31
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA DEPARTEMEN KAJIAN DAN AKSI STRATEGIS KAJIAN EKONOMI INDUSTRI DI INDONESIA: DARI SUDUT PANDANG KELAUTAN DAN MANUSIA DIPRESENTASIKAN PADA FORUM MAHASISWA EKONOMI INDONESIA, 30-31 MEI 2015, UNIVERSITAS PADJAJARAN

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN …bemfebui.com/official/wp-content/uploads/2015/05/Kastrat-FEB-UI... · BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA ... Potensi lain yang dimiliki adalah

  • Upload
    vudan

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPARTEMEN KAJIAN DAN AKSI STRATEGIS

KAJIAN EKONOMI

INDUSTRI DI INDONESIA: DARI SUDUT PANDANG

KELAUTAN DAN MANUSIA

DIPRESENTASIKAN PADA

FORUM MAHASISWA EKONOMI INDONESIA,

30-31 MEI 2015, UNIVERSITAS PADJAJARAN

INDUSTRI DI INDONESIA: DARI SUDUT PANDANG KELAUTAN DAN

MANUSIA

Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB UI 2015

A. PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sebagai negara berkembang, perkembangan industri di Indonesia merupakan usaha

jangka panjang dalan menopang perekonomian nasional. Perkembangan industri ini

memasuki era globalisasi dengan berbagai tantangan, diantaranya adalah Masyarakat

Ekonomi ASEAN dan perdagangan bebas APEC 2020. Dalam menghadapi tantangan

tersebut, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dilihat dari sumber daya alam

dan sumber daya manusianya. Sumber daya alam yang sangat potensial dengan kondisi

geografis Indonesia adalah sektor perikanan dan kelautan.

Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.994

pulau, sektor kelautan dan perikanan memiliki peran yang strategis dalam pembangunan

perekonomian nasional, terutama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB),

penyediaan bahan pangan dan bahan baku bagi industri, sumber penerimaan devisa,

pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan

masyarakat, serta penyediaan bahan pangan dan bahan baku bagi industri. Pada tahun

2013, sampai dengan data triwulan III (BPS, 2013) pertumbuhan PDB Perikanan

mencapai 6,45%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2012 sampai triwulan III (year-

on-year), nilai PDB Perikanan naik sebesar 6.42%, yakni dari Rp42,8 triliun pada tahun

2012 menjadi Rp45,4 triliun pada tahun 2013.

Potensi lain yang dimiliki adalah jumlah penduduk Indonesia yang menempati

peringkat keempat dunia dan dapat menjadi suatu berkah ataupun musibah. Berkah

karena Indonesia akan memiliki banyak tenaga kerja yang dapat dijadikan sumber daya

bagi industri. Namun, disisi lain besarnya jumlah penduduk membuat tanggungan

pemerintah juga semakin besar, terlebih lagi jika penduduk tersebut tidak produktif

dalam menghasilkan multiplier bagi perekonomian. Polemik mengenai hubungan antara

pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi memang sudah berlangsung dari

zaman classical economics. Namun, nyatanya tidak ada data dan hipotesa yang bisa

membuktikan hubungan keduanya. Semakin banyaknya tenaga kerja diharapkan mampu

membuat roda perekonomian berjalan semakin cepat.

Human capital atau modal manusia yang disalurkan dalam bentuk tenaga kerja

sebagai salah satu unsur dari modal dalam industri sangat signifikan keberadaannya.

Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada saat ini masih jauh di bawah jumlah angkatan

kerja yang terdapat. Perkiraan adanya bonus demografi pada beberapa tahun ke depan

diharapkan dapat mengatasi masalah ini.

Bonus demografi yang tidak dimanfaatkan justru akan menyebabkan masalah dari

adanya demographic debt yang akan menghasilkan Middle-Income Trap yang justru

akan berdampak buruk dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Rendahnya

pemberdayaan SDM dan level pendidikan juga justru akan memungkinkan lowongan

kerja yang tersedia akan diisi oleh human capital yang disalurkan negara asing,

khususnya melihat pada akan dilaksanakannya Masyarakat Ekonomi ASEAN dan

perdagangan bebas APEC 2020.

II. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, penulis menemukan beberapa rumusan

masalah:

1. Bagaimana potensi perikanan di Indonesia?

2. Apa yang harus dilakukan untuk mendorong sektor perikanan di Indonesia?

3. Bagaimana peran modal manusia dalam mendorong sektor industri dan

hubungannya dengan bonus demografi?

B. PEMBAHASAN

I. Potensi Perikanan di Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini sedang fokus pada pengembangan

industrialisasi perikanan. Industrialisasi perikanan merupakan kebijakan strategi yang

diharapkan mampu menggerakkan dan mendorong jalannya perekonomian nasional

melalui sektor perikanan yang tetap mengedepankan Pro-poor, Pro-Job, Pro-Growth dan

Pro Environment

1. Pro Poor

Pendekatan Pro-poor dilakukan melalui pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat

pelaku usaha kelautan dan perikanan.

2. Pro Job

Pendekatan Pro-job dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan

budidaya yang belum tergarap dan penumbuhan wirausaha baru untuk menurunkan

tingkat pengangguran nasional. Usaha membuka lapangan kerja diiringi dengan

dukungan pengembangan akses terhadap modal dan kepastian usaha.

3. Pro Growth

Pendekatan pro-growth dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan sektor kelautan

dan perikanan sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional melalui transformasi pelaku

usaha ekonomi kelautan dan perikanan, dari pelaku ekonomi subsisten menjadi

pelaku usaha modern, melalui berbagai dukungan pengemangan infrastruktur,

industrialisasi dan modernisasi.

4. Pro Environment

Pendekatan pro-environment dilakukan melalui upaya pemulihan dan pelestarian

lingkungan perairan, pesisir, dan pulau – pulau kecil, serta mitigasi dan adaptasi

terhadap perubahan iklim.

Kebijakan strategis melalui industrialisasi perikanan budidaya merupakan salah

satu langkah positif dalam upaya mengembalikan kemandirian dan daya saing produk

perikanan Indonesia di kancah internasional. Menurut Daryanto (2007), sumber daya

pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya penting bagi hajat hidup

masyarakat dan memiliki potensi dijadikan penggerak utama (prime mover) ekonomi

nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa:

a. Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas

maupun diversitas.

b. Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor – sektor lainnya.

c. Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah

national resources-based industries.

d. Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor

perikanan.

