33
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Dalam dunia bisnis atau yang dijalankan dalam berbagai bentuk bisnis, baik untuk menjaga hubungan bisnis, maupun dalam memilih bentuk penyelesaian sengketa bisnis, perjanjian menjadi pegangan dan tolok ukurnya. Oleh karena itu, dalam membuat perjanjian untuk menjaga dan menyelesaikan sengketa haruslah didasarkan kepada ketentuan-ketentuan hukum, khususnya hukum perjanjian yang diatur dalam Buku ke III KUHPerdata, untuk menghindari tejadinya penyelesaian di dalam masalah hukum yang terkadang dapat melahirkan masalah hukum baru. 1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang terkandung dalam persetujuan itu.” 2 Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.” 3 Menurut Subekti, mengatakan bahwa, perjanjian adalah suatu peristiwa 1 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2003, Implementasi Ketentuan- ketentuan Hukum Perjanjian ke dalam Perancangan Kontrak, h. 27 2 Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar lkthasar Indonesi Edisi Ketiga, Jakarta, Balai Pustaka, hal. 458. 3 Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Jakarta, Rincka Cipta, hal. 36

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN

WANPRESTASI

2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

2.1.1 Pengertian Perjanjian

Dalam dunia bisnis atau yang dijalankan dalam berbagai bentuk bisnis,

baik untuk menjaga hubungan bisnis, maupun dalam memilih bentuk penyelesaian

sengketa bisnis, perjanjian menjadi pegangan dan tolok ukurnya. Oleh karena itu,

dalam membuat perjanjian untuk menjaga dan menyelesaikan sengketa haruslah

didasarkan kepada ketentuan-ketentuan hukum, khususnya hukum perjanjian yang

diatur dalam Buku ke III KUHPerdata, untuk menghindari tejadinya penyelesaian

di dalam masalah hukum yang terkadang dapat melahirkan masalah hukum baru.1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan

tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

bersepakat akan mentaati apa yang terkandung dalam persetujuan itu.”2

Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang

dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat

untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”3

Menurut Subekti, mengatakan bahwa, perjanjian adalah suatu peristiwa

1 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2003, Implementasi Ketentuan-ketentuan Hukum Perjanjian ke dalam Perancangan Kontrak, h. 27

2 Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar lkthasar Indonesi Edisi Ketiga, Jakarta, Balai Pustaka, hal. 458.

3 Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Jakarta, Rincka Cipta, hal. 36

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang tersebut saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal yang menimbulkan suatu perikatan

antara dua pihak yang membuatnya.4 Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian

adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam

mana suatu pihak berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak

melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.5

Menurut ketentuan pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih lainnya.” Ketentuan pasal ini sebenarnya kurang begitu

memuaskan karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut

adalah seperti diuraikan berikut ini:

a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan "satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orangn atau lebih

lainnya". Kata keda "mengikatkan" sifatnya hanya datang dari satu pihak

saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu "saling

mengikatkan diri", selagi aria konsensus antara pihak-pihak.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian

"perbuatan" termasuk juga tindakan melak sanakan togas tanpa kuasa

(zaakwaameming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang

tidak mengandung suatu konsensus seharusnya dipakai kata "persetujuan".

c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal

tersebut di atas terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan

4 Subekti, 1996, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, h. 12 5 Wirjono Prodjodikoro, 1991, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,

Sumur, Bandung, h. 7

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga.

Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur

dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh

buku ke III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat

kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan

tujuan mengadakan pedanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu

tidak jelas untuk apa.6

Atas dasar alasan-alasan yang dikemukakan di atas, maka perlu

dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Berdasarkan

alasan-alasan tersebut, maka "perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana

dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam

lapangan harta kekayaan." Hukum ari istilah inggris "yang mengatur tentang

perjanjian itu disebut hukum perjanjian (law of contract). Perumusan ini erat

hubungannya dengan pembicaraan tentang syarat-syarat perjanjian yang diatur

dalam pasal 1320 KUHPerdata yang akan dibicarakan kemudian.

Suatu perikatan lahir karena undang-undang maupun karena kontrak atau

perjanjian. Karena itu sebenamya kontrak merupakan salah satu sumber dari

perikatan. Dalam tampilannya yang klasik, untuk istilah kontrak ini sering disebut

"perjanjian" sebagai terjemahan dari "agreement" dalam bahasa inggris atau

“overeenkomst” dalam bahasa Belanda. Di samping itu ada juga istilah yang

sepadan dengan istilah kontrak yaitu istilah "transaksi" yang merupakan

6 Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Penerbit Alumni, Bandung, h. 77-79

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

terjemahan dari istilah inggris "transaction". Namun demikian, istilah kontrak

"contract" adalah yang paling modem, paling luas dan paling lazim digunakan

termasuk pemakaiannya dalam dunia bisnis. Dan hukum yang mengatur tentang

kontrak itu disebut dengan ”hukum kontrak”.

