38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1. Demografi Kota Gorontalo Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari propinsi Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar 0,53% dari luas Propinsi Gorontalo. Curah hujan di wilayah ini tercatat sekitar 11 mm S/D 266 mm pertahun. secara umum, suhu udara di Gorontalo rata-rata pada siang hari 32 c, sedangkan suhu udara rata-rata pada malam hari 23 c. Kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata 79,9%. Secara geografis wilayah Kota Gorontalo terlerak antara 000 28' 17" - 000 35' 56" lintang utara (LU) dan 1220 59' 44" -1230 05' 59" bujur timur (BT) dengan batas batas sebagai berikut : Batas utara : Kecamatan Bolango utara Kabupaten Bone Bolango Batas timur : Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango Batas selatan : Teluk Tomini Batas barat : Kecamatan Telaga dan Batuda'a Kabupaten Gorontalo Jumlah penduduk Kota Gorontalo setiap tahun mengalami perubahan, dari tahun 2004 sejumlah 148.080 jiwa dengan luas wilayah sebesar 64.79 Km 2 sehingga kepadatan penduduk menjadi 2.286 jiwa/Km 2 . Pada tahun 2005 berjumlah 156.39 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2.414 jiwa/Km 2 . Pada tahun 2006 jumlah penduduk berjumlah 158.36 dengan kepadatan penduduk sebesar 2.444 jiwa/Km 2 . Pada tahun 2007 jumlah penduduk di Kota Gorontalo sebesar 162.325 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.505 jiwa/Km 2 . Sedangkan pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Gorontalo naik sebesar 165.175 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 2.549 jiwa/Km 2 . Untuk tahun 2009 jumlah penduduk Kota Gorontalo naik sebesar 181.102 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 2.759 jiwa/Km 2 , tahun 2010 jumlah penduduk Kota Gorontalo naik sebesar 184.185 jiwa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. …eprints.ung.ac.id/3133/9/2013-1-87205-221409082-bab4... · HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1. Demografi

  • Upload
    dohanh

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1. Demografi Kota Gorontalo

Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari propinsi Gorontalo yang luas

wilayahnya 64,79 KM atau sekitar 0,53% dari luas Propinsi Gorontalo. Curah hujan di

wilayah ini tercatat sekitar 11 mm S/D 266 mm pertahun. secara umum, suhu udara di

Gorontalo rata-rata pada siang hari 32 c, sedangkan suhu udara rata-rata pada malam hari 23

c. Kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata 79,9%. Secara geografis wilayah Kota

Gorontalo terlerak antara 000 28' 17" - 000 35' 56" lintang utara (LU) dan 1220 59' 44" -1230

05' 59" bujur timur (BT) dengan batas batas sebagai berikut :

Batas utara : Kecamatan Bolango utara Kabupaten Bone Bolango

Batas timur : Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango

Batas selatan : Teluk Tomini

Batas barat : Kecamatan Telaga dan Batuda'a Kabupaten Gorontalo

Jumlah penduduk Kota Gorontalo setiap tahun mengalami perubahan, dari tahun 2004

sejumlah 148.080 jiwa dengan luas wilayah sebesar 64.79 Km2 sehingga kepadatan penduduk

menjadi 2.286 jiwa/Km2. Pada tahun 2005 berjumlah 156.39 jiwa dengan kepadatan

penduduk sebesar 2.414 jiwa/Km2. Pada tahun 2006 jumlah penduduk berjumlah 158.36

dengan kepadatan penduduk sebesar 2.444 jiwa/Km2. Pada tahun 2007 jumlah penduduk di

Kota Gorontalo sebesar 162.325 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.505 jiwa/Km2.

Sedangkan pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Gorontalo naik sebesar 165.175 jiwa

dengan kepadatan penduduk mencapai 2.549 jiwa/Km2. Untuk tahun 2009 jumlah penduduk

Kota Gorontalo naik sebesar 181.102 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 2.759

jiwa/Km2, tahun 2010 jumlah penduduk Kota Gorontalo naik sebesar 184.185 jiwa dengan

kepadatan penduduk mencapai 2.842 jiwa/Km2. dan untuk tahun 2011 jumlah penduduk Kota

Gorontalo naik sebesar 194.153 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 2.996 jiwa/Km.

Kini Kota Gorontalo terdiri dari 9 kecamatan dengan 50 kelurahan yaitu:

1. Kecamatan Kota Barat : 7 Kelurahan

2. Kecamatan Dungingi : 5 Kelurahan

3. Kecamatan Kota Selatan : 5 Kelurahan

4. Kecamatan Kota Tengah : 6 Kelurahan

5. Kecamatan Kota Timur : 6 Kelurahan

6. Kecamatan Kota Utara : 6 Kelurahan

7. Kecamatan Sipatana : 5 Kelurahan

8. Kecamatan Dumbo Raya : 5 Kelurahan

9. Kecamatan Hulondalangi : 5 Kelurahan

Sejak terbentuknya Kota Gorontalo hingga saat ini telah dipimpin oleh 8 Orang

Walikota yang masing-masing adalah sbb:

1. A.T.J.E. Slamet : Tahun 1961 - 1963

2. Taki Niode : Tahun 1963 - 1971

3. Letkol. Drs Jusuf Bilondatu : Tahun 1971 - 1978

4. Drs H. A Nusi : Tahun 1978 - 1983

5. A.H. Nadjamudin : Tahun 1983 - 1988

6. Ir. Hi. Jusuf Dalie : Tahun 1988 - 1993

7. Drs. Achmad Arbie : Tahun1993 - 1997

8. DR. Hi. Medi Botutihe : Tahun 1998 - 2003 - 1998

9. Hi. Adhan Dambea. S.Sos., MA : Tahun 2008 s/d Sekarang

4.1.2. Sejarah Kota Gorontalo

Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan

merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado.

Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur

yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo

menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang

Mongondow (Sulut), Buol, Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke

Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya

yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).

Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa

Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada

tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan

Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan

Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango yang

terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.

Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta

penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan

menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling

Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol, ToliToli dan,

Donggala dan Bolaang Mongondow. Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo

berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo.

Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a".

Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :

Pohala'a Gorontalo

Pohala'a Limboto

Pohala'a Suwawa

Pohala'a Bolango

Pohala'a Atinggola

Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia.

Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan

Syara' bersendikan Kitabullah". Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol

diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.

Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain :

Berasal dari "Hulontalangio", nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi

hulontalo.

Berasal dari "Hua Lolontalango" yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu

lalang.

Berasal dari "Hulontalangi" yang artinya lebih mulia.

Berasal dari "Hulua Lo Tola" yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.

Berasal dari "Pongolatalo" atau "Puhulatalo" yang artinya tempat menunggu.

Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.

Berasal dari "Hunto" suatu tempat yang senantiasa digenangi air

Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas kata

"hulondalo" hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan orang Belanda

karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis

menjadi Gorontalo. Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah

kekusaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889

sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan

istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur

pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu :

- Onder Afdeling Kwandang

- Onder Afdeling Boalemo

- Onder Afdeling Gorontalo

Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :

- Distrik Kwandang

- Distrik Limboto

- Distrik Bone

- Distrik Gorontalo

- Distrik Boalemo

Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :

- Afdeling Gorontalo

- Afdeling Boalemo

- Afdeling Buol

Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk. H.

Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih

dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan

sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan

memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu

Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis

kemerdekaan.

Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi.

Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat "Hari Kemerdekaan Gorontalo" yaitu 23

Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal

saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat

Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.

Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah

Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia

dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja" sebagaimana pernah didengungkan

pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi

bagian dari Negara Indonesia Timur.

Kota Gorontalo lahir pada hari Kamis, 18 Maret 1728 M atau bertepatan dengan

Kamis, 06 Syakban 1140 Hijriah. Tepat tanggal 16 Februari 2001 Kota Gorontalo secara

resmi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo (UU Nomor 38 Tahun 2000 Pasal 7).

Sebelum terbentuknya Provinsi Gorontalo, Kota Gorontalo merupakan bagian dari Provinsi

Sulawesi Utara. Gorontalo merupakan sebuah Kotapraja yang secara resmi berdiri sejak

tanggal 20 Mei 1960, yang kemudian berubah menjadi Kotamadya Gorontalo pada tahun

1965. Nama Kotamadya Gorontalo ini tetap dipakai hingga pada tahun 1999. Selanjutnya,

sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, di

mana istilah Kotamadya sudah tidak dipakai lagi, digantikan dengan Kota, maka Gorontalo

pun menyesuaikan namanya menjadi Kota Gorontalo hingga sekarang.

Gorontalo dikenal sebagai salah kota perdagangan, pendidikan, dan pusat

pengembangan kebudayaan Islam di Indonesia Timur. Sejak dulu Gorontalo dikenal sebagai

Kota Serambi Madinah. Hal itu disebabkan pada waktu dahulu Pemerintahan Kerajaan

Gorontalo telah menerapkan syariat Islam sebagai dasar pelaksanaan hukum, baik dalam

bidang pemerintahan, kemasyarakatan, maupun pengadilan. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

budaya Gorontalo yang Islami berbunyi, "Adat bersendikan syarak; dan syarak bersendikan

Kitabullah (Al-Quran)." Syarak adalah hukum yang berdasarkan syariat Islam. Karena itu,

Gorontalo ditetapkan sebagai salah satu dari 19 daerah hukum adat di Indonesia. Raja

pertama di Kerajaan Gorontalo yang memeluk agama Islam adalah Sultan Amai, yang

kemudian namanya diabadikan sebagai nama perguruan tinggi Islam di Provinsi Gorontalo,

STAIN Sultan Amai.

