Upload
ngophuc
View
248
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
47
BAB V
PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL
(Orom Sasadu/Makan Adat) SUKU SAHU DI DESA BALISOAN
KECAMATAN SAHU KABUPATEN HALMAHERA BARAT
Pada bab ini peneliti akan memaparkan Peran Lembaga Adat dalam
Membangkitkan Pemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya
makan bersama di Sasadu. Setelah itu memaparkan Peran Lembaga Adat dalam
Membangkitkan Keaktivitasan kebudayaan (Orom Sasadu) di Desa Balisoan
kecamatan sahu kabupaten halmahera barat.
5.1 Peran Lembaga Adat Dalam Membangkitkan Pemahamaman
Masyarakat Tentang Pentingnnya Pelestarian Budaya Makan Bersama
di Sasadu
Menurut Soerjono Soekanto, (2006: 212) berpendapat bahwa “Peranan
merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan”.
Lembaga adat merupakan organisasi kemasyarakatan yang hidup dalam suatu
masyarakat adat yang memiliki peran dalam masyarakat untuk mengatur
kehidupan maupun menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi dalam suatu
masyarakat adat. Seperti dalam hasil wawancara di bawah ini:
1. Informan HL, seorang laki-laki berumur 60 tahun seorang tokoh adat.
Menurut informan pembentukan lembaga adat suku Sahu di dasarkan
atas kesadaran masyarakat untuk tetap mempertahankan keberadaan
nilai-nilai budaya yang terdapat dalam tradisi. Masyarakat Desa
Balisoan sangat memahami bahwa tradisi makan bersama di Sasadu
merupakan suatu tradisi yang memiliki nilai-nilai yang positif bagi
pembentukan karakter masyarakat, sehingga dengan terbentuk
lembaga adat suku Sahu, dapat membentuk ruang gerak bagi
48
masyarakat adat untuk meningkatkan keaktivitasnya. Pelaksanaan
acara makan bersama di rumah adat ini pada zaman dahulu adalah
dilakukan setelah menanam padi atau sesudah panen, namun karena
perkembangan zaman sekarang ini, masyarakat suku Sahu kesulitan
mendapat lahan untuk menanam padi karena lahan yang dulunya
digunakan sebagai kebun padi sudah ditanami tanaman tahunan.
Tetapi ditentukan suatu waktu tertentu atas dasar kesepakatan
bersama antara tokoh-tokoh adat dan pemerintah desa. Pelaksanaan
hanya sebagai ungkapan syukur dari berbagai keberhasilan yang
dialami oleh masyarakat, namun nilai-nilai dalam pelaksanaan tetap
terpelihara.1
2. Informan TC, seorang laki-laki berumur 60 tahun pendidikan STM
adalah sebagai seksi pendidikan lembaga adat. Menurut informan
keberadaan lembaga adat mendapat dukungan luas oleh masyarakat
suku Sahu Tala’i re padusua,hal ini disebabkan karena pelaksanaan
upacara-upacara adat seperti (Orom toma Sasadu) atau sai lamo
(makan bersama di rumah adat). Sampai saat ini belum ada kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga adat khususnya di seksi pendidikan
dalam upaya melestarikan tradisi makan bersama di rumah adat
(Orom toma Sasadu) bagi masyarakat Desa Balisoan kegiatan makan
bersama di rumah adat pelaksanaanya diatur oleh masing-masing
seksi.2
3. Informan JN, seorang laki-laki berumur 42 tahun pendidikan SMA,
adalah seorang tokoh masyarakat. Menurut informan pembentukan
lembaga adat Desa Balisoan merupakan suatu keharusan, karena
seiring dengan perkembangan zaman. Masyarakat menyadari bahwa
tradisi ini membawa makna positif dimasyarakat. Nilai-nilai yang
ditinggalkan oleh para leluhur yang terapkan dalam upacara makan
1Wawancara dengan Bapak HL (Tokoh Adat) pada tanggal 14 januari 2017
2Wawancara dengan Bapak TC (Seksi Pendidikan Lembaga Adat) pada tanggal 15
januari 2017
49
bersama di Sasadu dapat membentuk karakter masyarakat untuk
hidup tertib, saling menghargai, saling melayani, dan nilai-nilai
positif lainya yang membuat masyarakat Desa Balisoan hidup dalam
ketentraman dan kedamaian.3
4. Informan GS, seorang perempuan berumur 46 tahun pendidikan
Strata satu (S1), adalah sebagai Tokoh Agama. Menurut informan
pada dasarnya pembentukan lembaga adat sangat baik dan mendapat
dukungan luas dari masyarakat Desa Balisoan. Harapan terbesar dari
masyarakat dalam pembentukan lembaga adat ini adalah agar nilai-
nilai budaya yang sudah terkikis ini dapat digali kembali dan
dilestarikan. Hal ini merupakan tugas berat dari lembaga adat
maupun seluruh masyarakat Desa Balisoan, namun upaya untuk
menggali kembali nilai-nilai budaya, lembaga adat harus bekerja
sama dengan tokoh-tokoh gereja agar nilai-nilai budaya yang
mengandung unsur-unsur mistik harus ditinggalkan dan tidak boleh
digunakan lagi dalam upacara-upacara seperti makan bersama di
rumah adat, karena kegiatan ini yang dilakukan oleh leluhur-leluhur.
