukan endapan
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan tentang hubungan kelarutan dan Ksp
2. Mampu menjelaskan terjadinya pengendapan
3. Mampu menjelaskan pengendapan hydrogen sulfida
C. Pokok Bahasan : Pengantar Volumetri
Sub Pokok Bahasan :
1. Definisi Ksp
2. Hubungan Kelarutan dan Ksp
3. Prediksi pengendapan
4. Pengndapan hydrogen sulfide (H2S)
MATERI : HASIL KALI KELARUTAN
Definisi Ksp
Hasil kali kelarutan atau Solubility product constants (Ksp) merupakan gambaran dari
suatu larutan jenuh pada senyawa ion yang kelarutannya rendah pada kondisi
kesetimbangan. Secara sederhana hasil kali kelarutan didefinisikan sebagai hasil kali
konsentrasi ion-ion suatu elektrolit dalam larutan jenuh. Misal reaksi berikut ini :
sehingga dalam kesetimbangan memiliki konstanta kesetimbangan :
53
Karena konsentrasi AxBy yang terlarut tidak berubah pada kondisi jenuh maka
persamaan menjadi :
Harga K merupakan konstanta dan konsentrasi AxBy merupakan tetapan baru maka
simbul Ksp sehingga persamaannya menjadi :
Oleh karena itu maka Ksp didefinisikan dengan hasil kali konsentrasi ion-ionnya
dipangkatkan dengan koefisien ionnya.
Contoh :
1. Larutan jenuh AgCl sebanyak 0,0015 g yang dilarutkan dalam 1 L maka hitunglah
Kspnya! (BM AgCl : 143,3)
2. Sebanyak 3,57 10-2 g Ag2CrO4 dilarutkan dalam 1 L air. hitunglah berapa Ksp
Ag2CrO4! (BM Ag2CrO4 : 331,7)
Hubungan Ksp dengan kelarutan (s)
Besarnya Ksp memiliki hubungan dengan kelarutan (s) yang dapat dijelaskan seperti
berikut :
54
Kelarutan (s) dapat dilihat sangat tergantung juga dengan koefisien dari hasil ion-
ionnya. Beberapa hubungan kelarutan senyawa dengan Kspnya seperti tabel 1.
Tabel 1. Penentuan kelarutan beberapa senyawa dari harga Kspnya
Contoh :
1. Ksp CaCO3 sebesar 3,8 x 10-9. maka berapakah kelarutannya dalam air dengan
satuan mol/L dan gram/L?
Pengaruh Ion Senama/Sejenis
Penambahan ion sejenis dapat menyebabkan terjadinya penggeseran
kesetimbangan. Oleh karena itu, penambahan ion sejenis mampu menyebabkan perubahan
kelarutan suatu zat menjadi lebih kecil. Misalnya reaksi :
Endapan AgCl yang terbentuk akan bertambah karena adanya efek ion senama yaitu
Cl-. Hadirnya ion Cl- akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri sehingga akan
menyebabkan endapan AgCl yang terbentuk akan lebih banyak pada larutan NaCl
dibandingkan pada air.
Contoh :
1. Ksp AgCl sebesar 1,6 x 10-10. tentukanlah kelarutan AgCl dalam larutan
a. Larutan AgNO3 0,1 M dan 0,2
b. Larutan NaCl 0,2 M dan 0,05 M
55
Kelarutan Hidroksida
a. Senyawa Basa
Senyawa yang bersifat basa dan garam-garam yang dapat terhidrolisis dapat
menurun kelarutannya dengan naiknya pH. Hal ini karena ada peningkatan jumlah OH-
sehingga menyebabkan pergeseran kesetimbangan kearah kiri dan menyebabkan endapan
bertambah. Misalnya kelarutan Fe(OH)2 dalam NaOH
Penambahan NaOH pada larutan Fe(OH)2 menyebabkan terbentuknya endapan
Fe(OH)2 yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut air.
Senyawa basa seperti Fe(OH)2 jika ditambahkan dengan asam maka endapan akan
melarut sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan asam mampu memperbesar
kelarutan endapan tersebut daripada dalam air.
b. Garam dari asam lemah
Kelarutan suatu garam dari asam lemah sangat dipengaruhi kondisi pH. Contohnya
kelarutan BaCO3 dalam NaOH akan menurun. Hal ini karena asam lemah dari garam
tersebut akan terhidrolisis oleh air seperti berikut :
Oleh karena itu dengan adanya penambahan NaOH pada larutan BaCO3 dapat
menyebabkan penambahan ion OH- sehingga kesetimbangan bergeser ke kiri membentuk
ion karbonat bertambah. Semakin banyaknya ion karbonat dapat menyebabkan endapan
BaCO3 semakin banyak sehingga BaCO3 dalam NaOH lebih banyak dibandingkan dalam
air.
Endapan BaCO3 ini akan larut apabila ditambahkan asam kuat, sehingga
penambahan asam akan meningkatkan kelarutan BaCO3. Hal ini juga berlaku untuk garam-
garam dari basa lemah yang akan mudah larut dengan penambahan basa kuat.
NH4Cl + NaOH → NH3 + NaCl + H2O
56
Contoh kasus pengendapan dan kelarutan hidroksida
1. Pada pH berapakah Fe(OH)3 dalam larutan FeCl3 mulai megendap jika Ksp Fe(OH)3
sebesar 3,8 10-38?
2. Pada pH berapakah Fe(OH)3 mengendap sempurna jika [Fe3+] dalam larutan tidak
lebih dari 10-5 M
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan
a. Temperatur
Kelarutan akan meningkat dengan naiknya suhu sehingga pembentukan endapan
akan berkurang. Oleh karena itu, senyawa yang kelarutannya rendah maka biasanya
proses pelarutannya dibantu dengan penggunaan suhu dalam melarutkan.
b. Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dengan bentuk ion-ionnya dibandingkan
dalam pelarut organic seperti alcohol dan asam asetat. Perbedaan ini dapat
digunakan untuk meisahkan campuran antara dua zat. Hal ini karena setiap pelarut
memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatu zat.Hal ini juga berlaku
dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
c. Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan jika dilarutkan
dengan senyawa yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam larutan air. Hal
ini dapat jijelaskan seprti reaksi berikut :
Penambahan NaOH akan menyumbangkan ion sejenis OH- sehingga mampu
mengurangi/menurunkan kelarutan konsentrasi Fe(OH)2 sehingga endapan Fe(OH)2
akan makin terbentuk. Aplikasi ini biasanya digunakan dalam proses pencucian
endapan dalam proses penentuan kadar secara gravimetric.
d. Pengaruh pH
Kelarutan suatu senyawa sangat dipengaruhi oleh pH laruta. Apabila larutan tersebut
merupakan garam dari asam lemah maka kelarutan akan menurun dengan
meningkatnya pH. Misalnya endapan AgI akan semakin melarut jika konsentrasi H
besar karena ion I- akan bergabung membentuk HI.
57
e. Pengaruh hidrolisis
Garam dari asam lemah dilarutkam dalam air maka akan dihasilkan perubahan
konsentrasi H+, sehingga kenaikan konsentrasi H+ (pH menurun) akan
menyebabkan kation garam mengalami hidrolisis dan hal ini akan menyebabkan
peningkatan kelarutan garam tersebut.
f. Pengaruh ion kompleks
Pembentukan kompleks mampu meningkatkan kelarutan garam-garam yang tidak
mudah larut. Pembentukan kompleks tidak akan terlepas dari atom pusat dan ligan
dalam pembentukan kompleks.