Selanjutnya ada juga yang memberikan pengertian, kontrak sebagai suatu

perjanjian atau serangkaian perjanjian dimana, hukum memberikan ganti rugi

terhadap wanprestasi dari kontrak tersebut, dan oleh hukum, pelaksanaan dari

kontrak tersebut dianggap merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan.7

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek

yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta, kekayaan, dimana subjek

hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga, subjek hukum yang lain

berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya.8

2.1.2 Asas-asas Perjanjian

Dalam hukum perjanjian, dikenal beberapa, asas penting terhadap suatu

perjanjian, yaitu sebagai berikut :

1. Asas kontrak sebagai hukum mengatur

Hukum mengatur (aanvullen recht, optional law) adalah peraturan-

peraturan hukum yang berlaku bagi subjek hukum, misalnya para pihak dalam

7 Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis, menata bisnis modem di era global. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.9-10

8 Salim MS, Hukum Kontrak, 2008, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, h. 27.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

suatu kontrak. Akan tetapi, ketentuan hukum seperti ini tidak mutlak berlakunya,

karena jika para pihak mengatur sebaliknya, maka yang berlaku adalah apa yang

diatur oleh para pihak tersebut. Jadi, peraturan yang bersifat hukum mengatur

dapat disampingi oleh para pihak. Pada prinsipnya hukum kontrak tersebut ke

dalam kategori hukum mengatur, yakni sebagian besar (meskipun tidak

selundinya) dari hukum kontrak atau perjanjian tersebut dapat disampingi oleh

para pihak dengan mengaturnya sendiri. Karena itu, hukum perjanjian ini disebut

sebagai hukum yang mempunyai sistem terbuka (open system). Sebagai lawan

dari hukum mengatur adalah apa yang dimaksud dengan "hukum memkasa"

(dwingend recht, mandatory law).

Dalam hal ini yang dimaksudkan oleh hukum memaksa adalah aturan

hukum yang berlaku secara memaksa, atau mutlak, dalam arti tidak dapat

disampingi oleh para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) ini merupakan

konsekuensi dari berlakunya asas kontrak sebagai hukum mengatur. Dalam hal ini

yang dimaksudkan dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang

mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya bebas untuk

membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya untuk

mengatur sendiri isi kontrak tersebut, bebas menentukan bentuk, macam dan isi

perjanjian, sepanjang tetap memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur

dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh rambu-rambu hukum sebagai

berikut:

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

a. Harus memenuhi syarat sebagai suatu kontrak

b. Tidak dilarang oleh undang-undang

c. Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku

d. Harus dilaksanakan dengan itikad baik.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Istilah "pacta sunt servanda" berarti "janji itu mengikat". Yang dimaksudkan

adalah bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para

pihak tersebut secara penuh sesuai isi kontrak tersebut. Istilah terkenalnya adalah

"my word is my bonds" atau sesuai dengan tampilan bahasa Indonesia bahwa jika

sapi dipegang talinya, jika manusia dipegang mulutnya". Mengikatnya secara

penuh atas kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut oleh hukum kekuatannya

dianggap sama saja dengan kekuatan mengikat dari suatu undang-undang. Karena

itu apabila suatu pihak dalam kontrak tidak menuruti kontrak yang telah dibuatnya,

oleh hukum disediakan ganti rugi atau bahkan pelaksanaan kontrak secara paksa.

4. Asas Konsensual

Yang dimaksud dengan asas konsensual dari suatu kontrak adalah bahwa jika

suatu kontrak telah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan

pada prinsipnya persyaratan tertulis pun tidak disyaratkan oleh hukum, kecuali

untuk beberapa jenis kontrak tertentu, yang memang dipersyaratkan syarat tertulis.

Syarat tertulis tersebut misalnya dipersyaratkan untuk jenis kontrak berikut ini :

a. Kontrak perdamaian

b. Kontrak pertanggungan

c. Kontrak penghibahan

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

d. Kontrak jual beli tanah

5. Asas Obligator

Asas obligator adalah asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah

dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas

timbulnya hak dan kewajiban semata-mata. Sedangkan prestasi belum dapat

dipaksakan karena kontrak kebendaan (zakelijke overeenkomst) belum terjadi. Jadi,

jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja, hak milik

belum berpindah, jadi baru terjadi kontrak obligator saja. Hak milik baru

berpindah setelah adanya kontrak kebendaan tersebut atau yang sering disebut

juga dengan serah terima. Kontrak hukum Indonesia memberlakukan asas,

obligator ini karena hukum kontrak Indonesia berdasarkan pada Kitab Undang--

undang Hukum Perdata. Sungguh pun hukum adat tentang kontrak tidak

mengakui asas obligator karena hukum adat memberlakukan asas kontrak riil.

Artinya, suatu kontrak haruslah dibuat secara riil, dalam hal ini harus dibuat

secara "terang" dan "tunai". Dalam hal ini kontrak haruslah dilakukan di depan

pejabat tertentu, misalnya di depan penghulu adat atau ketua adat, yang sekaligus

juga dilakukan leveringnya. Jika hanya sekadar janji-janji saja, seperti dalam

sistem obligator, dalam hukum adat kontrak seperti itu tidak punya kekuatan sama

sekali.

6. Asas Kepribadian

Asas ini mempunyai arti, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para

pihak pembuatnya. Menurut Pasal 1315 Burgerlijk Wetboek pada umumnya tidak

seorangpun dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta

ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

Unsur-unsur di dalam suatu perjanjian yang terdiri dari :

1. Essentialia adalah unsur-unsur pokok di dalam suatu persetujuan yang

mutlak harus ada, dan tanpa itu persetujuan tidak mungkin ada.

2. Naturalia adalah Unsur naturalia merupakan unsur yang dianggap telah

ada dalam perjanjian sekalipun para pihak tidak menentukan secara tegas

dalam perjanjian, seperti itikad baik para pihak dalam melaksanakan isi

perjanjian dimana undang-undang yang menentukan sebagai ketentuan

yang bersifat mengatur.