Konsumsi Ikan di Indonesia

Ikan merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia dan Dunia. Berbagai

alasan telah mendorong orang – orang untuk tetap mengonsumsi ikan. Sehingga, lingkupan

strategis ikan saat ini terus meningkat dikarenakan:

1) Ikan sebagai sumber asupan protein dan gizi masyarakat.

Hal ini dijelaskan dengan beberapa argumen berikut:

Perikanan berkontribusi dalam mendukung pemenuhan kebutuhan protein hewani

yang lebih sehat dan mudah diperoleh. Mudah diperoleh dalam artian ikan

merupakan salah satu komoditi yang harganya terjangkau.

Perikanan juga dapat meningkatkan kebutuhan gizi masyarakat. Protein yang tinggi

pada perikanan telah mendorong pemenuhan terhdadap kebutuhan gizi masyarakat.

Ikan berkontribusi lebih dari 50% dari keseluruhan intake protein hewani.

2) Tren konsumsi ikan dunia semakin meningkat.

Hal ini dijelaskan dengan beberapa argumen berikut:

Semakin meningkatnya kesadaran global terhadap konsumsi jenis makanan yang

lebih sehat.

Semakin bertambahnya kelas menengah yang memiliki lifestyle menyukai makanan

yang berasal dari seafood.

Perbandingan Konsumsi Protein Gr/Kap/Hari (sumber: Susenas, 2009)

Data di atas menunjukkan bahwa di Indonesia kecenderungan masyarakat memilih

ikan sebagai konsumsi ideal dengan protein tinggi dibandingkan dengan komiditi lain seperti

telur, susu, ikan, daging, dan kedelai. Dari tahun 2005 hingga 2009, data Susenas

menunjukkan tren bahwa konsumsi ikan sebagai sumber protein menujukkan angka tertinggi

dibandingkan komoditi lainnya.

Data di atas juga menunjukkan bahwa permintaan terhadap komoditi ikan ini selalu

menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat Indonesia. Artinya, selain menguatkan ekspor di

sektor perikanan, pemerintah Indonesia juga harus mengutamakan kebutuhan permintaan

domestik.

*Data Sementara

Rata-rata Konsumsi Ikan Tahun 2010-2014 (Sumber: Kementerian Kelautan dan

Perikanan, 2014)

Kemudian di tahun 2010 ke tahun 2014, rata – rata konsumsi ikan nasional per kapita

mengalami peningkatan. Di tahun 2010, rata – rata konsumsi ikan mencapai 30,48 kg per

kapita dan di tahun 2014 rata – rata konsumsi ikan mencapai 37,8 kg (Data Sementara).

Produksi Ikan di Indonesia

Volume Produksi perikanan tahun 2009-2014

*Data Sementara

2010 2011 2012 2013 2014*

Target Capaian % Target Capaian % Target Capaian % Capaian Capaian

30,46 30,48 101,94 31,57 32,35 102,15 33,14 33,89 102,26 35,21 37,80

Volume Produksi Perikanan Tahun 2009– 2014 (Sumber: Kementerian Kelautan dan

Perikanan, 2014)

Perkembangan produksi perikanan di tahun 2009 ke 2014 juga mengalami

peningkatan. Di tahun 2013, jumlah produksi perikanan Indonesia mencapai 19.614 ribu ton.

Produksi ini meliputi dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Di tahun 2014, jumlah

produksi perikanan Indonesia mencapai 20.722 ribu ton (data sementara).

Volume Produksi Perikanan Budidaya Tahun 2009 – 2013

(Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014)

Untuk perikanan budidaya, produksi Indonesia di tahun 2010 mencapai 6.277.923 ton.

Di tahun 2013, volume produksi ini mengalami kenaikan mencapai 13.301 ribu ton.

Peningkatan ini salah satu nya dipicu oleh sektor budidaya rumput laut yang mengalami

peningkatan tajam, serta ikan lele dan patin yang juga mengalami peningkatan dalam

persentase cukup besar.

Produksi Perikanan Budidaya Tanpa Rumput Laut (sumber: FAO, 2012)

Menurut data FAO pada tahun 2012 di atas, produksi perikanan budidaya tanpa

rumput laut berada pada tingkat 4 dunia. Untuk ASEAN sendiri, Indonesia kalah bersaing

dengan Vietnam. Namun, Indonesia mampu meningkatkan produksi pada tahun 2011,

sehingga jumlah produksi Indonesia hampir mendekati jumlah produksi Vietnam.

Volume Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2009 – 2014

(Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014)

Volume produksi perikanan tangkap Indonesia di tahun 2010 mencapai 5.384 ribu ton

dan di tahun 2014 mengalami peningkatan mencapai 6.200 ribu ton.

Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (sumber: FAO, 2012)

Menurut data FAO pada tahun 2012 diatas, produksi perikanan tangkap Indonesia

menduduki peringkat 3 dunia. Di antara negara – negara di ASEAN, Indonesia diikuti oleh

Myanmar dan Vietnam yang berada di peringkat 8 dan 10. Negara dengan produksi

perikanan budidaya dan produksi perikanan tangkap terbesar tetap dipegang oleh Negara

China.

Neraca Perdagangan sektor Perikanan

Nilai Ekspor – Impor dan Neraca Perdagangan Tahun 2009 – 2014 (sumber: Kementerian

Kelautan dan Perikanan, 2014)

Neraca perdagangan perikanan Indonesia selalu mengalami surplus dari tahun ke

tahun. Volume ekspor Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan volume impor

perikanan.

Perkembangan ekspor dan impor perikanan Indonesia mengalami fluktuatif. Namun,

setiap tahunnya jumlah ekspor selalu lebih tinggi dibandingkan jumlah import perikanan.

Dari tahun 2009-2014 Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan di sektor perikanan.

Dan terjadi peningkatan surplus dalam jumlah cukup besar yang mencapai 14,26% dari

tahun 2009-2013.

II. Peran Pemerintah dalam Mendorong Sektor Perikanan

a. Galangan Kapal

i. Kegunaan Galangan Kapal

Galangan kapal atau shipyard adalah suatu industri yang berorientasi

menghasilkan suatu produk seperti kapal (ship), bangunan lepas pantai (offshore) dan

bangunan terapung (floating plant) untuk kebutuhan pelanggan (Stroch 1995).

Galangan kapal berlokasi di tepi laut atau sungai luas dan dapat membuat

beranekaragam kapal sesuai kebutuhan, seperti kapal pesiar, kapal penumpang, kapal

militer, dan yacht.

