Upload
dward67
View
23
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
Citation preview
23
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kerangka Metodologis
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif, membandingkan
dua kelompok individu dengan menggunakan pendekatan cross sectional, dimana
penelitian dilakukan pada satu waktu terhadap beberapa kelompok (Arikunto,
1996: 82).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Musik Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
3. Subjek Penelitian
a. Populasi Sumber
Mahasiswa Jurusan Musik Institut Seni Indonesia Yogyakarta
b. Kriteria inklusi sebagai berikut :
- Mahasiswa pemain musik klasik dan pop-jazz
- Bersedia menjadi responden dan telah menyetujui lembar informed
consent
c. Kriteria esklusi sebagai berikut :
- Skor LMMPI lebih dari sama dengan 10
24
- Penyakit fisik yang berat
- Pernah mengikuti pelatihan EQ
4. Teknik Sampling
Subjek penelitian ini untuk mahasiswa jurusan musik pemain musik klasik
dan pop-jazz yang diambil dengan menggunakan teknik sampling purposive yang
merupakan pengambilan sampel secara purposive didasarkan suatu pertimbangan
yang dibuat oleh peneliti sendiri. Selanjutnya dilakukan pencuplikan sampling
jenuh terhadap mahasiswa pemain musik Klasik dan Pop-Jazz, dimana seluruh
anggota populasi digunakan sebagai sampel dengan ukuran sampel sebesar
minimal 30 subjek merupakan ukuran sampel minimal pada analisis yang
melibatkan seluruh variabel independen dan sebuah variabel dependen (Sugiyono,
2009: 85).
5. Identifikasi Variabel
a. Variabel bebas : Mahasiswa Jurusan Musik pemain musik
klasik dan pop-jazz
b. Variabel terikat : Kecerdasan emosi
c. Variabel perancu
- Terkendali : Usia, kesehatan fisik, pelatihan EQ
- Tidak terkendali : Pembelajaran EQ, lingkungan, asuhan
orang tua, bimbingan orang tua.
25
6. Definisi Operasional Variabel
a. Variabel Bebas
Mahasiswa Jurusan Musik dengan variasi mayor, klasik dan pop-jazz yang
minimal sudah menjalani perkuliahan aktif selama dua tahun (angkatan 2012).
Alat pengukuran : Kuesioner
Skala Pengukurannya adalah nominal
b. Variabel Terikat
Kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan untuk
mengenali perasaan baik diri sendiri maupun orang lain dan kemampuan
mengendalikan perasaan dengan baik sehingga mampu mengatasi tuntutan dan
tekanan lingkungan.
Alat pengukuran : Kuesioner
Skala pengukurannya adalah interval
7. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan angket/kuesioner. Angket adalah daftar pertanyaan yang
diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon sesuai dengan
permintaan pengguna dengan tujuan mencari informasi yang lengkap mengenai
suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden
memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian
daftar pertanyaan, selain itu responden mengetahui informasi tertentu yang
diminta (Sugiyono, 2009: 142).
26
Instrumen yang dibutuhkan antara lain:
(L-MMPI) Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory
Tes ini pertama-tama dikembangkan oleh Strake Hathway dan J.C. McKinley
pada tahun 1930-an dan dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1940.
Instrumen ini digunakan untuk menguji kejujuran responden dalam menjawab
pertanyaan yang ada pada kuesioner penelitian. Skala L-MMPI berisi 15 butir
pertanyaan untuk dijawab responden dengan “ya” bila butir pertanyaan dalam L-
MMPI sesuai dengan perasaan dan keadaan responden, dan “tidak” bila tidak
sesuai dengan perasaan dan keadaan responden. Responden dapat
mempertanggung jawabkan kejujurannya bila jawaban “tidak” berjumlah 10 atau
kurang.
Skala Inventori EQ
Pada subyek penelitian dikenalkan skala inventori EQ yang telah disusun
berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi (EQ) yang meliputi kemampuan
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain, dan membina hubungan.
