Upload
dohanh
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian
4.1.1. Demografi Kota Gorontalo
Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari propinsi Gorontalo yang luas
wilayahnya 64,79 KM atau sekitar 0,53% dari luas Propinsi Gorontalo. Curah hujan di
wilayah ini tercatat sekitar 11 mm S/D 266 mm pertahun. secara umum, suhu udara di
Gorontalo rata-rata pada siang hari 32 c, sedangkan suhu udara rata-rata pada malam hari 23
c. Kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata 79,9%. Secara geografis wilayah Kota
Gorontalo terlerak antara 000 28' 17" - 000 35' 56" lintang utara (LU) dan 1220 59' 44" -1230
05' 59" bujur timur (BT) dengan batas batas sebagai berikut :
Batas utara : Kecamatan Bolango utara Kabupaten Bone Bolango
Batas timur : Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango
Batas selatan : Teluk Tomini
Batas barat : Kecamatan Telaga dan Batuda'a Kabupaten Gorontalo
Jumlah penduduk Kota Gorontalo setiap tahun mengalami perubahan, dari tahun 2004
sejumlah 148.080 jiwa dengan luas wilayah sebesar 64.79 Km2 sehingga kepadatan penduduk
menjadi 2.286 jiwa/Km2. Pada tahun 2005 berjumlah 156.39 jiwa dengan kepadatan
penduduk sebesar 2.414 jiwa/Km2. Pada tahun 2006 jumlah penduduk berjumlah 158.36
dengan kepadatan penduduk sebesar 2.444 jiwa/Km2. Pada tahun 2007 jumlah penduduk di
Kota Gorontalo sebesar 162.325 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.505 jiwa/Km2.
Sedangkan pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Gorontalo naik sebesar 165.175 jiwa
dengan kepadatan penduduk mencapai 2.549 jiwa/Km2. Untuk tahun 2009 jumlah penduduk
Kota Gorontalo naik sebesar 181.102 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 2.759
jiwa/Km2, tahun 2010 jumlah penduduk Kota Gorontalo naik sebesar 184.185 jiwa dengan
kepadatan penduduk mencapai 2.842 jiwa/Km2. dan untuk tahun 2011 jumlah penduduk Kota
Gorontalo naik sebesar 194.153 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 2.996 jiwa/Km.
Kini Kota Gorontalo terdiri dari 9 kecamatan dengan 50 kelurahan yaitu:
1. Kecamatan Kota Barat : 7 Kelurahan
2. Kecamatan Dungingi : 5 Kelurahan
3. Kecamatan Kota Selatan : 5 Kelurahan
4. Kecamatan Kota Tengah : 6 Kelurahan
5. Kecamatan Kota Timur : 6 Kelurahan
6. Kecamatan Kota Utara : 6 Kelurahan
7. Kecamatan Sipatana : 5 Kelurahan
8. Kecamatan Dumbo Raya : 5 Kelurahan
9. Kecamatan Hulondalangi : 5 Kelurahan
Sejak terbentuknya Kota Gorontalo hingga saat ini telah dipimpin oleh 8 Orang
Walikota yang masing-masing adalah sbb:
1. A.T.J.E. Slamet : Tahun 1961 - 1963
2. Taki Niode : Tahun 1963 - 1971
3. Letkol. Drs Jusuf Bilondatu : Tahun 1971 - 1978
4. Drs H. A Nusi : Tahun 1978 - 1983
5. A.H. Nadjamudin : Tahun 1983 - 1988
6. Ir. Hi. Jusuf Dalie : Tahun 1988 - 1993
7. Drs. Achmad Arbie : Tahun1993 - 1997
8. DR. Hi. Medi Botutihe : Tahun 1998 - 2003 - 1998
9. Hi. Adhan Dambea. S.Sos., MA : Tahun 2008 s/d Sekarang
4.1.2. Sejarah Kota Gorontalo
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan
merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado.
Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur
yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo
menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang
Mongondow (Sulut), Buol, Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke
Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya
yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa
Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada
tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan
Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan
Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango yang
terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta
penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan
menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling
Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol, ToliToli dan,
Donggala dan Bolaang Mongondow. Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo
berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo.
Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a".
Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
Pohala'a Gorontalo
Pohala'a Limboto
Pohala'a Suwawa
Pohala'a Bolango
Pohala'a Atinggola
Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia.
Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan
Syara' bersendikan Kitabullah". Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol
diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.
Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain :
Berasal dari "Hulontalangio", nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi
hulontalo.
Berasal dari "Hua Lolontalango" yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu
lalang.
Berasal dari "Hulontalangi" yang artinya lebih mulia.
Berasal dari "Hulua Lo Tola" yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.
Berasal dari "Pongolatalo" atau "Puhulatalo" yang artinya tempat menunggu.
Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
Berasal dari "Hunto" suatu tempat yang senantiasa digenangi air
Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas kata
"hulondalo" hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan orang Belanda
karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis
menjadi Gorontalo. Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah
kekusaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889
sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan
istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur
pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu :
- Onder Afdeling Kwandang
- Onder Afdeling Boalemo
- Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
- Distrik Kwandang
- Distrik Limboto
- Distrik Bone
- Distrik Gorontalo
- Distrik Boalemo
Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
- Afdeling Gorontalo
- Afdeling Boalemo
- Afdeling Buol
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk. H.
Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih
dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan
sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan
memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu
Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis
kemerdekaan.
Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi.
Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat "Hari Kemerdekaan Gorontalo" yaitu 23
Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal
saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat
Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah
Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia
dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja" sebagaimana pernah didengungkan
pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi
bagian dari Negara Indonesia Timur.
Kota Gorontalo lahir pada hari Kamis, 18 Maret 1728 M atau bertepatan dengan
Kamis, 06 Syakban 1140 Hijriah. Tepat tanggal 16 Februari 2001 Kota Gorontalo secara
resmi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo (UU Nomor 38 Tahun 2000 Pasal 7).
Sebelum terbentuknya Provinsi Gorontalo, Kota Gorontalo merupakan bagian dari Provinsi
Sulawesi Utara. Gorontalo merupakan sebuah Kotapraja yang secara resmi berdiri sejak
tanggal 20 Mei 1960, yang kemudian berubah menjadi Kotamadya Gorontalo pada tahun
1965. Nama Kotamadya Gorontalo ini tetap dipakai hingga pada tahun 1999. Selanjutnya,
sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, di
mana istilah Kotamadya sudah tidak dipakai lagi, digantikan dengan Kota, maka Gorontalo
pun menyesuaikan namanya menjadi Kota Gorontalo hingga sekarang.
Gorontalo dikenal sebagai salah kota perdagangan, pendidikan, dan pusat
pengembangan kebudayaan Islam di Indonesia Timur. Sejak dulu Gorontalo dikenal sebagai
Kota Serambi Madinah. Hal itu disebabkan pada waktu dahulu Pemerintahan Kerajaan
Gorontalo telah menerapkan syariat Islam sebagai dasar pelaksanaan hukum, baik dalam
bidang pemerintahan, kemasyarakatan, maupun pengadilan. Hal ini dapat dilihat dari filosofi
budaya Gorontalo yang Islami berbunyi, "Adat bersendikan syarak; dan syarak bersendikan
Kitabullah (Al-Quran)." Syarak adalah hukum yang berdasarkan syariat Islam. Karena itu,
Gorontalo ditetapkan sebagai salah satu dari 19 daerah hukum adat di Indonesia. Raja
pertama di Kerajaan Gorontalo yang memeluk agama Islam adalah Sultan Amai, yang
kemudian namanya diabadikan sebagai nama perguruan tinggi Islam di Provinsi Gorontalo,
STAIN Sultan Amai.
Gorontalo juga dikenal sebuah salah satu dari empat kota utama di Sulawesi, yaitu (1)
Makassar, (2) Manado, (3) Gorontalo, dan (4) Parepare. Dalam catatan sejarah
HULONTALO sebagai singkatan dari HULONTALANGI yang selanjutnya disebut
GORONTALO. Pendiri Kota Gorontalo adalah Sultan Botutihe yang telah berhasil
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan atas dasar Ketuhanan dan prinsip-prinsip
masyarakat.
Walaupun Gorontalo telah ada dan terbentuk sejak tahun 1728 (sekitar 3 abad yang
lalu), namun sebagai daerah otonom Kota Gorontalo secara resmi terbentuk pada tanggal 20
Mei 1960 sebagai pelaksanaan UU No. 29/1959 tentang pembentukan Dati II di Sulawesi.
Wilayah hukum Kotapraja Gorontalo dibagi 3 kecamatan berdasarkan UU No. 29/1959
tersebut dan melalui Keputusan Kepala Daerah Sulawesi Utara No. 102 tanggal 4 Maret 1960
ditetapkan 39 kampung yang masih termasuk dalam wilayah Kotapraja Gorontalo yang
terbagi atas 3 kecamatan yaitu Kecamatan Kota Selatan, Kecamatan Kota Barat dan
Kecamatan Kota Utara. Sebutan Kotapraja sesuai dengan istilah yang digunakan dalam UU
No. 18/1965 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti dengan UU No. 5/1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang menggantikan istilah Kotapraja menjadi
Kotamadya dan saat ini disebut Kota.
