25
BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang 1. Gambaran Umum Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang Dayak Bakati di Sungai Kajang sering digolongkan juga sebagai Dayak Bakati Subah. Sungai Kajang adalah nama sebuah kampung karena di wilayah tengah dari perkampungan ini mengalir sungai yang disebut dengan Sungai Kajang. Secara administratif Sungai Kajang disebut juga dengan nama Dusun Pengapit yaitu salah satu dusun yang menjadi bagian desa Madak. Desa Madak merupakan salah satu desa dari bagian Kecamatan Subah di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Kabupaten Sambas merupakan kabupaten yang terdapat di wilayah paling utara dari Kalimantan Barat. Jarak tempuh dari kota Provinsi Pontianak sampai ke Kabupaten Sambas ialah + 6 jam dengan jarak 256 km. Berdasarkan Data Monografi Desa maka luas desa Madak yaitu 32.429 Ha dengan posisi sebagai berikut: 1 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sabung Kecamatan Subah 2. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Maribas Kecamatan Subah, Seberkat, Sebawi 3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Mukti Raharja Desa Karaban Kecamatan Subah 4. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Balai Gemuruh Kecamatan Subah Sebagian besar penduduk dari Kabupaten Sambas ialah Melayu sementara masyarakat Dayak adalah komunitas kecil di Kabupaten Sambas yang bermukim di wilayah hulu (pedalaman). Berdasarkan sensus tahun 2001 penduduk Kabupaten Sambas berjumlah 471.034 jiwa dari jumlah tersebut kelompok masyarakat Dayak hanya berjumlah 22.410 jiwa 1 Data Manografi Desa Madak Tahun 2016

BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

BAB III

Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang

1. Gambaran Umum Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang

Dayak Bakati di Sungai Kajang sering digolongkan juga sebagai Dayak Bakati Subah.

Sungai Kajang adalah nama sebuah kampung karena di wilayah tengah dari perkampungan

ini mengalir sungai yang disebut dengan Sungai Kajang. Secara administratif Sungai Kajang

disebut juga dengan nama Dusun Pengapit yaitu salah satu dusun yang menjadi bagian desa

Madak. Desa Madak merupakan salah satu desa dari bagian Kecamatan Subah di Kabupaten

Sambas Kalimantan Barat. Kabupaten Sambas merupakan kabupaten yang terdapat di

wilayah paling utara dari Kalimantan Barat. Jarak tempuh dari kota Provinsi Pontianak

sampai ke Kabupaten Sambas ialah + 6 jam dengan jarak 256 km. Berdasarkan Data

Monografi Desa maka luas desa Madak yaitu 32.429 Ha dengan posisi sebagai berikut:1

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sabung Kecamatan Subah

2. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Maribas Kecamatan Subah, Seberkat, Sebawi

3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Mukti Raharja Desa Karaban Kecamatan

Subah

4. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Balai Gemuruh Kecamatan Subah

Sebagian besar penduduk dari Kabupaten Sambas ialah Melayu sementara masyarakat

Dayak adalah komunitas kecil di Kabupaten Sambas yang bermukim di wilayah hulu

(pedalaman). Berdasarkan sensus tahun 2001 penduduk Kabupaten Sambas berjumlah

471.034 jiwa dari jumlah tersebut kelompok masyarakat Dayak hanya berjumlah 22.410 jiwa

1 Data Manografi Desa Madak Tahun 2016

Page 2: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

atau sekitar 5% dari total penduduk di Sambas.2 Untuk orang Melayu sebagian besar

bermukim di wilayah pesisir pantai sampai ke kota Kabupaten Sambas.

a. Asal-usul masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang

Berdasarkan terminologi lokal penamaan suku dan bahasa Dayak melibatkan

unsur bahasa, wilayah geografis dan tradisi lisan. Orang Dayak Bakati disebutkan demikian

karena kata kati yang paling banyak terdengar dan kemudian mendapat tambahan awalan ba.

Dayak Bakati di Sungai Kajang sering disebut juga sebagai Dayak Lampahuk. Istilah

Lampahuk ini diambil dari nama sungai yang keberadaannya pastinya sudah tidak diketahui.

3 Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat di dua kecamatan yaitu Ledo dan

Subah. Di Subah penyebaran orang Dayak Lampahuk ini terdapat di wilayah adat Subah yang

terdiri dari Kampung Sabung, Kelingkau, Ketaban, Balai Gemuruh, Mejo, Mugum, Sungai

Ano, Sempuat, Sanibung, Lerak, Langke, Karangan, Batu Ahim, Prajo, Sekadau, Elok Asam,

Elok Gempita, Tebuah, Elok Kolong, Sungai Oreh, Tebuah Seruah, Semberang dan Selor

Medan.4 Kampung Sungai Kajang yang diketahui kini merupakan gabungan dua kampung

yang telah disebutkan di atas yaitu Batu Ahim dan Lerak. Nama Sungai Kajang dikarenakan

terdapat aliran sungai yang menjadi batas dari dua kampung tersebut.

Penulis akan memaparkan menurut tradisi lisan sebagaimana yang diceritakan oleh

Ketua Adat bahwa kisah diawali dari pembagian wilayah dari 4 kakak beradik yang pergi

merantau yaitu Makolek, Manara, Kibot dan Tanke.5 Kakak beradik ini dikisahkan mulai

mencari wilayah untuk mereka diami dan mereka hendak membagi tanah/ wilayah yang

mereka amati. Pembagian wilayah ini diperoleh berdasarkan aliran sungai dan 4 kakak

beradik inilah yang kemudian menjadi nenek moyang dari kamponk’ (kampung) yang

2 John Bamba, Mozaik Dayak di Kalimantan Barat (Pontianak: Institut Dayakologi, 2007), 21.

3 John, Mozaik Dayak, 55.

4 John, Mozaik Dayak, 55.

5 Gerson Boy Hasil wawancara 17 September 2017

Page 3: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

membagi tanah adat Dayak Bakati. Dayak Lampahuk merupakan keturunan dari Kibot.

Makole menjadi nenek moyang dari mereka yang berada di binua Madak, Manara menjadi

nenek moyang di binua Sapa’ Sondong dan terakhir si Tanke nenek moyang di Tambang

Laut.6 Pada zaman dahulu Binua Subah terbagi dalam tiga lembaga adat yaitu Lembaga Adat

Lempahuk, Lembaga Adat Madak dan Lembaga adat Sapa’ Sondong.7 Orang Dayak Bakati

di Binua Subah terkenal sebagai pemegang adat tertinggi yaitu Simpar Majo.8 Simpar Majo

berasal dari kata Umpa dan Majo. Umpa adalah nama sejenis getah kayu yaitu kayu Majo

yang dipakai untuk merekatkan hulu parang (pertemuan besi dengan kayu). Orang Bakati

mempercayai Simpar Majo sebagai adat tertinggi yang berasal dari Nyabata atau Tuhan.9

b. Mata pencaharian, Agama dan Pendidikan

Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang masuk dalam data penduduk desa Madak.

Desa Madak memiliki tiga dusun yaitu dusun Pengapit, dusun Karangan dan dusun Prajo.