3. Accidentalia adalah unsur tambahan dalam persetujuan, dan undang-

undang tidak mengaturnya.9

2.2 Macam-macam Perjanjian

Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji

kepada seorang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu. Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, menurut

Subekti, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu :

1. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya :

a) Perjanjian jual-beli

Suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual)

berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak

yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas

sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Sedangkan

9 Munir Fuady, op. cit, h. 11

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

dilihat dalam Pengaturan tentang jual beli sebagai perjanjian di dapat pada

Bab kelima yang pada pasal 1457 KUHPerdata diartikan sebagai suatu

persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirimya untuk

menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yan telah

dijanjikan.

b) Perjanjian Tukar-menukar

Dalam Pasal 1541 KUHPerdata menyatakan bahwa tukar menukar ialah

suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk

saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik, sebagai gantinya barang

lain. Sebagaimana dengan perjanjian jual beli, perjanjian ini juga bersifat

konsensual dan sudah mengikat pada saat tercapainya kata sepakat di antara para

pihak. Dan juga bersifat obligator, dalam arti ia belum memindahkan hak milik,

tetapi baru sebatas memberikan hak dan kewajiban.

Pada saat terjadinya levering lah baru secara yuridis, hak milik berpindah.

Objek tukar menukar dalam KUHPerdata adalah semua yang dapat diperjual

belikan, maka dapat menjadi objek tukar menukar. Terhadap hal ini juga dalam

KUHPerdata menyatakan bahwa semua pengaturan jual beli juga berlaku untuk

perjanjian tukar menukar. Lebih lanjut, ketentuan pasal 1545 KUHPerdata

mengatur tentang resiko yang berbunyi : “Jika suatu barang tertentu yang telah

dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar kesalahan pemiliknya, maka persetujuan

dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi

persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar

menukar”.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

c) Perjanjian Sewa-menyewa

Ketentuan KUHPerdata yang mengatur tentang sewa menyewa dapat

dilihat pada pasal 1548 yang berbunyi : “sewa menyewa adalah suatu perjanjian

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada

yang lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan

pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi

pembayarannya”.

Sebagaimana halnya dengan perjanjian lainnya, sewa menyewa adalah

perjanjian konsensual yang artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik

tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya yaitu barang dan harga.

Penyerahan barang untuk dapat dinikmati oleh pihak penyewa diberikan oleh

yang menyewakan, dengan mana kewajiban penyewa adalah untuk membayar

harga. Penyerahan barang hanyalah untuk dipakai dan dinikmati.

d) Perjanjian Hibah (pemberian)

Suatu perjanjian dengan mana si penghibah (pemberi hibah) pada masa

hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan

sesuatu barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan

tersebut. Pengaturan atas hibah didapat pada pasal 1666 sampai dengan pasal

1693 KUHPerdata. Menelaah dari pengertian tersebut di atas, dapat diketahui

bahwa perjanjian adalah bersifat sepihak, dikarenakan dalam perjanjian ini pihak

penerima hibah tidak perlu memberikan kontraprestasi sebagai imbalan kepada

pihak pengibah. Hibah sebagaimana perjanjian lainnya adalah bersifat obligator,

penyerahan hak milik baru akan terjadi jika telah terlaksananya “levering”, yang

untuk barang tetap dilakukan melalui akta notaris sedangkan untuk barang

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

bergerak tidak diperlukan formalitas ini, namun demi kepentingan para pihak

sangatlah dianjurkan melalui akta notaris, terutama jika bendanya bernilai tinggi.

Dan penting juga untuk memperhatikan bahwa dalam pelaksanaannya perjanjian

hibah tetap harus memperhatikan ketentuan serta tidak bertentangan dengan

undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

e) Perjanjian Pinjam Pakai

Perjanjian pinjam pakai adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan cuma-

cuma dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakai atau

setelah lewat waktu tertentu akan mengembalikannya. Pengaturan dalam hal ini

terdapatm pada pasal 1794 KUHPerdata. Perjanjian pinjam pakai mensyaratkan

pihak yang meminjam pakai untuk mengembalikan barangnya dan

memperlakukan barangnya sebagaimana bapak rumah yang baik dan terhadap

objeknya ditentukan adalah setiap barang yang dapat dipakai oleh orang dan

mempunyai sifat tidak musnah karena pemakaian.

2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu adalah perjanjian untuk membuat sesuatu

lukisan, perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membikin sebuah garansi dll

3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya : perjanjian untuk tidak

mendirikan tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang

sejenis dengan kepunyaan seorang lain dll.10

Apabila di lihat menurut Burgerlijk Wetboek dikenal beberapa macam-

macam perjanjian diantaranya yaitu :

10 Subekti, 1994, Hukum Perjanjian, bagian hukum dari buku Pokok-pokok Hukum

Perdata, cetakan X, PT. Intermasa, Jakarta, h. 36

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

1) Perjanjian timbal balik (bilateral contract)

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan

kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian ini sering kita alami dalam

kehidupan bermasyarakat, seperti perjanjian yang disebutkan oleh Subekti di atas

yaitu perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian tukar-menukar,

dan sebagainya.

2) Perjanjian sepihak

Perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada

pihak lainnya, missal perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban

menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan, dan pihak lainnya berhak

menerima benda yang diberikan itu.

3) Perjanjian cuma-cuma

Berdasarkan Pasal 1314 ayat (1) dijelaskan bahwa suatu persetujuan dibuat

dengan cuma-cuma atau atas beban dan pada ayat (2) dijelaskan bahwa suatu

persetujuan dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang

satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain tanpa menerima manfaat

bagi dirinya sendiri misal perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah.

4) Perjanjian Atas Beban

Berdasarkan Pasal 1314 ayat (3) Burgerlijk Wetboek disebutkan bahwa

suatu perjanjian atas beban adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-

masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

artinya bahwa dalam perjanjian atas beban terhadap prestasi pihak yng satu selalu

terdapat kontra prestasi dari pihak yang lain.

5) Perjanjian Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang

dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas,

misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan.

6) Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur dalam

KUHPerdata dan terdapat di dalam masyarakat dan tetapi jumlah perjanjian ini

disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti

perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran dan perjanjian pengelolaan. Lahirnya

perjanjian ini berdasarkan asas kebebasan berkontrak.

7) Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat,

mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.

Menurut KUHPerdat perjanjian jual beli saja tidak mengakibatkan beralihnya hak

milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini baru merupakan

kesepakatan (konsensual) dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan

(perjanjian kebendaan).

8) Perjanjian Kebendaan (Zakelijk)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang

menyerahkan haknya atas suatu benda kepada pihak lain, yang membebankan

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

kewajiban (oblige) pihak itu menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain

(levering, transfer). Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

Dalam hal perjanjian jual beli benda tetap, maka perjanjian jual belinya

disebutkan pula perjanjian jual beli sementara (voorlopig koopcontract). Untuk

perjanjian jual beli benda-benda bergerak maka perjanjian obligatoir dan

perjanjian kebendaannya jatuh bersamaan.

9) Perjanjian Konsensual adalah persesuaian kehendak untuk mengadakan

perikatan dimana diantara kedua belah pihak telah tercapai kesepakatan.

Menurut Burgerlijk Wetboek perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan

mengikat ( vide Pasal 1338 Burgerlijk Wetboek).

10) Perjanjian Riil

Didalam Burgerlijk Wetboek ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya

berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, misalnya perjanjian penitipan barang

(vide Pasal 1694 Burgerlijk Wetboek), pinjam pakai (vide Pasal 1740 Burgerlijk

Wetboek).

11) Perjanjian Liberatoir ialah Perjanjian dimana para pihak membebaskan

diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (kwijtschelding)

Pasal 1438 Burgerlijk Wetboek.

12) Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomst) ialah Perjanjian dimana para

pihak menentukan pembuktian mana yang berlaku diantara mereka.

13) Perjanjian Untung-untungan ialah Perjanjian yang objeknya ditentukan

kemudian, misalnya perjanjian asuransi Pasal 1774 Burgerlijk Wetboek.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

14) Perjanjian Publik yaitu keluruhan perjanjian atau sebagian perjanjian yang

dikuasai oleh hukum publik, dimana salah satu pihak yang bertindak

adalah pemerintah dan pihak lainnya swasta. Keduanya terdapat hubungan

atasan dengan bawahan, (Subordinated) dan tidak berada dalam

kedudukan yang sama (Co-ordinated), misalnya perjanjian ikatan dinas.

15) Perjanjian Campuran (Contractus Sui Generis) yaitu Perjanjian campuran

ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, perjanjian

campuran itu ada berbagai paham, yaitu paham pertama mengatakan

bahwa perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur

dari perjanjian khusus tetap ada (contractus kombinasi), dan paham kedua

mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan

dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorbsi).

2.3 Sahnya Perjanjian dan akibat hukum dari perjanjian yang sah

2.3.1 Sahnya Perjanjian

Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan bahwa

semua Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya, sehingga isi diakui oleh hukum (legall concluded

contract).

Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, syarat-syarat sahnya perjanjian

adalah :

1) Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

perjanjian (consensus)

Yang dimaksud dengan persetujuan kehendak adalah kesepakatan, seia

sekata antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat itu. Pokok

perjanjian itu berupa obyek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian. Apa yang

dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.11 Dalam

kesepakatan, dapat ditandai oleh penawaran dan penerimaan dengan cara :

a) Tertulis

Kesepakatan dengan cara tertulis, dapat dilakukan dengan akta otentik

ataupun akta di bawah tangan. Perbedaan khas dari akta otentik dengan akta

dibawah tangan terletak dalam beban pembuktiannya sebagaimana diatur dalam

pasal 1856 KUHPerdata, 163 HIR (asas Actori incubit probatio), yaitu: apabila

akta otentik dibantah kebenarannya oleh pihak lawan, maka pihak lawan harus

membuktikan kepalsuan dari akta itu; apabila akta dibawah tangan dibantah oleh

pihak lawan, maka yang mengajukan akta di bawah tangan sebagai bukti harus

membuktikan keaslian dari akta di bawah tangan tersebut. Oleh karena itu,

pembuktian akta otentik disebut pembuktian kepalsuan sedangkan pembuktian

akta di bawah tangan adalah pembuktian keaslian.

b) Lisan

Kesepakatan secara lisan banyak terjadi dalam pergaulan masyarakat

sederhana, serta merta, sering tidak disadari namun sudah terjadi kesepakatan,

misalnya dalam kegiatan berbelanja di toko, di pasar-pasar untuk kebutuhan

sehari-hari. Kesepakatan lisan menjadi selesai dengan dilakukan penyerahan dan

penerimaan suatu barang.

11 Abdulkadir Muhammad, op. cit, h.88

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

c) Secara diam-diam

Kesepakatan secara diam-diam, misalnya dalam berbelanja di swalayan,

mengambil barang, menyerahkan kepada kasir dan membayar harganya, naik

angkutan umum, membayar biaya sebagaimana biasanya, memarkir kendaraan,

membayar biaya parkir sesuai tarifnya, duduk di ruang makan, memesan makanan

selesai makan lalu membayar harganya, sesuai harga pemesan makanan tadi.

d) Simbol-simbol tertentu

Kesepakatan menggunakan simbol juga sering terjadi dalam kehidupan

sehari-hari, misal dalam membeli rokok hanya dengan menempel dua jari dimulut,

dagang rokok membawakan rokok, dengan mengacungkan satu jari tukang bakso

membawakan satu mangkok bakso, dll.12

Dengan demikian kesepakatan atau persetujuan ini tidak lagi dalam proses

perundingan. Persetujuan kehendak ini, bersifat bebas artinya betul-betul atas

kemauan sukarela pihak-pihak, tidak ada paksaan (dwang) sama sekali dari pihak

manapun. Dalam arti persetujuan kehendak ini juga tidak ada kehilafan (dwaling)

dan tidak ada penipuan (bedrog) (pasal 1321, 1322, dan 1328 KUHPerdata).

