15
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Teluk Kotania Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku (Gambar 6), yang secara geografis berada pada posisi 2 0 58’ LS– 3 0 06’ LS dan 128 0 00 BT–128 0 08’ BT. Lokasi pengamatan mencakup kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Teluk Kotania. Lokasi pengamatan kondisi terumbu karang di Teluk Kotania terdiri dari perairan Pulau Osi, Pulau Buntal, Pulau Burung, Pulau Tatumbu, dan perairan pesisir Kotania, Wael, Pelita Jaya dan Taman Jaya. Sedangkan untuk kondisi sosial dan ekonomi yang menjadi target pengamatan adalah 8 (delapan) perkampungan pesisir yang terdapat di sekitar Teluk Kotania. Pengambilan data primer dan sekunder pada bulan Juli 2010 sampai Pebruari 2011. Gambar 6. Lokasi penelitian di Teluk Kotania

BAB III Metodologi Penelitian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penelitian ini dilakukan di Teluk Kotania Kabupaten Seram Bagian BaratProvinsi Maluku (Gambar 6), yang secara geografis berada pada posisi 2058’ LS–3006’ LS dan 128000 BT–128008’ BT.

Citation preview

Page 1: BAB III Metodologi Penelitian

47

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Teluk Kotania Kabupaten Seram Bagian Barat

Provinsi Maluku (Gambar 6), yang secara geografis berada pada posisi 2058’ LS–

3006’ LS dan 128000 BT–128008’ BT. Lokasi pengamatan mencakup kawasan

pesisir dan pulau-pulau kecil Teluk Kotania. Lokasi pengamatan kondisi terumbu

karang di Teluk Kotania terdiri dari perairan Pulau Osi, Pulau Buntal, Pulau

Burung, Pulau Tatumbu, dan perairan pesisir Kotania, Wael, Pelita Jaya dan

Taman Jaya. Sedangkan untuk kondisi sosial dan ekonomi yang menjadi target

pengamatan adalah 8 (delapan) perkampungan pesisir yang terdapat di sekitar

Teluk Kotania. Pengambilan data primer dan sekunder pada bulan Juli 2010

sampai Pebruari 2011.

Gambar 6. Lokasi penelitian di Teluk Kotania

Page 2: BAB III Metodologi Penelitian

48

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei yang bersumber

dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan pengamatan

langsung di lapangan, quisioner dan wawancara secara purposive sampling

(secara sengaja) terhadap stakeholders di Teluk Kotania dalam pemanfaatan

terumbu karang. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari laporan-

laporan dan dokumen-dokumen serta hasil-hasil penelitian yang relefan dengan

topik penelitian. Jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini

ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis, teknik/cara analisis, dan sumber data penelitian

No Jenis Data Teknik/cara Sampling Sumber

1. Data Primer :

Suhu, salinitas, pH,kecerahan, substrat,kedalaman, kekeruhan

Thermometer Hg, pH meter,seichi disk, batuduga/echosonder, Currentmeter

Insitu

Kondisi terumbukarang(persentasi tutupan,jenis karang)

Line Intersept Transek (LIT) Insitu

Ikan karang Line Intersept Transek (LIT) Insitu

Keberadaan predator Line Intersept Transek (LIT) Insitu

Herbivori, makro algae Line Intersept Transek (LIT) Insitu

Aktifitas perikanan Indepth interview, quisionerdan FGD

Observasilapangan

Sosial-ekonomi(tingkatpendapatan, tingkatpendidikan, potensi konflik,kearifan lokal, fungsiterumbu karang, kepatuhan,mata pencaharian,kebijakan formal, danketergantungan).

Indepth interview, quisionerdan FGD

Observasilapangan

2. Data Sekunder :

Kondisi terumbu karang Siahanenia(1994), Sangaji(2003)

Kondisi kependudukan,sosial, ekonomi, dan budaya

BPS SBB, DKPSBB

Peta rupa bumi, petabatimetri, peta LPI, citraLandsat.