4.1.3. Sejarah Etnis Arab
Suku Arab-Indonesia adalah penduduk Indonesia yang memiliki keturunan etnis Arab
dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab
yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda, mereka
dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku
India-Indonesia. Tapi seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidaklah sedikit kaum Arab-
Indonesia yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia. Setelah terjadinya perpecahan
besar di antara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi
Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke
berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah
Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan Ali bin Abi Thalib ini
membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya.
Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar di
Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari berbagai koloni Arab yang
menetap dan bercampur menjadi warganegara di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya.
Selain di Indonesia, warga Hadramaut ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan,
Filipina Selatan, Malaysia, dan Singapura. Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal
dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari Mesir, Arab
Saudi, Sudan atau Maroko akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal
dari Hadramaut.
Dalam catatan Alwi Shihab (1997 : 321) mengatakan bahwa Sejarah imigran orang-
orang Arab Hadramaut ke Indonesia tidak berbeda dengan sejarah orang-orang eropa yang
hijra ke Amerika. Sebahagian penulis sejarah yang menaruh perhatiannya pada konsisi sosial,
politik dan ekonomi yang menyertai para imigran tersebut berkesimpulan bahwa motovasi
mereka adalah mengejar keuntungan materil . Sebaliknya, penulis sejarah yang meneliti
perkembangan sosial politik dan agama di Amerika minali para imigran eropa berjasa dalam
membuat tata sosial baru.
Selanjutnya, menurut Alwi Sihab, 1997 : 14 mengambarkan bahwa kedatangan
masyarat Hadrami, atau bangsa Arab secara umum ke Nusantara telah berlangsung jauh
sebelum islam berkembang diwilayah tersebut. G.R Tibbets, misalnya menunjukan bahwa
masyarakat Hadrami di Nusantara bisa dilacak sampai pada awal abad ke-lima SM. Pada
sekitar tahun 300 M tingkat pengembaraan mereka memang sempat menurun dan baru
berkembang lagi pada abad ke-10.
Pada gelombang pengembaraan kedua itulah, sejak awal abad ke-10 masyarakat
hadrami datang di Nusantara sambil memperkenalkan agama Islam kepada masyarakat lokal.
Catatan pengembaraan orang Arab tersebut telah menunjukan adanya sejumlah pendudukan
masyarakat Hadrami dibeberapa wilayah yang menjadi pusat perdagangan di Nusantara.
Masa awal kedatangan orang Arab di Indonesia tidak dapat diketahui secara pasti.
Ismail Yakup (1998 : 14-15) mengemukakan bahwa kedatangan mereka ke Nusantara
berlangsung sebelum agama Islam lahir. Mereka telah menetap dalam jangka waktu yang
lama tetapi belum tampak pengaruhnya. Bagi orang Arab di Indonesia sebagai penganut
agama Islam lebih banyak berorientasi ke negeri Nusantara dari pada ke negara leluhurnya
sendiri, Hadramaut (Yaman Selatan). Dari segi ini tampaklah bahwa agama Islam sebagai
faktor asimilatif lebih menonjol daro pada faktor etnis Arab.
Namun demikian , menurut catatan sejarah sesuai dengan data Arab Indonesia yang
dirilis melalui internet pada tanggal 3 Mei 2013 yang dikemukakan oleh Jajang Jahroni
(2000) dapat dijabarkan bahwa Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia
diperkirakan terjadi dalam 3 gelombang utama.
- Abad 9-11 Masehi
Catatan sejarah tertua adalah berdirinya kerajaan Perlak I (Aceh Timur) pada tanggal 1
Muharram 225 H (840 M). Hanya 2 abad setelah wafat Rasulullah, salah seorang
keturunannya yaitu Sayyid Ali bin Muhammad Dibaj bin Ja'far Shadiq hijrah ke kerajaan
Perlak. Ia kemudian menikah dengan adik kandung Raja Perlak Syahir Nuwi. Dari
pernikahan ini lahirlah Abdul Aziz Syah sebagai Sultan (Raja Islam) Perlak I. Catatan
sejarah ini resmi dimiliki Majelis Ulama Kabupaten Aceh Timur dan dikuatkan dalam
seminar sebagai makalah 'Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh' 10 Juli
1978 oleh (Alm) Professor Ali Hasymi.
- Abad 12-15 Masehi
Masa ini adalah masa kedatangan para datuk dari Walisongo yang dipelopori oleh
keluarga besar Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat, masih keturunan Syekh
Muhammad Shahib Mirbath dari Hadramaut. Ia besama putra-putra berdakwah jauh ke
seluruh pelosok Asia Tenggara hingga Nusantara dengan strategi utama menyebarluaskan
Islam melalui pernikahan dengan penduduk setempat utamanya dari kalangan istana-
istana Hindu.
- Abad 17-19 Masehi
Abad ini adalah gelombang terakhir ditandai dengan hijrah massalnya para Alawiyyin
Hadramaut yang menyebarkan Islam sambil berdagang di Nusantara. Kaum pendatang
terakhir ini dapat ditandai keturunannya hingga sekarang karena berbeda dengan
pendahulunya, tidak banyak melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi. Selain
itu dapat ditandai dengan marga yang kita kenal sekarang seperti Alatas, Assegaf, Al
Jufri, Alaydrus, Syihab, Syahab, Al Hadar, Al Hasni dan lain sebagainya. Hal ini dapat
dimengerti karena marga-marga ini baru terbentuk belakangan. Tercatat dalam sejarah
Hadramaut, marga tertua adalah As Saqqaf (Assegaf) yang menjadi gelar bagi Syekh
Abdurrahman bin Muhammad Al Mauladdawilah setelah ia wafat pada 731 H atau abad
14-15 M. Sedangkan marga-marga lain terbentuk bahkan lebih belakangan, umumnya
pada abad 16. Biasanya nama marga diambil dari gelar seorang ulama setempat yang
sangat dihormati. Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah
mereka sekarang tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.
Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia lebih besar bila
dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat leluhurnya sendiri. Penduduk
Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut
sendiri sudah punah - seperti Basyeiban dan Haneman - di Indonesia jumlahnya masih cukup
banyak. Perkampungan Arab banyak tersebar di berbagai kota di Indonesia, misalnya di
Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Gresik
(Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman), Yogyakarta
(Kauman), Probolinggo (Diponegoro), Bondowoso, dan Banjarmasin (Kampung Arab), serta
masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota lainnya seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli,
Medan, Lampung, Makasar, Gorontalo, Ambon, dan daerah lainnya. Sedangkan di Gorontalo
sendiri menurut catatan Joni Apriyanto (2012 : 8) mengatakan bahwa keberadaan etnis Arab
di wilayah ini sejak abad ke-20. Bukti kongkrit yang dapat dilihat adalah adanya keberadaan
komunitas dalam peristilahannya kampung Arab.
Foto Orang Arab Pertama kali di Gorontalo1
1 Sumber foto ini dari Maryam Almahdali masyarakat keturunan Arab Gorontalo
Jika disimak secara umum, keberadaan masyarakat Arab Indonesia pada umumnya
dan Arab Gorontalo pada Khususnya mencermenin ciri-ciri masyarakat Hadramaut. Mereka
bergantung pada darah keturunannya, mereka terbagi menjadi golongan Sayyid dan bukan
sayyid2. Golongan sayyid menikmati kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dan terutama
berhadapan dengan orang-orang Indoensia, mereka menuntut kedudukan yang lebih tinggi
dalam kacamata agama sungguh ibu-ibu mereka bukan sayyid, bahkan bukan orang Arab.
4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.2.1. Partisipasi Politik Masyarakat Etnis Arab
Di tengah negara-negara demokrasi, sangat mungkin Indonesia termasuk negara yang
paling sering menggelar pesta demokrasi. Mulai dari pemilihan umum kepala Desa
(pemilukades), pemilihan umum kepala daerah (pemilikada) kabupaten kota/provinsi, Pemilu
Presiden (pilpres), hingga Pemilu legislatif. Jika dikaitkan dengan luasnya wilayah negeri ini,
yang juga diikuti dengan banyaknya struktur kepemerintahan, pesta demokrasi itu seakan
menjadi acara ritual demokrasi sepanjang tahun bahkan sepanjang bulan.
Pesta demokrasi, apapun bentuknya, tentu berangkat dari spektrum demokrasi. Pesta
ini selau diawali dengan niatan hendak memenuhi tuntutan demokrasi. Pesta ini dijalankan
berdasarkan proses-proses dan nilai-nilai demokrasi. Pesta ini juga diharapkan bisa
melahirkan sebuah hasil yang sejalan dan sesuai dengan kriteria demokrasi. Dengan demikian
pemilukades, pemilukada, pilpres dan pemilu legislatif adalah pesta-pesta yang dijalankan
untuk dan atas demokrasi.3
Semuanya hanya merupakan sarana menuju demokrasi dan bukanlah sekedar
bertujuan untuk memilih dan melegimitasi pemimpin dan wakil-wakilnya. Lebih dari itu,
2 Sayyid (Syarifah untuk wanita) mengaku turunan Nabi Muhammad Saw melalui anak Fatimah
3 Hendri Zainudin, 2007, Pemilukada dan Kedewasaan Berdemokrasi, Berita Pagi, Rabu 12 Desember 2007, hlm. 1.
untuk mengupayakan bagaimana agar nilai-nilai demokrasi dapat tumbuh subur dan
berkontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Tidak dipungkiri, setiap pesta demokrasi tentu mengimplikasikan adanya perbedaan
pendapat dan sikap di tengah peserta atau siapapun yang terlibat dalam pesta demokrasi. Baik
antar pemilih, antar yang dipilih, maupun antara pemilih dan yang dipilih. Perbedaan itu
tentunya merupakan hal yang sah-sah saja, lumrah, fitrah, bahkan dibenarkan dalam teori
demokrasi. Sebab, demokrasi sejatinya memberikan ruang yang luas bagi setiap individu
dalam mengekspresikan pendapat dan sikap atas keputusan bersama yang akan diambil.