Gorontalo juga dikenal sebuah salah satu dari empat kota utama di Sulawesi, yaitu (1)

Makassar, (2) Manado, (3) Gorontalo, dan (4) Parepare. Dalam catatan sejarah

HULONTALO sebagai singkatan dari HULONTALANGI yang selanjutnya disebut

GORONTALO. Pendiri Kota Gorontalo adalah Sultan Botutihe yang telah berhasil

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan atas dasar Ketuhanan dan prinsip-prinsip

masyarakat.

Walaupun Gorontalo telah ada dan terbentuk sejak tahun 1728 (sekitar 3 abad yang

lalu), namun sebagai daerah otonom Kota Gorontalo secara resmi terbentuk pada tanggal 20

Mei 1960 sebagai pelaksanaan UU No. 29/1959 tentang pembentukan Dati II di Sulawesi.

Wilayah hukum Kotapraja Gorontalo dibagi 3 kecamatan berdasarkan UU No. 29/1959

tersebut dan melalui Keputusan Kepala Daerah Sulawesi Utara No. 102 tanggal 4 Maret 1960

ditetapkan 39 kampung yang masih termasuk dalam wilayah Kotapraja Gorontalo yang

terbagi atas 3 kecamatan yaitu Kecamatan Kota Selatan, Kecamatan Kota Barat dan

Kecamatan Kota Utara. Sebutan Kotapraja sesuai dengan istilah yang digunakan dalam UU

No. 18/1965 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti dengan UU No. 5/1974 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang menggantikan istilah Kotapraja menjadi

Kotamadya dan saat ini disebut Kota.

4.1.3. Sejarah Etnis Arab

Suku Arab-Indonesia adalah penduduk Indonesia yang memiliki keturunan etnis Arab

dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab

yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda, mereka

dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku

India-Indonesia. Tapi seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidaklah sedikit kaum Arab-

Indonesia yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia. Setelah terjadinya perpecahan

besar di antara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi

Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke

berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah

Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan Ali bin Abi Thalib ini

membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya.

Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar di

Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari berbagai koloni Arab yang

menetap dan bercampur menjadi warganegara di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya.

Selain di Indonesia, warga Hadramaut ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan,

Filipina Selatan, Malaysia, dan Singapura. Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal

dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari Mesir, Arab

Saudi, Sudan atau Maroko akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal

dari Hadramaut.

Dalam catatan Alwi Shihab (1997 : 321) mengatakan bahwa Sejarah imigran orang-

orang Arab Hadramaut ke Indonesia tidak berbeda dengan sejarah orang-orang eropa yang

hijra ke Amerika. Sebahagian penulis sejarah yang menaruh perhatiannya pada konsisi sosial,

politik dan ekonomi yang menyertai para imigran tersebut berkesimpulan bahwa motovasi

mereka adalah mengejar keuntungan materil . Sebaliknya, penulis sejarah yang meneliti

perkembangan sosial politik dan agama di Amerika minali para imigran eropa berjasa dalam

membuat tata sosial baru.

Selanjutnya, menurut Alwi Sihab, 1997 : 14 mengambarkan bahwa kedatangan

masyarat Hadrami, atau bangsa Arab secara umum ke Nusantara telah berlangsung jauh

sebelum islam berkembang diwilayah tersebut. G.R Tibbets, misalnya menunjukan bahwa

masyarakat Hadrami di Nusantara bisa dilacak sampai pada awal abad ke-lima SM. Pada

sekitar tahun 300 M tingkat pengembaraan mereka memang sempat menurun dan baru

berkembang lagi pada abad ke-10.

Pada gelombang pengembaraan kedua itulah, sejak awal abad ke-10 masyarakat

hadrami datang di Nusantara sambil memperkenalkan agama Islam kepada masyarakat lokal.

Catatan pengembaraan orang Arab tersebut telah menunjukan adanya sejumlah pendudukan

masyarakat Hadrami dibeberapa wilayah yang menjadi pusat perdagangan di Nusantara.

Masa awal kedatangan orang Arab di Indonesia tidak dapat diketahui secara pasti.

Ismail Yakup (1998 : 14-15) mengemukakan bahwa kedatangan mereka ke Nusantara

berlangsung sebelum agama Islam lahir. Mereka telah menetap dalam jangka waktu yang

lama tetapi belum tampak pengaruhnya. Bagi orang Arab di Indonesia sebagai penganut

agama Islam lebih banyak berorientasi ke negeri Nusantara dari pada ke negara leluhurnya

sendiri, Hadramaut (Yaman Selatan). Dari segi ini tampaklah bahwa agama Islam sebagai

faktor asimilatif lebih menonjol daro pada faktor etnis Arab.

Namun demikian , menurut catatan sejarah sesuai dengan data Arab Indonesia yang

dirilis melalui internet pada tanggal 3 Mei 2013 yang dikemukakan oleh Jajang Jahroni

(2000) dapat dijabarkan bahwa Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia

diperkirakan terjadi dalam 3 gelombang utama.

- Abad 9-11 Masehi

Catatan sejarah tertua adalah berdirinya kerajaan Perlak I (Aceh Timur) pada tanggal 1

Muharram 225 H (840 M). Hanya 2 abad setelah wafat Rasulullah, salah seorang

keturunannya yaitu Sayyid Ali bin Muhammad Dibaj bin Ja'far Shadiq hijrah ke kerajaan

Perlak. Ia kemudian menikah dengan adik kandung Raja Perlak Syahir Nuwi. Dari

pernikahan ini lahirlah Abdul Aziz Syah sebagai Sultan (Raja Islam) Perlak I. Catatan

sejarah ini resmi dimiliki Majelis Ulama Kabupaten Aceh Timur dan dikuatkan dalam

seminar sebagai makalah 'Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh' 10 Juli

1978 oleh (Alm) Professor Ali Hasymi.

- Abad 12-15 Masehi

Masa ini adalah masa kedatangan para datuk dari Walisongo yang dipelopori oleh

keluarga besar Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat, masih keturunan Syekh

Muhammad Shahib Mirbath dari Hadramaut. Ia besama putra-putra berdakwah jauh ke

seluruh pelosok Asia Tenggara hingga Nusantara dengan strategi utama menyebarluaskan

Islam melalui pernikahan dengan penduduk setempat utamanya dari kalangan istana-

istana Hindu.

- Abad 17-19 Masehi

Abad ini adalah gelombang terakhir ditandai dengan hijrah massalnya para Alawiyyin

Hadramaut yang menyebarkan Islam sambil berdagang di Nusantara. Kaum pendatang

terakhir ini dapat ditandai keturunannya hingga sekarang karena berbeda dengan

pendahulunya, tidak banyak melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi. Selain

itu dapat ditandai dengan marga yang kita kenal sekarang seperti Alatas, Assegaf, Al

Jufri, Alaydrus, Syihab, Syahab, Al Hadar, Al Hasni dan lain sebagainya. Hal ini dapat

dimengerti karena marga-marga ini baru terbentuk belakangan. Tercatat dalam sejarah

Hadramaut, marga tertua adalah As Saqqaf (Assegaf) yang menjadi gelar bagi Syekh

Abdurrahman bin Muhammad Al Mauladdawilah setelah ia wafat pada 731 H atau abad

14-15 M. Sedangkan marga-marga lain terbentuk bahkan lebih belakangan, umumnya

pada abad 16. Biasanya nama marga diambil dari gelar seorang ulama setempat yang

sangat dihormati. Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah

mereka sekarang tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.

Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia lebih besar bila

dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat leluhurnya sendiri. Penduduk

Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut

sendiri sudah punah - seperti Basyeiban dan Haneman - di Indonesia jumlahnya masih cukup

banyak. Perkampungan Arab banyak tersebar di berbagai kota di Indonesia, misalnya di

Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Gresik

(Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman), Yogyakarta

(Kauman), Probolinggo (Diponegoro), Bondowoso, dan Banjarmasin (Kampung Arab), serta

masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota lainnya seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli,

Medan, Lampung, Makasar, Gorontalo, Ambon, dan daerah lainnya. Sedangkan di Gorontalo

sendiri menurut catatan Joni Apriyanto (2012 : 8) mengatakan bahwa keberadaan etnis Arab

di wilayah ini sejak abad ke-20. Bukti kongkrit yang dapat dilihat adalah adanya keberadaan

komunitas dalam peristilahannya kampung Arab.

Foto Orang Arab Pertama kali di Gorontalo1

1 Sumber foto ini dari Maryam Almahdali masyarakat keturunan Arab Gorontalo

Jika disimak secara umum, keberadaan masyarakat Arab Indonesia pada umumnya

dan Arab Gorontalo pada Khususnya mencermenin ciri-ciri masyarakat Hadramaut. Mereka

bergantung pada darah keturunannya, mereka terbagi menjadi golongan Sayyid dan bukan

sayyid2. Golongan sayyid menikmati kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dan terutama

berhadapan dengan orang-orang Indoensia, mereka menuntut kedudukan yang lebih tinggi

dalam kacamata agama sungguh ibu-ibu mereka bukan sayyid, bahkan bukan orang Arab.

4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.2.1. Partisipasi Politik Masyarakat Etnis Arab

Di tengah negara-negara demokrasi, sangat mungkin Indonesia termasuk negara yang

paling sering menggelar pesta demokrasi. Mulai dari pemilihan umum kepala Desa

(pemilukades), pemilihan umum kepala daerah (pemilikada) kabupaten kota/provinsi, Pemilu

Presiden (pilpres), hingga Pemilu legislatif. Jika dikaitkan dengan luasnya wilayah negeri ini,

yang juga diikuti dengan banyaknya struktur kepemerintahan, pesta demokrasi itu seakan

menjadi acara ritual demokrasi sepanjang tahun bahkan sepanjang bulan.

