19
47 BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL (Orom Sasadu/Makan Adat) SUKU SAHU DI DESA BALISOAN KECAMATAN SAHU KABUPATEN HALMAHERA BARAT Pada bab ini peneliti akan memaparkan Peran Lembaga Adat dalam Membangkitkan Pemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya makan bersama di Sasadu. Setelah itu memaparkan Peran Lembaga Adat dalam Membangkitkan Keaktivitasan kebudayaan (Orom Sasadu) di Desa Balisoan kecamatan sahu kabupaten halmahera barat. 5.1 Peran Lembaga Adat Dalam Membangkitkan Pemahamaman Masyarakat Tentang Pentingnnya Pelestarian Budaya Makan Bersama di Sasadu Menurut Soerjono Soekanto, (2006: 212) berpendapat bahwa “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan”. Lembaga adat merupakan organisasi kemasyarakatan yang hidup dalam suatu masyarakat adat yang memiliki peran dalam masyarakat untuk mengatur kehidupan maupun menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi dalam suatu masyarakat adat. Seperti dalam hasil wawancara di bawah ini: 1. Informan HL, seorang laki-laki berumur 60 tahun seorang tokoh adat. Menurut informan pembentukan lembaga adat suku Sahu di dasarkan atas kesadaran masyarakat untuk tetap mempertahankan keberadaan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam tradisi. Masyarakat Desa Balisoan sangat memahami bahwa tradisi makan bersama di Sasadu merupakan suatu tradisi yang memiliki nilai-nilai yang positif bagi pembentukan karakter masyarakat, sehingga dengan terbentuk lembaga adat suku Sahu, dapat membentuk ruang gerak bagi

BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

  • Upload
    ngophuc

  • View
    248

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

47

BAB V

PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL

(Orom Sasadu/Makan Adat) SUKU SAHU DI DESA BALISOAN

KECAMATAN SAHU KABUPATEN HALMAHERA BARAT

Pada bab ini peneliti akan memaparkan Peran Lembaga Adat dalam

Membangkitkan Pemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya

makan bersama di Sasadu. Setelah itu memaparkan Peran Lembaga Adat dalam

Membangkitkan Keaktivitasan kebudayaan (Orom Sasadu) di Desa Balisoan

kecamatan sahu kabupaten halmahera barat.

5.1 Peran Lembaga Adat Dalam Membangkitkan Pemahamaman

Masyarakat Tentang Pentingnnya Pelestarian Budaya Makan Bersama

di Sasadu

Menurut Soerjono Soekanto, (2006: 212) berpendapat bahwa “Peranan

merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan

hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan”.

Lembaga adat merupakan organisasi kemasyarakatan yang hidup dalam suatu

masyarakat adat yang memiliki peran dalam masyarakat untuk mengatur

kehidupan maupun menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi dalam suatu

masyarakat adat. Seperti dalam hasil wawancara di bawah ini:

1. Informan HL, seorang laki-laki berumur 60 tahun seorang tokoh adat.

Menurut informan pembentukan lembaga adat suku Sahu di dasarkan

atas kesadaran masyarakat untuk tetap mempertahankan keberadaan

nilai-nilai budaya yang terdapat dalam tradisi. Masyarakat Desa

Balisoan sangat memahami bahwa tradisi makan bersama di Sasadu

merupakan suatu tradisi yang memiliki nilai-nilai yang positif bagi

pembentukan karakter masyarakat, sehingga dengan terbentuk

lembaga adat suku Sahu, dapat membentuk ruang gerak bagi

Page 2: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

48

masyarakat adat untuk meningkatkan keaktivitasnya. Pelaksanaan

acara makan bersama di rumah adat ini pada zaman dahulu adalah

dilakukan setelah menanam padi atau sesudah panen, namun karena

perkembangan zaman sekarang ini, masyarakat suku Sahu kesulitan

mendapat lahan untuk menanam padi karena lahan yang dulunya

digunakan sebagai kebun padi sudah ditanami tanaman tahunan.

Tetapi ditentukan suatu waktu tertentu atas dasar kesepakatan

bersama antara tokoh-tokoh adat dan pemerintah desa. Pelaksanaan

hanya sebagai ungkapan syukur dari berbagai keberhasilan yang

dialami oleh masyarakat, namun nilai-nilai dalam pelaksanaan tetap

terpelihara.1

2. Informan TC, seorang laki-laki berumur 60 tahun pendidikan STM

adalah sebagai seksi pendidikan lembaga adat. Menurut informan

keberadaan lembaga adat mendapat dukungan luas oleh masyarakat

suku Sahu Tala’i re padusua,hal ini disebabkan karena pelaksanaan

upacara-upacara adat seperti (Orom toma Sasadu) atau sai lamo

(makan bersama di rumah adat). Sampai saat ini belum ada kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga adat khususnya di seksi pendidikan