Arc-gis dan Er-mapper Bakorsurtanal,Dishidros,Biotrop.

Page 3: BAB III Metodologi Penelitian

49

3.3. Metode Pengambilan Contoh

3.3.1. Karakeristik Lingkungan Perairan Terumbu Karang

Pengamatan terhadap karakteristik lingkungan perairan dilakukan pada

masing-masing kawasan terumbu karang yang dijadikan lokasi pengamatan.

Penentuan lokasi pengambilan sampel lingkungan perairan dilakukan dengan

petimbangan bahwa masing-masing lokasi pengambilan sampel dapat mewakili

karakteristik lingkungan perairan ekosistem terumbu karang yang diamati. Lokasi

sampling meliputi 19 (sembilan belas) lokasi ekosistem terumbu karang yang juga

merupakan stasiun pengambilan sampel terumbu karang dan ikan karang.

Karakteristik lingkungan perairan yang diamati yaitu kondisi fisika-kimia perairan

Waktu pengukuran kondisi fisika-kimia perairan bersamaan dengan waktu

pengambilan data terumbu karang dan ikan karang yang diambil secara in situ.

3.3.2. Ekosistem Terumbu Karang dan Ikan Karang

Untuk mengetahui kondisi terumbu karang secara baik guna penentuan

lokasi pengamatan, maka digunakan citra satelit Landsat. Hasil analisis citra

satelit kemudian disesuaikan dengan kondisi di lapangan untuk mendapatkan

lokasi yang representatif bagi pengamatan kondisi terumbu karang. Pengamatan

terumbu karang menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT), roll meter

sepanjang 50 meter dibentangkan sejajar garis pantai untuk kedalaman yang

ditentukan, selanjutnya pipa paralon yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran

1x1 meter diletakan sepanjang LIT, dengan jarak 1 meter antar bujur sangkar,

kemudian dengan menggunakan underwater camera dilakukan pemotretan pada

setiap lokasi peletakan bujur sangkar (pipa paralon). Hanya koloni karang dan tipe

substrat serta biota yang berada dalam bujur sangkar dan menyinggung roll meter

yang akan dimasukan sebagai data dan kemudian dianalisis dengan software

CPCE (Coral Point Count with Excel extension). Sedangkan metode yang

digunakan untuk pengamatan ikan karang khususnya ikan indikator adalah metode

sensus visual ikan karang (coral reef fish visual census). Metode ini didukung

oleh metode Line Intercept Transect (LIT), setelah transek diletakan dibiarkan

selama 10 sampai 20 menit, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pendataan

ikan indikator. Ikan indikator yang menjadi fokus pengamatan adalah ikan-ikan

herbivor.

Page 4: BAB III Metodologi Penelitian

50

Posisi (lintang – bujur) lokasi sampling atau masing – masing stasiun

pengamatan ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System).

3.3.3. Aspek Sosial Yang Berhubungan Dengan Terumbu Karang

Pemilihan lokasi sampel untuk pengamatan faktor sosial-ekonomi

ditentukan dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki; masyarakat

yang memanfaatkan ekosistem terumbu karang, masyarakat yang kehidupannya

tergantung pada ekosistem terumbu karang, dan masyarakat yang setiap saat

memanfaatkan terumbu karang.

Pengambilan sampel dilakukan dalam dua tahap (two-stage sampling),

yaitu tahap pertama menentukan perkampungan pesisir yang didasarkan pada

lokasi yang secara nyata berhubungan dengan ekosistem terumbu karang di Teluk

Kotania, sedangkan pada tahap kedua penentuan kepala keluarga (KK) sebagai

responden dilakukan secara random sampling dengan membedakan rumah tangga

petani-nelayan, nelayan, usaha jasa, dan responden kelompok pakar (stakeholders)

dilakukan secara purposive. Wawancara dilakukan dengan menggunakan

kuisioner terstruktur kepada responden (KK), wawancara mendalam (indepth

interview) terhadap stakeholders. Data sekunder diambil dari Kantor Desa/Dusun

dan Pemda Kabupaten Seram Bagian Barat. Kelompok stakeholders yang menjadi

target penelitian terdiri atas; tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan

pemerintah desa/dusun.