Desa Madak letaknya dalam kecamatan Subah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan

dengan Desa Sabung (kec. Subah), sebelah barat berbatasan dengan desa Maribas(kec.

Subah), sebelah timur berbatasan dengan desa Mukti Raharja dan sebelah selatan berbatasan

dengan desa Balai Gemuruh.10 Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang berada dalam

wilayah dusun Pengapit. Dusun Pengapit terdiri atas 4 (empat) Rukun Tetangga. Mayoritas

penduduk di Dusun Pengapit adalah suku Dayak Bakati yaitu 984 jiwa. Sementara suku

lainnya yaitu Jawa 18 jiwa, NTT 14 jiwa, Melayu 13 jiwa, Tionghoa 14 jiwa dan Batak 5

jiwa. Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang telah menganut agama Kristen baik Katolik

dan Protestan. Berdasarkan data yang terdapat di desa Madak mayoritas Kristen Protestan

6 Gerson Boy Hasil wawancara 17 September 2017

7 John, Mozaik Dayak, 28.

8 John, Mozaik Dayak, 29.

9 John, Mozaik Dayak, 29.

10 Data Monografi Desa Madak tahun 2016

Page 4: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

sebanyak 534 jiwa lalu Katolik 64 jiwa, Pentakosta 34 jiwa dan Islam 61 jiwa. Sehingga

masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang mayoritas beragama Kristen Protestan.

Sesuai konteks alam di Kalimantan Barat maka pekerjaan Dayak Bakati ialah

berladang dan berburu di hutan. Mata pencaharian dari masyarakat Dayak Bakati sebagian

besar ialah petani. Berdasarkan data sensus penduduk desa Madak tahun 2016 ada 805 jiwa

merupakan petani/ pekebun. Sebelum masuk perusahaan sawit maka masyarakat Dayak

Bakati memiliki kebun karet dan kebun durian. Pekerjaan ini masih mereka lakukan sampai

saat ini tetapi mereka juga bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit.

2. Pemahaman tentang Kearifan Lokal11

Kearifan lokal di Kalimantan Barat tidak bisa dilepaskan dari tanah dan

hutan. Hutan adalah keadaan alam di Kalimantan Barat dan tanah adalah bagian dari ritus

kehidupan masyarakat Dayak Bakati. Kearifan lokal pengertiannya adalah segala bentuk

kebijaksanaan yang didasari oleh nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan

senantiasa dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama secara turun

temurun oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau wilayah tertentu yang menjadi

tempat tinggal mereka.12 Menurut UU no. 32 tahun 2009 adalah nilai-nilai luhur yang

berlaku dalam tata kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk melindungi sekaligus

mengelola lingkungan hidup secara asri.13 Sementara itu bagi pemahaman masyarakat Dayak

Bakati di Sungai Kajang adalah nilai lokal terkait adat yang mengatur tentang kehidupan

mereka dengan alamnya.

11 Wawancara dilakukan terhadap 12 orang warga biasa, 2 orang wakil dari pemerintahan desa dan 2

orang merupakan wakil dari pengurus adat.

12 Pengertian Kearifan Lokal Secara Umum, http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-

kearifan-lokal-secara-umum (diakses pada 13 November 2017)

13 Pengertian Kearifan Lokal Secara Umum, http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-

kearifan-lokal-secara-umum (diakses pada 13 November 2017)

Page 5: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

Kearifan lokal masyarakat Dayak Bakati dapat disebutkan juga sebagai kearifan

ekologis karena terkait dengan tanah. Tanah merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Dayak

Bakati. Hal ini terjadi karena ritus kehidupan masyarakat mulai dari lahirnya sampai matinya terkait

dengan keberadaan tanah. Pada zaman dahulu orang Dayak Bakati belum mengenal penanggalan

seperti sekarang oleh karena itu untuk mengingat masa kelahiran ataupun masa kematian ditandai

dengan hitungan waktu dari masa berkebun (nugal) yang diingat masyarakat. Tanah dan kekayaan

alam merupakan pilar kehidupan masyarakat Dayak.14 Bahkan istilah ngayau yang terkenal dalam

masyarakat Dayak terjadi sebagai upaya mempertahankan batas wilayah.15 Istilah ngayau identik

dengan perang mempertahankan wilayah atau batas yang terjadi ialah pemenggalan kepala dari ketua

adat.Kepala hasil mengayau dipersembahkan dalam upacara adat setiap tahun selama tujuh generasi.

16 Sehingga tanah diartikan sebagai ‘hidup’ yang dipertahankan dan ukurannya adalah nyawa. Tanah

bukan menjadi komoditas tetapi arti penting dari kehidupan dan keterikatan komunal.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar mengetahui tentang

kearifan lokal yang mereka sebut dengan nilai lokal terkait aturan adat. Hanya tiga orang

yang tidak mengetahui tentang kearifan lokal tersebut. Ketiga orang yang tidak mengetahui

tentang apa itu kearifan lokal/ nilai lokal karena memang tidak diajarkan oleh orang tua

mereka. Sementara mereka yang mengetahui tentang kearifan lokal tersebut mengetahuinya

dari orangtua dan juga aturan tertulis dari buku adat (d.h.i mereka yang pernah menjadi

pengurus adat). Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis maka diketahui bahwa

orangtua memegang peranan penting untuk mewariskan nilai kearifan lokal dan

memperkenalkan identitas kesukuan mereka kepada generasi berikutnya. Dalam masyarakat

14 Stepanus Djuweng, Manusia Dayak: Orang Kecil yang Terperangkap Modernisasi (Pontianak:

Institut Dayakologi, 2005), 5.

15 Wawancara dengan Pak Gerson Boy (17 September 2017).

16 Muatan Lokal Pendidikan Multi Kultur Kalimantan Barat(Pontianak: Instititut Dayakologi,2005) 22

Ada tujuh tujuan orang melakukan ngayau, yaitu:

Perang antar sub etnis untuk menaklukkan perebutan penguasa tertinggi di suatu wilayah tertentu;

Untuk memperoleh wilayah baru;Untuk mencari mas kawin untuk dipersembahkan kepada calon

istrinya; Untuk melindungi ladang atau pertanian; Untuk mendapatkan tambahan daya;Untuk balas

dendam;Sebagai daya tahan berdirinya suatu bangunan/tumbal

Page 6: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

komunal warisan nilai seringkali diberikan hanya secara lisan turun-temurun. Oleh karena itu

ketika tidak ada orang tua yang mengajarkan kepada anaknya maka warisan nilai lokal ini

dapat saja punah.