dalam upaya melestarikan tradisi makan bersama di rumah adat

(Orom toma Sasadu) bagi masyarakat Desa Balisoan kegiatan makan

bersama di rumah adat pelaksanaanya diatur oleh masing-masing

seksi.2

3. Informan JN, seorang laki-laki berumur 42 tahun pendidikan SMA,

adalah seorang tokoh masyarakat. Menurut informan pembentukan

lembaga adat Desa Balisoan merupakan suatu keharusan, karena

seiring dengan perkembangan zaman. Masyarakat menyadari bahwa

tradisi ini membawa makna positif dimasyarakat. Nilai-nilai yang

ditinggalkan oleh para leluhur yang terapkan dalam upacara makan

1Wawancara dengan Bapak HL (Tokoh Adat) pada tanggal 14 januari 2017

2Wawancara dengan Bapak TC (Seksi Pendidikan Lembaga Adat) pada tanggal 15

januari 2017

Page 3: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

49

bersama di Sasadu dapat membentuk karakter masyarakat untuk

hidup tertib, saling menghargai, saling melayani, dan nilai-nilai

positif lainya yang membuat masyarakat Desa Balisoan hidup dalam

ketentraman dan kedamaian.3

4. Informan GS, seorang perempuan berumur 46 tahun pendidikan

Strata satu (S1), adalah sebagai Tokoh Agama. Menurut informan

pada dasarnya pembentukan lembaga adat sangat baik dan mendapat

dukungan luas dari masyarakat Desa Balisoan. Harapan terbesar dari

masyarakat dalam pembentukan lembaga adat ini adalah agar nilai-

nilai budaya yang sudah terkikis ini dapat digali kembali dan

dilestarikan. Hal ini merupakan tugas berat dari lembaga adat

maupun seluruh masyarakat Desa Balisoan, namun upaya untuk

menggali kembali nilai-nilai budaya, lembaga adat harus bekerja

sama dengan tokoh-tokoh gereja agar nilai-nilai budaya yang

mengandung unsur-unsur mistik harus ditinggalkan dan tidak boleh

digunakan lagi dalam upacara-upacara seperti makan bersama di

rumah adat, karena kegiatan ini yang dilakukan oleh leluhur-leluhur.

Orom Sasadu di Desa Balisoan merupakan suatu bentuk kegiatan

upacara syukur didalamnya ada unsur penyembahan-penyembahan

berhala. Hal ini yang bertentangan dengan ajaran iman kristiani

sehingga harus ditiggalkan. Zaman dahulu, upaya para pekabar injil

untuk membawa masyarakat yang masih kafir menuju ke masyarakat

yang beragama bukanlah semudah membalik telapak tangan. Upaya

ini berhasil sehingga daerah ini di berkati Tuhan dengan berkat yang

sangat melimpah. Apabila lembaga adat ingin mengangkat kembali

nilai-nilai budaya yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat Desa

Balisoan, maka unsur-unsur yang mengandung mistik dan

penyembahan berhala harus ditingalkan dan tidak boleh digunakan

3Wawancara dengan Bapak JN (Tokoh Masyarakat) pada tanggal 16 januari 2017

Page 4: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

50

pada zaman sekarang ini karena bisa mengakibatkan kutukan dari

Tuhan.4

Menurut Uphoff (1984) sesuai teori yang digunakan, Peran lembaga adat

yang termasuk kajian tentang institusi lokal menjadi penting. Pentingnnya

membangun institusi lokal sudah menjadi perhatian donor internasional untuk

meningkatkan produktivitas atas bantuan investasi pembangunan yang selama ini

mereka sumbangkan.Uphoff (1984) mengkategorikanada 6 (enam) tingkatan

institusi lokal; (1) local administration, (2) local government, (3) membership

organization, (4) cooperatives, (5) service organisation, (6) private business.

Yang menjadi fokus perhatian penulis yaitu Local goverment (Pemerintah lokal).

Pemerintah Lokal dalam hal ini terkait Peran lembaga adat yang sedang penulis

teliti.

Dalam hasil wawancara di atas adanya upaya dari lembaga adat itu sendiri

(Local goverment/Pemerintah Lokal), yaitu: Melaksanakan hukum adat dan

istiadat dalam desa adatnya, Memberikan kedudukan hukum menurut adat

terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial

kepadatan dan keagamaan, Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam

rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional

pada umumnya dan kebudayaan adat khususnya, Menjaga, memelihara dan

memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat.

Oleh karena itu menurut penulis, bahwa masyarakat Desa Balisoan salah satunya

sangat menyadari dan masih mencintai bahwa makan di rumah adat merupakan

suatu tradisi yang berharga dan telah meletakan dasar dalam mengatur tatanan

kehidupan masyarakat. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi makan

bersama di rumah adat memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat

Desa Balisoan. Nilai-nilai budaya tersebut merupakan karakter masyarakat Desa

Balisoan untuk hidup tertib, saling menghargai, saling tolong menolong, dan nilai-

nilai positif lainya adalah membuat masyarakat Desa Balisoan hidup dalam

ketentraman dan kedamaian.