Skala pengukuran variabel telah diujicobakan sebelumnya, mengingat untuk
variabel-variabel non fisik sebelum digunakan hendaknya dilakukan uji validasi
dan reabilitas. Skala untuk kuesioner kecerdasan emosi ini telah digunakan oleh
Hermasanti (2009) dalam penelitiannya dengan aitem valid sebanyak 38 aitem dari
45 aitem. Hasil validitas aitem adalah bergerak dari 0,195 – 0,624 dengan hasil
reabilitasnya adalah 0,888. Kuesioner ini terdiri dari dua macam pernyataan, yaitu
pernyataan favourable dan unfavourable. Favourable adalah pernyataan yang
27
mendukung, memihak, atau menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur,
sedangkan pernyataan unfavourable adalah pernyataan yang tidak mendukung atau
tidak menggambarkan ciri atribut yang diukur.
Tabel 1. Sebaran Aitem Skala Inventori EQ
Jenis Soal Nomor Soal Jumlah
Favorable1, 2, 3, 4, 5, 9, 10, 11, 12, 18, 19, 20, 21,
26, 27, 28, 29, 34, 35, 36, 37, 3822
Unfavorable6, 7, 8, 13, 14, 15, 16, 17, 22, 23, 24, 25,
30, 31, 32, 3316
Total 38
Dalam pembuatan alat ukur digunakan skala : Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian skor untuk tiap
subjek didasarkan atas sifat penyataan dan alternatif jawaban yang dipilih. Untuk
pertanyaan yang bersifat favourable:
Sangat Setuju : 4
Setuju : 3
Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
Sedangkan untuk pernyataan yang bersifat unfavourable:
28
Sangat Setuju : 1
Setuju : 2
Tidak Setuju : 3
Sangat Tidak Setuju : 4
Nilai EQ diperoleh dari skor jawaban subjek pada skala EQ. Semakin
tinggi jumlah skor yang diperoleh subjek maka semakin tinggi kecerdasan
emosinya, dan semakin rendah jumlah skor yang diperoleh subyek maka semakin
rendah kecerdasan emosinya.
29
B. Rancangan Penelitian
Berdasarkan rancangan penelitian di atas, prosedur penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Subjek penelitian masing-masing kelompok mahasiswa pemain musik
klasik dan pop-jazz.
2. Subjek penelitian mengisi biodata.
3. Peneliti membagi kuesioner kepada subjek penelitian dengan teknik
sampling purposive.
Analisis Statistik
Kuesioner EQKuesioner EQ
Formulir biodata+
Kuesioner L-MMPI
Formulir biodata+
Kuesioner L-MMPI
Mahasiswa pemain musik pop-jazz
Mahasiswa pemain musik klasik
Mahasiswa yang akan di uji Kecerdasan Emosinya (EQ)
30
4. Subjek penelitian mengisi kuesioner L-MMPI untuk mengetahui angka
kebohongan sampel. Bila responden menjawab “Tidak” diberi nilai 1
(satu). Bila didapatkan angka lebih besar dari samadengan 10
(sepuluh) maka responden invalid dan dikeluarkan dari sampel
penelitian.
5. Peneliti melakukan restriksi terhadap masing-masing kelompok
dengan menerapkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi pada hasil
pengisian kuesioner sehingga didapatkan jumlah total akhir sampel
yang memenuhi kriteria tersebut.
6. Dilakukan sampling jenuh pada masing-masing kelompok yang lolos
pada kuesioner L-MMPI, untuk mahasiswa pemain musik klasik dan
pop-jazz sebanyak minimal 30 orang.
7. Responden mengisi kuesioner EQ untuk mengetahui angka kecerdasan
emosi
8. Melakukan analisis data yang diperoleh.
C. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan uji Independent sample t-test, yang digunakan
untuk menguji signifikansi beda rata-rata dua kelompok, dan kemudian diolah
dengan bantuan perangkat lunak Statistical Product and Service Solution (SPSS)
17 for windows.
D. Pemaparan Data Penelitian
Pada bagian ini menyajikan hasil penelitian dan interpretasinya sesuai dengan
rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka sajian hasil penelitian yang
dikemukakan berkenaan dengan deskripsi data, yaitu kecerdasan emosi yang
31
berkaitan dengan pemain musik klasik dan pop-jazz Jurusan Musik Institut Seni
Indonesia Yogyakarta. Penyajian hasil penelitian didasarkan pada hasil analisis
statistik secara deskriptif maupun inferensial dengan menggunakan SPSS
(Stastical Product and Service Solution).
