19
3. DASAR TEORI 3.1. Peremukan Material Dalam setiap proses pengolah bahan galian baik bijih maupun mineral industri sudah pasti melakukan proses pengecilan ukuran butir. Pengecilan ukuran telah dimulai sejak lepasnya material batuan induknya dan mengalami transportasi oleh air sungai yang kemudian membentuk suatu endapan. Selanjutnya ukuran endapan hasil transportasi sungai tersebut diperkecil lagi secara progresif dengan peremukan (crushing). Pecahnya batuan pada peremuk rahang disebabkan akibat kuat tekanan material umpan lebih kecil pada kuat tekan yang ditimbulkan oleh alat peremuk, sudut singgung material nip angel dan arah resultan gaya akhir yang mengarah ke bawah sedemikian sehingga batuan tersebut pecah. Adapun gaya yang bekerja pada peremuk ini adalah : 1. Gaya tekan, adalah gaya yang dihasilkan oleh gerakan rahang ayun yang bergerak menekan batuan. 2. Gaya gesek, adalah gaya yang bekerja pada permukaan antara rahang diam maupun rahang ayun dengan batuan. Tugas Akhir Suci Laswita 3-1

Bab III Dasar Teori

  • Upload
    jata

  • View
    56

  • Download
    14

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cd

Citation preview

Page 1: Bab III Dasar Teori

3. DASAR TEORI

3.1. Peremukan Material

Dalam setiap proses pengolah bahan galian baik bijih maupun mineral industri

sudah pasti melakukan proses pengecilan ukuran butir. Pengecilan ukuran telah

dimulai sejak lepasnya material batuan induknya dan mengalami transportasi oleh

air sungai yang kemudian membentuk suatu endapan. Selanjutnya ukuran endapan

hasil transportasi sungai tersebut diperkecil lagi secara progresif dengan

peremukan (crushing).

Pecahnya batuan pada peremuk rahang disebabkan akibat kuat tekanan material

umpan lebih kecil pada kuat tekan yang ditimbulkan oleh alat peremuk, sudut

singgung material nip angel dan arah resultan gaya akhir yang mengarah ke

bawah sedemikian sehingga batuan tersebut pecah. Adapun gaya yang bekerja

pada peremuk ini adalah :

1. Gaya tekan, adalah gaya yang dihasilkan oleh gerakan rahang ayun yang

bergerak menekan batuan.

2. Gaya gesek, adalah gaya yang bekerja pada permukaan antara rahang diam

maupun rahang ayun dengan batuan.

3. Gaya gravitasi, adalah gaya yang bekerja pada batuan sehingga

memperngaruhi arah gerak material ke arah bawah.

4. Gaya menahan, adalah gaya tahan yang dimiliki batuan atas yang timbul

akibat gerakan rahang ayun terhadap rahang diam. Batuan akan pecah dengan

hasil partikel yang kasar, jika pecahnya batuan tersebut akibat tekanan ataupun

tarikan, sebaliknya akan halus jika pecahnya batuan tersebut disebabkan

akibat gesekan.

Proses peremukan atau pengecilan ukuran batuan harus dilakukan secara bertahap

karena keterbatasan kemampuan alat untuk mereduksi batuan berukuran besar

hasil peledakan sampai menjadi butiran – butiran kecil seperti yang dikehendaki.

Tugas AkhirSuci Laswita

3-1

Page 2: Bab III Dasar Teori

Menurut Hukkie (1962) tahapan dasar dari reduksi ukuran butiran batuan seperti

Tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Klasifikasi Tahapan Dasar Reduksi Ukuran Butir (Hukkie 1962)1)

Tahapan Ukuran

Butiran

Ukuran

Terbesar

Ukuran

Terkecil

Peremukan Primer 1 m 100 mm

Peremukan Sekunder 100 m 10 mm

Grinding Kasar 10 m 1 mm

Grinding Halus 1 mm 100 µ

Grinding Sangat Halus 100 µ 10 µ

Grinding Ultra Halus 10 µ 1 µ

Dalam memperkecil ukuran pada umumnya dilakukan dengan 3 tahap (Currie,

1973)1, yaitu :

1. Primary crushing

Merupakan peremukan tahap pertama, alat peremuk yang biasanya digunakan

pada tahap ini adalah jaw crusher dan gyratory crusher. Umpan yang

digunakan biasanya dengan ukuran yang biasa diterima <30 cm, dengan

ukuran setting antara 2,5 – 12 inci untuk primary crusher. Ukuran terbesar

dari produk peremukan tahap pertama biasanya kurang dari 12 inci.