Hasil pengamatan penulis pun dilihat bahwa pengetahuan orangtua tentang nilai

kearifan lokal ini juga berpengaruh besar terhadap pemahaman yang benar yang akan

membentuk pandangan mereka tentang tanah. Sebagai contoh dari hasil wawancara

diketahui bahwa mereka hanya mengetahui kearifan lokal dan sistem tentang tanah itu dalam

tiga bentuk. Namun yang dapat mereka jelaskan hanya dua bentuk saja yaitu mengenai

tembawang dan tempasan. Sementara pengetahuan mereka tentang hutan adat seperti apa itu

pun kurang jelas atau samar-samar. Mereka hanya tahu bahwa hutan adat tidak boleh dijual

karena dahulu terdapat tumbuhan atau tempat yang dijadikan tempat pemujaan.

a. Tempasan

Istilah tempasan dalam bahasa Dayak Bakati ialah gugu.17 Tanah tempasan ialah

tanah yang diperoleh melalui proses buka ladang. Pada zaman dahulu orang Dayak

bertani/berladang dengan cara ladang berpindah. Setelah melakukan proses buka ladang

maka tanah tersebut menjadi ladang si pemilik yang membuka lahan. Dalam 1 tahun rata-rata

setiap keluarga membuka lahan untuk berladang seluas 2 Ha.

Tanah yang telah dikelola dan didiamkan selama 10 tahun akan ditanami kembali

setelah masa 10 tahun. Tanah yang telah didiamkan inilah yang kemudian menjadi milik si

pembuka lahan pertama dan tidak boleh dikerjakan atau diakui oleh orang lain. Tanah yang

telah menjadi ladang dari seseorang yang pertama membuka ladang inilah yang disebut

dengan tanah tempasan. Sehingga tidak tepat kalau dikatakan sistem membuka lahan ini

sebagai lahan berpindah karena yang sebenarnya dimaksudkan adalah lahan gilir balik.

Menurut pengakuan informan bahwa proses mendiamkan tanah selama 10

17 Wawancara dengan Pak Anelsius (Ketua Adat periode 2009 – 2014) tanggal 6 November 2017.

Page 7: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

tahun akan membuat tanah subur lebih lama dan alami.18 Pemahaman ini mereka dapatkan

dari orangtua secara turun-temurun. Mereka menyadari bahwa dahulu tanah/ hutan mereka

menjadi tempat persediaan sumber air tanah. Masyarakat Dayak Bakati tidak pernah

merasakan kekeringan/susah air walaupun pada musim kemarau. Ironisnya sejak 10 tahun

belakangan ini air akan menjadi sulit didapat pada saat musim kemarau. Kearifan lokal

sebagai warisan nenek moyang mereka pahami mampu menjaga kelestarian hutan dibanding

yang terjadi pada masa sekarang

Ladang berpindah yang dilakukan orang Dayak dinilai merusak hutan tetapi padahal

tidaklah demikian. Bahwa untuk bisa membuka ladang mereka memang membakar hutan

tetapi tidak boleh hutan yang menjadi milik adat. Setelah ladang dibuka maka kemudian

tahun berikutnya mereka akan membiarkan lahan yang semula didiamkan selama 10 tahun

agar menjadi subur secara alami. Bahkan menurut pengamatan pakar kehutanan sosial

Ruthenberg telah menjelaskan daur perladangan berpindah selama 10 – 15 tahun

menyebabkan hutan menjadi subur secara berkelanjutan.19 Sistem ladang berpindah ini tidak

merusak hutan karena telah dilakukan selama ratusan tahun dan telah menjadi mekanisme

alamiah orang Dayak untuk menjaga tanah mereka. Bandingkan dengan pembukaan lahan

untuk perkebunan kelapa sawit yang berjumlah ratusan hektar dan dipakai secara terus

menerus selama 25 tahun.

Aturan adat juga secara tegas menekankan bahwa tidak boleh mengambil tanah

tempasan milik orang lain. Kelemahan dari aturan tentang tempasan ini ialah tidak ada proses

pengukuran tanah/ batas secara jelas.Hal inilah yang sekarang marak menjadi sengketa yaitu

soal batas yang tidak jelas dan tidak ada Surat Pengukuran Tanah (SPT).20 Oleh karena itu

18 Wawancara dengan Pak Boy, Pak Obet Alang dan Pak Anelsius (kecuali Pak Boy keduanya adalah

mantan pengurus adat)

19 Paulus, Kebudayaan Dayak,24.

20 Wawancara dengan Pak Kimsen (Kepala Desa Madak) pada tanggal 19 September 2017

Page 8: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

diharapkan kejujuran dari setiap pribadi untuk mengingat batas tanahnya dan tidak

mengambil tanah milik orang lain. Biasanya dalam proses pengukuran tanah tempasan

dihadiri oleh orang banyak dan juga termasuk ketua adat.Tanah tempasan hanya boleh

didapatkan pada batas wilayah tanah dari kampung mereka dan tidak boleh melewati batas

tersebut. Apabila orang dari kampung lain hendak menggunakan tanah tempasan ini harus

mengikuti syarat atau aturan adat yang berlaku sebagai berikut:21

1. harus mendapat izin dari pemilik tanah dan ketua adat

2. tidak boleh mengambil lebih banyak dari si pemilik tanah. Masyarakat

menyebutnya bagi siku.

3. tidak boleh menanam tanaman keras seperti pohon karet, durian, dll.

tanaman yang boleh ditanam hanya tanaman pangan/ makanan pokok seperti padi

4. membayar sasu atau upeti kepada ketua adat yaitu sebanyak 2 gantang beras/1 tahun

Selain aturan yang telah disebutkan di atas, terdapat juga aturan untuk tidak

mengambil tanah atau memancang tanah (menancapkan tiang batas) milik orang lain.

Apabila melanggar aturan ini maka akan dikenai sanksi sebagai berikut:22

1. membayar denda satahil tangah jalu 5 suku artinya satahil besarnya hukuman

dihitung pakai mata uang , jika satu tahil dihitung 350.000 maka satahil tangah adalah

450.000 dan jalu diartikan babi, suku artinya hitungan 25 kilogram (berat) maka jalu 5

suku artinya babi seberat 125 kg

2. membetulkan tapal/pancang batas (diukur kembali secara benar)

3. kelengkapan sakral paraga adat yaitu alat untuk perlengkapan ritual adat terdiri dari

12 macam bahan seperti:23 babi, anjing, ayam, beras, beras ketan, beras kuning, kain

21 Wawancara dengan Pak Boy (Ketua Adat) pada tanggal 17 September 2017.

22 Badan Pemberdayaan Masyarakat Kalimantan Barat, Buku Adat dan Hukum Adat (Pontianak, 2003),

45

23 Wawancara dengan Pak Boy (Ketua Adat) pada tanggal 17 September 2017.

Page 9: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

kuning, kain merah, dupa, kemenyan, minyak kelapa, arak putih, tempayan, mangkok,

kopi, gula, bambu, tembakau tepek, sirih pinang, daun tamiang, pinang muda, biji

timun, daun makso, daun rokok nipah dan air putih

Pada masa dahulu kala tanah tempasan ini tidak dijual karena memang tanah dilihat sebagai

sumber kehidupan untuk mendapatkan pangan. Sejak masuknya perusahaan maka masyarakat

mulai menjual tanah tempasan.24 Tanah tempasan ini dapat diteruskan kepada generasi

berikutnya (warisan).