1. Deskripsi Data Variabel Kecerdasan Emosi Pada Pemain Musik
Klasik
Variabel kecerdasan emosi (EQ) merupakan variabel terikat dalam penelitian
ini. Data variabel ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik angket dalam
bentuk tertutup dengan skala ordinal yang disebarkan pada 30 responden pada
mahasiswa Jurusan Musik ISI Yogyakarta. Dari data yang terkumpul dapat
diketahui :
(1) Skor tertinggi : 148 (5) Modus : 128
(2) Skor terendah : 102 (6) SD : 13,652
(3) Mean : 130,63 (7) Varians : 186,138
(4) Median : 132,50
Untuk mencari jumlah kelas interval digunakan rumus 3,3 x log N (1,48) =
4,87 dibulatkan menjadi 5, sedangkan untuk mencari interval digunakan nilai
tertinggi-nilai terendah dibagi jumlah kelas interval yaitu 148-102 = 46 : 5 = 9,10
dibulatkan menjadi 9.
Distribusi frekuensi data kecerdasan emosional disajikan dalam tabel
berikut:
32
Tabel 4. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Data Kecerdasan Emosional
Pemain Musik Klasik
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi variabel kecerdasan emosi pada
pemain musik klasik dapat diketahui bahwa nilai EQ yang tertinggi frekuensinya
terletak pada interval 140 – 148 yaitu sebanyak 9 responden (15,00%). Frekuensi
terendah terletak pada interval 102 – 110 yaitu sebanyak 4 responden (6,70%).
Untuk lebih jelasnya digambarkan dalam histogram sebagai berikut:
Gambar 4.1 Histogram Kecerdasan Emosi (EQ) Pemain Musik Klasik
4 45
89
0
2
4
6
8
10
102-110 11-119 120-129 130-139 140-148
Varian Frekuensi Persen (%)
102 – 110
111 – 119
120 – 129
130 – 139
140 – 148
4
4
5
8
9
6,7
6,7
8,3
13,3
15,0
Total 30 100,00
33
2. Deskripsi Data Variabel Kecerdasan Emosi Pada Pemain Musik Pop
Jazz
Variabel kecerdasan emosi (EQ) ini dikumpulkan dengan menggunakan
teknik angket dalam bentuk tertutup pada pemain musik pop jazz dengan skala
ordinal yang disebarkan pada 30 responden pada mahasiswa Jurusan Musik ISI
Yogyakarta. Dari data yang terkumpul dapat diketahui :
(1) Skor tertinggi : 140 (5) Modus : 127
(2) Skor terendah : 92 (6) SD : 11,104
(3) Mean : 121,07 (7) Varians : 121,306
(4) Median : 122,50
Untuk mencari jumlah kelas interval digunakan rumus 3,3 x log N (1,48) =
4,87 dibulatkan menjadi 5, sedangkan untuk mencari interval digunakan nilai
tertinggi-nilai terendah dibagi jumlah kelas interval yaitu 140-92 = 48 : 5 = 9,60
dibulatkan menjadi 10.