2. Secondary crushing

Merupakan peremukan tahap kedua, alat peremuk yang digunakan adalah

secondary crusher atau cone crusher. Umpan yang digunakan berkisar 1 – 3

inci. Produk terbesar yang dihasilkan biasanya kurang dari 3 inci.

3. Tertiary crushing

Merupakan peremukan tahap lanjut dari secondary crushing, alat yang

digunakan adalah tertiary crushing atau cone crusher. Umpan yang digunakan

berkisar 0 – 15 inci. Produk terbesar yang dihasilkan biasanya kurang dari

1,5 inci.

Tugas AkhirSuci Laswita

3-2

Page 3: Bab III Dasar Teori

3.2. Mekanisme Peremuk Batuan

Jaw crusher meremuk material dengan kompresi di dalam rongga peremuk

(rongga diantara dua jaw). Material yang masuk ke rongga tersebut akan segera

mendapat jepitan kompresi jaw yang bergerak dan turun hingga mendapatkan

jepitan baru. Material bebas turun diantara dua kompresi serta volumenya

membesar karena bentuk rongga diantara dua partikel. Peremukan seperti ini

disebut dengan arrested crushing sebagai lawan dari choke crushing yaitu

material yang terus menderita kompresi sebelum keluar dari alat. Pada arrested

crushing peremukan hanya oleh alat, sedangkan choke crushing disamping oleh

alat juga oleh material saling meremuk. Choke crushing banyak menghasilkan

material halus dan bila tidak dikendalikan dapat merusak alat. Batuan akan pecah

dengan hasil partikel yang kasar, jika pecahnya batuan tersebut akibat tekanan

ataupun tarikan, sebaliknya akan halus jika pecahnya batuan tersebut disebabkan

oleh gesekan. (lihat Gambar 3.1)

Gambar 3.1. Mekanisme Peremukan.

Tugas AkhirSuci Laswita

3-3

Page 4: Bab III Dasar Teori

3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peremukan3)

PT. Adhi Karya dalam memproduksi batu pecah menggunakan alat peremuk

primer yaitu jaw crusher. Faktor-faktor yang mempengaruhi peremukan batuan

oleh jaw crusher antara lain :

1. Ketahanan Batuan

Ketahanan batuan dipengaruhi oleh keterepasan batuan (friability) dan kerapuhan

(brittleness) dari kandungan mineralnya. Struktur mineral yang sangat halus

biasanya lebih tahan daripada batuan yang berstruktur kasar.2)

2. Ukuran Material Umpan

Ukuran material umpan untuk mencapai produk optimum pada peremukan adalah

kurang dari 85% dari ukuran bukaan alat peremuk3). Contohnya dengan ukuran

bukaan peremuk sebesar 60 mm maka ukuran material umpan adalah kurang

lebih 85% dari 60 mm yaitu 51 mm.

3. Reduction Ratio ( R. 80 )

Merupakan perbandingan ukuran ayakan yang dapat meloloskan 80% berat

umpan kumulatif dengan ukuran lubang ayakan produksi pada kumulatif yang

sama. Menurut Currie (1973), nilai reduction ratio yang baik pada proses

peremukan untuk primary crushing adalah 4 – 7, untuk secondary crushing adalah

14 – 20 dan untuk tertiary crushing adalah 50 – 100.

4. Tenaga Peremukan

Tenaga yang dibutuhkan alat peremukan tergantung dari beberapa faktor; antara

lain, ukuran umpan, ukuran produk, kapasitas mesin peremuk, prosentae dari

waktu berhenti alat peremuk pada suatu proses peremukan. Besar kebutuhan

tenaga peremuk berkisar antara 0,3 – 1,5 kw jam/ton.(2)

5. Arah Resultan Gaya

Untuk terjadinya suatu peremukan, maka arah resultan gaya terakhir haruslah

mengarah ke bawah. Jika arah resultan gaya terakhir mengarah keatas, berarti

peremukan tidak terjadi, tetapi material hanya akan meloncat keatas saja .(1)

6. Kapasitas

Tugas AkhirSuci Laswita

3-4

Page 5: Bab III Dasar Teori

Kapasitas alat peremuk dipengaruhi oleh jumlah umpan yang masuk tiap jam,

berat jenis umpan dan besar setting dari alat peremuk.(3)