b. Tembawang

Istilah tembawang ialah istilah yang dipakai secara umum di Kalimantan Barat. Tanah

tembawang ialah terdapatnya tanam tumbuh seperti karet, durian, tanaman keras lainnya yang

merupakan milik bersama karena awalnya merupakan pemukiman yang kemudian

ditinggalkan (bekas perkampungan).25 Dalam bahasa Dayak Bakati disebut dengan istilah

tamao’.26 Tanah tembawang inilah diartikan sebagai tanah ulayat dari masyarakat Dayak

Bakati. Oleh karena itu tanah ini tidak boleh dijual oleh siapapun tetapi dalam prakteknya

tanah ini dijual. Tembawang adalah sistem penggunaan lahan di masyarakat Kalimantan

Barat yang dianggap sebagai sistem penggunaan lahan yang lestari dan berkelanjutan.27

Tentang tembawang pemahaman masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang

]sedikit berbeda dengan masyarakat dayak di Kalimantan Barat pada umumnya. Mereka

mengetahui bahwa tembawang awalnya adalah tanah milik pemukiman bersama yang

kemudian dibuka untuk menjadi ladang dan kemudian ditanami tanaman keras seperti karet,

24 Wawancara dengan Pak Kimsen (Kepala Desa Madak 2013 s.d kini) tanggal 19 September 2017

25 Wawancara dengan Pak Kimsen (Kepala Desa Madak 2013 s.d kini) tanggal 19 September 2017

26 Wawancara dengan Pak Anelsius (Mantan Ketua Adat 2009 s.d 2014) tanggal 06 November 2017

27 Liu Purnomo, Pengertian Tembawang, http://bg-io.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-

tembawang.html (diakses pada 13 November 2017)

Page 10: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

durian atau pohon kayu. Mereka meyakini bahwa tembawang itu milik bersama dan hak

pengelolaannya diatur oleh adat.

Kelompok komunal seperti masyarakat Dayak Bakati melihat tanah sebagai kaitan

erat yang tidak dapat dipisahkan. Tanah adalah tempat tinggal mereka dan memberikan

kehidupan kepada persekutuan.28 Hak ulayat ini mengatur ke dalam maupun ke luar artinya

baik orang dalam (masyarakat kampung sendiri) maupun orang luar menghargai tanah

tersebut. Hukum tanah adat memiliki konsep komunalistik dengan semangat gotong royong

dan kekeluargaan serta memiliki makna religius.29 Dalam UUD 1945 pasal 18b ayat 2

menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.30 Menurut Boedi Harsono hak ulayat masih

dapat diakui oleh pemerintah jika memenuhi kriteria sebagai berikut:31

a. masih adanya kelompok orang

b. masih adanya tanah bersama

kepala atau tetua adat yang senyatanya diakui oleh warganya sebagai pengemban yang

mengelola, mengatur peruntukkan, penguasaan dan penggunaan atas tanah bersama tersebut.

Beda halnya dengan hutan adat ialah hutan yang merupakan tanah milik adat dan

diatur secara tegas tidak boleh dipakai untuk berladang karena di dalamnya terdapat situs

sejarah ataupun praktek penyembahan seperti yang terdapat di Batu Belah (lihat lampiran).

Batu belah dahulunya merupakan tempat pemujaan secara khusus ketika mereka akan

membuka ladang. Batu belah yang ada di Sungai Kajang ini pun terkenal dalam cerita

28 Paulus, Kebudayaan Dayak,48.

29 Bakhrul Alam, Pengantar Hukum Tanah Nasional: Sejarah, Politik dan Perkembangannya

(Yogyakarta: Penerbit Thafa Media, 2017), 100.

30 Bakhrul, Pengantar Hukum Tanah…, 102.

31 Bakhrul, Pengantar Hukum Tanah…, 102.

Page 11: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

dongeng masyarakat di Kalimantan Barat. 32 Oleh karena itu sangat memprihatinkan apabila

tempat ini tidak dapat dijaga dan dilestarikan dengan baik. Untuk dapat menuju ke tempat

Batu Belah ini penulis harus menempuh jalan darat dengan kendaraan bermotor selama 40

menit setelah itu perjalanan mendaki (jalan kaki) karena tempatnya yang ada di ketinggian.

Dalam pengamatan penulis banyak dari masyarakat Dayak bakati di Sungai Kajang ini tidak

tahu persis letak atau keberadaan tentang Batu Belah ini. Lokasi Batu Belah terlihat kurang

dijaga dan dipelihara dengan baik karena akses jalan menuju ke tempat itu harus berjalan kaki

dan melewati semak duri yang cukup alit.

(Batu Belah atau Batu Batangkup; tempat legenda batu belah)

32 Dongeng ini diakui oleh masyarakat Melayu Sambas sebagai kisah mereka tetapi bagi masyarakat

Dayak Bakati pun meyakini dongeng itu milik mereka. Dari data yang penulis dapatkan ternyata dongeng ini

memiliki banyak kesamaan cerita dengan dongeng nusantara lainnya seperti yang menceritakan tentang

ketidaktaatan seorang anak. Dikisahkan tentang seorang ibu yang pergi bekerja, sebelum pergi si ibu berpesan

kepada anaknya yang sulung agar menyisakan makanan baginya sedikit. Saat si ibu pulang dan hendak makan

dilihatnyalah ternyata piring lauk itu sudah kosong. Dengan perasaan sedih dan kecewa si ibu melarikan diri dan

menangis di hadapan sebuah batu yang disebut batu batangkup. Si ibu memohon kepada batu untuk menelan

dirinya karena tidak mampu lagi mengasuh anak-anaknya. Batu belah yang disebut juga batu batangkup bagi

masyarakat Dayak bakati di Sungai Kajang adalah kawasan hutan adat yang di dalamnya dahulu kala

merupakan tempat penyembahan/ tempat ibadah dan pemujaan.

Page 12: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

3. Faktor – Faktor Penjualan Tanah

Sebelum masuknya perusahaan tahun 1997 masyarakat Dayak Bakati di

Sungai Kajang tidak mengenal konsep jual beli tanah. Dalam buku aturan adat yang tercatat

di sana hanya soal aturan tentang batas tanah dan membuka ladang. Namun sejak masuknya

perusahaan dan kebijakan pemerintah pada era orde baru untuk mendorong laju

perekonomian daerah sehingga tanah mulai dijual.

Berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap 9 orang warga biasa dan 2

orang pemuka adat di Sungai Kajang maka didapati bahwa semua warga di Sungai Kajang

memiliki tanah. Tanah yang mereka miliki sebagian besar merupakan hasil tempasan tetapi

ada juga yang memperolehnya dengan cara membeli.33 Menurut pengakuan warga paling

sedikit tanah yang mereka miliki 5 hektar dan jumlah terbanyak ialah sampai ada yang 100

hektar. Besar atau kecilnya jumlah tanah ini dapat diukur dari lama masa buka ladang

(berladang) dan dikalikan jumlah tanah dalam 1 tahun ketika membuka ladang rata-rata 2

hektar. Jadi contoh seperti ini: Jika Bapak A berusia 65 tahun saat ini dan ia telah berladang

sejak usia 20 tahun maka masa dia berladang adalah 30 tahun 30 x 2 ha= 60 hektar. Maka

rata-rata orang yang mulai membuka ladang sejak umur 20 tahun hingga usia 60 tahun dapat

memiliki tanah 50 s.d 80 hektar lahan tempasan. Seperti halnya beberapa informan menjawab

tanah yang diperoleh juga karena warisan selain karena buka ladang sehingga jumlah tanah

yang mereka miliki semakin banyak. Dari hasil wawancara terhadap 9 orang ada tiga orang

yang memiliki tanah lebih dari 40 hektar.34 Artinya siapa yang lebih banyak bekerja

membuka ladang berarti dia memiliki tanah yang paling banyak.