Distribusi frekuensi data kecerdasan emosional pemain musik pop jazz
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Kecerdasan Emosional Pemain Pop Jazz
Varian Frekuensi Persen (%)
92 – 101
102 – 111
112 – 121
122 – 131
1
5
7
14
1,7
8,3
11,7
23,3
34
132 – 140 3 5,0
Total 30 100,00
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi variabel kecerdasan emosi pada
pemain musik pop-jazz dapat diketahui bahwa nilai EQ yang tertinggi
frekuensinya terletak pada interval 122 – 131 yaitu sebanyak 14 responden
(23,30%). Frekuensi terendah terletak pada interval 92 – 101 yaitu sebanyak 1
responden (1,70%). Untuk lebih jelasnya digambarkan dalam histogram sebagai
berikut:
Gambar 4.1 Histogram Kecerdasan Emosi (EQ) Pemain Musik Pop Jazz
3. Uji Prasyarat Analisis
Data yang telah terkumpul disusun secara sistematis seperti pada lampiran,
selanjutnya dianalisis untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan. Sebelum
menggunakan analisis data dengan metode komparasi dilakukan uji normalitas
dan homogenitas. Hasil uji persyaratan analisis data dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
1
5
7
14
3
0
2
4
6
8
10
12
14
92-101 105-111 112-121 122-131 132-140
35
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari
populasi berdistribusi normal atau tidak. Jika P > 0,05 maka data yang diperoleh
berdistribusi normal dan apabila P < 0,05 maka data yang diperoleh berdistribusi
tidak normal. Adapun hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Uji Normalitas Data
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas pada variabel EQ pemain
musik klasik dan EQ pemain musik pop-jazz mempunyai nilai p > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui kesamaan varians dari kedua
kelompok. Jika kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan varians, maka
apabila nantinya kedua kelompok memiliki perbedaan, maka perbedaan tersebut
disebabkan perbedaan rata-rata dari EQ. Hasil uji homogenitas data antara
kelompok klasik dan kelompok pop-jazz sebagai berikut:
Variabel z hitung P Keterangan
EQ Klasik
EQ Pop Jazz
0,801
0,672
0.672
0.757
Normal
Normal
36
Tabel 4.4. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data
Kelompok N SD Fhitung Sig.
EQ Klasik 30 13,65
0.2909 0,093EQ Pop Jazz 30 11,01
Berdasarkan hasil uji homogenitas yang terangkum pada tabel 4.4 diperoleh
nilai Fhitung = 0,2909. Sedangkan nilai signifikansi 0,093, dimana nilai
signifikansi > 0.05, maka hipotesis nol diterima. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa nilai kelompok EQ pemain musik klasik dan kelompok nilai
EQ pemain musik Pop Jazz mempunyai varians yang homogen.
4. Analisis Perbedaan Kecerdasan Emosional
Uji perbedaan antara nilai EQ pemain musik klasik dan EQ pemain musik pop
jazz dilakukan dengan menggunakan uji t tes. Adapun hasil uji perbedaan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Hasil Uji Komparasi antara nilai EQ pemain musik klasik dan EQ
pemain musik jazz.
Nilai EQ N Mean thitung Sig. Keterangan
Klasik
Pop Jazz
30
30
130,63
121,07
2,987 0,004 Ada Perbedaan
37
Berdasarkan hasil uji komparasi yang terangkum pada tabel 4.5 dengan
analisis statistik t-test antara nilai EQ pemain musik klasik dan nilai EQ pemain
musik pop jazz diperoleh nilai t hitung sebesar 2,987 dan nilai signifikansi 0,004.
Karena nilai signifikansi < 0.05 (5%) maka dapat disimpulkan bahwa, terdapat
perbedaan yang signifikan antara nilai EQ pemain musik klasik dan nilai EQ
pemain musik pop jazz pada mahasiswa Jurusan Musik ISI Yogyakarta.
5. Analisis Pengaruh Karakter Musik Terhadap Kecerdasan Emosional
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai EQ pemain musik klasik dan nilai
EQ pemain musik pop jazz ada perbedaan yang signifikan. Nilai EQ pemain
musik klasik lebih tinggi dibanding dengan EQ pemain musik pop jazz. Dengan
melihat karakter yang dimiliki musik klasik, yaitu mengutamakan keteraturan,
kecermatan serta ketelitian. Harmoni, dinamika, perpaduan bunyi lembut, keras,
agak keras dan sangat keras dengan nada yang turun naik, pemain harus
memainkan karya tersebut sesuai dengan aturan yang tertulis pada repertoar,
dengan kata lain improvisasi tidak berlaku dalam memainkan musik jenis ini
(Hirzi, 2005: 6). Musik klasik juga memiliki aturan yang sangat ketat terhadap
hukum ukuran dan proporsi, apabila satu nada kelebihan atau kekurangan
setengah pitch saja, maka yang didengar adalah nada yang sumbang dan tidak
didengar. Oleh karena itu, dibutuhkan latihan terus menerus dan pembiasaan
dalam menghayati dan menikmati musik sehingga karakter tersebut yang lambat
laun akan membentuk perilaku yang teratur pula.