Menurut Kroelinger (2001), ukuran minimal untuk sebuah penelitian sosial

jumlah 30 sampel telah dapat mewakili populasi untuk menarik kesimpulan.

Tujuan dilakukanya sampling dalam suatu penelitian, dimaksudkan untuk

mereduksi biaya dalam usaha mengumpulkan informasi dari populasi (Magnani,

1997). Karena itu dengan metode penarikan sampling apapun, tidak ada yang

lebih baik daripada jika seorang peneliti harus mengumpulkan semua informasi

yang ada pada populasi.

Page 5: BAB III Metodologi Penelitian

51

3.4. Metode Analisa Data

3.4.1. Analisis Kondisi Ekosistem Terumbu Karang

Presentase tutupan karang yang ditemukan, menggunakan kategori KLH

(2001), sebagai berikut :

0.0% - 29.9%: buruk

25.0% - 49.9%: sedang

50.0% - 74.9%: baik

75.0% - 100% : sangat baik

Selain itu, analisis sebaran spasial dan persentase tutupan ekosistem terumbu

karang dilakukan dengan software CPCE (Coral Point Count with Excel

extension) versi 3.6. yang dikembangkan oleh National Coral Reef Institute

(NCRI).

3.4.2. Analisis Resiliensi

Analisis resiliensi sistem eko-sosio pengelolaan terumbu karang dilakukan

dengan pendekatan sistem (system aproach). Untuk itu, teknik analisis data ini

merupakan input utama dalam rancang bangun (desain) MORESIO-CRM (Model

Resiliensi Ekologi Sosial-Coral Reef Management). Input teknik analisis ini

terdiri dari :

3.4.2.1. Analisis Resiliensi Ekologi-Sosial (Eko-Sosio)

Untuk mendapatkan nilai dari resiliensi ekologi-sosial untuk masing-

masing nilai resiliensi ekologi-sosial maka dilakukan identifikasi struktur dan

faktor RES (Resiliensi Ekologi-Sosial) kemudian diberi bobot dan skoring sesuai

dengan kepentingan dan pengaruhnya terhadap resiliensi terumbu karang.

Parameter-parameter yang dijadikan Indikator untuk menilai resiliensi eco-sosio

sistem mengacu pada Clanahan et al (2002), Charles (2001), Carpenter et al

(2004), Nystrom and Folke (2001), IUCN (2009) serta hasil konsultasi pribadi

peneliti yang dimodifikasi dalam bentuk tabel kriteria seperti pada Tabel 4.

Page 6: BAB III Metodologi Penelitian

52

Tabel 4. Indikator dan kriteria resiliensi eco-sosio system terumbu karangNo. Indikator Resiliensi

EkologiNilai Resiliensi Ekologi Kriteria ResiliensiSkor Baik Buruk

1. Presentasi tutupankarang

1;2;3;4

4 1 >30%(1); 31-50%(2); 51-75%(3); <75%(4) modifikasi dari (KLH, 2001)

2. Keanekaragaman jeniskarang

1;2;3 3 1 > 40 jenis(1); 40-59 jenis (2); < 60 jenis(3)

3. Suhu 1;2;3;4

4 1 23-250C (4); 26-350C (3); 19-220C (2);<190C dan >350C (1) (Nybakken, 1988)

4. KeberadaanAchantaster plancii

1;2 2 1 Tdk ada (2); ada (1)

5. Kelimpahan ikankarang

1;2;3 3 1 > 76 jenis (1); 77-152 jenis (2); < 153 jenis(3)