Pesta demokrasi, apapun bentuknya, tentu berangkat dari spektrum demokrasi. Pesta

ini selau diawali dengan niatan hendak memenuhi tuntutan demokrasi. Pesta ini dijalankan

berdasarkan proses-proses dan nilai-nilai demokrasi. Pesta ini juga diharapkan bisa

melahirkan sebuah hasil yang sejalan dan sesuai dengan kriteria demokrasi. Dengan demikian

pemilukades, pemilukada, pilpres dan pemilu legislatif adalah pesta-pesta yang dijalankan

untuk dan atas demokrasi.3

Semuanya hanya merupakan sarana menuju demokrasi dan bukanlah sekedar

bertujuan untuk memilih dan melegimitasi pemimpin dan wakil-wakilnya. Lebih dari itu,

2 Sayyid (Syarifah untuk wanita) mengaku turunan Nabi Muhammad Saw melalui anak Fatimah

3 Hendri Zainudin, 2007, Pemilukada dan Kedewasaan Berdemokrasi, Berita Pagi, Rabu 12 Desember 2007, hlm. 1.

untuk mengupayakan bagaimana agar nilai-nilai demokrasi dapat tumbuh subur dan

berkontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Tidak dipungkiri, setiap pesta demokrasi tentu mengimplikasikan adanya perbedaan

pendapat dan sikap di tengah peserta atau siapapun yang terlibat dalam pesta demokrasi. Baik

antar pemilih, antar yang dipilih, maupun antara pemilih dan yang dipilih. Perbedaan itu

tentunya merupakan hal yang sah-sah saja, lumrah, fitrah, bahkan dibenarkan dalam teori

demokrasi. Sebab, demokrasi sejatinya memberikan ruang yang luas bagi setiap individu

dalam mengekspresikan pendapat dan sikap atas keputusan bersama yang akan diambil.

Sikap dewasa dalam berdemokrasi merupakan sikap yang mengindikasikan adanya

kesadaran dan kemauan politik seseorang untuk mematuhi dan menjunjung tinggi nilai-nilai

demokrasi. Di dalamnya, persoalan kepatuhan akan aturan main demokrasi benar-benar

dipegang teguh dan semaksimal mungkin di terapkan dalam setiap peristiwa atau momentum

demokrasi.

Tidak terkecuali ketika dirinya melakoni pemilukada sebagai salah satu wujud

demokrasi. Karenanya, seseorang yang memiliki sikap dewasa dalam berdemokrasi akan

selalu menghindarkan diri bahkan menolak secara tegas cara-cara yang dinilainya tidak

demokrasi.

Kalaupun dirinya berniat membangun pertisipasi politik warga masyarakat untuk se-

ide dan sejalan dengan sikap politiknya, hal itu dilakukan secara santun berdasarkan prinsip

demokrasi. Semua berlangsung dalam suasana yang kondusif, dialogis, argumentative,

egaliter, dan berorientasi demi kemajuan bersama.

Bentuk partisipasi politik seseorang dapat dilihat dengan jelas melalui aktivitas-

aktivitas politiknya, begitu juga dalam masyarakat dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas yang

dilakukan bersama oleh masyarakat etnis Arab di Kota Gorontalo berdasarkan pendapat

Mas’oed (2001:47) “kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang

normal dalam demokrasi modern. Bentuk nonkonvensional termasuk beberapa yang mungkin

legal maupun yang illegal, penuh kekerasan, dan revolusioner”. Bentuk-bentuk partisipasi

politik konvensional menurut Mas’oed adalah pemberian suara (voting), diskusi politik,

kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan dan

komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif. Untuk melihat partisipasi

politik masyarakat kota Gorontalo dalam memberikan suara pada saat Pilgub 2011 dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1

Data Pemilih Tetap dan pemilih yang menggunakan hak pilih

No Kecamatan

Jumlah suara

Hak pilih Memilih Golput

1 Kota Selatan 14.478 11.201 5.235

2 Hulonthalangi 11.706 8.958 2.683

3 Kota Timur 18.157 14.084 3.970

4 Dumbo Raya 12.407 10.066 2.274

5 Kota Utara 12.013 9.839 2.109

6 Sipatana 12.105 9.686 2.361

7 Kota Tengah 18.518 13.055 5.382

8 Kota Barat 14.467 11.902 2.567

9 Dungingi 16.498 11.968 4.467

Jumlah 132.349 100.759 31.048

Presentase 83 % 23 %

Sumber : KPU Kota Gorontalo 2011

Dari tabel tersebut tergambarkan dengan jelas bahwa secara umum jumlah pemilih

yang paling terbanyak di setiap kecamatan adalah kecamatan Kota Tengah dengan jumlah

pemilih 18.157 jiwa, disusul dengan Kota Timur 18.157 jumlah pemilih. Sedangkan populasi

pemilih yang terkecil adalah kecamatan Sipatana dengan jumlah pemilih 11.706 jiwa pilih.

Jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih yang terbanyak di Kota Timur dengan jumlah

14.084 jiwa serta kota Tengah 13.055 pemilih. Tingkat Golput atau pemilih yang tidak

menggunakan hak pilih lebih banyak di Kecamatan Kota Tengah dengan jumlah 5.382 dan

kecamatan Kota Selatan dengan jumlah 5.235 jiwa pilih.

Dalam tingkat partisipasi politik masyarakat Gorontalo pada pemilihan Gubernur

Gorontalo 2011 sangat tinggi. Dimana berkisar 132.349 pemilih yang masuk dalam Daftar

pemilih Tetap (DPT), akan tetapi yang menggunakan hak pilihnya berjumlah 100.759 jiwa.

Hal ini menandakan bahwa partisipasi politik masyarakat dalam bentuk pemberian suara

dikategorikan sangat baik, karena berkisar 83 % pemilih yang memberikan hak suaranya,

sedangkan hanya 23 % yang tidak menggunakan hak pilih. Dari totalitas pemberian suara

tersebut dapat dipetakan pada masing-masing kandidat yang memperoleh suara pada masing-

masing kecamatan seperti apa yang digambarkan pada tabel berikut :

Tabel 2

Perolehan suara pasangan calon Gubernur4

No Kecamatan Perolehan Suara Pasanagan Calon

NKRI GT DAVIDSON

1 Kota Selatan 5.849 3.658 1.694

2 Hulonthalangi 3.781 3.794 1.383

3 Kota Timur 7.762 4.388 1.934

4 Dumbo Raya 5.306 3.628 1.132

5 Kota Utara 3.606 4.917 1.316

6 Sipatana 3.548 4.551 1.587

7 Kota Tengah 4.784 5.792 2.479

8 Kota Barat 4.946 5.275 1.681

9 Dungingi 4.568 5.727 1.673

Jumlah 44.150 41.730 14.879

Sumber : KPUD Kota Gorontalo 2011

4 Ket : NKRI (Rusli Habibi-Idris Rahim), GT (Gusnar Ismail-Toni Uloli), Davidson (David Bobihoe-Nelson Pomalingo)

Tabel tersebut di atas dengan jelas dapat dipetakan bahwa pasangan Rusli Habibi dan

Idris Rahim (NKRI) yang diusung oleh Partai Golkar dan PPP mengungguli pasangan lainnya

di Kota Gorontalo. Pasangan David Bobihoe dan Nelsom Pomalingo (DAVIDSON)

memperoleh dukungan terkecil setelah pasangan Gusnar Ismail dan Toni Uloli (GT). Jika

dilihat dari demografi per-kecamatan, Pasangan NKRI menang di kecamatan Kota Timur,

Kota Selatan dan Dumbo Raya, selain ketiga kecamatan ini dimenangkan oleh pasangan

(GT). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabulasi data secara keseluruhan perolehan

suara pasangan calon kandidat berikut ini :

Tabel 3

Presentase Perolehan Suara pasangan Calon

Sumber : hasil rekapitulasi data dari KPUD Kota Gorontalo 2011

Dari data tersebut di atas, yang telah ditabulasi dari data perolehan suara tingkat

kecamatan dapat dikatakan bahwa pasangan NKRI memperoleh dukungan suara berkisar 44

% disusul pasangan GT dengan perolehan suara 41 % dan psangan Davidson 15 %. Olehnya

itu terdapat perbedaan perolehan suara antara NKRI dan GT berkisar 3 % suara. Dari data

tersebut dapat dilihat bahwa walapun pasangan GT menang di 6 kecamatan dari 9 kecamatan

di Kota Gorontalo akan tetapi pada segi rekapitulasi terakhir pasangan NKRI yang unggul di

Kota Gorontalo.