38
Hal ini telah diungkapkan oleh Salim (2006:135-136) bahwa ternyata pemain
musik pada orkes klasik lebih sehat dibanding dengan lainnya. Para musisi orkes
modern umumnya sering dilanda rasa gelisah, mudah marah, agresif, sulit tidur,
sakit kepala, dan sering murung. Gejala sindrom tersebut muncul karena para
pemain musik modern mengalami pertentangan dari pakem musik yang pernah
dipelajarinya. Karena banyak nada-nada janggal yang harus didengar dan
dimainkan oleh pemain yang sebelumnya dalam musik klasik. Selain itu, musik
klasik sendiri memiliki kreatif addn memiliki bagian yang identik dengan proses
belajar secara umum. Sebagai contoh, dalam musik klasik terdapat analogi,
melalui persepsi visual, auditori, antisipasi, pemikiran induktif-deduktif, memori,
konsentrasi dan logika. Kemudian, musik klasik juga berpengaruh sebagai alat
untuk meningkatkan dan membantu perkembangan kemampuan kognitif,
penalaran, intelegensi, kreativitas, membaca, bahasa, sosial, perilaku, serta
interaksi sosial.
Dalam penelitian ini, di mana subjek penelitian tidak hanya sebagai pendengar
melainkan sebagai pemain juga, dipercaya bahwa dengan berlatih memainkan alat
musik dapat merekonstruksi otak manusia. Dalam pernyataan tersebut bukan
berarti bahwa seluruh bentuk dan susunan otak berubah secara langsung
melainkan lebih pada merubah kemampuan otak. Hasil dari penelitian Herry
Chunagi pada tahun 1996 dan Siegel (1999) berdasarkan teori neuron menjelaskan
bahwa neuron akan menjadi sirkuit ketika ada rangsangan musik. Rangsangan
tersebut berupa gerakan, sentuhan, maupun suara menyebabkan neuron yang
terpisah bertautan serta mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin banyak
39
rangsangan musik yang diberikan akan menjadi semakin kompleks jalinan antar
neuron tersebut. Hal ini akan memaksimalkan kinerja otak sebagai dasar
kemampuan matematika, logika, bahasa, dan emosi.
6. Hasil Penelitan
1. Musik Klasik
a. Definisi
Secara umum, musik klasik lebih dikenal luas sebagai musik serius.
Walaupun demikian, secara khusus dalam diskusi etnomusikologi, istilah musik
klasik tidak merujuk pada musik klasik Eropa saja, melainkan juga pada musik-
musik di Asia dan Timur, seperti misalnya musik klasik Persia, India, Tiongkok,
dan lain-lain. Dalam lingkup Musikologi, penggunaan kata ‘klasik’ bisa
mengandung tiga makna. Yang pertama ialah berarti musik kuno, yaitu musik
yang berkembang pada era Yunani kuno (masa Antiquity). Pengertian yang kedua
ialah musik pada era klasik, yang didominasi oleh gaya Wina pada abad ke-13
dengan tiga tokoh komposer terkenal yaitu, Haydn, Mozart dan Beethoven.
Ketiga, kata ‘klasik’ yang diterapkan pada musik klasik saat ini ialah sebagai
musik seni (art music); yang pengertiannya berbeda dengan istilah seni musik
atau musical art (Muttaqin, 2008: 3).
b. Sejarah
Musik klasik pada dasarnya bukan hanya sebatas nama dari salah satu
aliran/jenis musik. Tapi juga istilah luas yang mengacu pada tiga periode musik
yang sangat populer pada zaman itu di Eropa barat. Istilah klasik sendiri diambil
40
dari nama salah satu periode itu. Tiga periode musik yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Zaman Barok dan Rokoko (Abad 17) 1600 dan 1750
Para komponis musik Barok membuat perubahan pada notasi musik
dan juga menciptakan cara baru dalam memainkan instrumen musik. Era
musik Barok juga merupakan tonggak dari terciptanya dan diakuinya musik
dalam sebuah opera. Banyak sekali konsep musik dan teknik musik dari
zaman Barok masih dipakai sampai saat ini. Hampir semua dari alat musik
klasik dimainkan dengan sangat baik di zaman ini. Beberapa komponis zaman
Barok yaitu:
- Johann Sebastian Bach
- George Friederich Handel
- Antonio Vivaldi
- Johann Pachelbel
Zaman Klasik (Abad 18)
Musik zaman Klasik lebih ringan, jika dibandingkan dengan musik
pada zaman Barok. Musik pada zaman Klasik ini lebih mudah dan tidak
membingungkan, serta mempunyai tekstur yang jauh lebih jelas. Melodi yang
dimainkan di zaman Klasik ini biasanya lebih pendek dari zaman Barok.