Sikap dewasa dalam berdemokrasi merupakan sikap yang mengindikasikan adanya
kesadaran dan kemauan politik seseorang untuk mematuhi dan menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi. Di dalamnya, persoalan kepatuhan akan aturan main demokrasi benar-benar
dipegang teguh dan semaksimal mungkin di terapkan dalam setiap peristiwa atau momentum
demokrasi.
Tidak terkecuali ketika dirinya melakoni pemilukada sebagai salah satu wujud
demokrasi. Karenanya, seseorang yang memiliki sikap dewasa dalam berdemokrasi akan
selalu menghindarkan diri bahkan menolak secara tegas cara-cara yang dinilainya tidak
demokrasi.
Kalaupun dirinya berniat membangun pertisipasi politik warga masyarakat untuk se-
ide dan sejalan dengan sikap politiknya, hal itu dilakukan secara santun berdasarkan prinsip
demokrasi. Semua berlangsung dalam suasana yang kondusif, dialogis, argumentative,
egaliter, dan berorientasi demi kemajuan bersama.
Bentuk partisipasi politik seseorang dapat dilihat dengan jelas melalui aktivitas-
aktivitas politiknya, begitu juga dalam masyarakat dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas yang
dilakukan bersama oleh masyarakat etnis Arab di Kota Gorontalo berdasarkan pendapat
Mas’oed (2001:47) “kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang
normal dalam demokrasi modern. Bentuk nonkonvensional termasuk beberapa yang mungkin
legal maupun yang illegal, penuh kekerasan, dan revolusioner”. Bentuk-bentuk partisipasi
politik konvensional menurut Mas’oed adalah pemberian suara (voting), diskusi politik,
kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan dan
komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif. Untuk melihat partisipasi
politik masyarakat kota Gorontalo dalam memberikan suara pada saat Pilgub 2011 dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1
Data Pemilih Tetap dan pemilih yang menggunakan hak pilih
No Kecamatan
Jumlah suara
Hak pilih Memilih Golput
1 Kota Selatan 14.478 11.201 5.235
2 Hulonthalangi 11.706 8.958 2.683
3 Kota Timur 18.157 14.084 3.970
4 Dumbo Raya 12.407 10.066 2.274
5 Kota Utara 12.013 9.839 2.109
6 Sipatana 12.105 9.686 2.361
7 Kota Tengah 18.518 13.055 5.382
8 Kota Barat 14.467 11.902 2.567
9 Dungingi 16.498 11.968 4.467
Jumlah 132.349 100.759 31.048
Presentase 83 % 23 %
Sumber : KPU Kota Gorontalo 2011
Dari tabel tersebut tergambarkan dengan jelas bahwa secara umum jumlah pemilih
yang paling terbanyak di setiap kecamatan adalah kecamatan Kota Tengah dengan jumlah
pemilih 18.157 jiwa, disusul dengan Kota Timur 18.157 jumlah pemilih. Sedangkan populasi
pemilih yang terkecil adalah kecamatan Sipatana dengan jumlah pemilih 11.706 jiwa pilih.
Jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih yang terbanyak di Kota Timur dengan jumlah
14.084 jiwa serta kota Tengah 13.055 pemilih. Tingkat Golput atau pemilih yang tidak
menggunakan hak pilih lebih banyak di Kecamatan Kota Tengah dengan jumlah 5.382 dan
kecamatan Kota Selatan dengan jumlah 5.235 jiwa pilih.
Dalam tingkat partisipasi politik masyarakat Gorontalo pada pemilihan Gubernur
Gorontalo 2011 sangat tinggi. Dimana berkisar 132.349 pemilih yang masuk dalam Daftar
pemilih Tetap (DPT), akan tetapi yang menggunakan hak pilihnya berjumlah 100.759 jiwa.
Hal ini menandakan bahwa partisipasi politik masyarakat dalam bentuk pemberian suara
dikategorikan sangat baik, karena berkisar 83 % pemilih yang memberikan hak suaranya,
sedangkan hanya 23 % yang tidak menggunakan hak pilih. Dari totalitas pemberian suara
tersebut dapat dipetakan pada masing-masing kandidat yang memperoleh suara pada masing-
masing kecamatan seperti apa yang digambarkan pada tabel berikut :
Tabel 2
Perolehan suara pasangan calon Gubernur4
No Kecamatan Perolehan Suara Pasanagan Calon
NKRI GT DAVIDSON
1 Kota Selatan 5.849 3.658 1.694
2 Hulonthalangi 3.781 3.794 1.383
3 Kota Timur 7.762 4.388 1.934
4 Dumbo Raya 5.306 3.628 1.132
5 Kota Utara 3.606 4.917 1.316
6 Sipatana 3.548 4.551 1.587
7 Kota Tengah 4.784 5.792 2.479
8 Kota Barat 4.946 5.275 1.681
9 Dungingi 4.568 5.727 1.673
Jumlah 44.150 41.730 14.879
Sumber : KPUD Kota Gorontalo 2011
4 Ket : NKRI (Rusli Habibi-Idris Rahim), GT (Gusnar Ismail-Toni Uloli), Davidson (David Bobihoe-Nelson Pomalingo)
Tabel tersebut di atas dengan jelas dapat dipetakan bahwa pasangan Rusli Habibi dan
Idris Rahim (NKRI) yang diusung oleh Partai Golkar dan PPP mengungguli pasangan lainnya
di Kota Gorontalo. Pasangan David Bobihoe dan Nelsom Pomalingo (DAVIDSON)
memperoleh dukungan terkecil setelah pasangan Gusnar Ismail dan Toni Uloli (GT). Jika
dilihat dari demografi per-kecamatan, Pasangan NKRI menang di kecamatan Kota Timur,
Kota Selatan dan Dumbo Raya, selain ketiga kecamatan ini dimenangkan oleh pasangan
(GT). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabulasi data secara keseluruhan perolehan
suara pasangan calon kandidat berikut ini :
Tabel 3
Presentase Perolehan Suara pasangan Calon
Sumber : hasil rekapitulasi data dari KPUD Kota Gorontalo 2011
Dari data tersebut di atas, yang telah ditabulasi dari data perolehan suara tingkat
kecamatan dapat dikatakan bahwa pasangan NKRI memperoleh dukungan suara berkisar 44
% disusul pasangan GT dengan perolehan suara 41 % dan psangan Davidson 15 %. Olehnya
itu terdapat perbedaan perolehan suara antara NKRI dan GT berkisar 3 % suara. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa walapun pasangan GT menang di 6 kecamatan dari 9 kecamatan
di Kota Gorontalo akan tetapi pada segi rekapitulasi terakhir pasangan NKRI yang unggul di
Kota Gorontalo.