4Wawancara dengan Bapak GS (Tokoh Agama) pada tanggal 16 januari 2017

Page 5: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

51

Kesadaran masyarakat akan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam tradisi

makan bersama di rumah adat, merupakan modal sosial yang kuat dan perlu

dipertahankan. Dibutuhkan perhatian dari berbagai pihak terutama lembaga adat

Desa Balisoan meningkatkan kesadaran masyarakat agar tradisi makan bersama

di rumah adat yang menjadi identitas Desa Balisoan tetap terpelihara dengan baik

dan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Tradisi ini terancam hilang

kalau tidak ada upaya untuk melestarikannya, diantaranya sudah tidak pernah

melaksanakan upacara adat Orom toma Sasadu yaitu menyelenggarakan upacara

adat yang dilaksanakan oleh para leluhur Desa Balisoan penuh dengan

penyembahan berhala yang bertentangan dengan ajaran kristen dan kegiatan

tersebut dilarang oleh parah tokoh-tokoh agama. Hal ini sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Beoloda A, (2003), bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan upacara adat Orom toma Sasadu yaitu masukinya

Injil di Desa Balisoan. Kepercayaan dinamisme yaitu kepercayaan terhadap

kekuatan-kekuatan gaip yang memiliki oleh benda-benda tertentu, misalnya batu

besar,pohon besar atau benda-benda pusaka. Selain itu ada pula kepercayaan

kepada tempat-tempat tertentu yang suci dan keramat. Upacara-upacara adat yang

sampai ini masih dilaksanakan menunjukan adanya sistem kepercayaan itu.

Penduduk Desa Balisoan hanya makhluk manusia yang hidup di dunia

dipengaruhi oleh alam sekitar. Cara berfikir dan pandangan hidup mereka sangat

tergantung pada sekitaran alam dan mana mereka menggantungkan hidup.

Timbulnya perasaan segan dan takut terhadap tantangan-tantangan alam di hadapi

mendorong manusia untuk mencari dan menemukan rahasia dibalik tantangan

alam tadi. Hal itulah yang mendorong manusia untuk mempercayai adanya

kekuatan-kekuatan alam, sehingga timbulnya sistem kepercayaan pada

masyarakat tersebut. Adanya kesadaran dan kecintaan masyarakat Desa Balisoan

terhadap tradisi makan bersama di rumah adat merupakan suatu kekuatan besar,

tidak dimanfaatkan oleh lembaga adat untuk terus memberikan motivasi kepada

masyarakat agar tetap mempertahankan tradisi tersebut sebagai suatu identitas diri

yang dapat memperkokoh budaya bangsa. Menurut Sittanala (1978), terjadinya

pembaharuan antara penduduk pendatang dengan penduduk asli mengakibatkan

Page 6: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

52

adanya saling pengaruh antara berbagai kebudayaan. Pengaruh antara berbagai

kebudayaan itu dipengaruhi oleh intensitas hubungan/kontak antara pendukung

kebudayaan yang bersangkutan.

Masuknya budaya asing yang didukung dengan kamajuan teknologi informasi

turut mempengaruhi warna kebuadayaan daerah. Masayarakat adat sebagai

pendukung kebudayaan merupakan salah satu faktor penentu kelestarian

kebudayaan, untuk itu peranan lembaga adat dalam memanfaatkan kekuatan yang

dimiliki masyarakat ini sangat penting guna meminimalisir penggunaan budaya-

budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa karena dapat

mengancam eksistensi kebuayaan lokal. Peranan merupakan suatu kesediaan

untuk membantu berhasilnya suatu program sesuai dengan kemampuan setiap

orang tanpa mengorbankan kepentingan sendiri, (Mubyanto, 1985). Kemudian

Bryant dan While (1999), menyatakan peranan merupakan sikap keterbukaan

terhadap persepsi dan perasaan pihak lain. Peranan berarti perhatian mendalam

mengenai perbedaan atau perubahan yang akan dihasilkan suatu proyek

sehubungan dengan kehidupan masyarakat. Peranan adalah kesadaran mengenai

kontribusi yang dapat diberikan oleh pihak-pihak lain untuk suatu kegiatan.

Dalam hal ini lembaga adat mempunyai peran yang sangat penting dalam

meningkatkan :

a. Kesadaran hidup berdasarkan nilai-nilai budaya Desa Balisoan.

b. Membina dan mengembangkan seluruh generasi agar dapat meningkatkan

peran aktifnya dalam membangun bangsa sesuai dengan norma-norma adat

istiadat Desa Balisoan dan Pancasila sebagai dasar negara.

c. Membentuk lembaga-lembaga sosial ataupun lambaga lainya yang dapat

membantu dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

“Pembentukan lembaga adat Suku Sahu mendapat respon positif bagi

seluruh masyarakat Desa Balisoan, namun belum ada suatu sentuhan

program menyangkut dengan bagaimana memperkenalkan tradisi

Orom toma Sasadu ini agar dapat terkenal sebagai suku bangsa.

