24
14 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ETIKA EKONOMI ISLAM A. Etika Ekonomi Islam, Sebuah Tinjauan Teori. Istilah etika ekonomi Islam merupakan gabungan dari dua kata, etika dan ekonomi Islam. Etika berasal dari bahasa Yunani "Ethos", yang berarti kebiasaan. Di dalam ensiklopedi umum diterangkan etika adalah telaah dan penilaian kelakuan manusia ditinjau dari sudut rukun kesusilaan1 Etika semula berarti ilmu apa yang baik dan apa yang buruk. 2 Dalam hal ini Drs. Sudarsono, SH mengartikan etika sebagai berikut: " Pertama, Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang asas-asas moral (akhlaq). Kedua, falsafah hukum yang membedakan tentang perbuatan yang baik dan buruk yang berlaku di lingkungan masyarakat setempat. Ketiga, Proses naluri atau perasaan kesusilaan yang timbul atau diperoleh saat menghayati yang baik dan yang tidak baik. 3 Dalam hubungan ini Dr, H. Hamzah Ya'qub, menyimpulkan bahwa "etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal pikiran". 4 1 Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Yayasan Dana Buku Franklin, Kanisius, 1993, hlm. 316. 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus besar bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1994. hlm. 271. 3 Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993. hlm. 75. 4 Hamzah Ya'qub, Etika Islam, Bandung: Diponegoro, 1983, hlm. 13.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ETIKA EKONOMI ISLAM …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1... · Dengan demikian bidang garapan ekonomi adalah ... tindakan

Embed Size (px)

Citation preview

14

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ETIKA EKONOMI ISLAM

A. Etika Ekonomi Islam, Sebuah Tinjauan Teori.

Istilah etika ekonomi Islam merupakan gabungan dari dua kata, etika

dan ekonomi Islam. Etika berasal dari bahasa Yunani "Ethos", yang berarti

kebiasaan. Di dalam ensiklopedi umum diterangkan etika adalah telaah dan

penilaian kelakuan manusia ditinjau dari sudut rukun kesusilaan1 Etika semula

berarti ilmu apa yang baik dan apa yang buruk.2

Dalam hal ini Drs. Sudarsono, SH mengartikan etika sebagai berikut: "

Pertama, Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang asas-asas moral

(akhlaq). Kedua, falsafah hukum yang membedakan tentang perbuatan yang

baik dan buruk yang berlaku di lingkungan masyarakat setempat. Ketiga,

Proses naluri atau perasaan kesusilaan yang timbul atau diperoleh saat

menghayati yang baik dan yang tidak baik.3

Dalam hubungan ini Dr, H. Hamzah Ya'qub, menyimpulkan bahwa

"etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk

dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui

akal pikiran".4

1 Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Yayasan Dana Buku Franklin, Kanisius, 1993,

hlm. 316. 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus besar

bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1994. hlm. 271.

3 Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993. hlm. 75. 4 Hamzah Ya'qub, Etika Islam, Bandung: Diponegoro, 1983, hlm. 13.

15

Dalam pembahasan etika ini ada beberapa istilah yang sering

digunakan secara bergantian untuk maksud yang sama.

Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggantikan etika

tersebut adalah:

1. Ilmu Akhlaq

Perkataan "Akhlaq" berasal dari bahasa arab jama' dari "khuluqun"

yang menurut lughot diartikan tabiat, budi pekerti.5

Dalam kitab Ihya 'ullumuddin diterangkan bahwa:

ل بسهولة ويسرمن اع تصدراال نفعنهاسخة النفس رايف عبارة هيئة خللق ا ورؤية فكرغريحاجة اىل

Al-Khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam–macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.6

Dr. H. Hamzah Ya'qub lebih lanjut mengemukakan dalam bukunya

etika Islam tentang pengertian Akhlaq sebagai berikut:

A. " Ilmu akhlaq adalah ilmu yang menentukan batas antara yang baik

dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau

perbuatan manusia lahir batin".

B. " Ilmu akhlaq adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian

tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia

5 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir (kamus Arab-Indonesia), Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997, hlm. 364. 6 Imam al-Ghazali, Ihya 'Ulumuddin, Juz. III, Bairut: Darul Fikir, 1989, Cet. ke-2,

hlm. 58.

16

dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan

pekerjaan mereka.7

Dari pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa ilmu akhlaq

adalah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan

perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus

dihindari dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia, dan makhluk

(alam) sekelilingnya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai

moral.

2. Moral.

Moral; berasal dari bahasa latin "mores" yaitu jamak dari "mos"

yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia

dikatakan bahwa moral adalah baik buruk perbuatan dan kelakuan.8

DR. Kartini Kartono menghubungkan antara" moral dan patokan-

patokan mengenai perilaku yang benar dan yang salah; sesuai dengan

keyakinan-keyakinan etis pribadi atau kaidah-kaidah kelompok dan

kaidah-kaidah social."9

Dengan keterangan di atas, moral merupakan istilah yang

digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan

nilai atau hukum yang baik atau buruk, benar atau salah.

Sekarang dapat dilihat persamaan antara etika, ilmu akhlaq dan

moral, yaitu menentukan hukum atau nilai perbuatan manusia dengan

7 Hamzah Ya'qub, op.cit., hlm. 12. 8 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1982. hlm. 654. 9 Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya, 1987, hlm.