Selain dari hal di atas, dalam bagian ini, penulis lebih fokus dalam melihat bagaimana

partisipasi politik etnis Arab dalam bentuk dukungan politik dan pilihannya pada saat

NKRI GT Davidson

44.15 41.73

14.879

44% 41%

15%

pemilihan Gubernur Gorontalo tahun 2011. Telah dijabarkan sebelumnya dan bahkan pada

bagian terakhir tulisan ini tentang keberadaan etnis Arab Gorontalo. Arab Gorontalo adalah

komunitas etnik terkecil yang hidup sejak lama dalam komunitas etnik Gorontalo. Dalam

hubungan sosial dengan masyarakat Gorontalo, terlihat ada hubungan yang sangat baik

diantara keduanya. Untuk lebih jelasnya tabel dibawah ini dapat menggambarkan komposisi

etnik di Kota Gorontalo5, yakni :

Tabel 4

Komposisi etnik di Kota Gorontalo

No Etnik Jumlah Persen %

1 Gorontalo 165.174 95

2 Cina 1.300 0,75

3 Arab 987 0,57

4 Ternate 995 0,57

5 Bolaang Mongondow 679 0,39

6 Bugis Makassar 654 0,37

5 Kesesuaian data tersebut tidak berbeda dengan data dari Tesis : Asmun Wantu, Interaksi Sosial Antara Etnik Pendatang dengan Etnik Lokal dan Implikasinya terhadap Ketahanan Wilayah “Studi Kasus di Kota Gorontalo”. Pascasarjana UGM 2010. Dilain sisi penulis tidak menemukan populasi etnis Arab di kota Gorontalo yang dilihat dari sudut pandang sex rasio dan golongan umur, atas hal tersebut sekiranya dapat dilengkapi oleh peneliti berikutnya yang meneliti tentang objek yang sama

7 Papua 357 0,21

8 Minahasa 569 0,33

9 Sangir 693 0,40

10 Buol/ Toli-Toli 157 0,09

11 Jawa 654 0,38

12 Madura 297 0,17

13 lainnya 1.351 0,78

Total 173.867 100 %

Sumber : Badan Statistik Kota Gorontalo, 2011

Dari tabel tersebut dapat dikatakan bahwa, etnik Gorontalo mendominasi populasi

etnik lainnya di Kota Gorontalo, yakni berkisar 95 %. Dari segi komposisi etnik, Etnis Arab

di kota Gorontalo Gorontalo hanya berkisar 0,57 % atau 987 jiwa sebanding dengan etnis

Ternate. Kebanyakan mereka tersebar pada wilayah kecamatan kota Timur dan kecamatan

kota Selatan. Komposisi yang kecil tersebut tapi keberadaan mereka sangat diiperhitungkan,

baik pada aspek ekonomi maupun aspek politik. Untuk lebih jelas dalam memahami

partisipasi politik etnis Arab pada saat Pilgub Gorontalo 2011 di kota Gorontalo dapat dilihat

pada tebal berikut ini :

Tabel 5

Data Pemilih etnis Arab per-Kecamatan yang menggunakan hak pilih

No Kecamatan Jumlah suara

Hak pilih Memilih Golput

1 Kota Selatan 213 186 27

2 Hulonthalangi 46 41 5

3 Kota Timur 102 93 9

4 Dumbo Raya 22 17 5

5 Kota Utara 57 53 4

6 Sipatana 21 18 3

7 Kota Tengah 33 28 5

8 Kota Barat 42 35 7

9 Dungingi 45 43 2

Jumlah 581 514 67

Presentase 88 % 12 %

Sumber : rekapitulasi data pemilih perkecamatan yang bersumber dari KPUD Kota

Gorontalo 2011

Data tersebut di atas adalah data yang bersumber dari data KPUD Kota Gorontalo

tentang jumlah pemilih tetap dan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih pada masing-

masing kecamatan di Kota Gorontalo. Agak sedikit kesulitan dalam merekapitulasi data

tersebut dikarenakan penggunaaan marga bagi para pemilih. Sehingganya dengan semaksimal

mungkin saya merekapitulasi data tersebut yang berdasarkan pada marga-marga etnis Arab

yang terdaftar dalam pemilih tetap. Dari data tersebut tergambarkan bahwa yang mana

populasi etnis Arab menyebar keseluruh kecamatan di Kota Gorontalo, akan tetapi hanya dua

kecamatan yang memiliki populasi terbanyak, yakni Kecamatan Kota Selatan dengan jumlah

213 pemilih dan Kecamatan Kota Timur berjumlah 102 pemilih.

Ukuran tingkat partisipasi politik etnis Arab di kota Gorontalo pada saat pemilihan

Gubernur Gorontalo berdasarkan pada tabel tersebut di atas sangatlah tinggi. Dimana dari

jumlah 581 pemilih yang menggunakan hak pilihnya berkisar 514 orang (88%) dan pemilih

yang tidak menggunakan hak pilih berjumlah 67 orang atau berkisar 12%. Hal ini

menandakan bahwa tingkat kesadaran politik etnis Arab sangat baik pada saat pemilihan

Gubernur Gorontalo Periode 2011-2016 di Kota Gorontalo.

Selain dari representasi data di atas, dibawan ini akan disajikan data pertisipasi politik

etnis Arab khususnya dalam memberikan dukungan politik berupa voting/ pemberian suara

pada saat pemilihan Gubernur Gorontalo periode 2011-2016 dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Sumber: rekapitulasi data dari sumber KPUD dan temuan responden dilapangan

Dari data tersebut di atas dapat disimak dengan saksama bahwa yang mana pasangan

Rusli Habibi-Idris Rahim (NKRI) mendapat dukungan politik dari etnis Arab di Kota

Gorontalo berkisar 84 % atau 431 suara, kemudian pasangan Gusnar Ismail-Toni Uloli (GT)

memperoleh dukungan politik berkisar 11% atau 59 saura, sedangan pasangan nomor 3

David Bobihoe-Nelson Pomlongi (Davidson) memperoleh 5 % atau berkisar 24 suara. Atas

hal tersebut dapat dikatakan bahwa hampir sebahagian besar etnis Arab di Kota Gorontalo

mendukung pasanagn NKRI. Untuk lebih jelas dalam menlusuri bagimana dukungan politik

dan faktor yang mempengaruhi dukungan tersebut dapat dilihat dalam pembahasan dalam

bagian tulisan ini. Untuk lebih jelasnya dalam memahami ulasan partisipasi politik etnis Arab

di Kota Gorontalo dapat disimak melalui beberapa temuan lapangan yang dilakukan oleh

penulis seperti yang tertera pada bahasan berikut.

Sebagai warga negara yang baik, masyarakat etnis Arab merasa penting dalam

berpartisipasi pada segala aspek yang berhubungan dengan pembangunan negara bangsa

maupun daerah. Pada segi partisipasi politik, etnis Arab Gorontalo sangat antusias dalam

setiap hajatan politik baik nasional maupun lokal. Momentum politik nasional seperti pemilu

84%

11%

5%

Tabel 6 Rekapitulasi dukungan politik etnis Arab

pada calon Gubernur dan Wagub

NKRI

GT

DAVIDSON

baik Pilpres mapun pemilihan legislatif pusat hampir secara keseluruhan masyarakat etnis

Arab terlibat langsung dalam melakukan pemberian suara untuk memilih presiden maupun

partai politik tertentu. Dari semua responden yang penulis temui mengakatan bahwa mereka

ikut terlibat dalam pemilihan, misalnya pada pemilu 20096.

Selain dari partisipasi dalam bentuk pemberian suara, kita ketahui bahwa etnis Arab

Gorontalo juga mempunyai beberapa tokoh yang berpengaruh dalam kanca politik lokal

Gorontalo. diantara tokoh-tokoh tersebut ikut andil dalam mengambil bagian sebagai

kandidat, baik pada pemilihan Gubernur, Walikota maupun Pemilihan Legislatif pusat dan

daerah. Hal ini berarti bahwa bukan hanya keterlibatan dalam memberikan dukungan politik

dan bentuk pemberian suara saja, akan tetapi sebahagian juga etnis arab terlibat sebagai aktor

dalam percaturan politik.

Sesuai dengan temuan dari beberapa responden, intensitas partisipasi politik etnis

Arab juga bisa dilihat pada saat kampanye politik hingga pada diskusi politik yang selalu

dilakoni pada saat pemilihan, khususnya pemilihan Gubernur Gorontalo 2011. Dalam konteks

ini bisa dijabarkan bahwa keterlibatan masyarakat etnis Arab Gorontalo juga terlihat pada

saat kampanye politik maupun diskusi-diskusi politik7. khususnya dalam diskusi-diskusi

politik, dapat kita temukan beberapa komunitas Arab di sudut-sudut kota yang hampir setiap

saat berdiskusi masalah fenomena politik, apalagi pada saat pemilu atau pilkada. Komunitas

tersebut dapat kita jumpai dikompleks jalan Raden Saleh, jalan Sepuluh November,

Kompleks Alkhairat kota Gorontalo, kompleks mesjid Arab di pusat pertokoan Gorontalo.

Atas hal tersebut dapat dikatakan bahwa yang mana partisipasi politik etnis Arab lebih

khusus pada saat pemilihan Gubernur Gorontalo tahun 2011 di kota Gorontalo bisa

6 Hasil wawancara dengan Fatma, Muzna AlBahar, Mohamad Alhasni, Moh Mansur Atamimi, Lun Al Bahar, Nur Alhasni, Fadli Al Habsi, Rozia AlMahdali 7 Wawancara : Mohamad Alhasni, Moh Mansur Atamimi tanggal 8 Mei 2013. Ketika ada kampanye dari kandidat NKRI dimana saja tetap saya hadiri, asalkan masih bisa dijangkau. Kalau kampanye di Limboto atau Bone Bolango kami jelas tidak ada. Kalau kampanye NKRI di kota Gorontalo pasti sebahagian besar kami akan menghadiri kampanye itu.

dikategorikan sangat baik. Dalam artian bahwa secara konvensional, partisipasi politik etnis

Arab sangat relevan dengan apa yang menjadi tuntutan dalam segi pertisipasi politik itu

sendiri.