Selama ini kami hanya merasakan bahwa upaya untuk

Page 7: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

53

memberdayakan masyarakat adat lebih banyak dilakukan oleh

pemerintah daerah. Seharusnya lembaga adat dapat meningkatkan

kerja sama dengan berbagai pihak terutama dengan pemerintah agar

dapat melakukan kegiatan pembelajaran bagi masyarakat tentang

pentingnya melestarikan berbagai macam tradisi suku Sahu, terutama

tradisi makan bersama di rumah adat/ Orom toma Sasadu, agar tradisi

ini tetap eksis”.5

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa Balisoan bahwa inti

program yang tertuang dalam musyawarah tersebut tidak dijabarkan dalam suatu

kegiatan yang dapat dilakukan oleh lembaga adat dalam kegiatan dengan upaya

meningkatkan kesadaran masyarakat Desa Balisoan tentang pentingnya menjaga

dan melestarikan budaya Desa Balisoan terutama budaya makan bersama di

rumah adat (Orom toma Sasadu) hal ini menunjukan bahwa lembaga adat tidak

memiliki peran yang berarti di masyarakat. Lembaga adat ini cenderung

mengikuti program yang merupakan inisiatif dari pemerintah daerah yang sifatnya

mempromosikan budaya Desa Balisoan, tetapi tidak menjadi aktor dalam

membuat suatu program yang sifatnya memberi penguatan adat-istiadat dan nilai-

nilai budaya kepada masyarakat.

5.2 Peran Lembaga Adat dalam Membangkitkan Keaktifitasan kebudayaan

(Orom Sasadu).

5.2.1 Tradisi Suku Sahu Desa Balisoan

Di dalam sejarah perjalanan suku Sahu dikenal dua struktur kemasyarakatan,

yaitu struktur masyarakat di masa jayanya kesultanan atau sebelum masuknya

pekabaran Injil di wilayah Sahu dan struktur masyarakat sekarang ini.Struktur

masyarakat pada zaman kesultanan sebagai berikut (Scweitzer, 1986);

5Wawancara dengan Bapak DW (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 17 januari 2017

Page 8: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

54

Walasae : Marga Pimpinan. Dia adalah seorang

pimpinan desa.

Kapita/momole : Sebagai panglima perang.

Walangatom : Marga prajurit. Mereka dalam tugasnya

mendengar komandodari kapita-kapita.Mereka

bertugas dalam soal pertahanan dan keamanan.

Jou ma bala : Tugasnya, yaitu setiap tahun membawa upeti

kepada sultan.

Ngoa repe : Masyarakat.

Guru : Bertugas dalam bidang keagamaan. Untuk

menjaga kesakralan upacara keagamaan maka

seorang guru harus mengetahui ilmu mawi.

Sebab seringkali ada orang-orang tertentu

yang ingin mencoba merusak suasana upacara

keagamaan.

Khalifa : Pendamping guru. Tugasnya membantu guru

dalam hal mengambil obat-obatan untuk

digunakan dalam upacara sakral.

Sedangkan struktur masyarakat sesudah runtunya kekuasaan kesultanan,

dikenal dengan struktur masyarakat yang baru, yang berlaku sampai sekarang.

Struktur masyarakat itu sebagai berikut:

Fomanyira : Pimpinan desa. Tugasnya mengatur

kehidupan dan kesejateraan bela rakyat.

Gam ma kale : Kepala adat, di dalamnya termasuk Walasae

dan Walangatom. Tugasnya menegakan dan

mengatur hukum adat dan juga berperan dalam

pesta adat di dalam rumah adat.

Baba ma soi : Tua-tua kampung. Mereka mendampingi

dansenantiasa bersama-sama bermusyawarah

dengan Gam ma kale dalam hal menegakkan

dan menjalankan hukum adat.

Page 9: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

55

Ngoa repe : Masyarakat.

Selain struktur masyarakat di atas dikenal juga kelompok pekerja. Adat dua

kelompok pekerja di Sahu, yaitu Tala’I dan Padusua. Hal ini di kenal dengan

sebutan Tala’i re padusua co ‘ong tomding”. Tala’I co ‘ong rata, padusua co’

ong ra’ange. Co ‘ong adalah kelompok kerja pada zaman kesultanan sesudah

abad Mansyur ma lamo. Kelompok kerja ini mempunyai kewajiban yang

berhubungan dengan kerja bakti dan membawa upeti. Berupa beras, tenaga

manusia dan perahuperang (kora-kora).Adapun kelompok kerja meliputi :

a. Talai dengan empat kelompok desa (Tala’I co ang rata) terdiri dari :

1) Desa Worat-worat dan Desa Idam gamlamo.

2) Desa Balisoan, Desa Golo dan Desa Taboso.

3) Desa loce dan Desa Gamomeng.

4) Desa Tacim.

b. Padusua dengan tiga kelompok desa (Padusua co ‘ong ra’ ange):

1) Desa Taraudu, Desa Gamnyial, Desa awer.

2) DesaNgaon, Desa Hoku-hoku, Desa Campaka, Desa Lolori

3) Desa Tibobo, Desa Aketola/Tuol, Desa Akediri /Ngidibesi.

Desa Balisoan pada awalnya 32 desa tapi sekarang sudah pemekaran

kecamatan Sahu, Sahu timur jadi masing-masing menjadi 16 desa, setelah

pemekaran kecamatan sahu menjadi 19 desa.

Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam

pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka

anggap amat bernilai dalam hidup. Karna itu suatu sistem nilai biasanya berfungsi

sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan

manusia lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum

dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu

(Koentjaraningrat, 1974).

Page 10: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

56

5.2.2 Tradisi Makan Bersama Di Rumah Adat (Orom Sasadu)

Tradisi makan bersama di rumah adat (Sasadu) merupakan pesta adat yang

telah dilaksanakan setelah panen padi. Prinsip dalam pelaksanaan pesta ini adalah

mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas penyertaanNya sehingga

petani dapat memperoleh hasil panen padi yang melimpah.

Hasil wawancara dengan:

1. Informan DS, seorang laki-laki berumur 60 tahun pendidikan SMA

adalah seorang tokoh masyarakat. Menurut informan tradisi makan

bersama di rumah adat merupakan tradisi penting bagi masyarakat

Desa Balisoan, karna tradisi ini bukan hanya sekedar duduk makan

dan minum bersama, tetapi nilai-nilai positif yang terkandung dalam

tradisi ini sehingga membuat masyarakat Desa Balisoan harus patut

pada aturan-aturan adat dan sanksi-sanksi yang berlaku dalam

kehidupan keseharian. Kepatuhan masyarakat dalam aturan-aturan

adat Desa Balisoan, memberikan dampak positif dalam kehidupan

masyarakat. Ketentraman dan kedamaian serta keamanan dapat

terwujud di Desa Balisoan, sehingga aktifitas masyarakat dapat

dilaksanakan dengan baik. Untuk itu tradisi ini selalu kami

laksanakan setiap tahun.6

2. Informan DW, seorang laki-laki berumur 41 tahun pendidikan SMA

adalah seorang tokoh masyarakat. Menurut informan tradisi makan

bersama di rumah adat/ Sasadu atau Orom toma Sasadu merupakan

tradisi penting bagi masyarakat Desa Balisoan, karena tradisi ini

bukan hanya sekedar duduk makan dan minum bersama, tetapi

terdapat nilai-nilai positif yang terkandung dalam tradisi ini sehingga

membuat masyarakat Desa Balisoan harus patuh kepada aturan-

aturan adat dan sanksi-sanksi yang berlaku dalam kehidupan

keseharian. Kepatuhan masyarakat dalam atura-aturan adat Desa

Balisoan, memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat juga punya kepedulian dalam mempertahankan tradisi

6Wawancara dengan Bapak DS (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 18 januari 2017

Page 11: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

57

Orom toma sasadu, dan selalu meningkatkan keaktivitasnya.

Kepedulian masyarakat ini merupakan suatu tidakan positif yang

perlu didukung oleh berbagai kalangan, terutama lembaga adat Desa

Balisoan yang menjadi satu-satunya lembaga yang mempunyai tugas

untuk mengangkat harkat dan martabat Desa Balisoan sebagai

masyarakat yang berbudaya.7

3. Informan MK, seorang perempuan berumur 38 tahun pendidikan

Strata satu (S1), adalah sebagai Tokoh Agama. Menurut informan

pembentukan lembaga adat merupakan suatu langkah maju bagi

daerah ini karena dapat mengangkat hak dan martabat Desa

Balisoan. Upaya lembaga adat untuk mengangkat kembali nilai-nilai

budaya untuk diterapkan pada zaman sekarang ini sangat penting,

seperti tradisi makan bersama di rumah adat. Merupakan suatu

upacara adat yang sifatnya mengucap syukur atas keberhasilan yang

telah di capai oleh masyarakat Desa Balisoan. Di dalam upacara adat

ini masyarakat dididik untuk menerapkan prinsip-prinsip hidup yang

sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut oleh Desa Balisoan.

Pelaksanaan upacara adat makan bersama di rumah adat harus

meninggalkan segala macam unsur-unsur mistik yang digunakan

oleh para leluhur terdahulu karena bertentangan dengan ajaran iman

kristen, namun tata cara pelaksanaan yang mengandung nilai-nilai

positif sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab dapat

dilaksanakan dan terus dipelihara.8

4. Informan JT, seorang laki-laki berumur 44 tahun pendidikan Strata

satu (S1), adalah sebagai tokoh Agama. Menurut informan peran

lembaga adat sangat dibutukan oleh gereja secara institusi, karena

dapat membantu membina masyarakat Desa Balisoan dalam

kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan

tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran iman kristen. Dalam

7Wawancara dengan Bapak DW (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 19 januari 2017