Selain dari hal di atas, dalam bagian ini, penulis lebih fokus dalam melihat bagaimana
partisipasi politik etnis Arab dalam bentuk dukungan politik dan pilihannya pada saat
NKRI GT Davidson
44.15 41.73
14.879
44% 41%
15%
pemilihan Gubernur Gorontalo tahun 2011. Telah dijabarkan sebelumnya dan bahkan pada
bagian terakhir tulisan ini tentang keberadaan etnis Arab Gorontalo. Arab Gorontalo adalah
komunitas etnik terkecil yang hidup sejak lama dalam komunitas etnik Gorontalo. Dalam
hubungan sosial dengan masyarakat Gorontalo, terlihat ada hubungan yang sangat baik
diantara keduanya. Untuk lebih jelasnya tabel dibawah ini dapat menggambarkan komposisi
etnik di Kota Gorontalo5, yakni :
Tabel 4
Komposisi etnik di Kota Gorontalo
No Etnik Jumlah Persen %
1 Gorontalo 165.174 95
2 Cina 1.300 0,75
3 Arab 987 0,57
4 Ternate 995 0,57
5 Bolaang Mongondow 679 0,39
6 Bugis Makassar 654 0,37
5 Kesesuaian data tersebut tidak berbeda dengan data dari Tesis : Asmun Wantu, Interaksi Sosial Antara Etnik Pendatang dengan Etnik Lokal dan Implikasinya terhadap Ketahanan Wilayah “Studi Kasus di Kota Gorontalo”. Pascasarjana UGM 2010. Dilain sisi penulis tidak menemukan populasi etnis Arab di kota Gorontalo yang dilihat dari sudut pandang sex rasio dan golongan umur, atas hal tersebut sekiranya dapat dilengkapi oleh peneliti berikutnya yang meneliti tentang objek yang sama
7 Papua 357 0,21
8 Minahasa 569 0,33
9 Sangir 693 0,40
10 Buol/ Toli-Toli 157 0,09
11 Jawa 654 0,38
12 Madura 297 0,17
13 lainnya 1.351 0,78
Total 173.867 100 %
Sumber : Badan Statistik Kota Gorontalo, 2011
Dari tabel tersebut dapat dikatakan bahwa, etnik Gorontalo mendominasi populasi
etnik lainnya di Kota Gorontalo, yakni berkisar 95 %. Dari segi komposisi etnik, Etnis Arab
di kota Gorontalo Gorontalo hanya berkisar 0,57 % atau 987 jiwa sebanding dengan etnis
Ternate. Kebanyakan mereka tersebar pada wilayah kecamatan kota Timur dan kecamatan
kota Selatan. Komposisi yang kecil tersebut tapi keberadaan mereka sangat diiperhitungkan,
baik pada aspek ekonomi maupun aspek politik. Untuk lebih jelas dalam memahami
partisipasi politik etnis Arab pada saat Pilgub Gorontalo 2011 di kota Gorontalo dapat dilihat
pada tebal berikut ini :
Tabel 5
Data Pemilih etnis Arab per-Kecamatan yang menggunakan hak pilih
No Kecamatan Jumlah suara
Hak pilih Memilih Golput
1 Kota Selatan 213 186 27
2 Hulonthalangi 46 41 5
3 Kota Timur 102 93 9
4 Dumbo Raya 22 17 5
5 Kota Utara 57 53 4
6 Sipatana 21 18 3
7 Kota Tengah 33 28 5
8 Kota Barat 42 35 7
9 Dungingi 45 43 2
Jumlah 581 514 67
Presentase 88 % 12 %
Sumber : rekapitulasi data pemilih perkecamatan yang bersumber dari KPUD Kota
Gorontalo 2011
Data tersebut di atas adalah data yang bersumber dari data KPUD Kota Gorontalo
tentang jumlah pemilih tetap dan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih pada masing-
masing kecamatan di Kota Gorontalo. Agak sedikit kesulitan dalam merekapitulasi data
tersebut dikarenakan penggunaaan marga bagi para pemilih. Sehingganya dengan semaksimal
mungkin saya merekapitulasi data tersebut yang berdasarkan pada marga-marga etnis Arab
yang terdaftar dalam pemilih tetap. Dari data tersebut tergambarkan bahwa yang mana
populasi etnis Arab menyebar keseluruh kecamatan di Kota Gorontalo, akan tetapi hanya dua
kecamatan yang memiliki populasi terbanyak, yakni Kecamatan Kota Selatan dengan jumlah
213 pemilih dan Kecamatan Kota Timur berjumlah 102 pemilih.
Ukuran tingkat partisipasi politik etnis Arab di kota Gorontalo pada saat pemilihan
Gubernur Gorontalo berdasarkan pada tabel tersebut di atas sangatlah tinggi. Dimana dari
jumlah 581 pemilih yang menggunakan hak pilihnya berkisar 514 orang (88%) dan pemilih
yang tidak menggunakan hak pilih berjumlah 67 orang atau berkisar 12%. Hal ini
menandakan bahwa tingkat kesadaran politik etnis Arab sangat baik pada saat pemilihan
Gubernur Gorontalo Periode 2011-2016 di Kota Gorontalo.
Selain dari representasi data di atas, dibawan ini akan disajikan data pertisipasi politik
etnis Arab khususnya dalam memberikan dukungan politik berupa voting/ pemberian suara
pada saat pemilihan Gubernur Gorontalo periode 2011-2016 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Sumber: rekapitulasi data dari sumber KPUD dan temuan responden dilapangan
Dari data tersebut di atas dapat disimak dengan saksama bahwa yang mana pasangan
Rusli Habibi-Idris Rahim (NKRI) mendapat dukungan politik dari etnis Arab di Kota
Gorontalo berkisar 84 % atau 431 suara, kemudian pasangan Gusnar Ismail-Toni Uloli (GT)
memperoleh dukungan politik berkisar 11% atau 59 saura, sedangan pasangan nomor 3
David Bobihoe-Nelson Pomlongi (Davidson) memperoleh 5 % atau berkisar 24 suara. Atas
hal tersebut dapat dikatakan bahwa hampir sebahagian besar etnis Arab di Kota Gorontalo
mendukung pasanagn NKRI. Untuk lebih jelas dalam menlusuri bagimana dukungan politik
dan faktor yang mempengaruhi dukungan tersebut dapat dilihat dalam pembahasan dalam
bagian tulisan ini. Untuk lebih jelasnya dalam memahami ulasan partisipasi politik etnis Arab
di Kota Gorontalo dapat disimak melalui beberapa temuan lapangan yang dilakukan oleh
penulis seperti yang tertera pada bahasan berikut.
Sebagai warga negara yang baik, masyarakat etnis Arab merasa penting dalam
berpartisipasi pada segala aspek yang berhubungan dengan pembangunan negara bangsa
maupun daerah. Pada segi partisipasi politik, etnis Arab Gorontalo sangat antusias dalam
setiap hajatan politik baik nasional maupun lokal. Momentum politik nasional seperti pemilu
84%
11%
5%
Tabel 6 Rekapitulasi dukungan politik etnis Arab
pada calon Gubernur dan Wagub
NKRI
GT
DAVIDSON
baik Pilpres mapun pemilihan legislatif pusat hampir secara keseluruhan masyarakat etnis
Arab terlibat langsung dalam melakukan pemberian suara untuk memilih presiden maupun
partai politik tertentu. Dari semua responden yang penulis temui mengakatan bahwa mereka
ikut terlibat dalam pemilihan, misalnya pada pemilu 20096.
Selain dari partisipasi dalam bentuk pemberian suara, kita ketahui bahwa etnis Arab
Gorontalo juga mempunyai beberapa tokoh yang berpengaruh dalam kanca politik lokal
Gorontalo. diantara tokoh-tokoh tersebut ikut andil dalam mengambil bagian sebagai
kandidat, baik pada pemilihan Gubernur, Walikota maupun Pemilihan Legislatif pusat dan
daerah. Hal ini berarti bahwa bukan hanya keterlibatan dalam memberikan dukungan politik
dan bentuk pemberian suara saja, akan tetapi sebahagian juga etnis arab terlibat sebagai aktor
dalam percaturan politik.
Sesuai dengan temuan dari beberapa responden, intensitas partisipasi politik etnis
Arab juga bisa dilihat pada saat kampanye politik hingga pada diskusi politik yang selalu
dilakoni pada saat pemilihan, khususnya pemilihan Gubernur Gorontalo 2011. Dalam konteks
ini bisa dijabarkan bahwa keterlibatan masyarakat etnis Arab Gorontalo juga terlihat pada
saat kampanye politik maupun diskusi-diskusi politik7. khususnya dalam diskusi-diskusi
politik, dapat kita temukan beberapa komunitas Arab di sudut-sudut kota yang hampir setiap
saat berdiskusi masalah fenomena politik, apalagi pada saat pemilu atau pilkada. Komunitas
tersebut dapat kita jumpai dikompleks jalan Raden Saleh, jalan Sepuluh November,
Kompleks Alkhairat kota Gorontalo, kompleks mesjid Arab di pusat pertokoan Gorontalo.
Atas hal tersebut dapat dikatakan bahwa yang mana partisipasi politik etnis Arab lebih
khusus pada saat pemilihan Gubernur Gorontalo tahun 2011 di kota Gorontalo bisa
6 Hasil wawancara dengan Fatma, Muzna AlBahar, Mohamad Alhasni, Moh Mansur Atamimi, Lun Al Bahar, Nur Alhasni, Fadli Al Habsi, Rozia AlMahdali 7 Wawancara : Mohamad Alhasni, Moh Mansur Atamimi tanggal 8 Mei 2013. Ketika ada kampanye dari kandidat NKRI dimana saja tetap saya hadiri, asalkan masih bisa dijangkau. Kalau kampanye di Limboto atau Bone Bolango kami jelas tidak ada. Kalau kampanye NKRI di kota Gorontalo pasti sebahagian besar kami akan menghadiri kampanye itu.
dikategorikan sangat baik. Dalam artian bahwa secara konvensional, partisipasi politik etnis
Arab sangat relevan dengan apa yang menjadi tuntutan dalam segi pertisipasi politik itu
sendiri.
Selanjutnya jika dilihat dari segi model partisipasi politik, ada dua pertimbangan yang
menjadi rujukan oleh masyarakat etnis Arab di kota Gorontalo dalam memberikan dukungan
politiknya. Diantara model tersebut adalah kesadaran politik yang tinggi serta kepercayan
kepada pemerintah. yang dimaksud dengan kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan
kewajiban sebagai warga negara, sedangkan yang dimaksud dengan kepercayaan kepada
pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah: apakah ia menilai pemerintah
yang akan datang dapat dipercaya, dan dipengaruhi atau tidak8.
Sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa responden9 dapat diperoleh hasil
bahwa yang mana keterlibatan mereka dalam memberikan dukungan politiknya baik pada
saat pemilu maupun Pilkada karena berangkat dari kesadaran politiknya sebagai warga
negara. Secara tidak langsung mereka menyadari bahwa keterlibatan mereka dalam
memberikan dukungan dan menetapkan pilihan politik kepada partai politik atau figuritas
kandidat itu sangat penting, dimana dukungan dan pilihan politik mereka menentukan nasib
hidup lima tahun kedepan. Oleh sebab itu, setiap warga negara harus berpartisipasi dalam
setiap setiap aspek pembangunan termasuk politik.