Orom Sasadu di Desa Balisoan merupakan suatu bentuk kegiatan
upacara syukur didalamnya ada unsur penyembahan-penyembahan
berhala. Hal ini yang bertentangan dengan ajaran iman kristiani
sehingga harus ditiggalkan. Zaman dahulu, upaya para pekabar injil
untuk membawa masyarakat yang masih kafir menuju ke masyarakat
yang beragama bukanlah semudah membalik telapak tangan. Upaya
ini berhasil sehingga daerah ini di berkati Tuhan dengan berkat yang
sangat melimpah. Apabila lembaga adat ingin mengangkat kembali
nilai-nilai budaya yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat Desa
Balisoan, maka unsur-unsur yang mengandung mistik dan
penyembahan berhala harus ditingalkan dan tidak boleh digunakan
3Wawancara dengan Bapak JN (Tokoh Masyarakat) pada tanggal 16 januari 2017
50
pada zaman sekarang ini karena bisa mengakibatkan kutukan dari
Tuhan.4
Menurut Uphoff (1984) sesuai teori yang digunakan, Peran lembaga adat
yang termasuk kajian tentang institusi lokal menjadi penting. Pentingnnya
membangun institusi lokal sudah menjadi perhatian donor internasional untuk
meningkatkan produktivitas atas bantuan investasi pembangunan yang selama ini
mereka sumbangkan.Uphoff (1984) mengkategorikanada 6 (enam) tingkatan
institusi lokal; (1) local administration, (2) local government, (3) membership
organization, (4) cooperatives, (5) service organisation, (6) private business.
Yang menjadi fokus perhatian penulis yaitu Local goverment (Pemerintah lokal).
Pemerintah Lokal dalam hal ini terkait Peran lembaga adat yang sedang penulis
teliti.
Dalam hasil wawancara di atas adanya upaya dari lembaga adat itu sendiri
(Local goverment/Pemerintah Lokal), yaitu: Melaksanakan hukum adat dan
istiadat dalam desa adatnya, Memberikan kedudukan hukum menurut adat
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial
kepadatan dan keagamaan, Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam
rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional
pada umumnya dan kebudayaan adat khususnya, Menjaga, memelihara dan
memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat.
Oleh karena itu menurut penulis, bahwa masyarakat Desa Balisoan salah satunya
sangat menyadari dan masih mencintai bahwa makan di rumah adat merupakan
suatu tradisi yang berharga dan telah meletakan dasar dalam mengatur tatanan
kehidupan masyarakat. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi makan
bersama di rumah adat memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat
Desa Balisoan. Nilai-nilai budaya tersebut merupakan karakter masyarakat Desa
Balisoan untuk hidup tertib, saling menghargai, saling tolong menolong, dan nilai-
nilai positif lainya adalah membuat masyarakat Desa Balisoan hidup dalam
ketentraman dan kedamaian.
4Wawancara dengan Bapak GS (Tokoh Agama) pada tanggal 16 januari 2017
51
Kesadaran masyarakat akan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam tradisi
makan bersama di rumah adat, merupakan modal sosial yang kuat dan perlu
dipertahankan. Dibutuhkan perhatian dari berbagai pihak terutama lembaga adat
Desa Balisoan meningkatkan kesadaran masyarakat agar tradisi makan bersama
di rumah adat yang menjadi identitas Desa Balisoan tetap terpelihara dengan baik
dan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Tradisi ini terancam hilang
kalau tidak ada upaya untuk melestarikannya, diantaranya sudah tidak pernah
melaksanakan upacara adat Orom toma Sasadu yaitu menyelenggarakan upacara
adat yang dilaksanakan oleh para leluhur Desa Balisoan penuh dengan
penyembahan berhala yang bertentangan dengan ajaran kristen dan kegiatan
tersebut dilarang oleh parah tokoh-tokoh agama. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Beoloda A, (2003), bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan upacara adat Orom toma Sasadu yaitu masukinya
Injil di Desa Balisoan. Kepercayaan dinamisme yaitu kepercayaan terhadap
kekuatan-kekuatan gaip yang memiliki oleh benda-benda tertentu, misalnya batu
besar,pohon besar atau benda-benda pusaka. Selain itu ada pula kepercayaan
kepada tempat-tempat tertentu yang suci dan keramat. Upacara-upacara adat yang
sampai ini masih dilaksanakan menunjukan adanya sistem kepercayaan itu.