Contoh :
Endapan AgCl akan meningkat kelarutannya jika ditambahkan dengan NH3 hal ini
karena akan terbentuknya senyawa kompleks Ag(NH3)2Cl
Menprediksi Pengendapan Campuran dua larutan yang direaksikan
Apabila kita mencampurkan dua larutan seperti AgNO3 dan HCl kita dapat
melakukan prediksi apakah larutan tersebut dapat muncul endapan atau tidak dengan
membandingkan hasil kali konsentrasi ion-ionnya (Qsp) dengan Kspnya.
Suatu endapan mulai terbentuk saat larutan tersebut tepat jenuh sehingga sudah
tidak dapat melarutkan zat terlarut lagi. Hubungan antara Qsp dan Ksp dalam memprediksi
pembentukan endapan sebagai berikut :
Contoh :
1. Suatu larutan dibuat dengan mencampurkan 750 mL Ce(NO)3 4 x 10-3 M dengan
300 ml KIO3 2 x 10-2 M. Apakah muncul endapan Ce(IO3)3? buktikan!
58
2. Sebanyak 25.0 mL potassium chromate 0,002 M dicampurkan 75.0 mL Pb(II)
nitrate 0,000125 M. Apakah terbentuk endapan Pb(II) chromate . jika Ksp Pb(II)
chromate sebesar 1.8 x 10-14 ?
3. 200 ml larutan yang pHnya 8 dimasukkan 0,001 mg FeCl2 (Mr = 127). Apakah
campuran tersebut telah membentuk endapan ? (Ksp. Fe(OH)2 = 4 x 10-14).
4. Selidiki, apakah terbentuk endapan Mg(0H)2 jika kedalam 1 L larutan MgCl2 10-4
ditambah 1 L larutan NH3 0,01 M. jika Ksp Mg(OH)2 = 1,8 X 10-11 dan Kb NH3= 10-5
Pengendapan Sulfida
Pengendapan sulfide karena H2S sering digunakan dalam analisis kualitatif
anorganik sehingga H2S dapat digunakan sebagai pereaksi. Syarat logam dapat
mengendap apabila Qsp lebih besar dari harga Kspnya. Pengaturan pH dapat menyelidiki
logam mana yang dapat mengendap lebih dahulu, Hal ini dapat diamati dengan mlihat
korelasi [H+] dengan [S2-].
H2S merupakan asam lemah diprotik sehingga akan terdissosiasi dalam dua tahap yaituH
Perkalian dua persamaan 1 dan 2 maka akan menghasikkan :
Pada suhu kamar molaritas larutan jenuh H2S mendekati 0,1 M, karena merupakan asam
lemah maka dissosiasi diabaikan dan nilai [H2S] = 0,1 M. Persamaannya kemudian menjadi
:
59
Contoh :
1. Suatu larutan yang mengandung 0,1 M CuSO4 dan 0,1 M MnSO4 apa yang akan terjadi
jika :
a. Larutan diasamkan hingga pH 2, lalu dijenuhkan dengan gas H2S!
b. Larutan ditambahkan larutan ammonium sulfide dan pH dibuat 10!
(Jika diketahui : Ksp CuS = 1x 10-44 dan Ksp MnS = 1,4 x 10-15)
60
BAB VIII
DASAR ANALISIS KUANTITATIF
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami dasar analisis kuantitatif seperti proses penimbangan,
pembuatan larutan dan penentuan reaksi pembatas
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan tentang dasar analisis kuantitatif
2. Mampu menjelaskan kesetaraan reaksi kimia dan reaksi pembatas
3. Mampu menjelaskan tentang pembuatan larutan dan peng hitungan konsentrasi larutan
C. Pokok Bahasan : Pengantar Volumetri
Sub Pokok Bahasan :
1. Penimbangan
2. Konsep mol
3. Konsentrasi larutan
4. Pereaksi pembatas
MATERI: DASAR ANALISIS KUANTITATIF
Industri farmasi sangat memerlukan ahli-ahli analisis dibidang kefarmasihan. Analisis
kimia meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif ialah analsis yang
mengidentifikasi ada tidak suatu senyawa ada pada sampel sedang analisis kuantitatif ialah
menentukan jumlah kadar senyawa yang ada pada sampel uji. Khusus dalam analisis
kualitatif perlu memperhatikan sebagai berikut :
I. Menimbang Bahan
Menimbang suatu sampel menjadi hal yang diperhatikan dalam analisis kuantitatif.
Kesalahan dalam menimbang dapat membuat kesalahan dalam analisis. Penimbangan
suatu sampel biasanya menggunakan alat timbang analitik. Jenis-jenis timbangan analitik
yaitu :
a. Alat timbangan Makro/timbangan analitik (kepekaan : 0,1 mg)
b. Alat timbangan Semimikro (kepekaan (0,01 mg)
c. Alat timbangan Mikro (kepekaan 0,001 mg)
61
Perbedaan masing-masing alat timbangan tersebut ialah :
Misal :
1. Suatu sampel sebanyak 20 mg ditimbang dengan timbangan analitik maka
kesalahan penimbangannya sebesar : (0,1/20) x 100% = 0,5 %
2. Suatu sampel sebanyak 100 mg ditimbang dengan timbangan analitik maka
kesalahan penimbangannya sebesar : (0,1/100) x 100% = 0,1 %
Dua kasus tersebut menandakan bahwa apabila sampel yang kita gunakan semakin
sedikit maka diharuskan penggunaan alat timbangan yang kepekaannya lebih baik hal ini
karena akan mengurangi kesalahan-kesalahan dalam penimbangan.
Menimbang suatu sampel dapat dilakukan dengan saksama (timbang saksama) dan
lebih kurang (timbang lebih kurang). Perbedaan diantara keduanya ialah :
a. Timbang dengan saksama
b. Timbang lebih kurang
Proses penimbangan yang dilakukan dalam penentuan jumlah analit dibedakan menjadi dua
yaitu :
a. Penimbangan Langsung
Cara menimbang langsung :
- berat botol timbang kosong = 10.2368 g
- berta botol timbang + zat = 10.8796 g -
� berat zat = 0.6428 g
b. Penimbangan tidak langsung
Cara menimbang tidak langsung
- berat botol timbang + zat = 12.3456 g
- berat botol timbang + zat sisa = 11.6952 g -
���� berat zat = 0.6504 g
II. Mengenal Konsep mol
Mempelajari konsep mol merupakan dasar dalam mendalami analisis kuantitatif. Hal
ini karena dengan pemahaman konsep mol maka kita akan mampu memahami proses
pembuatan larutan (berkaitan dengan konsentrasi larutan) dan juga memahami prinsip
62
reaksi (seperti reaksi pembatas dll). Beberapa alur dasar pemahaman konsep mol di
ilustrasikan seperti Gambar 1.
Gambar 1. Prinsip dasar perhitungan konsep Mol
III. Membuat Konsentrasi Larutan
Larutan merupakan campuran homogen antara zat terlarut (zarut) dan pelarutnya
(solven). Pelarut murni ialah air dan ada juga kadang kala menggunakan pelarut cair lainnya
seperti benzene, kloroform, eter dan alcohol. Proses pembuatan larutan bertujuan untuk
menghasilkan konsentrasi larutan tersebut. Misalnya Mahasiswa membuat larutan dengan
alcohol 20 mL dan air sebagai pelarut sebanyak 80 mL artinya konsentrasi alcohol tersebut
sebesar 20%. Oleh karena itu, perlunya kita mengenal beberapa satuan konsentrasi larutan.
a. Molalitas
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilo gram (1000 gram)
pelarut
b. Molaritas
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan.