Selanjutnya jika dilihat dari segi model partisipasi politik, ada dua pertimbangan yang

menjadi rujukan oleh masyarakat etnis Arab di kota Gorontalo dalam memberikan dukungan

politiknya. Diantara model tersebut adalah kesadaran politik yang tinggi serta kepercayan

kepada pemerintah. yang dimaksud dengan kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan

kewajiban sebagai warga negara, sedangkan yang dimaksud dengan kepercayaan kepada

pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah: apakah ia menilai pemerintah

yang akan datang dapat dipercaya, dan dipengaruhi atau tidak8.

Sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa responden9 dapat diperoleh hasil

bahwa yang mana keterlibatan mereka dalam memberikan dukungan politiknya baik pada

saat pemilu maupun Pilkada karena berangkat dari kesadaran politiknya sebagai warga

negara. Secara tidak langsung mereka menyadari bahwa keterlibatan mereka dalam

memberikan dukungan dan menetapkan pilihan politik kepada partai politik atau figuritas

kandidat itu sangat penting, dimana dukungan dan pilihan politik mereka menentukan nasib

hidup lima tahun kedepan. Oleh sebab itu, setiap warga negara harus berpartisipasi dalam

setiap setiap aspek pembangunan termasuk politik.

Selain dari kesadaran politik sebagai kewajiban warga negara, partisipasi politik etnis

Arab juga dipengaruhi oleh faktor pertimbangan kepercayaan kepada pemerintah. bentuk

partisipasi etnik Arab dilihat dari aspek pandangan mereka terhadap keberhasilan yang telah

8 Bacaan yang bisa membantu kita untuk mehamai model partisipasi politik adalah Ramlan Surbekti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo, 1992 hal. 140-145. 9 Wawancara dengan muhammad Alhabsi, sepengathuan saya banyak sekali orang Arab yang ikut berpartisipasi pada saat Pilgub 2012. Partisipasi politik pada momentum ini adalah bagian dari tanggungjawab sebagai warga negara. Olehnya itu tidak perlu dipaksa dan didorong oleh orang lain kami harus terlibat langsung. Karena menurut kami kasadaran seperti ini yang harus dipegang oleh semua warga masyarakat.

dilakukan oleh beberapa calon kandidat Gubernur. Pasangan Rusli-Idris10

yang mendominasi

dukungan dari etnis Arab di Kota Gorontalo. Beberapa fakta bisa dilihat sebagai rujukan

dalam memberikan dukungan politik, diantaranya keberhasilan Rusli Habibi dalam

membangun kabupaten Gorontalo Utara, disisi lain Idris Rahim dikenal sebagai pejabat tinggi

di Gorontalo yang tidak penah cacat dalam berbagai macam hal. Dorongan tersebut didukung

oleh keberadaan tokoh sentral etnis Arab di Gorontalo, yakni Fadel Muhammad yang pada

saat bersamaan memberikan dukungan kepada kandidat tersebut.

Berangkat dari hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa model partisipasi politik

etnis Arab pada saat Pilgub 2011 di Kota Gorontalo berangkat dari kesadaran kolektif sebagai

kewajiban warga negara serta pertimbangan akan adanya pembuktian secara faktual yang

telah dilakukan oleh kandidat calon. Sehingganya terlepas dari bentuk partisipasi yang

konvensional, mereka didorong oleh dua pertimbangan seperti yang telah dijabarkan di atas.

4.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Etnis Arab Di Kota

Gorontalo

Partisipasi politik masyarakat adalah bagian dari pengejewantahan sikap dan

keikutsertaan masyarakat dalam menentukan nasibnya. Pada negara berkembang seperti

Indoensia diperhadapkan dengan berbagai macam pergolakan khususnya pada rana

demokrasi. Demokrasi menginginkan keleluasaan masyarakat dalam berpartisipasi. Olehnya

itu pertisipasi politik masyarakat sangat perlu dalam menopang demokrasi di suatu negara.

Pasca krisis 1998, demokrasi kita mengalami kegalauan dalam semua sendi-sendi

kehidupan berbangsa dan bernegara. Diantaranya adalah ketidak percayaan publik kepada

lembaga negara yang kemudian membuat dari tahun-ketahun angka Golput semakin

meningkat. Hal tersebut bisa dilihat pada level nasional seperti Pemilu mapun pada level

10 Wawancara pada tanggal 8 Mei 2013 dengan Muzni Al Bahar, Roziya Almahdali, dan Muhammad Alhasni. Pertiimbangan kami dalam mendukung pasangan NKRI karena sudah terbukti kedua orang ini pasti dapat menjamin kehidupan masyarakat Gorontalo pada umumnya dan etnis Arab pada khususnya kedepan. Pengalaman yang mereka miliki sangat besar dan sudah bisa dilihat secara nyata. Apalagi kedua orang tersebut adalah anak masnya Ami Fadel Muhamad

lokal pada saat Pemilihan kepala Daerah. Khususnya pada level lokal, Golput yang

memenangkan semua pertarungan politik pada setiap kontestasi.

Peristiwa lain yang bisa disaksikan adalah terjadinya fragmentasi masyarakat lokal

kedalam sub-sub struktur sosial masyarakat. Identitas lokal kemudian menjadi barang mahal

dan penentuan dalam keberhasilan kemenangan kandidat yang bertarung di Pilkada, hal ini

ditandai dengan ikatan darah, bahasa, agama, suku dan lain sebagainya yang dijadikan

sebagai kunci kemenangan. Peristiwa tersebut juga bisa kita temukan dalam setiap perhelatan

pemilihan kepala daerah baik Gubernur, Bupati maupun walikota.

Pada level yang lain, bisa kita temukan fenomena politik etnisitas mewarnai

perhelatan politik lokal di Gorontalo. Bacaan terhadap Gorontalo pada level ini, bisa

dikatakan bahwa Gorontalo adalah satu kesatuan etnis, akan tetapi didalam Gorontalo itu

sendiri terdapat beberapa etnis yang hidup bersama-sama dengan etnis Gorontalo.

diantaranya adalah etnis Arab, Cina, Bugis, Jawa dan lain sebagainya. Tentunya keberadaan

etnis-etnis tersebut akan berafiliasi dan mencari perlindungan dari komunitas Gorontalo yang

besar. Olehnya itu, pada kepentingan politik mereka akan bernaung dan mendukung

kandidat-kandidat yang menjamin akan keberadaan etnis-etnis tersebut di Gorontalo.

Dari semua etnis tersebut, etnis Arab memiliki kedudukan yang berbeda dihadapan

masyarakat Gorontalo bila dibandingkan dengan etnis-etnis lainnya. Hal ini sangat berkaitan

erat dengan unsur keyakinan agama yang di anut oleh masyarakat Gorontalo. Akhirnya

membuat masyarakat Arab Gorontalo sangat dekat dan berafiliasi dengan masyarakat

Gorontalo.

Dalam komunitas sebagai etnis minoritas, akan tetapi pada setiap hajatan pilkada

maupun pemilu di daerah ini, etnis arab merupakan komunitas yang diperhitungkan dalam

dinamika ini. Tokoh-tokoh etnis arab mempunyai peran sentral dalam setiap perhelatan

politik lokal Gorontalo. diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Fadel Muhammad, Sofyan

Alhadar, Abdurrahman Bahmid, H Ali Baladraf, Abdullah Almashur, dan Hamid Basalama.

Sejumlah tokoh Arab tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar pada komunitasnya

maupun diluar komunitas arab.

Selain dari pengaruh tokoh atau figur tertentu, dalam memberikan dukungan politik

tidak terlepas dari pertimbangan partai politik atau dikenal sebagai identifikasi partai. Secara

keseluruhan, Dukungan politik yang diberikan oleh etnis Arab pada kandidat Gubernur

Gorontalo tahun 2011 di Kota Gorontalo tidak terlepas dari pertimbangan partai politik. Akan

tetapi selain dari partai politik, ketokohan mempunyai peran utama dalam menentukan

pilihan dan dukungan politik etnis Arab Gorontalo

Pada bagian ini, penulis mengelaborasi hasil temuan lapangan sesuai dengan rujukan

utama dalam proposal penelitian dengan spesifikasi pada aspek ketokohohan dan fanatisme

partai politik dalam memberikan dukungan politik pada saat Pemilihan Gubernur Gorontalo

Tahun 2011 di Kota Gorontalo. Dari hasil temuan lapangan diidentifikasikan bahwa terdapat

dua faktor yang membuat hampir keseluruhan etnis Arab berpartisipasi dalam pilkada

Gubernur khususnya dukungan politik.

4.2.2.1. Faktor Ketokohan

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, tokoh diartikan sebagai rupa, wujud dan

keadaan, bentuk dalam arti jenis badan, perawakan, orang yang terkemuka atau kenamaan

didalam lapangan politik suatu masyarakat. Sedangkan masyarakat, ialah sekumpulan

individu atau sejumlah manusia yang terikat dalam satu kebudayaan yang sama. Tokoh

masyarakat, tentunya merupakan representasi dari adanya sifat-sifat kepemimpinan yang

menjadi acuan bagi masyarakat dalam mewujudkan harapan serta keinginan-keinginan

masyarakat sehingga tokoh masyarakat, tidak bisa dilepaskan dari sifat kepemimpinan yang

tercermin didalam diri tokoh masyarakat tersebut. Kepemimpinan ini kemudian menjadi

panutan, sebab warga masyarakat mengidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia

dianggap sebagai penyambung lidah masyarakat. Menurut Surbakti (1992) mengatakan

bahwa tokoh masyarakat ialah seseorang yang disegani dan dihormati secara luas oleh

masyarakat dan dapat menjadi faktor yang menyatukan suatu bangsa-negara.