288-289.

17

keputusan baik atau buruk. Perbedaan terletak pada tolak ukurannya

masing-masing, dimana etika dengan tolak ukur akal pikiran, ilmu akhlaq

dengan ajaran al-Qur'an dan Sunnah, dan moral dengan tolak ukur adat

kebiasaan yang umum yang berlaku dalam masyarakat.

Untuk bisa berbicara mengenai ekonomi Islam, terlebih dahulu

perlu dipertanyakan apa pengertian ekonomi itu. Ekonomi pada umumnya

didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya

dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk

memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya

untuk dikonsumsi. Dengan demikian bidang garapan ekonomi adalah salah

satu sektor dalam perilaku manusia yang berhubungan dengan produksi,

distribusi dan konsumsi.10

Pada pertengahan abad kedua puluh, lahir doktrin ekonomi

Islam, sebuah doktrin yang dipermaklumkan sebagai alternatif selain

ekonomi neoklasik, ekonomi Marxian, dan doktrin ekonomi lainnya dan

berakar pada pemikiran social barat.11

Ada tiga penafsiran tentang istilah 'ekonomi Islam'. Pertama,

ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai atau

ajaran Islam. Maka akan timbul pengertian ajaran Islam itu mempunyai

pengertian yang tersendiri mengenai apa itu ekonomi. Kedua, yang

10 Monzer Kahf, The Islamic Economy, terj. Machnun Husain, Ekonomi Islam,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 1995, hlm. 2. 11 John L. Esposito, Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic Word, terj. Eva.

Y.N, Femy. S, dkk, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, Cet. ke-1, 2001, hlm. 1.

18

dimaksud ekonomi Islam adalah sistem ekonomi Islam. Sistem

menyangkut pengaturan, yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu

masyarakat atau Negara berdasar cara atau metode tertentu. Ketiga,

Maksud dari penafsiran ini adalah sebagai perekonomian Islam, atau lebih

tepatnya perekonomian dunia Islam. Pengertian ini muncul dari sifat

pragmatis sebagaimana dilakukan oleh Negara Islam (OKI). Sambil

mengembangkan teori-teori tentang ekonomi Islam, maka OKI mengambil

prakarsa untuk memajukan masyarakat yang beragama Islam, baik

mayoritas ataupun minoritas di Negara masing-masing.12

Gerakan untuk menegakkan doktrin ekonomi Islam lahir di India

pada dekade-dekade sebelum pemisahan India-Pakistan. Decade ini adalah

dekade ketika semakin banyak orang muslim yang berpola Barat-dari

busana hingga ekonomi. Banyak cendekiawan muslim melihat hilangnya

identitas budaya ini sebagai ancaman masa depan peradaban Islam.

Sebagai bagian dari tanggapan lebih luas terhadap ancaman ini, mereka

berupaya menegakkan disiplin-disiplin Islam, seperti disiplin ekonomi.

Menurut Esposito, penggagas awal ekonomi Islam ialah Sayyid Abu Al-

A'la Maududi ( 1903-1979 ), yang mencoba menampilkan Islam sebagai

"jalan hidup yang sempurna".13

Demikian lanjut Esposito, bagi beliau ekonomi Islam, pertama,

wahana untuk menegaskan kembali keutamaan Islam dalam kehidupan

12 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 3-4. 13 John L. Esposito, op. cit., hlm. 1.

19

kaum muslim dan, kedua, adalah wahana bagi perubahan ekonomi yang

mendasar. 14

System ekonomi Islam, menurut Maududi, berbeda dengan

sosialisme dalam hal memproteksi pasar; berbeda dengan sosialisme dan

kapitalisme dalam hal menekankan penanaman moral kejujuran, keadilan,

persaudaraan, dan altruisme (mementingkan kepentingan orang lain); dan

berbeda dengan sosialisme dan kapitalisme dalam hal melarang bunga dan

mendesak pelaksanaan skema redistribusi tradisional Islam, terutama

zakat. Akan tetapi, Maududi tidak melakukan upaya sistematis untuk

menjelaskan bagaimana elemen-elemen ekonomi Islam saling berinteraksi.

Gagasan awal ekonomi Islam baik pemikir Suni maupun Syiah-

memiliki empat karakteristik yang mewarnai literature berikutnya,

pertama, semuanya sangat normatif. Mereka membedakan antara benar

dan salah serta boleh dan tidak. Kedua, mereka menolak gagasan- berakar

kuat dalam pemikiran modern setelah pencerahan Eropa- bahwa tindakan

pribadi yang didorong oleh egoisme secara social dapat memberikan hasil-

hasil yang bermanfaat. Walaupun para pemikir seperti Adam Smith dan

Karl Marx mengakui bahwa tindakan egois akhirnya dapat, dan sering,

memberikan kebaikan social, ekonomi Islam memandang tindakan yang

diambil karena motif egois sebagai tindakan yang tertolak secara moral.