6. Kelimpahan ikanherbivora

1;2;3 3 1 >15 jenis(1); 26-50 jenis(2); <50 jenis (3) (

7. Keberadaan bulu babi 1;2 2 1 Tdk ada (1); ada (2)8. Kekeruhan 1;2;3 3 1 0 – 0.25 NTU(3); 0.26 – 0.50 NTU(2);

<0.50 NTU (1)

9. Jenis eksploitasiekosistem terumbukarang

1;2;3;4

4 1 Memancing+tangkap tradisional(4);memancing+tangkap tradisional+bahanbangunan(3); memancing, tangkaptradisional+peledak/potassium(2);seluruh jenis kegiatan (1)

No. Indikator ResiliensiSosial-ekonomi

Nilai Resiliensi Sosial Kriteria Resiliensi

Skor Baik Buruk1. Tingkat pendidikan 1;2;3; 3 1 <74% SD: rendah(1); 50-74% SD+SMP:

sedang(2); >50% SD+SMP: tinggi(3)2. Potensi konflik 1;2;3 3 1 Tdk ada (3); rendah (2); tinggi (1)3. Kearifan lokal 1;2 2 1 Tdk ada (1); ada (2)4. Tingkat kepatuhan

masyarakat1;2;3 3 1 Tdk patuh (1); patuh (2); sangat patuh

(3)5. Pemahaman fungsi

terumbu karang1;2;3 3 1 minim (1); cukup (2); baik (3)

6. Kelembagaan nelayan 1;2 2 1 Tdk ada (1); ada (2)7. Jenis Mata Pencaharian 1;2;3 3 1 1 (1); 1-2 (2); <2 (3)8. Alokasi waktu

pemanfaatan ekosistemterumbu karang

1;2;3 3 1 paruh waktu (3); musiman (2); setiap hari(1)

9. Ketergantungan dariekosistem terumbukarang

1;2;3 3 1 rendah (3); sedang (2); tinggi (1)

Sumber : Modifikasi dari Clanahan et al (2002), Charles (2001), Carpenter et al (2004)Nystrom dan Folke (2001), IUCN (2009), konsultasi pribadi peneliti (2009-2011)

Dan untuk analisis resiliensi sistem ekologi-sosial terumbu karang

dilakukan dengan beberapa proses analisis yaitu :

a. Standarisasi dan analisis indeks resiliensi terumbu karang

Oleh karena variabel-variabel penyusun yang terukur mempunyai unit atau

satuan yang berbeda-beda sehingga perlu dilakukan standarisasi unit atau satuan

Page 7: BAB III Metodologi Penelitian

53

(Briguglio, 1995; Adrianto and Matsuda 2002; 2004). Rumusan standarisasi

sederhana menggunakan formula :

=−

−, 0 ≤ ≤ 1 … … … … … … … … … … (1)

Dimana :SVRij = standarisasi variabel resiliensi ke-j pada stasiun ke-iXij = nilai dari variabel resiliensi ke-j untuk stasiun ke-iMinXj = nilai minimum dari variabel ke-j untuk semua stasiun dalam

pengamatanMaxXj = nilai maksimum dari variabel ke-j untuk semua stasiun dalam

pengamatan

Sedangkan untuk menghitung resiliensi ekologi-sosial (eko-sosio) dari setiap

indikator kriteria penilaian digunakan indeks resiliensi (Ostrom, 1990 dalam

Carpenter S.R. and Brock, 2004; Carpenter, 2002) yang dimodifikasi menjadi

formula Indeks Resiliensi. Formula indeks resiliensi Ostrom (1990) :

=( ∗ − )

∗0.0 ≤ ≤ 1 … … … … … … … … … … … . . …. (2)

Dimana :IR = indeks resiliensi terumbu karangA* = Nilai maksimum resiliensiAcrit = Nilai indikator kriteria resiliensi

Persamaan (2) kemudian dimodifikasi menjadi formula :

= 1 −∗

, 0.1 ≤ ≤ 1 … … … … … … … … … … … … … . . …. (3)