Dikatakan persetujuan ini tidak ada paksaan, apabila orang melakukan perbuatan

itu tidak berada di bawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun

dengan upaya yang bersifat menakut-nakuti, misalnya akan membuka rahasia

sehingga dengan demikian orang itu terpaksa menyetujui perjanjian itu (pasal

1324 KUHPerdata).

Dikatakan tidak ada kehilafan atau kekeliruan atau kesesatan, apabila salah

satu pihak tidak hilaf tentang hal yang pokok yang dipedanjikan atau tentang sifat-

12 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, op.cit, h.51

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

sifat penting barang yang menjadi obyek perjanjian atau mengenai orang dengan

siapa diadakan perjanjian itu. Kehilafan itu harus sedemikan rupa sehingga

seandainya orang itu tidak hilaf mengenai hal itu, ia tidak akan menyetujuinya.

Dan dikatakan tidak ada penipuan, apabila tidak ada tindakan menipu menurut arti

undang-undang (pasal 378 KUHP), ialah dengan sengaja melakukan tipu muslihat,

dengan memberikan keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak

lawannya supaya menyetujui (pasal 1328 KUHPerdata).

Akibat hukum tidak ada persetujuan kehendak (karena paksaan, kehilafan,

penipuan) ialah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada

hakim (voidable). Menurut ketentuan pasal 1454 KUHPerdata, pembatalan dapat

dimintakan dalam tenggang waktu lima tahun; dalam hal ada paksaan dihitung

sejak hari paksaan itu berhenti; dalam hal ada kehilafan dan penipuan dihitung

sejak dari diketahuinya keholafan dan penipuan itu.

2) Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity)

Pada umumnya orang itu dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum,

apabila ia sudah dewasa, berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa orang yang telah dewasa adalah

telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah. Kemudian orang yang

dinyatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal ini membuat

perjanjian ialah orang yang sehat akal pikiran yaitu orang yang tidak dungu atau

tidak memiliki keterbelakangan mental, tidak sakit jiwa atau gila dan juga bukan

orang yang pemboros (Pasal 433 KUHPerdata). Selain itu orang yang cakap untuk

melakukan perbuatan hukum seperti membuat perjanjian adalah orang yang tidak

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan

hukum tertentu, seperti orang yang sedang pailit dilarang untuk mengadakan

perjanjian utang-piutang.

Menurut ketentuan pasal 1330 KUHPerdata, dikatakan tidak cakap

membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah

pengampuan, dan wanita bersuami. Mereka ini apabila melakukan perbuatan

hukum harus diwakili oleh wali mereka dan bagi istri ada izin suaminya. Menurut

hukum nasional Indonesia sekarang, wanita bersuami sudah dinyatakan cakap

melakukan hukum, jadi tidak perlu lagi izin suaminya. Perbuatan hukum yang

dilakukan istri itu sah menurut hukum dan tidak dapat dimintakan pembatalan

kepada hakim. Selain kecakapan, ada lagi yang disebut kewenangan membuat

perjanjian. Dikatakan ada kewenangan, apabila ia mendapat kuasa dan pihak

ketiga untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, dalam hal membuat perjanjian.

Dikatakan tidak ada kewenangan, apabila tidak mendapat kuasa untuk itu.

Akibat hukum ketidakcakapan atau ketidakwenangan membuat perjanjian

ialah bahwa perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan pembatalannya

kepada hakim (voidable). Jika pembatalan itu tidak dimintakan oleh pihak yang

berkepentingan maka perjanjian itu tetap berlaku bagi pihak-pihak.

3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang

perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian, yang merupakan obyek perjanjian. Prestasi

itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang

diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya. Berdasarkan Pasal 1234

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

KUHPerdata, prestasi terdiri dari memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak

berbuat sesuatu. Syarat-syarat objek suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1333

KUHPerdata dimana suatu perjanjian harus :

a. Diperkenankan, artinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

b. Tertentu atau dapat ditentukan, artinya prestasi tersebut harus dapat

ditentukan dengan jelas mengenai jenis maupun jumlahnya, atau setidak-

tidaknya dapat diperhatikan.

c. Mungkin dilakukan, artinya prestasi tersebut harus mungkin dilakukan

menurut kemampuan manusia pada umumnya dan kemampuan debitur

pada khususnya. Jumlah boleh tidak disebutkan asal dapat dijelaskan

tentang kualitasnya, misalnya apa bila dihitung atau ditetapkan. Misalnya

perjanjian jual beli beras untuk harga. Rp.8.750, dianggap tidak jelas,

sebab tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang kualitas maupun

kuantitasnya sehingga perjanjian itu dinyatakan tidak sah. Sebaliknya,

apabila dijelaskan tentang kualitasnya, misalnya beras Talangpadang hasil

panen tahun 1981 (beras baru), perjanjian itu sah, walaupun jumlahnya

tidak ditentukan karena, jumlah itu dapat ditentukan berdasarkan

perhitungan. Syarat bahwa prestasi itu harus ditentukan, gunanya ialah

untuk menetapkan hak dan kew ajiban kedua belah pihak, jika, timbal

perselisihan dalam pelaksanaan pedanjian. Jika prestasi itu kabur, sehingga

perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada obyek

pedanjian. Akibat tidak dipenuhi syarat ini, perjanjian itu batal demi

hukum (voidnietig).

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

4) Ada suatu sebab yang halal (legal cause)

Kata "causa" berasal dari bahasa, Latin artinya. "sebab". Sebab adalah

suatu yang menyebabkan orang membuat pedanjian, yang mendorong orang

membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan causa yang halal dalam pasal

1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang

mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti "isi perjanjian

itu sendiri", yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.