Penduduk Desa Balisoan hanya makhluk manusia yang hidup di dunia
dipengaruhi oleh alam sekitar. Cara berfikir dan pandangan hidup mereka sangat
tergantung pada sekitaran alam dan mana mereka menggantungkan hidup.
Timbulnya perasaan segan dan takut terhadap tantangan-tantangan alam di hadapi
mendorong manusia untuk mencari dan menemukan rahasia dibalik tantangan
alam tadi. Hal itulah yang mendorong manusia untuk mempercayai adanya
kekuatan-kekuatan alam, sehingga timbulnya sistem kepercayaan pada
masyarakat tersebut. Adanya kesadaran dan kecintaan masyarakat Desa Balisoan
terhadap tradisi makan bersama di rumah adat merupakan suatu kekuatan besar,
tidak dimanfaatkan oleh lembaga adat untuk terus memberikan motivasi kepada
masyarakat agar tetap mempertahankan tradisi tersebut sebagai suatu identitas diri
yang dapat memperkokoh budaya bangsa. Menurut Sittanala (1978), terjadinya
pembaharuan antara penduduk pendatang dengan penduduk asli mengakibatkan
52
adanya saling pengaruh antara berbagai kebudayaan. Pengaruh antara berbagai
kebudayaan itu dipengaruhi oleh intensitas hubungan/kontak antara pendukung
kebudayaan yang bersangkutan.
Masuknya budaya asing yang didukung dengan kamajuan teknologi informasi
turut mempengaruhi warna kebuadayaan daerah. Masayarakat adat sebagai
pendukung kebudayaan merupakan salah satu faktor penentu kelestarian
kebudayaan, untuk itu peranan lembaga adat dalam memanfaatkan kekuatan yang
dimiliki masyarakat ini sangat penting guna meminimalisir penggunaan budaya-
budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa karena dapat
mengancam eksistensi kebuayaan lokal. Peranan merupakan suatu kesediaan
untuk membantu berhasilnya suatu program sesuai dengan kemampuan setiap
orang tanpa mengorbankan kepentingan sendiri, (Mubyanto, 1985). Kemudian
Bryant dan While (1999), menyatakan peranan merupakan sikap keterbukaan
terhadap persepsi dan perasaan pihak lain. Peranan berarti perhatian mendalam
mengenai perbedaan atau perubahan yang akan dihasilkan suatu proyek
sehubungan dengan kehidupan masyarakat. Peranan adalah kesadaran mengenai
kontribusi yang dapat diberikan oleh pihak-pihak lain untuk suatu kegiatan.
Dalam hal ini lembaga adat mempunyai peran yang sangat penting dalam
meningkatkan :
a. Kesadaran hidup berdasarkan nilai-nilai budaya Desa Balisoan.
b. Membina dan mengembangkan seluruh generasi agar dapat meningkatkan
peran aktifnya dalam membangun bangsa sesuai dengan norma-norma adat
istiadat Desa Balisoan dan Pancasila sebagai dasar negara.
c. Membentuk lembaga-lembaga sosial ataupun lambaga lainya yang dapat
membantu dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
“Pembentukan lembaga adat Suku Sahu mendapat respon positif bagi
seluruh masyarakat Desa Balisoan, namun belum ada suatu sentuhan
program menyangkut dengan bagaimana memperkenalkan tradisi
Orom toma Sasadu ini agar dapat terkenal sebagai suku bangsa.
Selama ini kami hanya merasakan bahwa upaya untuk
53
memberdayakan masyarakat adat lebih banyak dilakukan oleh
pemerintah daerah. Seharusnya lembaga adat dapat meningkatkan
kerja sama dengan berbagai pihak terutama dengan pemerintah agar
dapat melakukan kegiatan pembelajaran bagi masyarakat tentang
pentingnya melestarikan berbagai macam tradisi suku Sahu, terutama
tradisi makan bersama di rumah adat/ Orom toma Sasadu, agar tradisi
ini tetap eksis”.5
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa Balisoan bahwa inti
program yang tertuang dalam musyawarah tersebut tidak dijabarkan dalam suatu
kegiatan yang dapat dilakukan oleh lembaga adat dalam kegiatan dengan upaya
meningkatkan kesadaran masyarakat Desa Balisoan tentang pentingnya menjaga
dan melestarikan budaya Desa Balisoan terutama budaya makan bersama di
rumah adat (Orom toma Sasadu) hal ini menunjukan bahwa lembaga adat tidak
memiliki peran yang berarti di masyarakat. Lembaga adat ini cenderung
mengikuti program yang merupakan inisiatif dari pemerintah daerah yang sifatnya
mempromosikan budaya Desa Balisoan, tetapi tidak menjadi aktor dalam
membuat suatu program yang sifatnya memberi penguatan adat-istiadat dan nilai-
nilai budaya kepada masyarakat.