M = LtrxMr
gr =
mL
1000x
Mr
gr
63
c. Normalitas
Normalitas menyatakan jumlah ekivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan.
Massa ekuivalen adalah massa zatyang diperlukan untuk menangkap atau
melepaskan 1 mol elektron dalam reaksi (reaksi redoks)
d. Persen
Persen dalam analisis terbagi menjadi 4 jenis :
1. Persen berat (%W)
Persen berat menyatakan jumlah gram berat zat terlarut dalam 100 gram
larutan.
2. Persen volume (%V)
Persen volume menyatakan jumlah ml volume zat terlarut dalam 100 ml
larutan.
Persen volume (% v) biasanya digunakan untuk cair dalam cair atau gas dalam
gas.
3. Persen w/v (%w/v)
Persen berat/volume ini dinyatakan sebagai persentase dari acuan 1 g/100 ml
4. Persen v/w (% v/w)
Persen volume/berat ini dinyatakan sebagai persentase dari acuan 1ml/100 ml.
e. ppm dan ppb
Bagian-per notasi yang digunakan dalam sains dan rekayasa, untuk
menunjukkan proporsi relatif dalam jumlah yang diukur; khususnya di nilai rendah
(tinggi rasio) proporsi di bagian per-juta (ppm) 10-6, bagian-per - miliar (ppb) 10-9,
dan bagian-per-triliun (ppt) 10-12.
Satuan ppm atau “Part per Million” jika dibahasa Indonesiakan akan
menjadi “Bagian per Sejuta Bagian” adalah satuan konsentrasi yang sering
64
dipergunakan dalam di cabang Kimia Analisis. Satuan ini sering digunakan untuk
menunjukkan kandungan suatu senyawa dalam suatu larutan misalnya kandungan
garam dalam air laut, kandungan polutan dalam sungai, atau biasanya kandungan
yodium dalam garam juga dinyatakan dalam ppm.
Seperti halnya namanya yaitu ppm, maka konsentrasinya merupakan
perbandingan antara berapa bagian senyawa dalam satu juta bagian suatu sistem.
Sama halnya denngan “prosentase” yang menunjukan bagian per seratus. Jadi
rumus ppm adalah sebagai berikut;
ppm = jumlah bagian spesies / satu juta bagian sistem dimana spesies itu berada
sehingga ppm = mg/L atau mg/Kg
PPB ( part per billion )
Satuan ppb atau “Part per Billion” jika dibahasa Indonesiakan akan menjadi
“Bagian per Semiliar Bagian” Satuan ini sering digunakan untuk menunjukkan
kandungan suatu senyawa dalam suatu larutan misalnya kandungan garam dalam
air laut, kandungan polutan dalam sungai, atau biasanya kandungan yodium dalam
garam juga dinyatakan dalam ppm.
Seperti halnya namanya yaitu ppm, maka konsentrasinya merupakan
perbandingan antara berapa bagian senyawa dalam satu juta bagian suatu sistem.
Sama halnya denngan “prosentase” yang menunjukan bagian per seratus. Jadi
rumus ppb adalah sebagai berikut;
ppb = jumlah bagian spesies / satu miliar bagian sistem dimana spesies itu
berada
f. Pembuatan larutan
Proses pembuatan larutan dibuat dengan konsentrasi yang diinginkan dengan
menggunakan labu takar. Lahkah dalam membuat larutan seperti Gambar 2.
65
Gambar 2. Proses pembuatan larutan kimia
Penjelasan mengenai gambar di atas adalah sebagai berikut:
a. Zat padat ditimbang sesuai hitungan kemudian dimasukan zat padat ke
dalam gelas kimia
b. Ditambahkan sedikit akuades untuk melarutkan zat padat
c. Diaduk larutan sampai zat padat terlarut semuanya
d. Dimasukan larutan ke dalam labu volumetrik
e. Ditambahkan akuades sampai batas skala labu volumetrik
g. Pengenceran
Pengenceran merupakan salah satu cara untuk membuat larutan yang encer
dari larutan pekatnya. Rumus yang digunakan dalam perhitungan pengenceran
ialah :
Misalnya mengencerkan suatu larutan dengan konsentrasi KMnO4 1 M menjadi
konsentarasi 0,01 M. Perhitungan dalam rumus pengenceran yang digunakan
ialahH
M1V1 = M2V2
M1= Molaritas larutan sebelum pelarutan
V1= Volume larutan sebelum pelarutan
M2= Molaritas larutan sesudah pelarutan
V2 = Volume Molaritas larutan sesudah pelarutan
Kasus pembuatan larutan encer KMnO4 dengan menggunakan pengenceran
:
V1 M1 = V2 M2
V1 1M = 50 mL 0,01 M
V1 = 0,5 mL
66
Sehingga kita mengambil 0,5 mL dari larutan KMnO4 1 M kemudian diencerkan
menjadi volume 50 mL. Ilustrasi pengenceran seperti Gambar .
h. Pencampuran
Proses pencampuran disini ialah proses mencampurkan senyawa yang sama
beda konsentrasi supaya mendapatkan konsentrasi yang baru. Rumus yang
digunakan dalam pencampuran ialah
Rumus yang digunakan dalam proses pencampuran ini ialah:
Mc = ....VVV
....MVMVMV
321
332211
+++
+++
dimana :
Mc = Molaritas campuran
V1 = Volume larutan 1
M1 = Molaritas larutan 1
V2 = Volume larutan ke-2
M2 = Molaritas larutan ke-2
V3 = Volume larutan ke-3
M3 = Molaritas larutan ke-3
dst...
Misalnya jika 100 mL larutan HCL 0,1 M dicampurkan dengan 150 mL larutan HCL 0,2
M berapakah konsentrasi larutan setelah kedua larutan tersebut dicampurkan ?
jawab :
V1 = 100 mL, M1 = 0,1 M
V2 = 150 mL, M2 = 0,2 M
Maka Mc = 21
2211
VV
MVMV
+
+
= 150100
)2,0150()1,0100(
+
+ xx
= 250
40 = 0,16 M
.
67
i. Menentukan factor pengenceran
Pengenceran larutan merupakan hal yang penting dalam analisis kuantitatif.
Oleh karena itu kita dapat memahami tentang pengenceran tersebut. Oleh karena
dalam perhitungan analisis biasanya larutan yang diukur dalam bentuk larutan
encer. Oleh sebab itu, maka pengenceran menjadi dasar pengukuran kuantitatif.
Akan tetapi hasil yang kita nyatakan seharusnya mencerminkan kadar sebelum
dilakukan pengenceran. Oleh karena itu kadang kala dalam analisis kuantitatif hasil
analisis dari larutan encer perlu dikalikan Faktor Pengenceran (FP) untuk
memperoleh kadar sebelum pengenceran. Perhitungan factor pengenceran
sebagai berikut :
FP = volume yang dibuat/ volume yang diambil
Contoh aplikasinya misal saat menetapkan kadar asam asetat dalam cuka,
sampel cuka diambil 10mL kemudian ditempatkan pada labu takar 250mL dan
diimpitkan sampai tanda tera. Maka FP percobaan teresebut adalah 250/10 yaitu
25x pengenceran
IV. Menentukan reaksi pembatas
Pereaksi pembatas ialah pereaksi yang membatasi jumlah pereaksi lain yang dapat
bereaksi. Pereaksi pembatas akan habis dan pereaksi yang lain akan bersisa.