Dimana :IR = indeks resiliensi terumbu karangA* = Nilai parameter resiliensi tertinggiApr = Nilai parameter resiliensi1 = koefesien resiliensi

b. Komposit indeks resiliensi eko-sosio terumbu karang

Selanjutnya, untuk membuat suatu komposit indeks resiliensi (composit

resilient index, CRI) untuk ekosistem terumbu karang maka dapat dilakukan

dengan menguji nilai-nilai perbedaan beban atau bobot berdasarkan tingkat

pentingnya variabel-variabel indikator resiliensi tersebut. Untuk itu, penyusunan

komposit indeks resiliensi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 8: BAB III Metodologi Penelitian

54

Composit indeks resiliensi ekologi terumbu karang

CRI(Eko) = . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (4)

Dimana :

CRI(Eko) = Komposit indeks resiliensi ekologi= Indeks resiliensi parameter ekologi ke-i (i = 1,2,3,.....,9)

1 = tutupan karang2 = keanekaragaman jenis terumbu karang3 = suhu4 = Achancaster plancii5 = kelimpahan ikan karang6 = kelimpahan ikan herbivora7 = bulu babi8 = kekeruhan9 = jenis ekspoitasi

= Bobot parameter ekologi ke-i

Composit indeks resiliensi sosial terumbu karang

CRI(Socio) = . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (5)

Dimana :CRI(Socio) = komposit indeks resiliensi sosialIRn = Indeks resiliensi parameter sosial ke-n (n = 1,2,3,.....,9)

1 = tingkat pendidikan2 = potensi konflik3 = kearifan lokal4 = tingkat kepatuhan masyarakat5 = pemahaman fungsi terumbu karang6 = kelembagaan nelayan7 = jenis mata pencaharian8 = alokasi waktu9 = tingkat ketergantungan

= Bobot parameter sosial ke-i

Composit indeks resiliensi eko-sosio terumbu karang

CRI (Eko-socio) : CRI(eko)*W(eko) + CRI(socio)*W(socio) ..................................... (6)

Dimana :CRI(Eko-socio) = komposit indeks resiliensi ekologi-sosialCRI(Eko) = komposit indeks resiliensi ekologiCRI(Socio) = komposit indeks resiliensi sosialW(eko) = bobot ekologiW(socio) = bobot sosial

Page 9: BAB III Metodologi Penelitian

55

c. Proyeksi indeks resiliensi eko-sosio terumbu karang

Formula matematika indeks resiliensi yang digunakan untuk mengukur

tingkat resiliensi eko-sosio terumbu karang secara spasial-dinamik adalah :

( ) = (0) + − 1 ……………………………………………………… (7)

Keterangan:

( ) = indeks resiliensi eko-sosio stasiun ke-i pada tahun ke-t(0) = tingkat resiliensi eko-sosio awal stasiun ke-i

ki = koefisien resilensi eko-sosio stasiun ke-ii = indeks untuk stasiun pengamatan (i = 1, 2,3,…..,19)t = waktu (untuk = 0,1,2, … ., 25)

3.4.2.2. Analisis Spasial Resiliensi Eko-sosio Terumbu Karang

Dalam analisis ini digunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan

fungsi overlay untuk melihat distribusi tingkatan resiliensi. Analisis ini untuk

mengestimasi kelas resiliensi ekologi-sosial berdasarkan total nilai yang dimiliki

masing-masing. Tingkatan kelas resiliensi ekologi-sosial dibagi kedalam lima (5)

tingkatan yaitu, pertama : very low resilient, merupakan tingkatan resiliensi sangat

kritis (sangat rendah) dan sudah mengarah pada tingkat resistent; kedua : low

resilient, tingkatan resiliensi yang menunjukan kondisi sistem ekologi-sosial yang

rendah; ketiga: midle resilient, tingkatan resiliensi yang menunjukan kondisi

sistem dengan tingkatan sedang; keempat: highly resilient, tingkatan resiliensi

yang menunjukan kondisi sistem dalam keadaan baik (stabil); kelima: extreme

resilient, tingkatan resiliensi yang menunjukan kondisi sistem dalam keadaan

sangat baik.