Oleh karena itu, ekonomi Islam dapat dipandang sebagai upaya menolak

elemen penting pemikiran social modern dengan menghidupkan kembali

14 Ibid.

20

pola keyakinan klasik yang berasal dari ajaran Aristoteles mengenai rumah

tangga. Ketiga, keyakinan bahwa system-sistem ekonomi yang telah ada

gagal. Keempat, adanya kesan bahwa peradaban Islam mengalami

kemerosotan ekonomi karena kaum muslim meninggalkan norma-norma

Islam.15

Ilmu ekonomi Islam singkatnya, merupakan kajian tentang perilaku ekonomi orang Islam representatif dalam masyarakat muslim modern. Berdasarkan komposisinya, ia bersifat normatif, bukan bersifat positif sebagaimana ilmu ekonomi neo klasik. Hal ini tampak jelas dari perbandingan antara definisi ekonomi dengan definisi agama dimana yang disebut pertama membahas tatanan dan cakupan yang disebut belakangan. Karena itu, orang dapat berharap bahwa setiap agama memiliki ajaran sendiri mengenai cara manusia mengorganisasikan kegiatan-kegiatan ekonominya. 16

Dalam al-Qur'an Allah swt. Memberikan beberapa contoh beberapa

ajaran para Rosul dimasa lalu (sebelum Nabi Muhammad SAW) dalam

kaitannya dengan masalah-masalah ekonomi yang menekankan bahwa

perilaku ekonomi merupakan salah satu bidang perhatian agama. Salah

satunya seperti dalam pesan Nabi Syu'aib pada dasarnya merupakan pesan

ekonomi. Al- Qur'an menyatakan pernyataan sebagai berikut:

وما تقوا الله أطيعون فا ول أمنيإني لكم رس لهم شعيب ألا تتقون إذ قال المنيالع بلى رإلا ع رير إن أجأج ه منليع ألكملا أسل وفوا الكيأو

سرينخالم وا منكونقيم تتسطاس الموا بالقسزنو وسخبلا تو اسا النعلا تو ماءهيفسديأشض ما في الأرثو

Artinya: (ingatlah) ketika Syu'aib berkata kepada mereka (penduduk Aikah): "Mengapa kamu tidak bertaqwa? "sesungguhnya aku

15 ibid., hlm. 2. 16 Syed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics, And Society ,terj. M. Syaiful Anam,

M. Ufuqul Mubin,. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 2003. hlm. 28.

21

adalah seorang Rosul yang telah mendapatkan kepercayaan untukmu. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan taatilah aku. Saya sama sekali tidak menerima upah darimu untuk ajakan ini, upahku tidak lain hanya dari Tuhan penguasa seluruh alam. Tepatilah ketika kamu menakar dan janganlah kamu menjadi orang yang merugi. Timbanglah dengan timbangan yang tepat. Jangan kamu merugikan hak-hak orang (lain) dan janganlah berbuat jahat dan menimbulkan kerusakan dimuka bumi.(Q.S. asy-Syu'araa': 177-183). 17

Dengan demikian, sejak permulaan Islam di Makkah, bahkan

sebelum terbentuknya masyarakat muslim di Madinah ayat-ayat al-Qur'an

sudah menampilkan pandangan Islam mengenai hubungan antara agama

dan keimanan terhadap adanya Allah dan hari kiamat, disatu pihak, dan

perilaku ekonomi dan sistem ekonomi, di pihak lain.18

B. Prinsip-Prinsip Etika Ekonomi Islam.

Harus diakui bahwa al-Qur'an memang tidak menyajikan penjelasan

ekonomi secara detail. Melainkan sebatas menyampaikan nilai-nilai atau

prinsip-prinsip.19 Sunnah nabi, fatwa ulama dan analisa cendekiawan

merupakan upaya serius untuk merincikan rencana operasianalisasi ekonomi

Islam dalam praktek kehidupan riil.

Adapun prinsip-prinsip etika ekonomi Islam dapat dikelompokkan

dalam beberapa poin, yang antara lain adalah:

1. Pendidikan akidah

Dalam agama Islam, hak individu sangat diperhatikan. Seseorang

boleh memiliki dan mewarisi hartanya. Namun, satu hal yang ditakuti

17 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta: PT

Bumi Restu, 1978, hlm. 586. 18 Monzer Kahf, op. cit., hlm. 3. 19 M Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur'an, Jakarta: Mizan, 1996, hlm. 403.

22

masyarakat, hak individu ini mendorong munculnya egoisme dan praktek

monopoli, sifat ingin menguasai apa saja tanpa pernah merasa puas.

Masyarakat takut persaingan dalam usaha ekonomi tidak lagi menjadi

sehat dan tidak lagi memperhatikan norma dan etika. Masyarakat juga

kuatir akan munculnya sindikat yang diorganisasikan oleh sejumlah

individu untuk menekan saingannya.20 Dan tanpa kita sadari hal ini sudah

lumrah terjadi di Negara ini.

Dr. yusuf Qardhawi menjelaskan" iman, adalah satu-satunya cara

untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, hanya dengan iman kita bisa

mempertahankan eksistensi individu tetapi disisi lain dapat memotong

kuku-kuku tajam mereka".21

Imanlah yang membuat pelaku usaha mempunyai akal dan melihat diri, harta, dan kehidupan ini tidak dengan kacamata kapitalis. Imanlah yang membuat mereka tidak hanya berfikir kebendaan dan tidak hanya mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Inilah yang membuat manusia mempunyai hati nurani untuk bertindak dan bertenggang rasa. Hatinya selalu berinteraksi dengan Allah, alam manusia dan kehidupan dengan penuh semangat. Ia mencintai kebenaran, menginginkan kebaikan, membenci kebatilan dan menjauhkan kejahatan.