Ukuran orkestra sangat berkembang baik dalam kuantitas maupun kualitas.
Pada zaman Klasik muncul bentuk komposisi musik yang
disebut sonata dan simfoni. Sonata merupakan suatu karya musik untuk
permainan solo, sedangkan simfoni merupakan suatu karya musik untuk
41
orkestra. Bentuk simfoni hampir mirip dengan sonata, hanya saja
simfoni biasanya dilengkapi dengan bagian sisipan yang disebut minuet, trio,
dan scherzo. Adapun beberapa komponis zaman Klasik yaitu:
- Franz Joseph Haydn
- Wolfgang Amadeus Mozart
- Carl Philipp Emanuel Bach
- Ludwig Van Beethoven
Zaman Romantik (Pertengahan abad 18)
Romantik menggambarkan karya-karya dan komposisi musik yang
lebih bergairah dan jauh lebih ekspresif dari pada zaman-zaman sebelumnya.
Karakteristik utama dari musik Romantik sendiri adalah kebebasan lebih
dalam bentuk musik dan ekspresi emosi serta imajinasi dari komponis. Lalu
ukuran dari orkestra yang menjadi semakin besar dan bahkan bisa disebut
raksasa dibandingkan sebelumnya. Hasil karya dari para komponis juga
menjadi semakin banyak ditemukan variasi dari mulai lagu hingga karya
pendek dengan piano dan diakhiri dengan akhiran yang sangat spektakuler dan
dramatis pada puncaknya. Secara teknik, para pemain musik pada zaman ini
juga mempunyai level sangat tinggi.
Seperti pada zaman Barok dan zaman pada zaman Klasik, di zaman
Romantik juga terdapat beberapa komponis, antara lain:
- Franz Liszt
- Richard Wagner
- F. J. L. Mendelssohn
42
(Syafiq, 2003: 21-318)
c. Karakter
Musik klasik adalah musik yang mengutamakan keteraturan, kecermatan serta
ketelitian. Harmoni, dinamika, perpaduan bunyi lembut, keras, agak keras dan
sangat keras dengan nada yang turun naik, pemain harus memainkan karya
tersebut sesuai dengan aturan yang tertulis pada repertoar, dengan kata lain
improvisasi tidak berlaku dalam memainkan musik jenis ini. Musik klasik
terkadang terkesan elit, sulit dan pelit. Elit karena penikmatnya hanya kalangan
tertentu dengan jumlah terbatas, sulit karena ketika mendengarkan dan
memainkannya relatif serius, serta pelit karena pendengar dan pemain seperti
mahal senyum (Hirzi, 2005: 6).
2. Musik Jazz
a. Definisi
Jazz disebut sebagai musik Afro-Amerika, berasal dari dan untuk orang kulit
hitam; musik improvisasi, musik yang karakternya dibentuk oleh feel ritmik yang
disebut swing, dan musik yang dipengaruhi oleh Blues (Swed, 2013: 15).
Musik Jazz ini akhirnya dimainkan dan dinikmati hampir di seluruh dunia.
Akar dari musik Jazz sendiri adalah musik Blues. Dari musik Blues ini
menghasilkan musik yang akhirnya disebut dengan Ragtime, dan kemudian dari
hasil inilah Ragtime menjadi akar dari musik Jazz (Adrian, 2010: 20).