8Wawancara dengan Bapak MK (Tokoh Agama) Pada Tanggal 20 januari 2017

Page 12: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

58

pelaksanaan upacara adat seperti Orom toma Sasadu (makan

bersama di rumah adat), merupakan suatu perayaan ungkapan syukur

atas keberhasilan yang diraih acara pengucapan syukur kepada sang

pencipta bukan pada penyembahan-penyembahan berhala yang

sangat bertentangan dengan ajaran agama. Melestarikan budaya

Orom toma Sasadu berarti kita sudah melestarikan beberapa tradisi

lainnya seperti tarian legu salai, alat-alat musik tradisional, pakain

adat, makanan khas, rumah adat dan lain-lain.9

Menurut (Koentjaraningrat, 1974)“Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan

dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan

dari hasil budi dan karyanya”. Adapun Menurut (Visser, 1989) Upacara panen

adalah peristiwa terbesar dalam siklus tahunan budidaya padi. Diadakan di bulan

Agustus atauSeptember, upacara dilakukan untuk menutup kegiatan pertanian

tahun sebelumnya dan pada saat yang sama membuka tahun pertanian baru. Pesta

didedikasikan untuk para leluhur, yang telah menghasilkan panen padi yang baik

dan memperoleh bibit-bibit baru, dan yang telah dijauhkan dari bencana dan

penyakit pada tahun sebelumnya. Sekarang ini, dengan masuknya agama Kristen

maka pesta adat ini bukan didedikasikan kepada leluhur tetapi kepada Tuhan

Yang Maha Kuasa.

Beberapa tahapan dalam upacara makan bersama di rumah adat (Sasadu)

sebelum masuknya agama sebagai berikut:

a. Kole faturo.

Setelah ruang disiapkan dan peralatan rumah adat seperti tifa dan gong

diletakan pada tempatnya, maka mulailah kole faturo. Kole faturo merupakan

upacara pembukaan yang di tandai dengan mengantungkan kain putih berbentuk

segi tiga mengililingi rumah adat dan pengibaran bendera induk. Proses kole

faturo di iringi dengan pemukulan tifa,gong dan pelepah daun sagu dengan irama

kakabelu. Orang yang menggantungkan kain putih berbentuk segi tiga adalah

orang-orang yang keturunan Walasae/keturunan pimpinan desa.Setelah kain puti

9Wawancara dengan Bapak JT (Tokoh Agama) Pada Tanggal 20 januari 2017

Page 13: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

59

sudah di gantung dan bendera sudah dinaikan, maka rumah adat/Sasadu

dinyatakan dibuka dengan resmi dan semua yang masuk dalam acara makan

bersama harus menggunakan pakaian adat.

b. Pelaksanaan Upacara

Pelaksanaan upacara adat ini sangat prinsipil dilaksanakan pada malam hari

dimulai pukul 18.00 WIT.Sebelum masuknya agama Kristen ke wilayah Sahu,

pesta adat ini dilaksanakan selama 5 (lima) hari, 7 (tujuh) hari atau 9 (sembilan).

setiap desa bervariasi waktu pelaksanaannya.Semuawarga masyarakat desa

diwajibkan untuk ikut dalam upacara adat. Yang tidak mengikuti upacara adat

makan bersama di rumah adat (Sasadu) di kenakan sanksi adat. Saat sekarang ini,

pelaksanaan upacara adat Orom toma sasadu hanya 3 (tiga) hari.

Gambar 2.

Upacara Adat Desa Balisoan

Sumber: Profil Dokumen Desa Balisoan Tahun 2013

Pesta adat diawali dengan penjemputan para undangan. Para undangan di

tempatkan pada tempat yang di sebut taba sangadji (tempat duduk) yang di

tempati para pimpinan wilayah (camat/sangadji). Masyarakat desa menempati

tempatnya masing-masing sesuai dengan garis keturunannya. Keturunan walasae

menempati taba walasae (tempat duduk keturunan pimpinan desa), keturunan

walangatom menempati taba walangatom (tempat duduk keturunan prajurit) dan

masyarakat lainnya menempati taba idis (meja untuk masyarakat yang tidak

termasuk keturunan walasae maupun walangatom). Pria dan wanita memiliki

Page 14: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

60

tempat duduk sesuai dengan secara terpisah. Profesi menempati tempat duduk

sesuai dengan garis keturunan juga diikuti dengan kegiatan yang disebut Si bere

baba ma soi (mengangkat anak sulung menggantikan kedudukan orang tuanya

yang sudah meninggal). Setelah peserta sudah mengambil tempat duduk sesuai

dengan garis keturunan, kepala adat berdiri sambil mengucapkan nasihat (bobita).

Bobita menyangkut hukum adat yang mengatur pola hidup masyarakat suku Sahu,

sistem pertanian dan pembicaraan berkenan dengan pesta adat yang perlu ditaati

oleh peserta, yaitu menyangkut hal-hal yang tidak dinginkan, misalnya: moral,

mabuk, kekacauan, perkelahian, dendam dan sebagainya. Sanksi yang dikenakan

bagi orang yang dengan sengaja membuat keributan dalam pesta adat, yaitu diikat

pada tiang rumah Sasadu, disiram dengan air kotor, disiram dengan air saguer

(minuman dari pohon Aren) atau dipukul dengan kayu pemukul tifa. Hukuman ini

berlaku selama pesta berlangsung. Sesudah ketua adat menyampaikan bobita, ia

mempersilakan semua peserta untuk makan dengan perkataan seperti berikut:

Ketua adat : lor nongo’du toma wanger ma sodu re wanger ma

moto I’duang bolo nyang? (saudara-saudara dari

matahari terbit/timur sampai matahari terbenam/barat

sudah siap atau belum?)