Sesungguhnya akal dan hati seorang muslim tidak sama dengan hati kaum ateis dan kaum peragu. Hati ateis hanya terpaku kepada kemegahan dunia. Seseorang muslim melihat dunia ini bagian dari dua kehidupan: dunia dan akhirat, materi dan spiritual, lahir dan batin.22

Imanlah yang mendorong seseorang pada dasar yang kokoh serta

nilai-nilai yang luhur, akal yang dikendalikan oleh iman inilah yang

membuat seorang muslim tidak mau bersaing dengan tidak sehat atau

20 Yusuf Qardhawi, Daurul Qiyam Wal Akhlaq fil Iqtishodil IslamiNorma Dan Etika

Ekonomi Islam, Terj. Zainal Arifin, Dahlia Husin, Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 1997, hlm. 38.

21 Ibid., hlm. 39. 22 Ibid.

23

berebut pangkat dan kedudukan. Dengan ini, jalan hidupnya menjadi

terang langkah langkahnya pasti, dirinya terangkat dari derajat hewan yang

hina kepada manusia yang dengan penuh rasa puas walaupun sedikit.

Orang yang mengatakan dengan congkak "harta ini milikku" ,

sangat berbeda dengan orang yang berkata dengan rendah hati " harta ini

milik Allah yang dititipkan kepadaku". Korun yang berkata, "

sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku"

sangat berbeda dengan Sulaiman yang berkata atas nikmat Tuhannya, "ini

termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau

mengkhianati nikmatNYA". Berkaitan dengan hal tersebut Allah

berfirman:

كرمي ي غنيبفإن ر كفر نمفسه ولن كرشا يمفإن كرش نمو Artinya: Barang siapa yang bersyukur, sesungguhnya ia bersyukur untuk

kebaikan dirinya sendiri; dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha kaya Lagi Maha Mulia. (Q.S. an-Naml: 40.)23

Seorang mukmin memang boleh memiliki harta, tetapi ia tidak

boleh dikuasai oleh harta. Ia boleh menguasai dunia, tapi tidak boleh

dikuasai oleh dunia. Dunia dan harta di genggam dalam telapak tangannya

dan tidak sedikitpun diberi tempat dalam hatinya. Baginya dunia dan harta

adalah sarana, bukanlah tujuan. Tujuan keberadaannya di dunia ini adalah

semata-mata untuk menyembah Allah dan menegakkan kalimatullah di

atas bumi ini. Adapun harta dan kenikmatan tak lebih dari sarana untuk

mewujudkannya.

23 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hal. 598.

24

Keimanan itulah yang senantiasa memonitor segala gerak gerik

seorang muslim. Dengan iman di dada, ia tidak mau mendapatkan harta

dengan jalan yang tidak halal, ia tidak mau menginvestasikannya dengan

menghalalkan segala cara, serta ia tidak membelanjakannya untuk

kepentingan yang tidak jelas,. Sebaliknya, ia selalu berusaha untuk berbuat

sesuatu sesuai dengan syariat Allah SWT.

2. Keseimbangan atau Kesejajaran ( al-'Adlu wa al-Ihsan).

Berkaitan dengan konsep kesatuan, dua konsep Islam al-‘Adl dan

al-Ihsan menunjukkan suatu keseimbangan atau kesejajaran social. Al-

Qur'an menyatakan:

رأمي انإن اللهسالإحل ودبالع Artinya: sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan ihsan. (QS.

An-Nahl: 90).24 Disamping itu dalam ayat yang lain Allah berfirman:

اعدلوا هو أقرب للتقوى Artinya: Berlakulah adil karna hal itu lebih dekat kepada ketaqwaan.

(Q.S. al-Maidah: 8).25 Dalam Islam tidak ada konsep ketakwaan tanpa berbuat adil.

Lawan dari keadilan adalah dhulm (penindasan). Terma dhulm berasal dari

kata dholama yang mencangkup pengertian melakukan kesalahan, ketidak

adilan, kegelapan, ketidak seimbangan, penindasan dan lain-lain. Etika

Islam mencita-citakan sebuah masyarakat yang terbebas dari segala bentuk

eksploitasi dan penindasan.26

24 Ibid., hlm, 415. 25 Ibid., hlm, 159. 26 Asghar Ali Engineer, Present Day Islam, Terj. Tim Forstudia, “Islam Masa Kini”,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 2004. hlm. 246-247.