Ketokohan tersebut merupakan aktualisasi dari masyarakat yang mendambakan sosok

pemimpin yang kharismatik, yang memungkinkan tercapainya keinginan dan harapan

masyarakat di daerah tempatnya bermukim. Masyarakat tentunya menurut Wikipedia bahasa

Indonesia11

, Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang

membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi

adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut

Tokoh masyarakat yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat itu

sendiri merupakan instrumen politik yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan

masyarakat terutama masyarakat yang masih berada pada lingkungan pedesaan. Peran ini

kemudian menjadi faktor yang signifikan didalam proses memilih pemimpinnya. Pada

hakikatnya tokoh masyarakat ialah orang yang mempunyai peranan yang besar dalam suatu

kelompok masyarakat dan memiliki kekuasaan yaitu kemampuan mempengaruhi orang atau

kelompok lain sesuai dengan keinginan dirinya12

.

Kecenderungan seseorang untuk ditokohkan ialah karena berbagai kelebihan yang

dimiliki serta kecakapan dalam bertindak dan tentunya kemampuan intelektual, spiritual,

serta komunikasinya. Manusia-manusia yang terlahir sebagai sosok cakap dalam berbagai

kemampuan, kemudian menjadi perhatian masyarakat sebagai sosok yang dalam pandangan

umum masyarakat sebagai manusia yang hebat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informasi baik itu tokoh Arab,

kalangan pemuda, kalangan intelektual, mereka sangat antusias dalam menjawab setiap

pertanyaan-pertanyaan yang penulis berikan. Namun menganggap bahwa masih banyak

11

http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat 12 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar ilmu politik, PT. Gramedia Pustaka hal 10, Jakarta 1972

terdapat ketertutupan informasi dalam menjawab pertanyaan dari penulis mengenai

keterlibatannya pada pemilihan Gubernur Gorontalo tahun 2011, dalam hal ini adalah tokoh

Arab yakni Bapak Sofyan Alhadar saat penulis bertanya mengenai keterlibatan beliau pada

pilgub 2011, beliau menjawab :

“Saya terlibat langsung dengan pemilihan Gubernur Gorontalo dalam mendukung

pasangan Rusli Habibi dan Idris Rahim dari Koalisi partai Golkar dan PPP, dalam

kapasitas saya sebagai tokoh partai PPP sudah tentu akan mendukung kandidat

tersebut. Rusli Habibi dan Idris Rahim dipandang oleh partai maupun saya sendiri

mempunyai kemampuan dalam membangun daerah. bagi saya pemimpin itu harus

punya kemampuan, akhlak yang baik, integritas, dan punya visi-misi yang jelas”.

Dukungan politik etnis Arab pada saat Pilgub 2011 sebagian besar mendukung Rusli

Habibi dan idris Rahim, hanya berapa orang saja yang mendukung Gusnar Ismail

dan Toni Uloli,

Selain tokoh politik PPP dari kalangan etnis Arab yang cukup dekat masyarakat,

Sofyan Alhadar juga merupakan seorang tokoh agama yang kesehariannnya sebagai ketua

Alkhairat Kota Gorontalo. Akses yang dimiliki oleh tokoh tersebut tentunya menjadi sesuatu

yang memungkinkan bagi etnis Arab dan masyarakat lainnya untuk menjadikannya sebagai

sumber pilihan masyarakat dalam memilih pemimpin. Jika kita menyimak argumen yang

dikeluarkan responden tersebut, bahwa pilihan Sofyan Alhadar pada prinsipnnya cukup

rasional. Namun disisi lain, ada keterikatan dengan struktur Partai Politik, kondisi tersebut

didukung oleh keberadaan etnis Arab yang sebahagian besar menjadi pendukung fanatik

partai PPP. Seiring dengan apa yang dikemukakan oleh Pareto, mereka yang menjangkau

pusat kekuasaan adalah selalu yang terbaik. Merekalah yang dikenal sebagai elit.

Selain itu, tidak semuanya etnis Arab mendukung pasangan Rusli-Idris, ada sebagian

kecil lainnya yang mendukung pasangan Gusnar-Toni yang diusung oleh partai Demokrat,

PKS, PBB dan partai lainnya. Partisipasi politik dalam bentuk dukungan tersebut karena

disebabkan oleh garis struktur partai. Senada dengan hal tersebut, salah seorang responden

Fadli Alhabsi mengungkakpan bahwa sebahagian kecil etnis Arab mendukung Gusnar-Toni

karena orang-orang tersebut masuk dalam struktur partai PKS13

.

Informasi lain yang juga merupakan tokoh arab adalah Hamid Basalama, ia

berpendapat bahwa pada prinsipnya pemimpin itu mesti dekat dengan masyarakat, dan

memiliki kecerdasan serta akhlak yang baik untuk dijadikan panutan bagi masyarakat. Hal

tersebut diungkapnya saat ditemui di rumah:

“Saya tidak terlibat secara langsung dengan kapasitas saya sebagai seorang tokoh

arab, tapi apabila secara personal iya saya terlibat dan mendukung salah satu calon.

Kebututan figur tersebut sangat dekat dengan etnis arab di Gorontalo, apalagi

kedekatannya dengan beberapa tokoh arab seperti Fadel Muhammad dan lain

sebagai. Tanpa dihimbau pun masyarakat arab pasti akan mendukung pasangan

tersebut.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut bahwa tokoh tersebut cenderung memberikan

legitimasi kepada salah satu calon, walaupun tidak secara langsung mendukung tetapi ini

menunjukkan dan menganggap bahwa apa yang dibahasakan oleh tokoh tersebut syarat

dengan dukungan yang terselubung. Berbeda dengan beberapa tokoh masyarakat yang lain,

yang dengan tegas memperlihatkan secara langsung dukungannya bahkan dari mereka ada

yang menjadi tim pemenangan salah satu kandidat, tokoh tersebut merupakan salah satu

tokoh Pemuda yakni, Muhammad Mansyur Attamimi. Berikut petikan wawancara singkat

dengan beliau :

“Saya terlibat pada pilgub Gorontalo 2011. Bagi saya,seorang pemimpin itu harus

memilki semangat atas perjuangan, dekat secara emosional dengan masyarakat,

selalu mendukung aktifitas kepemudaan, serta memiliki semangat mau memajukan

daerah dan memiliki pula kearifan lokal sebagai putra daerah” hal tersebut hanya

dimiliki oleh pasangan Rusli dan Idris. Disisi lain Rusli dan Idris adalah anak

kesayangan Fadel Muhammad, maka sudah jelas kami dari generasi muda Arab akan

mendukung kandidat tersebut.

13 Wawancara, 3 mei 2013 dengan Fadli Alhabsi, kami mendukung Gusnar Ismail dan Toni Uloli karena mendengar keputusan partai, karena pasangan tersebut didukung oleh PKS maki saya selaku pengurus PKS harus mendukung pasangan tersebut, walapun disisi lain kami mendapatkan dukung yang kecil dari etnis Arab. Patut diakui bahwa kebanyakan dukungan masyarakat Arab lebih banyak kepada Rusli-Idris diakibatkan dari pengaruhnya Fadel Muhammad

Wawancara singkat dengan beberapa tokoh di atas, semakin memperkuat asumsi

bahwa partisipasi politik masyarakat etnis Arab khususnya dalam memberikan dukungan

politik pada saat Pilgub 2011 cenderung dipengaruhi oleh pertimbangan keberadaan tokoh-

tokoh mereka. Dalam artian bahwa sikap yang diambil oleh mereka seperti apa yang

diperankan oleh keberadaan tokoh-tokohnya. Sebagai otoritas yang berpengaruh, tokoh Arab

sebagai patron yang mempunyai sumber kekuasaan dalam mengarahkan opini publik

khususnya masyakarat Arab dan masyarakat Gorontalo pada umumnya.

Selain dari data yang penulis dapatkan oleh beberapa tokoh Arab tersebut, diperkuat

dengan beberapa temuan lapangan oleh beberapa responden yang hampir keseluruhan

mengakui bahwa dari beberapa tokoh tersebut mempunyai pengaruh dalam mengambil

pilihan politik komunitas Arab di Gorontalo, akan tetapi yang menjadi aktor kunci dalam hal

ini adalah sikapnya Fadel Muhammad sebagai tokoh sentral.

Figuritas Fadel Muhammad bukan hanya diidamkan oleh masyarakat etnis Arab saja,

akan tetapi ketokohan Fadel Muhammad menjadi prioritas sikap bagi sebagian besar

masyarakat Gorontalo. Jika dipetakkan dengan saksama, patut diakui bahwa secara

geopolitik, pasangan Gusnar Ismail dan Toni Uloli mempunyai basis terkuat di Kota

Gorontalo pada saat Pilgub 2011, akan tetapi pengklaiman basis tersebut bisa dibalikan

dengan begitu mudah ketika Fadel Muhammad tiba di Gorontalo dan memberikan dukungan

kepada pasangan Rusli-Idris14

.

Sebagai etnis minoritas di Gorontalo, etnis Arab memiliki sumber daya yang

memadai, baik pada aspek sosial, politik dan ekonomi. Secara populasi, bisa dikatakan bahwa

pemberian suara etnis Arab bukan merupakan faktor kunci, akan tetapi keberadaan mereka

yang lebih banyak menguasai sumber ekonomi di kota Gorontalo membuat keberadaan

14 Masih terginag dalam memori kita sebelum hari pencoblosan, disetiap sudut kota Gorontalo, ketika kita ketemu dengan masyarakat, sebagian besar hanya satu jawaban ketika kita bertanya mengenai dukungan politik. maka jawabannya adalah “te aba uti, torang tetap te aba, dimana te aba, torang pasti ikut” bahasa aba yang dimaksudkan adalah Fadel Muhammad.

mereka sangat strategis. Karena berprofesi keseharian sebagai pengusaha, sudah tentunya

banyak tenaga kerja yang bekerja diusaha milik mereka. Dengan modal tersebut membuat

keberadaan mereka dalam kanca politik lokal Gorontalo sangat diperhitungkan.