Penentuan reaksi penbatas dapat ditentukan dengan perbandingan mol:koefisien reaksi
masing-masing pereaksi. Hasil perbandingan terkecil merupakan pereaksi pembatas.
ilustrasi reaksi pembatas seperti gambar 3.
Gambar 3. Ilustrasi penentuan reaksi pembatas dalam reaksi kimia
Contoh :
Larutan NaOH 1 mol direaksikan dengan 1 mol H2SO4 sesuai reaksi :
NaOH + H2SO4 Na2SO4 + H2O
tentukan :
a. Pereaksi pembatas
b. Pereaksi yang sisa
c. mol Na2SO4 dan mol H2O yang dihasilkan
68
BAB IX
GRAVIMETRI
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami penentuan kadar dalam suatu sampel dengan metode
gravimetri
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan tentang analisis gravimetri
2. Mampu menjelaskan konsep bobot tetap dalam analisis gravimetri
3. Mampu menjelaskan penentuan kadar dalam metode gravimetri
C. Pokok Bahasan : Pengantar Volumetri
Sub Pokok Bahasan :
1. Prinsip dasar metode gravimetri
2. Konsep bobot tetap
3. Proses pengendapan
4. Agen Pengendap
5. Perhitungan dalam gravimetri
MATERI : GRAVIMETRI
Prinsip Dasar
Gramemetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang didasarkan pada
penetuan massa atau perubahan massa senyawa murni pada suatu analit/sampel. Oleh
karena hubungan dengan massa suatu senyawa metode gravimetric tidak akan lepas dari
penimbangan sehingga ada yang mengenal Analisis Gravimetri adalah suatu bentuk analisis
kuantitatif yang berupa penimbangan.
Penimbangan dalam analisis gravimetri merupakan penimbangan hasil reaksi
kemudian baru dilakukan penimbangan. Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas
yang terjadi atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisis. Gravimetri merupakan cara
analisis tertua dan paling murah akan tetapi gravimetri memerlukan waktu yang relatif lama
dan hanya dapat digunakan untuk kadar komponen yang cukup besar.
69
Penentuan kadar secara gravimetric ada dua cara :
a. Metode langsung atau direct analysis
Penentuan kadar analit dengan metode gravimetric secara langsung
biasanya terjadi pada karena perbedaan antara massa yang tersaring dengan massa
awalnya. Apabila kita mempunyai larupan Pb2+ dan kita melihat jumlah Pb2+ akan
tetapi larutan Pb tidak dapat disaring maka perlu diubah bentuknya menjadi padatan
dengan proses oksidasi menjadi endapan PbO2 dengan elektroda Pt. Reaksi yang
terjadi seperti berikut :
Hasil endapan PbO2 tersebut kemudian dilakukan penimbangan dan penentuan ini
juga disebut sebagai direct analysis.
b. Metode tidak langsung atau indirect analysis
Penentuan kadar analit dengan metode gravimetric secara tidak langsung
merupakan metode yang tidak langsung menentukan kadar analit dari hasil
penimbangan misalnya ialah menentukan kandungan air pada sampel makanan
dengan metode penguapan. Penentuan perubahan massa adsorben/massa
makanan merupakan penentuan langsung akan tetapi pendekatan terhadap berat
sampel makanan sebelum dan setelah pemanasan sebagai indikasi kandungan air
yang ada hal ini dinamakan indirect analysis. Hal ini karena dalam menentukan
suatu analit menggunakan sinyal/tanda yang proposional pada perubahan massa
awal.
Metode tidak langsung juga dapat teramati pada penentuan phospit (PO33-)
dengan mereduksi Hg2+ menjadi Hg22+ dan dengan hadirnya Cl- akan mengendap
membentuk Hg2Cl2 seperti reaksi berikut :
Jika kita tambahkan HgCl2 berlebih maka produksi mol PO33- sebanding dengan mol
Hg2Cl2. Pengendapan massa ini digunakan untuk pengukuran tidak langsung jumlah
PO33- dalam suatu sampel.
70
Cara Aplikasi Gravimetri
Analisis gravimetric didasarkan pada pengukuran berat analit dalam suatu sampel yang
metode ini dilakukan dalam 3 cara :
A. Cara Penguapan
Cara penguapan dalam proses gravimetric banyak digunakan dalam proses
penentuan kandungan air (water content) dalam sampel, dan pemurnian senyawa
hasil. Penentuan kandungan air dapat dilakukan dalam dengan melakukan
pemanasan antara suhu 110-120 0C sampai berat sampal konstan. Hasil kandungan
air dalam sampel dapat ditentukan dengan rumus :
Berat Basah- Berat Kering (g)
Kandungan air (%) = x 100 % Berat Sampel (g)
B. Cara Elektrolisis
Cara elektrolisis merupakan cabang ilmu kimia yang didasarkan oleh proses
oksidasi-reduksi untuk memperoleh padatan logam yang terbentuk. penentuan
jumlah padatan logam tersebut dapat dilakukan dengan metode gravimetric.
C. Cara Pengendapan
Cara pengendapan merupakan proses pembentukan senyawa baru karena adanya
penurunan kelarutan senyawa. contoh ialah AgNO3 memiliki kelarutan sebesar 1220
g/L (0°C) akan mengendap jika direaksikan dengan larutan HCl membentuk endapan
putih AgCl (Ksp = 1,8 x 10-10). Sangat kecilnya harga Ksp AgCl tersebut merupakan
indikasi menurunnya kelarutan senyawa AgCl (S = 1.9 x 10-3 g/L) tersebut sehingga
menyebabkan terjadinya proses pengendapan senyawa
Kinerja metode gravimetric dalam penentuan kadar analit ialah :
1. Realatif lambat
2. Memerlukan sedikit peralatan (oven dan timbangan)
3. Tidak memerlukan kalibrasi
4. Akurasi 1-2 bagian per seribu
5. Selektifitas tidak terlalu spesifik
6. Sensifitas analit > 1%
71
Konsep bobot tetap
Konsep bobot tetap dalam analisis secara gravimetric merupakan hal yang perlu
diperhatikan. Analisis gravimetric kurang lebih ada 2 penimbangan yang memerlukan
ketelitian dalam konsep bobot tetap yaitu meliputi :
a. Bobot konstan Crucible
Crusibel merupakan alat yang digunakan sebagai penyaring endapan. Oleh karena
itu maka sebelum krusibel digunakan harus dibuat bobotnya konstan. bobot konstan
untuk krusibel apabila pengulangannya memiliki selisih 0,3 mg.
b. Bobot konstan Endapan
Proses penentuan endapan yang diperoleh dalam analisis gravimetric harus dalam
bobot konstan. pengulangan massa endapan dalam krusibel dalam selisih 0,4 mg
Soluble dan insoluble
Suatu zat dikatakan Insoluble (sukar larut) apabila kurang dari 0,1 gram zarut dalam
1000 g pelarut. Beberapa senyawa dengan keadaan kelarutannya sebagai berikut :
Semua senyawa logam alkali (grup IA) soluble
Semua senyawa ammmonium soluble
Semua senyawa NO2- soluble kecuali dengan Ag+
Senyawa halogenida seluble kecuali dengan Ag+
Senyawa SO42- soluble kecuali Ca,Ag (slight soluble), Ba, Hg2+ dan Pb (insoluble)
Senyawa CO32-, PO4
2-,S2- insoluble kecuali IA, NH4+
Proses Pengendapan
Proses endapan yang terjadi dalam analisis gravimetric menjadi hal yang harus
diperhatikan. Endapan yang diharapkan harus dalam bentuk kristal besar bukan colloidal hal
ini karena kemudahan saat penyaringan.
