26
BAB III SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN BERFUNGSI SEBAGAI SURAT TANDA BUKTI ADANYA HAK TANGGUNGAN Dengan diberlakukannya ketentuan Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda- benda yang berkaitan dengan tanah tangal 9 April 1996 maka dinyatakan bahwa ketentuan mengenai Creditverbands (Stb. 1908- 542 jo Stb. 1909 -586 dan Stb. 1909-584 sebagai diubah dengan Stb. 1937-190 jo Stb. 191) dan ketentuan mengenai Hipotik sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata sepanjang mengenai Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi . Sekalipun demikian pada hakekatnya ciri-ciri dan sifat Hak Tanggungan sama dengan undang –undang terdahulu dan dari isi pasal yang ada beserta penjelasannya antara lain adalah sebagai berikut : 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya 51

Bab III Lelang Eksekusi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hukum

Citation preview

Page 1: Bab III Lelang Eksekusi

BAB III

SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN BERFUNGSI SEBAGAI SURAT TANDA

BUKTI ADANYA HAK TANGGUNGAN

Dengan diberlakukannya ketentuan Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tangal 9 April

1996 maka dinyatakan bahwa ketentuan mengenai Creditverbands (Stb. 1908-542 jo Stb.

1909 -586 dan Stb. 1909-584 sebagai diubah dengan Stb. 1937-190 jo Stb. 191) dan

ketentuan mengenai Hipotik sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-undang

Hukum Perdata sepanjang mengenai Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-

benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi .

Sekalipun demikian pada hakekatnya ciri-ciri dan sifat Hak Tanggungan sama

dengan undang –undang terdahulu dan dari isi pasal yang ada beserta penjelasannya antara

lain adalah sebagai berikut :

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya (droit de

preference) yaitu kepada kreditor terhadap kreditor-kreditor lain (pasal 1 angka 1).

2. Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek hak tanggungan itu berada

(droit de suit) atau dengan kata lain seorang pemegang hak kebendaan dilindungi

ketangan siapapun kebendaan yang dimilikinya beralih pemegang hak kebendaan

berhak untuk menuntut kembali dengan atau tanpa disertai dengan ganti rugi (pasal

7).

3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas .

51

Page 2: Bab III Lelang Eksekusi

Pemenuhan asas spesialitas ini merupakan muatan wajib pada Akta Pemberian Hak

Tanggungan sebagaimana tercantum dalam pasal 11 antara lain :

Identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan.

Domisili pemegang dan pemberi hak tanggungan.

Jumlah utang-utang yang dijamin.

Nilai tanggungan.

Benda-benda yang menjadi obyek hak tanggungan.

Sedangkan pemenuhan asas spesialitas dengan cara wajib didaftarkan Hak

Tanggungan pada Kantor Pertanahan setempat.

Dengan adanya pendaftaran pada Kantor Pertanahan setempat Hak Tanggungan

diumumkan dan dibukukan dalam Buku tanah di Kantor Pertanahan dengan

demikian Hak Tanggungan Lahir pada saat dibukukan dan sebagai kepastian tanggal

buku tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan adalah tanggal hari ketujuh setelah

penerimaan surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran tersebut secara lengkap oleh

Kantor Pertanahan dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur maka buku tanah

yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya dengan demikian

terpenuhi sudah adanya Asas Publisitas .

4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya yaitu dengan cara :

Menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan

umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut

(pasal 6).

52

Page 3: Bab III Lelang Eksekusi

Penjualan obyek hak tanggungan secara bawah tangan jika dengan cara

tersebut akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak

(pasal 20 ayat 2).

Memberikan kemungkinan penggunaan acara Parate Eksekusi seperti yang

diatur dalam pasal 224 HIR dan pasal 258 Rbg (Pasal 26 jo Pasal 14 Undang-

undang Hak Tanggungan).

5. Obyek Hak Tanggungan tidak masuk dalam boedel Kepailitan pemberi hak

tanggungan sebelum kreditor pemegang hak tanggungan mengambil pelunasan dari

hasil penjualan obyek hak tanggungan (pasal 2 )

Sebagai tanda bukti adanya Hak tanggungan adalah terbitnya Sertipikat Hak

Tanggungan yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan sebagaimana ditentukan pasal 14

Undang –undang Hak Tanggungan antara lain :

(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan , Kantor pertanahan menerbitkan

sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku .

(2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah

dengan kata-kata “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA “

(3) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud ayat (2) mempunyai kekuatan

eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse act Hypotheek sepanjang menganai

hak atas tanah.