5.2 Peran Lembaga Adat dalam Membangkitkan Keaktifitasan kebudayaan
(Orom Sasadu).
5.2.1 Tradisi Suku Sahu Desa Balisoan
Di dalam sejarah perjalanan suku Sahu dikenal dua struktur kemasyarakatan,
yaitu struktur masyarakat di masa jayanya kesultanan atau sebelum masuknya
pekabaran Injil di wilayah Sahu dan struktur masyarakat sekarang ini.Struktur
masyarakat pada zaman kesultanan sebagai berikut (Scweitzer, 1986);
5Wawancara dengan Bapak DW (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 17 januari 2017
54
Walasae : Marga Pimpinan. Dia adalah seorang
pimpinan desa.
Kapita/momole : Sebagai panglima perang.
Walangatom : Marga prajurit. Mereka dalam tugasnya
mendengar komandodari kapita-kapita.Mereka
bertugas dalam soal pertahanan dan keamanan.
Jou ma bala : Tugasnya, yaitu setiap tahun membawa upeti
kepada sultan.
Ngoa repe : Masyarakat.
Guru : Bertugas dalam bidang keagamaan. Untuk
menjaga kesakralan upacara keagamaan maka
seorang guru harus mengetahui ilmu mawi.
Sebab seringkali ada orang-orang tertentu
yang ingin mencoba merusak suasana upacara
keagamaan.
Khalifa : Pendamping guru. Tugasnya membantu guru
dalam hal mengambil obat-obatan untuk
digunakan dalam upacara sakral.
Sedangkan struktur masyarakat sesudah runtunya kekuasaan kesultanan,
dikenal dengan struktur masyarakat yang baru, yang berlaku sampai sekarang.
Struktur masyarakat itu sebagai berikut:
Fomanyira : Pimpinan desa. Tugasnya mengatur
kehidupan dan kesejateraan bela rakyat.
Gam ma kale : Kepala adat, di dalamnya termasuk Walasae
dan Walangatom. Tugasnya menegakan dan
mengatur hukum adat dan juga berperan dalam
pesta adat di dalam rumah adat.
Baba ma soi : Tua-tua kampung. Mereka mendampingi
dansenantiasa bersama-sama bermusyawarah
dengan Gam ma kale dalam hal menegakkan
dan menjalankan hukum adat.
55
Ngoa repe : Masyarakat.
Selain struktur masyarakat di atas dikenal juga kelompok pekerja. Adat dua
kelompok pekerja di Sahu, yaitu Tala’I dan Padusua. Hal ini di kenal dengan
sebutan Tala’i re padusua co ‘ong tomding”. Tala’I co ‘ong rata, padusua co’
ong ra’ange. Co ‘ong adalah kelompok kerja pada zaman kesultanan sesudah
abad Mansyur ma lamo. Kelompok kerja ini mempunyai kewajiban yang
berhubungan dengan kerja bakti dan membawa upeti. Berupa beras, tenaga
manusia dan perahuperang (kora-kora).Adapun kelompok kerja meliputi :
a. Talai dengan empat kelompok desa (Tala’I co ang rata) terdiri dari :
1) Desa Worat-worat dan Desa Idam gamlamo.
2) Desa Balisoan, Desa Golo dan Desa Taboso.
3) Desa loce dan Desa Gamomeng.
4) Desa Tacim.
b. Padusua dengan tiga kelompok desa (Padusua co ‘ong ra’ ange):
1) Desa Taraudu, Desa Gamnyial, Desa awer.
2) DesaNgaon, Desa Hoku-hoku, Desa Campaka, Desa Lolori
3) Desa Tibobo, Desa Aketola/Tuol, Desa Akediri /Ngidibesi.
Desa Balisoan pada awalnya 32 desa tapi sekarang sudah pemekaran
kecamatan Sahu, Sahu timur jadi masing-masing menjadi 16 desa, setelah
pemekaran kecamatan sahu menjadi 19 desa.
Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam
pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka
anggap amat bernilai dalam hidup. Karna itu suatu sistem nilai biasanya berfungsi
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan
manusia lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum
dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu
(Koentjaraningrat, 1974).
56
5.2.2 Tradisi Makan Bersama Di Rumah Adat (Orom Sasadu)
Tradisi makan bersama di rumah adat (Sasadu) merupakan pesta adat yang
telah dilaksanakan setelah panen padi. Prinsip dalam pelaksanaan pesta ini adalah
mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas penyertaanNya sehingga
petani dapat memperoleh hasil panen padi yang melimpah.