Selain dari kesadaran politik sebagai kewajiban warga negara, partisipasi politik etnis
Arab juga dipengaruhi oleh faktor pertimbangan kepercayaan kepada pemerintah. bentuk
partisipasi etnik Arab dilihat dari aspek pandangan mereka terhadap keberhasilan yang telah
8 Bacaan yang bisa membantu kita untuk mehamai model partisipasi politik adalah Ramlan Surbekti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo, 1992 hal. 140-145. 9 Wawancara dengan muhammad Alhabsi, sepengathuan saya banyak sekali orang Arab yang ikut berpartisipasi pada saat Pilgub 2012. Partisipasi politik pada momentum ini adalah bagian dari tanggungjawab sebagai warga negara. Olehnya itu tidak perlu dipaksa dan didorong oleh orang lain kami harus terlibat langsung. Karena menurut kami kasadaran seperti ini yang harus dipegang oleh semua warga masyarakat.
dilakukan oleh beberapa calon kandidat Gubernur. Pasangan Rusli-Idris10
yang mendominasi
dukungan dari etnis Arab di Kota Gorontalo. Beberapa fakta bisa dilihat sebagai rujukan
dalam memberikan dukungan politik, diantaranya keberhasilan Rusli Habibi dalam
membangun kabupaten Gorontalo Utara, disisi lain Idris Rahim dikenal sebagai pejabat tinggi
di Gorontalo yang tidak penah cacat dalam berbagai macam hal. Dorongan tersebut didukung
oleh keberadaan tokoh sentral etnis Arab di Gorontalo, yakni Fadel Muhammad yang pada
saat bersamaan memberikan dukungan kepada kandidat tersebut.
Berangkat dari hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa model partisipasi politik
etnis Arab pada saat Pilgub 2011 di Kota Gorontalo berangkat dari kesadaran kolektif sebagai
kewajiban warga negara serta pertimbangan akan adanya pembuktian secara faktual yang
telah dilakukan oleh kandidat calon. Sehingganya terlepas dari bentuk partisipasi yang
konvensional, mereka didorong oleh dua pertimbangan seperti yang telah dijabarkan di atas.
4.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Etnis Arab Di Kota
Gorontalo
Partisipasi politik masyarakat adalah bagian dari pengejewantahan sikap dan
keikutsertaan masyarakat dalam menentukan nasibnya. Pada negara berkembang seperti
Indoensia diperhadapkan dengan berbagai macam pergolakan khususnya pada rana
demokrasi. Demokrasi menginginkan keleluasaan masyarakat dalam berpartisipasi. Olehnya
itu pertisipasi politik masyarakat sangat perlu dalam menopang demokrasi di suatu negara.
Pasca krisis 1998, demokrasi kita mengalami kegalauan dalam semua sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Diantaranya adalah ketidak percayaan publik kepada
lembaga negara yang kemudian membuat dari tahun-ketahun angka Golput semakin
meningkat. Hal tersebut bisa dilihat pada level nasional seperti Pemilu mapun pada level
10 Wawancara pada tanggal 8 Mei 2013 dengan Muzni Al Bahar, Roziya Almahdali, dan Muhammad Alhasni. Pertiimbangan kami dalam mendukung pasangan NKRI karena sudah terbukti kedua orang ini pasti dapat menjamin kehidupan masyarakat Gorontalo pada umumnya dan etnis Arab pada khususnya kedepan. Pengalaman yang mereka miliki sangat besar dan sudah bisa dilihat secara nyata. Apalagi kedua orang tersebut adalah anak masnya Ami Fadel Muhamad
lokal pada saat Pemilihan kepala Daerah. Khususnya pada level lokal, Golput yang
memenangkan semua pertarungan politik pada setiap kontestasi.
Peristiwa lain yang bisa disaksikan adalah terjadinya fragmentasi masyarakat lokal
kedalam sub-sub struktur sosial masyarakat. Identitas lokal kemudian menjadi barang mahal
dan penentuan dalam keberhasilan kemenangan kandidat yang bertarung di Pilkada, hal ini
ditandai dengan ikatan darah, bahasa, agama, suku dan lain sebagainya yang dijadikan
sebagai kunci kemenangan. Peristiwa tersebut juga bisa kita temukan dalam setiap perhelatan
pemilihan kepala daerah baik Gubernur, Bupati maupun walikota.
Pada level yang lain, bisa kita temukan fenomena politik etnisitas mewarnai
perhelatan politik lokal di Gorontalo. Bacaan terhadap Gorontalo pada level ini, bisa
dikatakan bahwa Gorontalo adalah satu kesatuan etnis, akan tetapi didalam Gorontalo itu
sendiri terdapat beberapa etnis yang hidup bersama-sama dengan etnis Gorontalo.
diantaranya adalah etnis Arab, Cina, Bugis, Jawa dan lain sebagainya. Tentunya keberadaan
etnis-etnis tersebut akan berafiliasi dan mencari perlindungan dari komunitas Gorontalo yang
besar. Olehnya itu, pada kepentingan politik mereka akan bernaung dan mendukung
kandidat-kandidat yang menjamin akan keberadaan etnis-etnis tersebut di Gorontalo.
Dari semua etnis tersebut, etnis Arab memiliki kedudukan yang berbeda dihadapan
masyarakat Gorontalo bila dibandingkan dengan etnis-etnis lainnya. Hal ini sangat berkaitan
erat dengan unsur keyakinan agama yang di anut oleh masyarakat Gorontalo. Akhirnya
membuat masyarakat Arab Gorontalo sangat dekat dan berafiliasi dengan masyarakat
Gorontalo.
Dalam komunitas sebagai etnis minoritas, akan tetapi pada setiap hajatan pilkada
maupun pemilu di daerah ini, etnis arab merupakan komunitas yang diperhitungkan dalam
dinamika ini. Tokoh-tokoh etnis arab mempunyai peran sentral dalam setiap perhelatan
politik lokal Gorontalo. diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Fadel Muhammad, Sofyan
Alhadar, Abdurrahman Bahmid, H Ali Baladraf, Abdullah Almashur, dan Hamid Basalama.
Sejumlah tokoh Arab tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar pada komunitasnya
maupun diluar komunitas arab.
Selain dari pengaruh tokoh atau figur tertentu, dalam memberikan dukungan politik
tidak terlepas dari pertimbangan partai politik atau dikenal sebagai identifikasi partai. Secara
keseluruhan, Dukungan politik yang diberikan oleh etnis Arab pada kandidat Gubernur
Gorontalo tahun 2011 di Kota Gorontalo tidak terlepas dari pertimbangan partai politik. Akan
tetapi selain dari partai politik, ketokohan mempunyai peran utama dalam menentukan
pilihan dan dukungan politik etnis Arab Gorontalo
Pada bagian ini, penulis mengelaborasi hasil temuan lapangan sesuai dengan rujukan
utama dalam proposal penelitian dengan spesifikasi pada aspek ketokohohan dan fanatisme
partai politik dalam memberikan dukungan politik pada saat Pemilihan Gubernur Gorontalo
Tahun 2011 di Kota Gorontalo. Dari hasil temuan lapangan diidentifikasikan bahwa terdapat
dua faktor yang membuat hampir keseluruhan etnis Arab berpartisipasi dalam pilkada
Gubernur khususnya dukungan politik.
4.2.2.1. Faktor Ketokohan
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, tokoh diartikan sebagai rupa, wujud dan
keadaan, bentuk dalam arti jenis badan, perawakan, orang yang terkemuka atau kenamaan
didalam lapangan politik suatu masyarakat. Sedangkan masyarakat, ialah sekumpulan
individu atau sejumlah manusia yang terikat dalam satu kebudayaan yang sama. Tokoh
masyarakat, tentunya merupakan representasi dari adanya sifat-sifat kepemimpinan yang
menjadi acuan bagi masyarakat dalam mewujudkan harapan serta keinginan-keinginan
masyarakat sehingga tokoh masyarakat, tidak bisa dilepaskan dari sifat kepemimpinan yang
tercermin didalam diri tokoh masyarakat tersebut. Kepemimpinan ini kemudian menjadi
panutan, sebab warga masyarakat mengidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia
dianggap sebagai penyambung lidah masyarakat. Menurut Surbakti (1992) mengatakan
bahwa tokoh masyarakat ialah seseorang yang disegani dan dihormati secara luas oleh
masyarakat dan dapat menjadi faktor yang menyatukan suatu bangsa-negara.
Ketokohan tersebut merupakan aktualisasi dari masyarakat yang mendambakan sosok
pemimpin yang kharismatik, yang memungkinkan tercapainya keinginan dan harapan
masyarakat di daerah tempatnya bermukim. Masyarakat tentunya menurut Wikipedia bahasa
Indonesia11
, Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut
Tokoh masyarakat yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat itu
sendiri merupakan instrumen politik yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan
masyarakat terutama masyarakat yang masih berada pada lingkungan pedesaan. Peran ini
kemudian menjadi faktor yang signifikan didalam proses memilih pemimpinnya. Pada
hakikatnya tokoh masyarakat ialah orang yang mempunyai peranan yang besar dalam suatu
kelompok masyarakat dan memiliki kekuasaan yaitu kemampuan mempengaruhi orang atau
kelompok lain sesuai dengan keinginan dirinya12
.