33 Hasil wawancara ada dua orang yang membeli tanah yaitu Pak Yufianus Akiong dan Pak Zakaria

Dana

34 Wawancara kepada Pak Zakaria Barudin, Pak Zakaria Dana dan Pak Obet Alang (ketiganya sudah

berusia di atas 60 tahun dan mereka aktif membuka ladang sejak masih muda).

Page 13: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

Menurut pengakuan informan yang diwawancarai mereka menyadari tanah adalah

bagian penting dalam kehidupan masyarakat Dayak. Sehingga dahulu ada tradisi ngayau

sebagai cara untuk mempertahankan tanah atau wilayah yang mereka miliki (senada dengan

penuturan Ketua Adat). Maka tidak ada juga kamus atau istilah jual-beli tanah dalam aturan

adat masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang. Istilah meminjamkan tanah ada tetapi

menjual tanah tidak pernah ada. Mereka pun mengakui bahwa maraknya penjualan tanah

terjadi sejak tahun 1998 ketika masuk perusahaan pertama di wilayah Sungai Kajang yaitu

PT SDS. Bahkan sampai akhir-akhir ini semakin marak terjadi penjualan tanah yang juga

memunculkan persoalan baru yaitu sengketa tanah.35 Beberapa sebab terjadinya sengketa

tanah adalah sebagai berikut:

- Orang yang menjual lahan tempasan milik orang lain kepada cukong atau pihak

perusahaan dan mengakui miliknya setelah kemudian tanah itu digarap pemilik asli

melakukan protes. Ini yang paling sering terjadi karena dahulu tanah tempasan tidak

ada patok atau batas tanah yang jelas. Pada zaman aturan adat masih dihargai dengan

baik saat itu orang mengedepankan kejujuran dan kepercayaan. Sebab apabila

dilanggar maka akan dikenakan sanksi adat yang cukup berat. Namun sejak

maraknya jual-beli tanah dan longgarnya aturan adat ini maka didapatilah pengakuan

tanah yang bukan miliknya. Oleh karena itu sekarang pemerintah desa dan adat

menetapkan setiap mereka yang menjual tanah harus memiliki minimal SPT dan

mendapat tanda tangan dari pihak adat dan pihak desa.

- Penjualan tanah kepada banyak pihak. Pada umumnya tanah yang mereka miliki tidak

punya surat yang jelas. Oleh karena itu terjadi praktek penjualan tanah kepada banyak

pihak atas lahan tanah yang sama.

35 Wawancara dengan Bpk Kimsen (Kepala Desa Madak)

Page 14: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

- Penjualan tanah adat. Ini yang paling menyedihkan menurut pengamatan penulis telah

terjadi penjualan tembawang oleh oknum pengurus adat yang terdahulu. Bahkan di

tanah tembawang itu terdapat tempat penyembahan dan juga makam yang ditandai

dengan banyaknya guci/tempayan kuno berserakan di tanah tersebut (lihat

lampiran).36

36 Hasil wawancara dan penelitian bersama Pak Tinus.

Tempayan atau guci kuno dahulu merupakan penanda kuburan/makam bagi masyarakat Dayak Bakati

saat mereka belum menganut agama Kristen. Masuknya agama Kristen maka tempayan/guci itu berubah

tandanya dengan salib.

Page 15: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

Tanah yang mereka miliki ada yang dijual ke pribadi istilah mereka cukong sebutan

bagi orang Tionghoa dan dijual kepada perusahaan. Bedanya kalau dijual ke cukong tersebut

mereka jual lepas. Harga yang dipatok untuk jual tanah terbilang murah yaitu lima s.d

delapan juta per hektar. Sementara kalau dijual ke perusahaan tidak dijual lepas istilahnya

HGU (Hak Guna Usaha). Tanah itu dikelola perusahaan selama 25 tahun dan akan kembali

menjadi milik mereka lagi.Ironisnya saat mereka menjual tanah tersebut kepada cukong lalu

mereka pun diupah untuk mengerjakan tanah tersebut (menjadi suruhan dari pemilik tanah

yang baru).37 Begitu pula ketika mereka jual ke perusahaan maka kemudian mereka

menggarap tanah tersebut menjadi buruh sawit di atas tanah milik mereka sendiri (kembali

menjadi orang suruhan). Penjualan kepada perusahaan pun terikat dengan perjanjian

kerjasama (MOU) ataupun kontrak bagi hasil. Saat ini mereka memperoleh hasil dari panen

sawit di perusahaan dengan perbandingan 80:20 ( 80 persen hasil panen milik perusahaan,

sementara 20 adalah hak pemilik tanah). Seperti perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh

perusahaan PAP dengan masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang.38 Menurut pengakuan

Pak Akbar selaku manajer di PAP, perusahaan juga telah membuka peluang warga desa

mendapatkan pekerjaan. Meskipun tingkat pendidikan dan ketrampilan mereka tidak

memadai tetapi karena ada tanggung jawab moril kepada masyarakat adat maka warga desa

dapat bekerja di perusahaan.39 Pada tahun 2016 ini sudah ada 800 hektar tanah yang dibayar

oleh perusahaan dari tempasan milik masyarakat di Sungai Kajang (lihat lampiran).

37 Wawancara dengan Pak Boy (Ketua Adat 2014 s.d kini), pada tanggal 17 September 2017.

38 Wawancara dengan Pak Akbar Manajer tanggal 31 Oktober 2017

39 Wawancara dengan Pak Akbar Manajer tanggal 31 Oktober 2017

Page 16: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

Kehadiran perusahaan sawit membawa perubahan fisik yang terlihat jelas bagi warga

di Sungai Kajang. Dahulu akses untuk sampai ke Sungai Kajang dari kota Kabupaten Sambas

ditempuh melalui jalur sungai atau jalan darat belum aspal (masih tanah merah). Seiring

masuknya perusahaan sawit maka akses jalan mulai terbuka dan jarak tempuh dari Sungai

Kajang ke kota Kabupaten Sambas hanya menjadi 30 – 40 menit (23 km). Masuknya

perkebunan kelapa sawit ini juga merupakan program pemerintah yang mendukung proses

percepatan pembangunan perekonomian daerah. Berdasarkan keadaan demografis, geografis

dan potensi ekonomi Kalbar maupun kontribusi antar wilayah maka kehadiran proyek di

daerah Kalbar dipilih oleh pemerintah sebagai salah satu alternatif mengatasi kesenjangan.40

Sebagian besar orang dayak memang tinggal di pedalaman sehingga memang terjadi

kesenjangan ekonomi dengan suku/etnis lain yang tinggal di wilayah luar.

Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang pun berpikir untuk memperbaiki taraf

hidup mereka seiring dengan perubahan yang terjadi di kampungnya. Pembukaan akses jalan

mempermudah juga mereka untuk tahu kemajuan yang terdapat di wilayah kota Kabubaten.

Salah satu kemajuan yang dilihat mereka ialah perkantoran dan bangunan sekolah. Bangunan

sekolah yang ada di Sungai Kajang sejak tahun 1984 hanya sebuah bangunan Sekolah Dasar

oleh karena itu tidak heran jika rata-rata pendidikan mereka ialah tamatan SD. Untuk bisa

melanjutkan pendidikan maka mereka harus menyekolahkan anaknya ke kota kabupaten yaitu

di Sambas. Namun seiring dengan pembukaan akses jalan yang lebih baik maka mulai

terdapat bangunan sekolah SMP di Sabung dan pilihan untuk tingkat SMA ada di kecamatan

Subah atau Kabupaten Sambas.

40 Paulus, Kebudayaan Dayak, 221.

Page 17: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

Menurut pengakuan informan yang diwawancarai diperoleh jawaban alasan mereka

menjual tanah (dapat dikatakan juga penyebab mereka jual tanah), yaitu:41

1. Untuk membangun rumah dari 10 informan, 7 orang mengakui bahwa uang tersebut

mereka pergunakan untuk membangun rumah. Menurut pengakuan mereka bahwa

rumah itu adalah kebutuhan karena selama bertahun-tahun mereka hidup di rumah

papan (gubuk) yang menurut mereka sudah tidak layak lagi. Sementara kalau

mengandalkan hasil panen dari karet atau durian (petani) tidak akan cukup untuk

membangun rumah yang permanen (tembok beton). Bahkan mereka pun mengakui

uang hasil jual tanah itu juga dipergunakan untuk membangun rumah bagi anak-anak

mereka yang sudah berkeluarga.

2. Untuk pendidikan anak (biaya kuliah) dari 10 informan yang sama, jawaban

terbanyak kedua sekitar 6 orang mengakui penjualan tanah digunakan untuk biaya

pendidikan anak. Membiayai sekolah SMA dan kuliah anak-anak mereka ke Jawa

ataupun ke Pontianak. Di Sungai Kajang hanya ada sekolah dasar yang merupakan

milik Yapendik GPIB Syaloom Sungai Kajang. Untuk sekolah Menengah Atas

(SMU) hanya ada di kota Sambas. Oleh karena itu untuk menyekolahkan anak sampai

tingkat SMU/SMA butuh biaya yang tidak sedikit (sebagian besar untuk biaya kost

dan kebutuhan makan sehari-hari). Kalau anak mereka tidak masuk sekolah negeri

maka semakin besar lagi biaya yang dibutuhkan. Mereka mengakui tidak mungkin

mampu kalau hanya mengandalkan penghasilan mereka sebagai petani. Beberapa

informan yang menjawab ini menyadari bahwa anak-anak mereka harus lebih baik

tingkat pendidikannya daripada orangtua mereka yang rata-rata hanya tamatan SD.

Jawaban sederhana beberapa orang agar anaknya dapat pekerjaan lebih baik tidak

41 Hasil wawancara dengan Pak Dana, Pak ObetAlang, Pak Barudin,Pak Panggil, Ibu Angui, Pak

Yosea Samdiong, Pak Rupin, Pak Matius Aen, Pak Victor I Kelly, Pak Kimsen, Pak Anelsius, Pak Yufianus

Akiong.

Page 18: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

hanya jadi buruh atau tani seperti orangtua mereka. Ada ucapan begini “biar anak

saya pakai pen di saku kemejanya” itu menunjukkan bahwa ada dorongan untuk

memperbaiki taraf hidup anak-anak mereka.

3. untuk membeli kendaraan bermotor. Jawaban ketiga terbanyak yaitu sekitar 6 orang

mengakui uang penjualan tanah tersebut dipakai untuk membeli kendaraan bermotor.

Alasan mereka karena mempermudah kegiatan mereka untuk beli kebutuhan,

transportasi kerja dan ke sekolah.42 Jadi membeli kendaraan bermotor pun adalah

salah satu kebutuhan bagi mereka.

4. Untuk membeli peralatan rumah dan elektronik.

5. untuk membeli kebutuhan sehari –hari. Ada sekitar 2 orang informan yang mengakui

bahwa uang hasil penjualan terpakai untuk kebutuhan hidup sehari-hari

6. untuk membeli bibit sawit. Salah seorang informan menjawab bahwa uang hasil

penjualan itu digunakan untuk membeli bibit sawit karena masih banyak lahan tanah

yang dia miliki dan sebagai sumber pemasukan bagi kehidupan keluarganya.43

7. untuk menabung beberapa informan mengaku (5 orang) bahwa uang itu disimpan oleh

mereka di Credit Union (CU). Sebagian besar orang di Kalimantan Barat gemar untuk

menabung di CU karena tabungan di CU bunganya lebih tinggi dari bank. Selain itu

memiliki tabungan di CU memudahkan mereka untuk meminjam uang untuk

keperluan mendesak mereka seperti sakit dan membiayai pernikahan anak.

42 Sekolah Menengah Pertama (SMP) ada di desa Sabung dengan jarak tempuh 8,5 km, sementara

untuk SMA ada di kabupaten Sambas yang berjarak 23 km dan Kecamatan Subah 20 km. Oleh karena itu

mereka sangat membutuhkan kendaraan bermotor untuk mengantar dan menjemput anak mereka berangkat

sekolah atau membiarkan anak-anak mengendarai motor. Jarak tempuh yang jauh menjadi alasan kuat mereka

untuk membeli keadaan motor bagi kelancaran transportasi anak-anak mereka.

43 Wawancara dengan bapak Zakaria Dana

Page 19: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

8. untuk biaya pengobatan. Ada 2 informan yang mengakui bahwa uang hasil jual tanah

tersebut digunakan untuk biaya pengobatan karena pada waktu itu belum ada BPJS

(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) seperti sekarang.44

Berdasarkan hasil jawaban dari para informan di atas maka dapat dilihat bahwa

alasan ekonomi dan tuntutan kebutuhan menjadi alasan atau penyebab mereka menjual tanah.