3.4. Peremuk Batu Utama (Jaw Crusher)

Alat peremuk mempunyai dua rahang, yang satu dapat digerakkan (swing jaw),

sedangkan yang satu lagi tetap (fix jaw). Berdasarkan letak porosnya jaw crusher

dibagi menjadi dua, yaitu : blake jaw cruher dengan letak poros diatas dan dodge

jaw crusher dengan letak poros dibawah. Jenis blake jaw crusher ini masih dibagi

lagi menjadi tiga bagian, yaitu Doble toggle jaw crusher, single toggle jaw

crusher, dan telsmith jaw crusher.(2) (Lihat Gambar 3.2)

Gambar 3.2. Single Toggle Jaw Crusher

Bagaian – bagian jaw crusher antara lain 4) :

Setting block, yaitu bagian untuk mengatur agar

lubang bukaan ukuranya sesuai dengan yang dikehendaki. Bila setting block

dimajukan maka jarak fixed jaw dan swing jaw menjadi lebih pendek atau

lebih dekat, begitu sebaliknya.

Toggle, yaitu bagian dari alat peremuk yang berfungsi untuk mengbah

gerakan naik turun menjadi gerakan horizontal atau maju – mundur.

Pitman, yaitu bagian dari alat peremuk yang berfungsi untuk merubah

gerakan berputar dari excentrik menjadi gerakan naik – turun.

Tugas AkhirSuci Laswita

3-5

Page 6: Bab III Dasar Teori

Swing jaw,yaitu bagian dari alat peremuk yang dapa bergerak /rahang ayun

yang berfungsi sebagai memberi gaya tekanan pada material umpan.

Fixed jaw,yaitu bagian dari alat peremuk yang tidak dapat

bergerak./rahang diam yang berfungsi sebagai memberi gaya menahan pada

material umpan.

Mouth , yaitu bagian mulut dari alat peremuk yang berfungsi sebagai lubag

penerimaan.

Throat , yaitu bagian paling bawah alat peremuk yang berfungsi sebagai

lubang pengeluaran.

Gape, yaitu jarak horizontal pada mouth (lubang penerimaan)

Set, yaitu jarak horizontal pada throat (lubang pengeluaran)

Open setting, yaitu jarak swing jaw dengan fixed jaw pada saat menutup

(saat saling menjauh).

Closed setting, yaitu jarak antara swing jaw dengan fixed jaw pada saat

menutup (saat saling mendekat).

Throw, yaitu selisih jarak pelemparan pada saat rahang membuka dengan

pada saat rahang menutup.

Nip angle,yaitu sudut yang dibentuk dari garis singgung yang dibuat

antara jaw (swing dan fixed) dengan material batuan. (Lihat Gambar 3.3)

Gambar 3.3. Bagian-bagian utama jaw crusher

3.4.1. Kapasitas Alat Peremuk

Tugas AkhirSuci Laswita

3-6

Page 7: Bab III Dasar Teori

Kapasias jaw crusher dipengaruhi oleh gravitasi, keliatan material, kekerasan, dan

kandungan air.(2) Kapasitas jaw cruher dapat dihitung dengan rumus:

TR = Kc X Km X Kf X Ta (1) ............................................................ (3.1)

Keterangan :

TR = Kapasitas Jaw Crusher, tpj

Kc = Faktor kekerasan batuan,

Km = Faktor kandungan air, untuk andesit dianggap kering, 1

Kf = Faktor pengumpan material,

Kontinu = 0.75 – 0.85

Intermitten = 0.25 – 0.50

Ta = Kapasitas desain alat peremuk (tpj)

3.4.2. Tenaga Peremukan

Pada pengoperasian alat peremuk dibutuhkan tenaga untuk menjalankan alat guna

pengecilan ukuran butir material. Besarnya tenaga peremukan dapat dihitung

dengan rumus :

(4)…………………………….………………. (3.2)

Keterangan :

W = Tenaga input yang diperlukan, kwjam/ton

Wi = Indeks kerja, yaitu energi yang diperlukan mengecilkan satu ton material

dari satu ukuran menjadi 80% lolos pada 100 mikron, kw jam/ton.