53

Page 4: Bab III Lelang Eksekusi

(4) Kecuali apabila diperjanjikan lain , sertipikat Hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan

pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pasal pasal 13 ayat (3)

dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

(5) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang hak tanggungan

Untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hakim yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap sertipikat Hak Tanggungan diberi irah-irah dengan

membubuhkan pada sampulnya kalimat “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang

Maha Esa “ , dengan demikian Sertipikat Hak Tanggungan dengan pencantuman irah-irah

tersebut pada Hak Tanggungan maka untuk itu dapat dipergunakan Parate Eksekusi

sebagaimana diatur dalam pasal 224 HIR dan pasal 258 Rbg.

1. Suatu Perjanjian dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang mempunyai

titel Parate Eksekusi sehingga dapat dilaksanakan sebagai putusan

Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap .

Sebagaimana diketahui bersama terbitnya suatu perikatan dapat terjadi karena

adanya Undang-undang dan terjadi karena diperjanjikan , dalam Undang-undang Perbankan

ditentukan pemberian suatu kredit harus dijamin pengembalian kreditnya dalam bentuk

jaminan yang khusus menyimpangi jaminan umum sebagaimana ditentukan dalam pasal

1131 dan pasal 1132 Kitab Undang–undang Hukum perdata .

Selain jaminan yang ditunjuk oleh undang-undang maka berdasarkan konsensus para

pihak dapat menentukan untuk menjamin terbayarnya atau pelunasan utang maka

dimungkinkan mereka membuat perjanjian penjaminan yang merupakan perjanjian Assesoir

54

Page 5: Bab III Lelang Eksekusi

yaitu suatu perjanjian yang mengikuti dan melekat pada perjanjian pokok yaitu utang piutang

dan perjanjian assesoir ini dapat berupa Pemberian Hak Tanggungan .

Sebagaimana uraian Bab II diatas pemberian Hak Tanggungan itu didahului dengan

janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang

dituangkan didalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian utang piutang

atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Pemberian Hak tanggungan itu haruslah dilakukan oleh dan dihadapan Pejabat

Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan apabila obyek

Hak Tanggungan berupa hak atas tanah maka harus memenuhi persyaratan dan harus pula

didaftarkan pada Kantor Pertanahan sehingga terbit Sertipikat Hak Tanggungan..

Dalam Peraturan Menteri Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun

1966 disebutkan bahwa Sertipikat Hak Tanggungan terdiri atas :

Salinan buku tanah Hak Tanggungan .

Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

Keduanya dikeluarkan ataupun dibuat oleh Kepala Kantor Pertanahan, yang dijilid menjadi

satu dalam sampul dokumen yang bentuknya ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri

Agraria tersebut.

Sedangkan tata cara Pembebanan Hak Tanggungan terdiri atas 2 (dua) tahapan , yaitu :

a. Tahap pemberian hak tanggungan yang dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) yang didahului dengan perjanjian utang Pihutang yang

dijamin.

55

Page 6: Bab III Lelang Eksekusi

b. Tahap pendaftaran yang dilakukan Dikantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya

setempat.

Dalam ketentuan pasal 14 Undang-undang Hak Tanggungan dikemukakan

sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan Kantor Pertanahan menerbitkan

Sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,

Sertipikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata "Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dan Sertipikat ini mempunyai kekuatan

eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum yang tetap dan berlaku sebagai pengganti Grosse akta hypotheek sepanjang

mengenai hak atas tanah.

Dengan demikian untuk melakukan eksekusi terhadap Hak Tanggungan cukup

dibuktikan dengan adanya Sertipikat Hak Tanggungan yang mempunyai kekuatan

eksekutorial sebagaimana halnya sama dengan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak lagi melalui proses gugatan (litigasi)

apabila Debitor wanprestasi (ingkar janji).

Dalam ketentuan peralihan sebagai diatur pada pasal 26 ditentukan bahwa selama

belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dengan memperhatikan

ketentuan dalam pasal 14, peraturan mengenai eksekusi Hypotheek yang ada mulai

berlakunya Undang-undang ini berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan. Dalam

penjelasan pasal 26 diuraikan : yang dimaksud dengan peraturan mengenai eksekusi

Hypotheek yang ada dalam pasal ini adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal

56

Page 7: Bab III Lelang Eksekusi

224 Reglemen Indonesia yang diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement,

Staatsblad 1941 - 44) dan pasal 258 Reglemen Acara Hukum untuk Daerah Luar

Jawa dan Madura (Reglement tot regeling van het Rechwezen in de gewesten Java en

Madura, Staatsblad 1927 - 227). Ketentuan pasal dalam 14 yang harus diperhatikan

adalah bahwa grosse acte hypotheek yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya

hypotheek dalam Hak Tanggungan adalah Sertipikat Hak Tanggungan.