Kecenderungan seseorang untuk ditokohkan ialah karena berbagai kelebihan yang
dimiliki serta kecakapan dalam bertindak dan tentunya kemampuan intelektual, spiritual,
serta komunikasinya. Manusia-manusia yang terlahir sebagai sosok cakap dalam berbagai
kemampuan, kemudian menjadi perhatian masyarakat sebagai sosok yang dalam pandangan
umum masyarakat sebagai manusia yang hebat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informasi baik itu tokoh Arab,
kalangan pemuda, kalangan intelektual, mereka sangat antusias dalam menjawab setiap
pertanyaan-pertanyaan yang penulis berikan. Namun menganggap bahwa masih banyak
11
http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat 12 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar ilmu politik, PT. Gramedia Pustaka hal 10, Jakarta 1972
terdapat ketertutupan informasi dalam menjawab pertanyaan dari penulis mengenai
keterlibatannya pada pemilihan Gubernur Gorontalo tahun 2011, dalam hal ini adalah tokoh
Arab yakni Bapak Sofyan Alhadar saat penulis bertanya mengenai keterlibatan beliau pada
pilgub 2011, beliau menjawab :
“Saya terlibat langsung dengan pemilihan Gubernur Gorontalo dalam mendukung
pasangan Rusli Habibi dan Idris Rahim dari Koalisi partai Golkar dan PPP, dalam
kapasitas saya sebagai tokoh partai PPP sudah tentu akan mendukung kandidat
tersebut. Rusli Habibi dan Idris Rahim dipandang oleh partai maupun saya sendiri
mempunyai kemampuan dalam membangun daerah. bagi saya pemimpin itu harus
punya kemampuan, akhlak yang baik, integritas, dan punya visi-misi yang jelas”.
Dukungan politik etnis Arab pada saat Pilgub 2011 sebagian besar mendukung Rusli
Habibi dan idris Rahim, hanya berapa orang saja yang mendukung Gusnar Ismail
dan Toni Uloli,
Selain tokoh politik PPP dari kalangan etnis Arab yang cukup dekat masyarakat,
Sofyan Alhadar juga merupakan seorang tokoh agama yang kesehariannnya sebagai ketua
Alkhairat Kota Gorontalo. Akses yang dimiliki oleh tokoh tersebut tentunya menjadi sesuatu
yang memungkinkan bagi etnis Arab dan masyarakat lainnya untuk menjadikannya sebagai
sumber pilihan masyarakat dalam memilih pemimpin. Jika kita menyimak argumen yang
dikeluarkan responden tersebut, bahwa pilihan Sofyan Alhadar pada prinsipnnya cukup
rasional. Namun disisi lain, ada keterikatan dengan struktur Partai Politik, kondisi tersebut
didukung oleh keberadaan etnis Arab yang sebahagian besar menjadi pendukung fanatik
partai PPP. Seiring dengan apa yang dikemukakan oleh Pareto, mereka yang menjangkau
pusat kekuasaan adalah selalu yang terbaik. Merekalah yang dikenal sebagai elit.
Selain itu, tidak semuanya etnis Arab mendukung pasangan Rusli-Idris, ada sebagian
kecil lainnya yang mendukung pasangan Gusnar-Toni yang diusung oleh partai Demokrat,
PKS, PBB dan partai lainnya. Partisipasi politik dalam bentuk dukungan tersebut karena
disebabkan oleh garis struktur partai. Senada dengan hal tersebut, salah seorang responden
Fadli Alhabsi mengungkakpan bahwa sebahagian kecil etnis Arab mendukung Gusnar-Toni
karena orang-orang tersebut masuk dalam struktur partai PKS13
.
Informasi lain yang juga merupakan tokoh arab adalah Hamid Basalama, ia
berpendapat bahwa pada prinsipnya pemimpin itu mesti dekat dengan masyarakat, dan
memiliki kecerdasan serta akhlak yang baik untuk dijadikan panutan bagi masyarakat. Hal
tersebut diungkapnya saat ditemui di rumah:
“Saya tidak terlibat secara langsung dengan kapasitas saya sebagai seorang tokoh
arab, tapi apabila secara personal iya saya terlibat dan mendukung salah satu calon.
Kebututan figur tersebut sangat dekat dengan etnis arab di Gorontalo, apalagi
kedekatannya dengan beberapa tokoh arab seperti Fadel Muhammad dan lain
sebagai. Tanpa dihimbau pun masyarakat arab pasti akan mendukung pasangan
tersebut.”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut bahwa tokoh tersebut cenderung memberikan
legitimasi kepada salah satu calon, walaupun tidak secara langsung mendukung tetapi ini
menunjukkan dan menganggap bahwa apa yang dibahasakan oleh tokoh tersebut syarat
dengan dukungan yang terselubung. Berbeda dengan beberapa tokoh masyarakat yang lain,
yang dengan tegas memperlihatkan secara langsung dukungannya bahkan dari mereka ada
yang menjadi tim pemenangan salah satu kandidat, tokoh tersebut merupakan salah satu
tokoh Pemuda yakni, Muhammad Mansyur Attamimi. Berikut petikan wawancara singkat
dengan beliau :
“Saya terlibat pada pilgub Gorontalo 2011. Bagi saya,seorang pemimpin itu harus
memilki semangat atas perjuangan, dekat secara emosional dengan masyarakat,
selalu mendukung aktifitas kepemudaan, serta memiliki semangat mau memajukan
daerah dan memiliki pula kearifan lokal sebagai putra daerah” hal tersebut hanya
dimiliki oleh pasangan Rusli dan Idris. Disisi lain Rusli dan Idris adalah anak
kesayangan Fadel Muhammad, maka sudah jelas kami dari generasi muda Arab akan
mendukung kandidat tersebut.
13 Wawancara, 3 mei 2013 dengan Fadli Alhabsi, kami mendukung Gusnar Ismail dan Toni Uloli karena mendengar keputusan partai, karena pasangan tersebut didukung oleh PKS maki saya selaku pengurus PKS harus mendukung pasangan tersebut, walapun disisi lain kami mendapatkan dukung yang kecil dari etnis Arab. Patut diakui bahwa kebanyakan dukungan masyarakat Arab lebih banyak kepada Rusli-Idris diakibatkan dari pengaruhnya Fadel Muhammad
Wawancara singkat dengan beberapa tokoh di atas, semakin memperkuat asumsi
bahwa partisipasi politik masyarakat etnis Arab khususnya dalam memberikan dukungan
politik pada saat Pilgub 2011 cenderung dipengaruhi oleh pertimbangan keberadaan tokoh-
tokoh mereka. Dalam artian bahwa sikap yang diambil oleh mereka seperti apa yang
diperankan oleh keberadaan tokoh-tokohnya. Sebagai otoritas yang berpengaruh, tokoh Arab
sebagai patron yang mempunyai sumber kekuasaan dalam mengarahkan opini publik
khususnya masyakarat Arab dan masyarakat Gorontalo pada umumnya.
Selain dari data yang penulis dapatkan oleh beberapa tokoh Arab tersebut, diperkuat
dengan beberapa temuan lapangan oleh beberapa responden yang hampir keseluruhan
mengakui bahwa dari beberapa tokoh tersebut mempunyai pengaruh dalam mengambil
pilihan politik komunitas Arab di Gorontalo, akan tetapi yang menjadi aktor kunci dalam hal
ini adalah sikapnya Fadel Muhammad sebagai tokoh sentral.
Figuritas Fadel Muhammad bukan hanya diidamkan oleh masyarakat etnis Arab saja,
akan tetapi ketokohan Fadel Muhammad menjadi prioritas sikap bagi sebagian besar
masyarakat Gorontalo. Jika dipetakkan dengan saksama, patut diakui bahwa secara
geopolitik, pasangan Gusnar Ismail dan Toni Uloli mempunyai basis terkuat di Kota
Gorontalo pada saat Pilgub 2011, akan tetapi pengklaiman basis tersebut bisa dibalikan
dengan begitu mudah ketika Fadel Muhammad tiba di Gorontalo dan memberikan dukungan
kepada pasangan Rusli-Idris14
.
Sebagai etnis minoritas di Gorontalo, etnis Arab memiliki sumber daya yang
memadai, baik pada aspek sosial, politik dan ekonomi. Secara populasi, bisa dikatakan bahwa
pemberian suara etnis Arab bukan merupakan faktor kunci, akan tetapi keberadaan mereka
yang lebih banyak menguasai sumber ekonomi di kota Gorontalo membuat keberadaan
14 Masih terginag dalam memori kita sebelum hari pencoblosan, disetiap sudut kota Gorontalo, ketika kita ketemu dengan masyarakat, sebagian besar hanya satu jawaban ketika kita bertanya mengenai dukungan politik. maka jawabannya adalah “te aba uti, torang tetap te aba, dimana te aba, torang pasti ikut” bahasa aba yang dimaksudkan adalah Fadel Muhammad.
mereka sangat strategis. Karena berprofesi keseharian sebagai pengusaha, sudah tentunya
banyak tenaga kerja yang bekerja diusaha milik mereka. Dengan modal tersebut membuat
keberadaan mereka dalam kanca politik lokal Gorontalo sangat diperhitungkan.