Selain itu keinginan untuk meningkatkan taraf hidup juga menjadi penyebab mereka menjual

tanah (dapat dilihat pada poin 1,2 dan 5). Dampak positif memang tidak dapat

dikesampingkan daerah terpencil berubah menjadi kawasan yang sibuk dengan kegiatan

ekonomi dan persaingan serta tantangan untuk memperoleh nilai tambah ekonomis bagi

setiap orang.45 Oleh karena itu penulis melihat bahwa kehadiran perusahaan membawa

perubahan terhadap pola perilaku dan pola pikir masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penjualan tanah tersebut maka penulis

mengajukan pertanyaan berikut. Penulis bertanya “apakah ada penyesalan setelah mereka

menjual tanah?” Jawaban dari informan 10 orang yang ditanya, 7 orang mengaku tidak

menyesal menjual tanah tersebut. Mereka mengaku menjual karena terdesak oleh kebutuhan

seperti pendidikan, rumah dan kesehatan. Bahkan ada yang mengaku tidak menyesal karena

memang sudah lanjut usia dan lahan yang dimiliki tersebut sangat jauh sehingga tidak

mungkin untuk dikerjakan lagi.46 Sebagian besar yang menjawab tidak menyesal karena

menyadari tanah yang mereka serahkan kepada perusahaan hanya sebagian kecil dari yang

mereka miliki, misalnya dari tanah 60 hektar yang diserahkan ke perusahaan hanya 10 persen

yaitu 6 hektar. Bagi beberapa orang yang menyesal itu karena merasakan jerih lelah mereka

waktu buka ladang kini telah menjadi milik milik orang lain.

44 Wawancara dengan Pak Obet Alang dan Pak Zakaria Barudin

45 Paulus, Kebudayaan Dayak, 225.

46 Wawancara dengan Pak Obet Alang

Page 20: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

4. Penegasan Nilai Kearifan Lokal

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan para informan yang berusia di

atas 35 tahun mengakui bahwa dulu kawasan di Sungai Kajang adalah kawasan hutan yang

terlindungi. Menurut pengakuan informan yang lanjut usia bahkan menyatakan kawasan

Sungai Kajang terkenal sebagai kawasan yang terkenal dengan airnya yang jernih.

Perubahan lingkungan ini dirasakan benar oleh mereka saat telah masuknya usaha

penambangan dan perusahaan sawit di kampung mereka (lihat lampiran). Saat maraknya

orang menjual tanah seiring dengan masuknya perusahaan kelapa sawit makin terasa

perubahan lingkungan di Sungai Kajang tersebut. Komersialisasi tanah menjadi faktor yang

akhirnya merusak ekologi di Sungai Kajang. Hal-hal yang menjadi kearifan lokal ialah

sebagai berikut:

- Tanah bukanlah komoditas dan tidak dapat diperjualbelikan karena menyangkut

identitas dan bagian hidup masyarakat Dayak Bakati. Menjunjung tinggi nilai

tanah

- Menjaga keseimbangan alam dengan membiarkan tanah beristirahat selama 10

tahun maka tanah akan menjadi subur secara alami.

- Kejujuran untuk saling menjaga batas tanah masing-masing orang

- Menghargai orangtua, leluhur dan adat istiadat.

Setelah masuknya perusahaan sawit maka terjadilah proses jual beli tanah

yang berdampak pada perubahan atas nilai kearifan lokal seperti:

- Tidak lagi mengerjakan ladangnya dan menjual tanah sehingga tanah menjadi

komoditas

- Terjadi ketidakseimbangan alam seperti kerusakan ekologi, dampak yang paling

terasa ialah krisis air pada musim kemarau.

Page 21: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

- Menipu demi untuk mendapatkan uang dengan cara menjual tanah yang bukan

miliknya

- Tidak menghargai lagi pranata adat atau warisan leluhur dengan munculnya

oknum-oknum yang menjual tanah ulayat

- Perilaku konsumtif dengan suka membeli barang yang diperoleh dengan cara

menjual tanah

Penulis mempertanyakan kepada pemuka adat usaha apa yang dapat dilakukan setelah

terjadi hal seperti demikian. Apakah telah dilakukan usaha-usaha untuk mencegah atau

menegaskan kembali kearifan lokal masyarakat Dayak Bakati di tengah maraknya

komersialisasi tanah? Menurut penuturan Pak Gerson Boy selaku Ketua Adat periode 2014 –

2019 pihak adat telah melakukan upaya-upaya untuk melindungi tanah sebagai berikut:47

1. tidak mudah menandatangani berkas/dokumentasi SPT ataupun penjualan tanah

2. mendata kembali tanah-tanah yang menjadi tanah ulayat/ adat yang telah dijual.

3. mengembalikan tanah ulayat kembali menjadi milik adat

4. menjalin kerjasama dengan pemerintah desa untuk mengurus tanah ulayat

5. menjalin komunikasi dengan pihak perusahaan terkait dengan tanah-tanah yang telah

diserahkan ataupun yang menjadi sengketa

6. mensosialisasikan kembali aturan atau sanksi adat kepada mereka yang dinilai telah

melanggar ketentuan adat.

Diakui oleh pihak pengurus adat bahwa usaha-usaha ini tidak akan berjalan

baik tanpa kesadaran dan kemauan masyarakat untuk bekerja sama.48 Persoalan tanah ini

memang menimbulkan dilema bagi pengurus desa maupun adat karena alasan mereka

menjual tanah seringkali terdesak karena kebutuhan. Bahkan pengakuan dari salah seorang

informan mengaku alasan terdesak secara ekonomi saja yang membuatnya berani menjual

47 Wawancara dengan Pak Gerson Boy (tanggal 17 September 2017)

48 Wawancara dengan Pak Gerson Boy (tanggal 17 September 2017)

Page 22: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

tanah sehingga ia pun baru berani untuk menjual tanah pada tahun 2016. Proses penjualan

yang dilakukannya pada tahun 2016 ini didasari atas kesadaran lokalitas dan identitasnya

sebagai orang dayak asli sungai Kajang sehingga tanah adalah bagian dari kehidupannya

yang tidak dijual dengan mudahnya.

Oleh karena itu diperlukan usaha untuk menegaskan kembali aturan dan nilai kearifan

lokal yang dahulu ditaati. Berdasarkan pengamatan penulis dari hasil laporan penyerahan

lahan dilakukan oleh semua warga masyarakat di Sungai Kajang (lihat lampiran). Namun

beberapa dari mereka kini tidak lagi menjualnya/ menyewakan secara langsung kepada

perusahaan. Beberapa orang membentuk kelompok yang menjalin kerjasama dengan pihak

perusahaan untuk proses kerjasama. Usaha ini dilakukan juga sebagai cara untuk melindungi

tanah mereka agar tidak menjadi lahan sengketa serta mereka mendapat hak mereka yang

sewajarnya sebagai pemilik tanah.

5. Kepentingan Pasar Berujud dari Penjualan Tanah

Luas hutan Borneo yang terdata ialah 45 hektar, 70% diserahkan

pemerintah untuk dihabiskan perusahaan HPH sebagai hutan produksi dan hutan konsesi.49

Pemerintah berusaha untuk mengembangkan perekonomian yang di pedalaman dengan cara

mengizinkan perusahaan untuk membuka lahan bagi perkebunan sawit. Dalam perkembangan

data Bapeda tahun 2000 menjelaskan bahwa perkebunan kelapa sawit telah merampas

330.000 Ha tanah rakyat oleh 84 perusahaan.50 Sementara data tahun 2001 disebutkan

perkebunan kelapa sawit telah tumbuh sangat cepat hingga hampir seluruh pelosok

Kalimantan Barat telah ditanami sawit.