Proses pembentukan endapan melalui dua tahapan seperti berikut :
a. Nukleasi
Proses nukleasi merupakan pembentukan unit awal molekul oleh sejumlah atom
atau io (inti endapan), proses ini dapat terjadi melalui 2 proses
� Nukleasi spontan
� Nukleasi terinduksi
Proses nukleasi spontan dan terinduksi merupakan suatu endapan yang
dimana hanya mampu menghasilkan dengan ukuran yang kecil sehingga sult
72
disaring dan menyebabkan besarnya kesalahan, proses nukleasi ini dapat
diilustrasikan seperti gambar 1.
Gambar 1. Proses nukleasi suatu zat
b. Pertumbuhan partikel
Proses pertumbuhan partikel didahului oleh pembentukan nukleasi dan kemudian
ada serangan ion lain yang membentuk suatu kristal yang besar.
Pertumbuhan partikel dapat terjadi apabila proses mukleasi dapat diminimalisir yaitu
dengan penambahan reagen pengendap jangan terlalu berlebihan. Proses
pertumbuhan partikel seperti gambar 2.
Gambar 2. Proses pertumbuhan partikel dalam pembentukan endapan
Proses pengendapan dengan suatu agen pengendap perlu diperhatikan beberapa
hal. Kurangnya agen pengendap juga menjadikan endapan yang dihasilkan tidak
menggambarkan jumlah analit yang ada. Akan tetapi jika agen pengendap terlalu banyak
maka proses nukleasi akan semakin besar. Kelebihan agen pengendap akan membentuk
suatu adsorpsi pada permukaan endapan. Ilustrasi proses adsorpsi pada kelebihan agen
pengendap seperti gambar 3.
73
Gambar 3. Proses pengendapan AgCl dengan adanya kelebihan larutan AgNO3
Agen Pengendap
Agen pengendap merupakan suatu jenis pereaksi yang mampu membentuk endapat
dengan analit yang diinginkan. Agen pengendap secara umum dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Agen pengendap anorganik seperti HCl, AgNO3
b. Agen pengendap Organik seperti DMG
Beberapa jenis agen pengendap anorganik dan organiknya disajikan pada table dan table
seperti berikut:
Tabel 1. Beberapa jenis agen pengendap anorganik dan analit yang diendapkan
74
Tabel 2. Beberapa jenis agen pengendap organic dan analit yang diendapkan
75
Kelewatjenuhan Relatif
Proses kelewatjenuhan adalah untuk menentukan jenis ukuran partikel yang diinginkan.
Jenis partikel dibagi menjadi 2 :
a. Suspensi koloidal (proses nukleasi)
Ukuran 10-6-10-4 mmdan susah disaring
b. Suspensi kristalin (pertumbuhan kristal
Ukuran 10-1-10 mm dan mudah disaring dengan kemurnian yang lebih besar dari
pada koloid
Pembentukan suatu endapan kristalin harus dilakukan beberapa tahapan :
� Pengendapan dilakukan dalam larutan encer
� Pereaksi ditambahkan secara perlahan-lahan
� Pengendapan dilakukan dalam kondisi panas
� Pengendapan diendapan dekat dengan pH endapan
Mengapa harus demikian ?
Hal ini berhubungan dengan prinsip RS (Relative Supersaturation)
Dimana :
RS : Relative Supersaturation/kelewatjenuhan relatif
Q : Konsentrasi zat terlarut
S : Kelarutan dalam kesetimbangan
Pengaruh RSS :
a. Proses didominasi nukleasi maka endapan membentuk partikel kecil dan RSS
meningkat
b. Proses didominasi oleh pertumbuhan partikel maka endapan berukuran besar
(kristal) dan RSS menurun
Proses RSS mampu mengarahkan pembentukan endapan yang terbentuk baik endapan
koloidal atau kristalin. Oleh karena itu pengaruh tahapan dalam RSS ialah :
� Pengendapan dilakukan dalam larutan encer ( Q kecil)
� Pereaksi ditambahkan secara perlahan-lahan dengan pengadukan (Q kecil)
� Pengendapan dilakukan dalam kondisi panas (S besar)
76
� Pengendapan diendapan dekat dengan pH endapan akan menurunkan kelarutan
produk (S besar)
Proses Penggangu dalam suatu endapan
Proses pengotor dalam pembentukan endapan ada 2 macam yaitu :
a. Kopresipitasi
Proses ini dapat terjadi dalam 2 tipe yaitu oklusi dan adsorpsi permukaan. Oklusi
ialah masuknya partikel (terperangkap) dalam butiran kristal karena proses
pertumbuhan Kristal yang cepat. Pencegahannya dengan cara penambahan reagen
secara perlahan dan dibatu pemanasan sedangkan adsorpsi permukaan terjadi
karena pembentukan nukleus dari proses nukleasi semakin besar maka peluang
proses adsorpsi permukaannya makin besar.
b. Pospresipitasi
Proses ini merupakan pembentukan endapan kedua setelah endapan pertama
selesai terbentuk. Misalkan suatu campuran mengandung Cu2+ dan Zn2+ akan
diendapkan maka Cu akan mengendap dalam bentuk CuS dan Zn juga akan
mengendap dalam bentuk ZnS.
Pengaruh Pemanasan atau Pemijaran
Pemijaran dan pemanasan pada tahapan ini merupakan pengeringan hasil endapan yang
diperoleh. Beberapa endapan apabila dipanaskan akan membentuk endapan baru sehingga
zat yang kita timbang merupakan zat bentuk lainnya, ilustrasi pengaruh pemanasan seperti
Gambar 4.
Gambar 4. Pengaruh pemanasan pada bentuk endapan yang dihasilkan
77
Penentuan Kadar secara Gravimetri
Berat Endapan (g)
Persen Endapan (%, b/b) = x 100 %
Berat Sampel (g)
atau
Berat Endapan (g)
Persen Endapan (%, b/v) = x 100 %
Berat Sampel (mL)
Apabila endapan yang kita peroleh mengalami perubahan bentuk endapan karena
proses pemanasan maka perlu diperhatikan factor gravimetrinya sehingga perhitungan
persen endapan sebagai berikut :
a (mol endapan) BM berat endapan
Berat Endapan (g) = Berat yang ditimbang (g) x x
b (mol ditimbang) BM berat ditimbang
Faktor Gravimetri (FG)
Berat Endapan (g) = berat yang ditimbang x FG (factor gravimetric)
Berat yang ditimbang (g)
Persen Endapan (%) = x FG x 100 %
Berat Sampel (g)
Contoh
1. Penentuan jumlah Fe3O4 dalam suatu sampel 1,54 g yang dilarutkan dalam HCl
sehingga membentuk Fe2+ dan Fe3+. kemudian untuk mendapatkan total Fe3+
maka dioksidasi dengan HNO3. Setelah itu ditambahkan NH3 sehingga
membentuk endapan Fe(OH)3. kemudian disaring dan dipanaskan dan dihasilkan
endapan Fe2O3 murni sebesar 0,85 g. tentukan %w/w Fe2O3, Fe3+, dan Fe3O4
dalam sampel!
2. Penentuan besi dalam 5,4 sampel dan dihasilkan 0,38 g endapan Fe2O3. tentukan
% endapan besi dalam sampel!