25

Sebagai cita-cita social prinsip keseimbangan atau kesejajaran

menyediakan penjabaran yang komplit seluruh kebajikan dasar institusi

social, hukum, politik dan ekonomi. Pada dataran ekonomi, prinsip

tersebut menentukan konfigurasi aktivitas distribusi, konsumsi serta

produksi yang baik. Dengan pemahaman yang jelas bahwa kebutuhan

seluruh anggota masyarakat yang kurang beruntung dalam masyarakat

Islam didahulukan atas sumber daya riil masyarakat.27

Untuk memahami konotasi sosial yang sosial yang utuh dari

konsep keseimbangan keseimbangan atau kesejajaran dalam Islam, harus

diketahui lawan al-'adl adalah zulm, yang artinya ketidak sejajaran sosial

dalam arti bahwa sumber daya masyarakat mengalir dari yang miskin

kepada yang kaya. Ini tidak dibenarkan dalam Islam karena al-Qur'an

menjelaskan:

كماء منالأغني نيولة بكون دلا ي كي Artinya: "agar kekayaan tidak menumpuk ditangani-tangan orang yang

kaya diantara kamu. (Q.S. al-Hasyr: 7)28

Dari nash tersebut sudah jelas bahwa, berawal dari keadaan tidak

sejajar, semua langkah harus diambil untuk mencapai kesejajaran, bahwa;

hak orang miskin dan tertindas harus dikembalikan melalui pemerataan

kekayaan dan penghasilan; dan bahwa proses ini harus berlanjut. Karena

dipandang demikian prinsip kesejajaran, mencakup baik keadaan yang

diinginkan maupun proses untuk mencapainya.

27 Syed Nawab Haider Naqvi, op. cit. hlm. 40. 28 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 916.

26

Dengan demikian, ketika ditegaskan bahwa Islam, menuntut

keseimbangan atau kesejajaran, penegasan itu mencakup tidak hanya hal

yang jelas dimana kekuatan-kekuatan ekonomi dan sosial harus benar-

benar sejajar, tetapi juga wilayah yang berdampingan dengan hal tersebut,

dimana kekuatan-kekuatan itu tidak sejajar, tapi dengan syarat ada

mekanisme yang membuat hal tersebut menjadi sejajar.

Penegasan itu juga memberikan perhatian terhadap dimensi inter-

temporal dari konsep ini: 'keadaan tidak sejajar' saat sekarang dapat

dijustifikasi jika hal itu dimasa mendatang menyebabkan keseimbangan

atau kesejajaran; dan sebaliknya, tuntutan pada keseimbangan atau

kesejajaran pada suatu waktu boleh dipandang tidak sejajar dalam konteks

yang bersifat dinamis. 29

Jiwa tatanan dalam Islam adalah keseimbangan yang adil. Hal ini

terlihat jelas pada sikap Islam terhadap hak individu dan masyarakat.

Kedua hak itu diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil

(pertengahan) tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati,

perumpamaan dan kenyataan. Islam juga bersifat di tengah-tengah

(wasath) antara iman dan kekuasaan.

Ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat khususnya kaum

lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Islam juga

tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum

sosialis, terutama komunis, tetapi di tengah-tengah antara keduanya.

29 Ibid.

27

Islam mengakui individu dan masyarakat, juga meminta mereka untuk

melaksanakan kewajiban masing-masing. Dengan demikian, Islam

menjalankan peranannya dengan penuh keadilan dan kebijaksanaan. 30

3. Kehendak Bebas (Ikhtiyar).

Mengenai masalah kebebasan, para ahli teologi berbeda pendapat.

Ada kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak

bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatan sesuai dengan

kemauannya sendiri. Ada juga kelompok yang berpendapat bahwa

manusia tidak punya kebebasan untuk melakukan perbuatannya. Mereka

dibatasi dan ditentukan oleh tuhan, jadi manusia tak buahnya seperti

wayang yang mengikui sepenuhnya kemauan dalang.31

Seperti halnya Naqvi yang cenderung pada kelompok pertama

mengatakan Dalam pandangan Islam manusia terlahir memiliki "kehendak

bebas", yakni dengan potensi menentukan pilihan diantara pilihan-pilihan

yang beragam. Karena kebebasan manusia tidak dibatasi dan bersifat

voluntaris, maka dia juga punya kebebasan untuk mengambil pilihan yang

salah.32 Untuk kebaikan diri manusia sendirilah pilihan yang benar.

قل ياأيها الناس قد جاءكم الحق من ربكم فمن اهتدى فإنما يهتدي لنفسه ومن ضل فإنما يضل عليها وما أنا عليكم بوكيل

Artinya: Katakan wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran dari Tuhanmu, sebab itu barang siapa yang mendapatkan petunjuk, maka sesungguhnya untuk kebaikan sendiri. dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya

30 Yusuf Qardhawi, op. cit, hlm. 71. 31 Harun Nasution, Theologi (Ilmu Kalam), Jakarta: UI Prees, 1972, hlm. 87. 32 Syed Nawab Haider Naqvi, loc. cit. hlm. 42.

28

kesesatannya itu untuk mencelakakan sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu. (Q.S. Yunus : 108).33

Memang anugerah Tuhan bergantung pada pilihan awal manusia

terhadap yang benar. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan

suatu kaum kecuali dia sendiri yang merubahnya" (QS 13. 11).Dengan

demikian dasar etika kebebasan manusia bersumber dari anatomi

pengambilan pilihan.

Kunci dalam memaknai dasar etika kebebasan individu, terletak

dalam memahami fakta bahwa ke mahakuasaan Tuhan tidak secara

langsung berarti tanggung jawab membawa manusia pada pilihan yang

benar, bahkan meskipun, jika dimohonkan, rahmat Tuhan bisa seperti

itu.34

Kebebasan dilihat dari sifatnya sebagai mana dikemukakan

Abuddin Nata terbagi menjadi tiga; Pertama, kebebasan jasmaniah

kebebasan dalam menggerakkan dan menggunakan anggota badan yang

kita miliki. Kedua, kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk

menghendaki sesuatu. Ketiga, kebebasan moral yang dalam arti luas

berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan, larangan, desakan

yang tidak sampai berupa larangan fisik. 35

Karena manusia itu bebas, dia hanya memilih dua pilihan: apakah

dia mentaati ketentuan Tuhan, membuat pilihan yang benar dengan

33 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 323. 34 Ibid., hlm. 43. 35 Dr. H. Abuddin Nata, Ahlaq Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. ke-4,

2002, hlm. 129-130.