Joachim Berendt mendefinisikan jazz sebagai bentuk seni musik yang berasal
dari Amerika Serikat. Musik itu dimainkan oleh orang-orang Afro-Amerika yang
43
mengkontradiksikan musik Eropa (Berendt, 1981: 317). Berendt berpendapat
bahwa musik Jazz itu berbeda dengan musik Eropa. Musik Jazz memiliki
“hubungan” yang sangat erat terhadap waktu/birama, yang disebut Swing.
Kemudian, Berendt menambahkan bahwa musik Jazz menekankan unsur
spontanitas dalam menciptakan sebuah musik. Hal yang sangat penting dalam
unsur spontanitas musik Jazz adalah improvisasi. Segala hal yang dimainkan oleh
pemain musik Jazz dalam setiap pertunjukannya merupakan cerminan attitude
musisi tersebut.
Travis Jackson mempunyai pendapat lain dalam mendefinisikan musik Jazz.
Jackson berpendat bahwa Jazz merupakan musik yang memiliki beberapa unsur,
yaitu Swinging. Swing ini menjadi suatu ciri khas dari musik Jazz tersebut.
Kemudian unsur lain yaitu improvisasi. Merupakan suatu interaksi antara individu
pemain dalam sebuah kelompok. Unsur lain selanjutnya ialah pengembangan
suara dari masing-masing instrumen untuk menjadi suatu karakter tersendiri
dalam sebuah permainan. Kemudian yang terakhir adalah musik Jazz selalu
terbuka pada kemungkinan-kemungkinan yang ada (Sutro, 2006: 31).
Billy Taylor, seorang musisi Jazz dan musikolog menyatakan bahwa Jazz
adalah “musik Klasiknya orang Amerika”. Pada pernyataan ini dapat disimpulkan
bahwa, Jazz bukan musik Klasik, atau Folk Music, tetapi musik orang Amerika.
Musik Jazz sering dicap sebagai hasil dari produk kreativitas yang sifatnya
demokratis. Maksudnya adalah, musisi memiliki kebebasan untuk mengeksplor
kemampuan masing-masing indvidu. Jazz menekankan pada interaksi dan
44
kolaborasi, di mana musisi dan komposer memiliki nilai yang sama dalam setiap
pertunjukan.
b. Sejarah
Jazz merupakan asimilasi dari budaya Eropa dan Afrika di mana Amerika
menjadi tempat peleburan kedua budaya tersebut. Orang-orang Eropa bermigrasi
ke Amerika untuk mencapai impian Amerika (American Dream) menjelajahi
samudera membawa harapan dan juga kebudayaan mereka. Sementara itu, orang-
orang Afrika tiba di Amerika bukan atas kemauan mereka sendiri melainkan
mereka diculik atau dijual. Orang-orang Afrika ini pun menjadi budak di
peternakan orang-orang Eropa. Mereka melihat majikan mereka memainkan alat
musik yang dibawa dari Eropa sehingga musik romantik yang sering mereka
dengarkan sedikit banyak mempengaruhi mereka. Ketika alat-alat musik sang
majikan sudah rusak, alat-alat tersebut diberikan kepada para budak. Para budak
tentu saja tidak mendapat pelajaran musik sehingga mereka memainkan alat
musik tersebut berdasarkan apa yang sering mereka dengar dari majikan mereka
tapi dengan intepretasi Afrika. Musik tersebutlah yang lalu menjadi cikal bakal
Jazz. Perpaduan unsur harmoni dari Eropa dan unsur ritmis yang improvisatif dari
Afrika merupakan unsur yang membentuk karakter Jazz (Dahlan, 2009: 25).
Pada awalnya, bagi kaum Negro, ciri khas musiknya ialah ekspresi spontan,
baik untuk menyatakan suatu penderitaan maupun kegairahan untuk menjaga
identitasnya. Apakah musik itu bersifat sebagai hiburan, spiritual, ekspresi
individual (sebagai karya seni), dan sebagainya tidak diperhatikan dan mungkin
tidaklah penting. Sekaligus muncul perkembangan bisnis musik serta media
45
elektronik, yaitu pada tahun 20-an. Kaum kulit putih secara diam-diam sangat
tertarik pada kekuatan ekspresi musik Negro, akan tetapi saat itu rasisme masih
sangat kuat di Amerika, sehingga perpaduan antara dua aliran, yaitu musik
hiburan “music hall”, “dance hall” dengan musik kaum Negro masih sangat sulit.