Galangan kapal dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu building dock shipyard,

repair dock shipyard, dan building and repair shipyard. Building dock shipyard

adalah galangan kapal yang hanya digunakan untuk membangun kapal baru. Repair

dock shipyard adalah galangan kapal yang digunakan hanya untuk perbaikan dan

pemeliharaan kapal. Sedangkan, building and repair shipyard adalah galangan kapal

dengan fungsi terlengkap di mana pembangunan, perbaikan, dan pemeliharaan kapal

dapat dilakukan di tempat yang sama.

Lebih jauh lagi, terdapat berbagai fasilitas pokok di setiap galangan kapal seperti

dok kapal, gudang material, bengkel, dan kantor galangan. Dok kapal adalah tempat

landasan di tepi perairan yang digunakan untuk merakit kapal (Soegiono, 2006).

Gudang material adalah tempat penerimaan, pemeriksaan, dan penyimpanan logistik

yang dibutuhkan oleh galangan kapal. Bengkel adalah tempat modifikasi dan

perakitan material agar sesuai dengan sparepart yang dibutuhkan oleh kapal.

Sedangkan kantor galangan adalah fasilitas yang digunakan sebagai pelayanan

administratif dan pengurusan kontrak.

Jumlah galangan kapal di Indonesia menjadi masalah krusial mengingat Indonesia

adalah negara kepulauan yang mempunyai garis pantai panjang kedua di dunia, yakni

54.716 km² setelah Kanada. Untuk itu, ketersediaan galangan kapal dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim

dunia. Saat ini, terdapat 198 industri galangan kapal di Indonesia dengan persebaran

sekitar 110 industri terdapat di daerah Batam dan Kepulauan Riau serta 88 industri

tersebar di wilayah lainnya. Dari jumlah 198 perusahaan, terdapat empat perusahaan

negara, yaitu PT. Industri Kapal Indonesia yang berlokasi di Makassar, PT. Dok dan

Perkapalan Koja Bahari di Jakarta, PT. PAL Indonesia di Surabaya, serta PT. Dok &

Perkapalan di Surabaya. Dari 141 pelabuhan di Indonesia, hanya 25% yang memiliki

galangan kapal. Kurangnya tempat pembuatan dan reparasi akan menghambat

perekonomian sehingga tujuan tol laut yang dicanangkan pemerintah mempunyai

hambatan jika kondisi itu tetap dibiarkan.

ii. Kebijakan Fiskal dalam Memajukan Industri Galangan

Sejalan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo yang akan mengembangkan

sektor maritim, pemberian insentif khusus oleh Kementerian Keuangan bagi industri

galangan kapal dalam negeri. Rancangan regulasi di bidang fiskal dalam memperkuat

industri galangan nasional meliputi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 tahun 2000 tentang

Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam rancangan revisi, galangan kapal dalam

negeri tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Galangan kapal dalam negeri

mendapat fasilitas PPN nol persen. Dengan ketentuan tidak ada pungutan, ada

keberpihakan terhadap industri galangan kapal dalam negeri agar bisa lebih

berkembang.

Pembebasan PPN terhadap industri galangan kapal nasional dapat meningkatkan

daya saing karena menumbuhkan tingkat produksi galangan. Terbantu pula dari sisi

cash flow karena tidak perlu mengalokasikan working capital untuk membayar PPN.

Harga kapal lokal pun menjadi lebih murah dibandingkan dengan kapal impor.

Terbukti dari 198 galangan kapal di Indonesia, sebanyak 110 galangan kapal ada di

Batam dan Kepulauan Riau. Industri galangan kapal di Batam dapat berkembang

baik dengan menyerap 120.000 tenaga kerja.

Dengan penghapusan PPN tersebut, diharapkan seluruh industri galangan kapal

Indonesia hidup kembali, sebagaimana industri galangan kapal di Kepulauan Batam.

Majunya industri galangan kapal di Batam dikarenakan banyaknya kemudahan yang

diberikan, salah satunya pembebasan PPN 10%.

Insentif fiskal yang bisa dilakukan lainnya adalah bea masuk yang ditanggung

pemerintah. Bea masuk, menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah

pungutan negara yang dikenakan terhadap barang impor. Adapun yang menjadi

landasan hukum dari diterapkannya bea masuk ini adalah

1. UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah

dengan UU Nomor 17 Tahun 2006;

2. Kep. Menkeu No. 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang

Impor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Kep. Menkeu No.

112/KMK.04/2003;

3. Kep. DJBC No. KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana

Kepabeanan di Bidang Impor yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Peraturan DJBC No. P-42/BC/2008.

Dalam memberikan keringanan dalam bea tarif, pemerintah dapat melakukan 4

hal, yaitu:

1. Tarifikasi (merubah tata niaga impor menjadi bea masuk),

2. Penurunan tarif secara bertahap dan berkesinambungan,

3. Harmonisasi tarif antar sektor dan tingkatan proses produksi,

4. Penyerdahanaan tarif.

Untuk komponen galangan sendiri dikenakan bea masuk dengan tarif advalorum. Bea

masuk menggunakan sistem advalorum ditentukan oleh persentase tarif dikalikan dengan

nilai pabean, berbeda dengan tarif spesifik yang ditentukan berdasarkan pada komoditas

barang itu sendiri. Tarif spesifik hanya diaplikasikan untuk empat kategori barang saja,

yaitu gula, beras, minuman mengandung alkohol, serta film. Untuk komponen impor

yang ditanggung pemerintah menurut Peraturan Menteri Keuangan

No.57/PMK.011/2013 tentang Bea Masuk barang dan bahan guna perbaikan atau

pembuatan kapal, pemerintah 160 jenis barang yang diimpor, seperti Marine Growth

Prevention, Steel Ship Plate, Pipa untuk Kapal, dan lain-lain.

Tujuan dari penerapan bea masuk impor sendiri adalah sebagai satu media

perlindungan yang disediakan pemerintah terhadap produk domestik. Kebijakan ini

ditujukan untuk produk-produk atau komoditas-komoditas yang sedang digalakkan untuk

meningkatkan produksi dalam negeri serta nilai ekspor Indonesia. Industri galangan yang

menjadi salah satu fokus pemerintah untuk memperkuat industri maritim nasional, sudah

sepatutnya didukung mengingat Indonesia yang masih sangat membutuhkan transportasi

perkapalan untuk menunjang pembangunan negara yang lebih merata, serta efisien.