29

dibimbing jalan kebenaran ataukah dia membuat pilihan yang salah dan

jauh dari jalan kebenaran dan bahkan bisa melawan Tuhan.

4. Tanggung Jawab (Fardh).

Setiap ekonom harus bertanggung jawab atas usaha dan

pekerjaannya. Tanggung jawab disini artinya mau dan mampu menjaga

amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis terbeban

dipundaknya.

Sesuai dengan prinsip kehendak bebas, setiap pekerjaan manusia

adalah mulia apapun bentuknya, asalkan tidak bertentangan dengan

ketentuan agama. Islam berusaha menetapkan keseimbangan yang tepat

diantara kehendak bebas dan tanggung jawab, karena kedua prinsip ini

sedemikian saling terkait. Meskipun kedua aksioma tersebut merupakan

pasangan secara alamiah, tetapi bukan berarti bahwa keduanya secara logis

atau praktis, sedemikian saling terkait sehingga tidak bisa dibedakan satu

sama lainnya.36

Berdasarkan pandangan ini, peradaban modern akan ditentukan

berdasarkan serangkaian langkah pembatasan kebebasan individu secara

yang tepat sehingga konflik inherent antara maksimalisasi kepentingan diri

sendiri akan seimbang dengan kebutuhan maksimalisasi kebutuhan sosial.

Konsep tanggung jawab dalam Islam secara komprehensif

ditentukan. Ada dua aspek fundamental dari konsepyakni; pertama,

tanggung jawab menyatu dengan status kekhalifahan manusia-

36 Syed Nawab Haider Naqvi, op. cit. hlm. 46.

30

keberadaannya sebagai wakil di muka bumi. Kedua, konsep tanggung

jawab dalam Islam pada dasarnya bersifat suka rela dan tidak harus

dicampur adukkan dengan ' pemaksaan' yang ditolak sepenuhnya oleh

Islam.

C. Konsep Etika Ekonomi dalam Islam.

Secara esensial, al-Qur'an adalah ajaran fundamental Allah Swt yang

menyandang dua dimensi. Pertama, dimensi rasionalitas yang memancar

dalam bentuk hukum alam (natural low) dan melahirkan hukum sebab akibat

(causality). Kedua, dimensi dogmatisme yang sarat dengan nilai-nilai

spiritualitas dan terimplementasi dalam amaliah ubudiyah yang bersifat

religius.

Kedua dimensi tersebut telah menjadi barometer dalam memahami

nilai-nilai ajaran al-Qur'an secara komprehensif dan universal. Rosululoh

sendiri telah menyampaikan setatemen penting bahwa agar tidak terpojok dan

terperosok ke dalam jurang kesesatan, kaum Muslimin harus memposisikan

Kitabullah dan Sunnahnya sebagai referensi utama dalam meniti kehidupan

dunia dan akhirat.

Pesan nabi tersebut, memberikan kejelasan bahwa substansi al-Quran

mencakup semua aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi. Di

bidang ekonomi, baik secara tersurat maupun tersirat, al-Qur'an telah

menawarkan prinsip-prinsip dasar yang secara paradigmatik menjadi titik awal

31

bagi pembangunan keilmuan ekonomi Islam dan pengembangan

perekonomian umat manusia.37

Adapun etika ekonomi Islam yang terkandung dalam al-Quran

dapat digolongkan ke dalam tiga bangunan nilai yang mendasari ekonomi

Islam, yaitu sebagai berikut:

1. Tauhid.

Tauhid adalah konsep yang teramat, signifikan dan urgen diantara

ketiga nilai di atas, sebab dua konsep lainnya merupakan derivasi logis

darinya.38 Tauhid mengandung implikasi bahwa alam semesta secara sadar

dibentuk dan diciptakan oleh Allah yang maha kuasa. Karena itu amat

mustahil jika jagad raya ini muncul secara kebetulan.

Segala sesuatu yang diciptakanNYa pasti mempunyai tujuan.

Tujuan inilah yang memberi makna dari dari arti bagi eksistensi alam

semesta dimana manusia merupakan salah satu bagian di dalamnya. Kalau

demikian halnya, manusia yang dibekali dengan kehendak bebas,

rasionalitas, kesadaran moral yang dikombinasikan dengan kesadaran

ketuhanan dituntut untuk hidup dalam kepatuhan dan ibadah kepada

Tuhannya. Dengan demikian konsep Tauhid bukanlah sebatas pengakuan

realitas, tetapi suatu respon aktif terhadapnya.