Disisi lain Fadel sebagai aktor sentral, akan tetapi keberadaan tenaga kerja dari

komunitas Arab tetap berpatokan kepada orang dimana mereka bekerja. Akhirnya proses

mobilisasi yang terkoptasi pada ketokohan Fadel Muhammad bukan hanya terjadi pada orang

Arab, akan tetapi merambat pada orang-orang diluar etnis Arab yang mempunyai

kepentingan dengan etnis Arab khususnya kepentingan ekonomi. Dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa, apa yang menjadi tindakan dan sikap oleh komunitas Arab akan menjadi

rujukan utama bagi orang diluar etnis arab khususnya para pekerja dalam memberikan

dukungan politik.

Berangkat dari penjabaran data di atas dapat dikatakan bahwa, tingkat partisiasi

politik masyarakat etnis Arab sangatlah tinggi dalam memberikan dukungan politik.

Walaupun dengan argumentasi yang cukup rasional, akan tetapi patut dilihat bahwa yang

mana bentuk partisipasi politik tersebut selain berangkat dari kesadaran individu dan

kelompok, kebanyakan dorongan dalam mengambil pilihan politik dipengaruhi oleh faktor

eksternal diluar individu tersebut. Kesadaran sebagai warga masyarakat sangat jelas dilihat,

akan tetapi pada aspek penentuan sikap dukungan politik kebanyakan dipengaruhi oleh

keberadaan aktor-aktor sentral yang berada dalam komunitas tersebut.

Dari semua responden yang ditemui selain dari tokoh-tokoh di atas mempunyai

argumentasi yang sama, bahwa yang mana mereka memilih Rusli Habibi dan Idris Rahim

karena pertimbangan sikap dan pilihan Fadel Muhammad. Seperti apa yang dikemukakan

oleh Nur Alhasni, Rozia Almahdali, Lun Al Bahar15

yang ditemui oleh penulis dalam waktu

yang berbeda mengemukakan bahwa pertimbangan mereka dalam memberikan dukungan dan

15 Wawancara pada tanggal 5 Mei 2013

pilihan politiknya kepada pasngan Rusli-Idris dikarenakan pertimbangan atas keberadaan

Fadel Muhammad yang mendukung kandidat tersebut, olehnya itu, mereka tidak perlu pikir

panjang dalam memilih kandidat tersebut.

Dalam konteks ini menurut Richard dan David (2006) mengkategorikan masyarakat

seperti ini dalam Model Fast and Frugal Decision Making, dimana dalam memberikan

dukungan politik kepada seseorang biasanya mereka membatasi diri dengan semua informasi

yang berkaitan dengan fenomena politik yang berkembang. Informasi yang mereka dapatkan

hanya pada batasan kebutuhan antara mereka dengan figur atau tokoh-tokoh yang mereka

anggap perlu. Dari pendapat tersebut, sangat jelaslah buat kita bahwa yang mana masyarakat

etnis Arab lebih cenderung memberikan pilihan politiknya berdasarkan pada aspek kedeketan

dan pengaruh dari seorang tokoh sentral. Akibat dari ketertutupan diri dengan berbagai

informasi yang berhubungan dengan politik membuat dukungan dan sikap mereka

berdasarkan pada sikap yang diambil oleh tokoh sentralnya.

Berangkat dari hasil wawancara langsung dengan beberapa responden dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa partisipasi politik etnis Arab pada pemilihan Gubernur Gorontalo

2011 sangatlah tinggi. Sebahagian besar komunitas ini memberikan dukungan politiknya

kepada pasangan Rusli Habibi dan Idris Rahim yang di usung oleh Partai Golkar dan PPP.

Dukungan politik tersebut berangkat dari pertimbangan sikap dan dukungan dari tokoh

sentral etnis Arab yaitu Fadel Muhammad. Olehnya itu, dukungan dan sikap yang diambil

oleh sebagian besar etnis Arab tersebut berangkat dari pertimbangan Fadel Muhammad. Dari

segi partisipasi politik teridentifikasi bahwa antusias yang begitu tinggi dari komunitas ini

adalah bagian dari kesadaran kolektif individu sebagai warga masyarakat, akan tetapi dari

segi pengambilan keputusan politik terindikasi digerakkan dari pihak diluar individu tersebut.

4.2.2.2. Faktor Identifikasi Partai

Dalam negara demokrasi, partai politik dipandang sebagai bagian dari suprastruktur

politik. Partai politik mempunyai peran sentral dalam menentukan pemimpin-pemimpin

bangsa. Oleh sebab itu partai politik selayaknya bisa menjalankan tugas dan fungsinya

dengan baik. Pada bagian tulisan ini penulis tidak mengelaborasi secara mendalam tentang

partai politik, akan tetapi lebih fokus pada partisipasi politik secara konvensional yang

menitikberatkan pada pertimbangan partai politik yang dilakukan oleh etnis Arab dalam hal

memberikan dukungan politik pada saat pemilihan Gubernur tahun 2011 di kota Gorontalo

Identifikasi partai dalam perspektif perilaku memilih kenal dengan Pendekatan

psikologis, khususnya sikap seseorang terhadap isu-isu politik, calon presiden atau anggota

parlemen. Hal ini sangat relevan dengan kehidupan politik Indonesia saat ini khususnya pada

saat kampanye pemilu legislatif maupun pemilu presiden, dimana isu-isu politik ditawarkan

untuk menjadi pilihan alternatif dalam pemilu. Walapun tidak dapat dipungkiri bahwa

dominasi isu politik masih dipegang oleh kekuatan sosial-politik tertentu.

Sikap dan tingkah laku politik seseorang antara lain ditentukan oleh apa yang

terkandung dalam dirinya seperti idialisme, tingkat kecerdasan, faktor biologis, keinginan dan

kehendak hati. Pendekatan psikologis menganggap sikap sebagai variabel sentral dalam

menjelaskan perilaku politik. hal ini disebabkan karena pentingnya fungsi sikap itu sendiri.

Menurut Greinstein dalam personality and politics (1975) yang dikutib Imawan, mengatakan

bahwa fungsi sikap yaitu, pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan. Artinya, penilaian

terhadap suatu objek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut.

Kedua, sikap merupakan fungsi menyesuaikan diri. Artinya seseorang bersikap tertentu

sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh yang

diseganinya atau kelompok panutan. Ketiga, sikap merupakan fungsi eksternalisasi dari

pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin

atau tekanan psikis, yang mungkin terwujud mekanisme pertahan (defence mechanism) dan

eksternalisasi diri seperti proyeksi, idealiasi, rasionalisasi dan indentifikasi.

Atas hal tersebut tergambarkan dengan jelas pada saat pilgub Gorontalo, khususnya

etnis Arab, dalam mengambil sikap politik berbentuk partisipasi konvensional yang

menitikberatkan pada aspek pertimbangan partai politik. seperti yang dikemukan oleh

beberapa responden16

mengatakan bahwa keterlibatan mereka dalam mendukung salah satu

kandidat calon Gubernur dan wakil Gubernur karena pertimbangan partai politik yang

mengusung kandidat yang bersangkutan.

Selain pertimbangan partai politik, proses dukungan politik etnis Arab juga tidak

terlepas dari ketokohan Fadel Muhammad dan tokoh-tokoh lainnya. Jika mencermati apa

yang dikemukakan oleh Greinstein dapat dilihat secara jelas bahwa yang mana sikap untuk

menyesuaikan dengan berdasarkan pada kepentingan dan keinginan dalam individu maupun

dipelopori oleh gaya ketokohan. Sangatlah jelas bahwa yang mana walaupun partai politik

dijadikan sebagai rujukan dalam memberikan dukungan politik, akan tetapi dukungan

tersebut terintegrasi dengan ketokohan sentral seperti Fadel Muhammad dan yang lainnya,

keputusan dan dukungan etnis Arab sebahagian besar berangkat dari pertimbangan

ketokohan.

Pada level ini, disinyalir bahwa yang mana partai politik17

adalah bagian yang

menjadi pertimbangan masyarakat dalam memberikan dukungan politik. disisi lain ada faktor

penentu yang membuat masyarakat etnis Arab bersikap, sesuai dengan pertimbangan

ketokohan. Hal ini terjadi karena masih banyak kita menemukan pemilih-pemilih tradisional

yang tetap berpegang teguh pada partai politik dan bukan pada kandidat. Posisi seperti ini

16 Wawancara pada tanggal 7-8 Mei 2013 dengan Muzni Al Bahar, Fatma, Abdulrahman Al Hasni, Roziya Almahdali, dan Muhammad Alhasni. Dari kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dapat dikatakan bahwa mereka memilih Pasangan Rusli-Idris karena pertimbanagan mereka berdua diusung oleh partai Golkar dan PPP. Akan tetapi disisi lain pertimbangan atas keberadaan partai tersebut diperkuat oleh keberadaan Fadel Muhammad sebagai toko sentral dalam etnis Arab 17 Yang dimaksudkan dengan partai politik dalam tulisan ini adalah Golkar dan PPP

khususnya di kota Gorontalo hanya didominasi oleh Partai Golkar dan PPP. Olehnya itu

partai politik sebagai bagian yang tidak bisah dipisah dari pertimbangan masyarakat dalam

memberikan dukungan politik.