Adapun yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang belum ada,

adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus eksekusi hak

tanggungan sebagai pengganti ketentuan khusus mengenai eksekusi hypotheek atas

tanah yang disebut diatas. Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum angka 9

ketentuan peralihan dalam pasal ini memberikan ketegasan bahwa selama masa

peralihan tersebut ketentuan hukum acara diatas berlaku terhadap eksekusi hak

tanggungan dengan penyerahan sertipikat hak tanggungan sebagai dasar

pelaksanaannya.

Dengan kata lain Undang-undang Hak Tanggungan memberi penegasan merupakan

salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya

jika debitor wanprestasi atau cidra janji , walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi

telah diatur dalam hukum acara perdata yang berlaku dipandang perlu untuk untuk

memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak tanggungan yaitu mengatur

lembaran parate eksekusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 Reglemen Indonesia yang

diperbarui (Het herzeine Indonesisch Reglement) dan pasal 258 Reglemen hukum acara

57

Page 8: Bab III Lelang Eksekusi

untuk daerah luar Jawa dan Madura (reglement tot regelling van het rechtswezen in de

gewesten buiten Java en Madura).

Sehubungan dengan hal tersebut ditegaskan pula dalam undang-undang pada

Sertipikat Hak Tanggungan yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya Hak Tangungan

dibubuhkan irah-irah dengan kata “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

“ untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap (vide pasal 14 ayat (2) dan (3). UU Hak Tanggungan).

Selain dari pada itu juga undang-undang menegaskan Sertipikat Hak Tanggungan

dinyatakan sebagai pengganti Grosse acte Hypotheek yang untuk eksekusi Hipotik atau tanah

ditetapkan sebagai syarat dalam melaksanakan ketentuan kedua reglemen diatas, lebih lanjut

dalam penjelasan umum undang-undang Hak Tanggungan menggariskan agar ada kesatuan

pengertian dan kepastian mengenai penggunaan ketentuan-ketentuan tersebut sebelum ada

undang-undang yang mengaturnya peraturan mengenai eksekusi hipotik yang diatur dalam

kedua reglemen diatas berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.

Berdasarkan penelitian pustaka dan wawancara dengan Ketua Pengadilan Negeri

Tulungagung bapak Eko Sugianto, S.H. pada tanggal 7 Juli 2009 beliau menjelaskan :

Apabila seseorang mengajukan pelaksanaan eksekusi berdasarkan Sertipikat Hak

Tanggungan yang mempunyai titel eksekutotial sebagaimana ditentukan dalam pasal 14

Undang-undang nomor 4 tahun 1996 maka apabila permohonannya dikabulkan maka

pelaksanaannya sebagaimana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap

yaitu mengacu pada pasal 195 HIR yang proses intinya terurai sebagai berikut :

58

Page 9: Bab III Lelang Eksekusi

1. Ketua Pengadilan Negeri menerbitkan Penetapan peneguran dan berdasarkan

peneguran tersebut pihak debitur selaku pemberi hak tanggungan akan dipanggil

dan diberi teguran berupa perintah agar membayar kewajiban sebagaimana

tercantum dalam akta pembebanan Hak Tanggungan yang telah direkatkan menjadi

satu dengan sertipikat hak tanggungan dalam jangka waktu 8 hari. Apabila lewat 8

hari setelah ditegur Termohon eksekusi/Debitur Pemberi Hak Tanggungan tidak

juga memenuhi kewajibannya ;

2. Atas permintaan pemohon eksekusi Ketua Pengadilan negeri akan menerbitkan

sita eksekusi terhadap obyek hak tanggungan ;

3. Dalam hal telah dilakukan sita eksekusi Termohon masih juga belum memenuhi

kewajiban sebagaimana ditentukan dalam akta pembebanan hak tanggungan , maka

atas permintaan dari pemohon eksekusi Ketua Pengadilan negeri akan menerbitkan

Surat Penetapan Lelang .