37 Abdul Wahab Khalaf menegaskan, bahwa dari sejumlah ayat yang 6666 dalam al-

Qur'an, mayoritas 2/3nya termasuk ayat-ayat Makkiyah yang memperbincangkan masalah keimanan. Sedangkan yang memperbincangkan kehidupan masyarakat hanya sekitar 1/3, yakni ayat-ayat Madaniah. Walaupun sejumlah ayat merupakan masalah perniagaan atau perekonomian, namun ayat tersebut tidak mematok secara pasti tentang perindustrian, moneter dan sebagainya. Abdul Wahab Khalaf, 'Ilm Ushul Fiqh, terj. Moh. Tolchah Mansoer, Noer Iskandar al Barsani, Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Rajawali Pers, 1988. hlm. 30-33.

38 M Umar Chapra, Islam Dan pembangunan Ekonomi, Jakarta: Gema Insani Prees, 2000, hlm. 6.

32

Tauhid mengatur manusia mengakui bahwa keesaan Tuhan

mengandung konsekuensi keyakinan segala sesuatu bersumber serta

kesudahannya berakhir pada Allah Swt. Dialah pemilik mutlak dan

tunggal yang dalam genggamanNYA segala kerajaan langit dan bumi.

Keyakinan inilah yang mengantarkan setiap manusia dalam kegiatan

ekonomi untuk meyakini bahwa harta benda yang berada dalam

genggamannya adalah milik Allah sepenuhnya, yang antara lain

diperintahkan oleh pemiliknya agar diberikan (sebagian) kepada yang

membutuhkannya.

Sumber utama etika Islam adalah kepercayaan penuh dan murni

terhadap kesatuan tuhan.Ini secara khusus menunjukkan dimensi vertikal

Islam yang menghubungkan institusi-institusi sosial yang terbatas dan

yang tak sempurna dengan Dzat yang sempurna dan tak terbatas.

Hubungan ini dipengaruhi oleh penyerahan tanpa syarat manusia

dihadapanNYA, dengan menjadikan keinginan, ambisi, serta perbuatannya

tunduk pada perintahNYA: "katakanlah: "sesungguhnya, sembahyangku,

ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian

alam". (QS. 6. 162)

Ketundukan manusia pada Tuhan membantu manusia

merealisasikan potensi teomorfiknya, juga membebaskan dari perbudakan

manusia. Dengan mengintegrasikan aspek-aspek religius, sosial, ekonomi

dan politik, kehidupan manusia ditransformasikan ke alam suatu keutuhan

yang selaras, konsisten dalam dirinya dan menyatu dengan alam luas.

33

Dengan demikian, manusia bisa mencapai harmonitas sosial dengan

meningkatkan rasa memiliki persaudaraan universal.

Secara khusus dicatat bahwa pandangan Islam, tentang kesatuan

dunia tidak terbatas pada masyarakat muslim saja, melainkan mencakup

seluruh manusia yang dipandang sebagai masyarakat yang satu:

ياأيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا أتقاكم إن الله عليم خبري إن أكرمكم عند الله

Artinya: "wahai manusia, sesungguhnya, kami ciptakan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kalian bangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian bisa saling mengenal." (Q.S. al-Hujuraat: 13). 39

Dengan demikian, pengetahuan tentang diri sendiri, tentang orang

lain serta bangsa-bangsa lain, menghasilkan kehidupan kehidupan dunia

yang harmonis dengan meningkatkan kemampuan toleransi terhadap

adanya perbedaan.

Peran integrasi sosial konsep kesatuan, muncul dari kesadaran

khususnya dalam masyarakat muslim, akan ke mahakuasaan Tuhan : “

Dia Maha kaya atas sesuatu”. QS 35.180, akan ke maha tahuanNYa

terhadap sesuatu: “Allah mengetahui segala sesuatu. QS 5. 177. dan

memiliki segala sesuatu: Dan bagi Allah langit dan bumi QS. 3. 180.

namun, dalam pandangan yang bersifat mutlak tersebut, kebebasan

manusia juga dijamin. Hal ini muncul dari keberadaanNYA sebagai hakim

atas perbuatan manusia: “Bukankah Allah adalah hakim yang seadil-

39 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 847.

34

adilnya(QS. 95. 8). Dari mana konsep manusia tentang kebebasan

manusia. Bagaimanapun, harus dicatat dengan cermat bahwa konsep ini

tidak dimaksudkan untuk mengurangi kebebasan manusia, tetapi hanya

untuk menunjukkan jalan terbaik untuk menerapkan tersebut. Dengan

demikian manusia bebas untuk memiliki, tetapi cara terbaik dalam

kepemilikan itu adalah dengan memandangnya sebagai “pemegang

amanat” atas yang sebenarnya milik Tuhan dan terjadi menurut sunatullah.

Dengan demikian, perhatian terus menerus untuk memenuhi

tuntutan etik meningkatkan tingkat kesadaran individual, dalam jalur

vertikal kearah taraf kesadaran yang lebih tinggi, dengan menambahkan

kekuatan ketulusan pada insting altruistic manusia.

2. Khilafah.

Khilafah merupakan salah satu amanat yang diberikan Allah

kepada manusia. Manusia sebagai wakil Tuhan di bumi ini,40 dan telah

diberi bekal dengan semua karakteristik mental dan spiritual serta materiil

untuk memungkinkan nya hidup dan mengemban misinya secara efektif.41

Dalam mengemban amanah sebagai KhalifahNYA, manusia diberi

kebebasan untuk mencari nafkah sesuai dengan hukum yang berlaku serta

dengan cara yang adil. Hal ini merupakan salah satu kewajiban asasi

dalam Islam. Dengan demikian, pada dasarnya, Islam mengakui

kepemilikan pribadi. Islam tidak membatasi kepemilikan pribadi, alat-alat

produksi, barang dagangan ataupun perdagangan, tetapi hanya melarang

40 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 110. 41 M. Zaidi Abdad, Paradigma Ekonomi Dalam al-Qur'an, dalam Jurnal Ekonomi

dan Hukum Istinbath, STAIN Mataram, No.I,Vol. I, Juli-Desember 2003.