Hasil wawancara dengan:
1. Informan DS, seorang laki-laki berumur 60 tahun pendidikan SMA
adalah seorang tokoh masyarakat. Menurut informan tradisi makan
bersama di rumah adat merupakan tradisi penting bagi masyarakat
Desa Balisoan, karna tradisi ini bukan hanya sekedar duduk makan
dan minum bersama, tetapi nilai-nilai positif yang terkandung dalam
tradisi ini sehingga membuat masyarakat Desa Balisoan harus patut
pada aturan-aturan adat dan sanksi-sanksi yang berlaku dalam
kehidupan keseharian. Kepatuhan masyarakat dalam aturan-aturan
adat Desa Balisoan, memberikan dampak positif dalam kehidupan
masyarakat. Ketentraman dan kedamaian serta keamanan dapat
terwujud di Desa Balisoan, sehingga aktifitas masyarakat dapat
dilaksanakan dengan baik. Untuk itu tradisi ini selalu kami
laksanakan setiap tahun.6
2. Informan DW, seorang laki-laki berumur 41 tahun pendidikan SMA
adalah seorang tokoh masyarakat. Menurut informan tradisi makan
bersama di rumah adat/ Sasadu atau Orom toma Sasadu merupakan
tradisi penting bagi masyarakat Desa Balisoan, karena tradisi ini
bukan hanya sekedar duduk makan dan minum bersama, tetapi
terdapat nilai-nilai positif yang terkandung dalam tradisi ini sehingga
membuat masyarakat Desa Balisoan harus patuh kepada aturan-
aturan adat dan sanksi-sanksi yang berlaku dalam kehidupan
keseharian. Kepatuhan masyarakat dalam atura-aturan adat Desa
Balisoan, memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat.
Masyarakat juga punya kepedulian dalam mempertahankan tradisi
6Wawancara dengan Bapak DS (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 18 januari 2017
57
Orom toma sasadu, dan selalu meningkatkan keaktivitasnya.
Kepedulian masyarakat ini merupakan suatu tidakan positif yang
perlu didukung oleh berbagai kalangan, terutama lembaga adat Desa
Balisoan yang menjadi satu-satunya lembaga yang mempunyai tugas
untuk mengangkat harkat dan martabat Desa Balisoan sebagai
masyarakat yang berbudaya.7
3. Informan MK, seorang perempuan berumur 38 tahun pendidikan
Strata satu (S1), adalah sebagai Tokoh Agama. Menurut informan
pembentukan lembaga adat merupakan suatu langkah maju bagi
daerah ini karena dapat mengangkat hak dan martabat Desa
Balisoan. Upaya lembaga adat untuk mengangkat kembali nilai-nilai
budaya untuk diterapkan pada zaman sekarang ini sangat penting,
seperti tradisi makan bersama di rumah adat. Merupakan suatu
upacara adat yang sifatnya mengucap syukur atas keberhasilan yang
telah di capai oleh masyarakat Desa Balisoan. Di dalam upacara adat
ini masyarakat dididik untuk menerapkan prinsip-prinsip hidup yang
sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut oleh Desa Balisoan.
Pelaksanaan upacara adat makan bersama di rumah adat harus
meninggalkan segala macam unsur-unsur mistik yang digunakan
oleh para leluhur terdahulu karena bertentangan dengan ajaran iman
kristen, namun tata cara pelaksanaan yang mengandung nilai-nilai
positif sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab dapat
dilaksanakan dan terus dipelihara.8
4. Informan JT, seorang laki-laki berumur 44 tahun pendidikan Strata
satu (S1), adalah sebagai tokoh Agama. Menurut informan peran
lembaga adat sangat dibutukan oleh gereja secara institusi, karena
dapat membantu membina masyarakat Desa Balisoan dalam
kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran iman kristen. Dalam
7Wawancara dengan Bapak DW (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 19 januari 2017
8Wawancara dengan Bapak MK (Tokoh Agama) Pada Tanggal 20 januari 2017
58
pelaksanaan upacara adat seperti Orom toma Sasadu (makan
bersama di rumah adat), merupakan suatu perayaan ungkapan syukur
atas keberhasilan yang diraih acara pengucapan syukur kepada sang
pencipta bukan pada penyembahan-penyembahan berhala yang
sangat bertentangan dengan ajaran agama. Melestarikan budaya
Orom toma Sasadu berarti kita sudah melestarikan beberapa tradisi
lainnya seperti tarian legu salai, alat-alat musik tradisional, pakain
adat, makanan khas, rumah adat dan lain-lain.9
Menurut (Koentjaraningrat, 1974)“Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan
dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan
dari hasil budi dan karyanya”. Adapun Menurut (Visser, 1989) Upacara panen
adalah peristiwa terbesar dalam siklus tahunan budidaya padi. Diadakan di bulan
Agustus atauSeptember, upacara dilakukan untuk menutup kegiatan pertanian
tahun sebelumnya dan pada saat yang sama membuka tahun pertanian baru. Pesta
didedikasikan untuk para leluhur, yang telah menghasilkan panen padi yang baik
dan memperoleh bibit-bibit baru, dan yang telah dijauhkan dari bencana dan
penyakit pada tahun sebelumnya. Sekarang ini, dengan masuknya agama Kristen
maka pesta adat ini bukan didedikasikan kepada leluhur tetapi kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Beberapa tahapan dalam upacara makan bersama di rumah adat (Sasadu)
sebelum masuknya agama sebagai berikut:
a. Kole faturo.