Disisi lain Fadel sebagai aktor sentral, akan tetapi keberadaan tenaga kerja dari
komunitas Arab tetap berpatokan kepada orang dimana mereka bekerja. Akhirnya proses
mobilisasi yang terkoptasi pada ketokohan Fadel Muhammad bukan hanya terjadi pada orang
Arab, akan tetapi merambat pada orang-orang diluar etnis Arab yang mempunyai
kepentingan dengan etnis Arab khususnya kepentingan ekonomi. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa, apa yang menjadi tindakan dan sikap oleh komunitas Arab akan menjadi
rujukan utama bagi orang diluar etnis arab khususnya para pekerja dalam memberikan
dukungan politik.
Berangkat dari penjabaran data di atas dapat dikatakan bahwa, tingkat partisiasi
politik masyarakat etnis Arab sangatlah tinggi dalam memberikan dukungan politik.
Walaupun dengan argumentasi yang cukup rasional, akan tetapi patut dilihat bahwa yang
mana bentuk partisipasi politik tersebut selain berangkat dari kesadaran individu dan
kelompok, kebanyakan dorongan dalam mengambil pilihan politik dipengaruhi oleh faktor
eksternal diluar individu tersebut. Kesadaran sebagai warga masyarakat sangat jelas dilihat,
akan tetapi pada aspek penentuan sikap dukungan politik kebanyakan dipengaruhi oleh
keberadaan aktor-aktor sentral yang berada dalam komunitas tersebut.
Dari semua responden yang ditemui selain dari tokoh-tokoh di atas mempunyai
argumentasi yang sama, bahwa yang mana mereka memilih Rusli Habibi dan Idris Rahim
karena pertimbangan sikap dan pilihan Fadel Muhammad. Seperti apa yang dikemukakan
oleh Nur Alhasni, Rozia Almahdali, Lun Al Bahar15
yang ditemui oleh penulis dalam waktu
yang berbeda mengemukakan bahwa pertimbangan mereka dalam memberikan dukungan dan
15 Wawancara pada tanggal 5 Mei 2013
pilihan politiknya kepada pasngan Rusli-Idris dikarenakan pertimbangan atas keberadaan
Fadel Muhammad yang mendukung kandidat tersebut, olehnya itu, mereka tidak perlu pikir
panjang dalam memilih kandidat tersebut.
Dalam konteks ini menurut Richard dan David (2006) mengkategorikan masyarakat
seperti ini dalam Model Fast and Frugal Decision Making, dimana dalam memberikan
dukungan politik kepada seseorang biasanya mereka membatasi diri dengan semua informasi
yang berkaitan dengan fenomena politik yang berkembang. Informasi yang mereka dapatkan
hanya pada batasan kebutuhan antara mereka dengan figur atau tokoh-tokoh yang mereka
anggap perlu. Dari pendapat tersebut, sangat jelaslah buat kita bahwa yang mana masyarakat
etnis Arab lebih cenderung memberikan pilihan politiknya berdasarkan pada aspek kedeketan
dan pengaruh dari seorang tokoh sentral. Akibat dari ketertutupan diri dengan berbagai
informasi yang berhubungan dengan politik membuat dukungan dan sikap mereka
berdasarkan pada sikap yang diambil oleh tokoh sentralnya.
Berangkat dari hasil wawancara langsung dengan beberapa responden dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa partisipasi politik etnis Arab pada pemilihan Gubernur Gorontalo
2011 sangatlah tinggi. Sebahagian besar komunitas ini memberikan dukungan politiknya
kepada pasangan Rusli Habibi dan Idris Rahim yang di usung oleh Partai Golkar dan PPP.
Dukungan politik tersebut berangkat dari pertimbangan sikap dan dukungan dari tokoh
sentral etnis Arab yaitu Fadel Muhammad. Olehnya itu, dukungan dan sikap yang diambil
oleh sebagian besar etnis Arab tersebut berangkat dari pertimbangan Fadel Muhammad. Dari
segi partisipasi politik teridentifikasi bahwa antusias yang begitu tinggi dari komunitas ini
adalah bagian dari kesadaran kolektif individu sebagai warga masyarakat, akan tetapi dari
segi pengambilan keputusan politik terindikasi digerakkan dari pihak diluar individu tersebut.
4.2.2.2. Faktor Identifikasi Partai
Dalam negara demokrasi, partai politik dipandang sebagai bagian dari suprastruktur
politik. Partai politik mempunyai peran sentral dalam menentukan pemimpin-pemimpin
bangsa. Oleh sebab itu partai politik selayaknya bisa menjalankan tugas dan fungsinya
dengan baik. Pada bagian tulisan ini penulis tidak mengelaborasi secara mendalam tentang
partai politik, akan tetapi lebih fokus pada partisipasi politik secara konvensional yang
menitikberatkan pada pertimbangan partai politik yang dilakukan oleh etnis Arab dalam hal
memberikan dukungan politik pada saat pemilihan Gubernur tahun 2011 di kota Gorontalo
Identifikasi partai dalam perspektif perilaku memilih kenal dengan Pendekatan
psikologis, khususnya sikap seseorang terhadap isu-isu politik, calon presiden atau anggota
parlemen. Hal ini sangat relevan dengan kehidupan politik Indonesia saat ini khususnya pada
saat kampanye pemilu legislatif maupun pemilu presiden, dimana isu-isu politik ditawarkan
untuk menjadi pilihan alternatif dalam pemilu. Walapun tidak dapat dipungkiri bahwa
dominasi isu politik masih dipegang oleh kekuatan sosial-politik tertentu.
Sikap dan tingkah laku politik seseorang antara lain ditentukan oleh apa yang
terkandung dalam dirinya seperti idialisme, tingkat kecerdasan, faktor biologis, keinginan dan
kehendak hati. Pendekatan psikologis menganggap sikap sebagai variabel sentral dalam
menjelaskan perilaku politik. hal ini disebabkan karena pentingnya fungsi sikap itu sendiri.
Menurut Greinstein dalam personality and politics (1975) yang dikutib Imawan, mengatakan
bahwa fungsi sikap yaitu, pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan. Artinya, penilaian
terhadap suatu objek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut.
Kedua, sikap merupakan fungsi menyesuaikan diri. Artinya seseorang bersikap tertentu
sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh yang
diseganinya atau kelompok panutan. Ketiga, sikap merupakan fungsi eksternalisasi dari
pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin
atau tekanan psikis, yang mungkin terwujud mekanisme pertahan (defence mechanism) dan
eksternalisasi diri seperti proyeksi, idealiasi, rasionalisasi dan indentifikasi.
Atas hal tersebut tergambarkan dengan jelas pada saat pilgub Gorontalo, khususnya
etnis Arab, dalam mengambil sikap politik berbentuk partisipasi konvensional yang
menitikberatkan pada aspek pertimbangan partai politik. seperti yang dikemukan oleh
beberapa responden16
mengatakan bahwa keterlibatan mereka dalam mendukung salah satu
kandidat calon Gubernur dan wakil Gubernur karena pertimbangan partai politik yang
mengusung kandidat yang bersangkutan.
Selain pertimbangan partai politik, proses dukungan politik etnis Arab juga tidak
terlepas dari ketokohan Fadel Muhammad dan tokoh-tokoh lainnya. Jika mencermati apa
yang dikemukakan oleh Greinstein dapat dilihat secara jelas bahwa yang mana sikap untuk
menyesuaikan dengan berdasarkan pada kepentingan dan keinginan dalam individu maupun
dipelopori oleh gaya ketokohan. Sangatlah jelas bahwa yang mana walaupun partai politik
dijadikan sebagai rujukan dalam memberikan dukungan politik, akan tetapi dukungan
tersebut terintegrasi dengan ketokohan sentral seperti Fadel Muhammad dan yang lainnya,
keputusan dan dukungan etnis Arab sebahagian besar berangkat dari pertimbangan
ketokohan.
Pada level ini, disinyalir bahwa yang mana partai politik17
adalah bagian yang
menjadi pertimbangan masyarakat dalam memberikan dukungan politik. disisi lain ada faktor
penentu yang membuat masyarakat etnis Arab bersikap, sesuai dengan pertimbangan
ketokohan. Hal ini terjadi karena masih banyak kita menemukan pemilih-pemilih tradisional
yang tetap berpegang teguh pada partai politik dan bukan pada kandidat. Posisi seperti ini
16 Wawancara pada tanggal 7-8 Mei 2013 dengan Muzni Al Bahar, Fatma, Abdulrahman Al Hasni, Roziya Almahdali, dan Muhammad Alhasni. Dari kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dapat dikatakan bahwa mereka memilih Pasangan Rusli-Idris karena pertimbanagan mereka berdua diusung oleh partai Golkar dan PPP. Akan tetapi disisi lain pertimbangan atas keberadaan partai tersebut diperkuat oleh keberadaan Fadel Muhammad sebagai toko sentral dalam etnis Arab 17 Yang dimaksudkan dengan partai politik dalam tulisan ini adalah Golkar dan PPP
khususnya di kota Gorontalo hanya didominasi oleh Partai Golkar dan PPP. Olehnya itu
partai politik sebagai bagian yang tidak bisah dipisah dari pertimbangan masyarakat dalam
memberikan dukungan politik.