78
BAB X
PENGANTAR VOLUMETRI
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami titrasi volumetri dan mampu memahami perhitungan
konsentrasi fase campuran
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan tentang alat ukur volume dalam titrasi volumetri
2. Mampu menjelaskan penggolongan dan jenis titrasi volumetri
3. Mampu menjelaskan kadar dan konsentrasi dalam fase campuran
4. Mampu menjelaskan jenis larutan baku meliputi baku primer dan sekunder
C. Pokok Bahasan : Pengantar Volumetri
Sub Pokok Bahasan :
1. Pendahuluan tentang volumetri (alat ukur volume)
2. Penggolongan Titrimetri
3. Kadar dan konsentrasi dalam fase campuran
4. Larutan baku meliputi primer dan baku sekunder
MATERI : PENGANTAR VOLUMETRI
Macam –macam alat pengukur volume diantaranya labu takar, buret, pipet volum, , pipet
ukur, beker glas, gelas ukur. Sedangkan untuk mengukur banyaknya volume secara
kuantitatif alatnya adalah :
1.Labu takar : untuk perbedaan volume yang diperkenankan adalah :
Volume
(ml)
25 50 100 250 500 1000 2000
Perbedaan
± ml
0,03 0,04 0,06 0,1 0,15 0,2 0,4
2.buret , pada penggunaan buret batas perbedaan volume yang diperkenankan yaitu :
Volume 10 25 50
Pembagian skala 0,02 0,10 0,10
Batas kesalahan (ml) 0,02 0,03 0,05
79
3.pipet volume : batas perbedaan volume yang diperkenankan :
Pipet ml 2 20 30 50 100 200
Pengosongan
detik
7-15 20-35 25-40 30-50 50-75
Perbedaan ±
ml
0,01 0,02 0,03 0,04 0,06 0,10
Volumetri atau titrimetri adalah suatu analisis kuantitatif berdasarkan volume konstan
yang dihubungkan dengan reaksi stokiometri sederhana dari suatu reaksi kimia.
Azas Umum :
Suatu molekul senyawa aA jika direaksikan dengan suatu molekul titran tT → mol produk
Dimana :
a : molekul analit A (titrat)
t : molekul reagensia T (titran)
aA → dimasukkan dalam labu erlemeyer, tT dimasukkan dalam buret, dimana molekul titran
sudah diketahui kadarnya, bisa dalam Molaritas (M) atau Normalitas (N).
Antara molekul analit dengan molekul titran terjadi reaksi hingga setara secara kimia.
TA ≈ TE
Dalam volumetri untuk mempermudah pengamatan titik akhir titrasi yang diharapkan
berhimpit dengan titik ekivalensi, ditambahkan dengan suatu indicator. Indikator adalah
suatu senyawa yang diharapkan dapat menanggapi kelebihan molekul titran T.
Respon indikator terhadap kelebihan volume titran yang dibutuhkan dapat lebih / kurang
sesuai dari ketepatan pemilihan indikator.
Usahakan indikator TA ≈ TE
Penggolongan Volumetri :
Berdasarkan reaksi yang terjadi :
1. Reaksi Netralisasi : PK ini berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang
bersifat asam dan basa, baik dalam lingkungan air (asidi-alkalimetri) dan dalam
lingkungan bebas aair (TBA).
2. Reaksi Oksidasi Reduksi (Redoks) : dasarnya adalah perpindahan elektron. PK
berdasarkan reaksi ini diantaranya : serimetri, Permanganometri, serimetri, Iodi-
iodometrimetri, iodatometri, bromometri, bromatometri.
80
3. Reaksi pengendapan : Berdasarkan pada terjadinya endapan yang sukar larut,
misalnya PK secara argentometri.
4. Reaksi Pembentukan kompleks : reaksi antara ion logam denfan suatu
pembentuk kompleks suatu senyawa organik (ligan).
5. Reaksi Khusus : dengan menggunakan jenis reaksi diluar no 1-4. Misalnya
Nitrimetri, Pk air, dll.
Berdasarkan Cara Titrasi :
1. Titrasi langsung : dengan melakukan titrasi lengsung terhadap zat yang akan
ditetapkan. Cara ini mudah , cepat, sederhana.
2. Titrasi tidak langsung : dilakukan dengan menambahkan secara berlebihan,
kemudian kelebihan titran titran dititrasi dengan titran yang lain. Waktu yang
dibutuhkan lebih lama, kesalahan lebih besar.
Berdasarkan Jumlah sampel :
1. Titrasi makro, jika jumlah sampel sekitar 100-1000 mg, Volume titran 10-100 mL,
Ketelitian buret 0,02 ml
2. Titrasi Semi mikro : jika jumlah sampel sekitar 10-100 mg, Volume titran 1-10 mL,
Ketelitian buret 0,01 ml.
3. Titrasi mikro : jika jumlah sampel sekitar 1-10 mg, Volume titran 0,1-1 mL,
Ketelitian buret 0,001 ml
Reagensia yang biasanya digunakan dalam volumetri :
• Banyak dalam bentuk asam → mudah disimpan
• Faktor yang harus diperhatikan :
1. Asam kuat/basa kuat
2. Tidak mudah menguap
3. Stabil
4. Garam dari asam tersebut mudah larut
5. bukan pengoksidasi kuat
Misalnya : HCl, H2SO4, HClO4, HNO2 (biasanya dalam bentuk garam Na)
Dalam volumetri dikenal dua macam standar. Yaitu :
1.Standar Primer
Ciri-ciri standar primer yaitu :
- bersifat stabil
81
- dapat tersedia dalam bentuk murni
- tidak higroskopis / mudah dikeringkan (sebelum digunakan dikeringkan dalam oven)
- Berat Ekivalensi / BE tinggi
- Biasanya merupakan asam-basa kuat
2. Standar Sekunder
- standar sekunder bersifat tidak stabil sehingga perlu dibakukan kembali.
- sebagai titran dalam suatu proses titrasi.
Persyaratan untuk analisis vomumetri/titrimetri, yaitu :
• Harus sederhana (tidak ada produk lain)
• Reaksi harus praktis, cepat → penambahan katalisator
• Harus ada perubahan yang mencolok maka ditambahkan indikator
Konsentrasi yang digunakan dalam analisis volumetri
:Dalam mempelajari konsentrasi metode konvensional tidak lepas dari ilmu
stoikiometri yaitu cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan antara bobot antara unsur-
unsur & senyawa dalam Reaksi kimia. Diantara konsentrasi yang biasanya digunakan
antara lain :
1. BE : Bobot Ekuivalensi
2. M =Molaritas
3. N = Normalitas
4. F = Formalitas
5. Persen Bobot
6. Pengenceran
7. Perhitungan Kemurnian
82
Yang tidak kalah pentingnya dengan konsentrasi yang digunakan adalah mencari
nilai kesetaraan suatu reaksi yang terjadi. Manfaat mengetahui kesetaraan reaksi secara
teoritis diantaranya :
1.Memilih suatu metode
2.Perkiraan konsentrasi yang diperoleh
3.Perkiraan berat yang digunakan dalam analisis
Untuk dapat dilakukan analisis volumetri syarat-syaratnya adalah :
1.Reaksinya harus cepat. Reaksi ionik memenuhi syarat.
2.Reaksinya cukup sederhana, sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi.
3.Perubahan titik akhir (TA) yang menyolok (jelas)
4.Jika syarat no 3 tidak dipenuhi, dibantu dengan penambahan indikator yang dapat diamati
secara visual atau menggunakan potensiometer.
Kelebihan metode volumetri dibandingkan dengan gravimetri : lebih cepat, alat lebih
sederhana,efisien dan teliti.
83
Contoh menghitung kesetaraan :
Contoh 1
Sebanyak 25.0 ml minuman ringan yang mengandung vitamin C (BM=176,12) dilarutkan
dalam campuran yang terdiri atas 100 ml air bebas CO2 dan 25 mlo H2SO4 encer.