Saat ini, komponen-komponen untuk memproduksi kapal di Indonesia masih

didominasi oleh komponen impor dikarenakan oleh tidak tersedianya komponen hasil

produksi dalam negeri. Oleh karenanya, tidak mungkin jika diterapkan pembatasan impor

untuk komponen galangan karena industri dalam negeri belum mampu menyokong

industri galangan ini secara mandiri. Sementara itu, jika komponen-komponen impor

tersebut dibiarkan masuk secara bebas tanpa bea, maka akan menghambat kemungkinan

perkembangan industri untuk memproduksi komponen-komponen galangan ini. Hal-hal

tersebutlah yang menjadi landasan bagi pemerintah untuk menerapkan dua kebijakan

terkait dengan pengenaan bea masuk, yaitu:

1. Bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk impor komponen

yang bersinggungan dengan industri lain

2. Pembebasan bea masuk (BM) komponen impor

b. Industri Dirgantara dalam Membangun Sektor Perikanan

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut 5,8 juta km2

termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia memberikan hasil tangkapan pada tahun

2011 sebesar 5,4 juta ton/tahun (Bappenas 2012). Potensi sumber daya perikanan

tangkap di laut sebesar 6,5 juta ton per tahun dan yang sudah dimanfaatkan sebesar 5

juta ton lebih. Berdasarkan data FAO, pada tahun 2008, Indonesia dengan total

ekspor sebesar 5 juta ton per tahun merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam

produksi perikanan dunia di samping China dan Peru (FAO, 2010).

Namun, yang masih menjadi kendala adalah sistem pendistribusian ikan tersebut.

Kinerja logistik nasional secara umum masih belum menggembirakan. Hal ini terlihat

dari Logistics Performance Index (LPI) yang dikeluarkan Bank Dunia dimana

peringkat Indonesia menurun dari urutan 43 (empat puluh tiga) pada tahun 2007,

menjadi urutan 75 (tujuh puluh lima) pada tahun 2010. Selain itu, Data menyebutkan

biaya distribusi masih tinggi atau secara nasional biaya yang dikeluarkan mencapai

27% (dua puluh tujuh persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam perikanan,

beberapa penyebab mahalnya biaya logistik perikanan yaitu:

a. Pelabuhan di wilayah timur hanya bisa melakukan ekspor tetapi tidak bisa

untuk impor.

b. Sulit untuk menekan biaya transpor karena kapal berisi barang hanya pada

saat berangkat. Pada saat kembali kapal sering kosong atau paling banyak

hanya berisi setengah dari kapasitas muat barang, sehingga pemiliki kapal

membebankan tarif yang mahal.

Selain itu, barang-barang perikanan mempunyai ciri-ciri yang dapat

mempengaruhi atau menimbulkan masalah dalam pemasaran. Ciri-ciri yang dimaksud

antara lain adalah sebagai berikut (Hanafiah dan A.M Saefuddin 1986):

a. Produksinya musiman, berlangsung dalam ukuran kecil-kecil (small scale)

dan di daerah terpencar-pencar serta spesialisasi. Produksi perikanan

umumnya berlangsung secara musiman dan panennya (penangkapannya)

terbatas dalam periode tertentu yang relatif singkat. Keadaan ini biasanya

menimbulkan beban musiman (peak load) dalam pembiayaan, penyimpanan,

pengangkutan dan penjualan;

b. Konsumsi hasil perikanan berupa bahan makanan relatif stabil sepanjang

tahun. Sifat demikian ini dihubungkan dengan sifat produksinya yang

musiman dan jumlahnya tidak berketentuan karena pengaruh cuaca,

menimbulkan masalah dalam penyimpanan dan pembiayaan;

c. Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau

mudah rusak (perishable). Barang-barang hasil perikanan adalah organisme

hidup dan karenanya mudah atau cepat mengalami kerusakan atau

pembusukan akibat dari kegiatan bakteri, enzimatis dan oksidasi. Masalah ini

membutuhkan usaha atau perawatan khusus dalam proses pemasaran guna

mempertahankan mutu;

d. Jumlah atau kualitas hasil perikanan dapat berubah-ubah. Kenyataan

menunjukan bahwa jumlah dan kualitas dari hasil perikanan tidak selalu tetap,

tetapi berubah-ubah dari tahun ke tahun.

Pendistribusian dalam hal ini dibagi menjadi distribusi dalam negeri dan luar

negeri (ekspor). Pada umumnya untuk pasar ekspor telah terbentuk sistem

logistik yang mapan antara produsen di Indonesia dan industri di lokasi pasar

ekspor.

Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan Sistem

Logistik Ikan Nasional (SLIN) pada tahun 2014, yaitu sistem manajemen rantai

produksi untuk pemenuhan dalam negeri. Tujuan SLIN yaitu memberikan jaminan

berupa kecukupan stok ikan dan harga yang relatif stabil tanpa dipengaruhi oleh

musim apakah sedang paceklik atau lagi puncak panen. Pada tahap awal jenis ikan

yang akan ditangani adalah kelompok ikan layang, kembung, sardine, serta kelompok

ikan tuna, tongkol dan cakalang. Sedangkan unsur pendukungnya adalah pelabuhan

perikanan, usaha kapal transport, asosiasi pelaku, dan perbankan.

Dalam pengembangan Sistem Logistik Ikan Nasional, nelayan dan pemilik kapal

yang merupakan produsen yang mempunyai keahlian khusus sebagai penangkap ikan

tidak memungkinkan atau terkendala untuk mengembangkan peran dan mempelajari

sistem logistik sehingga sering mempunyai posisi tawar yang rendah karena belum

menyadari pentingnya informasi.

Beberapa industri perikanan besar telah mengembangkan jaringan dari hulu ke

hilir dengan memiliki seluruh rantai produksi seperti: armada penangkapan, logistik

penyimpanan dan transportasi, serta industri pengolahan. Bahkan sering kali dijumpai

industri ini mempunyai pelabuhan perikanan untuk mempersingkat distribusi bahan

bakunya. Meskipun ada petugas pencatat dari Dinas Kelautan dan Perikanan atau

petugas UPT pelabuhan terdekat tetapi probabilitas tidak tercatatnya stok ikan akan

menjadi perhatian dalam perencana Sistem Logistik Ikan Nasional ke depan. Tempat

pelelangan ikan (TPI) yang seharusnya dapat menjadi alat monitoring dan evaluasi

stok sumber daya ikan tidak berkembang karena nelayan atau pemilik kapal sebagai

produsen telah mempunyai pelanggan masing-masing.