Peserta : d’uang d’ua si jou (sudah siap)

Kepala adat : orom kie si jou (mari kita makan)

Peserta : jou (ya)

Kepala adat : Ior nongo’du toma mien re sara, I’duang bolo

nyang? (saudara-saudara dari utara sampai selatan

sudah siap atau belum?)

Peserta : d’uang d’ua si jou (sudah siap)

Kepalah adat : orom kie si jou (mari kita makan)

Peserta : jou (ya)

Sambil makan di iringi dengan pemukulan didiwangi /tifa dan gong disertai

ma I’o (syair-syair yang digunakan melalui lagu atau pantun secara berbalasan

serta pementasan berbagai kesenian daerah. Di dalam acara makan minuman,

kaum muda melayani kaum tua dengan menyajikan makanan dan

Page 15: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

61

minuman/saguer (minuman dari pohon aren) sesuai dengan struktur masing-

masing.

Gambar 3.

Makan Bersama Di Sasadu (Rumah Adat)

Sumber: Profil Dokumen Desa Balisoan Tahun 2013

Hari kedua kegiatan makan bersama di laksanakan di tempat tersendiri diluar

rumah adat/Sasadu yang disebut jiwa/sado. Kegiatan ini dilaksanakan pada pukul

15.00 WIT. Makanan yang di sajikan pada kegiatan ini berbeda dengan makanan

yang disajikan dalam rumah adat. Tempat duduk yang di siapkan juga hanya

tempat duduk laki-laki dan perempuan secara terpisah, dan tidak dibedakan

berdasarkan struktur masyarakat seperti di atur oleh rumah adat/Sasadu, namun

yang duduk makan bersama di tempat/jiawa adalah tokoh adat, tokoh masyarakat,

dan kepaladesa. Di dalam jiawa ada pementasan tarian legu-legu dan tarian

salai.Tarian legu-salai adalah suatu tarian yang menggambarkan putri-putra

legenda “moa ma jum”. Sebelum pementasan tarian legu salai, piring sado yang

berisi air dan setangkai mayang enau diletakan di bawah tiang bendera induk dan

setiap orang yang masuk ke tempat jiawa harus memberikan “derma”.

Sebelum mulainya acara makan bersama di tempat jiawa, kepala adat

mengajak para Tokoh masyarakat, Tokoh adat dan kepala desa untuk duduk pada

tempat yang sudah disediakan makanan. Bunyinya sebagai berikut: Tego fakololi

ino, paranata kokonara,tego fakololi meja, meja madopolo jou (mari duduk

Page 16: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

62

berhadapan dengan wajah yang ceriah, mari duduk berhadapan pada meja yang

ditempati kepala desa). Setelah sudah ditempati tempat duduknya,kepala adat

menyampaikan ungkapan sebagai tanda dimulainya makan bersama, bunyinya

sebagai berikut: jou dai budo-budo, jou dia lamo-lamo, o tarima nanga jamuan, si

jou” (tuan datang diiringi ombak di laut putih-putih, tuan pergi dingin dengan

angin yang kencang, terimalah jamuan makan bersama dan makanlah), kemudian

setiap orang yang duduk di meja jiawa membalasnya dengan mengatakan si jou

(makanlah), maka acara makan bersama di meja jiawa resmi di mulai. Acara

makan bersama di iringi dengan pemukulan tifa dan gong dan penari legu

mengangkat payung untuk bersiap melakukan tarian. Sebelum tarian di mulai

ketua adat menyanyikan lagu atau Ma’io dengan kata-kata sebagai berikut: kie ma

tubu se ma talaga, ia bidadari ai dodemo” (di puncak gunung terdapat daun yang

merupakan tempat mandi para bidadari) dan pesta tarian yang terdiri dari beberapa

pria yang memakai pakaian kebesaran dan kepalanya dihias mahkota dan ditangan

kanannya memegang payung melakukan tarian legu. Sementara itu beberapa putri

yang berbusana warna kuning, merah dan hitam danpada tangan kanannya

memegang syal sutra yang menggambarkan putri legenda moa ma jun berdiri dan

menyanyikan atau ma’I’o dengan kata-kata “. Bidadari mododono uci ma salai

toma paji ma legetong”. (Dari tempat, mandi, bidadari turun menari salai di

bawah tiang bendera) dan melakukan tarian salai. Tarian legu-salai terus

dipentaskan dan peserta yang duduk di meja jiawa terus mengungkapkan syair-

syair secara berbalasan. Sementara kepala adat dan tokoh masyarakat menikmati

makanan diiringi dengan tarian legu-salai, muncullah seseorang yang berpakain

dari ijuk dan menggunakan topeng yang terbuat dari kulit buah kelapa (cakaiba)

menarik perhatian orang banyak.