Selanjutnya larutan dititrasi dengan iodium 0,1 N, indikator amilum sampai terbentuk warna
biru tetap. Dibutuhkan volume titran 5,25 ml. Berapakah kandungan vitamin C dalam
minuman ringan tersebut ?
Dalam reaksi terlihat bahwa 1 mol vitamin C setara dengan 1 mol I2, yang berarti setara
dengan 2 elektron sehingga valensinya 2. Maka BE = BM/valensi = 176,12/2 = 88,06.
Jika N = N ekivalensi/Volume
= mg/BE
= mg x valensi / BM
Maka mg = N x BM x volume/ valensi
Jadi kesetaraanya vitamin C adalah :
mg = 0,1 x 176,12 x 1/ 2
= 8,806
Sehingga 1 ml 0,1 N I2 setara dengan 8,806 mg vitamin C
Kadar Vitamin C = N x V x BE / volume x 1000 x 100 %
= 0,1 x 5,25 x 88,06/25 x 1000 x 100 %
= 0,185 % (b/v)
Atau dengan menggunakan kesetaraan, maka kadar vitamin C :
= N x V x kesetaraan/25 x 1000 x 0,1 x 100 %
= 0,1 x 5,25 x 8,806/25 x 0,1 x 1000 x 100%
= 0,185 %
84
Contoh 2 :
Sebanyak 250 mg serbuk yang mengandung asam salisilat (BM=138,12) ditimbang
seksama, dilarutkan dalam 15 ml etanol 95% yang telah dinetralkan terhadap merah fenol
LP (6,8 – 8,4). Campuran ditambah 20 ml air dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titik akhir
titrasi dibutuhkan volume titran sebanyak 12,56 ml.
Berapakah kadar asam salisilat dalam serbuk diatas ?
Reaksi yang terjadi :
1 mol asam salisilat bereaksi dengan 1 mol NaOH sehingga valensinya 1. Maka BE =
BM/valensi = 138,12/1 = 138,12.
Jika N = N ekivalensi/Volume
= mg/BE
= mg x valensi / BM
Maka mg = N x BM x volume/ valensi
Jadi kesetaraanya vitamin C adalah :
mg = 0,1 x 138,12 x 1/ 1
= 13,812
Sehingga 1 ml 0,1 N NaOH setara dengan 13,812 mg asam salisilat
Kadar Vitamin C = N x V x BE / bobot sampel x 100 %
= 0,1 x 12,56 x 138,12 / 250 mg x 100 %
= 69,39 % (b/b)
Atau dengan menggunakan kesetaraan, maka kadar vitamin C :
= N x V x kesetaraan/ bobot sampel x 0,1 x 100 %
= 0,1 x 12,56 x 13,812 / 250 x 01 x 100%
= 69,39 % (b/b)
85
BAB XI
ARGENTOMETRI
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami tentang dasar dalam titrasi argentometri
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan identifikasi unsur halogen dan halogenida
2. Mampu menjelaskan macam-macam indikator dalam titrasi argentometri
3. Mampu menjelaskan metode-metode dalam titrasi argentometri.
4. Mampu menjelaskan cara menentukan titik akhir reaksi
C. Pokok Bahasan : Argentometri
Sub Pokok Bahasan :
1. Identifikasi unsur halogen dan halogenida
2. Identifikasi senyawa organik.
3. Metode-metode dan indikator dalam titrasi argentometri
4. Penentuan titik akhir
5. Aplikasi titrasi argentometri dalam analsis
6. Menhitung kadar secara Argentometri
MATERI : ARGENTOMETRI
Argwntomwtri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa organik lain yang membentuk endapan dengan AgNO3 pada suasana tertentu.
Metode ini disebut juga sebagai metode pengendapan, karena pada argentometri
memerlukan pembentukan senyawa relatif tidak larut atau suatu endapan.
Untuk memahami metode ini, maka konsep hasil kali kelarutan (Ksp) dan reaksi
pengendapan sangatlah penting. Identifikasi unsur halogen dan halogenida sudah dipelajari
pada saat mempelajari identifikasi dan pemisahan golongan anion I, II, III, IV, dan V. Dan
konsep-konsep pengendapan sudah dipelajari di BAB hasil kali kelarutan (Ksp).
86
Untuk Identifikasi senyawa organik akan dipelajari dalam identifikasi senyawa
organik. Yang penting dalam metode argentometri untuk senyawa organik, bahwa senyawa
tersebut mampu bereaksi dan diendapakan oleh ion Ag. Senyawa tersebut diantaranya :
1.Golongan ksantin (theofillin, theobromin)
2.Golongan Vitamin (vitamin B1)
3.Golongan Sulfa (Sulfaguanidin, Sulfacetamin)
Indikator dan Titik akhir Titrasi
Beberapa indikator yang digunakan dalam metode Argentometri dan proses Titik Akhir suatu
tetrasi yaitu :
1.Indikator kalimu kromat (K2CrO4)
Indikator dibuat dengan kadar 5% dan digunakan pada metode Mohr. Indikator ini
biasanya untuk PK ion klorida (Cl) pada suasana netral, dan pada saat TA terbentuk
endapan warna merah dari Ag2CrO4.
Selama titrasi berlangsung :
AgCl akan mengendap apabila ion Cl cukup. TA tercapai jika kadar ion Cl V SAgCl = V 1,56.
X 10-10 = 1,249 x 10-5 pada suhu 25◦ C. Senyawa Ag2CrO4 akan mengendap segera setelah
hasil kali kelarutan (Ksp) dilampaui (SAgCrO4= 9 x 10-12)
Kadar K2CrO4 tidak boleh lebih dari 5% (0,58 M), untuk mencapai TA. Pada
konsentrasi yang tinggi, menyebabkan TA sukar terbentuk.
2.Feri Amonium Sulfat (Fe (NH4)2SO4)
Larutan indikator ini merupakan larutan jenuh (sekitar 40%) dalam larutan air dan
ditambah beberapa tetes HNO3 6N. Untuk setiap titrasi dibuntuhkan 1 ml, dan digunakan
pada metode Voldhard.
Dalam titrasi ini, ion Ag dengan larutan baku NH4CNS dalam suasana HNO3. Saat
TA akan tercapai, apabila kelebihan NH4CSN bereaksi dengan ion Fe (III) dan membentuk
warna merah dari Fe(III) tiosianat.
Fe+3 + 6CNS Fe+3 + Fe(SCN)63-
87
3.Indikator Adsorbsi
Indikator ini merupakan indikator asam basa yang berubah warnanya karena
adsorbsi oleh endapan pada saat TA. Contoh indikator : Fluoresin, diklofluoresin, eosin,
rodamin (zaw warna basa).
Pada PK ion Cl, endapan AgCl yang terbentuk selama titrasi mengadsorbsi ion Cl
pada permukaan endapan, membentuk satu lapis ion teradsorbsi. Lapisan ini bermuatan
negatif, selanjutnya akan membentuk ion lapisan kedua yang bermuatan berlawanan
(kation/+) yang terdapat dalam larutan (Gambar a).
Pada saat TA, kelebihan ion Ag , yang akan diadsorbsi oleh endapan dan menyusun
lapisan pertama (Gambar b). Akan terjadi persaingan antara anion (NO3) dalam larutan
dengan indikator (fluoresin) yang biasanya lebih kuat diadsorbsi jika dibandingkan dengan
ion NO3. Gabungan antara indikator dengan ion Ag pada permukaan endapan akan
menghasilkan warna tertentu. Untuk fluoresin terjadi pada jangjaun pH 7 – 10. Diklofluoresin
pada pH diatas 4,4, eosin pada pH 1 – 2.