Penentuan selang resiliensi berdasarkan besarnya nilai resiliensi yang

dikemukakan oleh Ostrom (1990) dalam Carpenter and Brock (2004), Carpenter

(2002) yaitu berkisar dari 0 sampai 1 (0 ≤ IR ≤ 1) yang dalam penelitian ini

dimodifikasi menjadi 0.1 sampai 1.0 (0.1 ≤ IR ≤ 1.0), dengan demikian maka hasil

standarisasi variabel resiliensi (SVR) atau komposit indeks resiliensi (CRI) dapat

ditunjukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan kisaran nilai 0.1 sampai 1.0

(0.1 ≤ CRI ≤ 1.0), hal ini untuk menggambarkan tingkatan resiliensi, yang

mengindikasikan bahwa nilai yang dekat ke 0.1 (batas bawah) memiliki tingkatan

resiliensi yang rendah, nilai pertengahan dengan tingkat resiliensi sedang, dan

Page 10: BAB III Metodologi Penelitian

56

nilai yang lebih dekat ke 1.0 (batas atas) memiliki tingkatan resiliensi yang tinggi.

Penentuan tingkatan resiliensi sistem ekologi-sosial yang digunakan ditampilkan

pada Tabel 5.

Tabel 5. Kelas dan tingkat resiliensi eco-sosio sistem terumbu karang

Selang CRI Tingkatan/Kelas resiliensi Indikator warna

0.01 ≤ CRI ≤ 0.2 Very low resilient/sangat rendah Merah

0.21 ≤ CRI ≤ 0.4 Low resilient/rendah Kuning

0.41 ≤ CRI ≤ 0.6 Midle resilient/sedang Hijau

0.61 ≤ CRI ≤ 0.8 Highly resilient/tinggi Biru

0.81 ≤ CRI ≤ 1.0 Extrime resilient/sangat tinggi Ungu

Analisis ini juga mempresentasikan kelas resiliensi eko-sosio untuk masing-

masing opsi atau pilihan pengelolaan dari hasil analisis prospektif pengelolaan

yang telah dilakukan. Software yang digunakan adalah Arc-GIS 9.3.

3.4.2.3. Analisis Adaptasi Partisipatif-Prospektif Pengelolaan Ekosistem

Terumbu Karang

Analisis adaptasi partisipatif-prospektif dilakukan untuk mengeksplorasi

berbagai strategi opsi pengelolaan kawasan terumbu karang yang dapat menjamin

stabilitas dan strategi adaptasi pengelolaan ekosistem terumbu karang di Teluk

Kotania secara berkelanjutan. Hasil analisis ini juga dapat menentukan peringkat

dari beberapa opsi pengelolaan yang menunjukan tingkatan prioritas strategi

adaptasi. Formula yang digunakan dalam analisis ini adalah teknik Metode

Perbandingan Eksponensial/MPE ( Marimin 2008) dengan persamaan :

Total Nilai(TN ) = (RK )( ) … … … … … … … … … … … … … … (8)

Dimana:TNi = total nilai alternatif ke-iRKij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i

TKK j = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKK j >0; bulatn = jumlah pilihan keputusan, m = jumlah kriteria keputusan

Page 11: BAB III Metodologi Penelitian

57

3.4.3. Rancang Bangun Model

Rancang bangun model pengelolaan ekosistem terumbu karang dengan

pendekatan resiliensi ekologi sosial selanjutnya dalam penelitian ini disebut

sebagai MORESIO-CRM (Model resiliensi eko-sosio-coral reef management),

dirancang menggunakan pendekatan sistem spasial-dinamik (dynamic-spacial

system approach). Model spasial-dinamik dirancang menggunakan bantuan

software Arc-Gis 9.3 dan matlab 7. Analisis ini mengacu pada framework

resilliensi Socio-Ecological System (SES) (Walker et al 2002). Dan untuk

penerapannya pada MORESIO-CRM dalam penelitian ini, maka framework

tersebut dimodifikasi menjadi :