P = Ukuran ayakan yang meloloskan produk sebesar 80%, mikron

F = Ukuran ayakan yang meloloskan umpan sebesar 80%, mikron

3.4.3. Efektifitas

Efektivitas alat peremuk dihitung sebagai perbandingan kapasitas nyata alat

peremuk dengan kapasitas teoritis desain alat sesuai dengan spesifikasi teknis alat

peremuk.(4)

3.5. Peralatan Bantu

3.5.1. Penampung Hopper (Hopper)

Tugas AkhirSuci Laswita

3-7

Page 8: Bab III Dasar Teori

Penampung umpan adalah alat yang berfungsi untuk menampung material guna

dialirkan ke alat peremuk. Bentuk trapesium, terbuat dari plat baja guna mengatasi

keausan akibat benturan dan gesekan dengan material umpan, serta dilengkapi

penyangga untuk menahan beban. Volume hopper dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

V = 1/3 (La + Lb + √La.Lb) t ............................................................. (3.3)

Keterangan :

V = Volume Hopper

La = Luas penampang atas

Lb = Luas penampang bawah

t = Tinggi Hopper

3.5.2. Ayakan Getar

Ayakan getar berfungsi sebagai alat pemisah ukuran yang bekerja dengan getaran

yang pada pengelompokan ukuran materialnya bergantung pada ukuran lubang

ayakan. Ayakan getar yang digunakan terdiri dari 3 tingkat, dimana ukuran

bukaan lubang dek I adalah 30 mm, dek II adalah 20 mm, dan dek III adalah

5 mm dengan kemiringan 150. Berdasarkan bentuk, permukaan lubang ayakan

terbuat dari bahan kawat baja yang dianyam dan jenisnya woven wire.

Faktor- faktor yang mempengaruhi lolosnya material adalah, ukuran material yang

sesuai dengan lubang bukaan, ukuran rata-rata material yang menembus lubang

ayakan, sudut yang dibentuk oleh gaya bentur material, komposisi air pada

material yang diayak, letak perlapisan material pada peremukan ayakan sebelum

diayak.(3)

Perhitungan kapasitas ayakan getar secara umum tergantung pada, luas

penampang permukaan screen, ukuran opening screen, sifat feed seperti berat

jenis kandungan air termperatur, dan type dari alat ayakan yang digunakan.(2)

(Lihat Gambar 3.4)

Tugas AkhirSuci Laswita

3-8

Page 9: Bab III Dasar Teori

Gambar 3.4. Berbagai macam bentuk permukaan ayakan.

Perhitungan kapasitas teoritis ayakan dilakukan dengan rumus:

C = A x B x G x V x H x E x M x O x D x T x W (5) …………..…..(3.4)

Keterangan :

C = Kapasitas teoritis ayakan getar, ton/jam

A = Luas permukaan ayakan getar, m2

B = Kapasitas basis ayakan getar setiap m2 lubang bukaan

G = Bulk density factor

V = Over size factor

M = Mois condition factor

H = Faktro ukuran halus material yang tidak lolos pada % berat material halus

yang berukuran lebih kecil dan setengah ukuran lubang ayakan getar.

E = Faktor efisiensi

O = Open area factor

D = Deck factor

T = Type of deck factor

W = Wet screening factor

Efisiensi ayakan getar merupakan perbandingan antara material yang lolos lubang

ayakan dengan material yang seharusnya lolos. Secara umum efisiensi ayakan

tergantung pada lamanya umpan berada diatas ayakan, jumlah lubang bukaan

Tugas AkhirSuci Laswita

3-9

Page 10: Bab III Dasar Teori

yang terbuka, kecepatan getaran, tebal lapisan umpan, perimbangan ukuran

material pada umpan.(5)

3.5.3. Belt Conveyor (Ban Berjalan)

Perhitungan kapasitas teoritis ayakan dilakukan dengan rumus:

C = A x B x G x V x H x E x M x O x D x T x W (5) …………..…..(3.5)

Keterangan :

C = Kapasitas teoritis ayakan getar, ton/jam

A = Luas permukaan ayakan getar, m2

B = Kapasitas basis ayakan getar setiap m2 lubang bukaan

G = Bulk density factor

V = Over size factor

M = Mois condition factor

H = Faktro ukuran halus material yang tidak lolos pada % berat material halus

yang berukuran lebih kecil dan setengah ukuran lubang ayakan getar.