Tarian legu-salai berlangsung sekitar 2 sampai 3 jam. Setelah tarian legu

dihentikan,diadakan acara pengusungan pring sado mengililingi sasadu sebanyak

tiga kali. Sesudah itu kembali ke bendera induk, dan uang yang ada di dalam

piring sado dibagikan kepada penari legu. Air yang ada di piring sado dipercik

kepada semua peserta. Percik air melambangkan kedamaian, kesejahteraan dan

Page 17: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

63

keselamatan. Setelah itu semua peserta kembali ke rumah sesudah untuk

melanjutkan makan bersama di tempat tersebut.

Gambar 4.

Tarian Legu-Legu dan Salai

Sumber: Profil Dokumen Desa Balisoan Tahun 2013

Hari ketiga merupakan hari terakhir dalam kegiatan upacara makan bersama

di rumah adat (Sasadu). Rangkaian acara masih bersifat mengungkapkan

kegembiraan dengan melakukan tari-tarian baik dalam rumah adat maupun di luar

rumah adat. Acara diakhiri dengan penurunan bendera induk dan melepaskan kain

putih yang terbentuk segitiga (woi faturo). Dengan dilepaskannya kain putih

berbentuk segitiga yang digantung mengililingi rumah adat/Sasadu, maka acara

makan bersama di rumah adat /Orom toma Sasadu dinyatakan selesai.

Dengan tradisi di atas, membentuk suatu lembaga adat Desa Balisoan

merupakan tindakan yang sangat positif agar tradisi Desa Balisoan tetap

terpelihara dengan baik. Namun sangat disadari bahwa nilai-nilai budaya yang

diwariskan oleh para leluhur mulai terlupakan seiring dengan perkembangan

zaman. Tradisi makan bersama dirumah adat, merupakan suatu tradisi yang dapat

membentuk kerakter kehidupan masyarakat Desa Balisoan. Secara umum dapat

dilihat bahwa generasi muda di Desa Balisoan memiliki motivasi yang tinggi

untuk mempelajari tentang tradisi Desa Balisoan. Hal ini dapat dilihat pada

partisipasi pemuda Desa Balisoan yang ingin mempelajari adat yang telah di

tinggalkan oleh leluhur kita. Kepedulian masyarakat ini merupakan suatu tindakan

Page 18: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

64

positif yang perlu didukung oleh berbagai kalangan, terutama lembaga adat Desa

Balisoan yang menjadi satu-satunya lembaga yang mempunyai tugas untuk

mengangkat harkat dan martabat Desa Balisoan sebagai masyarakat yang

berbudaya.

Nilai budaya indonesia adalah konsep bahwa manusia harus hidup selaras

atau serasi dengan alam. Itu memang cocok untuk suatu gaya hidup dalam

lingkungan peradaban, yang dilanjutkan ke sektor-sektor hidup lain seperti

kehidupan sosial, ritual, dan upacara, kesenian, dan kesusastraann. Namun saat ini

adapun yang mengalami pergeseran kebudayaan, dari kebudayaan agraris ke

kebudayaan industri. Kebudayaan industri sangat banyak memerlukan teknologi,

sains, dan ilmu pengetahuan, sedangkan perkembangan dari ketiga unsur itu

dalam kebudayaan suatu bangsa memerlukan adanya suatu nilai budaya yang

mendorong manusia untuk berusaha memahami rahasia-rahasia alam, untuk

menemukan kaidah-kaidah alam; jadi singkatnya untuk menguasai alam. Oleh

karna itu bangsa indonesia, terutama mereka yang bertugas atau yang berkaitan

dengan perkembangan industri, sebaiknya melatih diri untuk membudayakan nilai

budaya baru, yaitu konsep menguasai alam (Koentjaraningrat, 1985).

Walaupun demikian, nilai budaya yang lama, yang menilai tinggi hidup yang

selaras dengan alam, jangan digeser dan ditinggalkan, agar tidak timbul sikap

seperti yang tampak di banyak negara yang telah maju, yaitu bahwa pembanguna

industri yang berlebih-lebihan dan gaya hidup modern menyebabkan bahwa orang

lupa akan keseimbangan hidupnya sendiri dengan alam, dan bahwa hasrat untuk

mendapatkan keuntungan materiil yang sebesar-besarnya menyebabkan

pencemaran udara dan air, hilangnya hutan-hutan belukar, dan menyebabkan

habis terkurasnya sumber-sumber energi. Nilai budaya lama yang dimiliki ini,

mampu membina orang agar hidup selaras dengan alam.

Secara umum masyarakat Desa Balisoan, memiliki kesadaran dan

pemahaman bahwa budaya makan bersama di rumah adat sangat penting untuk

dipelihara, sehingga masyarakat Desa Balisoan selalu berupaya dengan caranya

Page 19: BAB V PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16063/5/T1_352013031_BAB V.pdf · 47 bab v peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan

65

sendiri agar tradisi ini selalu dilaksanakan setiap tahun. Hal ini sangat penting

karena tradisi Desa Balisoan hampir hilang seiring dengan perkembangan zaman,

sehingga dengan adanya lembaga adat ini sangat diharapkan agar tradisi Desa

Balisoan ini digali kembali dan dilestrarikan. Pembentukan lembaga adat ini

disambut baik oleh masyarakat namun sampai dengan saat ini kinerja lembaga

adat belum optimal.