4. Setelah Ketua Pengadilan negeri menerbitkan surat Penetapan Lelang kemudian

meminta kepada Kepala Kantor Lelang negera untuk ditetapkan hari dan tanggal

lelang , kemudian Kantor lelang minta SKPT (Surat Keterangan Pendataan Tanah)

dari Kantor Pertanahan setempat mengenai tanah yang akan dilelang .

5. Setelah pengadilan negeri mendapat Penetapan hari lelang dari Kantor Lelang maka

pengadilan negeri mengumumkan pengumuman lelang disurat kabar setempat 2

minggu sebelumnya selama 2 kali berturut-turut, selain itu Kantor lelang wajib

memberi tahu siterlelang /Penghuni obyek Hak Tanggungan dengan surat;

59

Page 10: Bab III Lelang Eksekusi

6. Pada hari dan tanggal sebagaimana ditentukan dilakukan pelelangan dan umumnya

pelelangan dilakukan dikantor pengadilan negeri yang bersangkutan dengan

perantaraan kantor lelang negara .

7. Hasil penjualan lelang setelah dikurangi biaya lelang , uang miskin dan biaya-biaya

lain oleh Kantor lelang negara , uang hasil penjualan lelang oleh pengadilan negeri

diserahkan kepada Pemohon lelang/Eksekusi maksimum sejumlah yang tertcantum

pada akta pembebanan hak tanggungan dan apabila masih ada sisanya diserahkan

kepada Termohon Eksekusi/Pemberi hak tanggungan.

Dari uraian tersebut diatas secara singkat dapatlah dikemukakan suatu

Perjanjian dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang mempunyai titel Parate

Eksekusi sehingga dapat dilaksanakan sebagai putusan Pengadilan yang mempunyai

kekuatan hukum tetap, apabila perjanjian tersebut merupakan perjanjian pemberian

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda yang berkaitan dengan tanah sebagai

dimaksud dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1960 sebagai jaminan pelunasan

utang tertentu, perjanjian mana harus dibuat dihadapan Pejabat pembuat Akta Tanah

(PPAT) .

Perjanjian pemberian hak tanggungan tersebut wajib didaftarakan pada Kantor

Pertanahan untuk dicatat dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak

Tanggungan serta menyalin pencatatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang

bersangkutan selanjutnya diterbitkan Sertipikat Hak Tanggungan yang memuat irah-

irah dengan kata-kata ” DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

60

Page 11: Bab III Lelang Eksekusi

MAHA ESA”.

Sertipikat Hak Tanggungan yang demikian mempunyai kekuatan eksekutorial

yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

dan berlaku sebagi pengganti grosse akte hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah.

2. Kendala yang dihadapi pemenenang lelang Parate Eksekusi dalam menguasai

obyek lelang yang dimenangkan .

Uraian diatas menggambarkan proses perjanjian pemberian hak tanggungan

berikut proses pendaftaran sehingga terbit Sertipikat Hak Tanggungan yang mempunyai

titel Eksekutorial sebagaimana halnya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan

hukum tetap serta proses eksekusinya yang dilakukan melalui perantaraan atau dibawah

pimpinan Ketua pengadilan Negeri .

Selanjutnya perlu pula diuraikan bagaimana kalau proses eksekusi itu dilakukan

tidak melalui pengadilan negeri dan barang obyek lelang belum dikuasai oleh pemenang

lelang maka berdasarkan wawancara dengan Bapak Eko Sugianto, S.H. Ketua

Pengadilan Negeri Tulungagung beliau mengutarakan : apabila ada permohonan

pengosongan disebabkan obyek lelang masih ditempati penghuni atau ada yang

menempati , pelaksanaannya tidak dilakukan berdasarkan pasal 200 ayat 11 HIR/ 218

Rbg (harus melalui gugatan biasa).

Lebih lanjut untuk lebih cermatnya perlu dikutip ketentuan pasal 200 ayat (11)

HIR/218 ayat (2) Rbg. Antara lain berbunyi jika orang yang dijual barangnya , enggan

meninggalkan barang tetap itu maka Ketua Pengadilan negeri membuat surat perintah

61

Page 12: Bab III Lelang Eksekusi

kepada orang yang berkuasa akan menjalankan surat juru sita, supaya dengan bantuan

panitera pengadilan negeri atau seorang pegawai penjabat bangsa Eropa yang ditunjukkan

oleh Ketua dan jika perlu dengan pertolongan polisi, barang tetap itu ditinggalkan dan

dikosongkan oleh orang yang dijual barangnya serta oleh sanak saudaranya.