Selain untuk distribusi dalam negeri, sektor perikanan juga diperuntukan untuk

kegiatan ekspor yang memerlukan peningkatan daya saing. Peningkatan daya saing

produk perikanan antara lain melalui mutu, efisiensi dan penerapan standar menjadi

kunci dalam memenangkan persaingan tersebut. Daya saing tersebut dapat

ditingkatkan dengan sistem distribusi yang baik, salah satunya melalui

kedirgantaraan.

Skema Korelasi Industri Dirgantara dengan Industri Perikanan

Industri perikanan Indonesia sejauh ini masih berkembang dengan tempo yang

cukup lambat. Hal ini dibandingkan dengan potensi sumber daya alam Indonesia

dengan hasil produksi perikanan Indonesia, baik itu perikanan tangkap maupun

perikanan budidaya. Selain itu, hal ini juga dibandingkan dengan produksi perikanan

China yang jauh melebihi produksi perikanan Indonesia. Padahal potensi sumber

daya alam Indonesia lebih tinggi dibandingkan China.

Indonesia dengan berbagai usaha seharusnya dapat meningkatkan produksi

perikanan Indonesia. Terlebih lagi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN,

Indonesia memiliki peluang terbesar untuk menguasai pasar ASEAN terutama dalam

sektor perikanan dan menjadi sektor spesialisasi dalam komoditas perikanan. Oleh

karena itu, Pemerintah Indonesia harus mendorong produksi perikanan dan serta

meningkatkan kualitas produksi agar pasar ASEAN dapat menerima produk

perikanan Indonesia. Peningkatan produksi dan kualitas produk perikanan Indonesia

dapat ditingkatkan melalui sistem distribusi yang baik dam cepat, karena hasil ikan

memerlukan Supply Chain yang pendek dari produsen ke konsumen. Hal ini dapat

dilakukan melalui transportasi udara.

Dalam mengambangkan Industri Dirgantara, pemerintah melalui BUMN, yaitu

PT Dirgantara Indonesia, difokuskan untuk merakit pesawat perintis, seperti NC-212

Pesawat, mampu membawa 20 penumpang atau muatan 2.000 kg, CN-295 yang

mampu membawa 40 sampai 50 orang, dan N-219 yang memang khusus dibuat untuk

kargo. Dalam hal ini, pesawat perintis tersebut khusus didesain untuk kargo Ikan

dengan pendingin yang sesuai (Cold Storage).

Setelah itu, pesawat tersebut diperjualbelikan kepada perusahaan yang khusus

bergerak di jasa penerbangan, seperti PT. Garuda Indonesia yang memiliki strategic

business unit dalam bidang kargo dan PT. Angkasa Pura Logistik. Sejalan dengan itu,

pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,

juga membangun infrastruktur dalam bentuk Bandar Udara perintis di daerah yang

memiliki potensi perikanan yang besar.

III. Memaksimalkan Bonus Demografi

Indonesia dalam waktu dekat akan memiliki masa dimana banyaknya jumlah

penduduk usia produktif sehingga menurunkan rasio ketergantungan. Masa inilah yang

disebut dengan bonus demografi. Hal ini merupakan dampak dari adanya perlambatan

pertumbuhan penduduk yang terjadi di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.

Perlambatan jumlah penduduk disebabkan oleh salah satunya adalah Angka Kelahiran di

Indonesia yang menurun.

Angka kelahiran (TFR) Indonesia telah mengalami penurunan dalam jangka

waktu 30 tahunan, karena keberhasilan program KB Nasional. Keberhasilan ini mulai

menurun ketika kebijakan program KB didesentralisasi ke Kabupaten/Kota, dengan

peningkatan kembali TFR dari tahun 2000 ke 2010. Meskipun telah terjadi penurunan

angka kelahiran pada era 1970-2000, namun tambahan bayi yang lahir setiap tahun

masih cukup besar yaitu sekitar 3 – 4 juta bayi1.

Kondisi ini dimasa depan akan semakin meningkatkan jumlah penduduk

produktif ke depan. Peningkatan jumlah penduduk usia produktif yang akan

menurunkan resio ketergantungan harus dibarengi dengan peningkatan kualitasnya, agar

mereka yang masuk ke usia tersebut dapat memperoleh kesempatan kerja yang tersedia

atau bahkan mampu menciptakan kesempatan kerja.

Di sisi lain, pemerintah dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang sedang

melakukan percepatan proses industrialisasi di Indonesia. Proses ini dimulai dengan

pembangunan infrastruktur secara massif di berbagai daerah sebagai penunjang dari

industri. Pembangunan secara fisik pun sudah dilakukan oleh pemerintah, bahkan tahun

2016 dinyatakan oleh Bappenas sebagai tahun pembangunan infrastruktur.

Namun, pembangunan ini akan menjadi tidak berguna jika tidak dibarengi oleh

pembangunan modal manusia (Human Capital) yang mencakup pendidikan dan

kesehatan. Terlebih lagi, data dari BPS (Agustus, 2011) menunjukkan bahwa penduduk

usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan

masih didominasi oleh lulusan SD ke bawah sebanyak 54,2 juta orang dengan persentase

49,40%. Jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan yang

relatif tinggi tentunya proporsi ini masih sangat kecil. Tentunya pembangunan fisik

sebagai penunjang infrastruktur jika tidak dibarengi oleh pembangunan Human Capital

akan menjadi masalah besar pada masa bonus demografi. Disinilah sebenarnya terjadi

kesenjangan antara laju perkembangan industri dan juga Human Capital.

a. Peranan Human Capital dalam Industri

Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dan pelatihan

1 Jurnal Kependudukan, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan, BKKBN

termasuk ke dalam investasi non fisik atau investasi sumber daya manusia (Human

Capital). Melalui pendidikan dan pelatihan, peserta didik telah menginvestasikan

dirinya untuk di masa depan memperoleh nilai yang lebih besar. Beberapa faktor

yang menyebabkan perlunya mengembangkan tingkat pendidikan di dalam usaha

untuk membangun suatu perekonomian, adalah:

1. Pendidikan yang lebih tinggi memperluas pengetahuan masyarakat dan

mempertinggi rasionalitas pemikiran mereka. Hal ini memungkinkan masyarakat

mengambil langkah yang lebih rasional dalam bertindak atau mengambil

keputusan

2. Pendidikan memungkinkan masyarakat mempelajari pengetahuan-pengetahuan

teknis yang diperlukan untuk memimpin dan menjalankan perusahaan-perusahaan

modern dan kegiatan-kegiatan modern lainnya.