35

perolehan kekayaan melalui cara-cara yang ilegal atau cara yang tidak

bermoral. Islam sangat menentang setiap aktivitas ekonomi yang bertujuan

melakukan penimbunan kekayaan atau pengambilan keuntungan yang

tidak layak dari kesulitan orang lain atau penyalahgunaannya.42

Dalam rangka kekhalifahannya ia bebas dan mampu berfikir serta

menalar untuk memilih mana yang baik dan buruk, jujur dan tidak jujur,

serta mengubah kondisi kehidupan masyarakat dan perjalanan sejarahnya,

bila ia berkehendak demikian, secara fitrah manusia itu baik dan mulia,43

serta mampu melindungi kebaikan dan kemuliaannya. Bahkan, mampu

meninggalkan kedudukannya, jika ia menerima pendidikan dan petunjuk

yang tepat dan dimotifasi dengan baik., maka secara psikologis manusia

akan merasa bahagia selama ia berpijak atau bergerak mendekati hakekat

batiniahnya dan merasa sengsara jika ia menyimpang darinya.

3. Pemikiran istikhlaf

Dasar pemikiran istikhlaf ini adalah, bahwa Allahlah yang Maha

Pemilik seluruh apa dan siapa yang ada di dunia ini: langit, bumi manusia,

hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lain sebagainya baik benda hidup maupun

mati, yang berfikir maupun yang tidak berfikir, manusia atau non

manusia, benda yang terlihat atau tidak terlihat. Seperti dijelaskan dalam

al-Qur'an:

ولله ما في السموات وما في الأرض

42 Ir. H. Adiwarman Azwar Karim, SE, MBA, MAEP, Sejarah Pemikiran Ekonomi

Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. ke-1, 2004, hlm. 29. 43 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 393.

36

Artinya: " Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi" (Q.S. an-Najm: 31) 44

Berdasarkan pemikiran tersebut, para ahli ekonomi menetapkan

dengan sangat jelas bahwa usaha manusia dalam produksi tidak lebih dari

pada mengubah benda dari bentuk dan tempat asalnya. Siapakah yang

menciptakan semua itu? Jawabnya: "Tuhan kami ialah Tuhan yang telah

memberikan kepada tiap-tiap suatu bentuk kejadiannya kemudian

memberikannya petunjuk."

Lalu, siapakah yang menyediakan sarana bagi manusia? Siapakah

yang memberikan kekuatan kepada manusia untuk bekerja? Semua itu

adalah Allah yang menciptakan manusia dari segumpal tanah dan

mengajarkan mereka dari nol.

Misalnya, jika manusia bercocok tanam, ia akan memperoleh biji-

bijian, atau jika ia membajak tanah, ia akan mendapatkan buah. Berapa

banyak usaha manusia dalam pekerjaan menanam, menyiram, dan

merawat pohon itu- jika dibandingkan dengan pekerjaan dan tangan

Allah? Allah yang menyediakan bumi terhampar, angin bertiup, awan

bergerak, Dia juga yang menurunkan air dari langit dan mengalirkan

sungai.45

Kita tahu bahwa petunjuk perindustrian bermula dari Allah dan

ajaranNYA. Sebelum itu manusia tidak mengetahuinya. Lihatlah

bagaimana Allah mengajarkan Daud membuat baju besi

44 Ibid. hlm., 873. 45 DR. Yusuf Qardhawi, op. cit., hlm. 42.

37

وعلمناه صنعة لبوس لكم لتحصنكم من بأسكم فهل أنتم شاكرون Artinya: "Dan telah kamu ajarkan Daud membuat baju besi unt8k kamu,

guna memelihara kamu dalam peperanganmu, maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah). (Q.S. al-Anbiya: 80).46

Jadi sangat sedikit usaha dan kerja keras manusia jika

dibandingkan dengan usaha Allah. Kemudian, apa jadinya jika Allah tidak

menciptakan akal untuk berfikir, semangat untuk melaksanakan, serta alat

untuk bekerja?

Kesimpulan dari ini semua, bahwa harta merupakan rezeki yang

diatur Allah untuk manusia sebagai nikmat dan rahmatnya. Meski manusia

dapat memaparkan satu persatu hasil usahanya ia tidak akan mampu

menghitung kekuasaan Allah dalam menciptakan dan mengadakan.

Karena itu sudah selayaknya jika manusia menafkahkan sebagian harta

pemberian Allah itu ini untuk jalannya, membantu sesama teman, dan

menolong sesama hambaNYA. Allah berfirman:

اكمقنزا رفقوا ممأن Artinya: "… Belanjakanlah (di jalan Allah ) sebagian rezeki yang telah

Kami berikan kepadamu…(Q.S. al-Baqoroh: 254)47

46 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 505. 47 Ibid., hlm .62.