Dengan demikian sebaliknya apabila suatu eksekusi hak tanggungan dilakukan

melalui Pengadilan Negeri maka permohonan pengosongan pelaksanaannya dapat

dilakukan dengan upaya paksa atas perintah ketua pengadilan negeri untuk melakukan

pengosongan kepada juru sita dengan bantuan panitera dan jika perlu dengan bantuan

polisi mengosongkan tanah hak tanggungan dari penghuninya tanpa harus mengajukan

gugatan pengosongan .

Ketentuan yang demikian merupakan eksekusi riel sebagaimana diatur dalam

pasal 1033 Rv dan dimaksud dengan eksekusi riel adalah pelaksanaan putusan Hakim

yang memerintahkan pengosongan benda tetap . Apabila orang yang dihukum untuk

mengosongkan benda tetap tidak mau memenuhi surat perintah hakim, maka Ketua

pengadilan negeri akan memerintahkan dengan surat kepada Juru sita supaya dengan

bantuan panitera pengadilan dan kalau perlu dengan bantuan pihak kepolisian agar

mengosongkan tanah/rumah dari penghuninya.

Dari hasil wawancara berkaitan dengan penjelasan dari Ketua Pengadilan Negeri

Tulungagung bapak Eko Sugianto , S.H. yang mengutarakan pengosongan obyek lelang

harus dilakukan melalui suatu gugatan jelas memakan proses waktu yang lama dan

mempunyai dampak negatif atas terselenggaranya proses pelelangan sebagaimana

62

Page 13: Bab III Lelang Eksekusi

dibenarkan oleh undang-undang sebab bagaimanapun Undang-undang Hak Tanggungan

dan ataupun Peraturan pelelangan memungkinkan dilakukan pelelangan tanpa melalui

atau dibawah pimpinan ketua Pengadilan Negeri , dan kalau pelelangan dilakukan tanpa

melalui Ketua pengadilan sehingga pengosongan tanah obyek lelang dari penghunian

oleh pemenang lelang diharuskan melalui gugatan menimbulkan kesenjangan antara

lelang melalui perantaraan pengadilan negeri dengan melaksanakan sendiri pelelangan

sekalipun sama-sama dilakukan dengan kerjasama dengan Pejabat lelang ataupun kantor

Lelang , padahal prinsipnya pembeli lelang dengan etikad baik harus dilindungi.

Sejalan dengan hal tersebut penulis mendapati Surat Ketua Mahkamah Agung

Republik Indonesia no . KMA/380/VI/1996 tanggal 3 Juni 1996 mengenai Hasil peru-

musan tentang penyelesaian masalah pengurusan Piutang dan lelang negara untuk dapat

dijadikan referensi bagi Ketua Pengadilan Tinggi maupun Ketua Pengadilan Negeri

dalam menangani kasus piutang dan lelang negara , yang pada intinya terurai pada bagan

berikut :

No Pokok masalah Uraian masalah Penyelesaian masalah

1 Prosedur penngo-songan tanah /ba-ngunan sitaan P-UPN yang telah terjual lelang

Adakalanya pengadilan negeri monolak penga-juan permohonan pengo-songan

Pemenang lelang/Ketua PUPN mengajukan permohopnan pengo-songan kepada Ketua Pengadilan negeri ditempat barang tersebut terletak dengan melampirkan risalah lelang..Gugatan diajukan setelah lelang dilaksanakan tidak menunda pengosongan

63

Page 14: Bab III Lelang Eksekusi

Hendaknya ketua Pengadilan Ne-geri mengabulkan permohonan pengosongan tersebut secepatnya kecuali ada hal-hal yang luar biasa

Sejalan dengan hasil Rumusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terurai

pada Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor KMA/380/VI/1996

tanggal 3 Juni 1996 , penulis mendapati pula hasil Rapat Kerja Nasional dari Mahkamah

Agung di Makasar tanggal 2-6 September 2007 yang membicarakan perihal Permohonan

pengosongan dari pemenang lelang termuat pada harian Jawa Pos tanggal 7 Januari 2008

sebagai hasil wawancara Jawa Pos dengan Ketua Muda perdata Mahkamah Agung

(sekarang Ketua Mahkamah Agung) DR. Harifin A Tumpa, S.H.,M.H. mengutarakan :

“Pembeli lelang yang akan menguasai barang , tak bisa karena pihak pemilik lama tak

mau menyerahkan , maka dia bisa mempergunakan pasal 200 ayat (11) HIR (soal

eksekusi pengosongan) Mahkamah Agung menetapkan terobosan .Walaupun pelelangan

itu dilakukan tanpa melalui proses hukum pengadilan (Parate eksekusi) , Maka pembeli

lelang bisa minta menggunakan pasal 200 ayat (11) HIR tersebut . Latar belakangnya ada

pengadilan yang mau menerima permohonan dan ada yang menolak dan pemohon harus

mengajukan lagi kepengadilan menurut pendapat Mahkamah Agung itu suatu hal yang

berbelit-belit dan tidak punya dasar”.