Setelah ruang disiapkan dan peralatan rumah adat seperti tifa dan gong
diletakan pada tempatnya, maka mulailah kole faturo. Kole faturo merupakan
upacara pembukaan yang di tandai dengan mengantungkan kain putih berbentuk
segi tiga mengililingi rumah adat dan pengibaran bendera induk. Proses kole
faturo di iringi dengan pemukulan tifa,gong dan pelepah daun sagu dengan irama
kakabelu. Orang yang menggantungkan kain putih berbentuk segi tiga adalah
orang-orang yang keturunan Walasae/keturunan pimpinan desa.Setelah kain puti
9Wawancara dengan Bapak JT (Tokoh Agama) Pada Tanggal 20 januari 2017
59
sudah di gantung dan bendera sudah dinaikan, maka rumah adat/Sasadu
dinyatakan dibuka dengan resmi dan semua yang masuk dalam acara makan
bersama harus menggunakan pakaian adat.
b. Pelaksanaan Upacara
Pelaksanaan upacara adat ini sangat prinsipil dilaksanakan pada malam hari
dimulai pukul 18.00 WIT.Sebelum masuknya agama Kristen ke wilayah Sahu,
pesta adat ini dilaksanakan selama 5 (lima) hari, 7 (tujuh) hari atau 9 (sembilan).
setiap desa bervariasi waktu pelaksanaannya.Semuawarga masyarakat desa
diwajibkan untuk ikut dalam upacara adat. Yang tidak mengikuti upacara adat
makan bersama di rumah adat (Sasadu) di kenakan sanksi adat. Saat sekarang ini,
pelaksanaan upacara adat Orom toma sasadu hanya 3 (tiga) hari.
Gambar 2.
Upacara Adat Desa Balisoan
Sumber: Profil Dokumen Desa Balisoan Tahun 2013
Pesta adat diawali dengan penjemputan para undangan. Para undangan di
tempatkan pada tempat yang di sebut taba sangadji (tempat duduk) yang di
tempati para pimpinan wilayah (camat/sangadji). Masyarakat desa menempati
tempatnya masing-masing sesuai dengan garis keturunannya. Keturunan walasae
menempati taba walasae (tempat duduk keturunan pimpinan desa), keturunan
walangatom menempati taba walangatom (tempat duduk keturunan prajurit) dan
masyarakat lainnya menempati taba idis (meja untuk masyarakat yang tidak
termasuk keturunan walasae maupun walangatom). Pria dan wanita memiliki
60
tempat duduk sesuai dengan secara terpisah. Profesi menempati tempat duduk
sesuai dengan garis keturunan juga diikuti dengan kegiatan yang disebut Si bere
baba ma soi (mengangkat anak sulung menggantikan kedudukan orang tuanya
yang sudah meninggal). Setelah peserta sudah mengambil tempat duduk sesuai
dengan garis keturunan, kepala adat berdiri sambil mengucapkan nasihat (bobita).
Bobita menyangkut hukum adat yang mengatur pola hidup masyarakat suku Sahu,
sistem pertanian dan pembicaraan berkenan dengan pesta adat yang perlu ditaati
oleh peserta, yaitu menyangkut hal-hal yang tidak dinginkan, misalnya: moral,
mabuk, kekacauan, perkelahian, dendam dan sebagainya. Sanksi yang dikenakan
bagi orang yang dengan sengaja membuat keributan dalam pesta adat, yaitu diikat
pada tiang rumah Sasadu, disiram dengan air kotor, disiram dengan air saguer
(minuman dari pohon Aren) atau dipukul dengan kayu pemukul tifa. Hukuman ini
berlaku selama pesta berlangsung. Sesudah ketua adat menyampaikan bobita, ia
mempersilakan semua peserta untuk makan dengan perkataan seperti berikut:
Ketua adat : lor nongo’du toma wanger ma sodu re wanger ma
moto I’duang bolo nyang? (saudara-saudara dari
matahari terbit/timur sampai matahari terbenam/barat
sudah siap atau belum?)
Peserta : d’uang d’ua si jou (sudah siap)
Kepala adat : orom kie si jou (mari kita makan)
Peserta : jou (ya)
Kepala adat : Ior nongo’du toma mien re sara, I’duang bolo
nyang? (saudara-saudara dari utara sampai selatan
sudah siap atau belum?)