Gambar 8. Framework Desain MORESIO-CRM di Teluk Kotania

Page 12: BAB III Metodologi Penelitian

58

3.5. Penentuan Bobot Parameter Resiliensi Ekologi-Sosial

Penentuan bobot parameter resiliensi dilakukan dengan pendekatan

matriks perbandingan berpasangan yang sudah dikembangkan oleh Saaty (1980).

Pendekatan ini sejalan dengan pendapat Villa dan McLeod (2002) bahwa salah

satu pendekatan yang dapat digunakan dalam pemberian bobot adalah matriks

perbandingan berpasangan. Matriks perbandingan berpasangan menggambarkan

pengaruh relatif setiap parameter/indikator terhadap masing-masing tujuan atau

kriteria yang setingkat diatasnya. Prosedur pembobotan parameter atau indikator

resiliensi terumbu karang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Memberikan nilai signifikansi setiap parameter resiliensi eko-sosio terumbu

karang

2. Menyusun matriks perbandingan dari masing-masing parameter resiliensi

eko-sosio terumbu karang, sebagai barikut:

C1 C2 .... Cn

A=(aij)= C1 1 a12 .... a1n

C2 1/a12 1 .... a2n

... .... .... .... ....Cn 1/a1n 1/a2n .... 1

Dalam hal ini,C1, C2, ... Cn adalah parameter resiliensi eko-sosio terumbu

karang. Nilai signifikansi perbandingan berpasangan membentuk matriks n x

n. Nilai aij merupakan nilai matriksi perbandingan parameter yang

mencerminkan nilai kepentingan C1 terhadap Cj. Pengisian elemen-elemen

matriks diatas sebagai berikut :

1. elemen a[i,j]= 1 dimana i=1,2,..., n (untuk penelitian n=4)

2. elemen matriks segitiga atas sebagai input

3. elemen matriks segitiga bawah mempunyai formula

[i, j] =[ , ]

, untuk i # j ................................................................ (9)

Matriks gabungan merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal

dari rata-rata geometrik elemen matriks yang nilai rasio inkonsistensinya

memenuhi syarat. Pengolahan horisontal yaitu : a) perkalian baris, b)

perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vector), c) perhitungan

akar ciri (eigen value) maksimum, dan d) perhitungan rasio inkonsistensi.

Page 13: BAB III Metodologi Penelitian

59

Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi

penilaian signifikansi parameter resiliensi eko-sosio terumbu karang.

3. Menghitung eigen value setiap baris dengan menggunakan formula sebagaibarikut :

∂ = . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (10)

C1, C2, ... Cn dan bobot pengaruhnya adalah w1, w2, ...., wn. Misalkan =

wi/wj menunjukan kekuatan C1 jika dibandingkan dengan Cj. Matriks dari

angka-angka ini dinamakan matriks pairwise comparison, yang diberi

simbol A, yang merupakan matriks reciprocal, sehingga aij = 1/aij. Jika

zi,......, zn adalah angka-angka yang memenuhi persamaan Aw = λw dimana

λ merupakan eigen value dari matriks A, dan jika aij = 1 untuk semua i,

maka :

= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (11)

4. Menguji konsistensi setiap matriks berpasangan antar alternatif dengan

rumus masing-masing elemen matriks berpasangan pada langkah 3 dikalikan

dengan nilai prioritas kriteria. Hasil masing-masing baris dijumlahkan,

kemudian hasilnya dibagi dengan masing-masing nilai prioritas kriteria

sebanyak nλ. Menghitung Lamda max (λmax) dengan formula :

λmax = ( ) / … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (12)

Consistency Index (CI) dihitung dengan formula matematik :