Melalui beberapa tahapan terjadi suatu proses pendekatan, di mana kaum Negro
bisa menyesuaikan diri secara kebutuhan musik orang kulit putih, seperti
membaca notasi dan cara berpenampilan, dsb., sedangkan kelompok musik
hiburan orang putih juga berusaha untuk menyesuaikan diri dengan ekspresi dan
bahasa musik kaum Negro (Prier, 2009: 382-383). Perkembangan musik Jazz
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Ragtime (1890-1900)
b. New Orleans (1900-1910)
c. Dixieland (1910-1920)
d. Chicago Style (1920-1930)
e. Swing (1930-1940)
f. Bebop (1940-1950)
g. Cool dan Hard Bop (1950-1960)
h. Free Jazz (1960-1970)
i. Fusion (1970)
c. Karakter
Musik jazz merupakan kombinasi dari kultur Afrika dan Eropa, tapi lebih
berkembang di Amerika Serikat. Aliran ini agak unik karena dapat mewujudkan
suara pedesaan dan perkotaan. Musik jazz ini akornya miring-miring, kaya
46
improvisasi, sinkopasi, dan ritme serta individu memiliki kebebasan untuk
berkreasi sesuai dengan intepretasi individu. Tidak jauh berbeda dengan musik
pop, musik jenis ini juga sama-sama memiliki kekayaan improvisasi, ritme,
harmoni serta kebebasan pemain untuk mengintepretasikan musik ini sesuai
dengan kreativitas individu.Improvisasi, yaitu seni mengomposisi saat bermain,
tanpat notasi tertulis, telah lama dianggap sebagai ciri khas yang membedakan
jazz dengan musik lain. Berbeda dengan musik klasik, musik ini dapat dinikmati
oleh semua kalangan, terkesan santai, dan menghibur. (Hirzi, 2005: 6)
Salah satu elemen yang terdapat di dalam musik Jazz ialah “percakapan”.
Percakapan ini diartikan sebagai bentuk interaksi antar pemain saat bermain
musik dalam suatu pertunjukan. Dari interaksi inilah melahirkan suatu
improviasasi dalam setiap permainannya. Bentuk percakapan ini juga dapat
diartikan sebagai bentuk hubungan masa kini dengan masa lalu. Sebagai contoh,
seorang pianis dalam memainkan musiknya akan sedikit banyak terinsipirasi dan
terpengaruh oleh gaya yang dianut musisi pendahulunya dalam memainkan
sebuah karya (Axelrod, 1999: 12).
Musik Jazz dikatakan berkontradiksi dengan musik Klasik, karena pada musik
jenis ini, improvisasi memiliki peran penting dalam setiap permainannya, baik
dalam rekaman maupun pada setiap live performance. Improvisasi berarti setiap
musisi memiliki kebebasan dalam memainkan karya tersebut sesuai dengan
interpretasi yang mereka miliki. Dalam setiap permainan karya contohnya, saat
mereka memainkan suatu lagu pada satu pertunjukan, maka ketika mereka
memainkan pada pertunjukan lain dengan lagu yang sama, biasanya mood atau
47
chord yang mereka mainkan tidak lah sama. Permainan mereka akan terus
berbeda sesuai dengan interpretasi sang musisi ketika itu. Lain halnya dengan
musik Klasik, di mana pada musik jenis tidak mengenal improvisasi. Setiap
pemain harus memainkan karya sama persis seperti apa yang tertulis di partitur
masing-masing.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh karakter musik
klasik dan pop-jazz terhadap perbedaan kecerdasaan emosi mahasiswa. Seperti
yang telah disampainkan di atas, dari perhitungan uji perbedaan diperoleh
perbedaan signifikan antar kedua jenis musik tersebut, di mana mahasiswa pemain
musik klasik memperoleh nilai yang lebih tinggi di banding mahasiswa pemain
musik pop-jazz. Berdasarkan karakter umum kedua jenis musik inilah yang
peneliti percaya memberi dampak terhadap perbedaan tersebut.