Peserta : d’uang d’ua si jou (sudah siap)
Kepalah adat : orom kie si jou (mari kita makan)
Peserta : jou (ya)
Sambil makan di iringi dengan pemukulan didiwangi /tifa dan gong disertai
ma I’o (syair-syair yang digunakan melalui lagu atau pantun secara berbalasan
serta pementasan berbagai kesenian daerah. Di dalam acara makan minuman,
kaum muda melayani kaum tua dengan menyajikan makanan dan
61
minuman/saguer (minuman dari pohon aren) sesuai dengan struktur masing-
masing.
Gambar 3.
Makan Bersama Di Sasadu (Rumah Adat)
Sumber: Profil Dokumen Desa Balisoan Tahun 2013
Hari kedua kegiatan makan bersama di laksanakan di tempat tersendiri diluar
rumah adat/Sasadu yang disebut jiwa/sado. Kegiatan ini dilaksanakan pada pukul
15.00 WIT. Makanan yang di sajikan pada kegiatan ini berbeda dengan makanan
yang disajikan dalam rumah adat. Tempat duduk yang di siapkan juga hanya
tempat duduk laki-laki dan perempuan secara terpisah, dan tidak dibedakan
berdasarkan struktur masyarakat seperti di atur oleh rumah adat/Sasadu, namun
yang duduk makan bersama di tempat/jiawa adalah tokoh adat, tokoh masyarakat,
dan kepaladesa. Di dalam jiawa ada pementasan tarian legu-legu dan tarian
salai.Tarian legu-salai adalah suatu tarian yang menggambarkan putri-putra
legenda “moa ma jum”. Sebelum pementasan tarian legu salai, piring sado yang
berisi air dan setangkai mayang enau diletakan di bawah tiang bendera induk dan
setiap orang yang masuk ke tempat jiawa harus memberikan “derma”.
Sebelum mulainya acara makan bersama di tempat jiawa, kepala adat
mengajak para Tokoh masyarakat, Tokoh adat dan kepala desa untuk duduk pada
tempat yang sudah disediakan makanan. Bunyinya sebagai berikut: Tego fakololi
ino, paranata kokonara,tego fakololi meja, meja madopolo jou (mari duduk
62
berhadapan dengan wajah yang ceriah, mari duduk berhadapan pada meja yang
ditempati kepala desa). Setelah sudah ditempati tempat duduknya,kepala adat
menyampaikan ungkapan sebagai tanda dimulainya makan bersama, bunyinya
sebagai berikut: jou dai budo-budo, jou dia lamo-lamo, o tarima nanga jamuan, si
jou” (tuan datang diiringi ombak di laut putih-putih, tuan pergi dingin dengan
angin yang kencang, terimalah jamuan makan bersama dan makanlah), kemudian
setiap orang yang duduk di meja jiawa membalasnya dengan mengatakan si jou
(makanlah), maka acara makan bersama di meja jiawa resmi di mulai. Acara
makan bersama di iringi dengan pemukulan tifa dan gong dan penari legu
mengangkat payung untuk bersiap melakukan tarian. Sebelum tarian di mulai
ketua adat menyanyikan lagu atau Ma’io dengan kata-kata sebagai berikut: kie ma
tubu se ma talaga, ia bidadari ai dodemo” (di puncak gunung terdapat daun yang
merupakan tempat mandi para bidadari) dan pesta tarian yang terdiri dari beberapa
pria yang memakai pakaian kebesaran dan kepalanya dihias mahkota dan ditangan
kanannya memegang payung melakukan tarian legu. Sementara itu beberapa putri
yang berbusana warna kuning, merah dan hitam danpada tangan kanannya
memegang syal sutra yang menggambarkan putri legenda moa ma jun berdiri dan
menyanyikan atau ma’I’o dengan kata-kata “. Bidadari mododono uci ma salai
toma paji ma legetong”. (Dari tempat, mandi, bidadari turun menari salai di
bawah tiang bendera) dan melakukan tarian salai. Tarian legu-salai terus
dipentaskan dan peserta yang duduk di meja jiawa terus mengungkapkan syair-
syair secara berbalasan. Sementara kepala adat dan tokoh masyarakat menikmati
makanan diiringi dengan tarian legu-salai, muncullah seseorang yang berpakain
dari ijuk dan menggunakan topeng yang terbuat dari kulit buah kelapa (cakaiba)
menarik perhatian orang banyak.
Tarian legu-salai berlangsung sekitar 2 sampai 3 jam. Setelah tarian legu
dihentikan,diadakan acara pengusungan pring sado mengililingi sasadu sebanyak
tiga kali. Sesudah itu kembali ke bendera induk, dan uang yang ada di dalam
piring sado dibagikan kepada penari legu. Air yang ada di piring sado dipercik
kepada semua peserta. Percik air melambangkan kedamaian, kesejahteraan dan
63
keselamatan. Setelah itu semua peserta kembali ke rumah sesudah untuk
melanjutkan makan bersama di tempat tersebut.