Dari segala apa yang terurai diatas terjadilah pembedaan ketentuan mengenai

parate eksekusi atas Hak tanggungan apabila eksekusi Hak Tanggungan dilakukan

64

Page 15: Bab III Lelang Eksekusi

melalui Pengadilan maka apabila ada permohonan pengosongan dari pemenang lelang

untuk mengosongkan penempatan ataupun penghunian atas obyek lelang yang dibelinya

maka pengadilan negeri dapat melakukan pengosongan atas permohonan pemenang

lelang dengan menggunakan ketentuan pasal 200 ayat (11) HIR /pasal 218 ayat (2) Rbg..

Dengan kata lain pelaksanaan lelang melalui pengadilan atau dibawah

pimpinan ketua pengadilan dilakukan apabila obyek yang akan lelang tersebut masih

dalam keadaan dikuasai oleh pemilik jaminan/pemilik barang yang dilelang atau belum

dikosongkan dan ada indikasi perlawanan dari pemilik jaminan /pemilik barang yang

akan dilelang.

Tetapi apabila parate eksekusi Hak Tanggungan dilakukan tanpa melalui

pengadilan maka pengadilan negeri tidak dapat melakukan pengosongan secara langsung

melalui pasal 200 ayat (11) HIR melainkan pemohon harus mengajukan gugatan terhadap

penghuni tanah dan rumah obyek sengketa , dengan kata lain dalam praktek hukum

pelaksanaan lelang langsung melalui Balai lelang hanya dapat dilaksanakan jika tidak ada

kemungkinan bantahan dari pemilik yang assetnya dilelang ataupun obyek lelang dihuni

oleh pihak lain atau barang yang akan dilelang tersebut sudah dikuasai oleh Pemohon

lelang sehingga tidak memerlukan pengosongan lagi dengan kata lain termasuk dalam

kategori lelang secara sukarela.

Adanya pembedaan proses pelelangan melandasi adanya Parate eksekusi

dibawah pimpinan ataupun melalui Penetapan Ketua Pengadilan Negeri dengan eksekusi

tanpa dipimpin atau melalui Penetapan Pengadilan negeri sehingga untuk pemenang

65

Page 16: Bab III Lelang Eksekusi

lelang dalam menguasai obyek lelang yang dimenangkan harus melalui gugatan

pengosongan sebagaimana layaknya gugatan biasa yang tentunya proses beracara

memerlukan dan atau memakan waktu dan biaya adalah tidak efisien dan bertentangan

dengan tujuan pengaturan Prate eksekusi yang oleh Undang-undang disamakan dengan

putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap .

Sejalan dengan adanya pengaturan Parate eksekusi dalam Undang-undang Hak

Tanggungan telah mengatur cara Eksekusi yang mencakup 2 macam yaitu dengan

melaksanakan Parate Eksekusi bagi pemegang Hak Tanggungan pertama dan dengan

melandasi pada Sertipikat Hak Tanggungan yang dinyatakan Undang-undang mempunyai

titel eksekutorial sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pasal 14 ayat (3) Undang-

undang Hak Tanggungan yang mengutarakan “ sertifikat tersebut memiliki daya

(kekuatan) eksekusi apabila pemberi hak tanggungan wanprestasi, layaknya sebuah

putusan yang tidak tersedia upaya hukum biasa lagi dan dapat langsung dilaksanakan

(berkekuatan hukum tetap)”

Semestinya adanya ketentuan tersebut permasalahan Parate eksekusi merupakan

hukum perkecualian sebagai eksekusi yang disederhanakan sehingga bagi pemenang

lelang yang belum menguasai obyek yang dimenangkan dalam pelelangan dapat segera

menikmati barang yang dibelinya melalui pelelangan, kalaupun pengosongan harus

dilakukan melalui gugatan biasa tentunya berdampak negatif pada minat calon pembeli

lelang untuk mengikuti pembelian lelang sekalipun pelelangan itu sendiri hakekatnya

telah dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang.

66