Pemerintah memegang peranan untuk mendorong penggunaan lahan milik masyarakat

di pedalaman. Oleh karena itu posisi kekuasaan yang digunakan pemerintah dengan regulasi

49 Anton P Widjaja, Menolak Takluk: PanduanAktivis Rakyat (Pontianak: Institut Dayakologi, 2008),

51.

50 Widjaja, dkk. Menolak Takluk…, 42.

Page 23: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

untuk mendukung pembangunan di sisi lain memposisikan masyarakat di pedalaman

menyerahkan tanah mereka. Pemerintah memberikan berbagai macam fasilitas kepada

pengusaha seperti kemudahan dalam perizinan melalui deregulasi kebijakan fasilitas

permodalan dengan kredit lunak dari bank dan pembebasan sewa tanah dengan memberikan

HGU (Hak Guna Usaha).51 Di era pemerintahan Suharto pemerintah mempunyai kontrol

kuat atas tanah dan bersifat mutlak.52Berdasarkan catatan Dinas Kehutanan terdaftar 75

perusahaan yang terdaftar dan beroperasi di Kalimantan Barat sejak tahun 1968.53 Ini artinya

tepat seperti apa yang penulis sampaikan sebelumnya bahwa pemerintah memegang andil

untuk mendukung perusahaan HPH dan akhirnya masyarakat ‘terbujuk’ untuk menjual tanah

mereka.

Kuatnya arus globalisasi dengan indikator kehidupan perekonomian yang lebih baik

memposisikan masyarakat untuk juga mengikuti arus ini. Dengan dalil pemerataan

pembangunan perekonomian di pedalaman maka masyarakat pun menyadari posisi mereka

sebagai “miskin” menurut standar ekonomi dunia. Padahal dahulu mereka tidak melihat

demikian. Ini terlihat dari banyak alasan yang mereka kemukakan untuk penjualan tanah

dilatarbelakangi alasan ekonomi. Sehingga istilah jual-beli tanah pun merasuk dalam pola

pikir dan perilaku mereka.

Menurut data yang terdapat di kantor desa Madak tercatat luas wilayah desa Madak

pada tahun 2017 ialah 11.429 Ha atau 15,9% dari luas kecamatan Subah. Dari luas tersebut

yang telah dipakai untuk luas lahan perkebunan ialah 4.882 Ha. Menurut hasil wawancara

dengan Pak Akbar pun diketahui bahwa perusahaan PAP saja telah melakukan proses

51 Anton P Widjaja, Menolak Takluk: PanduanAktivis Rakyat (Pontianak: Institut Dayakologi, 2008),

51.

52 Dominggus Elcid Li, “Tanah Ulayat, Kapitalisme Global dan Sikap Gereja”, Zakaria Ngelow (ed)

Teologi Tanah (Makassar: Yayasan Oase Intim, 2015), 231.

53 Anton P Widjaja, Menolak Takluk: PanduanAktivis Rakyat (Pontianak: Institut Dayakologi,

2008)224.

Page 24: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

kerjasama dengan mengambil lahan milik masyarakat seluas 800 Ha pada tahun 2016 dan

telah dilakukan juga pada tahun sebelumnya.54 Dari data yang penulis dapatkan semua

masyarakat telah menandatangani berkas kerjasama untuk penyerahan lahan kepada

perusahaan PAP. Inilah yang penulis maksudkan bahwa kepentingan pasar terus menuntut

untuk memenuhi kebutuhan produksi kelapa sawit dan juga mendorong peningkatan

pendapatan daerah. Pada akhirnya masyarakat Dayak Bakati pun terbawa arus untuk menjual

tanah mereka.

6. Rangkuman

Maraknya perkebunan kelapa sawit di daerah Kalimantan Barat telah merubah pola

hidup masyarakat di pedalaman. Sejak masuk perusahaan kelapa sawit pada tahun 1997/

1998 di Sungai Kajang terjadi pergeseran pola hidup dari yang bertani hingga akhirnya

menjadi buruh. Bahkan tidak hanya perubahan pola hidup tetapi juga perubahan cara

pandang nilai kearifan lokal. Dahulu tanah begitu diperjuangkan sampai menjadi

pertarungan hidup dan mati tetapi tanah kemudian dapat diperjualbelikan. Masyarakat

Dayak Bakati di Sungai Kajang yang awalnya tidak mengenal istilah jual-beli tanah

akhirnya mulai mengenal istilah ini dan terbawa arus pada komersialisasi tanah.

Ironisnya penjualan tanah pun dilakukan tidak hanya oleh kalangan masyarakat biasa

tetapi dilakukan juga oleh beberapa pengurus adat yang terdahulu. Sehingga seharusnya

mereka yang menjadi penjaga nilai-nilai kearifan lokal ternyata juga tidak akhirnya terbawa

pada arus komersialisasi tanah. Masyarakat Dayak Bakati di sungai Kajang telah

menyebutkan alasan-alasan menjual tanah tersebut. Sebagian besar jawaban adalah karena

kebutuhan hidup dan usaha untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Usaha untuk

meningkatkan taraf hidup yang lebih baik ini terjadi karena adanya tawaran-tawaran yang

dibuka seiring dengan konsekuensi modernisasi yang mulai masuk ke pedalaman

54 Wawancara dengan Pak Akbar Manajer PT PAP tanggal

Page 25: BAB III Gambaran Profil Masyarakat Dayak Bakati di Sungai ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/3/T2_752016208_BAB...Wilayah penyebaran suku Dayak Lampahuk ini terdapat

Kalimantan Barat. Mereka yang hidup di pedalaman mulai melihat kompleksitas dan

keragaman pekerjaan dan peningkatan taraf hidup. Dahulu mereka sederhana dan hanya

mengenal satu pola yaitu hidup dari apa yang diberikan alam. Inilah yang kemudian disebut

dilema dari usaha kemajuan dan percepatan perekonomian yang didorong pemerintah

melalui hadirnya perkebunan kelapa sawit di pedalaman Kalimantan Barat.

Penulis menyadari bahwa nilai kearifan lokal masih mereka ketahui dan berusaha

untuk mereka jaga. Ini terlihat dari kesadaran beberapa warga yang tidak mau tanahnya dijual

secara penuh sebagai kesadaran bahwa suatu waktu tanah itu tetap milik mereka. Beberapa

informan pun mengakui mereka berusaha untuk menjaga tanah tersebut dan mengajarkan

nilai kearifan lokal tersebut kepada anak cucu mereka. Mereka sadar penjualan tanah dalam

bentuk HGU itu di satu sisi mereka butuhkan untuk meningkatkan taraf hidup mereka seperti

memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka. Mereka mengakui tidak

mudah melepaskan tanah yang mereka miliki tetapi di antara pilihan untuk kehidupan yang

lebih baik maka mereka memilih untuk menjual tanah tersebut. Mereka ingin anak dan cucu

mereka dapat pendidikan yang lebih baik daripada yang telah mereka terima. Inilah dilema

dari masuknya perkebunan kelapa sawit di pedalaman Kalimantan Barat. Di satu sisi terlihat

negatif tetapi di sisi lainnya membawa pengaruh positif.