Tabel. Pemilihan dan Perubahan Warna
Indikator Penggunaan Perubahan Warna
pada TA
Keterangan
Fluoresin Cl, Br, I, SCN,
dengan Ag
Hijau kekuningan
menjadi kemerah-
merahan
Larutan sedikit basa atau
netral
Diklorofluoresin Cl, Br, I, SCN,
dengan Ag
Hijau kekuningan
menjadi kemerah-
merahan
Larutan pH 4,4 – 7
Eosin Br, I, dengan Ag Kemerah-merahan
menjadi ungu
kemerahan
Dalam larutan HNO3
pada pH 1-2
Rhodamin 6G Br dengan Ag Jingga kemerahan
menjadi ungu
kemerahan
Dalam HNO3 keasaman
tidak lebih 0,5 N
88
4.Larutan Kalium Iodida (KI)
Larutan indikator ini dibuat dari 1 kg Iodida/ 10 ml air, untuk PK sianida (ion sianida).
Ag(CN)2 tidak akan mengendap sebelum perbandingan Molar dari AgNO3 dengan
CN lebih besar dari 1:2.
AgNO3 + 2KCN KAg(CN)2 + KNO3
KAg(CN)2 merupakan senyawa kompleks tidak berwarna yang larut. Kelebihan 1
tetes (TA) AgNO3, akan terbentuk endapan AgI yang tidak larut berwarna kuning
kenari :
KAg(CN)2 + Ag+ Ag Ag(CN)2 + K+
Dengan adanya amonia :
Ag Ag(CN)2 + NH3 2Ag(NH3)2+ + 2CN
2Ag(NH3)2+ + I- AgI + NH3
Metode –Metode Dalam Titrasi Argentometri
1.Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk PK ion Cl, Br dalam suasana netral dengan
larutan baku AgNO3, indikator K2CrO4 5%.
Cl- + Ag+ AgCl (endapan putih) SAgCl = 1,56 x 10-10
CrO4-2 + Ag+ Ag2CrO4 (endapan merah) SAg2CrO4 = 9 x 10-12
Ksp AgCl > Ag2CrO4 tetapi kelarutan AgCl > Ag2CrO4 , sebab AgCl elektrolit biner
sedang Ag2CrO4 elektrolit tertier. Secara teoritis ion CrO42- belum akan mengendap
sebelum kadar ion Cl- mencapai V SagCl = ,249 x 10-5. Setelah keadaan ini tercapai maka
ion CrO42- akan mulai mengendap, maka TA akan terjadi.
Titrasi pada metode Mohr dilakukan dalam suasana netral atau sedikit basa ( pH 6,5
– 9).
Apa yang terjadi jika titrasi ini dilakukan dibawah pH dan diatas pH yang diinginkan.?
Apakah kerugian metode Mohr ?
89
2.Metode Volhard
Titrasi argentometri secara tidak langsung, dilakukan dalam suasana lingkungan
HNO3 0,5 – 1,5 N, dalam suasana asam. Mengapa ?
Untuk mencapai TA yang teliti, titrasi digojok kuat-kuat menjelang TA supaya ion Ag yang
diadsorbsi oleh endapan AgCNS dapat bereaksi dengan tiosianat. Metode ini dapat
digunakan untuk PK ion Cl-, Br-, dan I- dalam suasana asam.
Teknisnya, ditambahkan AgNO3 berlebihan, kelebihan AgNO3 dititrasi dengan
kembali dengan NH4SCN.
3.Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam metode ini adalah : (1) endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid,
(2) ion bervalensi banyak dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi, (3) endapan
jangan terlalu encer, akan diperoleh endapan yang sedikit, sehingga perubahan warna TA
kurang jelas, (4) ion indikator harus berlawanan muatannya dengan ion pengendap, (5) ion
indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat, sehngga mendahului TA.
4.Metode Leibig
Titik akhir ditunjukkan dengan kekeruhan, misalnya dengan ion CN. Metode ini dimodifikasi
oleh Deniges dengan menambahkan KI 0,01 M sebagai indikator dan amonia 0,2 M untuk
melarutkan AgCN.
Ag Ag(CN)2 + NH3 2Ag(NH3)2+ + 2CN-
Titik akhir titrasi akan berwarna kuning dari AgI.
Ag(NH3)2+ + I- AgI + 2NH3
Selama titrasi AgI tetap larut karena adanya kelebihan ion sianida, sampai titik ekivalen
tercapai
AgI + 2CN- Ag(CN)2- + I-
Pembakuan
1.Larutan Baku AgNO3
90
Larutan baku ini mempunyai kemurnian tidak kurang dari 99,9 %. Larutan baku
AgNO3 dibaku dengan baku primer NaCl murni.
Cl- + Ag+ AgCl
NaCl bersifat agak higroskopis , sehingga perlu dipanaskan 250-350 C selama 1-2 jam dan
dimasukkan ke eksikator sampai sebelum digunakan. Untuk sehari-hari dengan kesalahan
0,1% , dapat dipanaskan pada suhu 110-120 C.
2.Larutan Baku Amonium tiosianida (NH4SCN)
NH4SCN bereaksi dengan AgNO3 dalam suasana HNO3 dengan reaksi :
AgNO3 + NH4SCN AgSCN + NH4NO3
Penambahan HNO3 pada konsentrasi 0,5 – 1,5 N. HNO3 harus bebas dari ion NO2 karena
HNO2 dengan SCN membentuk warna merah. Titik akhir ditunjukkan dengan indikator
Fe(III)NH4SO4 yang berwarna merah dengan adanya kelebihan SCN.
Contoh PK secara argentometri :
PK NaCl (metode Mohr)
Timbang seksama 250 mg NaCl, larutkan dalam 50 ml air. Titrasi dengan larutan AgNO3 0,1
N dengan menggunakan indikator K2CrO4 5 % sebanyak 1 ml.Tiap ml 0,1 N NaCl setara
dengan 5,844 mg NaCl (bagaimana cara mencarinya???)
PK barbiturat (metode Liebig)
Timbang dengan seksama lebih kurang 250 mg asam barbiturat, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer , ditambahkan 30 ml Na2CO3 3 %. Titrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1 N
sampai terjadi kekeruhan (gunakan latar belakang hitam). Tiap 1 mol 0,1 N AgNO3 setara
dengan 1 mol barbiturat. (lihat BM barbiturat untuk menghitung angka kesetaraan).
Beberapa senyawa yang menggunakan metode Argentometri :
NH4Cl; KCl, Klorbutanol; melfalan, NaCl; tiamfenikol, sulfacetamida, teofilin, teobromin, dll
91
DAFTAR PUSTAKA
Auterhoff dan Kovar, 2002, Identifikasi Obat, Terbitan kelima, Penerbit ITB, Bandung Eckschlager, K., 1984, Kesalahan PPengukuran dan Hasil dalam Analisis Kimia, Alih bahasa Mursyidi, A., Ghalia Indonesia Miller, J.C., and Miller, J.N, 1991, Statistika untuk Kimia Analitik, edisi kedua, Penerbit ITB, Bandung Rivai, H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta Rohman, A., 2007, Kimia Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Vogel, 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative inorganic Analysis, Bagian I, Kalman Media Pustaka, Jakarta Vogel, 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative inorganic Analysis, Bagian II, Kalman Media Pustaka, Jakarta