Karena undang-undang sangat memperhatikan atau yang diawasi oleh undang-

undang itu adalah "isi perjanjian itu", apakah dilarang oleh undang-undang atau

tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak.

Misalnya dalam perjanjian jual beli, isi perjanjian ialah pihak yang satu

menghendaki hak milik atas barang, dan pihak lainnya menghendaki sejumlah

uang, tujuannya ialah hak milik berpindah dan sejumlah uang diserahkan. Dalam

perjanjian sewa-menyewa, isi perjanjian ialah hak milik berpindah dan sejumalah

uang diserahkan. Dalam sewa-menyewa, isi perjanjian ialah pihak yang satu

menginginkan kenikmatan atas suatu barang, sedangkan pihak lainnya

menghendaki sejumlah uang, tujuannya ialah penguasaan barang itu diserahkan

dan sejumlah uang dibayar. Dalam contoh-contoh ini causa atau sebab itu halal.

Menurut undang-undang, causa atau sebab itu halal apabila tidak

dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan

kesusilaan (pasal 1337 KUHPerdata). Perjanjian yang berisi causa atau sebab

yang tidak halal, tidak diperbolehkan Akibat hukum perjanjian yang berisi causa

yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum (void, nietig).

Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

hakim, karena sejak semula dianggap tidak pemah ada perjanjian. Demikian juga

apabila perjanjian yang dibuat itu tanpa causa atau sebab, ia dianggap tidak pernah

ada (pasal 1335 KUHPerdata).

Perlu diperhatikan bahwa perjanjian yang memenuhi syarat menurut

undang-undang, diakui oleh hukum. Sebaliknya, perjanjian yang tidak memenuhi

syarat tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang

bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian

yang mereka buat walaupun tidak memenuhi syarat, perjanjian itu berlaku antara

mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi,

maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.13

2.3.2 Akibat hukum dari suatu perjanjian yang sah

Menurut ketentuan pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara

sah, yaitu memenuhi syarat-syarat pasal 1320 KUHPerdata berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa

persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menuntut

undang-undang, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

a. Berlaku sebagai undang-undang

Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak, artinya

pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang.

Jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, ia dianggap sama dengan

melanggar undang-undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi-

hukum. Jadi, barang siapa yang melanggar perjanjian, ia akan mendapat hukuman

13 Abdulkadir Muhammad, op.cit, h. 88-96

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Dalam perkara

perdata, hukuman bagi pelanggar perjanjian ditetapkan oleh hakim berdasarkan

undang-undang atas permintaan pihak lamanya. Menurut undang-undang, pihak

yang melanggar perjanjian itu diharuskan membayar ganti kerugian (pasal 1243

KUHPerdata), perjanjiannya dapat diputuskan (ontbinding, pasal 1266

KUHPerdata), menanggung beban resiko (pasal 1237 ayat 2), membayar biaya

perkara itu jika sampai diperkarakan di muka hakim.

b. Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak

Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak perjanjian

tersebut tidak boleh ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak saja. Jika ingin

menarik kembali atau membatalkan itu harus memperoleh persetujuan pihak

lainnya, jadi diperjanjikan lagi. Namun demikian, apabila ada alasan-alasan yang

cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatalkan

secara sepihak.

Alasan-alasan yang diberikan oleh undang-undang itu dapat diketahui

dalam pasal-pasal undang-undang seperti berikut ini:

(a) Perjanjian yang bersifat terus menerus, berlakunya itu dapat dihentikan

secara sepihak. Misalnya pasal 1571 KUHPerdata tentang sewa-menyewa

yang dibuat secara tidak tertulis dapat dihentikan dengan memberitahukan

kepada penyewa.

(b) Perjanjian sewa suatu rumah pasal 1587 KUHPerdata setelah berakhir

waktu sewa seperti ditentukan dalam perjanjian tertulis, penyewa tetap

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

menguasai rumah tersebut tanpa ada teguran dari pemilik yang

menyewakan, maka penyewa dianggap tetap meneruskan penguasaan

rumah itu atas dasar sewa-menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk

waktu yang ditentukan menurut kebiasaan setempat. Jika pemilik

menghentikan sewa-menyewa tersebut, ia harus memberitahukan kepada

penyewa menurut kebiasaan setempat.

(c) Perjanjian pemberian kuasa (lastgeving) pasal 1814 KUHPerdata, pemberi

kuasa dapat menarik kembali kuasanya, apabila ia menghendakinya.

(d) Perjanjian pemberian kuasa (lastgeving) pasal 1817 KUHPerdata,

penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasa yang diterimanya

dengan memberitahukan kepada pemberi kuasa.

c. Pelaksanaan dengan itikad baik

Istilah "itikad baik" (in good faith, to goeder trouw) ada dua macam yaitu

sebagai unsur subyektif, dan sebagai ukuran obyektif untuk menilai pelaksanaan.

Dalam hukum benda, istilah itikad baik berarti "kejujuran" atau "kebersihan".

Dalam pasal 531 KUHPerdata ditentukan bahwa yang menguasai bends itu

beritikad baik apabila menguasainya dengan cara memperoleh hak milik, tanpa

mengetahui cacat yang terkandung di dalamnya. Dalam pasal 533 KUHPerdata

ditentukan bahwa itikad baik selamanya harus dianggap ada pada setiap orang

yang menguasai benda, barang siapa meragukannya harus membuktikan

tuduhannya itu. Salah satu cara memperoleh hak milik itu ialah jual beli. Pembeli

yang beritikad baik adalah orang yang jujur, bersih, karena ia tidak mengetahui

ada cacat yang melekat pada barang yang dibelinya, misalnya mengenai asal-usul

barang itu.