CI =( )

......................................................................................... (13)

Consistency Ratio (CR) dihitung dengan formula matematik :

CR = ................................................................................................... (14)

RC adalah nilai yang berasal dari tabel acak sebagai berikut :

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

RC 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51

Sumber : Saaty (1980)

Page 14: BAB III Metodologi Penelitian

60

Jika CR <0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria

yang diberikan konsisten. Jika CR>0.1 maka nilai perbandingan

berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Jika tidak

konsisten maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan oleh setiap

parameter harus diulang. Hasil akhirnya berupa prioritas global sebagai nilai

yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan skor yang tertinggi.

3.6. Penentuan Cluster Pengelolaan Resiliensi Ekologi-Sosial (Eko-Sosio)

Penentuan poligon cluster pengelolaan resiliensi eko-sosio di dekati dengan

pendekatan cluster analisis (analisis gerombol). Analisis gerombol merupakan

suatu metode peubah ganda untuk mengelompokkan n objek ke dalam m

gerombol (m≤n) berdasarkan karakter-karakternya (Johnson & Wichern 2002).

Pendekatan ini juga sejalan dengan pendapat Hair et al. (1998) dalam Angriyani

(2011) bahwa analisis gerombol merupakan salah satu metode analisis peubah

ganda yang bertujuan untuk mengelompokkan objek kedalam kelompok –

kelompok tertentu yang relatif homogen berdasarkan kemiripan atau

ketidakmiripan karakteristik–karakteristik yang dimiliki. Ukuran kemiripan yang

digunakan adalah fungsi jarak antara dua objek. Bila antar peubah yang

digunakan saling bebas digunakan jarak Euclidean dengan formula:

= [ ∑ = ( − )2]1/2 sedangkan bila terdapat korelasi antar peubah

digunakan jarak mahalanobis = [( − ) ∑ ( − )]1/2 dengan ∑

adalah matriks ragam peragam.

Secara umum terdapat dua metode penggerombolan yang menggunakan

ukuran jarak, yaitu metode penggerombolan berhirarki dan metode

penggerombolan tak berhirarki (Johnson, 1998).

a. Metode berhirarki

Metode penggerombolan berhirarki dimulai dengan mengelompokkan dua

atau lebih objek yang memiliki kesamaan terdekat menjadi suatu gerombol baru

sehingga jumlah gerombol berkurang satu pada setiap tahap, atau dengan

menganggap seluruh objek berasal dari satu gerombol kemudian ketidakmiripan

yang paling tinggi dipisah hingga tiap observasi menjadi gerombol sendiri–

Page 15: BAB III Metodologi Penelitian

61

sendiri. Metode ini digunakan bila jumlah gerombol yang akan dibentuk belum

diketahui sebelumnya.

b. Metode tak berhirarki

Metode penggerombolan tak berhirarki digunakan bila banyaknya gerombol

yang akan dibentuk sudah diketahui sebelumnya. K-rataan merupakan metode tak

berhirarki yang paling banyak digunakan. Penentuan objek kedalam gerombol

tertentu pada metode ini berdasarkan rataan terdekat, yang terdiri dari tiga tahap.

Tahap pertama mengambil k unit data pertama yang digunakan sebagai k pusat

gerombol awal. Tahap kedua, menggabungkan setiap (n-k) data yang merupakan

sisa objek ke pusat gerombol terdekat, kemudian dihitung masing-masing pusat

(rataan) gerombol baru yang terbentuk dari hasil gabungan. Pada tahap ketiga,

pusat gerombol yang terbentuk dijadikan sebuah titik pusat (rataan) gerombol

kemudian dilakukan penggabungan kembali dari setiap unit data ke dalam titik

pusat terdekat. Ketiga tahap ini dilakukan hingga diperoleh gerombol yang

konvergen yaitu adanya titik pusat yang tetap dan tidak ada lagi perubahan

anggota di setiap gerombol.