Hal seperti ini terjadi karena sikap dan perilaku seseorang ditentukan oleh proses
sosialisasi politik yang dialami sepanjang hidupnya. Sosialiasi politik menunjuk pada
pembentukan sikap-sikap dan polah tingkah laku politik serta merupakan sarana bagi
generasi untuk mewariskan patokan-patokan dan keyakinan-keyakinan politik pada generasi
sesudahnya, Almond (1974). Melalui proses sosialisasi politik tersebut akan terbentuk ikatan
psikologis sesorang dengan salah satu partai atau organisasi politik tertentu yang berwujud
simpati terhadap organisasi atau partai politik tersebut. Ikatan psikologis inilah disebut
identifikasi partai (party identification).
Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa sudah menjadi aksioma adanya
hubungan pengaruh antara identifikasi partai dengan dukungan politik masyarakat pada setiap
kontestasi politik. dukungan tersebut harus dipahami sebagai pernyataan loyalitas yang
dibentuk oleh pengalaman (sosialisasi) sepanjang hidup. Terlihat dengan jelas ketika penulis
menemukan sebagian besar responden18
mempunyai pikiran yang sama dengan
konseptualisasi tersebut di atas. Masyarakat etnis Arab Gorontalo hanya terkoptasi pada dua
partai politik, yakni Golkar dan PPP. Pada bagian ini penulis sampaikan bahwa menurut
mereka Golkar dan PPP adalah partai politik yang sudah diyakini sejak nenek moyang
mereka dahulu, olehnya itu dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Gorontalo 2011
mereka memilih pasangan Rusli Habibi dan Idris Rahim dikarena kandidat tersebut di usung
oleh Golkar dengan PPP.
18
Wawancara pada tanggal 7-8 Mei 2013 dengan Muzni Al Bahar, Fatma, Abdulrahman Al Hasni, Roziya Almahdali, dan Muhammad Alhasni. Menurut mereka Golkar dan PPP adalah partai idaman mereka. Dari kecil sampai besar mereka hanya mengetahui dan menyukai kedua partai ini.
Berangkat dari hal di atas, Richard, David (2006) mengelaborasi lewat pendekatan
model Early Socialization and Cognitive Consistency (sosialisasi dan konsistensi
pengetahuan), dimana keputusan model ini sedang mencoba untuk mengkonfirmasikan
sebuah kecenderungan terdahulu yang diterapkan. Dengan demikian, keterbukaan informasi
politik secara umum dipandang sebagai tak disengaja, dan kebanyakan masayarakat belajar
hanya intisari dasar isu-isu terkemuka yang ditutupi oleh media. Pengumpulan informasi
pemilih secara jelas diimpikan sebagai bagian besar dari suatu proses yang pasif (penggerak
media), hanya satu pengecualian yang besar adalah pemilih perlu mencoba untuk belajar
suatu keanggotaan kandidat partai secepat mungkin19
.
Identifikasi partai merupakan warisan yang diterima sejak lahir, banyak hal yang
dapat dilihat seperti etnis, jenis kelamin, kelas dan identifikasi yang bersifat religius.
Identifikasi tersebut cenderung diterima tanpa pertimbangan, masyarakat termotivasi
mencari informasi hanya untuk memelihara keyakinan mereka sejak lahir. masyarakat
menjadi pasif dalam pencarian informasi diluar keyakinannya, mereka akan loyal terhadap
partai atau kandidat.
Atas hasil temuan lapangan dan pembahasan tersebut di atas, dibawah ini akan
disingkronkan antara rumusan masalah, hasil/ pembahasan serta keterikatannya dengan
rujukan teori dalam bentuk tabel, yakni :
Tabel 7
Hasil Temuan Lapangan dan Pembahasan
19 Logika dibalik ramalan ini datang dari teori disonansi, satu teori yang sangat penting dalam psikologis sosial. Teori ini mengasumsikan orang-orang betul –betul untuk menghindari desonansi kognitif, contohnya, satu arah untuk menghindari pengamatan-pengamatan yang tidak enak seperti mengubah persepsi pemilih terhadap calon (ia benar-benar tidak sayang sekali-atau sedikitnya ia menjadi lebih baik bila dibanding dengan yang lain )
No Rumusan Masalah Temuan Lapangan Teori
1 Bagaimana partisipasi Voting : Dari semua responden yang Samuel P Huntington dan
politik etnis Arab di
Kota Gorontalo pada
pemilihan Gubernur
Gorontalo periode
2011-2016
ditemui mangakui bahwa hampur
semua masyarakat etnis Arab di Kota
Gorontalo memberikan hak suaranya
pada saat Pilgub
Joan Nelson, (1994 : 4)
partisipasi politik adalah
kegiatan warga Negara yang
bertindak sebagai pribadi-
pribadi, yang dimaksud untuk
mempengaruhi pembuatan
keputusan oleh Pemerintah
Mas’oed (2001:47) Bentuk-
bentuk partisipasi politik
konvensional menurut
Mas’oed adalah pemberian
suara (voting), diskusi politik,
kegiatan kampanye,
Diskusi Politik : Komunitas etnis Arab
sangat intens dalam berdiskusi
mengani isu-isu dan fenomena politik
pada setiap perhelatan pesta demokrasi
lokal maupun nasional. Terlebih pada
PILGUB 2011, tempat yang bisa
ditemui adalah dijalan komplek 10
November, Raden Saleh, Panigoro dll
Kegiatan Kampanye :
Masyarakat etnis Arab sangat antusias
dalam kegiatan kempanye Pilgub.
Baik itu keterlibatan secara langsung
pada setiap kampanya pilkada maupun
pemberian bantuan berupa Aqua,
sound sistem, tenda dll
Kesadaran politik : tingkat kesadaran
politik etnis arab di kota Gorontalo
sangat tinggi, dimana hampir semua
responden yang ditemui semuanya
ikut terlibat menggunakan hak pilih.
Artinya sebagai warga negara
berkewajiban untuk terlibat dalam
menentukan hak politiknya
Ramlan Surbekti (1992 140-
145) model partisipasi politik
adalah kesadaran politik yang
tinggi serta kepercayan
kepada pemerintah. kesadaran
politik adalah kesadaran akan
hak dan kewajiban sebagai
warga negara, sedangkan
yang dimaksud dengan
kepercayaan kepada
pemerintah ialah penilaian
seseorang terhadap
pemerintah: apakah ia menilai
pemerintah yang akan datang
dapat dipercaya, dan
dipengaruhi atau tidak
Kepercayaan kepada pemerintah :
Rusli Habibi sudah terbukti dalam
membangun GORUT, di sisi lain Idris
Rahim dikenal sebagai elit birokrat
yang tidak cacat dimata masyarakat
etnis Arab. Atas pertimbangan
tersebut membuat masyarakat etnis
Arab terdorong untuk berpartisipasi
Berangkat dari hasil tabel di atas, maka dapat digaris bawahi bahwa yang mana
partisipasi politik etnis Arab di Kota Gorontalo pada saat pemilihan Gubernur Gorontalo
Periode 2011-2012 dapat dikatakan sangat baik atau volume partisipasinya sangat tinggi.
Diantara gambaran partisipasi politik etnis Arab dapat dilihat dari aspek voting, keikutsertaan
dalam kampanye politik serta terlibat dengan diskusi-diskui politik baik secara formal
maupun informal. Dilain sisi partisipasi politik etnis Arab didorong oleh kesadaran politik
pada saat PILGUB 2011
2
Faktor-faktor apa
yang mempengaruhi
partisipasi politik etnis
Arab di Kota
Gorontalo pada
pemilihan Gubernur
Gorontalo periode
2011-2016
KETOKOHAN
ketokohan Fadel Muhamad adalah
tokoh sentral bagi Etnis Arab di Kota
Gorontalo. Pilihan Politik etnis Arab
sangat dipengaruhi oleh figur tersebut
Richard, David (2006)
mengkategorikan fenomena
seperti ini sebagai model fast
dan frugal decision making,
artinya dalam memberikan
dukungan politik dalam
setiap perhelatan politik
mereka akan membatasi diri
dengan berbagai macam
informasi diluar parti atau
kandidat yang mereka sukai
IDENTIFIKASI PARTAI
Masayarakat Etnis Arab terfragmen
pada dua parti besar yakni Golkar dan
PPP, selain itu sebagaian kecilnya
PKS. Karena pertimbangan partai
politik maka mereka mendukung
kandidat yang diusung oleh partai
tersebut
Identifikasi partai menjadi
pertimbangan bagi etnis Arab dalam
memberikan dukungan politik. akan
tetapi ketokohan Fadel Muhammad
menjadi rujukan terpenting dalam
memberikan dukungan politik.
Mereka hanya mencari infromasi
dalam lingkub apa yang mereka
butuhkan
sebagi warga negara dan kepercayan terhadap pemerintahan sebelumnya, artinya kandidat
gubernur dan wakil gubernur mempunyai rekam jejak yang baik pada masa sebelumnya.
Selain itu adapun faktor yang mempengaruhi partisipasi politik Etnis Arab berupa dukungan
politik adalah faktor ketokohan dan identifikasi partai. Dimana identifikasi partai menjadi
bagian dalam pertimbangan dukungan politik, akan tetapi faktor yang paling menonjol adalah
pertimbangan atas ketokohan Fadel Muhammad yang membuat sebagian besar etnis Arab
mendukung pasangan Rusli Habibi-Idris Rahum (NKRI) yang di usung oleh parti Golkar dan
PPP.