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

Dalam uraian disini itikad baik adalah unsur subyektif Tetapi yang

dimaksudkan dengan itikad baik dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, bukanlah

dalam arti unsur subyektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan

dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Jadi, yang

dimaksud dengan itikad baik adalah ukuran obyektif untuk menilai pelaksanaan

perjanjian itu. Artinya pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan di atas rel yang

benar yaitu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.

Kepatutan artinya kepantasan. kelayakan, kesesuaian, kecocokan; sedangkan

kesusilaan artinya kesopanan, keadaban. Dari arti kata ini dapat digambarkan

kiranya kepatutan dan kesusilaan itu sebagai ”nilai yang patut, pantas, layak,

sesuai, cocok, sopan, dan beradab, sebagaimana sama-sama dikehendaki oleh

masing-masing pihak yang berjanji”.

Jika terjadi selisih pendapat tentang pelaksanaan dengan itikad baik

(kepatutan dan kesusilaan), hakim diberi wewenang oleh undang-undang untuk

mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap norma-

norma kepatutan dan kesusilaan itu. Ini berarti hakim berwenang untuk

menyimpang dari isi perjanjian menurut kata-katanya, apabila pelaksanaan

menurut kata-kata itu akan bertentangan dengan itikad baik yaitu norma kepatutan

dan kesusilaan itulah yang dipandang adil. Tujuan hukum adalah menciptakan

keadilan.

Keadilan dalam hukum itu menghendaki kepastian, yaitu apa yang

diperjanjikan harus dipenuhi, janji itu mengikat seperti undang-undang (pasal

1338 ayat 1), sedangkan yang harus dipenuhi itu sesuai dengan kepatutan dan

kesusilaan (pasal 1338 ayat 3, asas keadilan). Hakim berwenang mencegah suatu

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

pelaksanaan perjanjian yang tidak adil, yaitu yang tidak sesuai dengan kepatutan

dan kesusilaan atau dengan itikad jahat (te kwader trouw, in bad faith).

Dalam pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik, perlu diperhatikan juga,

"kebiasaan". Hal ini ditentukan dengan pasal 1339 KUHPerdata : "perjanjian-

perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di

dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian

diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang. "

Dengan demikian, setiap perjanjian dilengkapi dengan aturan-aturan

undang-undang adat kebiasaan di suatu tempat, di samping kepatutan. Atas dasar

pasal ini, kebiasaan juga, ditunjuk sebagai sumber di samping undang-undang,

sehingga kebiasaan itu ikut menentukan hak dan kewajiban pihak-pihak dalam

perjanjian. Namun demikian, adat kebiasaan tidak boleh menyampingkan undang-

undang, apabila ia, menyimpang dari ketentuan undang-undang. Ini berarti bahwa,

undang-undang tetap berlaku (dimenangkan) meskipun sudah ada adat kebiasaan

yang mengatur sesuatu, tetapi normanya itu menyimpang dari norma, undang-

undang. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian ditunjuk peraturan undang-undang,

itu harus dibenarkan, tidak boleh disalahkan. Hal ini diakui oleh yurisprudensi

tentang sewa-menyewa rumah.

Dalam yurisprudensi tersebut, pemilik rumah berpegang pada, pasal

1393 KUHPerdata, supaya uang sewa, diantarkan ke rwnahnya (tempat

tinggalnya). Tetapi penyewa berkeras tidak mau mengantarkan kerumah dengan

alasan adat kebiasaan, bahwa sewa ditagih dan diterima, di tempat penghuni

(penyewa).

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

Setelah uang sewa banyak di tunggak, pemilik rumah menggugat

penyewa ke muka pengadilan. Dalam putusannya pengadilan mengalahkan

penyewa dan mengharuskan membayar sewa tersebut ditambah membayar ongkos

perkara, karena penyewa dinyatakan bersalah.

Pasal 1393 ayat 2 KUHPerdata menentukan bahwa "pembayaran harus

dilakukan di tempat tinggal kreditur selama ia terus-menerus berdiam dalam

daerah dimana dia berdiam sewaktu membuat perjanjian. Dihubungkan dengan

kasus sewa-menyewa rumah di atas, penyewa harus mengantarkan uang sewa

kepada kreditur (pemilik) di tempat kediamannya, walaupun kebiasaan di situ

bahwa pemilik menagih uang sewa ke tempat penyewa.

Dari kasus di atas jelas bahwa undang-undang tetap berlaku, sekalipun

sudah ada adat kebiasaan yang menyimpang dari ketentuan undang-undang.

Dengan kata lain, undang-undang tidak dapat disingkirkan oleh adat kebiasaan

yang menyimpang dari ketentuan undang-undang tersebut.14

2.4 Wanprestasi dalam perjanjian dan Akibat Hukumnya

2.4.1 Wanprestasi dalam perjanjian

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

"wanprestatie", artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam

perikatan, baik perikatan yang timbal karena perjanjian maupun perkataan yang

timbul karena undang-undang.15

14 Abdulkadir Muhammad, op. cit, h.96-102 15 Ibid, h.20

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

Sebelum meninjau wanprestasi ada baiknya terlebih dahulu kita mengenal

yang dimaksud dengan prestasi. Ketika membuat surat perjanjian, pihak-pihak

yang bertemu saling mengungkapkan janjinya masing-masing dan mereka sepakat

untuk mengikatkan diri melaksanakan sesuatu. Pelaksanaan sesuatu itu merupakan

sebuah prestasi, yaitu yang dapat berupa:

1. Menyerahkan suatu barang (penjual menyerahkan barangnya kepada

pembeli dan pembeli menyerahkan uangnya kepada penjual).

2. Berbuat sesuatu (karyawan melaksanakan pekerjaan dan perusahaan

membayar upahnya).

3. Tidak berbuat sesuatu (karyawan tidak bekerja di tempat lain selain di

perusahaan tempatnya sekarang bekerja).

Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan

kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat atau katakanlah prestasi

yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak

tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi

baik karena kelalaian maupun kesengajaan.16

Menurut J Satrio: "Wanprestasi adalah Suatu keadaan di mana debitur

tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan

kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya".17

Sedangkan Menurut Yahya Harahap: "Wanprestasi sebagai pelaksanaan

kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut

selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk

16 Nasrun Haroen, 2000, Perjanjian Jual beli, Filth Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama,

cetakan I, h. 120-122

17J.Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 4

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

membenkan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya

wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan

perjanjian.

Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan alasannya yaitu :

(a) Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun karena

kelalaian.

(b) karena keadaan memaksa (force majeure), jadi di luar kemampuan debitur,

debitur tidak bersalah.18

Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah melakukan

wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang debitur itu

dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada tiga keadaan yaitu:

(a) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali artinya debitur tidak

memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam

suatu perjanjian, atau tidak memnuhi kewajiban yang ditetapkan undang-

undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang.

(b) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Disni debitur

melaksanakan atau memenuhi apa yang dipedanjikan atau apa yang

ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya

menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas

yang ditetapkan undang-undang.

(c) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya. Disini debitur

memenuhi prestasi tetapi terlambat. Waktu yang ditetapkan dalam

18 M. Yahya Harahap, 1996, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, h.32

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

perjanjian tidak terpenuhi.19

Cara memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasinya apabila

tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan dalam

perjanjian, dalam hal ini debitur perlu diperingatkan secara tertulis, dengan surat

perintah atau akta sejenis itu (bevel of soortgelijke) dalam surat perintah atau akta

mana ditentukan bahwa debitur segera pada waktu tertentu yang disebutkan

memenuhi prestasinya; jika tidak dipenuhi, ia telah dinyatakan lalai atau

wanprestasi. Ketentuan pasal ini dapat juga diikuti oleh perikatan untuk berbuat

sesuatu. Namun ada cara lain untuk menghentikan agar debitur dalam menunda-

nunda pemenuhan prestasinya, tidak bertentangan dengan kehendak kreditur,

undang-undang memberikan satu upaya untuk memperingatkan debitur akan

waktu terakhir untuk pemenuhan itu dengan cara fixatie, dan sebagai

pemberitahuan akan ganti rugi, apabila ia tidak memperhatikan jangka waktu

tersebut. Apabila untuk adanya prestasi itu diperhatikan waktu, maka haruslah

diberikan kesempatan untuk memenuhinya. Tentang waktu ini tidaklah perlu

terlalu lama, apabila pihak kreditur tanpa melalaikan atau membiarkan

kepentingannya sendiri dapat mengijinkannya, adalah cukup, apabila untuk

tercapainya prestasi, waktu tersebut telah dipandang cukup.20

Apabila dalam melaksanakan perikatan itu dibutuhkan waktu yang cukup

lama, maka ini berarti, bahwa pihak kreditur harus memberikan waktu yang layak

pula untuk itu. Bahkan pada umumnya pihak debitur adalah bebas untuk

melaksanakan prestasi itu sampai pada saat ia disommer yaitu atas dasar bahwa ia

telah memperoleh kesempatan yang cukup untuk menunaikan kewajibannya itu 19 Abdulkadir Muhammad, op. cit, h. 21

20 Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 1984, Aneka Perjanjian Jual beli, PT Bina Ilmu, h.30

Page 31: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

Van Brakel dan Losecaat-vermeer berpendapat, bahwa bilamana jangka waktu

yang diberikan itu terlalu singkat maka sommatie itu kehilangan kemanfaatannya,

tetapi pihak debitur harus sedapat mungkin berusaha untuk memenuhi prestasi itu

tepat pada waktunya, setelah ia menerima sommatie.21

Sommatie adalah surat peringatan tertulis yang resmi dari pengadilan,

biasanya peringatan itu dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang

membuat proses verbal tentang pekerjaannya itu. Sedangkan peringatan tertulis

hanya melalui surat tercacat, surat kawat, tidak dari pengadilan dan asal saja

jangan sampai dengan dimungkiri oleh si berhutang. Surat peringatan (akta) biasa

yang disampaikan oleh kreditur kepada debitur itu disebut "ingebreke Stelline.22

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan

wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling).

Dalam perkembangannya, suatu sommasi atau teguran terhadap debitur

yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk

mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut

ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.23

2.4.2 Akibat Hukum dari Wanprestasi

Bilamana debitur tidak dapat memenuhi atau melaksanakan kewajibannya

dan tidak dapat menyandarkan hal tersebut pada overmacht atau force majeur,

sehingga ia berbuat onrechtmatig, maka terdapat wanprestasi.

21 Ibid, h.31 22 Abdulkadir Muhammad, op.cit, h.22 23 Nindyo Pramono, 2003, Hukum Komersil, Jakarta, Pusat Penerbitan UT, cetakan I, hal. 221

Page 32: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah

hukuman atau sanksi-sanksi berikut ini:

(i) Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh

kreditur (pasal 1243 KUHPerdata). Ketentuan ini berlaku untuk semua

perikatan.

(ii) Dalam perjanjian timbal batik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak

memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau

memutuskan per anjian lewat hakim (pasal 1266 KUHPerdata).

(iii) Resiko beralih kepada ddebitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal

1237 ayat 2 KUHPerdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan

untuk memberikan sesuatu.

(iv) Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim. Debitur

yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara.

Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.

(v) Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan atau pembatalan

perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (pasal 1267

KUHPerdata). Ini berlaku untuk semua perikatan.24

24 Abdulkadir Muhammad, op.cit, h. 24

Page 33: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL ......BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Asas-asas yang berlaku dalam suatu Perjanjian