Hal seperti ini terjadi karena sikap dan perilaku seseorang ditentukan oleh proses

sosialisasi politik yang dialami sepanjang hidupnya. Sosialiasi politik menunjuk pada

pembentukan sikap-sikap dan polah tingkah laku politik serta merupakan sarana bagi

generasi untuk mewariskan patokan-patokan dan keyakinan-keyakinan politik pada generasi

sesudahnya, Almond (1974). Melalui proses sosialisasi politik tersebut akan terbentuk ikatan

psikologis sesorang dengan salah satu partai atau organisasi politik tertentu yang berwujud

simpati terhadap organisasi atau partai politik tersebut. Ikatan psikologis inilah disebut

identifikasi partai (party identification).

Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa sudah menjadi aksioma adanya

hubungan pengaruh antara identifikasi partai dengan dukungan politik masyarakat pada setiap

kontestasi politik. dukungan tersebut harus dipahami sebagai pernyataan loyalitas yang

dibentuk oleh pengalaman (sosialisasi) sepanjang hidup. Terlihat dengan jelas ketika penulis

menemukan sebagian besar responden18

mempunyai pikiran yang sama dengan

konseptualisasi tersebut di atas. Masyarakat etnis Arab Gorontalo hanya terkoptasi pada dua

partai politik, yakni Golkar dan PPP. Pada bagian ini penulis sampaikan bahwa menurut

mereka Golkar dan PPP adalah partai politik yang sudah diyakini sejak nenek moyang

mereka dahulu, olehnya itu dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Gorontalo 2011

mereka memilih pasangan Rusli Habibi dan Idris Rahim dikarena kandidat tersebut di usung

oleh Golkar dengan PPP.

18

Wawancara pada tanggal 7-8 Mei 2013 dengan Muzni Al Bahar, Fatma, Abdulrahman Al Hasni, Roziya Almahdali, dan Muhammad Alhasni. Menurut mereka Golkar dan PPP adalah partai idaman mereka. Dari kecil sampai besar mereka hanya mengetahui dan menyukai kedua partai ini.

Berangkat dari hal di atas, Richard, David (2006) mengelaborasi lewat pendekatan

model Early Socialization and Cognitive Consistency (sosialisasi dan konsistensi

pengetahuan), dimana keputusan model ini sedang mencoba untuk mengkonfirmasikan

sebuah kecenderungan terdahulu yang diterapkan. Dengan demikian, keterbukaan informasi

politik secara umum dipandang sebagai tak disengaja, dan kebanyakan masayarakat belajar

hanya intisari dasar isu-isu terkemuka yang ditutupi oleh media. Pengumpulan informasi

pemilih secara jelas diimpikan sebagai bagian besar dari suatu proses yang pasif (penggerak

media), hanya satu pengecualian yang besar adalah pemilih perlu mencoba untuk belajar

suatu keanggotaan kandidat partai secepat mungkin19

.

Identifikasi partai merupakan warisan yang diterima sejak lahir, banyak hal yang

dapat dilihat seperti etnis, jenis kelamin, kelas dan identifikasi yang bersifat religius.

Identifikasi tersebut cenderung diterima tanpa pertimbangan, masyarakat termotivasi

mencari informasi hanya untuk memelihara keyakinan mereka sejak lahir. masyarakat

menjadi pasif dalam pencarian informasi diluar keyakinannya, mereka akan loyal terhadap

partai atau kandidat.

Atas hasil temuan lapangan dan pembahasan tersebut di atas, dibawah ini akan

disingkronkan antara rumusan masalah, hasil/ pembahasan serta keterikatannya dengan

rujukan teori dalam bentuk tabel, yakni :

Tabel 7

Hasil Temuan Lapangan dan Pembahasan

19 Logika dibalik ramalan ini datang dari teori disonansi, satu teori yang sangat penting dalam psikologis sosial. Teori ini mengasumsikan orang-orang betul –betul untuk menghindari desonansi kognitif, contohnya, satu arah untuk menghindari pengamatan-pengamatan yang tidak enak seperti mengubah persepsi pemilih terhadap calon (ia benar-benar tidak sayang sekali-atau sedikitnya ia menjadi lebih baik bila dibanding dengan yang lain )

No Rumusan Masalah Temuan Lapangan Teori

1 Bagaimana partisipasi Voting : Dari semua responden yang Samuel P Huntington dan

politik etnis Arab di

Kota Gorontalo pada

pemilihan Gubernur

Gorontalo periode

2011-2016

ditemui mangakui bahwa hampur

semua masyarakat etnis Arab di Kota

Gorontalo memberikan hak suaranya

pada saat Pilgub

Joan Nelson, (1994 : 4)

partisipasi politik adalah

kegiatan warga Negara yang

bertindak sebagai pribadi-

pribadi, yang dimaksud untuk

mempengaruhi pembuatan

keputusan oleh Pemerintah

Mas’oed (2001:47) Bentuk-

bentuk partisipasi politik

konvensional menurut

Mas’oed adalah pemberian

suara (voting), diskusi politik,

kegiatan kampanye,

Diskusi Politik : Komunitas etnis Arab

sangat intens dalam berdiskusi

mengani isu-isu dan fenomena politik

pada setiap perhelatan pesta demokrasi

lokal maupun nasional. Terlebih pada

PILGUB 2011, tempat yang bisa

ditemui adalah dijalan komplek 10

November, Raden Saleh, Panigoro dll

Kegiatan Kampanye :

Masyarakat etnis Arab sangat antusias

dalam kegiatan kempanye Pilgub.

Baik itu keterlibatan secara langsung

pada setiap kampanya pilkada maupun

pemberian bantuan berupa Aqua,

sound sistem, tenda dll

Kesadaran politik : tingkat kesadaran

politik etnis arab di kota Gorontalo

sangat tinggi, dimana hampir semua

responden yang ditemui semuanya

ikut terlibat menggunakan hak pilih.

Artinya sebagai warga negara

berkewajiban untuk terlibat dalam

menentukan hak politiknya

Ramlan Surbekti (1992 140-

145) model partisipasi politik

adalah kesadaran politik yang

tinggi serta kepercayan

kepada pemerintah. kesadaran

politik adalah kesadaran akan

hak dan kewajiban sebagai

warga negara, sedangkan

yang dimaksud dengan

kepercayaan kepada

pemerintah ialah penilaian

seseorang terhadap

pemerintah: apakah ia menilai

pemerintah yang akan datang

dapat dipercaya, dan

dipengaruhi atau tidak

Kepercayaan kepada pemerintah :

Rusli Habibi sudah terbukti dalam

membangun GORUT, di sisi lain Idris

Rahim dikenal sebagai elit birokrat

yang tidak cacat dimata masyarakat

etnis Arab. Atas pertimbangan

tersebut membuat masyarakat etnis

Arab terdorong untuk berpartisipasi

Berangkat dari hasil tabel di atas, maka dapat digaris bawahi bahwa yang mana

partisipasi politik etnis Arab di Kota Gorontalo pada saat pemilihan Gubernur Gorontalo

Periode 2011-2012 dapat dikatakan sangat baik atau volume partisipasinya sangat tinggi.

Diantara gambaran partisipasi politik etnis Arab dapat dilihat dari aspek voting, keikutsertaan

dalam kampanye politik serta terlibat dengan diskusi-diskui politik baik secara formal

maupun informal. Dilain sisi partisipasi politik etnis Arab didorong oleh kesadaran politik

pada saat PILGUB 2011

2

Faktor-faktor apa

yang mempengaruhi

partisipasi politik etnis

Arab di Kota

Gorontalo pada

pemilihan Gubernur

Gorontalo periode

2011-2016

KETOKOHAN

ketokohan Fadel Muhamad adalah

tokoh sentral bagi Etnis Arab di Kota

Gorontalo. Pilihan Politik etnis Arab

sangat dipengaruhi oleh figur tersebut

Richard, David (2006)

mengkategorikan fenomena

seperti ini sebagai model fast

dan frugal decision making,

artinya dalam memberikan

dukungan politik dalam

setiap perhelatan politik

mereka akan membatasi diri

dengan berbagai macam

informasi diluar parti atau

kandidat yang mereka sukai

IDENTIFIKASI PARTAI

Masayarakat Etnis Arab terfragmen

pada dua parti besar yakni Golkar dan

PPP, selain itu sebagaian kecilnya

PKS. Karena pertimbangan partai

politik maka mereka mendukung

kandidat yang diusung oleh partai

tersebut

Identifikasi partai menjadi

pertimbangan bagi etnis Arab dalam

memberikan dukungan politik. akan

tetapi ketokohan Fadel Muhammad

menjadi rujukan terpenting dalam

memberikan dukungan politik.

Mereka hanya mencari infromasi

dalam lingkub apa yang mereka

butuhkan

sebagi warga negara dan kepercayan terhadap pemerintahan sebelumnya, artinya kandidat

gubernur dan wakil gubernur mempunyai rekam jejak yang baik pada masa sebelumnya.

Selain itu adapun faktor yang mempengaruhi partisipasi politik Etnis Arab berupa dukungan

politik adalah faktor ketokohan dan identifikasi partai. Dimana identifikasi partai menjadi

bagian dalam pertimbangan dukungan politik, akan tetapi faktor yang paling menonjol adalah

pertimbangan atas ketokohan Fadel Muhammad yang membuat sebagian besar etnis Arab

mendukung pasangan Rusli Habibi-Idris Rahum (NKRI) yang di usung oleh parti Golkar dan

PPP.