E = Faktor efisiensi

O = Open area factor

D = Deck factor

T = Type of deck factor

W = Wet screening factor

Efisiensi ayakan getar merupakan perbandingan antara material yang lolos lubang

ayakan dengan material yang seharusnya lolos. Secara umum efisiensi ayakan

tergantung pada lamanya umpan berada diatas ayakan, jumlah lubang bukaan

yang terbuka, kecepatan getaran, tebal lapisan umpan, perimbangan ukuran

material pada umpan.(5)

3.5.4. Kapasitas Alat Muat

Tugas AkhirSuci Laswita

3-10

Page 11: Bab III Dasar Teori

Alat muat digunakan untuk memasukkan material produk ke hopper. Alat muat

mempunyai waktu edar (cycle time) dalam satu siklus kegiatan pemuatan.

Kapasitas produksi alat muat dapat dihitung dengan rumus6) :

P = x Kb x Pf x Fk .............................................................................. (3.6)

Keterangan :

P = Produksi Alat Muat (ton/jam)

Kb = Kapasitas bucket (m³)

Pf = faktor pengisian, (%)

CT = Cycle Time (menit)

3.6. Pengambilan Conto

Dalam melakukan kajian terhadap tingkat produksi, perlu dilakukan pengambilan

conto pada tiap-tiap peralatan produksi. Di dalam pengambilan conto dijumpai

istilah berikut :

1. Consigment, adalah kumpulan besar material yang akan diambil contonya

disamping material yang ditimbun juga dalam bentuk material yang dialirkan

selama satu shift

2. Increment, adalah sejumlah kecil material yang diperoleh dengan sekali

pengambilan conto pada consigment. Penentuan jumlah minimum increment

yang harus diambil menurut JIS (Japanese Industrial Standard) didasarkan

pada besarnya consigment.

Dalam melakukan kajian terhadap tingkat produksi perlu dilakukan pengambilan

conto pada tiap-tiap peralatan produksi. Penentuan jumlah minimum increment

yang harus diambil menurut JIS didasarkan pada besarnya consigment. Jumlah

minimum increment yang diambil berdasarkan standar JIS dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 3.2. Minimum Consigment yang dibutuhkan: (7)

Tugas AkhirSuci Laswita

3-11

Page 12: Bab III Dasar Teori

No Ukuran consigment Golongan variasi kualitas

Besar Sedang Kecil

1 40.000 240 120 65

2 20.000 – 40.000 160 80 45

3 15.000 – 20.000 140 70 40

4 10.000 – 15.000 120 60 35

5 15.000 – 10.000 100 50 30

6 5.000 80 40 25

3.7. Ketersediaan Alat

Kondisi mekanis dan efektivitas penggunaan dari peralatan dapat diketahui dari

beberapa pengertian berikut :

1) Availability index atau Mechanical Availability

adalah cara untuk mengetahui kondisi mekanis yang sesungguhnya dari alat yang

sedang dipergunakan. Dapat dihitung dengan persamaan :

……………………………...………………...(3.7)

Keterangan

W = Working hours (jam kerja)

Working hours adalah jumlah waktu pengoperasian alat dalam satuan waktu kerja.

R = Repair hours (jam perbaikan )

Repair hours adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan alat dalam

satuan waktu kerja.

2) Physical availability atau operational availability

Adalah kondisi fisik dari suatu alat yang sedang dipergunakan, dapat dihitung

dengan persamaan :

…………………………………………..(3.8)

Keterangan :

Tugas AkhirSuci Laswita

3-12

Page 13: Bab III Dasar Teori

W = Working hours (jam kerja)

R = Repair hours (jam perbaikan

S = Hours of stanby (jam siap tunggu)

3) User of availability

Menunjukkan berapa persen waktu yang digunakan oleh suatu alat untuk

beroperasi pada saat alat tersebut dapat digunakan. Dapat dihitung dengan

persamaan:

……………………..….…………………(3.9)

Keterangan:

W = Working hours (jam kerja)

S = Hours of stanby (jam siap tunggu)

4) Effective Utilization

Menunjukkan beberapa persen waktu yang dapat digunakan oleh suatu alat

operasi dari seluruh waktu kerja yang tersedia Effective utilization dapat

diidentikkan dengan effisiensi kerja alat. Dapat dihitung dengan persamaan :

………….……………………………(3.10)

Keterangan :

W = Working hours (jam kerja)

R = Repair hours (jam perbaikan)

S = Hours of stanby (jam siap tunggu)

T = W + R + S = Scheduled hours (jam tersedia)

Tugas AkhirSuci Laswita

3-13