3. Pengetahuan yang lebih baik yang diperoleh dari pendidikan menjadi perangsang

untuk menciptakan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang teknik, ekonomi dan

dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat lainnya.

Salah satu aspek perlunya pendidikan adalah mempelajari pengetahuan-

pengetahuan teknis. Meningkatnya pengetahuan-pengetahuan teknis dapat

menciptakan perkembangan teknologi yang pada akhirnya akan meningkatkan

produktivitas Indonesia di zaman industrialisasi ini.

Pada kurva penawaran, jika teknologi mengalami perkembangan maka kurva

penawaran akan bergeser ke kanan. Jika kurva penawaran bergeser ke kanan maka

titik keseimbangan akan bergeser ke kanan bawah. Pergeseran titik keseimbangan

menyebabkan kuantitas barang mengalami kenaikan dan harga mengalami

penurunan. Ceteris paribus.

Kurva Penawaran Bergeser ke Kanan

Meningkatnya jumlah penawaran juga menandakan bahwa produktivitas

dalam proses indutri telah meningkat. Penguasaan teknologi melalui proses

pendidikan telah menjadi faktor penting demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Namun, saat ini penguasaan teknologi di Indonesia masih sangat buruk.

Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) Indonesia di urutan ke-60 dari 72 negara

berdasarkan data United Nation for Development Program (UNDP) pada 2013.

Ukurannya berupa penciptaan teknologi yang dilihat dari perolehan hak paten dan

royalti atas karya dan penemuan teknologi, difusi inovasi teknologi mutakhir yang

diukur dari jumlah pengguna Internet dan besaran sumbangan ekspor teknologi

terhadap total barang ekspor. Ukuran lainnya, difusi inovasi teknologi lama yang

dilihat dari jumlah pengguna telepon dan pemakai listrik, serta tingkat pendidikan

penduduk berdasarkan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dan

angka partisipasi kasar penduduk yang menempuh pendidikan tinggi di bidang iptek.

IPT Indonesia yang rendah menunjukkan kurang efisiennya dan rendahnya

produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Selain itu, kandungan teknologi dalam negeri

pada produk ekspor juga sangat rendah, umumnya kegiatan perakitan yang komponen

impornya mencapai 90 persen.

IPT yang rendah inilah yang harus diperbaiki melalui proses pendidikan agar

human capital ini dapat berperan besar pada industrialisasi di Indonesia. Selain proses

pendidikan yang harus diperbaiki, pemerintah juga harus mempercepat dan

memberikan bantuan baik finansial maupun perizinan terhadap alih teknologi dan

kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana yang telah diatur dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih

Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan

oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan.

Jika pendidikan, alih teknologi, dan kegiatan penelitian dan pengembangan

telah terlaksana dengan baik maka kemampuan Indonesia akan ilmu pengetahuan dan

teknologi akan berkembang pesat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi inilah

yang akan meningkatkan human capital kita yang berperan besar bagi produktivitas

baik sektor barang maupun jasa di zaman industrialisasi demi memanfaatkan bonus

demografi di tahun 2025.

b. Gambaran Kondisi Tenaga Kerja Indonesia Saat Ini

Berdasarkan data BPS pada Februari 2014, angkatan kerja Indonesia kinitelah

mencapai 125.3 juta atau bertambah 5.2 juta orang jika dibandingkan dengan

angkatan kerja Agustus 2013 yang berjumlah 120.2 juta. Tingkat pengangguran

terbuka (TPT) di Indonesia sendiri telah mengalami penurunan 50 ribu orang atau

5.70 persen bila dibandingkan dengan rentang waktu yang sama. Menurut Kepala

Badan Pusat Statistik, Suryamin, seluruh sektor usaha mengalami kenaikan jumlah

pekerja produktif. Pada tahun 2014 sendiri, sektor kemasyarakatan terdiri atas 640

ribu orang, sektor perdagangan terdiri atas 450 ribu orang, dan sektor industri

sebanyak 390 ribu orang. Sektor-sektor ini mengalami kenaikan berbeda dengan

sektor pertanian dengan penurunan 0.68%. Penurunan ini terjadi karena perpindahan

kerja banyak petani dari sektor agrikultur ke manufaktur.

Tabel trend TPK dan TPT dari tahun 1996 ke 2010

TPK atau tingkat partisipasi kerja adalah perbandingan antara jumlah

angkatan kerja dengan jumlah penduduk dalam angkatan kerja. TPT atau tingkat

partisipasi terbuka penduduk adalah perbandingan antara jumlah pengangguran

dengan jumlah penduduk angkatan kerja. Setelah krisis 1998, dapat dilihat bahwa

TPK sempat menurun untuk naik lagi di tahun 2005 sampai dengan sekarang.

Bonus demografi harus benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan output

dengan modal manusia (angkatan kerja) yang tersedia. Menurut data dari Lembaga

Demografi FEB UI, disebutkan bahwa proyeksi angkatan kerja dari tahun 2005

sekitar 106,8 juta akan meningkat menjadi 148,5 juta pada 2025. Artinya akan terjadi

peningkatan jumlah angkatan kerja di Indonesia, sesuai dengan tabel proyeksi

dibawah ini.

Proyeksi Penduduk Indonesia, 2010-2035 (Ribuan)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dengan proyeksi penduduk Indonesia yang akan semakin meningkat

dikarenakan turunnya fertilitas dan kematian bayi yang membuat rasio

ketergantungan semakin menurun. Hal itu disebabkan pula oleh penurunan proporsi

penduduk muda dan peningkatan proporsi usia kerja. Kemudian terdapat pula

transisi demografi dikarenakan terjadi penurunan fertilitas dan mortalitas dalam

jangka panjang. Adapun penurunan fertilitas akan menurunkan proporsi anak-anak

(0-14 tahun) sedangkan penurunan dari mortalitas akan meningkatkan jumlah bayi

yang hidup dan mencapai pada usia kerja (15-64 tahun). Berikut adalah tabel

mengenai jumlah usia kerja, anak-anak, dan lansia.