Gambar 4.
Tarian Legu-Legu dan Salai
Sumber: Profil Dokumen Desa Balisoan Tahun 2013
Hari ketiga merupakan hari terakhir dalam kegiatan upacara makan bersama
di rumah adat (Sasadu). Rangkaian acara masih bersifat mengungkapkan
kegembiraan dengan melakukan tari-tarian baik dalam rumah adat maupun di luar
rumah adat. Acara diakhiri dengan penurunan bendera induk dan melepaskan kain
putih yang terbentuk segitiga (woi faturo). Dengan dilepaskannya kain putih
berbentuk segitiga yang digantung mengililingi rumah adat/Sasadu, maka acara
makan bersama di rumah adat /Orom toma Sasadu dinyatakan selesai.
Dengan tradisi di atas, membentuk suatu lembaga adat Desa Balisoan
merupakan tindakan yang sangat positif agar tradisi Desa Balisoan tetap
terpelihara dengan baik. Namun sangat disadari bahwa nilai-nilai budaya yang
diwariskan oleh para leluhur mulai terlupakan seiring dengan perkembangan
zaman. Tradisi makan bersama dirumah adat, merupakan suatu tradisi yang dapat
membentuk kerakter kehidupan masyarakat Desa Balisoan. Secara umum dapat
dilihat bahwa generasi muda di Desa Balisoan memiliki motivasi yang tinggi
untuk mempelajari tentang tradisi Desa Balisoan. Hal ini dapat dilihat pada
partisipasi pemuda Desa Balisoan yang ingin mempelajari adat yang telah di
tinggalkan oleh leluhur kita. Kepedulian masyarakat ini merupakan suatu tindakan
64
positif yang perlu didukung oleh berbagai kalangan, terutama lembaga adat Desa
Balisoan yang menjadi satu-satunya lembaga yang mempunyai tugas untuk
mengangkat harkat dan martabat Desa Balisoan sebagai masyarakat yang
berbudaya.
Nilai budaya indonesia adalah konsep bahwa manusia harus hidup selaras
atau serasi dengan alam. Itu memang cocok untuk suatu gaya hidup dalam
lingkungan peradaban, yang dilanjutkan ke sektor-sektor hidup lain seperti
kehidupan sosial, ritual, dan upacara, kesenian, dan kesusastraann. Namun saat ini
adapun yang mengalami pergeseran kebudayaan, dari kebudayaan agraris ke
kebudayaan industri. Kebudayaan industri sangat banyak memerlukan teknologi,
sains, dan ilmu pengetahuan, sedangkan perkembangan dari ketiga unsur itu
dalam kebudayaan suatu bangsa memerlukan adanya suatu nilai budaya yang
mendorong manusia untuk berusaha memahami rahasia-rahasia alam, untuk
menemukan kaidah-kaidah alam; jadi singkatnya untuk menguasai alam. Oleh
karna itu bangsa indonesia, terutama mereka yang bertugas atau yang berkaitan
dengan perkembangan industri, sebaiknya melatih diri untuk membudayakan nilai
budaya baru, yaitu konsep menguasai alam (Koentjaraningrat, 1985).
Walaupun demikian, nilai budaya yang lama, yang menilai tinggi hidup yang
selaras dengan alam, jangan digeser dan ditinggalkan, agar tidak timbul sikap
seperti yang tampak di banyak negara yang telah maju, yaitu bahwa pembanguna
industri yang berlebih-lebihan dan gaya hidup modern menyebabkan bahwa orang
lupa akan keseimbangan hidupnya sendiri dengan alam, dan bahwa hasrat untuk
mendapatkan keuntungan materiil yang sebesar-besarnya menyebabkan
pencemaran udara dan air, hilangnya hutan-hutan belukar, dan menyebabkan
habis terkurasnya sumber-sumber energi. Nilai budaya lama yang dimiliki ini,
mampu membina orang agar hidup selaras dengan alam.
Secara umum masyarakat Desa Balisoan, memiliki kesadaran dan
pemahaman bahwa budaya makan bersama di rumah adat sangat penting untuk
dipelihara, sehingga masyarakat Desa Balisoan selalu berupaya dengan caranya
65
sendiri agar tradisi ini selalu dilaksanakan setiap tahun. Hal ini sangat penting
karena tradisi Desa Balisoan hampir hilang seiring dengan perkembangan zaman,
sehingga dengan adanya lembaga adat ini sangat diharapkan agar tradisi Desa
Balisoan ini digali kembali dan dilestrarikan. Pembentukan lembaga adat ini
disambut baik oleh masyarakat namun sampai dengan saat ini kinerja lembaga
adat belum optimal.