Sumber : LD FEUI (Sri Moertiningsih Adioetomo)

Dengan kondisi seperti yang digambarkan diatas, terlihat untuk

memaksimalkan modal manusia atau capital labour maka diperlukan penyerapan atau

pemanfaatan sumber daya manusia itu sendiri. Dari berbagai industri terdapat 3

Negara

Tahun

2010 2015 2020 2025 2030 2035

Indonesia 238.519 255.462 271.066 284.829 296.405 305.652

0

50

100

150

200

250

pen

du

du

k I

(ju

ta)

Tabel proyeksi usia kerja, anak-anak, dan

lansia di Indonesia

0-14

15-64

65+anak-anak 0-

lansia 65+

usia kerja

industri besar yang menyerap tenaga kerja yang besar, yakni pakaian dan tekstil,

makanan dan minuman, serta furniture. Namun industri tersebut memiliki presentase

sumbangan terhadap PDB yang minim bila dibandingkan dengan presentase industri

migas yang mencapai 0,25% dari PDB atau 2.5x lipat presentase dari ketiga industri

yang menyerap banyak sumber daya tersebut. Berikut adalah industri yang menyerap

tenaga kerja paling banyak di Indonesia yakni :

Industri paling menyerap tenaga kerja paling banyak di Indonesia per orang

No Industri 2010 Presentase

terhadap PDB

1 Industri Pakaian dan Tekstil 1.006.907 orang

0,02%

2 Industri Makanan & Minuman 415.479 orang 0,07%

3 Industri Furniture 215.022 orang 0.012%

Sumber : BPS, 2010

Adapun untuk dapat menyerap tenaga kerja yang banyak diperlukan pula kualitas

dari sumber manusia yang baik. Salah satunya adalah dengan melakukan wajib

belajar 15 tahun, mempromosikan kembali sekolah menengah kejuruan, dan

mengadakan latihan atau kursus dengan membangun balai pelatihan tenaga kerja

didaerah.

c. Sektor Industri yang Dapat Dimanfaatkan Saat Bonus Demografi

Bonus demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari

besarnya proporsi penduduk produktif. Jika tidak disiapkan dengan baik, “bonus”

demografi ini dapat menjadi jebakan bagi Indonesia yang membuat proses pengejaran

keberhasilan negara lain semakin lama.

Pertanian adalah jenis industri padat karya yang memegang peran strategis dalam

ketenagakerjaan Indonesia. Berdasarkan data Sakernas tahun 2006, penduduk

Indonesia yang berkarir di bidang ini mencapai 42,039,250 orang dari 95,177,102

(44.2%) penduduk Indonesia yang bekerja. Data ini menujukan bahwa hampir dari

setengah tenaga kerja berada di bidang pertanian yang keuntungannya bergantung

dengan harga pangan. Kualitas sumber daya manusia petani di Indonesia sendiri

masih sangat rendah. Hal ini ditunjukan dari data bahwa 59.2% petani tidak berhasil

menamatkan SD, 32.1% tamatan SD, 5.7% tamatan SMP, dan 2.9% tamatan SMA.

Frekuensi pengulangan kerja petani membuat petani dapat digolongkan menjadi

tenaga kerja terlatih.

Namun, industri pertanian kerap mengalami penurunan dari waktu ke waktu.

Disaat sektor usaha lain mengalami peningkatan penyerapan jumlah pekerja, tenaga

kerja di bidang pertanian malah menurun. Selama kurun waktu 1990-1997, tenaga

kerja di sektor bukan pertanian meningkat lebih dari 16.5 juta orang dan di sektor

pertanian turun lebih dari 6.7 juta orang. Penurunan atraktivitas pekerjaan di bidang

agrikultur disebabkan oleh banyaknya lahan pertanian yang telah di alihfungsikan

menjadi lahan tempat tinggal ataupun usaha dan kurangnya intervensi dari pemerintah

untuk hal ini.

Dalam menghadapi kondisi bonus demografi di tahun 2030-an, diperlukan

intervensi dari pemerintah untuk menyiapkan sektor-sektor usaha yang sesuai dengan

penambahan jumlah pekerja usia produktif. Industri agrikultur adalah industri yang

dapat banyak menyerap tenaga kerja dan masih memiliki banyak ruang untuk

dikembangkan terutama di bidang produktivitas. Produktivitas sektor pertanian

mencapai 1.69 juta rupiah per orang, urutan pertama terendah diikuti oleh sektor

perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel sebesar 4.21 juta rupiah per

bulan.

Sektor industri lainnya yang menarik untuk dikembangkan dalam kondisi bonus

demografi adalah industri kreatif. John Howkins dalam bukunya The Creative

Economy: How People Make Money from Ideas (2001) adalah kegiatan ekonomi

dalam masyarakat yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghasilkan

ide tidak hanya melakukan hal-hal yang rutin dan berulang-ulang. Ekonomi kreatif

sendiri mencakup empat buah modal yaitu sosial budaya, manusia, strukturan, dan

kreativitas yang dapat mengembangkan keunikan suatu negara bermodalkan

keanekaragaman budaya. Laporan PBB menunjukan bahwa ekonomi kreatif berada

pada sektor paling dinamis di dalam perekonomian dunia dan menawarkan

kesempatan pertumbuhan yang pesat di negara-negara berkembang.

Saat ini, kondisi ekonomi kreatif di Indonesia berada pada kisaran 7 persen

dengan nilai 641.8 triliun. Jumlah tenaga kerja yang diserap pada sektor ini sendiri

adalah 11.5 juta orang dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1%. Dengan modal 220

juta orang, belum termasuk penduduk usia produktif yang berada di era bonus

demografi, masih banyak potensi dari peluang bidang industri ekonomi kreatif yang

dapat dimaksimalkan. Strategi jangka panjang dalam peningkatan kualitas sumber

daya manusia adalah hal krusial penunjang ekonomi kreatif. Indonesia harus

berkembang dari fakta bahwa saat ini, 54.6% dari seluruh penduduk Indonesia adalah

jumlah kumulatif dari tamatan dan bukan lulusan SD. Program pendidikan akan

dikembangkan untuk mengasah daya pikir, kekuatan kognitif, dan softskills para

penerus pembangunan di masa depan sehingga mereka dapat menjadi tenaga kerja

berkualitas yang penuh ide ataupun membuka usaha milik mereka sendiri.

C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Terdapat beberapa alasan untuk meningkatkan industri perikanan di Indonesia.

Pertama, potensi perikanan Indonesia sangatlah besar, baik jika ditinjau dari segi

kuantitas ataupun diversitas. Tren konsumsi ikan dunia yang meningkat pun dapat

menjadi satu kesempatan besar bagi Indonesia untuk meningkatkan volume produksi

perikanan. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan mendukung sektor industri

galangan nasional melalui kebijakan-kebijakan fiskal yang ditujukan untuk

mempermudah proses produksi galangan di Indonesia. Galangan dapat mendukung

industri-industri di Indonesia, khususnya industri perikanan dalam hal percepatan

distribusi serta penangkapan ikan itu sendiri. Selain itu, pemanfaatan industri dirgantara

dalam proses distribusi serta penyederhanaan supply chain produk perikanan pun dapat

menjadi satu metode dalam meningkatkan optimalisasi potensi perikanan di Indonesia

yang begitu besarnya.

Untuk industri secara umum, pemanfaatan human capital sangatlah esensial

keberadaannya. Bonus demografi yang diperkirakan akan terjadi di Indonesia ini haruslah

dapat dimanfaatkan dengan optimal karena akan adanya human capital yang melimpah,

yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik justru akan dapat menyebabkan Middle-Income

Trap. Adapun tiga industri besar yang dapat menampun pekerja terbanyak adalah industri

pakaian dan tekstil, makanan dan minuman, serta furnitur. Namun, jika ingin mendukung

pertumbuhan ekonomi negara dengan upaya menaikkan PDB lewat proses industrialisasi,

maka industri yang dapat dipertimbangkan adalah industri migas, pertanian, serta industri

yang memiliki potensi besar adalah industri kreatif.

Rekomendasi

1. Mengefektifkan supply chain antara nelayan ke konsumen dengan strategi

distribusi menggunakan industri dirgantara

2. Mendukung industri galangan nasional dengan kebijakan fiskal berupa tax

allowance dan pembebasan bea masuk komponen impor galangan

3. Menyederhanakan proses birokrasi dan perizinan, khususnya untuk industri

galangan nasional

4. Melakukan pengalihan dana investasi dari sektor konsumtif ke sektor

produktif terutama industri padat karya (Industri pakaian/tekstil, minuman &

makanan, serta furniture dsb.) dan ke sektor pendidikan.

5. Memperbaiki iklim investasi dan birokrasi yang kondusif untuk membuka

kesempatan kerja produktif seluas-luasnya bagi masyarakat.

6. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan program

pendidikan kejuruan, program pelatihan pekerja, perluasan jangkauan

pendidikan dan kualitasnya.

7. Peningkatan industri kreatif nasional dengan mendukung ekonomi kreatif

Indonesia dan melakukan inovasi di sektor perindustrian Indonesia guna

meningkatkan produktifitas dengan Research and Development Program.

Referensi dan Sumber Data

1. Aiyar,. S., Duval, R., Puy, D., Wu, Y., & Zhang, L. (2013). IMF Working Paper. Growth Slowdowns and the

Middle-Income Trap. Washington: International Monetary Fund. Diakses pada April 21, 2015, dari

https://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2013/wp1371.pdf

2. Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2009. Jakarta: BPS

3. Butler, Robert (2010, 24 Mei). Debt and the Demographics of Aging. International Longevity Center,

Washington Times. Diakses pada April 21, 2015, dari http://www.cfr.org/aging/debt-demographics-

aging/p22195

4. Economist Online (2012, 27 Maret). The Middle-Income Trap. Diakses pada April 21, 2015, dari

http://www.economist.com/blogs/graphicdetail/2012/03/focus-3

5. Howkins, Jown. The Creative Economy: How People Make Money from Ideas. 2011. London: Penguin

6. Kajian Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai pada Industri Galangan Nasional . Badan

Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Jakarta: Kementerian Keuangan

7. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2012. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan RI

Tahun 2010 – 2014. Jakarta.

8. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2014. Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2014.

9. Maruli, Aditya (Ed.). 2015. "Pemerintah Sepakat Berikan Insentif Industri Galangan

Kapal". (online). http://www.antaranews.com/berita/470443/pemerintah-sepakat-berikan-

insentif-industri-galangan-kapal, diakses pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 00.17 WIB

10. Mason, Andrew. (2005). DEMOGRAPHIC TRANSITION AND DEMOGRAPHIC DIVIDENDS IN

DEVELOPED AND DEVELOPING COUNTRIES. UNITED NATIONS EXPERT GROUP MEETING ON

SOCIAL AND ECONOMIC IMPLICATIONS OF CHANGING POPULATION AGE STRUCTURES.

11. Moertiningsih, Sri. (2005). Bonu Demografi Menjelaskan Hubungan Antara Pertumbuhan Penduduk

Dengan Pertumbuhan Ekonomi.. Pidato Pengukuhan Guru Besar.

12. Oosthuizen, Morne. (2013). MAXIMISING SOUTH AFRICA’S DEMOGRAPHIC DIVIDEND.

Development Policy Research Unit Paper.

13. Peraturan Menteri Keuangan nomor 57/PMK.011/2013

14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan

Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga

Penelitian dan Pengembangan

15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2003 Perubahan atas

Peraturan Pemerintah

16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2011

17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau

Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu

yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

18. Septami, Gisty Ajeng. (2015). PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI DAN MANUFAKTUR DI

INDONESIA GUNA MEMETIK BONUS DEMOGRAFI. Makalah Seleksi Mahasiswa Berprestasi FEB

UI 2015.

19. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi, Provinsi dan Pelabuhan Asal Ekspor 2012.

20. Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2013. BPS. 2013

21. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan

22. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

24. Wei, Xing. (2012) From “Demographic Dividend” to “Demographic Debt”. Institute of Social

Development Research, NDRC Diakses pada April 21, 2015, dari

http://en.amr.gov.cn/en/Projects/ReportDetail.aspx?id=154

25. http://www.kemenperin.go.id/statistik/ (diakses 23 April jam 13.30)

26. http://www.worldbank.org/in/news/press-release/ (diakses 23 April jam 16.43)

27. http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-definisi-macam-jenis-dan-penggolongan-industri-di-

indonesia-perekonomian-bisnis.html(diakses 21 April 2015 jam 21.35)

28. http://www.beritasatu.com/ekonomi/182140-bps-kondisi-ketenagakerjaan-di-indonesia-semakin-

membaik.html (diakses 22 Februari 2015 jam 23.46)

29. http://id.tradingeconomics.com/indonesia/gdp-per-capita (diakses 23 April jam 16.32)